1
Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Yunita Lihawa1, Femy M. Sahami2, Citra Panigoro3 Email :
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan Gastropoda di ekosistem mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juli 2013. Metode pengambilan sampel menggunakan line transek (transek garis) secara sistematis dengan menggunakan kuadran 2 x 2m. semua jenis Gastropoda yang terdapat dalam kuadran (epifauna dan treefauna) dihitung dan diidentifikasi. Wilayah kajian dibagi menjadi empat stasiun yaitu stasiun I, stasiun II, stasiun III, dan stasiun IV. Untuk mengetahui perbedaan epifauna dan treefauna pada setiap stasiun dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai indeks keanekaragaman. Hasil penelitian menunjukan di ekosistem mangrove Desa Lamu ditemukan 7 jenis Gastropoda yaitu Telescopium-telescopium, Cerithidea cingulata, Littorina melanostoma, Littorina scabra, Terebralia sulcata, Chicoreus capucinus, dan Sphaerassiminea miniata. Nilai indeks keanekaragaman Gastropoda di ekosistem mangrove Desa Lamu menunjukkan perbedaan antar epifauna dan treefauna pada setiap stasiun maupun antar stasiun. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun II (epifauna) dengan nilai 0,79 yang masuk kategori keanekaragaman tinggi dan yang terendah pada stasiun I (treefauna) dengan nilai 0,45 dan masuk kategori keanekaragaman rendah. Nilai indeks keanekaragaman menunjukkan adanya perbedaan antar stasiun, namun semuanya masuk dalam kategori tingkat keanekaragaman sedang. Nilai indeks kelimpahan tertinggi dimiliki spesies Chicoreus capucinus dengan nilai 67.3% pada stasiun II (treefauna) dan terendah spesies Littorina melanostoma dengan nilai 0,79% pada stasiun II (epifauna). Parameter lingkungan terukur masih berada pada kondisi yang baik untuk kehidupan Gastropoda. Kata Kunci : Gastropoda, Ekosistem mangrove, Keanekaragaman, Kelimpahan. PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan salah
Hutan mangrove sebagai daerah dengan
satu ekosistem pesisir tropis atau sub tropis
produktivitas tinggi memberikan kontribusi
yang sangat dinamis serta mempunyai
besar terhadap detritus organik yang sangat
produktivitas, nilai ekonomis, dan nilai
penting sebagai sumber energi bagi biota
ekologis yang tinggi (Susetiono, 2005).
yang hidup di sekitarnya (Suwondo, 2006).
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
2
Hutchings
dan
Saenger
dalam
Susetiono
(2005)
bahwa
Moluska
terutama
(1987)
menjelaskan dari
kelas
Gastropoda merupakan kelompok hewan yang dominan dalam ekosistem hutan mangrove.
A. Penentuan Stasiun Pengamatan dan Pengambilan Sampel Penentuan titik koordinat stasiun pengamatan
dalam
kaitannya
dengan
rantai
makanan komponen biotik di kawasan hutan mangrove, karena di samping sebagai pemangsa detritus, Gastropoda berperan dalam proses dekomposisi serasah dan menetralisasi materi organik yang bersifat
penting
secara
dalam
langsung
percepatan
berperan penyediaan
unsur-unsur hara yang diperlukan oleh biota lainnya melalui rantai makanan. Mengingat
peranan
Gastropoda dalam rantai makanan terhadap yang
hidup
di
ekosistem mangrove, serta masih minimnya informasi tentang keberadaan Gastropoda di kawasan mangrove Desa Lamu, maka perlu
diadakan
Keanekaragaman
penelitian dan
dengan
Pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
menggunakan metode line transek (transek garis). Transek garis ditarik dari pinggir sungai secara horizontal garis pantai dengan menggunakan roll meter ±50m yang dibagi menjadi 4 titik stasiun pengamatan yang mewakili wilayah kajian. Stasiun
I
pada
titik
koordinat
00°30.18.52' LU - 122°18.974' BT , stasiun II pada titik koordinat 00°30.19.26' LU 122°19.149 BT, stasiun III pada titik koordinat 00°30.13.37' LU - 122°18.926'
pentingnya
organisme-organisme
(GPS).
Gastropoda
herbivor dan detrivor (Irwanto, 2006). Gastropoda
dilakukan
menggunakan alat bantu Global Posting System
Gastropoda memilki peran yang besar
METODE PENELITIAN
mengenai Kelimpahan
BT, dan stasiun IV pada titik koordinat 00°30.13.20' LU - 122°19.103 BT. Tiap stasiun dibagi menjadi 3 sub stasiun. Pencatatan data pada setiap sub stasiun dengan
menggunakan
kuadran
yang
berukuran 2 x 2 m (Dharma, 1992). Pengambilan sampel dilakukan pada saat surut dimulai pada pagi hari sampai siang
Gastropoda di Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. 1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
3
hari. Tipe substrat diamati secara visual. Tahapan penelitian sebagai berikut:
dengan menggunakan buku identifikasi
a) Dibuat garis transek dari arah pinggiran
(Dharma, 1992).
sungai kearah daratan pada titik yang telah
ditetapkan
sebagai
stasiun
pengambilan sampel. b) Panjang
garis
Cara
±50m
sampel
Gastropoda yaitu : a)
transek
pengambilan
dari
Dihitung semua jenis Gastropoda yang terdapat
baik
epifauna
maupun
pinggiran sungai ke arah mangrove
treefauna pada kuadran 2 x 2m,
yang ditarik secara horizontal garis
selanjutnya dicatat jumlahnya.
pantai. Masing-masing garis transek
b) Masing-masing diambil 2 individu
diletakkan titik antar sub stasiun dan
untuk setiap spesies Gastropoda yang
jarak antara kuadran.
ditemukan, disimpan dalam kantong
c) Masing-masing titik digunakan sebagai
plastik
pusat kuadran yang berukuran 2x2m.
dan
diberi
label
untuk
diidentifikasi.
Kuadran ini dipakai sebagai tempat
B. Pengukuran parameter lingkungan
pengambilan
a)
sampel
epifauna
dan
treefauna.
Pengukuran
parameter
lingkungan
yang dilakukan adalah pengukuran
Gastropoda yang terdapat dalam
salinitas menggunakan refaraktometer,
setiap kuadran yang berukuran 2x2 m
pengukuran pH tanah menggunakan
dihitung
kertas lakmus yang sebelumnya telah
masing-masing
jenis
yang
ditemukan. Pengambilan sampel dilakukan
dimasukkan
pada
dapat
pengukuran DO (oksigen terarut) dan
dan
suhu menggunakan Oxygen meter,
mengidentifikasi jenis Gastropoda. Setiap
pengukuran pH air menggunakan pH
jenis diambil 2 individu dan disimpan
meter.
saat
mempermudah
surut, dalam
sehingga menghitung
dalam kantong plastik yang diberi tanda
di
dalam
wadah,
b) Pengukuran langsung dilakukan di
menggunakan kertas label dan selanjutnya
lapangan
didokumentasikan dan diidentifikasi di
sampel.
Laboratorium Jurusan Teknologi Perikanan
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
pada
saat
pengambilan
4
C. Analisis Data
sedangkan ≥ 0,75 sampai mendekati 1
1. Indeks Keanekaragaman Spesies
berarti indeks keanekaragamannya tinggi.
Indeks menunjukan
keanekaragaman/diversitas hubungan
antara
2. Indeks Kelimpahan Spesies
jumlah
Kelimpahan merupakan gambaran
spesies dengan jumlah individu yang
banyaknya
menyusun
suatu
diversitas
dihitung
jenis
Gastropoda
yang
komunitas.
Indeks
ditemukan pada setiap stasiun atau titik
menurut
Rumus
garis
transek
(Retno,
dkk,
dalam
Simpson (Krebs, 1989 ; Waite, 2000 dalam
Dharmawan, 1995). Indeks kelimpahan
Sahami, 2003) sebagai berikut :
spesies
D' = 1 – D
(Abundance
menggunakan
index)
formulasi
dengan
(Ludwig
dan
Reynolds, 1981 dalam Dharmawan, 1995). Keterangan : D'
= Indeks Diversitas
D
= Indeks Dominansi
D=
x 100%
Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Simpson (Krebs, 1989 ; Waite, 2000 dalam Sahami, 2003).
Rangan
(2000),
suatu
spesies
dinyatakan melimpah apabila ditemukan individunya dalam jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan individu dari spesies lainnya. Hasil
Dimana, Pi = Keterangan : D = Indeks dominansi N = Total cacah individu dalam sampel ni = Cacah individu spesies-i Odum (1996) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman ≤ 0,50 berarti keanekaragamannya rendah, nilai indeks keanekaragaman ≥ 0,50 sampai ≤ 0,75 berarti indeks keanekaragamannya sedang,
perhitungan
nilai
indeks
keanekaragaman (D') dari tiap-tiap stasiun pengamatan selanjutnya dianalisis secara deskriptif
berdasarkan
nilai
indeks
keanekaragaman epifauna dan treefauna pada setiap stasiun. Selanjutnya dianalisis perbedaan keanekaragaman antar stasiun secara deskriptif berdasarkan nilai indeks keanekaragaman
Gastropoda
ditemukan pada setiap stasiun.
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
yang
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
lantai
A. Jenis-Jenis Gastropoda di Ekosistem Mangrove Desa Lamu
Gastropoda berasosiasi dengan ekosistem
Jenis-jenis
Gastropoda
yang
ditemukan di setiap stasiun penelitian disajikan pada Tabel 1. Jenis Gastropoda
telescopium,
Cerithidea
cingulata,
Littorina melanostoma, Littorina scabra, Terebralia sulcata, Chicoreus capucinus,
Gastropoda pada umumnya hidup di permukaan substrat atau menempel pada pohon mangrove. Gastropoda yang hidup di hutan mangrove pada umumnya bersifat bergerak (mobile), bergerak aktif naik
mengikuti
pasang
surut
sehingga Gastropoda sendiri memiliki adaptasi perubahan
yang
cukup
faktor
besar
lingkungan
saat
surut.
hidup, berlindung, memijah, dan juga sebagai daerah suplai makanan yang menujang pertumbuhan (Nontji, 1993). Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ada beberapa jenis Gastropoda yang hanya ditemukan sebagai epifauna yaitu
jenis
Cerithidea
Telescopium-telescopium, cingulata,
dan
Terebralia
sulcata. Ketiga jenis ini merupakan
dan Sphaerassiminea miniata.
turun
mangrove
hutan mangrove sebagai habitat tempat
yang ditemukan di lokasi penelitian berjumlah 7 jenis yaitu Telescopium
pohon
dengan yang
disebabkan oleh suhu dan salinitas. Selama air pasang Gastropoda bergerak sampai ke bagian atas dan bergerak turun ke bawah pohon atau di
Gastropoda asli ekosistem mangrove, dimana
mereka
lebih
menyukai
permukaan yang berlumpur atau daerah dengan genangan air yang cukup luas (Kusrini, 2000). Jenis-jenis Gastropoda Littorina melanostoma,
Littorina
Sphaerassiminea
scabra,
miniata
dan
ditemukan
sedikit di semua stasiun. Kurniawan (2007) dalam Nento (2012) menjelaskan bahwa banyak atau tidaknya Gastropoda dilokasi
penelitian,
dimungkinkan
berhubungan dengan kondisi substrata tau tempat hidup dari masing-masing spesies.
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
6
Tabel 1. Jenis-jenis dan Jumlah (Individu) serta Nilai Indeks Keanekaragaman Gastropoda yang Ditemukan di Lokasi Penelitian STASIUN STASIUN STASIUN STASIUN I II III IV NO SPESIES E T E T E T E T 1 Telescopium-telescopium 5.67 0 4.67 0 3.67 0 6.33 0 2 Cerithidea cingulata 0 0 10.67 0 5 0 5.67 0 3 Littorina melanostoma 2 0 0.33 3.67 0 0.67 0 2.33 4 Littorina scabra 1.67 1.33 3.33 2 0 1 2 1.33 5 Terebralia Sulcata 9 0 13.67 0 6.67 0 10.33 0 6 Chicoreus capucinus 0 0.67 6 11.67 0 0 8.33 4.33 7 Sphaerassiminea miniata 0 0 3.33 0 0 0 0 2 Total Individu (N) 18.34 2 42 17.34 15.34 1.67 23.66 9.99 Total Spesies (ni) 4 2 7 3 3 2 5 4 Ind. Dominansi (D) 0.36 0.55 0.21 0.51 0.35 0.52 0.33 0.29 Indeks Keanekaragaman (D') 0.64 0.45 0.79 0.49 0.65 0.48 0.67 0.71 Rata-rata Indeks 0.54 0.64 0.56 0.69 Keanekaragaman Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 B. Indeks Keanekaragaman Spesies (D') Gastropoda yang Ditemukan di Lokasi Penelitian
untuk stasiun I, II, dan III, sedangkan stasiun
IV
masuk
kategori
tingkat
keanekaragaman sedang. Perbandingan Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman tertinggi untuk
antara nilai keanekaragaman epifauna dan treefauna disajikan pada Gambar 1.
jenis epifauna terdapat pada stasiun II 0.9
dengan nilai 0,79. Selanjutnya stasiun IV
0.8
dengan nilai 0,67, stasiun III 0,65 dan
0.7
stasiun I dengan nilai 0,64 masuk dalam kategori indeks keanekaragaman sedang.
0.4
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi
0.3
jenis
treefauna
terdapat
pada
stasiun IV dengan nilai 0,71diikuti oleh stasiun II dengan nilai 0,49, stasiun III dengan nilai 0,48 dan stasiun I dengan nilai
0,45.
Semuanya
masuk
dalam
0.65
0.64
0.71 0.67
0.6 0.5
untuk
0.79
0.45
0.49
0.48 Epifauna
Treefauna
0.2 0.1 0
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Stasiun IV
Gambar 15. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Antara Epifauna dan Treefauna pada Setiap Stasiun Pengamatan
kategori tingkat keanekaragaman rendah 1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
7
Berdasarkan Tabel 1, nilai indeks keanekaragaman masing-masing stasiun
ekosistem yang tecemar keanekaragaman cenderung rendah.
memperoleh nilai dimana stasiun IV yang memiliki
keanekaragaman
tertinggi.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
kondisi lapangan bahwa stasiun IV dan
Selanjutnya stasiun II, disusul stasiun III
stasiun
dan terendah adalah stasiun I, tetapi
gangguan
(dimanfaatkan
semua stasiun masuk dalam kategori
masyarakat),
karena
dengan tingkat keanekaragaman sedang.
kelokasi tersebut harus menggunakan
Perbandingan nilai keanekaragaman antar
perahu, sehingga mungkin hal ini yang
stasiun disajikan pada Gambar 2.
menyebabkan
tidak
banyak
mengalami oleh
untuk
menuju
kurangnya
aktifitas
masyarakat dikedua stasiun tersebut.
0.8 0.69
0.7
0.6
II
Hal
0.64
pula
yang
mungkin
menyebabkan kedua stasiun ini memiliki
0.56
0.54
ini
0.5
nilai indeks keanekaragaman yang lebih
0.4
tinggi dibandingkan dengan stasiun I dan
0.3
III.
0.2
Rendahnya indeks keanekaragaman
pada stasiun I dan stasiun III mungkin
0.1
diakibatkan
0
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Stasiun IV
Gambar 2. Perbandingan Nilai Indeks Keaanekaragaman Antar Stasiun Pengamatan
oleh
banyaknya
aktifitas
masyarakat disekitar stasiun tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa disekitar kedua stasiun tersebut ada kegiatan pertambakan, dan perumahan.
Odum (1996) menjelaskan bahwa keanekaragaman
identik
Hal ini sesuai dengan pendapat Heddy dan
dengan
Kurniati (1996) bahwa keanekaragaman
kestabilan suatu eksosistem, yaitu jika
rendah menandakan ekosistem mengalami
keanekaragaman suatu eksositem relatif
tekanan atau kondisinya menurun.
tinggi maka kondisi eksosistem tersebut cenderung stabil. Lingkungan ekosistem yang memiliki gangguan keanekaragaman
C. Indeks Kelimpahan Hasil penghitungan nilai indeks kelimpahan
cenderung sedang, pada kasus lingkungan 1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
spesies
Gastropoda
yang
8
ditemukan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Indeks Kelimpahan (%) Spesies Gastropoda yang Ditemukan di Lokasi Penelitian No
SPESIES
STASIUN I
STASIUN II
E
T
E
T
E
T
E
T
30.9
0
11.1
0
23.9
0
19.4
0
10.65
0
0
25.4
0
32.6
0
17.3
0
9.41
STASIUN III
STASIUN IV
Rata-Rata
1
Telescopium-telescopium
2
Cerithidea cingulata
3
Littorina melanostoma
10.9
0
0.79
21.1
0
40
0
23.3
12.01
4
Littorina scabra
9.09
66.7
7.94
11.5
0
60
6.12
13.3
21.83
5
Terebralia Sulcata
49.1
0
32.5
0
43.5
0
31.6
0
19.59
6
Chicoreus capucinus
0
33.3
14.3
67.3
0
0
25.5
43.3
22.96
7
Sphaerassiminea miniata
0
0
7.94
0
0
0
0
20
3.49
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013 Nilai rata-rata Gastropoda yang
cangkang tebal dan berat, sehingga apabila
memiliki indeks kelimpahan tertinggi yaitu
mendapat
Chicoreus capucinus dengan nilai 67,3%
berlindung serta tetap ditempat, dimana
dan yang terendah Littorina melanostoma
banyak ditemukan pada daerah permukaan
dengan nilai 0,79%. Hasil yang diperoleh
berlumpur maupun batang mangrove.
dapat
jenis Gastropoda lainnya. Hal ini sesuai
D. Parameter Lingkungan Spesies Gastropoda di Ekosistem Mangrove Desa Lamu Pengukuran parameter lingkungan
dengan pendapat Rangan (2000), suatu
berupa suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH
spesies
apabila
air dan pH tanah dilakukan bersamaan
ditemukan individunya dalam jumlah yang
dengan pengambilan sampel. Hasil dari
sangat
pengukuran
dilihat
bahwa
jenis
Chicoreus
capucinus lebih melimpah dibandingkan
dinyatakan
banyak
melimpah
dibandingkan
dengan
individu dari spesies lainnya.
(2012) bahwa
capucinus
melimpah
jenis
Chicoreus
disebabkan
oleh
adaptasai hidup yang lebih dibanding jenis yang lain
karena
jenis
ini
memiliki
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
mudah
masing-masing
disajikan pada Tabel 3.
Menurut Kurniawan (2007) dalam Nento
gangguan
untuk
parameter
9
Tabel 3. Parameter Lingkungan di Lokasi Penelitian No
Parameter Lingkungan Suhu (°C) Salinitas (‰) DO (Mg/L) pH air pH Tanah
I 29.2 29.5 6.2 7.2 6
II 1 31 2 30 3 5.7 4 7.6 5 8 Lumpur 6 Substrat Lumpur berpasir Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2013
STASIUN III 29 28.9 6.6 7.2 6
Ratarata 30.1 29.1 5.9 7.2 7
IV 31.5 28 5 7 8 Lumpur berpasir
lumpur
Suhu
adalah 25 - 32°C. Jadi, hasil pengukuran
Berdasarkan hasil pengukuran suhu
suhu di eksosistem mangrove Desa Lamu
yang dilakukan di lokasi penelitian, terlihat
yang diperoleh dapat dikatakan normal
adanya perbedaan suhu pada setiap stasiun.
untuk kehidupan Gastropoda.
a.
Hasil pengukuran suhu tertinggi terdapat
Suhu
merupakan
salah
satu
pada stasiun II dan IV dengan nilai suhu
parameter penting dalam pertumbuhan dan
pada stasiun II 31°C dan stasiun IV 31,5°C.
perkembangan
untuk stasiun I dan III memiliki nilai
organisme
kisaran suhu yang relative rendah, dimana
dipengaruhi oleh faktor fisika tempat
untuk suhu pada stasiun I 29,2°C dan
hidupnya. Perubahan suhu dapat menjadi
stasiun III 29°C. Hal ini disebabkan karena
syarat bagi organisme untuk memulai dan
waktu pengukuran suhu yang berbeda.
mengakhiri berbagai aktifitas (Nybaken,
Stasiun I dan stasiun III pengukuran suhu
1992).
dilakukan pada saat pagi hari, sedangkan
b.
stasiun II dan stasiun IV pengukuran suhu
Gastropoda.
dalam
suatu
Kehidupan ekosistem
Salinitas Salinitas
merupakan
nilai
yang
dilakukan siang hari. Kondisi cuaca yang
menunjukan banyaknya kandungan garam-
semakin panas mempengaruhi kenaikan
garam
suhu.
perairan
mineral yang
yang menyusun ikut
suatu
mempengaruhi
Odum (1996), menjelaskan bahwa
kehidupan Moluska (Gastropoda) pada
secara umum kisaran suhu yang ideal untuk
hutan mangrove (Nybakken, 1992). Hasil
pertumbuhan Gastropoda pada umumnya
pengukuran yang diperoleh, nilai salinitas
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
10
tertinggi pada stasiun II dengan nilai
makanan yang diperlukan untuk kehidupan
salinitas 30‰, stasiun I 29,5‰, stasiun III
organisme itu sendiri. Oksigen terlarut
memiliki nilai salinitas 28,9‰ dan stasiun
(DO)
IV memiliki nilai salinitas 28‰.
menunjukan
Tingginya
nilai
salinitas
pada
stasiun I dan stasiun II diduga karena
merupakan
suatu
banyaknya
nilai
yang
oksigen
yang
terkandung dalam setiap liter air laut (Nybakken, 1992).
stasiun ini berada pada hilir sungai Lamu
Berdasarkan
hasil
pengukuran
sehingga pengaruh air laut naik sangat
oksigen terlarut pada Tabel 6 diperoleh
tinggi. Selain itu juga terjadinya penurunan
kandungan oksigen terlarut pada stasiun I
salinitas dipengaruhi oleh kondisi cuaca
dengan nilai 6,2 mg/L untuk stasiun III 6,6
yang panas pada saat pengukuran. Hal ini
mg/L, stasiun II dengan nilai 5,7 mg/L dan
sesuai dengan pernyataan Odum (1996),
stasiun IV 5 mg/L. Terjadinya penurunan
bahwa cahaya matahari yang diserap oleh
oksigen terlarut dipengaruhi oleh adanya
badan air akan menghasilkan panas di
kenaikan suhu. Pada stasiun IV hasil
perairan, sehingga cahaya matahari akan
pengukuran suhu 290 C dan distasiun IV
meningkatkan salinitas perairan.
31,50 C.
Carley
(1998)
dalam
Dharma
Rumalutur
(2004)
menjelaskan
(1992) menjelaskan, salinitas yang layak
bahwa meningkatnya suhu menyebabkan
untuk kehidupan Gastropoda berada pada
kandungan oksigen berkurang. Tinggi atau
kisaran 28 - 34‰. Hasil pengukuran
rendahnya oksigen terlarut dalam lokasi
salinitas di ekosistem mangrove Desa Lamu
penelitian
tidak
ditiap stasiun berkisar 28-30‰. Hal ini
kandungan
oksigen
terlarutnya
menunjukan bahwa kisaran tesebut masih
dikatakan
layak
untuk
dalam keadaan baik dan layak untuk
Gastropoda. Konsentrasi oksigen terlarut
kehidupan Gastropoda.
untuk kehidupan Gastropoda berada pada
c.
kisaran 5 - 8mg/L (Odum, 1996).
DO (Dissolved Oxygen) Oksigen
faktor
yang
merupakan sangat
salah
penting
satu
d.
berpengaruh
karena masih
kehidupan
pH Air
untuk
pH air memegang peranan penting
menunjang kehidupan organisme karena
di perairan karena dapat mempengaruhi
berkaitan erat dengan proses metabolisme
pertumbuhan
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
organisme
yang
berada
11
diperairan tersebut (Nybakken, 1992). Hasil
lokasi penelitian ini masih dikatakan layak
pengukuran pH air pada lokasi penelitian
untuk kelangsungan hidup dan reproduksi
dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa stasiun
Gastropoda.
pengamatan yang memiliki nilai pH air
f.
tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 7,6.
Substrat Berdasarkan
hasil
pengamatan
Stasiun I dan stasiun III memiliki nilai pH
langsung kondisi substrat yang terdapat di
air yang relative sama yaitu 7,2 dan pada
lokasi penelitian stasiun I dan III memiliki
stasiun IV 7. Kisaran pH air untuk
tipe substrat berlumpur, sedangkan stasiun
kehidupan Gastropoda dari hasil yang
II dan IV memiliki tipe substrat lumpur
diperoleh pada pengukuran masih dikatakan
berpasir.
layak untuk kehidupan Gastropoda di
Rangan (2000) menjelaskan bahwa
ekosistem mangrove. Gasper (1990) dalam
kondisi substrat berpengaruh pada susunan
Odum
bahwa
fauna di ekosistem mangrove karena ada
Gastropoda membutuhkan pH air antara
jenis Gastropoda yang lebih menyukai
6,5 - 8,5 untuk kelangsungan hidup dan
kondisi substrat berpasir, kondisi substrat
reproduksi.
lumpur berpasir ataupun keduanya. Kondisi
e.
substrat
(1996)
menjelaskan
pH Tanah Gastropoda
pada
umumnya
berpengaruh
perkembangan
komunitas
terhadap Gastropoda
membutuhkan pH tanah antara 6 - 8,5 untuk
dimana substrat yang terdiri dari lumpur
kelangsungan
dan pasir berlumpur merupakan substrat
(Gasper,
1990
hidup dalam
dan
reproduksi
Odum,
1996).
yang disenangi oleh Gastropoda.
Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 3 untuk pH tanah tertinggi terdapat pada
KESIMPULAN DAN SARAN
stasiun II dan stasiun IV dengan nilai
Berdasarkan
relative sama yaitu 8 dan stasiun I dan III
disimpulkan bahwa :
dengan nilai relative sama yaitu 6. Effendi
1. Jenis-jenis Gastropoda yang ditemukan
(2003) menjelaskan bahwa penurunan pH
di eksosistem mangrove Desa Lamu
tanah mungkin dipengaruhi oleh kedalaman
Kecamatan
tanah maupun substrat yang terdapat pada
Boalemo ada 7 jenis yaitu Telescopium-
lokasi penelitian. Kisaran pH tanah pada
telescopium,
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
hasil
penelitian
Tilamuta
Cerithidea
dapat
Kabupaten
cingulata,
12
Littorina
melanostoma,
Littorina
scabra, Terebralia sulcata, Chicoreus capucinus,
dan
Sphaerassiminea
miniata. 2. Nilai
indeks
keanekaragaman
Gastropoda di ekosistem mangrove Desa Lamu masuk dalam kategori tingkat keanekaragaman sedang. 3. Nilai
indeks
kelimpahan
dan
terendah
spesies
Littorina melanostoma (epifauna). 4. Parameter lingkungan terukur masih berada pada kondisi yang baik untuk kehidupan Gastropoda SARAN 1. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang organisme yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove di Desa Lamu, sehingga
mempermudah
dalam
perencanaan pengelolaan kedepan. 2. Perlu pengelolaan kawasan perairan Desa
Lamu
sehingga
khususnya
dapat
tetap
3. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 4.
tertinggi
dimiliki spesies Chicoreus capucinus (treefauna)
2. Dharmawan, A. 1995. Studi Komunitas Moluska Di Hutan Mangrove Laguna Segara Anaka Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.Tesis. Universitas Gadjah Madah. Yogyakarta.
mangrove, lestari
dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA 1. Dharma, B. 1992.Siput dan kerang Indonesia.Indonesian shells I. Verlgcusta Hemmen. Wiesbaden. Germany.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.
5. Kusrini, D. M. 2000. Komposisi dan Struktur Komunitas Keong Pottamididae di Hutan Mangrove Teluk Harun Kecamatan Padang Cermin, Naputen Lampung Selatan. Skripsi. Departemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor 6. Nento, R. 2012. Kelimpahan, Keanekaragaman, dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. 7. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 8. Nybakken, 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT . Gramedia. Jakarta. 9. Odum. 1996. Dasar-dasar Ekologi.Edisi ketiga. Gajah Mada Universitas press. Yogyakarta. 10. Rangan, J. 2000. Struktur dan apologi Komunitas Gastropoda pada Zona
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan
13
Hutan Mangrove Perairan Kulu Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.Skripsi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 11. Rumalutur, F. 2004. Komposisi jenis Gastropoda pada komunitas hutan mangrove dipulau temani dan pulau raja, desa gita, kabupaten halmahera tengah, maluku utara. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Tesis. Universitas Yogyakarta.
Gadjah
Mada.
13. Susetiono. 2005. Krustacea dan Mollusca Mangrove Delta Mahakam. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Jakarta. 14. Suwondo, E. Febrita., F. Sumanti. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove Di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat.
12. Sahami, F. 2003. Struktur Komunitas Bivalvia Di Wilayah Estuari Sungai Donan dan Sungai Sapuregel Cilacap.
1) Mahasiswa S1. Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan 2) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan 3) Dosen Jurusan Teknologi Perikanan