Vol.6 No.2 2014 KEBERADAAN DAN IMPLIKASI PRINSIP MFN DAN NT DALAM PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA1 Oleh : Ni Ketut Supasti Dharmawan email :
[email protected] Wayan Wiryawan email :
[email protected] 2
ABSTRACT The WTO – TRIPs Agreement regulates the principle of non- discrimination which must be complied by its member countries. There are two principle of non discrimination namely the principle of National Treatment ( NT ) and Most Favoured Nations principle (MFN). This study focus to the adoption of MFN and NT principles into Intellectual Property Rights laws of Indonesia whether it harmony with the legal system in Indonesia. This study uses the normative legal research methods by using conceptual approach and statute approach . The legal materials that studies in this research consists of the Primary Legal Materials : Act No. 19 of 2002 , Act No. No. . 15 of 2001, Act No. 14 of 2001, as well as the TRIPs Agreement. Secondary legal materials studied in this research are legal text books and law journals related to NT and MFN principle in the field of Intellectual Property Rights. . The results showed that the Principle of Non Discrimination System in the form of the principle of National Treatment (NT) expressly governed through Article 3 TRIPs Agreement and the principle of Most Favoured Nations (MFN) regulated through Article 4 TRIPS Agreement. As a member of WTO-TRIPs Agreement, Indonesia should comply and adopt the MFN and NT principles into IPR laws. Currently those principles exist implicitly and explicitly such as in the Act No. 19 of 2002, the Act No. 14 of 2001, and the Act No. 15 of 2001. Although the MFN and NT principles has already adopted, it is still need more effort to implement the principle of non Discrimination, especially in the relationship between Indonesia and other unequal size countries, between developing and developed countries. Keywords : Intellectual Property Rights, MFN, NT, TRIPS Agreement.
1
Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dibiayai dari dana Dipa BLU Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum PPS UNUD dengan SK Direktur nomor: 1430/UN.14.4/HK/2013, telah di presentasikan dalam seminar/FGD di Program Magister (S2) Ilmu Hukum pada tanggal 11 Nopember 2013. 2 Para penulis adalah Dosen pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana (UNUD) dan Fakultas Hukum UNUD Denpasar-Bali
259
Vol.6 No.2 2014 I. PENDAHULUAN
diterapkan
1.1.
Latar Belakang Masalah
anggotanya, termasuk Indonesia yang juga
Berawal dari empat pilar utama
negara anggota dari WTO.
yaitu the rule against the use of quantities
oleh
Sebagai
seluruh
tindak
negara
lanjut
dari
restrictions, the rule reduction tariffs and
keikutsertaan Indonesia sebagai anggota
others barrier for trade, the rule of
WTO,
national treatment (NT) and the principle
Indonesia telah meratifikasi persetujuan
of most favored nation (MFN) yang
WTO. Pada intinya negara anggota WTO
digagas dalam GATT 1994 dan kemudian
wajib
eksis
internasional,
dalam
sedunia,
perjanjian
yaitu
the
perdagangan World
melalui U.U. No. 7 tahun 1994
mentaati
standar
namun
perdagangan
demikian
tetap
Trade
memberikan pengecualian khususnya bagi
Organization (WTO) 1995, dinyatakan
negara berkembang dan negara yang
bahwa dengan 4 pilar utamanya organisasi
paling terbelakang untuk mengatur secara
internasional tersebut
khusus hal-hal yang dianggap penting dan
di atas telah
mendukung libralisasi dan perdagangan
sangat
bebas yang pada akhirnya semua negara
negaranya dalam koridor perkembangan
anggotanya
manfaat
perdagangan internasional. Sebagai negara
(benefit), termasuk kepulauan-kepulauan
anggota yang turut serta menandatangani
kecil di negara berkembang, yaitu the
persetujuan
SIDS (Small Island Developing States).3
melaksanakan seluruh hasil kesepakatan
Dua dari 4 pilar tersebut di atas yaitu MFN
WTO beserta Annexes atau lampirannya
dan principle of NT juga dikenal dengan
yaitu
sebutan Non Discrimination Pimples yaitu
Sebagaimana
yang
sebelumnya bahwa pilar utama yang telah
akan
melarang
diskriminasi
di
mendapat
adanya antara
perlakuan
negara-negara
berkaitan
:
dengan
WTO,
TRIMs,
disepakati
kebutuhan
Indonesia
TRIPs, telah
yaitu
GATS.
disebutkan
prinsip
Discrimination
bidang
menekankan
Favoured Nation (MFN) dan National
pentingnya non discrimination principle
Treatment Principle (NT) tertuang dalam
ini
meliputi
Non
anggota WTO. Perjanjian internasional di perdagangan
yang
dan
wajib
Most
ke tiga Annexes of WTO Agreement yaitu 3
Mooneeram & Chadee Varsha, 2013, Understanding the Legal Framework of the Most Favoured Nation Rule from a SIDS perspective, ICITI, ISSN:16941225, University of Mauritius, Reduit Mauritius , p. 2-4.
dalam TRIMs, GATS dan TRIPs. Prinsip NT dan MFN dalam Trade Related
Intellectual
Property
Rights 260
Vol.6 No.2 2014 (TRIPs) diatur berdasarkan Article 3 dan
konstruksi pengaturan HKI di Indonesia
Article 4.
pasca keikutsertaan Indonesia dalam WTO-
Prinsip NT pada intinya
mensyaratkan adanya perlakuan yang sama
TRIPs
antara produk negara tuan rumah dengan
menganalisis apakah keberadaan prinsip-
produk
negeri.
prinsip tersebut yang berbasis liberal serta
Berdasarkan prinsip NT, tidak boleh ada
globalis tidak berbenturan atau harmoni
keistimewaan perlakuan terhadap produk
dengan sistem hukum di Indonesia.
serupa
dari
luar
Agreement,
terutama
untuk
dalam negeri dan mendiskriminasikan produk sejenis dari negara anggota WTO
1.2 Rumusan Masalah Karya tulis yang berbasis penelitian
lainnya. Sementara itu prinsip MFN pada intinya menentukan bahwa perlindungan dan keistimewaan pada salah satu negara anggota, wajib diberikan secara sama, secepatnya dan tanpa syarat kepada negara anggota WTO lainnya.
Prinsip yang
melandasi
TRIPs
persetujuan
yang
mengatur perlindungan Hak Kekayaan Intelektual juga menegaskan bahwa bahwa siapapun (baik negara maju maupun negara
berkembang)
pelanggaran
terhadap
melakukan hukum
sebagaimana disepakati dalam pihak
HKI TRIPs,
tersebut
wajib
mempertanggungjawabkannya. Dengan
mencermati
prinsip WTO-TRIPs Agreement,
yaitu
wajib melaksanakan harmonisasi hukum di HKI
khususnya
1. Bagaimana substansi
prinsip-prinsip
MFN dan NT dalam
WTO-TRIPs
Agreement ? 2. Bagaimana keberadaan prinsip MFN dan
NT
Kekayaan
dalam
pengaturan
Intelektual
Hak serta
harmonisasinya dengan sistem hukum Indonesia ? II. METODE PENELITIAN Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah
metode penelitian
hukum
Penelitian
pelaksanaan kewajiban
negara anggota melaksanakan prinsip-
bidang
ini mengkaji dua permasalahan inti yaitu:
normatif.
dikerjakan
dalam secara
metodologis, sistematis dan konsisten.4. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan
perundang-undangan,
perbandingan serta pendekatan
konsep
mengadopsi
Prinsip NT dan MFN , menjadi penting 4
untuk dilakukan pengkajian, terutama untuk mengkaji secara lebih mendalam implikasi prinsip NT dan MFN dalam
Ciri-ciri penelitian sebagai bagian dari kegiatan ilmiah dikerjakan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Lihat Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, h. 26. dan h. 47.
261
Vol.6 No.2 2014 hukum.5 Bahan-bahan hukum yang diteliti
Generaal Agreement on Tariffs and Trade
meliputi bahan hukum primer yaitu WTO,
(GATT), which is administrated by the
TRIPs Agreement, U.U. No. 19 Tahun
Geneva-based World Trade Organization
2002, U.U. No. 14 Tahun 2001, U.U. No.
(WTO).
15 serta Tahun 2001. Sementara itu buku
global minimum (and high) standars of
teks,
literatur serta jurnal hukum yang
protection and enforcement for virtually
berkaitan dengan HKI dikategorisasikan
all of the most important IPRs in single
sebagai bahan hukum sekunder. Tehnik
agreement”.
studi
minimumnya namun (high) wajib menjadi
dokumen
dipergunakan
untuk
mengambil dan mengidentifikasi Bahan Hukum,
kemudian
dianalisis
dengan
TRIPS establishes enforceable
TRIPs
dengan
standar
acuan dalam pengaturan HKI di seluruh negara anggota termasuk Indonesia.7
menggunakan analisis deskriptif kualitatif .
Berkaitan dengan pengaturan HKI
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
sedunia setidaknya ada dua organisasi
3.1. Substansi Prinsip NT dan MFN
yang sangat berpengaruh yaitu WIPO dan WTO. Indonesia sebagai anggota WIPO
Dalam TRIPs Agreement TRIPs Agreement mempersyarat-
memiliki hak dan kewajiban yang berbeda
kan standar minimum yang wajib dipenuhi
dengan sebagai negara anggota WTO.8
oleh negara anggotanya dalam rangka
Sebagai
perlindungan HKI.
TRIPs merupakan
akhirnya
suatu
yang
komplek,
anggotanya tunduk pada Annex dari WTO,
Menurut
yaitu
perjanjian
komprehensif dan ekstensif.
negara juga
salah
anggota
WTO
mewajibkan
satunya
adalah
pada negara
TRIPs
Christophe Bellmann, Graham Dutfield &
Agreement. Kewajiban seluruh negara
Melendez6 bahwa “… TRIPs, one of the main
anggota untuk mengharmonisasikan sistem
outcomes of the Uruguay Round of the
hukum HKI-nya ke arah Persetujuan TRIPs akhirnya juga mewajibkan mereka tunduk pada Konvensi Paris maupun
5
Dalam penelitian hukum normatif dikenal berbagai jenis pendekatan yaitu : Case Approach, Statute approach, Historical approach, Conceptual approach, serta Comparative approach. Lihat Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 96-155 6
Christophe Bellmann , Graham Dutfield & Melendez-Ortiz, 2003, Trading in Knowledge : Development Perspectives on TRIPS, Trade and Sustainability, International Centre for Trade and Sustainable Development (ICTSD), Earthscan, London, h. 10
Konvensi Berne, serta Konvensi Roma,
7
Eddy Damian, 2002, Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar, Asian Law Goup Pty Ltd, Alumni, Bandung, h.36. 8 Tim Lindsey dkk.,2011,Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni,Bandung, Cetakan ke -6, h.29
262
Vol.6 No.2 2014 karena
TRIPs
mengadopsi
Agreement
subtansi
itu
dari
sendiri
konvensi-
konvensi HKI tersebut di atas.
ketentuan
ini
keberpihakan,
mengatur
bahwa
keuntungan,
maupun
Prinsip
perlakuan istimewa yang diberikan kepada
TRIPs bagi
suatu negara peserta TRIPs haruslah
perlindungan HKI mengacu pada prinsip
diberikan immediately dan unconditionally
utama WTO. Sistem hukum HKI secara
kepada warga negara lainnya yang juga
dramatik mengalami perubahan berbasis
merupakan peserta TRIPs seperti diatur
WTO - TRIPS Agreement terhadap negara-
dalam Article 4 TRIPS.
atau standar yang diatur
negara anggota.9 Prinsip – prinsip yang melandasi
pengaturan
hubungan
Secara lebih tegas Article 4.1 TRIPS mensyaratkan semua persetujuan
yang
perdagangan bagi seluruh negara anggota
dibuat dan ditandatangani dalam rangka
WTO
HKI
dikenal
sebagai
prinsip
Most
Favoured Nations Treatment (MFN), yaitu prinsip yang menekankan perlakuan yang sama bagi seluruh negara anggota WTO, serta prinsip National Treatment (NT) yaitu prinsip perlakuan nasional yang tidak boleh berbeda dengan negara anggota
perlindungan
serta
tidak
ketentuan
boleh
ada
yang
berbeda
diistimewakan kepada anggota tertentu.
penerapan dan
suatu negara
Dalam konteks ini,
tidak boleh ada diskriminasi (Prinsip Non Discrimination). Contoh, Indonesia dalam
lainnya.10 Prinsip
harus diperlakukan secara sama,
MFN HKI
dalam
kerangka
terkonstruksi
berdasarkan Article 4 TRIPs, pada intinya
menerima pendaftaran merek dari suatu negara
anggota
tertentu
harus
memberlakukan persyaratan yang sama pula bagi pendaftaran mereka dari negara anggota WTO lainnya. Keberpihakan dan
9
Annette Kur and Marianne Levin,2011,Intellectual Property Rights In a Fair World Trade Syatem-Proposal for Reforms of TRIPs, Edward Elgar Publishing Inc.,UK, h. 12. Selanjutnya dikemukakan „ … the TRIPS as “ to date …. The most comperehensive multilateral agreement on intellectual property rights. Indeed, TRPS has taken away a great deal of internal regulatory discretion.‟ 10 Munir Fuady, 2008,“Pengantar Hukum Bisnis ; Menata Bisnis Modern di Era Global,”Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 309, lihat juga Tomi Suryo Utomo,2009, “Hak Kekayaan Intelektual (HKI ) di Era Global sebuah Kajian Kontemporer,” Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 29
perlakuan yang menguntungkan kepada warga salah satu negara anggota wajib diberlakukan
kepada semua warga
negara anggota WTO lainnya. Prinsip MFN sebagaimana diatur dalam
Article
4
TRIPs
Agreement
sesungguhnya juga dapat dikecualikan, dengan kata lain
keperpihakan serta 263
Vol.6 No.2 2014 perlakuan istimewa kepada suatu negara
lainnya. Meskipun
anggota
sepintas tampak ada
tertentu
tidak
dianggap
kesamaan antara prinsip NT dan prinsip
jika
perlakuan
istimewa
Resiprositas,
pelanggaran
kedua
prinsip
tersebut
sama,
prinsip
tersebut diberikan berkaitan dengan :
sesungguhnya
perjanjian
Resiprositas sering dikenal sebagai prinsip
internasional
dan
bantuan
tidak
hukum yang tidak semata-mata untuk
timbale balik, sementara itu
perlindungan HKI,
perlakuan istimewa
Prinsip NT
adalah
bukan dalam konteks NT tetapi dalam
diskriminasi
pada
kerangka Berne Convention dan Rome
menciptakan
harmonisasi
Convention, perlakuan istimewa tersebut
internasional,
diberikan sebelum berlakunya WTO dan
dalam
sepanjang diberitahukan kepada Dewan
menstabilkan sistem pasar bebas, serta
TRIPs
menimbulkan
dapat mengurangi biaya –biaya dalam
diskriminasi yang tidak wajar bagi negara
rangka pasar bebas serta memungkinkan
anggota WTO-TRIPs Agreement lainnya.11
negara kecil untuk turut mendapatkan
Non Discrimination Principle yang
manfaat (benefit) dari keberadaan negara-
serta
tidak
tujuan
untuk mencegah pasar
domestik, perdagangan
meningkatkan
perdagangan
internasional,
kedua dalam TRIPs adalah National
negara
Treatment (NT) tercantum dalam Article
kerjasamanya memberikan bantuan berupa
3.1 TRIPs Agreement.
grand.
Pada initinya
maju
efisiensi
yang
sering
dalam
prinsip ini mempersyaratkan bahwa negara
Sebagaimana dikenal pengecualian
anggota tidak boleh memberikan perlakuan
dalam Prinsip MFN, pada Prinsip NT juga
yang
dikenal pengecualian. Prinsip ini
dapat
menguntungkan warga negaranya terkait
dikecualikan
yang
perlindungan
menggunakan
mengistimewakan
terhadap
serta
produk-produk
bagi
negara
special diatur
reservation
HKI, jika memberikan perlakuan istimewa
sebagaimana
dalam
Berne
kepada warga negara sendiri, maka wajib
Convention dan Rome Convention, dengan
juga memberikan perlakuan istimewa yang
persyaratan menyampaikan pemberitahuan
sama kepada warga negara anggota WTO
kepada Dewan TRIPs berdasarkan Article 3 paragrah 1 TRIPs.
11
Rahmi Jened,2003, Perlindungan Hak Cipta Pasca Persetujuan TRIPs, Yuridika Press, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 61.
TRIPs mempersyaratkan
Agreement
selain
diberlakukannya
Prinsip MFN dan NT, jika dicermati juga 264
Vol.6 No.2 2014 penegasannya dalam perlindungan HKI secara
internasional
pemenuhan dalam
terletak
pada
minimum
TRIPs
standar
perundang-undangan
nasional
negara anggota. Dalam pengaturan HKI di negara anggota dipersyaratkan minimal harus sama dengan TRIPs, negara anggota diijinkan
memperluas
pengaturannya
namun tidak boleh kurang dari standar TRIPs. Dalam kerangka pengaturan yang lebih
luas
dimaksudkan
untuk
memberikan perlindungan yang lebih baik kepada jenis jenis HKI yang sangat beragam yang dimiliki oleh suatu negara anggota. Dalam rangka mengharmonisasikan ketentuan hukum HKI, negara
bagi anggota
berkembang
diberikan
kesempatan waktu 4 tahun dihitung sejak berlakunya WTO, serta 11 tahun bagi
“…The Agreement on Made Related Aspects of Intellectual Property Rights on other hand, does appear to represent genuine movement toward the type of progress necessary for advancement on market access and competition policy concerns. TRIPs incorporates many of the provisions contained in the existing international agreements that protect intellectual property In this sense, TRIPs represents a major development of substantive law in the GATT/WTO system. While it does adopt the traditional GATT concepts of most favored nation status, national treatment and transparency TRIPs proscribes minimum standards of intellectual property protection that must be maintained by WTO members and requires Member States to take positive action to ensure protection of property rights. Finally TRIPs unlock the WTO‟s powerful dispute settlement system to IPR conflicts. Compared to GATT therefirm TRIPs represents a much more transparent and progressive approach to trade." Kewajiban
pelaksanaan
Prinsip
(Transitional
MFN, NT serta standar minimum dalam
Arrangements) sebagaimana diatur dalam
rangka perlindungan HKI, sesungguhnya
negara
Part
VI
tertinggal
TRIPs.
Sehubungan
dengan
keberadaan Prinsip MFN, NT
serta
standar
TRIPs
minimum
Agreement, mengemukakan
Peter
dalam S.
pendapatnya
Watson, sebagai
menyiratkan bahwa pengaturan TRIPs ini memberikan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perjanjian-perjanjian internasional dalam
HKI
rangka
lainnya
penegakan
terutama hukumnya.
Namun demikian, TRIPs sesungguhnya
berikut :12 12
Peter S. Watson, 2000, Completing the World Trading System, Proposal for a Millenium Round,Kluwer Law International,Cambridge, p. 31-32
265
Vol.6 No.2 2014 juga
memberikan
keleluasan
mengambil
untuk
Agreement meliputi : Copyright and related
langkah-langkah,
rights, Copyright and related rights,
menggunakan hukum nasional negara
Geographical
anggota,
Design,
asalkan
harmoni
dan
tidak
Indications,
Patents,
Layout-designs
bertentangan dengan TRIPs, ketentuan
(topographies)
tersebut
berdasarkan
Protection of undisclosed information,
General Provisions and Basic Principles ,
Control of anti-competitive practices in
khususnya Article 1.1. TRIPs dan Article
contractual licenses.15
dapat
dicermati
of
Industrial
integrated
circuits,
8 TRIPs13. Persetujuan pengaruh
yang
TRIPs
mempunyai
besar
terhadap
pembentukan pengaturan rezim HKI di negara-negara mempengaruhi
berkembang munculnya
3.2. Keberadaan
Serta
Harmonisasi
Prinsip NT dan MFN Dalam Pengaturan HKI Di Indonesia
dan
Indonesia telah mengharmonisasi-
sejumlah
kan serta membentuk undang-undang baru
perjanjian dan produk hukum secara
berkaitan
regional.14 Berbagai jenis HKI yang wajib
Kekayaan Intelektual sebagai wujud nyata
diproteksi
TRIPs
pentaatan
TRIPs
persetujuan TRIPs. Adapun perundang-
dengan
standar
minimu
sebagaimana diatur dalam Part II
dengan
perlindungan
kewajibannya
Hak
terhadap
undangan tersebut meliputi: :UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas 13
General Provisions and Basic Principles, articel 1 (1) : Member shall give effect to the provisions of this Agreement. Member may but shall not be obliged to, implement in their law more exstensive protection than is required by this Agreement provided that such protection does not contravene the provisions of this agreement. Members shall be free to determine the appropriate method of implimenting the provisions of this agreement whitin their own legal system and practice. Lihat Djamal, 2009, Hukum Acara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Penerbit Pustaka Reka Cipta, Bandung, h. 2.
Tanaman, UU No. 30 Tahun 2000 tentang
Christophe Bellmann , Graham Dutfield & Melendez-Ortiz, Op.Cit.,h. 13. Diantaranya:” …the European Patent Convention, the EU Directive on the Legal Protection of Biotechnological Inventions, the Bangui Agreement Establishing an African Intellectual Property Organization (OAPI), the Harare Protocol on Patents and Industrial Design within the Framework of the African Regional Industrial Property Organization, and the Andean Community Common Regime on Industrial Property… ”
Merek,
14
Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 32 Tahun 2000 tetang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 tahun 2001 tentang serta UU No. 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta.
15
F. Scott Kief & Ralph Nack, 2006, Internasional,United States and EuropeanIntellectual Property-Selected Source Material 2007-2008, Aspen Publishers,New York,h.51
266
Vol.6 No.2 2014 Pada intinya berbagai jenis HKI seperti
tersebut
di
atas
(Copyright)
sistem
perlindungannya
dapat
menganut Prinsip Automatic Protection,
dua yaitu :
yaitu perlindungan hukumnya diberikan
Copyrights dan Industrial Rights.. Kedua
secara otomatis begitu karya cipta tersebut
penggolongan
mendapat
terwujud,
berlainan.
merupakan suatu kewajiban. Sedangkan
dikelompokkan menjadi
perlindungan
tersebut hukum
yang
Perlindungan hukum atas Hak
jadi
pendaftaran
bukan
Cipta
Hak atas Kekayaan Industrial (Industrial
(Copyrights) diberikan secara langsung
Property Rights) perlindungan hukumnya
tanpa harus memenuhi syarat apapun
disebut dengan “fisrt to file system” atau
(Automatic Protection atau automatically
Sistem Konstitutif, artinya pendaftar yang
protection
lebih
system).
Menurut
Berne
dahulu
hukum
wajib
secara
didasarkan pada pendaftaran pertama.
otomatis mendapat perlindungan begitu
Dalam konteks ini, pendaftaran merupakan
karya diwujudkan dalam karya nyata /
suatu
expression work. Dalam hak cipta tidak
perlindungan hukum.
didaftar,
sudah
diwajibkan untuk didaftar, akan tetapi Undang-Undang
sistem
perlindungan
Convention perlindungan Copy Right tidak untuk
atau
diberikan
kewajiban
pendaftaran
untuk
ini
mendapatkan
Sistem perlindungan hukum dalam
menganjurkan
bidang HKI baik yang bersifat otomatis
pendaftaran, karena pendaftaran perlu
maupun sistem pendaftaran pertama yang
dilakukan
sekarang
untuk
memudahkan
dianut
di
Indonesia
pembuktian/kepastian hukum. Sertifikat
sesungguhnya juga dianut di negara-
pendaftaran
bukti
negara anggota lainnya. Pengadopsian
kepemilikan yang sah tentang adanya HKI
sistem perlindungan HKI sebagaimana
jika dapat dibuktikan sebaliknya.
diatur dalam TRIPs Agreement, termasuk
bukan
Dalam
menjadi
Konvensi
Berne,
di dalamnya harmonisasi terhadap prinsip
mewajibkan negara-negara peserta untuk
NT dan MFN ke dalam politik hukum17
menerapkan tiga prinsip dasar, yaitu : Prinsip
National
Automatic
Treatment,
Protection,
serta
Prinsip
16
Eddy Damian, 2005, Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, h.15
Prinsip 17
Independence of Protection.
16
Hak Cipta
Padmo Wahjono mendifinisikan Politik hukum sebagai kebijakan penyelenggara negara yang bersifat mendasardalam menentukan araharah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentukdan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Lihat Imam
267
Vol.6 No.2 2014 pengaturan
HKI
di
Indonesia
tentu
baik dari pada perlakuan terhadap pihak
membawa konsekuensi-konsekuensi yang
asing dari negara lain. TRIPs Agreements
wajib ditaati
mengatur Prinsip MFN ini berdasarkan
oleh negara
Indonesia,
termasuk pentaatannya terhadap prinsip
Article 4.
NT dan MFN dalam konstruksi hukum HKI
di
Indonesia.
bahwa
dari
keikutsertaan
National
Indonesia sebagai negara anggota WTO-
mensyaratkan
TRIPs Agreement tidak dapat dipungkiri
pemilik hak atas kekayaan
membawa konsekuensi Indonesia wajib
Treatment
dalam
Prinsip
Implikasi
HKI
intelektual asing harus diberi perlindungan
mentaati
kewajiban-kewajiban
yang sama dengan warga negara nasional.
termasuk
didalamnya
Article 3 TRIPs Agreement mengatur
serta mengharmonisasikan hukum HKI
tentang
Prinsip
Treatment.
sesuai dengan prinsip NT dan MFN dan
Dalam
penerapannya
Indonesia
kemudian mengimplementasikannya serta
misalnya dalam bidang Merek Terkenal
melakukan penegakan hukum di bidang
berdasarkan
itu.
National
prinsip
di
NT
ini
berarti
Indonesia wajib memberikan perlindungan
TRIPs
mengkonstruksi
Dalam U.U. Hak Cipta Indonesia,
terhadap pemilik merek terkenal asing
politik
sama dengan memberikan perlindungan
keberadaan prinsip NT dan MFN tampak
pemilik merek terkenal dari warga negara
terkonstruksi pada Bagian Menimbang
Indonesia sendiri. Seamentara itu, Prinsip
huruf b. dan Bagian Mengingat angka 2 ,
Most Favoured Nation (MFN) sebagai
serta Penjelasan Umum paragraph 2 dan
pengejawantahan
Pasal 76 huruf c. U.U. No. 19 Tahun 2002.
Non
Discrimination
hukum
system mewajibkan bahwa perlindungan
Secara
kepada
Indonesia
pemilik HKI asing dari suatu
eksplisit
berkaitan
dikemukakan
menjadi
anggota
dengan
bahwa berbagai
negara wajib diberikan sama kepada
konvensi atau perjanjian internasional di
pemilik HKI dari negara anggota yang lain
bidang hak kekayaan intelektual pada
(warga negara pemilik HKI dari negara
umumnya dan Hak Cipta pada khususnya
anggota lainnya) atau dengan kata lain
serta pengesahan Agreement Establishing
tidak boleh ada perlakuan kepada pihak
the World Trade Organization berdasarkan
asing yang berasal dari suatu negara lebih
U.U. No. 7 Tahun 1994.
Syaukani & A. Ahsin Thohari, 2006, Dasar-Dasar Politik Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 26-27.
Lebih lanjut
Pasal 76 U.U. No. 19 Tahun 2002 tentang
268
Vol.6 No.2 2014 Hak Cipta mengatur bahwa Undang-
ciptaan baik yang berasal dari warga
Undang berlaku terhadap:
negara Indonesia maupun dari warga
a. Semua
ciptaan
warga
negara,
penduduk, dan badan hukum Indonesia
negara lain sepanjang mereka adalah anggota
dari
WTO.
Keberadaan
dan
b. Semua ciptaan bukan warga negara
implikasinya dari Prinsip NT, terlihat nyata
Indonesia, bukan penduduk Indonesia
dalam bentuk tatanan norma dalam hukum
dan bukan badan hukum Indonesia
Hak Cipta, meskipunt keberadaan prinsip
yang diumumkan untuk pertama kali di
NT dan MFN tidak setegas dalam U.U.
Indonesia
Penenaman Modal yang secara eksplisit
c. Semua ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan
penormaannya sangat jelas itu adalah pengadopsian prinsip NT dan MFN.
hukum Indonesia,
Seperti halnya dalam hukum Hak
dengan ketentuan :
Cipta, keberadaan Prinsip NT dan MFN
(i) Negaranya mempunyai perjanjian
dalam politik hukum Merek di Indonesia
bilateral mengenai perlindungan
tidak secara eksplisit disebutkan, namun
Hak Cipta dengan Negara Republik
itu bukan berarti dalam Undang-Undang
Indonesia atau
Merek di Indonesia
(ii) Negaranya dan Negara Republik
18
tidak mengadopsi
Prinsip non discrimination system tersebut.
Indonesia merupakan pihak atau
Pengejawantahan
peserta
perjanjian
dalam ketentuan Pasal 3 Bab II bagian
multilateral yang sama mengenai
kedua, Bab III bagian kedua, Pasal 18-
perlindungan Hak Cipta.
Pasal 20, Pasal 21-38, Bab V , Bab VIII,
Berdasarkan ketentuan Pasal 76
Bab IX sampai dengan Bab XVI.19
U.U. No. 19 Tahun 2002 sebagaimana
Berkaitan dengan keberadaan ketentuan
tersebut di atas, tampaknya jelas bahwa
tersebut, maka dalam kasus pembatalan
Prinsip NT telah mewarnai politik hukum
Merek Buddha Bar, yaitu
yang mendasari lahirnya ketentuan hukum
yang berasal dari Badan Hukum Perancis
dalam
Prinsip
NT
tampak
suatu merek
Hak Cipta baru pasca TRIPs Agreement di Indonesia, yaitu terkonstruksi menjadi U.U. No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
yaitu
yang
pada
prinsipnya
memberikan perlindungan yang sama bagi
19
Pembatalan Merek Buddha Bar Di Indonesia Dikaitkan Dengan Prinsip National Treatment Dalam TRIPs Serta Akibat yang Dapat Ditimbulkannya Bagi Indonesia, Jurnal FH Universitas Padjadjaran, http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=3985 , diakses tanggal 10 Nopember 2013.
269
Vol.6 No.2 2014 dianggap telah terjadi pelanggaran atas
langkah-langkah yang dianggap penting
Prinsip NT dan melanggar ketentuan Pasal
dalam
5 hurua U.U. No. 15 Tahun 2001 karena
masyarakat, nutrisi, kepentingan umum
pihak Buddha Bar menggunakan kata
yang berkaitan dengan sektor penting
”Buddha” dalam mereknya dan dituntut
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
agar pendaftaran mereknya di Dirjen HKI
perkembangan teknologi, sepanjang upaya
dibatalkan, namun
dan langkah-langkah tersebut konsisten
pemilik
merek
di sisi lain pihak
Indonesia
yang
juga
rangka
dengan
melindungi
pengaturan
kesehatan
dalam
TRIPs
konteks
usulan
menggunakan kata ”Budda” tidak dituntut
Agreement.
untuk membatalkan mereknya. Fenomena
pembatalan merek asing ”Buddha Bar”,
tersebut dirasakan sebagai diskriminasi
tampaknya karena
perlakuan antara pemilik merek nasional
sektor
dengan pemilik merek asing sehingga
bertentangan
dianggap
kepentingan dari suatu negara
melanggar
Prinsip
Non
Discrimination. Setiap perjanjian
Dalam
penting
berkaitan dengan
bidang
dengan
sosial
yaitu
kepatutan
dan
(seperti
dalam kasus ini berkaitan dengan agama), negara
anggota
WTO-TRIPs
dalam
maka menjadi relevan jika pembatalan
Agreement
merek yang menggunakan atribut agama
memang dipersyaratkan untuk mentaati
dimohonkan
standar
perjanjian
demikian, sudah sepantasnya jika warga
tersebut, termasuk didalamnya setandar ini
negara sendiri yang juga menggunakan
dikaitkan
mentaati
kata-kata atau atribut keagamaan seperti
prinsip MFN dan NT. Indonesia sebagai
itu sebagai merek, juga dimohonkan
salah satu negara anggota yang sudah
pembatalan. Hal tersebut, selain karena
mengharmonisasikan pengaturan HKI-nya
pentaatan
ke arah TRIPs sudah sepantasnya mentaati
discrimination
standar minimum tersebut dengan tetap
penghormatan (respecting) terhadap hal-
memiliki keleluasan dalam koridor Article
hal yang berkaitan dengan keagamaan
1.1. TRIPs yaitu tentang Nature and Scope
yang sesungguhnya lebih berkaitan dengan
of Obligations, serta Article 8.1. TRIPs,
nurani dan keyakinan,
yaitu yang pada intinya membolehkan
tidak memasuki ranah komersial.
minimum
dengan
dalam
kewajiban
suatu negara anggota dalam amandemen ketentuan
hukum
HKI
mengadopsi
pembatalannya.
terhadap system,
prinsip juga
Namun
non sebagai
yang seharusnya
Keberadaan prinsip MFN dan NT dalam
TRIPs
Agreement
yang 270
Vol.6 No.2 2014 sesunguhnya mendukung substansi norma
Dalam Undang-Undang Paten di
hukum HKI yang bersifat universal yang
Indonesia yaitu U.U. No. 14 Tahun 2001
juga sering diindikasikan sebagai free
dalam Penjelasan Umum-nya menegaskan
trade principles, dalam pengimplemen-
tentang Prinsip standar minimum dalam
tasiannya di negara-negara anggota tidak
TRIPs , yaitu secara eksplisit dinyatakan
mudah,
bahwa
meskipun diberikan keleluasan
”Persetujuan
TRIPs
sebagaimana diatur dalam Article 1 TRIPs,
meletakkan
namun dengan bercermin dari kasus India-
pengaturan mengenai kegiatan-kegiatan
Patent Protection for Pharmaeutical and
yang boleh atau tidak boleh dipatenkan.
Agricultural
1997,
Berkaitan dengan minimum requirements
kesempatan untuk tunduk pada ketentuan
juga terlihat terkonstruksi dalam Pasal 30
Article 1 TRIPs ternyata dipersempit dan
Ayat (1) U.U. Paten. Dalam Penjelasan
dibatasi.20
Pasal tersebut disebutkan secara eksplisit
Chemical
Product
Prinsip MFN yang meskipun
mengedepankan
non
discrimination
persyaratan
hanya minimum
bahwa ”ketentuan ini merupakan syarat-
system, ternyata tidak mudah diaplikasikan
syarat
pada negara-negara anggota yang berbeda
minimum (minimum requirements), yang
atau unequel size seperti dari negara maju
dimaksudkan
dan negara berkembang, termasuk di
pemohon
dalamnya Indonesia.
Dalam perspektif
penerimaan yang menggunakan first to file
ekonomi sekalipun, penerapan prinsip
, serta untuk memberikan pelayanan dan
MFN
menyesuaikan dengan syarat minimum
ini
dikemukakan
lebih
yang disebut sebagai persyaratan
untuk
dalam
memudahkan
memperoleh
penerimaan bagi
tanggal
menguntungkan pihak yang kaya dan
tanggal
permohonan
merugikan pihak yang miskin, MFN
paten yang pendaftarannya berdasarkan
adoption by a country benefits its richer
Patent Cooperation Treaty.22
trading parther whereas it hurts the poorer one.21
IV. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan
20
Gail E. Evans, 2005, TRIPS and The Sufficiency of the Free Trade Principles, the Journal of World Intellectual Property, Vol. 2 Issue 5, Online ISSN 1747-1796 , p,724. 21 Kamal Saggi, 2009, The MFN Clause Welfare and Multilateral Cooperation Between Countries of Unequal Size, Journal of Development
Economics 88, 133.
J.Jdeveco, ISSN 0304-3878,
p.
22
Lihat Penjelasan U.U. No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten Pasal 30 Ayat (1).
271
Vol.6 No.2 2014 Berdasarkan
pembahasan
bab sebelumnya maka
pada
perundang-undangan Hak Kekayaan
dapat ditarik
Intelektual di Indonesia seperti halnya
simpulan sebagai berikut :
dalam U.U. No. 19 Tahun 2002
1) Pengaturan Prinsip Non Discrimination
Tentang Hak Cipta ,
System,
yaitu
National
Tahun 2001 Tentang Merek, serta U.U.
Treatment (NT) diatur secara tegas
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
berdasarkan
TRIPs
Meskipun keberadaan Prinsip MFN
yang substansinya pada
dan NT serta standar minimum TRIPs
intinya melarang adanya perlakuan
sudah tertuang secara implisit maupun
istimewa pada warga negara sendiri
eksplisit dalam perundang-undangan
berkaitan dengan perlindungan Hak
Hak
Kekayaan Intelektual dan memberikan
Indonesia,
perlakuan
berbeda
negara
berkembang
(mendiskriminasikan) warga negara
mudah
mengaplikasikannya
asing dari negara anggota. Sementara
prinsip yang berbasis universal ini
itu
tidak selalu harmoni dengan kondisi
Agreement
Prinsip
U.U. No. 15
Article
3
yang
Prinsip Most Favoured Nations
MFN)
Kekayaan namun
Intelektual seperti
di
halnya
lainnya
tidak karena
diatur berdasarkan Article 4
sosial dan ekonomi suatu negara yang
TRIPs Agreement, yang substansinya
berada dalam posisi unequal size,
menekankan
termasuk di dalamnya Indonesia.
istimewa
bahwa kepada
perlakuan
pemilik
Hak
Kekayaan Intelektual suatu negara anggota tertentu, wajib juga diberikan perlakuan yang sama secepatnya dan tanpa syarat kepada pemilik Hak kekayaan Intelektual negara anggota lainnya dari WTO-TRIPs Agreement. 2) Implikasi sebagai Agreement
keikutsertaan anggota
Indonesia WTO-TRIPs
berkaitan
dengan
keberadaan Prinsip MFN dan NT adalah mengaplikasikan
Prinsip NT
dan
ke
MFN
tersebut
dalam
2. Saran Diharapkan keberadaan Prinsip NT dan MFN agar diatur secara eksplisit dalam perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual
di
Indonesia
untuk
memudahkan pentaatan secara konsisten pada kewajiban TRIPs,
serta untuk
menegaskan sikap ketika mengatur hal yang spesifik bagi kepentingan ekonomi dan sosial
suatu negara sebagaimana
dimungkinkan berdasarkan Article 1 TRIPs Agreement. 272
Vol.6 No.2 2014
DAFTAR PUSTAKA BUKU Annette Kur and Marianne Levin, 2011, Intellectual Property Rights In a Fair World Trade SyatemProposal for Reforms of TRIPs, Edward Elgar Publishing Inc.,UK. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2007, Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual Eddy Damian, 2002, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Goup Pty Ltd, Alumni, Bandung F. Scott Kief & Ralph Nack, 2008, Internasional,United States and European-Intellectual PropertySelected Source Material 2007-2008, Aspen Publishers, New York Imam Syaukani & A. Ahsin Thohari, 2006, Dasar-Dasar Politik Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang Munir Fuady, 2008,“Pengantar Hukum Bisnis ; Menata Bisnis Modern di Era Global,”Citra Aditya Bakti, Bandung Peter S. Watson, 2000, Completing the World Trading System, Proposal for a Millenium Round, Kluwer Law International, Cambridge
Rahmi Jened,2003, Perlindungan Hak Cipta Pasca Persetujuan TRIPs, Yuridika Press, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya. Tim Lindsey dkk.,2011,Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni,Bandung Tomi Suryo Utomo,2009, “Hak Kekayaan Intelektual (HKI ) di Era Global sebuah Kajian Kontemporer,” Graha Ilmu, Yogyakarta JURNAL Christophe Bellmann , Graham Dutfield & Melendez-Ortiz, 2003, Trading in Knowledge : Development Perspectives on TRIPS, Trade and Sustainability, International Centre for Trade and Sustainable Development (ICTSD), Earthscan, London, Gail E. Evans, 2005, TRIPS and The Sufficiency of the Free Trade Principles, the Journal of World Intellectual Property, Vol. 2 Issue 5, Online ISSN 1747-1796 Kamal Saggi, 2009, The MFN Clause Welfare and Multilateral Cooperation Between Countries of Unequal Size, Journal of Development Economics 88, J.Jdeveco, ISSN 0304-3878 Mooneeram & Chadee Varsha, 2013, Understanding the Legal Framework of the Most Favoured Nation Rule from a SIDS perspective, ICITI, ISSN:16941225, University of Mauritius, Reduit Mauritius
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta 273
Vol.6 No.2 2014 PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta The WTO TRIPs Agreement INTERNET Pembatalan Merek Buddha Bar Di Indonesia Dikaitkan Dengan Prinsip National Treatment Dalam TRIPs Serta Akibat yang Dapat Ditimbulkannya Bagi Indonesia, Jurnal FH Universitas Padjadjaran, http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=3985
274