SNI 01-7255-2006
Kayu bentukan
Badan Standardisasi Nasional
ICS 79.040
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Standar Nasional Indonesia
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
SNI 01-7255-2006
Daftar isi
Prakata .................................................................................................................................... iii 1
Ruang lingkup .................................................................................................................... 1
2
Istilah dan definisi .............................................................................................................. 1
3
Singkatan ........................................................................................................................... 7
4
Klasifikasi ........................................................................................................................... 7
5
Persyaratan ..................................................................................................................... 10
6
Pengambilan contoh ........................................................................................................ 16
7
Cara uji ............................................................................................................................ 18
8
Syarat lulus uji ................................................................................................................. 28
9
Penandaan dan pengemasan.......................................................................................... 29
Bibliografi ............................................................................................................................... 30 Gambar 1 Kayu bentukan sederhana .................................................................................... 8 Gambar 2 Kayu bentukan hias (dekoratif) gambar ppn ddg berubah .................................... 8 Gambar 3 Contoh kayu bentukan utuh .................................................................................. 8 Gambar 4 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah panjang...................................... 9 Gambar 5 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah lebar .......................................... 9 Gambar 6 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah tebal........................................... 9 Gambar 7 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah tebal, arah lebar dan arah panjang ................................................................................................................. 9 Gambar 8
Sambungan tegak pada sambungan ujung ....................................................... 11
Gambar 9
Sambungan jari pada sambungan ujung ........................................................... 11
Gambar 10 Sambungan miring pada sambungan ujung ..................................................... 11 Gambar 11 Sambungan lidah dan alur pada sambungan ujung ......................................... 11 Gambar 12 Sambungan bangku pada sambungan ujung ................................................... 11 Gambar 13 Sambungan tegak pada sambungan sisi.......................................................... 12 Gambar 14 Sambungan jari pada sambungan sisi.............................................................. 12 Gambar 15 Sambungan miring pada sambungan sisi......................................................... 12 Gambar 16 Sambungan lidah dan alur pada sambungan sisi ............................................. 12 Gambar 17 Sambungan bangku pada sambungan sisi....................................................... 13 Gambar 18 Lokasi pengambilan potongan uji ..................................................................... 18 Gambar 19 Penampang kayu bentukan .............................................................................. 19 Gambar 20 Tempat pengukuran panjang lekang (delaminasi) dan garis rekat ................... 22 i
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
SNI 01-7255-2006
Gambar 21 Uji pahat ............................................................................................................ 23 Gambar 24 Cara pengukuran penembusan ........................................................................ 26 Tabel 1
Toleransi dimensi kayu bentukan .......................................................................... 13
Tabel 2
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan jati .............................................. 14
Tabel 3
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan kayu daun lebar selain jati ......... 15
Tabel 4
Syarat khusus mutu kayu bentukan dari kayu daun jarum .................................... 16
Tabel 5
Syarat lainnya mutu kayu bentukan ....................................................................... 16
Tabel 6
Jumlah kayu bentukan contoh .............................................................................. 16
Tabel 7
Pengujian kayu bentukan ....................................................................................... 17
ii
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Gambar 23 Contoh uji penembusan bahan pengawet ........................................................ 25
SNI 01-7255-2006
Prakata
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 79-01 Hasil Hutan Kayu yang telah dibahas dalam rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus nasional pada tanggal 6 Desember 2005 di Bogor.
iii
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Standar ini menggantikan SNI 01-5008.4-1999, Kayu bentukan (moulding) rimba Spesifikasi kayu bentukan untuk papan sambung dan bilah sambung; SNI 01-5008.8-1999, Kayu bentukan (moulding) jati - Spesifikasi lantai, dinding, pintu, meja taman, kursi taman dan jambangan bunga; dan SNI 01-5008.10-2001, Kayu bentukan (moulding) tusam.
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
SNI 01-7255-2006
Kayu bentukan
Ruang lingkup
Standar ini menetapkan syarat mutu dan cara uji kayu bentukan (moulding) sebagai pedoman pengujian kayu bentukan yang diproduksi dan beredar di Indonesia.
2
Istilah dan definisi
2.1 kayu bentukan (moulding) kayu bentukan (moulding) adalah kayu gergajian atau produk kayu yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga seluruh permukaannya halus dan satu atau lebih permukaan memanjangnya mempunyai alur dan atau pingul, berkadar air maksimum 16 % serta mempunyai tujuan penggunaan akhir yang jelas. Untuk sortimen yang berbentuk segitiga, setengah lingkaran dan lingkaran tidak harus diberi alur dan atau pingul pada permukaannya 2.2 alur (groove) lekuk memanjang pada permukaan kayu 2.3 alur mata kayu garis melintang serat pada permukaan kayu yang disebabkan oleh cacat mata kayu atau bekas mata kayu yang digergaji secara datar (flat sawing). Alur mata kayu dianggap cacat apabila sudah memutus serat 2.4 belah terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar celahnya lebih dari 6 mm, baik menembus atau tidak menembus permukaan lainnya 2.5 berat kering tanur berat yang diperoleh pada keadaan kering tanur (oven) 2.6 cacat suatu kelainan yang terdapat pada kayu yang dapat mempengaruhi mutu 2.7 cacat alami cacat bawaan dari bahan bakunya dan atau cacat yang disebabkan oleh faktor alam 2.8 cacat bentuk kelainan bentuk yang disebabkan antara lain oleh pengeringan dan cara menggergaji yang salah, terdiri dari; melengkung, membusur, memuntir dan mencawan 2.9 cacat teknis cacat yang disebabkan oleh faktor teknis dalam proses pengerjaan 1 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
1
SNI 01-7255-2006
2.11 doreng perubahan warna yang penampakannya pada kayu berwarna hitam kusam mengikuti lingkaran tumbuh dan merembet di sekitarnya 2.12 garis rekat pertemuan antara dua permukaan kayu yang direkat 2.13 gubal bagian kayu yang terdapat antara teras dengan kulit, biasanya berwarna lebih muda/ terang dari terasnya 2.14 jejak serpih (chips marks) cekung dangkal pada permukaan kayu yang disebabkan oleh adanya serpih yang tertinggal pada saat pengerjaan 2.15 jejak pisau (cutter marks) keadaan permukaan kayu bentukan akibat proses pengeratan kayu oleh pisau 2.16 kadar air jumlah kandungan air yang terdapat di dalam kayu, dinyatakan dalam persen 2.17 kantung damar/getah rongga yang terdapat di antara lingkaran tumbuh atau tempat lainnya di dalam kayu yang sebagian atau seluruhnya berisi damar/getah padat maupun cair 2.18 kayu bentukan contoh kayu bentukan yang diambil dari suatu partai dengan cara pengambilan contoh yang telah ditetapkan, sehingga dapat mewakili partai tersebut dalam pengujian 2.19 kayu bentukan eksterior kayu bentukan yang ikatan perekatnya tahan untuk penggunaan di luar ruangan 2.20 kayu bentukan interior kayu bentukan yang ikatan perekatnya tahan untuk penggunaan di dalam ruangan 2.21 kayu daun lebar (hard wood) kayu yang berasal dari pohon yang mempunyai biji tertutup dan umumnya mempunyai daun yang relatif lebar
2 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.10 lekang (delaminasi) celah yang terdapat pada garis rekat
SNI 01-7255-2006
2.23 kayu gergajian kayu yang digergaji atau dibelah memanjang, diiris atau dikuliti, diketam, diampelas atau end-jointed maupun tidak, dengan ketebalan melebihi 6 mm 2.24 kayu Jati kayu yang diperoleh dari pohon Jati (Tectona grandis, L.f) 2.25 kayu kurang kayu gergajian yang pada saat dilakukan pemeriksaan/pengujian mempunyai ukuran yang kurang dari ukuran baku 2.26 kayu pas kayu gergajian yang pada saat dilakukan pemeriksaan/pengujian mempunyai ukuran yang tepat sama dengan ukuran baku 2.27 kuku macan cacat pada kayu gergajian jati, berupa titik hitam yang berkelompok berasal dari cacat buncak-buncak pada kayu bundar; yang dimaksud 1 (satu) kelompok terdiri dari tiga titik atau lebih, asalkan masih dalam kotak yang berukuran 1 cm x 1 cm 2.28 kulit tersisip/kulit tumbuh kulit yang terkubur oleh kayu 2.29 lidah (tongue) tonjolan pada kayu sebagai pasangan dari alur (groove) dalam sistem sambungan lidah dan alur (tongue & groove) 2.30 luas permukaan luas permukaan kayu sebagai dasar perhitungan dan penilaian cacat 2.31 lubang gerek lubang yang disebabkan oleh serangga oleng-oleng, inger-inger atau penggerek lainnya, berdasarkan besarnya diameter dibagi menjadi: a) Lubang gerek kecil diameternya < 2 mm. b) Lubang gerek sedang, diameternya antara > 2 mm sampai dengan 5 mm. c) Lubang gerek besar, diameternya > 5 mm. Pada kayu Kapur (Dryobalanops sp) dan Cengal (Hopea sangal) lubang gerek kecil dianggap bukan cacat
3 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.22 kayu daun jarum (soft wood) kayu yang berasal dari pohon yang mempunyai biji terbuka dan umumnya mempunyai daun yang bentuknya seperti jarum
SNI 01-7255-2006
2.32.1 mata kayu lepas mata kayu yang sudah berlubang atau lepas 2.32.2 mata kayu sehat mata kayu yang bebas dari pembusukan dan pelapukan, berpenampang keras berwarna sama atau lebih tua dari pada warna kayu di sekitarnya
dan
2.32.3 mata kayu tidak sehat mata kayu yang sudah berubah warna dari warna aslinya, tetapi masih berpenampang keras 2.33 melengkung penyimpangan dari bentuk lurus pada arah tebal 2.34 membusur penyimpangan dari bentuk lurus pada arah panjang 2.35 mencawan penyimpangan dari bentuk lurus pada arah lebar 2.36 memuntir atau melintang penyimpangan dari bentuk lurus pada arah diagonal, apabila kayu tersebut diletakkan pada suatu permukaan yang datar dan rata, maka salah satu tepi sudutnya tidak bersentuhan dengan permukaan 2.37 more serat kayu jati dengan bentuk seperti berombak dan berpengaruh terhadap penampakan 2.38 noda cuaca perubahan warna kayu dari warna asli kayu yang disebabkan oleh cuaca seperti terbakar matahari dan air masuk 2.39 noda hangus (burn marks) perubahan warna kayu menjadi hitam/gelap akibat terlalu panasnya pisau karena kayu berhenti pada saat pembentukan 2.40 noda minyak perubahan warna kayu pada kayu tusam, yang biasanya berwarna lebih tua (coklat) akibat adanya minyak 4 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.32 mata kayu bagian dari cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu, penampang lintangnya berbentuk bulat atau lonjong
SNI 01-7255-2006
2.42 perekat suatu bahan yang dapat mengikat dua buah benda atau lebih melalui ikatan permukaan 2.43 pecah terbuka terpisahnya serat pada permukaan bontos yang lebar celahnya maksimum 6 mm dan menembus permukaan lainnya 2.44 pecah tertutup terpisahnya serat pada permukaan kayu hingga bontos yang lebar celahnya maksimum 6 mm dan tidak menembus permukaan lainnya 2.45 pengujian kayu suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis kayu, isi (volume) kayu dan mutu kayu 2.46 permukaan belakang permukaan kayu yang dalam pemasangannya terletak di bagian belakang atau di bagian yang tidak terlihat, biasanya bagian yang menempel pada kayu atau bagian lainnya 2.47 permukaan depan permukaan kayu yang dalam pemasangannya terletak di bagian luar atau di bagian yang terlihat. Permukaan depan dapat terdiri dari satu permukaan, dua permukaan, tiga permukaan atau empat permukaan 2.48 persyaratan cacat ketentuan mengenai jenis cacat, jumlah cacat, ukuran cacat, lokasi dan penyebaran cacat yang dipergunakan dalam penetapan mutu 2.49 perubahan warna timbulnya warna lain dari warna asli yang disebabkan oleh faktor luar seperti noda biru, noda hangus, noda minyak, noda perekat dan noda cuaca (terbakar matahari, air masuk) 2.50 pingul sudut yang tidak sempurna pada sepotong kayu gergajian, sehingga penampang lintangnya tidak merupakan segi empat lagi 2.51 lapuk keadaan kayu yang apabila tergores seratnya mudah lepas
5 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.41 partai kayu bentukan sejumlah kayu bentukan yang akan diperiksa mengenai kebenaran jenis, ukuran dan mutunya, yang berada di tempat asal pengiriman maupun di tempat tujuan
SNI 01-7255-2006
2.53 salah warna timbulnya warna lain dari warna asli yang disebabkan oleh sifat genetis dari pohon seperti doreng, alur hitam, alur minyak, bintik merah, kebiruan, kemerahan, kehijauan dan kecoklatan. 2.54 saluran getah saluran yang arahnya sejajar dengan jari-jari kayu, umumnya berwarna gelap. Pada kayu Pulai (Alstonia spp), Jelutung (Dyera spp) dan Jongkong (Dactylocladus stenostachys Oliv) saluran getah dianggap bukan cacat 2.55 serat berpadu arah serat yang tidak teratur/berlainan arahnya satu sama lain. 2.56 serat berombak permukaan kayu yang kasar disebabkan oleh penggergajian pada kayu yang berserat tidak teratur 2.57 serat mahkota arah serat yang berbentuk garis lengkung dari lingkaran tahun pada muka lebar, disebabkan oleh cara menggergaji 2.58 serat putus arah serat yang sebagian besar menyimpang dari arah sumbu, dengan penyimpangan mulai dari sisi panjang kayu dan berakhir pada sisi panjang kayu lainnya 2.59 serat terserpih (chipped grain) ketidakteraturan yang hampir tidak nampak pada permukaan kayu yang disebabkan oleh patah atau hancurnya partikel kayu di bawah garis potong 2.60 serat tersobek (torn grain) serat yang terbuka permukaan kayu karena keratan pisau dan apabila ditarik menimbulkan sobek yang makin besar 2.61 serat tertekan (compresssion failure) gangguan jaringan kayu akibat gaya tekan yang memperlemah jaringan tersebut 2.62 teras bagian kayu yang terletak antara hati dan gubal
6 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.52 retak terpisahnya serat pada permukaan kayu yang lebar celahnya ≤ 2 mm dan biasanya terputusputus disebabkan terutama oleh tegangan yang terjadi dalam proses pengeringan
SNI 01-7255-2006
2.64 toleransi batas penyimpangan yang masih diperkenankan 2.65 ukuran baku ukuran kayu yang telah ditetapkan atau disepakati sesuai dengan permintaan atau kontrak
3 Singkatan alh alm almk bh dmp lg lgb lgk lgkbc lgs lp mk mks mkts ml mt pb pd sgbc tmp
4
adalah alur hitam adalah alur minyak adalah alur mata kayu adalah buah adalah dua meter panjang adalah lubang gerek adalah lubang gerek besar adalah lubang gerek kecil adalah lubang gerek kecil dianggap bukan cacat adalah lubang gerek sedang adalah luas permukaan adalah mata kayumkl adalah mata kayu lepas adalah mata kayu sehat adalah mata kayu tidak sehat adalah muka lebar adalah muka tebal adalah permukaan belakang adalah permukaan depan adalah saluran getah dianggap bukan cacat adalah tiap meter panjang
Klasifikasi
4.1
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan kelompok jenis kayu
4.1.1 Kayu bentukan kayu daun lebar, terdiri dari kayu bentukan Jati dan kayu bentukan kayu daun lebar lainnya. 4.1.2
Kayu bentukan kayu daun jarum.
7 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2.63 tergerus (hit and miss) cacat pada permukaan kayu berupa gerusan yang berulang-ulang akibat lonjakan pisau
SNI 01-7255-2006
4.2
Kayu bentukan sederhana
Segi tiga
Gambar 1
4.2.2
1/2 lingkaran
Kayu bentukan sederhana
Kayu bentukan hias (dekoratif)
Papan dinding
Lis sudut plafon
Gambar 2
4.3 4.3.1
Lingkaran
Kayu bentukan hias (dekoratif) gambar ppn ddg berubah
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan asal bahan baku Kayu bentukan utuh yang bahan bakunya dari kayu gergajian utuh (Gambar 3).
Gambar 3 Contoh kayu bentukan utuh 4.3.2 Kayu bentukan rekatan yang bahan bakunya berasal dari hasil perekatan kayu gergajian, yang terdiri dari: a. Kayu bentukan hasil perekatan kayu gergajian ke arah panjang (Gambar 4).
8 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
4.2.1
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan bentuk
SNI 01-7255-2006
Garis rekat
Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah panjang
b. Kayu bentukan, hasil perekatan kayu gergajian ke arah lebar (Gambar 5). Garis rekat
Gambar 5
Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah lebar
c. Kayu bentukan hasil perekatan kayu gergajian ke arah tebal (Gambar 6). Garis rekat
Gambar 6 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah tebal d. Kayu bentukan hasil perekatan kombinasi ke arah tebal, lebar, dan ke arah panjang (Gambar 7). Garis rekat
Gambar 7 Contoh kayu bentukan hasil perekatan ke arah tebal, arah lebar dan arah panjang
9 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Gambar 4
SNI 01-7255-2006
4.4
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan mutu penampilan
4.4.2
Mutu penampilan kayu bentukan dapat ditetapkan berdasarkan:
a) Mutu penampilan permukaan depan CONTOH Mutu A pada permukaan depan dapat memenuhi persyaratan mutu A, sedangkan permukaan belakang memenuhi persyaratan mutu permukaan belakang.
b) Kombinasi antara mutu penampilan depan dengan mutu penampilan belakang CONTOH Mutu A/B, yaitu permukaan depan memenuhi persyaratan mutu A, sedangkan permukaan belakang memenuhi persyaratan mutu B.
4.5
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan mutu perekatan
4.5.1 Kayu bentukan eksterior, adalah kayu bentukan yang ikatan perekatnya tahan untuk penggunaan di luar ruangan. 4.5.2 Kayu bentukan interior, adalah kayu bentukan yang ikatan perekatnya tahan untuk penggunaan di dalam ruangan.
4.6
Klasifikasi kayu bentukan berdasarkan penggunaan bahan pengawet
4.6.1 4.6.2
5
Kayu bentukan yang menggunakan bahan pengawet Kayu bentukan tanpa bahan pengawet
Persyaratan
5.1 5.1.1
Syarat bahan baku dan pembuatan Ditetapkan permukaan depan dan permukaan belakangnya.
5.1.2 Bukan kayu kurang, kayu pas dan salah potong untuk menghindarkan cacat tidak terserut pada kayu bentukan serta pemborosan bahan baku. 5.1.3 Harus bebas dari lubang gerek besar, mata kayu tidak sehat, mata kayu lepas, pingul dan cacat bentuk. 5.1.4
Harus dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering udara.
5.1.5 Bahan baku kayu bentukan hasil perekatan harus menggunakan perekat yang sesuai dengan peruntukkannya. 5.1.6 Beberapa cara penyambungan kayu gergajian sebagai bahan baku kayu bentukan adalah sebagai berikut:
10 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
4.4.1 Klasifikasi berdasarkan mutu penampilan, yaitu: a) Kayu bentukan mutu A b) Kayu bentukan mutu B c) Kayu bentukan mutu C
SNI 01-7255-2006
5.1.6.1
Sambungan ujung (end jointed)
Gambar 8
Sambungan tegak pada sambungan ujung
b. Sambungan jari (finger joint) (Gambar 9).
Gambar 9
Sambungan jari pada sambungan ujung
c. Sambungan miring (scarf joint) (Gambar 10).
Gambar 10
Sambungan miring pada sambungan ujung
d. Sambungan lidah dan alur (tongue and groove) (Gambar 11).
Gambar 11
Sambungan lidah dan alur pada sambungan ujung
e. Sambungan bangku (Gambar 12).
Gambar 12
Sambungan bangku pada sambungan ujung
11 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
a. Sambungan tegak (butt joint) (Gambar 8)
SNI 01-7255-2006
5.1.6.2
Sambungan sisi (edge jointed)
Gambar 13
Sambungan tegak pada sambungan sisi
b. Sambungan jari (finger joint) (Gambar 14).
Gambar 14
Sambungan jari pada sambungan sisi
c. Sambungan miring (scarf joint) (Gambar 15).
Gambar 15
Sambungan miring pada sambungan sisi
d. Sambungan lidah dan alur (tongue and groove) (Gambar 16).
Gambar 16 Sambungan lidah dan alur pada sambungan sisi
12 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
a. Sambungan tegak (butt joint) (Gambar 13).
SNI 01-7255-2006
Gambar 17 Sambungan bangku pada sambungan sisi 5.1.7 Proses pembuatan kayu bentukan utuh dan hasil perekatan dikerjakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghasilkan bentuk dan ukuran yang dikehendaki dengan mutu terbaik.
5.2
Syarat jenis kayu
Jenis kayu harus sesuai dengan nama (species) atau marga (genus) atau kelompok jenis kayu yang tercantum dalam dokumen.
5.3 Syarat ukuran 5.3.1
Sistem satuan ukuran
Sistem satuan ukuran yang diterapkan adalah sistem satuan internasional (SI). 5.3.2
Alat ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dan menguji kayu bentukan, harus dikalibrasi oleh instansi yang berwenang. 5.3.3
Dimensi
Besarnya dimensi tebal, lebar dan panjang kayu bentukan, harus mempunyai ukuran lebih yang masih dalam toleransi dengan luas penampang maksimum 4000 mm2. Toleransi dimensi tebal, lebar dan panjang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Toleransi dimensi kayu bentukan
No. Ukuran baku 1 Tebal : ≤ 30 mm > 30 mm 2 Lebar : ≤ 80 mm > 80 mm 3 Panjang : ≤ 1,00 m > 1,00 m
13 dari 30
Toleransi ≤ 0,5 mm ≤ 1,0 mm ≤ 0,5 mm ≤ 1,0 mm ≤ 25 mm ≤ 50 mm
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
e. Sambungan bangku (Gambar 17).
SNI 01-7255-2006
5.4 Syarat mutu penampilan
b. Pada permukaan belakang; 1) Tidak diperkenankan cacat berupa: pecah terbuka, belah, retak/pecah pada lidah dan alur. 2) Diperkenankan cacat lain yang lebih jelek dari mutu C, asal tidak mempengaruhi penampilan permukaan depan serta masih sesuai dengan tujuan penggunaan akhir. 5.4.2
Syarat khusus
Syarat khusus mutu penampilan dikelompokkan menjadi: syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan dari kayu Jati, dari kayu daun lebar lainnya dan dari kayu daun jarum. 5.4.2.1
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan jati Tabel 2
No. 1
1.1
Macam cacat Cacat alami
1.2
Perubahan warna/ Alur minyak Doreng
1.3
Gubal
1.4
Salah warna
1.5
Kulit tumbuh
1.6
lgk
1.7
lgs
1.8 1.9
Lubang kapur mkl
1.10
mks
1.11
mkts
1.12
More
1.13
Warna kayu
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan jati Mutu A
Mutu B
Mutu C
≤ 10 % luas permukaan
Diperkenankan
Diperkenankan
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan 1 bh/tmp, didempul
Tidak diperkenankan
Diperkenankan
Tidak diperkenankan
Diperkenankan, asal lebar < 2 cm, pj < 15 cm Diperkenankan
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan 1 bh/tmp, ( ( 1/8 ml/mt, jarak ( 1,0 m Tidak diperkenankan Diperkenankan < 25 % luas permukaan Seragam
( 25 % luas permukaan Tidak diperkenankan 2 bh/tmp, didempul halus Tidak diperkenankan 2 bh/tmp, didempul halus Tidak diperkenankan 1 bh/tmp, ( ( ¼ ml/mt, jarak ( 1,0 m) Tidak diperkenankan Diperkenankan < 50 % luas permukaan Tidak dipersyaratkan 14 dari 30
Diperkenankan Diperkenankan, didempul halus Diperkenankan, didempul halus Diperkenankan ( ( 1/4 ml/mt, jarak ( 1,00 m, didempul halus ( ( 1/3 ml/mt, jarak ( 0,50 m ( ( 1/3 ml/mt, jarak ( 0,50 m, didempul halus Diperkenankan Tidak dipersyaratkan
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
5.4.1 Syarat umum a. Pada permukaan depan; 1) Tidak diperkenankan cacat berupa: serat putus, memuntir, lubang gerek besar ,pecah terbuka, belah, lapuk, hati dan tidak terserut. 2) Diperkenankan melengkung yang penyimpangannya ≤ 0,7 % panjang kayu, membusur yang apabila digunakan dapat diluruskan, serta mencawan yang penyimpangannya ≤ 1 % lebar kayu. 3) Kehalusan permukaan dinyatakan dengan jejak pisau (cutter marks) > 10 bh/25 mm.
SNI 01-7255-2006
Tabel 2 (lanjutan)
2.3 2.4 2.5 2.6
2.7
Macam cacat Cacat teknis Bekas serpih Noda hangus Pecah tertutup Retak Serat tersobek Serat terserpih Tergerus
5.4.2.2
Mutu A
Mutu B
Mutu C
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
Diperkenankan Diperkenankan Tidak diperkenankan Didempul halus Didempul halus ≤ 10 % luas permukaan Didempul halus
Diperkenankan Diperkenankan Didempul halus Didempul halus Didempul halus Diperkenankan Didempul halus
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan kayu daun lebar selain jati
Tabel 3 Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan kayu daun lebar selain jati No. 1 1.1
Mutu A
Mutu B
Mutu C
1.2
Macam cacat Cacat alami Kantung damar/ kantung getah Kulit tersisip
1 bh/dmp, ukuran ≤ 3 mm x 30 mm Tidak diperkenankan
2 bh/tmp, ukuran ≤ 3 mm x 30 mm 2 bh/tmp, ∅ ≤ 10 mm, didempul halus
1.3
lgk
Tidak diperkenankan
1.4
lgs
Tidak diperkenankan
1.5
mkl
Tidak diperkenankan
1 bh/tmp, ukuran ≤ 3 mm x 30 mm 1 bh/tmp, ∅ ≤ 10 mm, didempul halus 3 bh/tmp, didempul halus 3 bh/tmp, tambal kayu,didempul halus Tidak diperkenankan
1.6
mks
Tidak diperkenankan
1.7
mkts
Tidak diperkenankan
1.8
Tidak diperkenankan
1.9 1.10 1.11 1.12 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
Perubahan warna Salah warna Saluran getah Serat tertekan Warna kayu Cacat teknis Bekas serpih Noda hangus Pecah tertutup Retak Serat terserpih
2.6 2.7
Serat tersobek Tergerus
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Seragam Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
1 bh/tmp, ∅ ≤ 10 mm jarak < 1,0 m Tidak diperkenankan ≤ 25 % luas permukaan Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Tidak dipersyaratkan Diperkenankan Diperkenankan Tidak diperkenankan Didempul halus ≤ 10 % luas permukaan Didempul halus Didempul halus
15 dari 30
Diperkenankan, didempul halus Tambal kayu,didempul halus ∅ ≤ 1/4 ml/mt, jarak < 0,50 m, didempul halus ∅ ≤ 1/3 ml/mt, jarak < 0,50 m ∅ ≤ 1/3 ml/mt, jarak < 0,50 m Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Tidak dipersyaratkan Diperkenankan Diperkenankan Didempul halus Didempul halus Diperkenankan Didempul halus Didempul halus
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
No. 2 2.1 2.2
SNI 01-7255-2006
5.4.2.3
Syarat khusus mutu penampilan kayu bentukan dari kayu daun jarum
No. 1 1.1
Macam cacat Cacat alami Arah serat
1.2
Salah warna
1.3 1.4
mkl mks
1.5
mkts
1.6
Perubahan warna Warna kayu Cacat teknis Bekas serpih Noda hangus Retak/ Pecah/Belah Serat terserpih Serat tersobek Tergerus
1.7 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
5.5
Syarat khusus mutu kayu bentukan dari kayu daun jarum Mutu A
Mutu B
Mutu C
Diperkenankan, asal tidak serat putus Jumlah < 5 % lp, tersebar Tidak diperkenankan Jumlah ≤ 5 % lp, tersebar, ∅ ≤ 5 mm Tidak diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan
Jumlah < 20 % lp
Diperkenankan
Tidak diperkenankan Jumlah < 20 % lp, ∅ ≤ 10 mm Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan Diperkenankan
Tidak diperkenankan
< 25 % luas permukaan
Jumlah < 5 % lp, ∅ ≤ 10 mm Diperkenankan
Seragam
Tidak dipersyaratkan
Tidak dipersyaratkan
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
Diperkenankan Diperkenankan Tidak diperkenankan
Diperkenankan Diperkenankan Tidak diperkenankan
Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan
< 10 % luas permukaan Didempul halus Didempul halus
Diperkenankan Didempul halus Didempul halus
Syarat lainnya Tabel 5 Syarat lainnya mutu kayu bentukan
No 1 2 2.1 2.2
Jenis persyaratan Kadar air Daya rekat Uji pahat Uji lekang (delaminasi)
3 4 4.1
Efisiensi sambungan Bahan pengawet Penembusan
4.2
Kadar asam borat
6 6.1
Uraian
≤ 16 % kerusakan kayu ≥ 50% panjang bagian garis rekat yang utuh ≥ 2/3 dari seluruh garis rekat ≥ 70 % ≥ 3 mm, kecuali untuk kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dan kayu kemiri (Aleurites moluccana, (L.) Willd.) syarat penembusan harus penuh. ≥ 0,3 %.
Pengambilan contoh Kayu bentukan contoh
Pengujian untuk keperluan pemeriksaan berupa uji visual dan uji laboratoris dilakukan terhadap kayu bentukan contoh yang diambil secara sengaja (purposive) sedemikian sehingga mewakili jenis kayu dan sortimen yang ada.
Tabel 6
Jumlah kayu bentukan contoh 16 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Tabel 4
SNI 01-7255-2006
Jumlah batang per partai
1 2 3 4
< 500 501 - 1000 1001 - 2000 > 2000
Jumlah kayu bentukan contoh Uji visual Uji laboratoris 35 2 60 3 80 4 125 5
Kayu bentukan harus diuji mutunya berdasarkan Tabel 6. Tabel 7 Macam pengujian Utuh
Visual Jenis kayu Dimensi Mutu penampilan Laboratoris Kadar air Delaminasi Pahat Efisiensi sambungan Bahan pengawet
Pengujian kayu bentukan
Kayu bentukan Rekatan Diawetkan Rekatan p l t Utuh p l t
Butir pengujian
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
8.1.1 8.1.2 8.1.3
√ -
√ √ √ -
√ √ √ -
√ √ √ -
√ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
8.2.1 8.2.2.1 8.2.2.2 8.2.3 8.2.4
Keterangan: √ adalah dilakukan pengujian - adalah tidak dilakukan pengujian
6.2
Potongan uji
Potongan uji diambil dari bagian ujung, tengah, ujung. Untuk ukuran panjang sampai dengan 1 m, diambil 1 potongan uji pada bagian tengah; bila ukuran panjangnya lebih dari 1 m maka diambil 3 potongan uji pada bagian ujung, tengah dan ujung, dengan ketentuan untuk potongan uji bagian ujung diambil pada jarak 50 mm dari ujung. Panjang potongan uji sesuai kebutuhan contoh uji.
17 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
No.
SNI 01-7255-2006
50 mm
Gambar 18 Lokasi pengambilan potongan uji
6.3
Contoh uji Tabel 8 Ukuran contoh uji Macam pengujian
Visual Jenis kayu Dimensi Mutu penampilan Laboratoris Uji kadar air Uji delaminasi a Uji pahat Uji efisiensi sambungan Uji bahan pengawet
Dimensi contoh uji (mm)
Jumlah contoh uji yang diambil dari potongan uji
Kayu bentukan seutuhnya Kayu bentukan seutuhnya Kayu bentukan seutuhnya 50 x l x t 75 x l x t 25 x 25 x 20 b Kayu bentukan seutuhnya 20 x l x t
1 1 1 1c 1
KETERANGAN: a dilakukan pengujian pada arah lebar, tebal, dan panjang. b ukuran 20 mm terdiri dari 2 lapisan (1 lapisan terdiri dari 10 mm). Apabila tiap 1 lapisan lebih dari 10 mm, maka ditipiskan, dan jika 1 lapisan kurang dari 10 mm maka digunakan ukuran produk. Untuk delaminasi arah panjang jika sambungan sepanjang 75 mm, maka dalam pemotongan contoh uji ditambahkan kelebihan ukuran (spilasi) pada bagian kiri dan kanannya. c ditambah dengan 1 buah contoh uji sebagai pembanding.
7
Cara uji
7.1 7.1.1
Uji kasat mata (visual) Uji jenis kayu
7.1.1.1 Prinsip Mengamati ciri kayu yang berhubungan dengan jenis kayu yang bersangkutan. 7.1.1.2 Peralatan a) kaca pembesar (loupe) dengan pembesaran 10 kali; b) pisau. 7.1.1.3 Persiapan Kayu ditempatkan dan disusun sedemikian rupa menurut jenis kayu. 18 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
50 mm
SNI 01-7255-2006
7.1.1.4 Prosedur
7.1.1.5 Pernyataan hasil Dari prosedur di atas, ditentukan jenis kayu yang sesuai. 7.1.1.6 Laporan hasil Hasil dinyatakan dalam bentuk daftar.
7.1.2 7.1.2.1
Uji dimensi Prinsip
Mengukur dimensi dan menetapkan isi kayu dengan cermat. 7.1.2.2 a) b) c) d)
Peralatan
jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm; kalkulator; kertas millimeter atau planimeter; meteran dengan ketelitian 1 mm.
7.1.2.3
Persiapan
Kayu ditempatkan dan disusun sedemikian rupa menurut jenis kayu dan sortimen serta mudah dibalik, untuk memudahkan pengukuran. 7.1.2.4 a)
Prosedur
Tebal diukur pada kedua ujung (pengukuran diambil 1 cm dari ujung), kemudian dirataratakan. Lebar diukur pada kedua ujung (pengukuran diambil 1 cm dari ujung), kemudian dirataratakan. Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos. Isi ditetapkan dengan 2 (dua) cara, yaitu; isi khayal bahan baku (initial size atau nominal size) dan isi sebenarnya (actual size). Cara menetapkan isi dapat dilihat pada Gambar 19. Keterangan gambar:
b) c) d)
t
l Gambar 19
Penampang kayu bentukan 19 dari 30
=
penampang sebenarnya
=
penampang khayal
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
a) Amati ciri umum dari kayu, kemudian ditentukan jenisnya. b) Apabila dengan ciri umum tidak dapat ditentukan jenisnya, maka dilihat ciri anatomisnya, kemudian ditentukan jenisnya.
SNI 01-7255-2006
7.1.2.5
Panjang merupakan rata-rata dari dua kali pengukuran. Lebar merupakan rata-rata dari dua kali pengukuran. Tebal merupakan rata-rata dari dua kali pengukuran. Isi khayal = Luas penampang khayal ( t x l ) x panjang Isi sebenarnya = Luas penampang sebenarnya x panjang Menghitung luas penampang sebenarnya, dapat menggunakan kertas milimeter atau dengan alat planimeter.
7.1.2.6
Laporan hasil
Hasil pengujian setiap keping kayu bentukan disajikan dalam bentuk tabel.
7.1.3 7.1.3.1
Uji mutu penampilan Prinsip
Penetapan mutu kayu berdasarkan persyaratan cacat yang nampak. 7.1.3.2
Peralatan
a) meteran dengan ketelitian 1 desimal; b) jangka sorong/mistar dengan ketelitian 2 desimal; c) kalkulator. 7.1.3.3
Persiapan
a) Kayu ditempatkan dan disusun sedemikian rupa agar mudah dibalik. b) Pengujian dilakukan pada siang hari atau di tempat yang terang (pencahayaan yang cukup), sehingga dapat mengamati semua kelainan/cacat yang terdapat pada kayu. 7.1.3.4
Prosedur
a) Tetapkan permukaan depan dan permukaan belakangnya. b) Terhadap kedua permukaan tersebut amati jenis, ukuran dan penyebaran cacat yang ada. c) Untuk permukaan depan setiap cacat yang ada tetapkan mutunya sesuai dengan persyaratan, mutu penampilan depan adalah mutu terendah. d) Untuk permukaan belakang, apabila menggunakan sistem dua mutu (permukaan depan dan permukaan belakang), penetapan mutunya sama dengan butir c. Sedangkan yang menggunakan sistem satu mutu yaitu permukaan depannya saja, permukaan belakangnya minimal harus memenuhi persyaratan umum permukaan belakang. 7.1.3.5
Pernyataan hasil
a) Tentukan jenis, ukuran dan penyebaran cacat. b) Tentukan mutu penampilan dari kayu bentukan berdasarkan cacat terberat. c) Apabila terdapat mutu di bawah yang dipersyaratkan, maka kayu tersebut ditolak uji. 7.1.3.6
Laporan hasil
Hasil dari pengujian tiap keping kayu bentukan disajikan dalam bentuk tabel. 20 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
a) b) c) d) e) f)
Pernyataan hasil
SNI 01-7255-2006
7.2
Uji laboratoris Uji kadar air
7.2.1.1
Prinsip
Berat air yang dikeluarkan dari kayu bentukan melalui pemanasan dalam oven. 7.2.1.2 Peralatan a) desikator; b) oven; c) timbangan dengan ketelitian 0.001 g. 7.2.1.3 Persiapan Jumlah dan ukuran contoh uji sesuai dengan butir 6.3. 7.2.1.4 Prosedur a) b) c) d)
Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal dengan ketelitian hingga 0.001 gram. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC ± 2oC. Masukkan contoh uji ke desikator, kemudian ditimbang. Kegiatan ini diulang dengan selang 6 jam sampai beratnya tetap (berat kering oven), yaitu bila perbedaan maksimum 0.1 persen.
7.2.1.5 Pernyataan hasil a) Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Ba – Bk KA
=
x 100 Bk
dengan pengertian: KA adalah kadar air (%); Ba adalah berat contoh uji sebelum dikeringkan dalam oven (g); Bk adalah berat contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g). b) Untuk kayu contoh, KA merupakan rata-rata dari keseluruhan contoh uji. c) Untuk partai kayu bentukan, nilai KA terdiri dari beberapa nilai sejumlah kayu bentukan contoh 7.2.1.6
Laporan hasil
Hasil pengujian kadar air untuk setiap keping contoh disajikan dalam bentuk tabel.
7.2.2
Uji mutu perekatan
7.2.2.1 7.2.2.1.1
Uji lekang (delaminasi) Prinsip
21 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
7.2.1
SNI 01-7255-2006
7.2.2.1.2
Peralatan
a) jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm; b) oven; c) penangas air. 7.2.2.1.3
Persiapan
Jumlah dan ukuran contoh uji sesuai dengan butir 6.3. 7.2.2.1.4
Prosedur
a) Pengujian dilakukan pada kedua arah, yaitu arah lebar dan tebal, dan arah panjang. b) Pengujian dibedakan antara pengujian interior dan eksterior. - Uji delaminasi dengan perendaman air dingin (interior) Contoh uji direndam dalam air dingin pada suhu kamar (10°C - 25°C) selama 24 jam. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C + 3°C selama 24 jam. Contoh uji diperiksa dan diukur panjang delaminasinya (Gambar 20). - Uji delaminasi dengan perendaman air panas (eksterior) Contoh uji direbus dalam air mendidih selama 4 jam. Contoh uji direndam dalam air dingin pada suhu kamar (10°C - 25°C) selama 1 jam. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C + 3°C selama 24 jam Contoh uji diperiksa dan diukur panjang delaminasinya (Gambar 20).
a
c b
Keterangan: a adalah tempat pengukuran arah lebar; b adalah tempat pengukuran arah tebal; c adalah tempat pengukuran arah panjang. CATATAN a) Untuk pengukuran pada arah tebal dan arah lebar, dilakukan pada kedua ujung atau bontos, lalu dirata-ratakan. b) Untuk pengukuran pada arah panjang, dilakukan pada kedua permukaan depan dan belakang lalu dirata-ratakan.
Gambar 20
7.2.2.1.5
Tempat pengukuran panjang lekang (delaminasi) dan garis rekat
Pernyataan hasil
a) Contoh uji diukur panjang delaminasinya dan panjang garis rekat b) Untuk kayu contoh, panjang delaminasi merupakan rata-rata dari keseluruhan contoh uji.
22 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Mengetahui pengaruh perlakuan (rendaman air dingin dan rendaman air panas) terhadap keutuhan garis rekat pada kayu bentukan.
SNI 01-7255-2006
7.2.2.1.6
Laporan hasil
7.2.3
Uji pahat
7.2.3.1 Prinsip Ketahanan garis rekat terhadap gaya belah. 7.2.3.2 Peralatan a) palu; b) pahat. 7.2.3.3 Persiapan Jumlah dan ukuran contoh uji sesuai dengan butir 6.3. 7.2.3.4 Prosedur a) Siapkan contoh uji dengan garis rekat pada bagian atas. b) Pukulkan pahat pada bagian garis rekat sehingga kayu terpisah pada garis rekat. c) Perhatikan kerusakan kayu yang terjadi pada bidang rekat
Arah gaya Pahat
Contoh uji
Gambar 21
Uji pahat
7.2.3.5 Pernyataan hasil a) Contoh uji diukur persentase kerusakan yang terjadi dengan menggunakan persamaan: luas kerusakan kayu Persentase kerusakan =
x 100% luas bidang rekat
b) Untuk kayu bentukan contoh, kerusakan kayu merupakan rata-rata dari seluruha contoh uji. 7.2.3.6
Laporan hasil
Hasil pengujian untuk setiap partai disajikan dalam bentuk tabel. 23 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Hasil pengujian daya rekat untuk setiap partai disajikan dalam bentuk tabel.
SNI 01-7255-2006
7.2.4
Uji efisiensi sambungan
Ketahanan sambungan pada arah memanjang terhadap beban lentur. 7.2.4.2 Peralatan Mesin uji universal (Universal testing machine). 7.2.4.3 Persiapan a) Jumlah dan ukuran contoh uji sesuai dengan butir 6.3. b) Bila panjang bahan kurang dari 760 mm, maka digunakan panjang sesuai ukuran produk dengan jarak sangga panjang produk dikurangi 60 mm. 7.2.4.4 Prosedur a) Siapkan contoh uji sesuai dengan butir 6.2.4.3. b) Lakukan pengujian seperti Gambar 22. c) Pengujian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada bagian sambungan dan tidak sambungan. d) Catat beban maksimal yang terjadi. Satuan dalam milimeter B
30
30 a S 2
a
S 2
a
700 760 Keterangan: B adalah beban (kgf) S adalah jarak sangga (700 mm) a adalah diameter + 10 mm Gambar 22
Pengujian efisiensi sambungan
7.2.4.5 Pernyataan hasil a) Hasil dihitung dengan menggunakan persamaan: Beban maksimal pada sambungan Efisiensi sambungan (%) = x 100 % Beban maksimal pada bagian tanpa sambungan b) Untuk kayu contoh, efisiensi sambungan merupakan rata-rata dari keseluruhan contoh uji. 24 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
7.2.4.1 Prinsip
SNI 01-7255-2006
7.2.4.6 Laporan hasil
7.2.5
Uji bahan pengawet (boron)
7.2.5.1 7.2.5.1.1
Penembusan bahan pengawet Prinsip
Mereaksikan bahan kimia dengan boron yang ada pada penampang lintang kayu bentukan. 7.2.5.1.2
Bahan
a) 2 g ekstrak kurkuma dalam 100 ml alkohol; b) 20 ml HCl dalam 80 ml alkohol dijenuhkan dengan asam salisilat (13 g per 100 ml ). 7.2.5.1.3 a) b) c) d)
Peralatan
kertas milimeter; labu ukur; pensil; penggaris dengan ketelitian 1 milimeter.
7.2.5.1.4
Persiapan contoh uji
Jumlah dan ukuran contoh uji sesuai dengan butir 6.3.
Gambar 23
7.2.5.1.5 a) b) c) d) e)
Contoh uji penembusan bahan pengawet
Prosedur
Penampang kayu dilabur dengan larutan a. Kemudian penampang kayu dilabur dengan larutan b. Biarkan contoh uji sampai kering udara. Pada contoh uji, batas warna merah dan kuning diberi tanda. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah sisi bidang potong dan tentukan nilai minimalnya.
25 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Hasil pengujian untuk setiap partai disajikan dalam bentuk tabel.
SNI 01-7255-2006
5
3
4 Keterangan: 1, 2, 3, 4 adalah tempat pengukuran penembusan 5 adalah bagian yang tidak ditembus bahan pengawet Gambar 24
7.2.5.1.6
Cara pengukuran penembusan
Pernyataan hasil
a) Hasil pengukuran penembusan dari contoh uji merupakan nilai minimal. b) Pengukuran dilakukan pada kedua bontos/ujung lalu nilai minimalnya dirata-ratakan. c) Hasil pengukuran penembusan setiap kayu bentukan contoh merupakan nilai rata-rata dari seluruh contoh uji. 7.2.5.1.7
Laporan hasil
Hasil pengujian untuk setiap partai disajikan dalam bentuk tabel.
7.2.5.2 7.2.5.2.1
Retensi (kandungan) bahan pengawet Prinsip
Boron yang terdapat dalam kayu atau produk kayu dilarutkan dengan larutan asam sulfat dan asam fosfat dan ditetapkan dengan spektrofotometer dengan cara mengukur warna yang terbentuk antara asam borat dan asam karminat. 7.2.5.2.2 a) b) c) d) e) f)
air suling bebas CO2; asam fosfat pekat; asam sulfat pekat; larutan asam karminat; larutan ferosulfat; larutan standar asam borat.
7.2.5.2.3 a) b) c) d) e) f)
Bahan
Peralatan
alat pembuat serbuk; labu Kjeldahl; labu ukur; oven; termometer; timbangan dengan ketelitian 0,001 g.
26 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
2 1
SNI 01-7255-2006
7.2.5.2.4
Contoh uji
Contoh uji dihancurkan dengan menggunakan alat pembuat serbuk, kemudian disaring dengan mesh ukuran 300, dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105°C sampai berat tetap. 7.2.5.2.4.2 1)
Larutan contoh uji
Pembuatan larutan asam karminat
Tambahkan beberapa tetes H2SO4 ke dalam 25 mg asam karminat, lalu encerkan dengan air suling sampai 100 ml. 2)
Pembuatan larutan ferosulfat
Masukkan 100 ml H2SO4 1N ke dalam 5 g ferosulfat dan aduk sampai homogen. 3)
Pembuatan larutan standar asam borat
a) Timbang sebanyak 250 mg asam borat yang telah dikeringkan selama 5 jam dalam desikator asam sulfat; kemudian masukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, kocok sampai homogen. b) Pipet sebanyak 10 ml larutan tersebut, ke dalam labu ukur 500 ml dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, kocok sampai homogen. 4)
Pembuatan larutan contoh uji
a) Contoh uji dihancurkan menjadi serbuk 300 mesh. b) 1 gram serbuk dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl 200 ml, tambahkan air suling sebanyak 15 ml, 2 ml H2SO4, dan 2 ml asam fosfat. c) Perlahan-lahan labu dipanaskan sampai larutan di dalamnya homogen, setelah larutan berwarna gelap kemudian ditambah 5 ml air suling. d) Ulangi proses di atas sampai bahan terlarut sempurna dan larutan menjadi jernih serta asap putih dari H2SO4 hilang. e) Labu beserta isinya didinginkan pada suhu kamar, kemudian larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 200 ml, dan encerkan dengan air sampai tanda tera, larutan ini digunakan sebagai larutan contoh uji. 7.2.5.2.5 7.2.5.2.5.1
Prosedur Penetapan kadar asam borat
a) Pipet 2 ml larutan contoh ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan 3 tetes HCl, 3 tetes larutan ferosulfat, dan 10 ml H2SO4. b) Kemudian labu ditutup dan didinginkan, selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan asam karminat dan dididinginkan kembali. c) Tambahkan ke dalam labu tersebut larutan H2SO4 sampai tanda tera dan biarkan selama 45 menit pada suhu kamar. d) Tuangkan larutan contoh ke dalam kuvet, dan ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Gunakan larutan standar sebagai pembanding dan buat kurva kalibrasinya. e) Banyaknya asam borat ditentukan menurut kurva kalibrasi dan dihitung banyaknya asam borat dalam larutan contoh. 27 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
7.2.5.2.4.1
Persiapan
SNI 01-7255-2006
7.2.5.2.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi
7.2.5.2.6
Pernyataan hasil
a) Banyaknya asam borat dalam contoh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: A x 25 X 100 B = 1000 dengan pengertian: B adalah banyaknya asam borat dalam contoh (mg); A adalah konsentrasi asam borat dari kurva kalibrasi (g/ml); 25 adalah faktor pengenceran; 100 adalah faktor pengenceran; 1000 adalah konversi gram ke miligram (mg). b) Retensi (kandungan) dihitung dengan menggunakan persamaan: K =
B V
dengan pengertian: R adalah retensi (kandungan) (kg/m3); B adalah banyaknya asam borat dalam contoh (mg); V adalah volume contoh yang dianalisis (cm3). c) Hasil merupakan nilai rata-rata dari dua kali pengujian (duplo). d) Nilai kandungan bahan pengawet pada produk merupakan rata-rata dari keseluruhan contoh uji. 7.2.5.2.7
Laporan hasil
Hasil pengujian kandungan boron untuk tiap keping kayu bentukan disajikan dalam bentuk tabel. 8
Syarat lulus uji
8.1 8.1.1
Kayu bentukan contoh Jenis kayu
Jenis kayu dianggap lulus uji apabila nama jenis kayu hasil pemeriksaan sesuai dengan nama jenis (species) atau marga (genus) atau kelompok jenis kayu yang tertera pada dokumen. 8.1.2
Dimensi
Dimensi kayu bentukan contoh dianggap lulus uji apabila ukuran lebihnya tidak melebihi toleransi yang diperkenankan dan tidak mempunyai kayu kurang. 28 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
a) Buat deret larutan standar asam borat dalam labu ukur dengan 0 ml; 0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; dan 2,0 ml, dengan cara yang sama pada butir 7.3.1.4.2.3. b) Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan absorbansinya. c) Untuk menghitung retensi perlu ditetapkan kerapatan contoh uji pada kadar air awal.
SNI 01-7255-2006
8.1.3
Mutu penampilan
8.1.4
Kadar air
Kadar air kayu bentukan contoh dianggap lulus uji apabila kadar air rata-rata memenuhi nilai yang dipersyaratkan sesuai Tabel 5. 8.1.5 Daya rekat Daya rekat dianggap lulus uji apabila hasil uji pahat, uji lekang dan nisbah delaminasi memenuhi nilai yang dipersyaratkan sesuai Tabel 5. 8.1.6
Efisiensi sambungan
Efisiensi sambungan dianggap lulus uji apabila hasil uji efisiensi sambungan memenuhi nilai yang dipersyaratkan sesuai Tabel 5. 8.1.7 Bahan pengawet Bahan pengawet dianggap lulus uji apabila hasil uji bahan pengawet memenuhi nilai yang dipersyaratkan sesuai Tabel 5. 8.2
Partai kayu bentukan
a) Apabila ≥ 90% dari jumlah kayu bentukan contoh lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji. b) Apabila yang lulus uji antara 70 % - < 90 %, maka pengujian diulang dengan ketentuan jumlah contoh dua kali dari contoh pertama. Apabila ≥ 90% dari hasil uji ulang lulus uji, maka partai tersebut dinyatakan lulus uji. c) Apabila ≤ 70% dari jumlah hasil pengujian tersebut lulus uji, maka partai tersebut ditolak uji.
9
Penandaan dan pengemasan
9.1 9.1.1
Penandaan Pada kayu bentukan
Dicantumkan tanda pengenal perusahaan. 9.1.2 Pada kemasan a) negara pembuat; b) tanda pengenal perusahaan; c) nama barang dan tipenya; d) jenis kayu; e) jumlah batang dan ukuran panjang; f) kelas mutu. 9.1.2 Pengemasan Kayu bentukan harus dikemas sesuai dengan cara pengemasan yang ditetapkan. 29 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
Mutu penampilan kayu bentukan contoh dianggap lulus uji apabila mutu hasil uji sesuai dengan persyaratan standar
SNI 01-7255-2006
Bibliografi
JAS Glued Laminated Timber Notification no. 234 tahun 2003 JAS Flooring Notification no. 240 tahun 2003 Malaysian Timber Industry Board. 1987. Tropical Hardwood Machined Lumber Products Grading Rules, Kuala Lumpur. Martawijaya, A., I. Kartasujana, S. A. Prawira. 1982. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.
30 dari 30
“Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI”
ISO/FDIS 16979: Wood-based panels – Determination of moisture content