KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA STRUKTUR LANSKAP BERBEDA
SUSILAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Susilawati NIM A351130121
RINGKASAN SUSILAWATI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan PUDJIANTO. Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi habitat disekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut. Struktur lanskap terbentuk sebagai konsekuensi dari fragmentasi habitat yang disebabkan oleh adanya konversi lahan dari habitat alami menjadi habitat pertanian. Perbedaan struktur lanskap pada habitat pertanian dapat memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga. Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian bunga yang salah satu peranannya adalah sebagai serangga penyerbuk. Keberadaan serangga penyerbuk di habitat pertanian memiliki peran penting karena dapat membantu proses penyerbukan pada tanaman pertanian. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun pada struktur lanskapberbeda. Penelitian ini dilaksanakan di 16 lahan pertanaman mentimun yang masingmasing berukuran 25 m x 50 m yang tersebar di 4 kabupaten/kota di Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Setiap pertanaman mentimun diamati tipe lanskap dengan pengukuran struktur dan kompleksitas melalui digitasi dan pemetaan. Tipe lanskap pertanian yang diperoleh dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu tipe lanskap sangat sederhana, sederhana, kompleks dan sangat kompleks. Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan dengan metode observasi langsung, pada 4 transek di setiap lahan pertanaman mentimun. Waktu pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan selama 4 hari dalam 4 waktu yang berbeda yaitu pukul 09:00, 11:00, 13:00 dan 15:00. Pengamatan produksi mentimun dilakukan pada 45 hari setelah tanam. Serangga pengunjung bunga yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas 188 morfospesies yang termasuk kedalam 75 famili, 10 ordo, dengan 11 017 individu. Serangga pengunjung bunga dominan yang ditemukan adalah Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) dan Tapinoma sp. (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga pengunjung bunga dipengaruhi oleh tipe lanskap. Berdasarkan struktur lanskap, keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun dipengaruhi oleh parameter lanskap CA (class area), TE (total edge), dan MPS (mean patch size) pepohonan. Selanjutnya keanekaragaman Hymenoptera, yang merupakan ordo serangga pengunjung bunga dominan yang ditemukan, dipengaruhi oleh parameter lanskap MPS pertanian dan parameter lanskap CA, TE, dan MPS pepohonan. Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun memiliki peranan sebagai serangga penyerbuk (27 morfospesies), musuh alami (54 morfospesies), herbivora (52 morfospesis) dan serangga lain (55 morfospesies). Serangga penyerbuk dominan ditemukan adalah Apis cerana. Serangga musuh alami yang dominan adalah Chrysocharis sp. Hasil analisis
ii menunjukkan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk dipengaruhi oleh parameter lanskap CA pertanian, CA pepohonan dan MPS pepohonan. Selanjutnya, keanekaragaman serangga musuh alami dipengaruhi oleh parameter lanskap CA dan TE pepohonan. Keberadaan habitat pepohonan pada lahan pertanian memengaruhi serangga pengunjung bunga termasuk serangga penyerbuk. Kata kunci:
Apis sp., lanskap kompleks, lanskap sederhana, serangga penyerbuk, parameter lanskap.
SUMMARY SUSILAWATI. Diversity and the Abundance level of Cucumber’s Flowervisiting Insects in Different Landscape Structure. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI and PUDJIANTO. The existence of insects in an agricultural habitat is affected by habitat condition and the landscape structure around the agricultural habitat itself. Landscape structures are formed as a result of habitat fragmentation through land conversion from natural habitat to agricultural habitat. The difference of landscape structure in an agricultural habitat affects the diversity and abundance of insect species. There are many types of flower visiting insects, and one of the most common are pollinators. Pollinators in agricultural habitat have an important role due to their ecological services as natural pollinator for plants. This study was aimed as an effort to gather information about the diversity andabundance of flower visiting insectson cucumber plant in different landscape structures. This research was carried out in 16 cucumber field sites, with field size of each location was 25 m x 50 m that located in four districts in West Java (Bogor, Cianjur and Sukabumi). The type of landscape of each location was observed by measuring the structure and complexity of landscapes with digitation and mapping. The observed type of landscape was grouped into 4 different types, i.e. very simple, simple, complex, and very complex. Insect sampling was conducted using direct sampling method on 4 transects in each cucumber field. The sampling was done for four days at four different times (09:00, 11:00, 13:00, and 15:00). Observation on cucumber production was made at 45 days after planting. Flower visiting insects obtained in this study were of 188 morphospecies belong to75 families and10 orders. The specimens collected during the study were 11 017 individuals.The most abundant flower visiting insect found were Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae), Thrips parvispinus (15.89%) and Tapinoma sp. (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae). The results showed that, the flower visiting insects diversity was affected by landscape types. Based on the landscape structures, diversity of flower visiting insects was affected by CA (class area), TE (total edge), dan MPS (mean patch size) of trees. The diversity of Hymenopteran was affected by MPS of agircultural habitat and CA, TE, dan MPS of trees. According to their function, flower visiting insects obtained in this study were pollinators (27 morphospesies), natural enemies (54 morphospecies), herbivorous (52 morphospecies) and other insects (55 morphospecies). The most abundant of pollinator was Apis cerana while, dominant natural enemy was Chrysocharis sp. The results showed that abundance of insect pollinators was affected by CA of agricultural habitat, CA of trees and MPS of trees.The diversity of natural enemies was affected by CA and TE of trees. The existence of tree’s habitat affected the existence of both flower visiting insects and pollinators. Key words: Apis sp., complex landscape, parameter landscape, pollinator insect, simple landscape.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA PENGUNJUNG BUNGA MENTIMUN PADA STRUKTUR LANSKAP BERBEDA
SUSILAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Wayan Winasa, MS
PRAKATA
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun pada Struktur Lanskap Berbeda”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati dan beberapa lahan pertanaman mentimun di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur dan Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Desember 2014 hingga September 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Damayanti Buchori MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir Pudjianto Msi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, dan masukan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Akhmad Rizali SP MSi yang telah banyak memberikan masukan dan pengarahan baik di lapangan maupun pada saat penulisan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayahanda Jalaluddin dan Ibunda Siti Risani tercinta atas doa tulus ikhlas, perjuangannya, nasehat dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada kakanda Elsa Sepjayanti dan Firdaus, Adinda Haryati dan Amallya, keponakan tercinta Janita Alifia yang tiada henti memberikan hiburan dan kata-kata bijak kepada penulis. Ungkapan terimakasih kepada teman-teman lapak yang berjuang bersama mencari ilmu yang bermanfaat, Herni DP, Evie A, Kak Nia, Kak Jo, Dita, Bg Badrus, Wildan, Agung, Mas Ihcsan, Bg rudi, Ridwan, Papa Richard, Bg Reno, dan teman-teman Entomologi 2013. Keluarga laboratorium Pengendalian Hayati Ibu Evawaty Sriulina, Kak Nika, Kak Ita, Nurul Novibyun, Rizky Nazaretta, Aping, Cici, Ihsan Nurkomar, Uni Laila, Uni manda, Mba Adha, Teh Nita, Pak Ucup, Iga, dan Donio atas segala kenangan indah selama di lapangan maupun di lab. Semoga karya ini bermanfaat. Bogor,
Agustus 2016
Susilawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Ekologi dan Struktur Lanskap Pengelompokan Lanskap Pertanian Hubungan Serangga dengan Lanskap Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga Serangga Pengunjung Bunga Mentimun
vi vii viii 1 1 2 2 2 3 3 4 4 5 6
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penentuan lokasi Pengamatan tipe lanskap Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga Pengambilan contoh produksi mentimun Analisis Data
8 8 8 8 8 10 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakterisasi lanskap pada pertanaman mentimun Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun Dominansi dan fungsi serangga pengunjung bunga Hubungan tipe lanskap terhadap keanekaragaman, kelimpahan, dan komposisi spesies serangga pengunjung bunga mentimun Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksimentimun Hubungan struktur lanskap terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga Pembahasan
13 13 13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
35 35 35
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
36 42 56
15 17 20 24 25 29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
8
9
10
Deskripsi lokasi penelitian pada empat tipe lanskap berbeda di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe lanskap pada 16 pertanaman mentimun Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use) pada keempat tipe lanskap Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga berdasarkana ordo, famili dan spesies pada tanaman mentimun Kekayaan serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada tanaman mentimun Hasil Anosim statistik pada 6 kelompok serangga pengunjung bunga pada lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks (SK) Nilai analisis korelasi variabel produksi mentimun dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk di 4 lahan pertanaman mentimun Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap untuk habitat lahan pertanian di 16 lahan pertanaman mentimun Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap untuk habitat pepohonan di 16 lahan pertanaman mentimun
9 10 13 15 16 17
21
24
25
26
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
11
12
13
14 15 16 17
Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan groundcheck Petak contoh lahan pertanaman mentimun Contoh serangga pengunjung bunga mentimun. Bunga tanaman mentimun. Digitasi struktur lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land use) pada empat tipe lanskap Diagram Venn jumlah spesies serangga pengunjung bunga pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) Diagram Venn jumlah spesies serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). Kelimpahan serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda di empat tipe lanskap berbeda Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun famili Apidae pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) Box-plot keanekaragaman jenis serangga pengunjung bunga mentimun berdasarkan peranannya pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun yang berperan sebagai herbivora pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun Pengaruh parameter lanskap pada habitat pertanian terhadap serangga pengunjung bunga Pengaruh parameter lanskap CA dan MPS pepohonan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga Pengaruh parameter lanskap MPS dan TE pepohonan terhadap keanekaragaman pengunjung bunga.
08 10 11 11 11 14
16
19 20
22
22
23
23 24 27 27 28
DAFTAR LAMPIRAN 1
2 3
Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili, dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) Jenis vegetasi pada setiap patch di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), sangat kompleks (SK) Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun
43 52 54
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan habitat alami menjadi lahan pertanian, perkebunan, lahan industri, perumahan dan berbagai keperluan manusia lainnya mengakibatkan terjadinya fragmentasi habitat sehingga memengaruhi struktur dan fungsi lanskap. Lanskap merupakan hamparan suatu lahan atau suatu area heterogen yang terdiri dari berbagai habitat, baik itu alami maupun buatan manusia dengan luasan yang berbeda (Turner et al. 2001). Struktur lanskap yang berbeda dapat membentuk lanskap menjadi lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Thies et al. (2005) menyatakan bahwa proporsi habitat alami di suatu lanskap dapat memengaruhi kompleksitas lanskap. Lanskap kompleks dicirikan dengan dominannya tanaman non pertanian di suatu lanskap, sedangkan lanskap sederhana memiliki proporsi tanaman non pertanian lebih sedikit dengan vegetasi tanaman yang cenderung homogen (Menalled et al. 1999; Plećaš et al. 2014). Keberadaan serangga pada suatu habitat pertanian dipengaruhi oleh kondisi habitat di sekitar lahan dan struktur lanskap dari kawasan pertanian tersebut. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan keanekaragaman struktur lanskap dapat meningkatkan keanekaragaman serangga, baik musuh alami maupun serangga bermanfaat lainnya. Bianchi et al. (2006) menyatakan bahwa kompleksitas suatu lanskap memengaruhi kekayaan spesies serangga. SteffanDewenter et al. (2002) menyatakan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk seperti lebah soliter dan lebah sosial dipengaruhi oleh struktur lanskap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krauss et al. (2003) menyatakan bahwa kelimpahan kupu-kupu meningkat seiring dengan meningkatnya keanekaragaman habitat di sekitar lanskap. Bommarco et al. (2012) menunjukkan bahwa meningkatnya kompleksitas suatu lanskap akan memengaruhi kelimpahan serangga liar dan kekayaan spesies lalat Syrphidae. Lizmah (2015) melaporkan bahwa kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada pertanaman mentimun lebih tinggi di lanskap kompleks daripada di lanskap sederhana. Sistem budidaya pertanian tidak akan pernah terlepas dari keberadaan serangga baik itu yang merugikan (hama) maupun yang berguna (musuh alami, serangga penyerbuk). Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian bunga karena adanya daya tarik bunga, seperti bentuk bunga, warna bunga, serbuk sari, nektar, dan aroma (Faheem et al. 2004). Peranan serangga pengunjung bunga bervariasi seperti sebagai fitofag, predator, parasitoid, hingga penyerbuk. Serangga penyerbuk memiliki peranan penting dalam sistem budidaya pertanian karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian (Allen-Wardell el al.1998). Hampir 90% spesies tanaman membutuhkan serangga penyerbuk dalam proses penyerbukannya (Kremen et al. 2007). Laporan dari Bommarco et al. (2012) menyatakan bahwa penyerbukan yang dibantu oleh serangga dapat meningkatkan berat biji per tanaman sebesar 18% pada tanaman Brassica napus. Dijelaskan oleh Garibaldi et al. (2013) bahwa jumlah buah meningkat 14% jika proses penyerbukan dibantu oleh serangga penyerbuk.
2 Penelitian mengenai serangga pengunjung bunga di Indonesia telah dilakukan, tetapi masih terbatas pada pendataan dan komunitas serangga pengunjung bunga. Informasi yang berkaitan dengan pengaruh struktur lanskap terhadap seranggga pengunjung bunga di Indonesia masih terbatas, sehingga pengaruh kondisi lanskap terhadap keberadaan serangga pengunjung bunga perlu dieksplorasi. Salah satu model tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman mentimun. Tanaman mentimun merupakan salah satu tumbuhan yang tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri karena letak bunga jantan dan betina terpisah walaupun masih dalam satu tanaman (Jhonson 1972). Dalam proses penyerbukannya, tanaman mentimun memerlukan bantuan serangga penyerbuk. Selain itu bunga mentimun memiliki daya tarik terhadap lebah madu karena bunga jantan dan bunga betina mentimun menghasilkan jumlah nektar yang tinggi (Shwetha et al. 2012). Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar perancangan strategi untuk konservasi serangga pengunjung bunga dalam hal ini adalah serangga yang berperan sebagai penyerbuk di pertanaman mentimun, khususnya di wilayah Jawa Barat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe dan struktur lanskap berbeda.
Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai (1) keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap yang berbeda (2) faktor-faktor lanskap yang memengaruhi keanekaragaman,kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan konservasi.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0: perbedaan tipe dan struktur lanskap tidak memengaruhi keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun H1: perbedaan tipe dan struktur lanskap memengaruhi keanekaragaman, kelimpahan dan komposisi serangga pengunjung bunga mentimun.
TINJAUAN PUSTAKA Ekologi dan Struktur Lanskap Ekologi lanskap menurut Forman dan Godron (1986) merupakan studi mengenai struktur, fungsi, dan perubahan suatu area yang heterogen termasuk interaksi ekosistem yang terjadi di dalamnya. Prinsip-prinsip ekologi lanskap terdiri dari (1) ruang dan waktu, (2) heterogen, dan (3) keterhubungan dalam lanskap (SEC 1992). Pengertian lanskap itu sendiri merupakan hamparan suatu lahan atau suatu area heterogen yang terdiri dari berbagai habitat baik itu alami maupun buatan manusia dengan luasan yang berbeda (Turner et al. 2001). Lanskap mempunyai 3 struktur dasar, yaitu matriks, patch dan koridor (Forman 1995 dalam McGarigal 2014). Matriks adalah suatu habitat yang paling dominan dalam suatu lanskap dengan vegetasi tanaman yang homogen. Matriks memiliki peran yang paling dominan dalam memengaruhi flora dan fauna serta proses ekologi yang terjadi di dalamnya (McGarigal 2014). Patch merupakan penyusun lanskap dengan bentuk sebidang lahan yang memiliki habitat homogen dengan luasan lebih kecil dari matriks (McGarigal 2014). Ukuran dan bentuk patch memengaruhi kemampuan suatu organisme untuk bertahan hidup di suatu lanskap dan dapat digunakan sebagai indikator untuk melindungi organisme (Lindenmeyer et al. 1999). Selain itu, ukuran patch juga memengaruhi dinamika nutrisi di dalamnya (Ludwig et al. 2000). Menurut penelitian Tscharntke et al. (2000), luasan suatu patch yang terisolasi dapat memengaruhi kekayaan fauna khususnya serangga. Sebagai contoh kekayaan spesies serangga pemakan biji pada tanaman Vicia sepium meningkat pada area yang terdapat tanaman inang, dan menurun akibat terdapatnya isolasi pada patch (Kruess dan Tscharntke 2000). Koridor merupakan patch yang bentuknya memanjang (Forman dan Godron 1986). Terdapat tiga tipe koridor berdasarkan strukturnya yaitu: line koridor, strip koridor, dan stream koridor. Koridor dapat berfungsi sebagai habitat suatu organisme, koridor perpindahan (movement corridor) dan koridor perintang (barrier corridor). Koridor habitat merupakan koridor yang menyediakan habitat untuk bertahan hidup, kematian, dan perpindahan, sebagai habitat sementara ataupun habitat permanen bagi suatu spesies (McGarigal 2014). Koridor perpindahan berfungsi sebagai penghubung perpindahan suatu spesies antar habitat yang lain (McGarigal 2014), sebagai contohnya adalah pematang sawah dan pinggiran saluran irigasi (Yaherwandi 2005). Koridor perintang merupakan koridor yang dapat menghambat aliran energi, nutrisi mineral, dan atau perpindahan spesies ke habitat lain (McGarigal 2014), sebagai contoh adalah sungai dan saluran irigasi (Yaherwandi 2005). Koridor habitat dan koridor perpindahan berturut-turut secara pasif dan aktif dapat meningkatkan keterhubungan lanskap dengan organisme, sebaliknya koridor perintang dapat menurunkan keterhubungan lanskap dengan organisme (McGarigal 2014).
4 Pengelompokan Lanskap Pertanian Beberapa penelitian mengelompokkan lanskap pertanian menjadi lanskap kompleks dan lanskap sederhana yang didasarkan atas keanekaragaman elemen lanskap, kelompok spasial, dan bentuknya. Persson et al.(2015) mengolompokkan lanskap pertanian berdasarkan proporsi dari beberapa jenis vegatasi. Lanskap pertanian yang termasuk ke dalam lanskap kompleks memiliki proporsi habitat alami 8% dan habitat pertanian 80%, sedangkan untuk lanskap sederhana habitat alami hanya 1% dan habitat pertanian mencapai 90% dari luas keseluruhan lanskap yaitu 5.54 ha. Marino dan Landis (1996) mengelompokkan lanskap menjadi lanskap kompleks dan sederhana dengan proporsi luas habitat pertanian 71.4% dan habitat alami 11.2% untuk lanskap sederhana, sedangkan untuk lanskap kompleks proporsi habitat pertanian cenderung lebih sedikit yaitu 59.4% dan proporsi habitat alami cenderung lebih banyak yaitu 14.3%. Pengelompokan lanskap pertanian yang dilakukan Thies et al. (2003) adalah dengan proporsi tanaman nonpertanian dengan proporsi <3% termasuk ke dalam lanskap sederhana dan >50% adalah lanskap kompleks. Selain proporsi habitat alami, tanaman nonpertanian dan habitat pertanian, pengelompokan lanskap dapat dilakukan juga dengan perbedaan jumlah patch pada suatu lanskap. Flick et al. (2012) mengelompokkan lanskap pertanian menjadi 4 kelompok lanskap. Kelompok lanskap pertama adalah lanskap dengan kekayaan patch yang tinggi, kepadatan patch yang tinggi (high patch richness, high patch density) dengan kriteria yaitu kekayaan patch terdiri dari 6-8 jenis patch dan kepadatan patch yang berkisar antara 81.46-112.00. Pengelompokan lanskap kedua yaitu lanskap dengan kekayaaan patch yang tinggi, kepadatan patch yang rendah (high patch richness, low patch density) yang terdiri dari 6-8 jenis patch dan 50.91-76.37 kepadatan patch. Untuk jenis patch yang berkisar antara 4-5 dan kepadatan patch antara 50.91-61.09 termasuk ke dalam kelompok lanskap yang kekayaan patch rendah, kepadatan patch rendah (low patch richness, low patch density). Kelompok lanskap yang terakhir adalah lanskap dengan kekayaan patch yang rendah, kepadatan patch yang tinggi (low patch richness, high patch density) yang terdiri dari 4-5 jenis patch dan 71.27-101.82 kepadatan patch.
Hubungan Serangga dengan Lanskap Struktur lanskap pertanian dalam skala spasial tersusun atas berbagai komponen diantaranya isolasi fragmentasi habitat, area patch, kualitas patch, diversitas patch, edge, derajat monokultur, dan mikroklimat yang memengaruhi kelimpahan dan kekayaan spesies serangga (Hunter 2002, Marino dan Landis 1996). Peningkatan fragmentasi habitat pada skala lokal dapat menyebabkan kepunahan spesies beberapa serangga (Landis et al. 2000). Menurut Kruess dan Tscharntke (1994) fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih fragmen. Beberapa studi telah melaporkan dampak fragmentasi habitat terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga. Fragmentasi habitat alami merupakan
5 salah satu faktor penyebab berkurangnya keanekaragaman spesies serangga (Kruess dan Tscharntke 1994). Selanjutnya laporan dari Connor et al. (2000) menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan bidang lahan dalam habitat memengaruhi kekayaan dan kelimpahan spesies serangga. Fahrig dan Jonsen (1998) melakukan penelitian pada tanaman alfalfa menyatakan bahwa lahan yang terisolasi memengaruhi kekayaan famili Ordo Hemiptera dan Lepidoptera, selain itu umur lahan juga memengaruhi kekayan dan kelimpahan famili Ordo Lepidoptera. Goverde et al. (2002) menambahkan bahwa aktifitas Bombus veteranus dipengaruhi oleh habitat terfragmentasi. B. veteranus lebih menyukai untuk tinggal di dalam habitat yang terfragmentasi daripada terbang dengan jarak yang lebih jauh untuk mencari makan ke habitat lainnya. Steffan-Dewenter et al. (2002) melakukan penelitian pada 3 guild serangga penyerbuk (lebah) dengan struktur lanskap yang berbeda yaitu lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin kompleks suatu lanskap maka kelimpahan dan keanekaragaman lebah semakin meningkat. Dalam penelitian ini struktur lanskap yang dilihat adalah habitat semialami, dengan meningkatnya proporsi habitat semi-alami keanekaragaman dan kelimpahan lebah semakin meningkat. Habitat semi-alami merupakan sumberdaya penting bagi serangga karena dapat menyediakan sarang dan menyediakan sumber makanan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapat oleh Westhpal et al. (2003). Penelitiannya menunjukkan bahwa proporsi habitat alami tidak memengaruhi kelimpahan lebah. Namun, kelimpahan lebah dipengaruhi oleh tanaman berbunga (tanaman Brassica rapus) yang berjarak 3 km dari area lanskap. Ricketts et al. (2008) melaporkan dalam penelitiannya bahwa kekayaan serangga penyerbuk dan tingkat kunjungan semakin menurun dengan meningkatnya jarak antara habitat alami. Rata-rata jarak antara habitat alami dalam penelitian ini adalah 1,5 km dan dapat memengaruhi hingga 50% keanekaragaman serangga penyerbuk. Jarak antara habitat alami semakin meningkat sehingga serangga penyerbuk menurun karena dipengaruhi oleh aktifitas pencarian makan atau sarang yang terisolasi dari sumber makanan. Penelitian Steffan-Dewenter et al. (2001) mengenai struktur lanskap, khususnya habitat semi-alami menyatakan bahwa kekayaan dan kelimpahan serangga penyerbuk seperti lebah liar, Bombus dan lebah madu menurun dengan menurunnya proporsi habitat semi-alami.
Keanekaragaman Serangga Pengunjung Bunga Serangga pengunjung bunga merupakan serangga yang datang pada bagian bunga karena adanya daya tarik bunga, seperti bentuk bunga, warna bunga, serbuk sari, nektar, dan aroma (Faheem et al. 2004). Menurut Mahmud et al. (2006) serangga pengunjung bunga pada tanaman jarak pagar berasal dari Ordo Odonata, Orthoptera, Mantodea, Hemiptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Diptera, namun yang bertindak sebagai serangga penyerbuk jarak pagar adalah lebah dan lalat. Laporan dari Khairiah et al. (2012) menyatakan serangga pengunjung bunga pada tanaman pacar air (Impatiens balsamina) terdiri dari 3 Ordo yaitu Diptera, Hymenoptera dan Lepidoptera dengan serangga dari Ordo
6 Hymenoptera yang paling dominan. Keanekaragaman serangga pada bunga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor primer (bentuk bunga, warna bunga, serbuksari dan nektar), faktor penarik sekunder (aroma) dan faktor lingkungan (Faheem et al. 2004), seperti suhu dan kelembaban lingkungan, intensitas cahaya dan kecepatan angin merupakan beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga (Raju dan Ezradanam 2002). Aktifitas serangga pengunjung bunga dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul 18.00 pada tanaman jarak pagar (Raju dan Ezradanam 2002). Atmowidi (2008) menyatakan bahwa aktifitas serangga pengunjug bunga caisin dimulai dari pukul 07.30 dan meningkat pada pukul 08.30 hingga pukul 10.30. Puncak kunjungan serangga dilaporkan juga oleh Wallace et al. (2002) pada tanaman Persoonia virgata (Proteceae) pada pukul 09.00 hingga 11.00. Pada tanaman C. juncea, T. vogelii dan B. oleraceae, puncak kunjungan serangga pengunjung bunga terjadi pada 08.00-08.30 (Ramadhani et al. 2000). Kunjungan serangga ini merupakan aktifitas dalam mencari pakan berupa serbuksari, nektar, minyak, atau jaringan bunga untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka (Kevan 1999; Broufas dan Koveos 2000; VanRijn et al. 2002). Perilaku tersebut lebih sering dilakukan dengan berkunjung ke bunga jantan dibandingkan ke bunga betina. Beberapa spesies serangga dewasa mengkonsumsi serbuksari sebagai sumber protein untuk pematangan seks dan perkembangan tubuh (Dobson 1994). Spesies serangga dewasa lainnya berkunjung untuk melakukan perkawinan dan peletakkan telur (Dobson dan Bergstrom 2000).
Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Tanaman mentimun merupakan salah satu tumbuhan yang tidak bisa melakukan penyerbukan sendiri karena letak bunga jantan dan betina terpisah namun masih dalam satu tanaman (Rukmana 1994). Bunga jantan dan bunga betina tanaman mentimun menghasilkan jumlah nektar yang cukup tinggi, hal ini merupakan daya tarik bagi serangga penyerbuk (Shwetha et al. 2012). Menurut Pamungkas (2014), serangga pengunjung bunga mentimun terdiri dari Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Lepidoptera, dan Thysanoptera. Shwetha et al. (2012), menyatakan bahwa ditemukan 28 spesies serangga penyerbuk tanaman mentimun yang terdiri dari dua puluh spesies dari Hymenoptera, dua spesies dari Diptera, empat spesies dari Lepidoptera, dan dua spesies dari Coleoptera. Selanjutnya dijelaskan bahwa sepuluh spesies dari famili Apidae (Apis dorsata, Apis cerana, Apis florea, Trigona iridipennis, Amegilla zonata, Amegilla bicinta, Thyreus histrio, Xylocopa aestuans, Xylocopa latipes, dan Ceratina bingham), tiga spesies dari famili Halictidae (Nomia iridiscnes, Nomia elliotti dan Lassioglossun sp. dan tiga spesies dari famili Megachilidae (Megachile hera, Megachile lanata dan Coelioxys caitatus), satu spesies pada masing-masinng famili dari Vespidae (Eumenes sp.), Mutillidae (Odynarus sp.), Ichneumonidae (unidentified) dan Formicidae (unidentified). Ordo Diptera terdiri dari masing-masing satu spesies pada famili Dolichopodidae (unidentified) dan Muscidae (unidentified). Empat famili dari Lepidoptera yaitu Nymphalidae (Danaus chrysippus), Lycaenidae (Heliophorus epides), Papilionidae (Pachliopta hector) dan Pieridae (Delias euchairis). Pada Ordo Coleoptera terdapat dua
7 spesies dari famili Chrysomelidae yaitu Altica cyanea dan Aulacophora foveicollis. Serangga pengunjung bunga memiliki beberapa peranan seperti fitofag, parasitoid, predator dan penyerbuk. Sebagai serangga penyerbuk memiliki peran penting bagi budidaya tanaman mentimun karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil mentimun. Sarwar et al. (2008) menyatakan bahwa adanya bantuan serangga penyerbuk (lebah madu) pada tanaman mentimun dapat meningkatkan hasil buah mentimun hingga 81.24%. Selanjutnya dijelaskan bahwa dengan penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk pada tanaman mentimun secara signifikan dapat menigkatkan berat dan ukuran lingkar buah mentimun yang dihasilkan namun tidak untuk panjang buah mentimun.
METODE PENELITIAN Tempat dan WaktuPenelitian Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan di 16 lokasi pertanaman mentimun yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi (Gambar 1). Identifikasi serangga pengunjung bunga dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai Desember 2014 hingga September 2015.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten/Kota, Jawa Barat, Indonesia.
Pelaksanaan Penelitian Penentuan Lokasi Beberapa kriteria yang digunakan dalam penentuan lokasi antara lain, luasan habitat alami, ketinggian tempat, jarak antar lokasi minimal 2 km, luasan lahan tanaman mentimun yaitu 25 m x 50 m Vaissiére et al. (2011). Lokasi pertanaman mentimun yang diamati terdiri dari 16 lahan pertanaman mentimun yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi (Tabel 1). Selanjutnya lahan pertanaman mentimun tersebut dikelompokan menjadi 4 tipe lanskap yaitu lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks (SK). Pengamatan Tipe Lanskap Pengamatan tipe lanskap diawali dengan menandai titik lokasi penelitian dengan menggunakan global positioning system (GPS) untuk mendapatkan titik koordinat dari setiap lokasi penelitian, kemudian diberi kode sesuai dengan nama lokasi. Titik koordinat yang didapat, diinput ke Google Earth untuk mendapatkan peta lokasi penelitian (Gambar 2). Kemudian melakukan groundcheck dengan mencatat komoditas pertanian yang ditanam dan vegetasi pepohonan di sekitar
9 lahan pada setiap lanskap, dilakukan pada jarak 100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan 500 m (Steffan-Dewenter 2002, Gathman dan Tscharntke 2002). Hasil pemetaan groundcheck, selanjutnya dipetakan secara digital dengan menggunakan perangkat lunak QGIS (Quantum GIS Development Team 2011). Selanjutnya dilakukan pengukuran parameter lanskap berdasarkan metode McGarigal et al. (2014). Parameter lanskap yang dihitung antara lain: (1) Class Area (CA), jumlah keseluruhan area semua patch pada kelas yang sama (ha), (2) Number of Patch (NumP), jumlah keseluruhan patch, baik pada kelas maupun tingkatan lanskap, (3) Total edge (TE), total panjang edge (m) (4) Mean Patch Size (MPS), menyatakan rata-rata luas per patch. Nilai parameter lanskap yang dihasilkan, kemudian digunakan untuk pengelompokan lanskap. Pengelompokan lanskap dalam penelitian ini menggunakan beberapa parameter lanskap yaitu CA dan NumP dari tiga tipe penggunaan lahan (landuse) yaitu pepohonan, pertanian dan perumahan. Kriteria nilai masing-masing parameter dikelompokan berdasarkan skor (Tabel 2). Kemudian, skor tersebut dikalikan dengan persentase pengaruh setiap parameter lanskap yaitu CA pohonan 32%, CA pertanian 12%, NumP pepohonan 28%, NumP pertanian 11%, NumP perumahan 7% dan NumP keseluruhan 10%. Persentase ini ditentukan berdasarkan pengaruh parameter lanskap terhadap kompleksitas lanskap. Pembobotan dilakukan untuk mendapatkan empat tipe lanskap yaitu sangat sederhana 107%-124%, sederhana 125-207%, kompleks 208-216%, dan sangat kompleks 232-318%. Nilai pembobotan didapat dari menjumlahkan hasil dari perkalian antara skor dengan persentase dari setiap paramater lanskap pada masing-masng lokasi. Tabel 1 Deskripsi lokasi penelitian di Kabupaten/Kota Bogor, Cianjur, dan Sukabumi No 1 2 3 4 5 6
Lokasi Mekarjaya Pabuaran Situgede Petir Cibanteng Laladon
Kode lokasi MK PB SG PT CB LD
Kabupaten/ Kota Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor
Latitude (Lintang Selatan) 06o36’44.0” o
06 30’01.4” o
06 32’59.8” o
06 37’58.6” o
06 32’54.2” o
06 34’56.9” o
Longitude (Bujur Timur) 106o46’30.5”
Ketinggian (m) 282
o
140
o
190
o
482
o
187
o
218
o
106 42’45.8” 106 44’39.5” 106 43’04.8” 106 42’43.0” 106 45’04.7”
7
Bantarjaya
BJ
Bogor
06 32’03.6”
106 43’35.9”
184
8
Cihideung Udik
CU
Bogor
06o35’03.8”
106o43’11.0”
239
9 10 11 12 13 14 15 16
Sindangjaya Sukaluyu Karang Tengah Cikanyere Jamali Benda Kompa Cibadak
SJ SK KT CK JM BN KM CD
Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Sukabumi Sukabumi Sukabumi
o
06 47’45.9” o
06 48’21.7” o
06 48’15.6” o
06 43’57.2” o
06 44’31.8” o
06 46’09.9” o
06 49’01.9” o
06 53’21.8”
o
274
o
294
o
361
o
797
o
404
o
644
o
458
o
464
107 16’01.1” 107 13’57.5” 107 10’46.5” 107 05’44.0” 107 11’32.7” 106 49’27.4” 106 45’11.8” 106 48’15.1”
10
Gambar 2 Peta lokasi penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan groundcheck. (A) Sindang Jaya, (B) Kompa, (C) Petir, (D) Jamali. Tabel 2 Nilai parameter dalam pengelompokan tipe lanskap Parameter lanskap
Skor
1 2 3 4
CA pepohonan (ha) 03 - 12 13 - 22 22 - 30 31 - 38
CA pertanian (ha) 44 - 53 34 - 43 24 - 33 12 - 23
NumP pepohonan
NumP pertanian
08 - 11 12 - 15 16 - 19 20 - 23
016 -0 46 046 - 077 -78 - 107 108 - 138
NumP NumP perumahan keseluruhan 06 - 14 15 - 23 24 - 31 32 - 39
046 -082 083 - 119 120 - 156 157 - 193
Pengambilan Contoh Serangga Pengunjung Bunga Pengambilan contoh serangga pengunjung bunga mentimun dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan pengkoleksian langsung mengacu pada metode Vaissiére et al. (2011). Pengamatan dilakukan pada lahan pertanaman mentimun dengan luas 25 m x 50 m. Umur tanaman mentimun yang diamati berkisar antara 28-40 hst (hari setelah tanam). Setiap lahan pertanaman mentimun terdiri dari 4 transek (Gambar 3). Pelaksanaan pengambilan contoh serangga pengunjung bunga dilakukan pada 4 waktu yang berbeda yaitu 09.00 WIB, 11.00 WIB, 13.00 WIB dan pukul 15.00 WIB dalam empat hari yang berbeda. Pengamatan dilakukan pada 100 unit bunga di tiap transek. Bunga yang diamati adalah bunga yang menghadap jalur transek. Pada setiap transek, jumlah serangga pengunjung bunga yang hinggap pada bunga yang sudah mekar (Gambar 4) dihitung dengan menggunakan handcounter. Serangga yang hinggap pada bunga mentimun ditangkap dengan menggunakan jaring serangga atau plastik, sedangkan serangga kecil seperti semut dan trips dikoleksi langsung menggunakan pinset dan kuas. Serangga yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol film berisi alkohol 70%. Jenis serangga yang diperoleh kemudian diidentifikasi di laboratorium.
11 Serangga yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi hingga tingkat famili dan morfospesies. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku The insect of Australia (CSIRO 2000) volume 1 dan 2, Hymenoptera of the world: An identification guide to families (Goulet dan Huber 1993), Identification guide to the ant genera of Borneo (Hashimoto 2003). Untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga dengan jumlah bunga dilakukan penghitungan jumlah bunga pada empat titik di setiap lokasi berukuran 1 m x 1 m di masing-masing lokasi pengamatan (Gambar 3). Bunga yang dihitung berupa bunga terbuka (Gambar 5). Penghitungan jumlah bunga dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh serangga pengunjung bunga (Vaissiére et al.2011).
Gambar 3 Petak contoh lahan pertanaman mentimun.
Gambar 4 Contoh serangga pengunjung bunga mentimun. (A) Diaphania indica dan (B) Apis cerana
Gambar 5 Bunga tanaman mentimun. (A) jantan dan (B) betina
12 Pengambilan contoh produksi mentimun Hubungan antara kelimpahan serangga pengunjung bunga dengan produksi mentimun dilakukan dengan pengambilan buah mentimun pada empat titik di setiap lokasi yang berukuran 1 m x 1 m (Gambar 3). Pengambilan buah dilakukan pada empat pertanaman mentimun. Variabel yang diamati adalah jumlah buah, berat buah, panjang buah, keliling buah, jumlah biji dan berat kering biji (Vaissiére et al. 2011). Tanaman yang buahnya akan diambil dibiarkan dari awal pembentukan buah sampai buah siap panen. Pemanenan buah dilakukan pada umur tanaman 45 HST. Berat buah mentimun dihitung dengan menggunakan timbangan. Pengukuran panjang buah dilakukan mulai dari pangkal buah hingga ujung buah sedangkan untuk pengukuran keliling buah, dilakukan pada bagian tengah buah mentimun dengan mengukur besar lingkaran buah mentimun, pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan meteran. Penghitungan jumlah biji dilakukan dengan membelah mentimun menjadi dua bagian kemudian biji dipisahkan dari bagian daging buah mentimun. Selanjutnya, biji mentimun dari setiap buah dihitung jumlahnya. Berat kering biji mentimun diperoleh dengan mengurangi kadar air yang terkandung dalam biji. Biji mentimun dioven selama 5 jam pada suhu 60oC. Pengukuran berat kering biji dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.
Analisis Data Jumlah serangga pengunjung bunga yang telah diidentifikasi kemudian ditabulasikan ke dalam database dalam format Excel. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga ditunjukkan dengan nilai jumlah morfospesies pada masing masing lanskap. Kelimpahan serangga pengunjung bunga pada penelitian ini tidak menunjukkan kelimpahan dari populasi. Pada saat pengamatan serangga pengunjung bunga yang aktif terbang akan memungkinkan terjadi penghitungan dua kali sehingga kelimpahan individu menunjukkan frekuensi kunjungan. Untuk melihat perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada setiap tipe lanskap dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan General Linier Model (GLM procedure), kemudian ditampilkan dalam boxplot. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kemiripan struktur serangga pengunjung bunga pada tipe lanskap yang berbeda digunakan uji ANOSIM (Analysis of Similarity) untuk mendapatkan nilai statistik koefisien perbedaan komposisi. Analisi tersebut dilakukan dengan menggunakan software R Statistik (R-Development 2013). Pengukuran parameter lanskap dianalisis menggunakan Fragstat spatial pattern analysis program (McGarigal et al. 2014). Kemudian dilihat pengaruh parameter lanskap terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga. Selain itu dilihat juga korelasi antara jumlah bunga dan produksi mentimun dengan kelimpahan serangga pengunjung bunga. Ketiga analisis ini menggunakan uji korelasi dengan software R statistik (R-Development 2013).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakterisasi Lanskap pada Pertanaman Mentimun Berdasarkan hasil analisis diketahui nilai parameter lanskap di setiap lokasi penelitian (Tabel 3) yang kemudian nilai tersebut dikelompokan berdasarkan nilai skor. Hasil pengelompokan lanskap pertanian dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 tipe lanskap. Lokasi penelitian Mekar Jaya, Sindang Jaya, Sukaluyu dan Karang Tengah termasuk ke dalam tipe lanskap sangat sederhana. Empat lokasi ini dikelompokan berdasarkan nilai CA pepohonan yang berkisar antara 3.63-6.18 ha dengan CA pertanian 31.99-51.72 ha. Untuk NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 8-9, 16-22, 50-67 dan 821. Tabel 3 Nilai parameter lanskap yang digunakan dalam pengelompokan tipe lanskap pada 16 pertanaman mentimun CA Pepohonan (ha)
CA Pertanian (ha)
NumP Pepohonan
Bantarjaya
19.95
37.01
19
76
125
21
238%
Benda
22.72
44.05
20
135
190
19
318%
Cibadak
20.27
41.56
12
60
105
24
207%
Cibanteng
27.74
28.44
9
52
95
20
216%
Cihideung
12.85
48.09
19
87
137
18
237%
Cikanyere
18.16
23.99
14
37
92
27
208%
Jamali
38.79
12.80
9
16
46
6
232%
3.63
50.65
8
16
50
21
107%
Kompa
13.67
53.81
19
23
72
24
202%
Laladon
4.98
53.83
16
63
130
36
208%
Mekarjaya
6.18
31.99
8
22
46
8
124%
Pabuaran
8.99
27.55
11
28
69
18
131%
25.54
41.21
9
77
117
25
211%
5.11
51.76
8
21
55
16
107%
14.63 4.34
27.78 51.72
8 9
29 18
67 58
20 21
163% 107%
Lokasi
Karangtengah
Petir Sindangjaya Situgede Sukaluyu
NumP Pertanian
NumP keseluruhan
NumP Perumahan
Persentase pembobotan tipe lanskap
Lokasi penelitian Pabuaran, Situgede, Cibadak, dan Kompa termasuk ke dalam tipe lanskap sederhana. Keempat lokasi ini dikelompokan berdasarkan nilai CA pepohonan yang berkisar antara 8.99-20.27 ha dengan CA pertanian berkisar antara 27.55-53.81 ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 8-19, 23-60, 67-105 dan 18-24. Lanskap kompleks terdiri dari Petir, Cibanteng, Laladon, dan Cikanyere. Nilai parameter lanskap CA pepohonan dan pertanian berturut-turut berkisar antara 18.16-27.74 ha dan 23.99-41.21ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 9-16, 37-77,
14 92-130 dan 25-36. Pada lanskap kompleks ini terdapat lokasi dengan nilai CA pepohonan yang rendah (4.98 ha) dan CA pertanian yang tinggi (53.83 ha) yaitu Laladon. Meskipun kedua parameter lanskap tersebut memiliki nilai yang relatif sesuai untuk tipe lanskap sederhana namun untuk parameter lanskap NumP pepohonan (16), pertanian (63), keselurahan (130) dan perumahan (36) tinggi sehingga Laladon masuk ke dalam tipe lanskap kompleks. Tipe lanskap sangat kompleks lokasi penelitiannya berada di Bantar Jaya, Cihideung Udik, Jamali dan Benda. Parameter lanskap CA pertanian berkisar antara 12.85-38.79 ha dan CA pertanian berkisar antara12.8-48.09 ha. Parameter lanskap NumP pepohonan, pertanian, keseluruhan dan perumahan berturut-turut berkisar antara 9-20, 16-135, 46-190 dan 6-21. Tipe lanskap sangat kompleks rata-rata didominasi oleh habitat pepohonan dengan proporsi habitat pertanian cenderung lebih sedikit. Untuk parameter lanskap NumP untuk semua tipe penggunaan lahan relatif tinggi karena merupakan indikasi fragmentasi habitat. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata luasan habitat pepohonan, jumlah patch pertanian dan jumlah patch keseluruhan antar tipe lanskap signifikan (Tabel 4). Semakin kompleks lanskap maka ketiga parameter ini semakin tinggi. Untuk habitat pertanian pada keempat tipe lanskap tidak signifikan hal ini mengindikasikan bahwa lanskap yang diamati merupakan lanskap pertanian. Hasil pengelompokan tipe lanskap menggambarkan tipe penggunaan lahan yang terdapat di masing-masing pertanaman mentimun pada radius 500 m di keempat tipe lanskap ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Digitasi struktur lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land use) pada empat tipe lanskap
15 Tabel 4
Nilai parameter lanskap berdasarkan penggunaan lahan (land-use) pada keempat tipe lanskap Tipe Lanskap (rata-rata±sd)
Parameter
Sangat Sederhana
Sederhana
Kompleks
Sangat Kompleks
CA pepohonan (ha)
04.80 ± 1.10
14.39 ± 04.63
019.10 ± 10.27
023.58 ± 10.96
CA pertanian (ha)
46.53 ± 9.71
37.68 ± 12.59
036.87 ± 13.46
NumP pepohonan
08.25 ± 0.50
12.50 ± 04.65
NumP pertanian
19.25 ± 2.75
NumP keseluruhan NumP perumahan
F(3.12)
Nilai P
035.49 ± 15.80
4.161 0.587
0.031* 0.635
012.00 ± 03.56
016.75 ± 05.19
3.149
0.065
35.00 ± 16.87
057.25± 16.94
078.50 ± 48.91
3.608
0.046*
52.25 ± 5.31
78.25 ± 17.95
108.50 ± 18.16
124.50 ± 16.00
16.50 ± 6.14
21.50 ± 03.00
027.00 ±0 6.68
059.47 ± 06.78
3.912 3.078
0.036* 0.067
* beda nyata pada taraf 5%, **beda nyata pada taraf 1%
Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Sejumlah 188 morfospesies dari 75 famili, 10 ordo dengan 11 017 individu serangga pengunjung bunga telah dikoleksi di empat tipe lanskap pada 16 pertanaman mentimun di empat Kabupaten/Kota di Jawa Barat dari Desember 2014 sampai Mei 2015. Di lanskap sangat sederhana (SS) ditemukan 2 719 individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 71 morfospesies, 41 famili dan 9 ordo. Lanskap sederhana (S) ditemukan 2 307 individu serangga pengunjung bunga, dari 71 morfospesies, 40 famili dan 8 ordo. Sejumlah 3805 individu serangga pengunjung bunga yang terdiri dari 100 morfospesies, 45 famili dan 7 ordo ditemukan di lanskap kompleks (K). Di lanskap sangat kompleks (SK) ditemukan 7 ordo, 55 famili dan 117 morfospesies dengan jumlah individu 2 186 (Tabel 5). Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) ditemukan 3 morfospesies yang dominan di pertanaman mentimun yaitu Aphis sp. (17.67%) (Hemiptera: Aphididae) yang ditemukan pada tipe lanskap sederhana, Tapinoma sp.1 (29.55%) (Hymenoptera: Formicidae) yang ditemukan pada tipe lanskap kompleks dan sangat sederhana, dan Thrips parvispinus (15.89%) (Thysanoptera: Thripidae) yang ditemukan pada tipe lanskap sangat kompleks. Secara umum serangga pengunjung bunga yang ditemukan dominan pada 16 lanskap pertanaman mentimun adalah Tapinoma sp.1. Pada keempat tipe lanskap, beberapa serangga pengunjung bunga hanya ditemukan pada tipe lanskap tertentu. Berdasarkan keempat tipe lanskap, dari 188 morfospesies yang ditemukan, 16 morfospesies serangga pengunjung bunga hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana dan lanskap sederhana, 25 morfospesied ditemukan di tipe lanskap kompleks dan 26 morfospesies ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks (Gambar 7, Lampiran 1). Morfospesied serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks tertinggi dibandingkan dengan tipe lanskap lainnya, sedangkan morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana paling sedikit dibandingkan tipe lanskap lainnya.
16 Tabel 5 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung berdasarkana ordo, famili dan spesies pada tanaman mentimun. Tipe lanskap
Jumlah Ordo
Jumlah Famili
Jumlah Morfospesies
Sangat sederhana Karang Tengah
6
20
28
814
Sindang Jaya
6
22
30
313
Sukaluyu
8
26
38
553
Mekar Jaya
Lokasi Penelitian
Jumlah individu
7
13
23
1039
Sederhana Pabuaran
7
21
28
1075
Situ Gede
6
13
17
257
Kompa
6
24
31
670
Cibadak
8
22
33
305
Kompleks Laladon
521
6
24
43
Cikanyere
6
19
30
544
Petir
7
25
38
1736
Cibanteng
6
27
52
1004
Sangat kompleks Benda
6
36
53
672
Jamali
7
31
57
635
Cihideung Udik
6
30
47
647
Bantar Jaya
6
18
27
232
10
75
188
11 017
Total
bunga
Gambar 7 Diagram Venn jumlah morfospesies serangga pengunjung bunga pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK)
17 Dominansi dan Fungsi Serangga Pengunjung Bunga Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun (Lampiran 2) memiliki peranan yaitu sebagai serangga penyerbuk (5.55%), musuh alami (parasitoid 1.58%, predator 0.66%), herbivora (43.68%) dan serangga lain (detritivora 0.78%, omnivora 47.78%) (Lampiran 2). Jumlah morfospesies serangga penyerbuk yang ditemukan adalah 27 morfospesies, musuh alami 54 morfospesies, herbivora 52 morfospesies dan serangga lain 55 morfospesies (Tabel 6, Lampiran 1). Pada tipe lanskap sangat kompleks serangga penyerbuk dominan yang ditemukan adalah Nymphalidae 01 (11.75%), sedangkan di tiga lanskap lainnya serangga penyerbuk dominan yang ditemukan adalah Apis cerana dengan persentase 4.97% di tipe lanskap sangat sederhana, 4,14% di tipe lanskap sederhana dan 16.06% di tipe lanskap kompleks. Secara umum serangga penyerbuk dominan pada 16 lanskap pertanaman mentimun adalah A. cerana (32%).. Tabel 6
Kekayaan spesies serangga pengunjung bunga berdasarkana fungsinya pada tanaman mentimun
Tipe lanskap Lokasi Penelitian Sangat sederhana Mekar Jaya Sindang Jaya Sukaluyu Karang Tengah Sederhana Pabuaran Situ Gede Cibadak Kompa Kompleks Petir Cibanteng Laladon Cikanyere Sangat kompleks Bantar Jaya Cihideung Udik Jamali Benda Total
Penyerbuk
Herbivora
Musuh Alami
Serangga Lain
7 3 8 6
7 13 11 10
2 7 5 5
7 7 14 7
6 3 8 6
13 7 6 10
5 2 6 11
4 5 13 6
6 8 8 4
10 17 13 12
9 12 8 4
13 15 14 10
5 4 12 9 27
11 15 15 29 52
2 10 13 12 54
9 10 17 13 55
Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai musuh alami dominan yang ditemukan pada tipe lanskap sangat sederhana adalah Verania lineata (7.69%), pada tipe lanskap sederhana dan tipe lanskap sangat kompleks serangga musuh alami dominan adalah Apanteles sp. (3.24%, 5.67%). Serangga musuh alami dominan yang ditemukan di tipe lanskap kompleks adalah Chrysocharis sp.
18 (16.19%). Secara umum musuh alami dominan yang ditemukan di 16 pertanaman mentimun adalah Chrysocharis sp. (20.65%) (Lampiran 2). Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora dominan ditemukan pada tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana adalah Aphis sp. (12.47%, 23.43%) sedangkan pada tipe lanskap kompleks dan sangat kompleks serangga herbivora dominan ditemukan adalah Thrips parvispinus (10.70%, 12.26%). Secara umum serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora ditemukan adalah Aphis sp. (40.46%). Selanjutnya, Tapinoma sp.1 merupakan serangga lain yang ditemukan dominan pada keempat tipe lanskap dengan persentase berturut 23.25%, 2.66%, 28.22% dan 6.77% (Lampiran 2). Pada keempat tipe lanskap, beberapa serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk hanya ditemukan pada tipe lanskap tertentu. Berdasarkan keempat tipe lanskap, dari 27 morfospesies serangga penyerbuk yang ditemukan, 2 morfospesies serangga pengunjung bunga (Amigella sp. dan Nymphalidae 01) hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana, Apis sp.2 hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana. Pada tipe lanskap kompleks, 2 morfospesies serangga pengunjung bunga (Apis sp.1 dan Lycaenidae 02) dan 7 morfospesies yaitu Citogramma sp., Eumerus narcissi, Lycaenidae 01, Nomia sp.3, Nymphalidae 01., Pieris sp.1, dan Pieris sp.2. hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks (Gambar 8A, Lampiran 1). Morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks tertinggi dibandingkan dengan tipe lanskap lainnya, sedangkan morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana paling sedikit dibandingkan tipe lanskap lainnya. Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai musuh alami terdiri dari 54 morfospesies. Serangga musuh alami yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana sejumlah 6 morfospesies (Ashapes sp., Ceraphron sp.2, Copidosoma sp., Mantis sp., Tamarixi radiate, Verania lineata), dan 6 morfospesies (Encarsia farmosa, Gonotocerus sp., Hemiptarsenus varicornis, Metaphycus sp., Reduviidae sp., dan Trichogramma sp.) hanya ditemukan pada tipe lanskap sederhana. Pada tipe lanskap kompleks, 8 morfospesies (Chilocorus sp., Dolichoderus sp., Eulophidae sp., Ichneumonidae sp., Phanerotoma sp.2, Phanerotoma sp.3, Spilomicrus sp., Trichopria sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks, dan 14 morfospesies (Caliscelio sp., Dolichoderinae sp., Erytemelus sp., Exorista sp., Nephrocerus sp., Phanerotoma sp.1, Platygaster oryzae., Platygaster sp., Pnigalio sp., Polynema sp., Polyrhachis sp., Scydmaenidae sp.,Telenomus podisi, Telenomus sp.) hanya ditemukan di tepi lanskap sangat kompleks (Gambar 8B, Lampiran 1). Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora terdiri dari 52 morfospesies. Berdasarkan keempat tipe lanskap, 4 morfospesies (Leptocorisa sp., Nilaparvata lugens, Orseolia sp., dan Pyrgomorphidae sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana, 5 morfospesies (Acrididae sp., Altca cyanea, Baris sp., Haptoncus sp., dan Tetrigidae sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana, 7 morfospesies (Aulacophora sp.2, Dendroctonus sp., Eurydema ornate, Lema trivittata, Pieridae sp., Procecidochares connexa, dan Pyralidae 02) hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks, dan 8 morfospesies (Bactrocera cucurbitacea, Epilachna argus, Euptryx sp., larva Hesperiidae, Lema diversa, Liriomyza sp., Limantriidae 02, dan Ricanidae sp.) hanya ditemukan di tipe
19 lanskap sangat kompleks (Gambar 8C, Lampiran 1). Selanjutnya serangga lain yang terdiri dari 55 morfospesies, serangga yang hanya ditemukan pada tipe lanskap sangat sederhana sejumlah 4 morfospesies (Culicoides sp., Glyptotendipes sp.2, Sciara sp., dan Spanicelyphus palmi), 4 morfospesies (Acentrella sp., Chryptochironomus sp., Glyptotendipes sp.1, dan Sepedon sp.) hanya ditemukan di tipe lanskap sederhana. Delapan morfospesies (Cardiocondyla sp.2, Kiefferullus sp., Monomorium sp.5, Musca domestica, Myrmicaria sp., Philidris sp.1, Philidris sp.2, Tetramorium sp.2) hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks, dan pada tipe lanskap sangat kompleks ditemukan 10 morfospesies yaitu Atrichopogon sp., Ephydridae sp., Elachiptera sp., Lonchaea sp., Musca sp., Odontoponera sp., Phaenica sp. Sciapus sp., dan Ponerinae sp. (Gambar 8D, Lampiran 1). Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai musuh alami, herbivora dan serangga lain memiliki pola data yang sama yaitu, morfospesies serangga pengunjung bunga yang hanya ditemukan di tipe lanskap kompleks dan sangat kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan tipe lanskap sangat sederhana dan sederhana. Keberadaan jenis serangga di masing-masing tipe lanskap dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang terdapat pada setiap lanskap (Lampiran 2).
Gambar 8 Diagram Venn jumlah morfospesies serangga pengunjung bunga berdasarkan fungsinya pada empat tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (A) serangga penyerbuk, (B) serangga musuh alami, (C) serangga herbivora dan (D) serangga lain Kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai penyerbuk di suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor lingkungan. Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 9 terlihat bahwa waktu memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk pada saat pengamatan di keempat
20 tipe lanskap. Hal ini dapat dilihat jumlah individu yang ditemukan tinggi pada waktu pagi hari dan menurun kelimpahannya pada sore hari. Faktor lain yang memengaruhi kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai penyerbuk pada habitat pertanian adalah kelimpahan bunga yang merupakan sumber makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kelimpahan serangga penyerbuk dengan kelimpahan bunga mentimun di pertanaman mentimun (R=-0.039, P=0.516).
Gambar 9 Kelimpahan serangga penyerbuk pada waktu pengamatan yang berbeda di empat tipe lanskap berbeda. (A) sangat sederhana (F3,12=3.941; P=0.036*), (B) sederhana (F3,12=5.064; P=0.017*), (C) kompleks (F3,12=4.280; P=0.028*), (D) sangat kompleks (F3,12=3.080; P=0.068). Pengaruh Tipe Lanskap terhadap Keanekaragaman, Kelimpahan dan Komposisi Spesies Serangga Pengunjung Bunga Mentimun Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah GLM yang menunjukkan pola data yang dihasilkan yaitu semakin kompleks tipe lanskap maka keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga semakin tinggi ataupun sebaliknya. Keanekaragaman morfospesies serangga pengunjung bunga pada masing-masing tipe lanskap memiliki kecenderungan yang berbeda. Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga dalam penelitian ini, dibagi ke dalam beberapa kelompok serangga yaitu serangga pengunjung bunga (keseluruhan), Ordo Hymenoptera dan famili Apidae. Berdasarkan fungsinya serangga pengunjung bunga dikelompokan menjadi serangga penyerbuk, serangga musuh alami dan serangga herbivora. Berdasarkan hasil analisis statistik, terlihat bahwa perbedaan tipe lanskap memiliki pengaruh yang berbeda terhadap masing-masing kelompok serangga. Semakin kompleks lanskap
21 maka keanekaragaman serangga pengunjung bunga (F1,14=7.716, P=0.014*) dan Ordo Hymenoptera (F1,14=11.640, P=0.004**) juga semakin meningkat (Gambar 10a, 10c). Namun, pengaruh tersebut tidak terlihat pada kelimpahan serangga pengunjung bunga (F1,14=0.001, P=0.981) dan Ordo Hymenoptera (F1,14=0.016, P=0.900) (Gambar 10b, 10d). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada keanekaragaman dan kelimpahan famili Apidae dengan nilai analisisnya berturutturut F1,14=2.613, P=0.128 dan F1,14=2.503, P=0.136 (Gambar 11). Berdasarkan peranannya, serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai serangga penyerbuk memperlihatkan adanya pengaruh terhadap perbedaan lanskap. Semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga penyerbuk cenderung meningkat (F1,14=4.342, P=0.056) dan kelimpahan serangga penyerbuk secara signifikan meningkat (F1,14=4.995, P=0.042*) (Gambar 12a,b). Analisis berikutnya menunjukkan bahwa semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga yang berfungsi sebagai musuh alami semakin meningkat (F1,14=4.764, P=0.046*) namun tidak signifikan untuk kelimpahannya (F1,14=0.274, P=0.609) (Gambar 12c,d). Untuk serangga herbivora, hasil analisis menunjukkan bahwa semakin kompleks lanskap maka keanekaragaman serangga herbivora semakin meningkat namun tidak signifikan untuk kelimpahannya (F1,14=7.879, P=0.014*) (F1,14=0.092, P=0.766) (Gambar 13). Dari hasil penelitian komposisi serangga pengunjung bunga dari enam kelompok serangga pengunjung bunga mentimun pada setiap tipe lanskap tidak menunjukkan adanya perbedaan (Tabel 7). Tabel 7 Hasil Anosim statistik pada 6 kelompok serangga pengunjung bunga pada lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K) dan sangat kompleks (SK) No
Kelompok Serangga
1 2 3 4 5 6
Serangga Hymenoptera Apidae Penyerbuk Musuh alami Herbivora
R 0.010 0.021 -0.003 0.046 0.097 0.083
Anosim Statistik Nilai probabilitas (P) 0.426 0.407 0.444 0.312 0.166 0.184
22
Gambar 10 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan serangga pengunjung bunga, (c) keanekaragaman dan (d) kelimpahan Ordo Hymenoptera.
Gambar 11 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun famili Apidae pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan famili Apidae
23
Gambar 12 Box-plot keanekaragaman jenis serangga pengunjung bunga mentimun berdasarkan peranannya pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan serangga penyerbuk, (c) keanekaragaman dan (d) kelimpahan musuh alami.
Gambar 13 Box-plot keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga mentimun yang berperan sebagai herbivora pada tipe lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK). (a) keanekaragaman dan (b) kelimpahan serangga herbivora
24 Hubungan Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Penyerbuk dengan Produksi Mentimun Terdapat banyak faktor yang memengaruhi produksi mentimun yaitu faktor genetik dari tanaman mentimun dan faktor lingkungan seperti keadaan nutrisi di dalam tanah dan serangga yang berasosiasi dengan tanaman mentimun salah satunya adalah serangga penyerbuk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada korelasi antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan jumlah buah, berat buah, panjang buah, keliling buah, jumlah biji, dan berat kering biji yang merupakan variabel produksi mentimun (Tabel 8). Namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah individu serangga penyerbuk maka jumlah buah mentimun yang didapat akan semakin meningkat (Gambar 14A). Kecenderungan tersebut terlihat juga pada ukuran keliling buah mentimun, semakin tinggi keanekaragaman jenis serangga penyerbuk maka ukuran keliling buah mentimun semakin meningkat (Gambar 14B). Tabel 8 Nilai analisis korelasi variabel produksi mentimun dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk di 4 lahan pertanaman mentimun
No
Variabel produksi mentimun
1 2 3 4 5 6
Jumlah buah Berat buah Panjang buah Keliling buah Jumlah biji Berat kering biji
Keanekaragaman serangga penyerbuk Nilai Nilai korelasi probabilitas Pearson (r) (P) -0.427 0.780 -0.356 0.690 -0.206 0.557 0.102 0.367 -0.500 0.986 -0.465 0.847
Kelimpahan serangga penyerbuk Nilai Nilai korelasi probabilitas Pearson (r) (P) 0.372 0.238 -0.381 0.718 -0.300 0.635 -0.498 0.963 -0.458 0.834 0.064 0.387
Gambar 14 Hubungan keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun. (A) kelimpahan serangga penyerbuk dengan variabel jumlah buah mentimun, (B) keanekaragaman serangga penyerbuk dengan variabel keliling buah mentimun.
25 Pengaruh Struktur Lanskap terhadap Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Pengunjung Bunga Hasil analisis korelasi antara parameter lanskap dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga menunjukkan bahwa parameter lanskap tertentu memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada suatu lanskap pertanian. Parameter lanskap yaitu class area (CA), total edge (TE) dan mean patch size (MPS) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga pada beberapa kelompok serangga pengunjung bunga. Parameter lanskap dari tipe penggunaan lahan (land use) yang dilihat dalam penelitian ini adalah habitat pertanian (Tabel 9) dan habitat pepohonan (Tabel 10). Hampir semua kelompok serangga pengunjung bunga baik kekayaan morfospesies dan kelimpahannya tidak dipengaruhi oleh parameter lanskap pada land use (penggunaan lahan) pertanian (Tabel 9). Namun, kelompok Ordo Hymenoptera, serangga penyerbuk dan serangga herbivora dipengaruhi oleh parameter lanskap MPS, CA dan TE pertanian. Parameter lanskap CA pertanian secara signifikan berkorelasi negatif terhadap kelimpahan serangga penyerbuk (Gambar 15A, Tabel 9), begitupula dengan parameter MPS pertanian yang secara signifikan memengaruhi keanekaragaman Ordo Hymenoptera (Gambar 15B, Tabel 9). Tabel 9 Nilai analisis korelasi kekayaan spesies dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap lahan pertanian di 16 lahan pertanaman mentimun Parameter Lanskap Kelompok serangga CA TE MPS r P r P r P Kekayaan spesies Serangga -0.056 0.654 0.016 0.283 -0.047 0.209 Hymenoptera -0.009 0.304 0.054 0.194 -0.303 -0.016* Apidae -0.064 0.756 0.075 0.159 -0.044 0.215 Penyerbuk -0.068 0.825 0.006 0.314 -0.005 0.316 Musuh alami -0.068 0.836 0.032 0.241 -0.014 0.390 Herbivora -0.317 0.836 0.143 0.083 -0.089 0.138 Kelimpahan individu Serangga -0.058 0.683 -0.068 0.836 -0.060 0.707 Hymenoptera -0.026 0.448 -0.063 0.758 -0.026 0.446 Apidae -0.044 0.214 -0.019 0.612 -0.079 0.153 Penyerbuk -0.254 -0.027* -0.030 0.467 -0.007 0.311 Musuh alami -0.068 0.845 -0.064 0.755 -0.034 0.511 Herbivora -0.041 0.536 -0.071 0.969 -0.049 0.590 * beda nyata pada taraf 5%, **beda nyata pada taraf 1%, CA: Class Area, TE: Total edge, MPS: mean patch size, r: nilai korelasi Pearson, P: nilai probabilitas.
26 Parameter lanskap CA pepohonan memiliki korelasi positif terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga, Ordo Hymenoptera, serangga musuh alami (Gambar 16A-C, Tabel 10). Parameter lanskap TE pepohonan secara signifikan memiliki korelasi positif terhadap keanekaragaman serangga pengunjung bunga, dan Ordo Hymenoptera (Gambar 17E-F, Tabel 10). Analisis selanjutnya memperlihatkan bahwa parameter lanskap MPS pepohonan secara signifikan memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga secara keseluruhan, Ordo Hymenoptera, dan serangga musuh alami (Gambar 17A-C, Tabel 10). Ketiga parameter lanskap dari habitat pepohonan ini hanya memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga dan tidak memengaruhi kelimpahannya, namun hanya kelimpahan kelompok serangga penyerbuk yang secara signifikan dipengaruhi oleh CA pepohonan (Gambar 16D, Tabel 10) dan MPS pepohonan (Gambar 17D, Tabel 10). Tabel 10 Nilai analisis korelasi kekayaan dan kelimpahan 6 kelompok serangga pengunjung bunga dengan 3 parameter lanskap pepohonan di 16 lahan pertanaman mentimun Parameter Lanskap Kelompok serangga CA TE MPS r P r P r P Kekayaan spesies Serangga -0.305 00.015*0 -0.221 0.038* 0.205 0.044* Hymenoptera -0.314 00.014*0 -0.298 0.016* 0.214 0.041* Apidae -0.070 0.9080 -0.041 0.5330 -0.052 0.6260 Penyerbuk -0.079 0.1520 -0.061 0.1820 0.024 0.2620 Musuh alami -0.275 00.036*0 -0.292 0.0710 0.213 0.031* Herbivora -0.063 0.1780 -0.180 0.0570 -0.035 0.4920 Kelimpahan individu 0 Serangga -0.044 0.5510 -0.033 0.4830 0.015 0.2850 Hymenoptera -0.032 0.2400 -0.010 0.3710 0.110 0.1120 Apidae -0.013 0.2910 -0.051 0.2010 -0.059 0.6790 Penyerbuk -0.418 -0.004** -0.004 0.3510 0.341 0.010* Musuh alami -0.095 0.2460 -0.152 0.1350 0.127 0.1740 Herbivora -0.025 0.2590 -0.061 0.7120 0.015 0.2870 * beda nyata pada taraf 5%, **beda nyata pada taraf 1%, CA: Class Area, TE: Total edge, MPS: mean patch size, S: jumlah morfospesies, N: jumlah individu, r: nilai korelasi Pearson, P: nilai probabilitas.
27
Gambar 15 Pengaruh parameter lanskap lahan pertanian terhadap serangga pengunjung bunga. (a) CA pertanian dengan kelimpahan morfospesies serangga penyerbuk, (b) MPS pertanian dengan keanekaragaman jenis morfospesies Hymenoptera.
Gambar 16 Pengaruh parameter lanskap CA pepohonan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga. CA pepohonan dengan: (a) keanekaragaman serangga pengunjung bunga, (b) keanekaragaman Ordo Hymenoptera, (c) keanekaragaman serangga musuh alami, (d) kelimpahan serangga penyerbuk.
28
Gambar 17 Pengaruh parameter lanskap MPS dan TE pepohonan terhadap keanekaragaman pengunjung bunga. MPS pepohonan dengan: (A) keanekaragaman serangga pengunjung bunga, (B) keanekaragaman serangga Ordo Hymenoptera, (C) keanekaragaman serangga musuh alami, (D) kelimpahan serangga penyerbuk. TE pepohonan dengan: (E) keanekaragaman serangga pengunjung bunga, (F) keanekaragaman Ordo Hymenoptera.
29
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun terdiri dari Ordo Ephemeroptera, Mantodea, Dermaptera, Orthoptera, Hemiptera, Thysanoptera, Coleoptera, Diptera, Lepidoptera dan Hymenoptera. Serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai penyerbuk terdiri dari Ordo Diptera, Lepidoptera dan Hymenoptera. Serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai herbivora terdiri dari ordo Orthoptera, Hemiptera, Thysanoptera dan Coleoptera. Untuk serangga pengunjung bunga yang berperan sebagai musuh alami terdiri dari Ordo Mantodea, Hemiptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian Pamungkas (2014) yang menyatakan bahwa serangga yang ditemukan di pertanaman mentimun terdiri dari Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymnoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera. Sedangkan Indriani (2014) menyatakan bahwa serangga di pertanaman mentimun yang ditemukan adalah Ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Hymenoptera, Lepidoptera, Blattodea, Mantodea, Orthoptera dan Thysanoptera. Hasan (2015) menyatakan bahwa serangga penyerbuk dipertanaman mentimun terdiri dari Ordo Hymenoptera, Lepidoptera dan Diptera. Keanekaragaman serangga pengunjung bunga di pertanaman mentimun tidak terlepas dari keanekaragaman vegetasi yang terdapat di sekitar pertanaman mentimun. Salah satu contoh adalah Nilaparvata lugens dan Orseolia sp. merupakan serangga pengunjung bunga ditemukan di pertanaman mentimun yang termasuk kedalam tipe lanskap sangat sederhana. Keberadaan N. lugens dan Orseolia di pertanaman mentimun diduga karena habitat di sekitar pertanaman mentimun adalah pertanaman padi yang merupakan tanaman inang dari N. lugens. contoh lainnya adalah Acentrella sp. (Baetidae: Ephemeroptera) yang hanya ditemukan pada tipe lanskap sederhana. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sederhana terdapat pertanaman mentimun yang berdekatan dengan aliran sungai. Acentrella sp. merupakan serangga yang hidup pada habitat dimana terdapat sumber air bersih karena pradewasa dari Acentrella sp. hidup di air (AlbaTercedor dan Alami 1999). Dendroctenus sp. merupakan serangga pengunjung bunga yang hanya di temukan di tipe lanskap kompleks. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap kompleks terdapat pertanaman pinus yang merupakan salah satu tanaman inang dari serangga ini. Land dan Rieske (2006) menyatakan bahwa serangga Dendroctenus sp. merupaka serangga herbivor pada tanaman pinus. Nymphalidae 03 merupakan serangga penyerbuk yang hanya ditemukan di tipe lanskap sangat kompleks. Hal ini diduga karena vegetasi tanaman pada tipe lanskap sangat kompleks bervariasi sehingga memengaruhi keberadaan Nymphalidae 03. Krauss et al. (2003) menyatakan bahwa kelimpahan kupu-kupu meningkat seiring meningkatnya keanekaragaman vegetasi disuatu lanskap. Morfospesies serangga yang terdapat pada irisan diagram venn yang ditemukan pada keempat tipe lanskap adalah A. cerana dan A. mellifera, serangga ini merupakan serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun. Shwetha et al. (2012) menyatakan bahwa A. cerana dan A. mellifera merupakan serangga penyerbuk yang ditemukan pada tanaman mentimun. Selain itu, ditemukan juga Diaphania indica dan Aulacophora sp. yang merupakan hama pada tanaman mentimun. D. indica merupakan hama utama pada tanaman famili Cucurbitaceae (Ganehiararchchi 1997). Hasan (2015) menyatakan bahwa Aulacophora
30 merupakan serangga hama pada tanaman mentimun yang memakan bagian bunga, dan daun mentimun. Coccinella sp. (Coleoptera: Coccinelliade) merupakan serangga musuh alami yang ditemukan di keempat tipe lanskap. Hal ini diduga karena Coccinella sp. merupakan predator dari kutu daun, yang kelimpahannya di keempat tipe lanskap tergolong tinggi. Seleimani dan Madadi (2015) menyatakan bahwa Coccinella sempunctata merupakan serangga musuh alami kutu daun. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 3 morfospesies yang dominan di setiap tipe lanskap. Serangga tersebut adalah Aphis sp. (Hemiptera: Aphididae) yang ditemukan di tipe lanskap sangat sederhana. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sangat sederhana didominasi oleh tanaman pertanian yang memengaruhi keberadaan serangga tersebut. Thrip parvispinus (Thysanoptera: Thripidae) ditemukan dominan pada tipe lanskap sangat kompleks. Hal ini diduga karena pada tipe lanskap sangat kompleks terdapat vegetasi yang beragam sehingga mendukung keberadaan T. parvispinus yang merupakan serangga polifag. Mound dan Collins (2000) menyatakan bahwa T. parvispinus merupakan serangga polifag dengan kisaran inang yang luas. Pada tipe lanskap sederhana dan kompleks serangga dominan yang ditemukan adalah Tapinoma sp.1. Tingginya kelimpahan serangga ini diduga karena pada lahan pertanaman mentimun yang diamati berdekatan dengan keberadaan dan aktifitas manusia sehingga memengaruhi keberadaan Tapinoma sp.1. Espadaler dan Espejo (2002) menyatakan bahwa Tapinoma melanocephalum merupakan salah satu semut tramp atau semut yang penyebaran dan kelimpahannya dipengaruhi oleh keberadaan manusia. Selanjutnya berdasarkan keempat tipe lanskap kelimpahan Tapinoma sp.1 (Hymenoptera: Formicidae) lebih banyak dibandingkan dengan 2 jenis morfospesies lainnya. Hal ini karena Tapinoma sp.1 merupakan salah satu semut dengan area penyebaran yang sangat luas (Wetterer 2015). Tapinoma sp.1 termasuk ke dalam famili Formicidae yang merupakan salah satu serangga yang memiliki biomassa terbanyak, hampir 15-25% dari biomassa hewan darat merupakan Formicidae (Hӧldobler dan Wildon 1990). Serangga penyerbuk yang dominan ditemukan dalam penelitiaan ini adalah A. cerana. Tingginya kelimpahan A. cerana diduga karena adanya ketertarikan terhadap warna bunga dan nektar yang dihasilkan oleh bunga mentimun. Selain itu A. cerana merupakan salah satu serangga penyerbuk efektif pada tanaman mentimun yang membantu proses penyerbukan. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa serangga famili Apidae seperti A. cerana, merupakan kelompok serangga penyerbuk yang efektif dalam proses penyerbukan pada banyak spesies tanaman. Kelimpahan serangga penyerbuk di suatu habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber makanan yaitu serbuk sari dan nektar, serta faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifitas serangga penyerbuk di pertanaman mentimun, dipengaruhi oleh waktu. Hal ini dapat dilihat jumlah individu serangga penyerbuk yang ditemukan tinggi pada waktu pagi hari dan menurun kelimpahannya pada sore hari. Menurut Atmowidi (2008), kekayaan spesies serangga penyerbuk pada tanaman caisin di Sukabumi Jawa Barat meningkat dari pukul 07.30, dan kekayaan spesies tertinggi terjadi pada pukul 10.30 dan kemudian menurun pada siang hari. Sejalan dengan pendapat Rianti (2009) yang menyatakan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar di Jawa Barat meningkat dari jam 08.00 hingga jam 10.00. Dijelaskan
31 bahwa tingginya kelimpahan serangga penyerbuk pada pagi hari karena faktor lingkungan yang mendukung aktifitas serangga penyerbuk seperti suhu udara yang hangat (27.5-31.80C), kelembaban udara tinggi (69-80 %), dan kecepatan angin rendah. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah volume nektar bunga betina dan bunga jantan tanaman jarak pagar tinggi. Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa serangga memiliki jam biologis yang berkaitan dengan kemampuan serangga dalam menentukan waktu untuk melakukan aktifitas dan istirahat. Penelitian Verma dan Dulta (2015) di Himalaya pada tanaman apel menyatakan bahwa A. cerana indica dan A. mellifera aktifitas pencarian makan dimulai pada pagi hari dan menurun pada sore hari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada puncak tertinggi aktifitas pencarian makan A. cerana indica terjadi pada 09.00-11.30 waktu setempat dengan temperatur 15.50C dan 210C. Waktu aktifitas pencarian makan A. mellifera lebih lama dari A. cerana indica, yaitu dimulai dari pukul 11.30-13.30 dengan temperature 21-250C. Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah bunga mentimun dengan kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk pada keempat tipe lanskap. Berbeda dengan hasil penelitian Purwantiningsih et al. (2012) pada tumbuhan penutup tanah di sekitar tanaman apel di Poncokusumo Malang, menyatakan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk tinggi pada musim bunga daripada musim berbuah. Dijelaskan bahwa pada musim berbunga jumlah makanan yang tersedia bagi serangga penyerbuk melimpah sehingga memengaruhi kelimpahan serangga yang mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu warna bunga, serbuk sari dan nektar (sebagai penarik sekunder). Namun, banyak faktor yang memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk pada suatu habitat. Selain jumlah bunga, faktor lingkungan dan vegetasi yang terdapat di sekitar lahan pengamatan juga memengaruhi kelimpahan serangga pengunjung bunga yang berfungsi sebagai penyerbuk. Keberadaan vegetasi di sekitar lanskap akan memengaruhi ketersediaan sarang bagi serangga penyerbuk. Umumnya serangga dalam aktivitas mencari makan tidak terlalu jauh dari sarangnya. Sebagai contoh Apis cerana cenderung mengunjungi tanaman berbunga yang dekat dengan sarang (Khairiah et al. 2012). Jarak terbang A. cerana dalam aktifitas pencarian makanan tidak lebih 500 m sedangkan A. dorsata hanya 400 m dari keberadaan sarang (Punchihewa et al. 2015). Hasil analisis statistik (analisis ANOSIM) menunjukkan bahwa komposisi dari enam kelompok serangga pengunjung bunga yang ditemukan tidak signifikan terhadap perbedaan tipe lanskap. Hal ini diduga karena banyak faktor yang memengaruhi komposisi serangga pengunjung bunga dalam suatu habitat salah satunya adalah jumlah sampel serangga yang diperoleh dalam penelitian. Faktor lain seperti keanekaragaman vegetasi habitat di setiap tipe lanskap berbeda diduga memberikan pengaruh terhadap komposisi serangga pengunjung bunga. Novotny et al. (2006) menyatakan bahwa keberadaan serangga di suatu habitat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keanekaragaman vegetasi habitat, tanaman inang, dan garis latitude suatu lanskap. Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tipe lanskap memengaruhi komposisi serangga. Tscharntke et al. (2007) menyatakan bahwa keanekaragaman beta, contohnya komposisi spesies cenderung lebih tinggi pada lanskap kompleks. Menurut
32 Lizmah (2015), komposisi spesies serangga Hymenoptera parasitika cenderung berbeda antara lanskap kompleks dan lanskap sederhana. Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan, diketahui bahwa korelasi antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun tidak signifikan. Walaupun demikian terdapat kecenderungan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk memengaruhi jumbal buah dan ukuran keliling buah mentimun. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwar et al. (2008) yang menyatakan bahwa penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk menghasilkan jumlah buah, panjang buah, dan berat buah mentimun signifikan lebih tinggi dibandingkan buah yang dihasilkan tanpa bantuan serangga penyerbuk. Selanjutnya, dijelaskan juga oleh Shwetha et al. (2012), bahwa penyerbukan yang dibantu oleh serangga penyerbuk, akan menghasilkan buah mentimun hingga 94.60%, sedangkan jika penyerbukan yang dibantu oleh A. cerana buah mentimun yang dihasilkan mencapai 88.26%. Selanjutnya untuk panjang buah mentimun yang dihasilkan jika penyerbukan dibantu oleh serangga penyerbuk maka panjang buah mencapai rata-rata 33.46 cm dan jika penyerbukan dibantu oleh A. cerana maka panjang buah mencapai 28.35 cm. Tidak signifikannya korelasi yang ditunjukan oleh variabel produksi yaitu jumlah buah dan keliling buah mentimun diduga karena beberapa faktor, antara lain sedikitnya jumlah buah mentimun yang diamati dan terdapat beberapa buah mentimun yang hilang pada saat melakukan pengamatan produksi. Sehingga data yang didapat kurang, untuk melihat hubungan antara keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk dengan produksi mentimun. Berdasarkan perbedaan tipe lanskap, hasil penelitian menunjukan bahwa, hampir semua kelompok serangga pengunjung bunga yang dianalisis, keanekaragaman dan kelimpahannya dipengaruhi oleh perbedaan tipe lanskap. Untuk kelompok serangga pengunjung bunga dan Ordo Hymenoptera, keanekaragamannya memiliki korelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap sedangkan untuk kelimpahannya tidak dipengaruhi. Berdasarkan fungsinya sebagai serangga penyerbuk, keanekaragaman dan kelimpahannya berkorelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap. Analisis selanjutnya memperlihatakan bahwa keanekaragaman serangga musuh alami dan serangga herbivora berkorelasi positif dengan perbedaan tipe lanskap sedangkan untuk kelimpahnnya tidak. Terjadinya peningkatan keanekaragaman dari beberapa kelompok serangga dan kelimpahan serangga penyerbuk pada tipe lanskap sangat kompleks diduga karena vegetasi yang ada pada tipe lanskap ini didominasi oleh habitat pepohonan dengan proporsi tanaman pertanian yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian Bianchi et al. (2006) yang menyatakan bahwa tanaman non pertanian merupakan penyedia sumber daya seperti makanan, sumber inang alternatif, tempat berlindung atau tempat bersarang. Penelitian yang dilakukan Menalled et al. (1999) di Onondaga USA menyatakan bahwa lanskap kompleks memiliki keanekaragaman dan kelimpahan parasitoid Braconidae lebih tinggi dibandingkan lanskap sederhana. Lizmah (2015) menambahkan bahwa kelimpahan serangga Hymenoptera parasitika lebih tinggi pada lanskap kompleks daripada lanskap sederhana pada pertanaman mentimun di Jawa Barat. Perbedaan respon kelompok serangga terhadap perbedaaan tipe lanskap berbeda. Dalam penelitian ini terlihat bahwa famili Apidae merupakan kelompok serangga yang keanekaragaman dan kelimpahannya tidak dipengaruhi oleh
33 perbedaan tipe lanskap. Hal ini diduga karena penyusun setiap tipe lanskap berbeda. Pada masing-masing tipe lanskap disusun atas beberapa jenis vegetasi tanaman yang berbeda-beda yang akan memengaruhi serangga yang berada di dalamnya. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Persson et al. (2015) yang menyatakan bahwa perbedaan tipe lanskap di Provinsi Skåne Swedia tidak memengaruhi kelimpahan bumble bee (Psithyrus spp.). Sebagai contoh dalam penelitian ini, pada setiap tipe lanskap disusun oleh land use pertanian dengan jenis vegetasi dan luasan yang berbeda sehingga memengaruhi serangga yang berada di dalamnya. Hipotesis ini didukung oleh penelitian Bommarco et al. (2012) di Uppsala Swedia, yang menyatakan bahwa penyusun lanskap seperti lahan pertanian memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kelompok serangga. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelimpahan lebah madu tidak dipengaruhi oleh habitat pertanian sedangkan kelimpahan serangga liar dan lalat Syrphidae dipengaruhi oleh luas habitat pertanian. Parameter lanskap CA pertanian dan MPS pertanian memiliki pengaruh negatif terhadap kelimpahan serangga penyerbuk dan keanekaragaman Hymenoptera. Semakin tinggi nilai CA pertanian pada suatu lanskap maka proporsi habitat alami semakin sedikit sehingga sumber habitat dengan kekayaan morfospesies tertinggi berkurang. Akibatnya, akan memengaruhi jumlah jenis morfospesies serangga dan kelimpahannya dalam lanskap tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Bommarco et al. (2012) di Uppsala Swedia menyatakan bahwa kelimpahan bumble bee (tawon) menurun seiring meningkatnya luasan lahan pertanian. Sejalan dengan penelitian Öckinger et al. (2012) menyatakan bahwa kekayaan spesies tanaman dan kupu-kupu menurun dengan meningkatnya luasan lahan pertanian. Parameter lanskap TE pertanian cenderung memiliki pengaruh positif terhadap keanekaragaman serangga herbivora. Semakin tinggi nilai TE pertanian yang berarti bahwa luasan habitat pertanian di suatu lanskap tersebut semakin tinggi maka keanekaragaman jenis serangga herbivora semakin tinggi. Habitat pertanian yang terdapat di lanskap yang diamati terdiri dari tanaman pertanian yang bervariasi. Oleh karena itu semakin bervariasi tanaman pertanian di suatu lanskap diduga ketersediaan sumber daya bagi serangga herbivora semakin meningkat. Jonsen dan Fahrig (1997) menyatakan bahwa kekayaan spesies serangga herbivora generalis dipengaruhi oleh keanekaragaman vegetasi lahan pertanian. Penelitian Šálek et al. (2015) menyatakan bahwa bahwa keanekaragaman famili Carabidae memiliki korelasi positif terhadap lahan pertanian. Paremeter lanskap Class area (CA) pepohonan merupakan jumlah keseluruhan luas habitat pepohonan pada setiap lanskap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CA pepohonan berpengaruh positif terhadap keanekaragaman morfospesies serangga pengunjung bunga, Ordo Hymenoptera dan serangga musuh alami. Selain itu, CA pepohonan juga berpengaruh positif terhadap kelimpahan serangga penyerbuk. Semakin tinggi nilai CA pepohonan menunjukkan semakin luas area pepohonan di suatu lanskap. Hasil penelitian ini sesuai dengan Lizmah (2015) yang menyatakan bahwa meningkatnya CA pepohonan akan meningkatkan keanekaragaman jenis spesies Hymenoptera parasitika di pertanaman mentimun. Parameter total edge (TE) pepohonan merupakan jumlah keseluruhan edge
34 atau pinggiran habitat pepohonan pada setiap lanskap. Edge merupakan pertemuan antara dua habitat yang berbeda sehingga menjadi sumber keanekaragaman jenis spesies serangga yang tinggi dalam suatu lanskap. Edge dalam suatu lanskap secara efektif dapat meningkatkan perpindahan spesies ke dalam atau keluar dari suatu habitat dan dapat dijadikan sebagai koridor sederhana untuk beberapa jenis serangga (Jauker et al. 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Holzschuh et al. (2010) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan edge habitat nonpertanian dapat meningkatkan kekayaan spesies lebah. Ernoult et al. (2013) menambahkan bahwa grassy strips memengaruhi kekayaan spesies lalat Syrphidae. Parameter MPS pepohonan merupakan rata-rata luas per patch habitat pepohonan pada suatu lanskap. Semakin luas patch habitat pepohonan maka keanekaragaman morfospesies serangga pengunjung bunga, Ordo Hymenoptera, keanekaragaman serangga musuh alami dan kelimpahan serangga penyerbuk semakin tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bezemer et al. (2010) di Belanda yang menyatakan semakin besar ukuran suatu patch maka kelimpahan Cotesia glumerata endoparasitoid larva Pieris brassicae pada tanaman Brassica nigra semakin tinggi. Namun, untuk beberapa kelompok serangga, MPS pepohonan atau rata-rata ukuran patch pepohonan tidak memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan serangga pengunjung bunga. Seperti penelitian Fahrig dan Jonsen (1998), kelimpahan Coleoptera dan kekayaan serta kelimpahan Lepidoptera pada tanaman alfalfa di Ottawa Kanada, tidak dipengaruhi oleh ukuran patch. Keberadaan habitat pepohonan yang merupakan indikasi habitat alami adalah sumber utama dalam menyediakan sumber makanan dan tempat berlindung bagi serangga pengunjung bunga. Perrson et al. (2015) menyatakan bahwa ukuran koloni, habitat sarang, dan panjang siklus koloni dari Psthyrus spp. berinteraksi secara signifikan terhadap tipe habitat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa habitat alami merupakan pengaruh utama dalam peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan berbagai kelompok serangga. Penelitian Woltz et al. (2012) di Michigan Kanada, menyatakan bahwa kelimpahan kumbang Coccinellidae (musuh alami) meningkat dengan semakin luasnya proporsi habitat alami di suatu lanskap pada tanaman kedelai. Rickets et al. (2008) menyatakan bahwa kelimpahan serangga penyerbuk terutama Apis mellifera menurun seiring semakin jauhnya jarak habitat alami di suatu lanskap. Kelimpahan lebah liar di suatu lanskap menurun dengan semakin jauh jarak suatu lanskap dengan habitat alami di Hesse Jerman (Jauker et al. 2009). Penyediaan atau pengelolaan habitat alami di sekitar lahan pertanian seperti hutan, dapat menjaga keanekaragaman serangga serangga pengunjung bunga termasuk di dalamnya musuh alami dan serangga penyerbuk.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tipe lanskap memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun, keanekaragaman serangga Ordo Hymenoptera, keanekaragaman serangga musuh alami dan keanekaragaman serangga herbivora. Perbedaan tipe lanskap juga memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk. Kelompok serangga pengunjung bunga. Struktur lanskap, yaitu parameter lanskap MPS pertanian memengaruhi keanekaragaman serangga ordo Hymenoptera dan parameter lanskap CA pertanian memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk. Parameter lanskap CA pepohonan, TE pepohonan, dan MPS pepohonan memengaruhi keanekaragaman serangga pengunjung bunga mentimun dan keanekaraagaman serangga Ordo Hymenoptera. Parameter lanskap CA pepohonan dan MPS pepohonan memengaruhi kelimpahan serangga penyerbuk. Parameter lanskap CA pepohonan dan TE pepohonan memengauruhi keanekaragaman serangga musuh alami. Semakin luas area pepohonan di suatu lanskap keanekaragaman jenis morfospesies serangga pengunjung bunga, serangga Ordo Hymenoptera, serangga musuh alami dan kelimpahan serangga penyerbuk semakin meningkat.
Saran Penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai serangga penyerbuk utama pada tanaman mentimun, sehingga diharapkan dapat menemukan cara untuk mengoptimalkan peran serangga penyerbuk di pertanaman mentimun. Di sisi lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam meningkatkan upaya konservasi serangga pengunjung bunga khususnya serangga penyerbuk di lahan pertanian dengan memperhatikan habitat pepohonan dalam lanskap pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Alba-Tercedor J, Alami ME. 1999. Description of the Nymphs and Eggs ofAcentrella almohades sp. n. from Morocco and Southern Spain (Ephemeroptera: Baetidae). Aquatic Insects. 21(4):241-247. Allen-Wardell G, Bernhardt P, Bitner R, Burquez A, Buchmann S, Cane J,Cox PA, Dalton V, Feinsinger P, Ingram M, et al. 1998. The potential consequences of pollinator declines on the conservation of biodiversity and stability of food crop yields. Conserv Biol. 12(1): 8–17. Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiadi B. 2012. Kajian komposisi serangga pollinator tanaman apel (Malus sylvestris Mill) di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. El-hayah. 2(2):85-96. Atmowidi T. 2008. Keanekaragaman dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa L: Brassicaceae). [disertasi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor. Bezemer MT, Harvey JA, Kamp AFD, Wagenaar R, Gols R, Kostenko O, Fortuna TA, Engelkes T, Vet LEM,Van Der Putten WH, et al. 2010. Behaviour of male and female parasitoids in the field: influence of patch size, host density, and habitat complexity. Ecol Entomol. 35:341–351. Bianchi FJJA, Booij CJH, Tscharntke T. 2006. Sustainable pest regulation inagricultural landscapes: a review on landscape composition, biodiversity and natural pest control. P Roy Soc Bio. 273:1715–1727. Bommarco R, Marini L, VaissièreBE. 2012. Insect pollination enhances seed yield, quality, and market value in oilseed rape. Oecol. 169(4):10251032. Broufas GD, Koveos DS. 2000. Effect of different pollens on development, survivorship, and reproduction of Euseius finlandicus (Acari: Phytoseiidae). Environ Entomol. 29: 743–749. Connor EF, Courtney AC, Yoder JM. 2000. Individuals-area relationships: the relationship between animal population density and area. Ecol. 81(3):734748. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization. 2000. The Insect of Australia: A textbook for students and research Workers. 1st Edition dan 2nd Edition. Victoria (AU): Melbourne University Press. Dobson HEM, Bergstrom G. 2000. The ecology and evolution of pollen odors. Plant System Evol. 222: 63–87. Dobson HEM. 1994. Floral Volatiles In Insect Biology. Insect–Plant Interactions Vol. 5. Boca Raton (FL): CRC Press. Ernoult A, Vialatte A, Butet A, Michel N, Rantier Y, Jambona O, Burel F. 2013. Grassy strips in their landscape context, their role as new habitat for biodiversity. Agric Ecosyst Environ. 166 (2013): 15–27. Espadaler X, Espejo F. 2002. Tapinoma melanocephalum (Fabricius, 1793), a new exotic ant in Spain (Hymenoptera, Formicidae). Orsis. 17:101-104 Faheem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insects a review. J R Sci. 15(4):395-409.
37 Fahrig L, Jonsen I. 1998. Effect of habitat patch characteristics on abundance and diversity of insects in an agricultural landscape. Ecosyst. 1: 197–205. Flick T, Feagan S, Fahrig L. 2012. Effects of landscape structure on buterfly species richness and abundance in agricultural landscapes in easterm Ontario, Canada. Agric Ecosyst Environ. 156:123-133. Forman RTT, Godron M. 1986. Landscape ecology. Singapore (SG): J Willey. Ganehiararchchi GASM. 1997. Aspect of the biology of Diaphania indica (Lepidoptera:Pyralidae). J Natn Sci. 25(4):203-209. Garibaldi LA, Steffan-Dewenter I, Winfree R, Aizen MA, Bommarco R, Cunningham SA, Kremen C, Carvalheiro LG, Harder LD, Afik O, et al. 2013. Wild pollinators enhance fruit set of crops regardless of Honey bee abundance. Sci. 339: 1608-1611. Gathman A, Tscharntke T. 2002. Foraging ranges of solitary bees. J Anim Ecol. 71:757-764. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An identification Guide to Famillies. Ottawa (US): Research Branch Agriculture Canada. Goverde M, Schweizer K, Erhardt A. 2002. Small-scale habitat fragmentation effects on pollinator behaviour: experimental evidence from the bumblebee Bombusveteranus on calcareous grasslands. Biol Cons. 104: 293–299. Hasan PA. 2015. Keanekaragaman dan aktivitas kunjungan serangga penyerbuk serta pengaruhnya dalam pembentukan buah mentimun (Cucumis sativus Linn.). [tesis]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Hashimoto Y. 2003. Inventory and collection: total protocol for understanding of biodiversity. Identification Guide to The Ant Genera of Borneo. Pp. 89-162 in : Hashimoto Y, Rahman H. (eds.) 2003. Kota Kinabalu (MY): Research and Education Component, BBEC Programme (Universiti Malaysia Sabah), 310 pp. Holzschuh A, Steffan-Dewenter I, Tscharntke A. 2010. How do landscape composition and configuration, organic farming and fallow strips affect the diversity of bees, wasps and their parasitoids?. J Anim Ecol. 79:491-500. Hӧlldobler B, Wilson EO. 1990. The Ants. Cambridge (US): The Belknap Press of Harvard University Press. Hunter MD. 2002. Landscape structure, habitat fragmentation, and the ecology of insects. Agric Forest Entomol. 4:159–166. Indriani C. 2014. Keanekaragaman sereangga penyerbuk pada pertanaman mentimun: pengaruh keberadaan habitat alami. [skripsi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Jauker F, Dieko T, Schwarzbach F, Wolters V. 2009. Pollinator dispersal in an agricultural matrix: opposing responses of wild bees and hoverflies to landscape structure and distance from main habitat. Landscape Ecol. 24: 547–555. Johnson H. 1972. Fruit set problems in squash, melons, and cucumbers in home garden. Vegetable research and inforation. University of California. Jonsen ID, Fahrig L. 1997. Response of generalist and specialist insect herbivores to landscape spatial structure. Landscape Ecol. 12:195-197. Kevan PG. 1999. Pollinators as bioindicators of the state of the environment: species, activity, and diversity. Agric Ecosyt Environ. 74: 373-393
38 Khairiah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012. Jenis-jenis serangga pengunjung bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.: Balsaminaceae). J Bio UA. 1(1): 914. Krauss J, Steffan-Dewenter, Tscharntke T. 2003. How does landscape context contribute to effects of habitat fragmentation on diversty and population density of butterflies?. J Biogeogr. 30: 889-900. Kremen C, Williams NM, Aizen MA, Gemmil-Harren B, LeBuhn G, Minckley R, Packer L, Potts SG, Roulston T, Stefan-Dewenter I, et al. 2007. Pollination and other ecosystem services produced by mobile organism: a conceptual framework for the effects of land-use change. Ecol Let. 10:299-314. Kruess A, Tscharntke T. 1994. Habitat fragmentation, species loss, and biological control. Sci. 264: 1581-1584. Kruess A, Tscharntke T. 2000. Species richness and parasitism in a fragmented landscape: experiments and field studies with insects on Vicia sepium. Oecol. 122:129–137. Land AD, Rieske LK. 2006. Interactions among prescribed fire, herbivore pressure and shortleaf pine (Pinus echinata) regeneration following southern pine beetle (Dendroctonus frontalis) mortality. Sci Direct. 235:260-269. Landis DA. Wratten SD. Gurr G. 2000. Habitat management to conserve natural enemie of arthropoda pests in agriculture. Annu Rev Entomol. 45: 175-201. Lindenmayer DB, Cunningham RB, Pope ML, Donnelly CF. 1999. The response of arboreal marsupials to landscape context: a large scale fragmentation study. Ecol Appl. 9: 594–61. Lizmah SF. 2015. Pengaruh struktur lanskap terhadap keanekaragaman Hymenoptera Parasitika pada lahan mentimun. [tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor. Ludwig JA, Wiens JA, Tongway DJ. 2000. A scaling rule for landscape patches and how it applies to conserving soil resources in savannas. Ecosyst. 3: 84– 97. Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Malden (US): Blackwell Science. Mahmud Z, Rivale AA, Allorerung D. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Ed ke-2. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Marino PC, Landis DA. 1996. Effect of landscape structure on parasitoid diversity and parasitism in agroecosystems. Ecol Appl. 6:276-284. McGarigal K, Cushman SA, Ene E. 2014. FRAGSTAT v4: spatial pattern analysis program for categorical and continuous maps [internet]. Diunduh (2014 Des 20) tersedia pada: http://www.umass.edu/landeco/research/ fragstat/fragstats.html. Menalled F, Marino P, Gage S, Landis DA. 1999. Does agricultural lansdcape structure affect parasitism and parasitoid diverisity?. Ecol Appl. 9:634–641. Mound LA, Collins DW. 2000. A south east Asian pest species newly recorded from Europe Thrips parvispinus (Thysanoptera: Thripidae), uts confused identify and potential quarantines significance. Eur J Entomol. 97:197-200.
39 Novotny V, Drozd P, Miller AE, Kulfan M, Janda M, Basset Y, Weiblen GD. 2006. Why are there so many species of Herbivorous insect intropical rainforest?. Sci. 313: 1115-1117. Öckinger E, Lindborg LR, Sjӧdin NE, Bommarco R. 2012. Landscape matrix modifies richness of plants and insect in grassland fragments. Ecography. 35(3):259-267. Pamungkas BA. 2014. Pengaruh kondisi lahan pertanian terhadapa kelimpahan serangga penyerbuk: Implikasi terhadap produksi mentimun. [skripsi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Persson AS, Rundlӧf M, Clough Y, Smith HG. 2015. Bumble bees show trait dependent vulnebirility to landscape simplification. Biodivers Conserve. Plećaš M, Gagic V, Jankovic M, Petrovic-Obradovi O, Kavallieratos NG, Tomanovic Z, Thies C, Tscharntke T, Cetkovic A. 2014. Landscape composition and configuration influence cereal aphid parasitoid hyperparasitoid interactions and biological control differentially across years. Agric Ecosyst Environ. 183:1-10 Punchihewa RWK, Koeniger N, Kevan PG, Gadawski RM. 2015. Observation on the dance communication and natural foraging rangs of Apis cerana, Apis dorsata, and Apis florea in Srilanka. J Apic Res. 24(3):168-175. Purwantiningsih B, Leksono AM, Yanuwiadi B. 2012. Kajian komposisi serangga polinator pada tumbuhan penutup tanah di Poncokusumo-Malang. Berk Penel Hayati. 17:165–172 [QGIS]. Quantum GIS Development Team. 2011. Quantum GIS Geographic Information System. Open Source Geospatial Foundation Project. R Development Core Team. 2014. R: A Language and Environment for Statistical Computing. R Foundation for Statistical Computing, Vienna Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Poliination ecology and fruting behavior in monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur Sci. 83:1395-1398. Ramadhani EP. Purwatiningsih, Soesilohadi RHHC. Sastrodiharjo. 2000. Evaluasi serangga penyerbuk tanaman pertanian. Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, 16-18 Oktober 2000. Rianti P. 2009. Keragaman, Efektivitas dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L. :Euphorbiaceae). [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Ricketts TH, Regetz J, Steffan-Dewenter I. Cunningham SA, Kremen C, Bogdanski A, Gemmil-Harren B, Greenleaf SH, Klein AM, Mayfield MM, et al. 2008. Landscape effects on crop pollination service: are the general patterns?. Ecol Let. 11: 499-515. Rukmana R. 1994. Budidaya mentimun. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sarwar G, Aslam M, Munawar MS, Raja S, Mahmood R. 2008. Effect of honeybee (Apis mellifera L.) pollination on fruit setting and yield of cucumber (Cucumis sativus L.). Pak Entomol. 30(2). Šálek M, Kučera T, Zimmermann K, Bartůškoá I, Plátek M, Grill S, Konvička M. 2015. Edges within farmland: management implifications of taxon specific species richness correlates. Basic Appl Ecol. (2015):1-12.
40 Shwetha BV, Rubina K, Kuberappa GC, Reddy MS. Insect pollinators diversity, abundance with special reference to role of honeybees in increasing production of cucumber, Cucumis sativus L. J Apic. 27(1):9-14. Steffan-Dewenter I, Münzenberg U, Tscharntke T. 2001. Pollination, seed set and seed redation on a landscape. R Soc Land. 268:1685-1690. Steffan-Dewenter I, Munzerberg U, Burger C, Thies C, Tscharntke T. 2002. Scale dependent effect of landscape context on three pollinator guilds. Ecol. 83(5):1421-1432. Steffan-Dewenter I. 2002. Landscape context affect trap-nesting bees, wasps, and their natural enemies. Ecol Entomol. 27:631-637. Soleimani S, Madadi H. 2015. Seasonal dynamics of: the pea aphid, Acyrthosiphon pisum (harris), its natural enemies the seven spotted lady beetle Coccinella septempunctata linnaeus and variegated lady beetle hippodamia variegata goeze, and their parasitoid Dinocampus coccinellae (schrank). J Plant Protect Research . 55(4):421-428 [SEC] Sylva Ecosystem Consultant. 1992. Landscape ecology literature review. [internet]. Diunduh (2015 Jun 24) tersedia pada Http://www.silvafor.org/ assets/silva/PDF/Literature/LandscapeEcologyOver.pdf. Thies C, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Effect of landscap context on herbivory and parasitism at different scales. Oikos. 101(1):8-25. Thies C, Roschewitz I, Tscharntke T, 2005. The landscape context of cereal aphid–parasitoid interactions. P Roy Soc Bio. 272:203–210. Tscharntke T, Steffan-Dewenter I, Kruess A, Thies C. Characteristics of insect population on habitat fragments: a mini review. Ecol Res. 17:229-239. Tscharntke T, Bommarco R, Clough Y, Crist TO, Kleijn D, Rand TA, Vidal S. 2007. Conservation biological control and enemy diversity on a landscape scale. Biol Control. 43:294-309. Turner MG, Gardner RH, O’Niell RV. 2001. Landscape Ecology in Theory and Practice: Pattern and Process. New York (US): Springer. Vaissiére BE, Freitas BM, Gammil-Harren B. 2011. Protocol to detect and assess pollination deficits in crops: a hand book for its use. Roma (IT): Food and Agriculture Organization. Van Rijn PCJ, Van Houten YM, Sabelis MW. 2002. How plants benefit from providing food to redators even when it is also edible to herbivores. Ecol. 83: 2664–2679. Verma LR, Dulta PC. 2015. Foraging behavior of Apis cerana indica and Apis mellifera in pollinating apple flowers. Journal of apicultural research. 25(4) 1986:197-201.[internet]. Wallace HM. Maynard GV, Trueman SJ. 2002. Insect flower visitors, foraging behavior and their effectiveness as pollinators of Persoonia virgata R. Br. (Proteceae). Austral J Entomol 4: 55-59. Westhpal C. Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Mass flowering crops enhance pollinator densities at a landscape scale. Ecol Let. 6: 961–965. Wetterer JK. 2015. Worldwide spread of the ghost ant, Tapinoma melanocephalum (Hymenoptera: Formicidae). Myrmecol News. 11: 23-33. Woltz JM, Isaacs R, Landis DA. 2012. Landscape structure and habitat management differentially influence insect natural enemies in agricultural landscape. Agric Ecosyst Environ. 152(2012): 40-49.
41 Yaherwandi. 2005. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada beberapa tipe lanskap pertanian di daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Ephemeroptera Baetidae Mantodea Mantidae Dermaptera Forficulidae Forficulidae Orthoptera Pyrgomorphidae Acrididae Tetrigidae Hemiptera Aphididae Cicadelidae Delphacidae Delphacidae Ricaniidae Anthocoridae Anthocoridae Miridae Miridae Miridae Miridae
Ordo/ Famili
Aphis sp1 Eupteryx sp1 Nilaparvata lugens Sogatella sp1 Ricanidae 01 Anthocoridae 01 Orius sp1 Miridae 01 Nimfa Miridae 01 Phylus sp1 Phylus sp2
Pyrgomorphidae 01 Acrididae 01 Tetrigidae 01
Euborellia sp1 Forficula sp1
Mantis sp1
Acentrella sp1
Morfospesies
0 1 1
0 0
0
1
0 0 0
1 0
0
0
600 1127 172 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 50 0 0 10 0 0 2 1 90 108
2 0 0
1 2
1
0
48 4 0 1 1 1 1 23 2 1 46
0 0 0
0 1
0
0
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
-
√ -
-
-
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
-
√
-
-
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
5 6 7
3 4
2
1
No
Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Predator Predator Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora
Herbivora Herbivora Herbivora
Serangga lain Serangga lain
Predator
Serangga lain
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK)
43
Reduviidae Lygaeidae Coreidae Alydidae Pentatomidae Pentatomidae Unidentified Thysanoptera Thripidae Tubulifera Tubulifera Coleoptera Bostrichidae Staphylinidae Staphylinidae Nitidulidae Nitidulidae Nitidulidae Nitidulidae Coccinellidae Coccinellidae Coccinellidae Coccinellidae
19 20 21 22 23 24 25
Dendroctonus sp1 Paederus fuscipes Scydmaenidae scydmaenus Amphotis sp1 Carphopilus lugubris Carphopilus sp1 Haptoncus luteolus Chilocorus nigritus Chilocorus sp1 Coccinella maculata Coccinella sp1
Thrips parvispinus Thrips Sp.1 Thrips Sp.2
Reduviidae 01 Nimfa lygaeidae 01 Coreidae 01 Leptocorisa sp1 Eurydema ornata Nezara viridula Hemiptera 01
Morfospesies
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
26 27 28
Ordo/ Famili
No
0 5 0 0 0 1 0 4 0 1 3
0 9 0 0 0 20 1 1 0 1 2
1 2 0 2 3 9 0 0 2 2 0
0 2 1 5 2 58 0 0 0 1 0
106 540 515 590 1 7 16 3 0 2 1 0
√ √ √ √ √
√ √ -
√ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ -
√ √ √ √ √ √
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK 0 1 0 0 - √ 0 0 3 2 - - √ √ 3 0 2 3 √ - √ √ 2 0 0 0 √ - 0 0 1 0 - - √ 10 8 6 10 √ √ √ √ 1 4 0 1 √ √ - √
Herbivora Predator Predator Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Predator Predator Predator Predator
Herbivora Herbivora Herbivora
Predator Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
44
Coccinellidae Coccinellidae Chrysomelidae Chrysomelidae Chrysomelidae Chrysomelidae Chrysomelidae Chrysomelidae Curculionidae Diptera Chironomidae Chironomidae Chironomidae Chironomidae Chironomidae Ceratopogonidae Ceratopogonidae Ceratopogonidae Ceratopogonidae Cecidomyiidae Cecidomyiidae Cecidomyiidae Sciaridae
42 43 44 45 46 47 48 49 50 Chironomus sp. Chryptochironomus sp. Glyptotendipes sp.1 Glyptotendipes sp.2 Kiefferullus sp. Atrichopogon sp. Culicoides sp. Forcipomyia sp. Forcipomyia tettigonaris Contarinia nasturti Contarinia sp. Orseolia sp. Sciara sp1
Menochilus sexmaculatus Verania lineate Altca cyanea Aulacophora flavomarginata Aulacophora sp1 Aulacophora sp2 Lema diversa Lema trivittata Baris sp1
Morfospesies
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Ordo/ Famili
No
2 0 0 2 0 0 3 0 1 2 0 1 1
15 4 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 6 0 0 14 1 2 1 0 0
0 0 0 0 0 1 0 1 4 5 4 0 0
Jumlah Individu SS S K SK 1 0 3 1 19 0 0 0 0 1 0 0 22 11 16 27 45 37 30 58 0 0 1 0 0 0 0 18 0 0 1 0 0 1 0 0 √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ -
√ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ -
Keberadaan SS S K SK √ - √ √ √ - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ - √ - √ - √ - √ -
Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Herbivora Serangga lain
Predator Predator Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
45
Stratiomyidae Dolichopodidae Phoridae Pipunculidae Syrphidae Syrphidae Syrphidae Syrphidae Syrphidae Sciomyzidae Lauxanidae Lonchaenidae Lonchaenidae Lonchaenidae Platystomatidae Tephritidae Tephritidae Agromyzidae Ephydridae Drosophilidae Drosophilidae Drosophilidae
64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Stratiomyidae 01 Sciapus sp1 Megaselia scalaris Nephrocerus sp1 Citogramma sp1 Eristalinus sp1 Eumerus narcissi Halophilus sp1 Ischiodon scuttelaris Sepedon sp1 Homoneura sp1 Dasiops sp1 Lonchaea sp1 Lonchaea sp2 Rivellia sp1 Bactrocera cucubitacea Procecidochares connexa Liriomyza sp. Ephydridae 01 Drosophilla suboscura Drosophillla melanogaster Scaptodrosophilla latifasciaetormis
Morfospesies
Jumlah Individu SS S K SK 7 2 0 0 0 0 0 1 0 7 4 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 7 0 1 0 0 0 1 18 8 0 1 0 5 2 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 3 2 2 0 6 2 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 7 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0 1 17 8 101 37 137 60 15 17 28 19
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
Ordo/ Famili
No
Keberadaan SS S K SK √ √ - √ - √ √ √ - √ - √ - √ √ - √ √ √ √ - √ √ - √ - √ √ √ √ √ √ √ - √ √ - √ - √ √ - √ - √ - √ - √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Serangga lain Serangga lain Parasitoid Parasitoid Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Serangga lain Serangga lain Herbivora Serangga lain Serangga lain Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
46
Drosophilidae Chlropidae Muscidae Muscidae Muscidae Calliphoridae Tachinidae Celyphidae Lepidoptera Pyralidae Pyralidae Pyralidae Geometridae Hesperiidae Hesperiidae Hesperiidae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Pieridae Nymphalidae
86 87 88 89 90 91 92 93 Pyralidae 01 Pyralidae 02 Pyralidae 03 Geometridae 01 Hesperiidae 01 Hesperiidae 02 Larva Hesperiidae 01 Eurema sp1 Pieridae 01 Pieridae 02 Pieris sp1 Pieris sp2 Nymphalidae 01
Scaptodrosophilla sp1 Elachiptera sp. Atherigona sp1 Musca domestica Musca sp1 Phaenicia sp. Exorista sp1 Spaniocelyphus palmi
Morfospesies
20 0 12 4 12 1 0 2 1 0 0 0 0
1 0 0 3 6 0 0 10 0 0 0 0 0
4 11 0 4 4 1 0 13 2 1 0 0 0
5 0 1 1 17 1 2 15 10 0 1 2 71
Jumlah Individu SS S K SK 9 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 1 1 0 0 0
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106
Ordo/ Famili
No
√ √ √ √ √ √ √ -
SS √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keberadaan S K SK √ √ √ √ √ √ √ √ -
Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Penyerbuk Penyerbuk Herbivora Penyerbuk Herbivora Herbivora Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk
Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Parasitoid Serangga lain
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
47
Nymphalidae Nymphalidae Lycaenidae Lycaenidae Lymantriidae Lymantriidae Noctuidae Noctuidae Amatiidae Crambidae Hymenoptera Ceraphronidae Ceraphronidae Ceraphronidae Ceraphronidae Braconidae Braconidae Braconidae Braconidae Ichneumonidae Diapriidae Diapriidae Diapriidae
107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 Aphanogmus sp1 Aphanogmus sp2 Ceraphron sp1 Ceraphron sp2 Apanteles sp1 Phanerotoma sp1 Phanerotoma sp2 Phanerotoma sp3 Ichneumonidae 01 Polypeza sp1 Spilomicrus sp1 Trichopria drosophilae
Nymphalidae 02 Nymphalidae 03 Lycaenidae 01 Lycaenidae 02 Lymantriidae 01 Lymantriidae 02 Noctuidae 01 Spodoptera sp Amata sp1 Diaphania indica
Morfospesies
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0
2 0 1 0 2 0 1 1 1 2 5 4
0 2 1 0 14 1 0 0 0 1 0 0
√ √ -
√ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ -
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK 0 4 1 0 - √ √ 5 0 0 0 √ - 0 0 0 2 - - - √ 0 0 1 0 - - √ 0 0 2 2 - - √ √ 0 0 0 1 - - - √ 0 2 0 1 - √ - √ 107 15 0 23 √ √ - √ 1 0 7 9 √ - √ √ 13 4 7 33 √ √ √ √
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128
Ordo/ Famili
No
Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid
Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Penyerbuk Herbivora
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
48
Platygastridae Platygastridae Scelionidae Scelionidae Scelionidae Eucoilidae Eucoilidae Eurytomidae Pteromalidae Encyrtidae Encyrtidae Encyrtidae Aphelinidae Eulophidae Eulophidae Eulophidae Eulophidae Eulophidae Eulophidae Trichogrammatidae Mymaridae Mymaridae Mymaridae
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151
Platygaster sp1 Platygaster oryzae Caliscelio sp1 Telenomus pedisi Telenomus sp1 Gronotoma sp1 Leptopilina sp1 Eurytoma 01 Ashapes sp1 Copidosoma sp1 Metaphycus sp1 Ooencyrtus sp1 Encarsia farmosa Chrysocharis sp1 Eulophidae 02 Hemiptarsenus varicornis Pnigalio sp1 Tamarixi radiata Tetrasichus sp1 Trichogramma sp1 Erytemelus sp1 Gonatocerus sp1 Polynema sp1
Morfospesies
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK 0 0 0 1 - - - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 0 1 - - - √ 2 1 3 2 √ √ √ √ 0 1 1 2 - √ √ √ 0 1 2 0 - √ √ 1 0 0 0 √ - 1 0 0 0 √ - 0 1 0 0 - √ 0 0 4 3 - - √ √ 0 1 0 0 - √ 0 5 40 6 - √ √ √ 0 0 5 0 - - √ 0 1 0 0 - √ 0 0 0 1 - - - √ 4 0 0 0 √ - 2 1 0 0 √ √ 0 2 0 0 - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 1 0 0 - √ 0 0 0 1 - - - √
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
Ordo/ Famili
No
Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid Parasitoid
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
49
Scoliidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae
152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174
Campsomeris sp1 Anoplolepis sp1 Cardiocondyla sp1 Cardiocondyla sp2 Dolichoderinae sp Dolichoderus sp1 Monomorium sp1 Monomorium sp2 Monomorium sp3 Monomorium sp4 Monomorium sp5 Myrmicaria sp1 Myrmicinae 01 Nylanderia sp1 Nylanderia sp2 Odontoponera sp1 Pheidole sp1 Philidris sp1 Philidris sp2 Plagiolepis sp1 Plagiolepis sp2 Polyrhachis sp1 Ponerinae 01
Morfospesies
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK 0 0 1 2 - - √ √ 7 0 3 5 √ - √ √ 0 1 3 0 - √ √ 0 0 3 0 - - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 7 0 - - √ 0 0 3 18 - - √ √ 71 9 460 289 √ √ √ √ 6 0 54 2 √ - √ √ 0 0 108 5 - - √ √ 0 0 2 0 - - √ 0 0 3 0 - - √ 0 0 0 1 - - - √ 12 19 3 21 √ √ √ √ 0 1 1 1 - √ √ √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 46 25 - - √ √ 0 0 2 0 - - √ 0 0 1 0 - - √ 0 0 19 19 - - √ √ 0 7 0 7 - √ - √ 0 0 0 1 - - - √ 0 0 0 1 - - - √
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
Ordo/ Famili
No
Penyerbuk Serangga lain Serangga lain Serangga lain Predator Predator Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Predator Serangga lain
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
50
Formicidae Formicidae Formicidae Formicidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae Apidae
175 177 176 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188
Tapinoma sp1 Tapinoma sp2 Tetramorium sp1 Tetramorium sp2 A. cerana A. mellifera Amigella sp1 Apis sp2 Apis sp3 Nomia sp1 Nomia sp2 Nomia sp4 X. confusa X. latipes
Morfospesies
Jumlah Individu Keberadaan SS S K SK SS S K SK 1243 142 1509 362 √ √ √ √ 1 0 117 9 √ - √ √ 128 2 5 19 √ √ √ √ 0 0 2 0 - - √ 30 24 97 44 √ √ √ √ 0 10 15 28 - √ √ √ 1 0 0 0 √ - 0 0 1 0 - - √ 0 24 0 0 - √ 4 5 5 4 √ √ √ √ 1 1 1 0 √ √ √ 0 0 0 3 - - - √ 20 12 7 21 √ √ √ √ 4 2 3 11 √ √ √ √
Keterangan: √ ditemukan pada lokasi penelitian, - tidak ditemukan pada lokasi penelitian
Ordo/ Famili
No
Serangga lain Serangga lain Serangga lain Serangga lain Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk Penyerbuk
Peranan
Lampiran 1 Jumlah indvidu masing-masing ordo, famili dan peranan serangga pengunjung bunga pada tanaman mentimun di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), dan sangat kompleks (SK) (lanjutan)
51
52 Lampiran 2
Jenis vegetasi pada setiap patch di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), sangat kompleks (SK)
Jenis patch Bambu Bengkoang Buncis Cabe Danau Ilalang Industri Jagung Jalan Jambu biji Jati Kacang panjang Kacang tanah Kangkung Karet Kelapa Klawi Kolam Kopi Labu Mahoni Mentimun Meranti Pembibitan Pepaya Pepohonan Perumahan Peternakan Pinus Pisang Rambutan Rel kereta api Rumah Rumput Sawah Sawi Sawit
SS 0 0 0 0 0 0 4 1 7 2 0 11 0 0 0 0 1 0 0 0 8 14 0 0 0 19 0 0 0 1 3 0 63 5 42 0 0
Tipe lanskap S K 21 3 0 2 1 4 0 5 1 0 0 0 4 0 2 31 7 10 0 0 3 1 14 22 0 3 5 1 0 0 1 0 0 0 4 1 1 0 0 1 0 1 27 28 3 0 0 2 0 0 11 33 0 0 1 2 0 1 2 2 3 3 1 0 88 110 11 14 53 35 3 2 0 1
Total SK 6 9 10 5 0 4 1 55 7 0 0 26 0 1 1 0 0 4 0 0 0 23 0 0 1 50 20 6 0 0 0 0 37 10 22 0 5
30 11 15 10 1 4 9 89 31 2 4 73 3 7 1 1 1 9 1 1 9 92 3 2 1 113 20 9 1 5 9 1 298 40 152 5 6
53 Lampiran 2
Jenis vegetasi pada setiap patch di lanskap sangat sederhana (SS), sederhana (S), kompleks (K), sangat kompleks (SK) (lanjutan)
Jenis patch Sayur katu Semak belukar Sengon Singkong Sungai Talas Tanaman hias Terong Tomat Ubi jalar Total
SS 0 20 5 1 1 0 1 2 0 0 211
Tipe lanskap S K 0 4 5 19 4 7 27 34 8 4 0 1 1 0 1 3 0 0 0 44 313 434
SK 0 18 4 80 2 0 0 12 2 39 460
Total 4 62 20 142 15 1 2 18 2 83 1418
54 Lampiran 3
Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun
Apis cerana
Xylocopa confusa
Nomia sp1
Tapinoma Sp1
Xylocopa latipes
Nymphalidae 03
55 Lampiran 3
Serangga pengunjung bunga yang ditemukan di pertanaman mentimun (lanjutan)
Lema diversa
Phanerotoma sp2
Homoneura sp.
Aphanogmus sp.2
Thrips sp2
Paederus sp1
56 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11April 1990 di desa Seleman, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Penulis merupakan putri ke-dua dari empat bersaudara pasangan Jalaluddin dan Siti Risani. Penulis merupakan lulusan SMA Neg. 1 Danau Kerinci, Provinsi Jambi pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan strata-1 (S-1) di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT), Fakultas Pertanian, Universitas Jambi dan lulus pada tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains di Program studi Entomologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui Program Beasiswa BPPDN DIKTI tahun 2013. Sebagian hasil penelitian ini telah diseminarkan dalam Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Tahun 2015 dan Seminar Nasional Biologi Univeritas Hasanuddin Tahun 2016.