Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
Keadaan Mirip epilepsi Hardiono Pusponegoro Pendahuluan Dalam menegakkan diagnosis epilepsi, sering timbul keraguan, apakah benar gejala paroksismal tersebut merupakan epilepsi? Pada anak, banyak ditemukan berbagai non-epileptic paroxysmal disorders, yang sering menyebabkan salah diagnosis sebagai epilepsi.1,2 Kesalahan diagnosis biasanya disebabkan anamnesis yang kurang teliti, salah interpretasi bentuk serangan, adanya riwayat kejang demam sebelumnya, adanya riwayat epilepsi pada keluarga, dan kesalahan pembacaan elektroensefalografi (EEG). Kesalahan diagnosis epilepsi akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari, kehidupan sekolah dan sosial anak, serta dapat mengakibatkan efek samping obat antiepilepsi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai berbagai keadaan yang mirip epilepsi, serta beberapa kesalahan pembacaan EEG. Angka kejadian Salah diagnosis sebagai epilepsi sering ditemukan. Di antara 223 kasus yang dirujuk ke pusat epilepsi di Denmark, ternyata 39% di antaranya bukan merupakan epilepsi.3 Sebanyak 86% di antaranya sudah mendapat obat anti epilepsi.3 Penyebab salah diagnosis yang sering ditemukan adalah episode melamun atau day-dreaming, serangan psikogenik, sinkop, parasomnia, hiperventilasi atau serangan panik, breath-holding spells, migren, narkolepsi, vertigo, dan gangguan gerak.4-6 Pengalaman pribadi di Indonesia, masturbasi dan sindrom Tourette juga menyebabkan kesalahan diagnosis. Tabel 1. Keadaan mirip epilepsi pada anak Keadaan mirip epilepsi pada neonatus 1,7 • Apnea berulang
121
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
• Jitteriness • Benign neonatal sleep myoclonus • Hyperexplexia Keadaan mirip epilepsi pada anak beumur 1 bulan sampai 2 tahun 1,2 • Breath holding spells, pucat dan sianotik • Shuddering attacks • Sindrom Sandifer Keadaan mirip epilepsi pada anak dan remaja 1,8 • Migren • Benign paroxysmal vertigo • Serangan bengong atau melamun • Psychogenic nonepileptic seizure • Sinkop • Gangguan gerak • Tic dan sindrom Tourette • Gangguan tidur: Sleep walking, night terrors, confusional arousal Keadaan mirip epilepsi pada neonatus Apnea Merupakan pola napas abnormal dengan jeda intermiten 3-6 detik, sering disusul hiperpnea 10-15 detik.1 Pada bayi prematur, apnea disebabkan karena pusat pernapasan belum berkembang sempurna. Apnea yang merupakan kejang selalu disertai fenomena lain misalnya gerakan mata, berkedip-kedip, perubahan denyut jantung dan pernafasan. Saat terjadi apnea dapat ditemukan bradikardi, tetapi tidak pernah takikardi.7 Tekanan darah, suhu dan warna kulit tidak berubah. Keadaan ini dapat menetap sampai umur 40 minggu. Pada bayi cukup bulan, apnea 10-20 detik selalu disertai penurunan denyut jantung sebanyak 20%.1 Apnea pada bayi lebih besar dapat merupakan tanda sudden infant death syndrome dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.7 Jitteriness Biasanya dicetuskan oleh sentuhan atau suara keras pada saat anak terjaga.7 Gerakan seperti bergetar dengan amplitudo dan frekuensi yang sama. Dapat
122
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
dihentikan dengan menghilangkan pencetus, menenangkan anak, atau melakukan fleksi ekstremitas. Benign sleep myoclonus, benign nocturnal myoclonus, benign neonatal sleep myoclonus Selalu terjadi saat bayi tidur. Berupa gerakan jari, pergelangan dan siku berulang. Dapat terjadi multifokal, dan serangan dapat berlangsung sampai 2030 menit.9 Serangan berhenti apabila bayi terbangun atau dengan menahan gerakan.7 Keadaan ini menghilang sendiri dalam 6 bulan. 1,9 Hyperexplexia (stiff baby syndrome, startle disease) Ditandai trias kekakuan menyeluruh, mioklonus nokturnal, dan refleks startle berlebihan. Terjadi saat terjaga atau mendapat stimulus suara atau sentuhan. Serangan dapat dihentikan dengan fleksi leher atau panggul. Bila terjadi pada anak yang sudah bisa berjalan, dapat menyebabkan terjatuh bila ada stimulus emosional, terkejut, atau stimulus sensoris. Sensitivitas terhadap stimulus sensoris dapat menetap sehingga mengganggu aktivitas sosial anak.7 Hyperexplexia dapat diobati dengan klonazepam.7 Keadaan mirip epilepsi bayi 1 bulan – 2 tahun Breath-Holding Spells (Serangan napas-terhenti sejenak) Beberapa peneliti menganggap bahwa Breath holding spells (BHS) termasuk dalam klasifikasi sinkop.1,10 Sebanyak 80-90% kasus mengalami serangan pertama sebelum berumur 18 bulan. Breath Holding Spells sembuh sendiri pada umur 4 tahun. Patogenesis tidak jelas, mungkin disebabkan disfungsi susunan saraf otonom. Riwayat keluarga ditemukan pada 20-35% kasus dengan penurunan secara otosom dominan. Defisiensi besi sering ditemukan pada anak dengan BHS.7 Suplementasi besi dan pirasetam mungkin dapat mengurangi serangan. 7,11 Breath Holding Spells terdiri dari jenis sianotik (cyanotic breath-holding spells) dan jenis pucat (pallid breath-holding spells). BHS jenis pucat lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan jenis sianotik. Umumnya anak hanya mengalami satu jenis serangan saja, tetapi 20% kasus dapat mengalami keduanya. 123
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
BHS jenis sianotik. Serangan diawali marah, takut, sakit, frustasi atau benturan ringan. Lalu anak menangis kuat sebentar, kemudian menahan napas saat ekspirasi. Anak menjadi sianosis, tidak sadar, lemas atau dapat juga kaku seluruh tubuh, kadang-kadang diikuti 2-3 sentakan klonik dan mata membalik ke atas, kemudian anak bernapas lagi dan sadar.7 BHS jenis pucat. Terjadi akibat benturan kepala, lalu anak tiba-tiba menjadi pucat, tidak sadar dan lemas. Sesudah lemas kemudian tubuh menjadi kaku atau opistotonus dan terkadang disertai sentakan klonik lengan dan mata melirik ke bawah. BHS jenis pucat terjadi akibat bradikardia dan refleks asistole singkat yang menyebabkan terangsangnya refleks vagal.7 Sindrom Sandifer Berupa bangkitan opistotonus dan tonik yang disebabkan refluks gastroesofageal.7,12 Dapat terlihat apnea, bengong dan sentakan ekstremitas. Anak terlihat iritabel dan menangis, mengalami tortikolis dan postur distonik.13 Sindrom Sandifer disebabkan karena rasa nyeri pada esofagus karena refluks. Seringkali terjadi dalam 30 menit setelah mulai makan. Pengobatan refluks akan mengurangi serangan.7 Anak dengan palsi serebral lebih sering mengalami refluks, akibatnya lebih sering mengalami sindrom Sandifer dan mengalami salah diagnosis sebagai epilepsi. Benign myoclonus of infancy Disebut juga sebagai benign nonepileptic infantile spasms. Manifestasi dapat berupa mioklonus, spasme tonik, atau shuddering. Spasme muncul dalam bentuk klaster, sering pada saat makan. Awitan umur 3-8 bulan, menjadi berat dalam beberapa bulan, lalu berkurang, sampai akhirnya hilang pada umur 2-3 tahun. Sering sulit membedakannya dengan spasme infantil dan epilepsi. Biasanya terjadi pada saat anak sadar, dan anak tetap sadar. Perkembangan dan EEG normal.7 Shuddering attacks Merupakan tremor cepat dari kepala, bahu dan tubuh, seperti menggigil. Bila sedang duduk, anak miring ke satu sisi atau terjatuh. Bangkitan dapat terjadi beberapa detik, dan beberapa kali sehari. Sering terjadi waktu anak sedang
124
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
makan, tidak pernah waktu anak sedang tidur atau sedang digendong. Perkembangan anak dan EEG normal.7 Keadaan mirip epilepsi pada anak dan remaja Benign Paroxysmal Vertigo Ditandai episode kehilangan keseimbangan berulang. Anak ketakutan, bergoyang-goyang, berpegangan pada sesuatu. Dapat disertai nistagmus, berkeringat, mual, muntah. Anak besar mengeluh merasa berputar. Serangan berlangsung beberapa menit, dan anak tetap sadar. Bisa muncul beberapa kali sehari, selama beberapa hari, lalu hilang, dan muncul kembali.2 Keadaan ini sembuh sebelum anak berumur umur 5 tahun. Penyebab tidak diketahui. Sinkop kardiovaskular atau sinkop vasovagal Sinkop adalah kehilangan kesadaran dan tonus postural mendadak yang bersifat sementara karena malfungsi serebral sementara yang difus. Pada anak, sebagian besar sinkop adalah vasovagal. Pencetus adalah keadaan yang mengganggu pengisian ventrikel, misalnya melihat darah, nyeri, berdiri lama, lingkungan panas, mandi air panas, atau tekanan emosi.14 Sinkop selalu terjadi pada saat anak berdiri. Anak mengalami gejala prodromal berupa pucat, keringat dingin, kepala terasa ringan, mual, pandangan gelap, lalu jatuh dan tidak sadar. Nadi menjadi kecil dan lambat, yang kembali normal sebelum anak sadar kembali. Kadang dapat terlihat kejang tonik sebentar.8 Pucat atau berkeringat selama atau sesudah serangan mengarah ke sinkop. Gejala mual tidak diskriminatif karena dapat ditemukan pada sinkop dan epilepsi. Ada tidaknya kelainan jantung harus dievaluasi mendetail. Dapat ditemukan aritmia jantung pada anak. Suatu keadaan yang disebut sebagai long QT syndrome dapat disertai sinkop dan dapat menyebabkan kematian mendadak.15,16 Serangan non-epileptik psikogenik Gejala yang dapat membedakannya dari epilepsi adalah durasi yang lama, tidak pernah terjadi waktu tidur, perjalanan penyakit yang berfluktuasi, gerakan asinkron, gerakan pelvis, gerakan kepala ke kiri dan kanan, menutup mata saat serangan, menangis saat serangan, ingat dan mengetahui apa yang terjadi saat serangan, dan tidak adanya gejala bingung pasca serangan. Serangan hampir
125
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
selalu terjadi bila ada orang lain di sekitarnya.17 Serangan non-epileptik psikogenik sering disertai berbagai gangguan psikiatrik. Migren Pada anak, migren dapat menujukkan manifestasinya dalam beberapa bentuk, yaitu migren tanpa aura (common migraine), migren dengan aura (classic migraine), dan sindrom periodik yang merupakan prekursor migren. Migren ditemukan pada 10% anak berumur 5-15 tahun. Sebanyak 80-90% penderita mempunyai orang tua yang juga mengalami migren. Nyeri kepala merupakan ciri khas migren, namun epilepsi juga dapat disertai nyeri kepala pasca kejang. Aura visual dapat pula ditemukan pada epilepsi lobus oksipital. Gejala motor dan kehilangan kesadaran jarang sekali ditemukan pada migren.8 Muntah berulang (cyclic vomiting) Sering terjadi pada anak berumur 3-6 tahun. Ditandai serangan mual dan muntah yang berulang, tidak terduga dan berlangsung selama beberapa jam atau hari. Dapat disertai sakit perut, diare, sakit kepala, demam ringan, takikardia dan hipertensi. Serangan lebih sering pada malam atau pagi hari. Serangan berlangsung antara 6 jam sampai 48 jam. Pencetus didapatkan pada 80% penderita berupa faktor emosi. Keadaan ini harus dibedakan dengan sindrom Panayiotopoulos, suatu epilepsi yang sering disertai muntah.18 Masturbasi infantil Dapat ditemukan sejak anak berumur 2 bulan. Sebagian besar terjadi pada umur 4 tahun sampai masa remaja. Aktifitas masturbasi pada bayi dan anak sulit dikenali karena sering dilakukan tanpa merangsang genital. Gejala tersering adalah anak berbaring kemudian merapatkan atau menyilangkan pahanya, kedua pahanya digerak-gerakan atau digoyang-goyangkan ke depan dan belakang, sampai berkeringat. Mata terpejam, setelah itu tampak lemas, lalu tertidur atau bermain kembali. Bentuk masturbasi yang lain misalnya menekannekankan kemaluan pada seseorang atau suatu benda misalnya guling atau meja, tangan satu memegang kemaluannya, sedangkan tangan lain diangkat ke atas atau berpegangan, sambil bergerak-gerak dan matanya melotot, berkeringat, setelah itu tampak lemas dan selesai. Berbeda dengan epilepsi, penderita tetap sadar dan marah atau menangis bila kegiatannya dihentikan.19,20 126
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
Kelainan ini tidak berbahaya, tidak perlu pengobatan, dan biasanya akan berhenti sendiri. Diagnosis dapat ditegakkan semata-mata dengan pengamatan tanpa perlu pemeriksaan penunjang lain. Tic dan sindrom Tourette Tic adalah gerakan involunter yang berulang. Tic sederhana merupakan gerakan singkat mendadak yang melibatkan kelompok otot tertentu, dan terjadi berulang-ulang. Gerakan dapat berupa gerakan kepala, mata berkedip-kedip, menyeringai, mengendus, gerakan tangan, bahu atau tubuh yang berulang dan penderita tetap sadar. Serangan lebih sering terjadi bila penderita emosi. Pada tic kompleks terlihat gerakan beruntun yang melibatkan beberapa kelompak otot dan manifestasinya sangat berat. Manifestasi tic kompleks dapat berupa melompat, mencium obyek, menyentuh hidung, menyentuh orang lain secara berlebihan dan tidak pada tempatnya.21 Tic motor berat harus dibedakan dari Juvenille myoclonic epilepsy. Sindrom Tourette adalah tic motor disertai tic suara yang sudah berlangsung sangat lama. Pada umumnya tic, terutama tic motor ringan, tidak membutuhkan pengobatan. Tic motor kompleks dan sindrom Tourette menyebabkan gangguan akademis dan sosialisasi sehingga perlu pengobatan. Beberapa obat dapat mengurangi gejala misalnya aripiprazole, haloperidol, klonasepam atau klonidin.22 Gangguan Tidur Gangguan tidur atau parasomnia adalah fenomena motor, otonom atau pengalaman yang tidak dikehendaki yang terjadi selama tidur. Beberapa jenis gangguan tidur dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai epilepsi. Confusional arousals Sering ditemukan pada anak berumur 3-5 tahun. Prevalensi adalah 17,3%.23 Anak duduk di tempat tidur, mengeluh atau menangis, mengucapkan kata “tidak” atau “pergi,” tampak sangat stress, dan tidak dapat ditenangkan. Tidak ada berkeringat, wajah kemerahan, atau gerakan motor stereotipik. Keesokan harinya anak bangun dalam keadaan segar, tanpa ingat apa yang terjadi. Night terror Ditemukan pada anak berumur 4-12 tahun. Anak terbangun dan berteriak, muka merah, takikardi dan berkeringat. Anak dapat melompat dari tempat 127
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
tidur, dan tidak bereaksi terhadap usaha menenangkannya. Saat terbangun keesokan harinya, anak tidak tahu apa yang terjadi.23 Nightmares atau mimpi buruk Mimpi buruk menyebabkan anak terbangun, dan dapat mengingat mimpinya. Sering ditemukan pada anak dengan post-traumatic stress disorder.23 Sleep paralysis Serangan berbentuk atonia dan paralisis otot skeletal transien sehingga anak tidak bisa bergerak.23 Hampir semua orang pernah mengalami sleep paralysis yang disebut sebagai “ketindihan.” Selama serangan sebenarnya anak tetap terjaga dan waspada terhadap lingkungannya. Anak juga dapat mengalami halusinasi seperti merasa ada seseorang didekatnya, merasa ada tekanan pada dada, atau mendengar langkah kaki. Terapi dapat dilakukan dengan antidepresan trisiklik dosis rendah, klonidin, atau klonazepam.23 Kesalahan menginterpretasi EEG Spesifisitas pemeriksaan EEG adalah 77,2%, sehingga tetap ada risiko salah diagnosis walaupun sudah dilakukan pemeriksaan EEG.24 Berbagai gambaran EEG dapat menyebabkan salah diagnosis, misalnya gambaran phase reversal, irama dasar yang berbentuk gelombang tajam, wicket spikes, hypnagogic hypersynchrony, perlambatan yang diinduksi hipervantilasi, small sharp spikes, dan lain-lain.25 Dokter anak tidak dibekali keterampilan membaca EEG sehingga sering menyulitkan diagnosis. Kesimpulan Banyak sekali non-epileptic paroxysmal disorders pada anak yang harus diingat agar tidak terjadi salah diagnosis. Rekaman EEG yang baik dan interpretasi yang tepat juga membantu dalam mencegah salah diagnosis. Salah diagnosis juga harus dipikirkan bila suatu epilepsi resisten terhadap pengobatan. Beberapa guidelines mengharuskan penegakkan diagnosis epilepsi oleh dokter yang memang kompeten, tetapi hal ini sulit dilaksanakan di Indonesia karena kurangnya tenaga.
128
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
Daftar rujukan 1. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. A signs and symptoms approach. 6th. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009 2. Nguyen TT, Kaplan PW, Wilfong A. Nonepileptic paroxysmal disorders in children. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2012 3. Chowdhury FA, Nashef L, Elwes RD. Misdiagnosis in epilepsy: a review and recognition of diagnostic uncertainty. Eur J Neurol. 2008;15:1034-42 4. Uldall P, Alving J, Hansen LK, Kibaek M, Buchholt J. The misdiagnosis of epilepsy in children admitted to a tertiary epilepsy centre with paroxysmal events. Arch Dis Child. 2006;91:219-21 5. Perrig S, Jallon P. Is the first seizure truly epileptic? Epilepsia. 2008;49 Suppl 1:2-7 6. Aylward RL. Epilepsy: a review of reports, guidelines, recommendations and models for the provision of care for patients with epilepsy. Clin Med. 2008;8:433-8 7. Nguyen TT, Kaplan PW, Wilfong A. Nonepileptic paroxysmal disorders in infancy. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2012 8. Nguyen TT, Kaplan PW. Nonepileptic paroxysmal disorders in adolescents and adults. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2012 9. Fejerman N. Nonepileptic disorders imitating generalized idiopathic epilepsies. Epilepsia. 2005;46 Suppl 9:80-3 10. Stephenson JB. Clinical diagnosis of syncopes (including so-called breathholding spells) without electroencephalography or ocular compression. J Child Neurol. 2007;22:502-8 11. Sawires H, Botrous O. Double-blind, placebo-controlled trial on the effect of piracetam on breath-holding spells. Eur J Pediatr. 2012;171:1063-7
129
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
12. Lehwald N, Krausch M, Franke C, Assmann B, Adam R, Knoefel WT. Sandifer syndrome--a multidisciplinary diagnostic and therapeutic challenge. Eur J Pediatr Surg. 2007;17:203-6 13. Kabakuş N, Kurt A. Sandifer Syndrome: a continuing problem of misdiagnosis. Pediatr Int. 2006;48:622-5 14. Sabri MR, Mahmodian T, Sadri H. Usefulness of the head-up tilt test in distinguishing neurally mediated syncope and epilepsy in children aged 520 years old. Pediatr Cardiol. 2006;27:600-3 15. Omichi C, Momose Y, Kitahara S. Congenital long QT syndrome presenting with a history of epilepsy: misdiagnosis or relationship between channelopathies of the heart and brain? Epilepsia. 2010;51:289-92 16. Coleman B, Salerno JC. Causes of syncope in children and adolescents. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2013 17. Ettinger AB. Psychogenidc non epileptic seizures. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2013 18. Parisi P, Villa MP, Pelliccia A, Rollo VC, Chiarelli F, Verrotti A. Panayiotopoulos syndrome: diagnosis and management. Neurol Sci. 2007;28:72-9 19. Nechay A, Ross LM, Stephenson JB, O'Regan M. Gratification disorder ("infantile masturbation"): a review. Arch Dis Child. 2004;89:225-6 20. Yang ML, Fullwood E, Goldstein J, Mink JW. Masturbation in infancy and early childhood presenting as a movement disorder: 12 cases and a review of the literature. Pediatrics. 2005;116:1427-32 21. Jankovic J, Kurlan R. Tourette syndrome: evolving concepts. Mov Disord. 2011;26:1149-56 22. Eddy CM, Rickards HE, Cavanna AE. Treatment strategies for tics in Tourette syndrome. Ther Adv Neurol Disord. 2011;4:25-45
130
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI
23. Kotagal S. Sleepwalking and other parasomnias in children. In: Basow DS, editor(s). UpToDate. Waltham: UpToDate; 2012 24. Stroink H, van Donselaar CA, Geerts AT, Peters AC, Brouwer OF, Arts WF. The accuracy of the diagnosis of paroxysmal events in children. Neurology. 2003;60:979-82 25. Benbadis SR. The EEG in nonepileptic seizures. Journal of Clinical Neurophysiology. 2006;23:340
131