Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
KEARIFAN BAHASA DALAM TETRALOGI LASKAR PELANGI: SEBUAH PENDEKATAN FUNGSIONAL SISTEMIK
Susanto Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan Email:
[email protected] Abstrak Di saat bangsa ini sedang berbenah, kearifan pola pikir segala elemen anak bangsa dituntut untuk selalu melapisi seluruh sendi–sendi kehidupan. Alangkah indahnya, jika karya sastra yang merupakan refleksi kehidupan bisa menjadi pemoles kearifan yang dimaksud. Tetralogi Laskar Pelangi dengan keindahan bahasa di dalamnya dan potensi metafungsi yang dimilikinya bisakah dianggap mampu berperan dalam hal ini? Sebuah kajian bahasa yang ditinjau dari teori Fungsional Sistemik yang terfokus pada tiga metafungsi utama yaitu fungsi idesional, interpersonal dan tekstual akan dipakai dalam melihat peluang peran yang dipertanyakan tersebut. Kata Kunci: Kearifan, Bahasa, Budaya, Metafungsi, Linguistik Fungsional Sistemik.
1. Pendahuluan Sebagai dampak globalisai dan begitu derasnya arus informasi, bangsa ini telah banyak disugukan aneka peristiwa yang terkadang mengikis nilai moral bangsa sehingga tanpa sadar telah tertanam pola pikir dan sikap negatif yang lambat laun bisa menyeret masyarakat bangsa ini jauh pada situasi yang tidak diinginkan. Di saat bangsa ini sedang berbenah, kearifan pola pikir segala elemen anak bangsa dituntut untuk selalu melapisi seluruh sendi–sendi kehidupan. ________________ Please cite this article as: Susanto. (2009). Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi: Sebuah Pendekatan Sistemik Fungsional. In Proceedings of National Seminar on ‘Bahasa, Sastra dan Budaya dalam Konteks Kearifan Lokal’. Madura: Universitas Trunojoyo.
1
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Sebuah karya sastra apapun bentuknya sangatlah berpotensi untuk menyatakan makna kearifan. Kearifan yang dimaksud adalah tingkah laku dan pola pikir yang bijaksana sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Kearifan yang tertuang dalam bahasa sangat erat dengan polaritas positif yang memotivasi. Kearifan dalam bahasa berkaitan dengan strategi pemilihan kata yang pantas dan layak disampaikan. Bahasa yang arif dalam karya sastra akan hadir secara menyeluruh jika semua yang terkait dan peristiwa yang dipaparkan menuju ke kearifan itu sendiri. Alangkah indahnya, jika karya sastra yang merupakan refleksi kehidupan bisa menjadi pemoles kearifan yang dimaksud. Kearifan bahasa yang jauh dari makna represif yang menghambat, kecaman yang menyakitkan, keluhan yang tiada batas, atau kemarahan yang tiada tepi, dirasakan hadir begitu indah dalam Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Tetralogi Laskar Pelangi dengan keindahan bahasa di dalamnya dan potensi metafungsi yang dimilikinya diharapkan mampu berperan dalam hal ini. Berangkat dari ilmu kebahasaan yang tumbuh sekarang, sebuah kajian bahasa yang ditinjau dari teori Fungsional Sistemik yang terfokus pada tiga metafungsi utama yaitu fungsi idesional, interpersonal dan tekstual akan dipakai dalam melihat peluang peran yang dipertanyakan tersebut yang mengedepankan kearifan bahasa yang terindikasi dalam pemaparan kearifan lokal.
2. Pembahasan Linguistik Fungsional Sistemik yang dipelopori oleh Halliday melihat bahasa sebagai sistem kebermaknaan yang sarat akan strategi pemilihan ungkapan yang didasari
2
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
oleh tujuan dan fungsi hakiki penggunaan bahasa yang dikenal dengan metafungsi. Melalui metafungsi, dapat dilihat jika bahasa dalam perannya sangatlah dipengaruhi dengan konteks yang pada gilirannya akan merefleksi makna pada tingkatan ektralinguistik yakni konteks situasi dan budaya seperti gambar di bawah yang diadaptasi dari David Butt, Rhondda Fahey, Sue Spinks dan Colin Yallop (1995: 15).
Gambar 1. Stratifikasi Bahasa
Halliday (1994) melihat metafungsi bahasa sabagai hal yang terintegrasi dan menyeluruh dari bahasa yang terdiri dari fungsi idesional yang melihat bahasa sebagai alat representasi, fungsi interpersonal yang melihat bahasa sebagai alat interaksi dan fungsi tekstual yang melihat bahasa sebagai alat penyampai pesan ataupun informasi. Setiap metafungsi dari klausa berimplikasi pada elemen struktur penganalisaan seperti Process, Participant dan Circumstance untuk fungsi idesioanal (Gambar 2), Mood dan
3
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Residue untuk fungsi interpersonal (Gambar 3) dan Theme dan Rheme untuk fungsi tekstual (Gambar 4).
Gambar 2. Elemen Struktur Fungsi Idesional
Gambar 3. Elemen Struktur Fungsi Interpersonal
4
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Gambar 4. Elemen Struktur Fungsi Tekstual
Elemen struktur penganalisaan metafungsi ini akan dipakai untuk melihat sejauh mana kearifan bahasa dalam Novel Laskar Pelangi yang merupakan buku pertama dalam Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Buku berikutnya dalam tetralogi tersebut adalah Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Dalam Laskar Pelangi, Andrea bercerita tentang kehidupan 10 orang anak (Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Trapani dan Harun) yang berasal dari keluarga miskin yang menempuh pendidikan SD dan SMP di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan kesederhanaan dan keterbatasan. Dalam Sang Pemimpi, Andrea lebih jauh mengeksplorasi hubungan persahabatan dan persaudaraan antara Ikal dan Arai yang bercita-cita tinggi dalam kondisi ekonomi yang terbatas. Dalam Edensor, ia menulis secara rinci dan menarik tentang kisah Ikal dan Arai ketika menjelajahi Eropa sampai
5
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Afrika dan dalam Maryamah Karpov, ia mengisahkan tentang pertemuan antara Ikal dan A Ling yang penuh dengan perjuangan. Pembahasan elemen struktur metafungsi dilakukan pada beberapa klausa yang dikutip dari novel Laskar Pelangi yang dianggap signifikan untuk pengeksplorasian metafungsi bahasa yang dimaksud. Sekarang, coba simak kutipan dari paragraf pertama dalam novel Laskar Pelangi untuk melihat fungsi idesional. ‘PAGI ITU, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas. Sebatang pohon tua yang riang meneduhiku. Ayahku duduk di sampingku, memeluk pundakku dengan kedua lengannya dan tersenyum mengangguk-angguk pada setiap orang tua dan anak-anaknya yang duduk berderet-deret di bangku panjang lain di depan kami. Hari itu adalah hari yang agak penting: hari pertama masuk SD.’ (Laskar Pelangi: 10)
Dari kutipan di atas, Material Process yang direalisasikan oleh kelompok kata kerja ‘duduk’, ‘meneduhi’, ‘memeluk’, ‘tersenyum mengangguk-angguk’ berakumulasi pada Relational Process ‘adalah’ dengan Participant ‘hari itu’, ‘hari yang agak penting’, ‘hari pertama masuk SD’ yang memotivasi suatu nilai kearifan yang tersirat yakni pentingnya pendidikan dasar. Pendidikan dalam segala bentuk tentunya bermakna luar biasa dalam menciptakan perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendidikan bagi orang yang terhimpit masalah ekonomi merupakan kesempatan yang langka dan susah didapat. Namun dengan motivasi tinggi untuk mendapatkan kesempatan itu, pendidikan bukanlah hal mustahil untuk diraih yang tentunya harus diimbangi dengan perjuangan keras. ‘Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi menempuh pendidikan, namun tak seharipun ia pernah bolos. Delapan puluh kilometer pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari. Tak pernah mengeluh. Jika kegiatan sekolah berlangsung sampai sore, ia akan
6
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
tiba malam hari dirumahnya. Sering aku merasa ngeri membayangkan perjalanannya. ’ (Laskar Pelangi: 71-72) Penegasan terhadap perjuangan keras dalam menempuh pendidikan diperkenalkan dalam Verbal Process yang berpolaritas positif ‘dapat dikatakan’ yang diikuti dengan Material Process ‘mempertaruhkan’. Dan penegasan berulang juga tergambar dalam Mental Process ‘merasa ngeri membayangkan’ yang mengkombinasikan Affection dan Cognition. Dalam klausa ‘Tak pernah mengeluh’, polaritas negatif dipakai untuk Behavioral Process ‘mengeluh’ yang terlebih dahulu diintermediasi dengan Mood Adjunct ‘pernah’ untuk mempertegas prilaku. Bekerja keras dan pantang penyerah adalah nilai kearifan yang seyogyanya dimiliki semua anak bangsa dalam segala aspek kehidupan. Keluhan tentunya berpotensi hadir, namun tidak mustahil untuk ditiadakan, sehingga seluruh energi bisa dimaksimalkan dalam kerja keras tersebut. ‘KAMI orang-orang melayu adalah pribadi-pribadi sederhana yang memperoleh kebijakan hidup dari para guru mengaji dan orang-orang tua di surau-surau sehabis salat magrib.’ (Laskar Pelangi:122) Relational Process ‘adalah’ dalam kutipan diatas juga diimbangi dengan Participant yang arif ‘pribadi-pribadi sederhana’. Nilai hidup yang sederhana pantas diterapkan untuk mensinergikan pendidikan itu sendiri. Kesinergian ini didapat pada Circumstance ‘para guru mengaji dan orang-orang tua’ yang menunjukkan peranan tenaga pendidik sungguhlah besar dalam proses ini. Pengutaraan dan pengakuan akan hal itu terasa arif dengan mengedepankan nilai positif dalam hidup yakni kesederhanaan dalam kepribadian. ‘Meskipun tak bisa membaca, ibu Lintang senang sekali melihat barisan hurup dan angka di dalam buku Lintang. Beliau tak peduli, atau tak tahu, jika melihat buku secara terbalik. Di beranda rumahnya beliau merasa takjub mengamati rangkaian kata dan terkagum-kagum bagaimana bacatulis dapat mengubah masa depan seseorang ’ (Laskar Pelangi:75) 7
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Mental Process ‘senang sekali melihat’ dan ‘merasa takjub mengamati’ yang mengkombinasikan Affection dan Perception, berafiliasi terhadap Material Process ‘mengubah’. Hal ini cukup signifikan dalam menimbulkan efek pengerucutan makna pada Partcipant ‘masa depan seseorang’. Kearifan yang luar biasa ketika pola pikir diarahkan pada apa yang kelak berguna untuk masa depan. Sekarang, kita simak kutipan berikut untuk melihat fungsi interpersonal. ‘Kemarilah ayahanda...berapakah empat kali empat? Ayahnya yang buta hurup hilir mudik. Memandang jauh ke laut luas melalui jendela, lalu ketika Lintang lengah ia kemudian dia-diam keluar melalui pintu belakang. Ia meloncat dari rumah pangungnya dan tanpa diketahui Lintang ia berlari sekencang-kencangnya, menerabas ilalang. Laki-laki cemara angin itu berlari pontang-panting sederas pelanduk untuk minta bantuan orang-orang di kantor desa. Lalu secepat kilat pula ia menyelinap ke dalam rumah dan tiba-tiba sudah berada di depan Lintang. ‘Em ... emm ... empat belass bujangku ... tak diragukan lagi empat belass ...tak lebih tak kurang’ (Laskar Pelangi: 73) Mood yang dipakai adalah imperatif ‘kemarilah ayahanda’ tanpa diawali dengan Event. Kemudian berhenti sesaat dan dikombinasikan dengan interogatif ‘berapakah empat kali empat?’. Hadirnya partikel ‘lah’ setelah Adjunct ‘kemari’ dan ‘kah’ setelah kata tanya Complement ‘berapa’ menimbulkan kesan Intermediacy Modulation yang memposisikan inisiator sebagai inferior. Ini merupakan strategi pemilihan bahasa yang arif ketika seorang anak meminta sesuatu kepada orang tuanya. Ketidakmampuan ayah Lintang dalam menjawab secara akurat tidaklah divonis negatif. Antisipasi dalam hal ini adalah dengan menciptakan konteks situasi sebelum ayah Lintang memberi informasi yang diinginkan anaknya. Usaha yang dilakukannya terepresentasi dengan Material Process ‘hilir mudik’, ‘keluar’, ‘meloncat’, ‘berlari’, ‘menerabas’, ‘berlari’, ‘menyelinap’ yang melibatkan Circumstance sedemikian rupa 8
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
untuk mempertegas secara positif usaha keras yang dilakukannya. Ketidakakuratan jawaban yang diberikan terdramatisir dengan usaha sang ayah dalam memberi deklaratif penegas dengan polaritas negatif ‘tak diragukan lagi’ dan ‘tak lebih tak kurang’. Skenario konteks situasi seperti ini bisa berpeluang menumbuhkan empati tergantung bobot Process yang diletakkan pada interval mediasi. Material Process yang mengintermediasi respon
terhadap inisiasi permintaan informasi dikolaborasi sedemikian rupa dengan
Circumstance seperti Gambar 5 di bawah.
Gambar 5. Konteks Situasi Lebih jauh, pengeksplorasian Mood Adjunct ada pada kutipan berikut. ‘Aku belajar keras sepanjang malam, tapi tak pernah sedikit pun, sedetik pun bisa melampaui Lintang. Nilaiku sedikit lebih baik dari rata-rata kelas namun jauh tertinggal dari nilainya. Aku berada di bawah bayangbayangnya sekian lama, sudah terlalu lama malah. Ranking duaku abadi, tak berubah sejak catur wulan pertama kelas satu SD. Abadi seperti lukisan ibu menggendong anak di bulan. Rival terberatku, musuh bebuyutanku adalah temanku sebangku yang aku sayangi.’ (Laskar Pelangi: 92)
9
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
Dengan Mood Adjunct ‘tak pernah sedikit pun, sedetik pun’ Andrea Hirata dalam kutipan di atas, memposisikan Ikal sebagai penyaji informasi bagi pembaca terhadap polemik yang ia alami ketika ambisi implisitnya menjadi ranking satu di kelas pupus dengan kehadiran dan kemampuan Lintang. Ekspresi ini diimbangi dengan komposisi Residue yang begitu padat. Yang menarik untuk dicermati adalah pengeskalasian polemik sama sekali tidak menggambarkan represif yang menghambat dan tidak bermuara pada polaritas negatif dari Residue klausa penutup ‘temanku sebangku yang aku sayangi’. Kearifan yang bisa diambil adalah berpikir positif dalam segala bentuk kompetisi dengan mengoptimalkan segala potensi tapi tetap mengedepankan kasih sayang abadi. Berikut adalah kutipan untuk melihat fungsi tekstual. ‘Hari ini aku belajar bahwa setiap orang, bagaimana pun terbatas keadaannya, berhak memiliki cita-cita, dan keinginan yang kuat untuk mencapai cita-cita itu mampu menimbulkan prestasi-prestasi lain sebelum cita-cita sesunguhnya tercapai. Keinginan kuat itu juga memunculkan kemampuan-kemampuan besar yang tersembunyi dan keajaiban-keajaiban di luar perkiraan.’ (Laskar Pelangi: 282) Adjunct ‘hari ini’ menjadi Marked Theme dalam kutipan di atas. Hal ini mengesankan apapun yang terkandung dalam pesan klausa tersebut dan klausa pendukung dimaknai sebagai momentum perubahan persepsi yang terindikasi pada Material Process ‘belajar’ pada Rheme. Dengan memilih ‘belajar’ sebagai pembungkus pesan, terdapat dua relefansi terhadap Process yaitu Material (ada sesuatu yang dilakukan) dan Mental (ada sesuatu yang dipikirkan) sehingga kemaksimalan perubahan bisa tercapai dengan tingkah laku dan pola pikir. Keluhan yang tiada batas akan keterbatasan sangat jauh dari pesan yang terbaca. Malah sebaliknya, keterbatasan menjadi titik tolak untuk bangkit dan tidak menghambat dalam memiliki cita-cita dan keinginan kuat untuk meraihnya. 10
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
‘Apakah ia benar-benar seorang penerobos, seorang pendobrak yang akan menciptakan sebuah prestasi fenomenal?’ (Laskar Pelangi: 168) ‘Aku kagum kepada Mahar, ia berhasil memompa kepercayaan diri kami dan dengan kepercayaan diri ternyata siapa pun dapat membuat prestasi yang mencengangkan.’ (Laskar Pelangi: 185)
Dari dua kutipan diatas, ‘prestasi’ tetap diposisikan pada Rheme. Tetapi ‘kepercayaan diri’ bergeser dari posisi Rheme menjadi Theme. Perubahan status ini terlihat dalam Gambar 6.
Gambar 6. Perubahan Status Rheme → Theme ‘kepercayaan diri’ yang sebelumnya ada di posisi Rheme 3 telah bergeser ke dalam posisi Theme 4. Sedangkan ‘prestasi’ dari Rheme 1 ke Rheme 4. Perubahan yang signifikan dari Rheme menjadi Theme dapat dimaknai bahwa betapa pentingnya memiliki kepercayaan diri untuk mencapai sebuah prestasi. Sebuah kearifan lagi dalam bahasa Tetralogi Laskar Pelangi.
11
Susanto - Kearifan Bahasa dalam Tetralogi Laskar Pelangi
3. Penutup Dari pembahasan di atas, keseluruhan wacana dari novel Laskar Pelangi tidaklah semua dianalisa. Hanya diambil beberapa klausa sebagai kutipan yang dianggap signifikan untuk
pengeksplorasian
metafungsi
bahasa
yakni
fungsi
idesional,
interpersonal dan tekstual dalam memaknai kearifan bahasa yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, diharapkan dengan melihat metafungsi bahasa yang telah dipaparkan, kearifan bahasa akan terlihat begitu jelas. Penggunaan kata-kata yang arif kerap kali ditemui. Dan ada dijumpai strategi pemilihan kata yang pantas dan layak disampaikan untuk menciptakan konteks situasi yang positif. Ini menjadikan karya sastra Andrea Hirata tersebut sangat berpotensi dalam menyatakan maksud kearifan dan diharapkan mampu berperan dalam menumbuhkembangkan kearifan dalam masyarakat melalui bahasanya.
Daftar Pustaka Butt, David G., Rhondda Fahey, Sue Spinks dan Colin Yallop. (1995). Using Functional Grammar. Sydney: NCELTR Macquarie University Halliday, M.A.K. (1978). Language as Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold. Halliday, M. A. K. (1994). An Introduction to Functional Grammar. London: Arnold. Halliday, M. A. K., dan Matthiessen, C.M.I.M. (1999). Construing Experience through Meaning: A language based approach to meaning. London: Cassell. Halliday, M. A. K., dan Matthiessen, C.M.I.M. (2004). An Introduction to Functional Grammar. London: Arnold. Hirata, Andrea. (2005). Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang. Hirata, Andrea. (2006). Sang Pemimpi. Yogyakarta: Bentang. Hirata, Andrea. (2007). Edensor. Yogyakarta: Bentang. Hirata, Andrea. (2008). Martamah Karpov. Yogyakarta: Bentang. Matthiessen, C.M.I.M. (1995). Lexicogrammatical Cartography: English systems. Tokyo: International Language Science Publishers.
12