Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 KAUSALITAS INFLASI DAN KURS DI INDONESIA Mirza Winanda1, Chenny Seftarita2* 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Email:
[email protected] 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,
Email:
[email protected]
Abstract This study aimed to test the causality of inflation and exchange rate. Both of these variables will be tested reciprocal relationship, whether it's inflation on the exchange rate, and the rate of inflation. This study includes all the data of inflation and the exchange rate in Indonesia from 2005 until 2015 for observational data. The data is in the form of monthly data, amounting respectively 132 inflation data and 132 exchange data. Methods of data analysis used in this study is the VAR model, which consists of a unit root test, optimal lag test, granger test, test and test FEVD IRF. The results of this study found that, during the observation period 2005 until 2015, inflation and exchange rate does not have a causal relationship between the two. This is because a causal relationship between these variables is predominantly influenced by other variables outside the research such non-economic factors, politics, legal and social culture. Keywords: Inflation, Exchange Rate. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji kausalitas inflasi dan kurs. Kedua variabel tersebut akan diuji hubungan timbal baliknya, baik itu inflasi terhadap kurs, maupun kurs terhadap inflasi. Penelitian ini memasukan semua data inflasi dan kurs di Indonesia pada periode 2005 s.d 2015 sebagai data pengamatan. Data tersebut yaitu berupa data bulanan yang berjumlah masingmasing 132 data inflasi dan 132 data kurs. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model VAR, yang terdiri dari uji unit root, uji lag optimal, uji granger, uji IRF dan uji FEVD. Hasil penelitian ini menemukan bahwa, selama periode pengamatan tahun 2005 s.d 2015, inflasi dan kurs tidak memiliki hubungan kausalitas antar keduanya. Hal ini karena hubungan kausalitas antara variabel tersebut lebih dominan dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini, seperti faktor non ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya. Kata kunci: Inflasi, Kurs. PENDAHULUAN Perdagangan internasional merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Perdagangan ini akan melibatkan mata uang dalam negeri dan mata uang asing. Mata uang pembayaran yang telah disepakati merupakan nilai konversi dari setiap mata uang. Kegiatan ini atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa individu dengan individu, maupun individu dengan pemerintah suatu negara. Selain itu dapat juga antara pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Kegiataan perdagangan internasional ini tidak lain ingin mendapatkan keuntungan atas transaksi perdagangan yang 106
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 selanjutnya akan berdampak terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik. Perdagangan internasionalpun turut mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian terbuka karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.Nilai kurs dan inflasi tersebut secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam Rupiah
Sumber: Bank Indonesia (2016) diolah.
Gambar 1. Data Kurs di Indonesia Tahun 2005 s.d 2015
Berdasarkan Gambar 1, telihat fluktuasi nilai rata-rata per tahun kurs USD terhadap IDR selama tahun 2005 s.d 2015. Kurs terendah terjadi tahun 2011 sebesar Rp.8.776. Nilai ini menunjukan bahwa nilai tukar Dollar Amerika serikat terhadap Rupiah (USD/IDR) mengalami penurunan, atau dengan kata lain nilai tukar Rupiah mengalami penguatan. Kurs tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar Rp.13.389. Nilai ini menunjukan bahwa nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR) mengalami peningkatan, atau dengan kata lain nilai tukar Rupiah mengalami penurunan. Secara umum dapat diamati bahwa selama tahun 2005 s.d 2015 nilai tukar USD terhadap IDR selalu mengalami fluktuasi. Naik turunnya kurs ini tidak terlepas dari faktor inflasi yang terjadi di suatu negara tersebut. Mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca perdagangan, transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini berpotensi dipengaruhi oleh inflasi. Inflasi merupakan meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (Budiyanto, 2009). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi di Indoensia dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 2.
Dalam %
Sumber: Bank Indonesia (2016) diolah.
107
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 Gambar 2. Data Inflasi di Indonesia Tahun 2005 s.d 2015.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat fluktuatif nilai rata-rata per tahun inflasi di Indoensia periode 2005 s.d 2015. Nilai tertinggi inflasi terjadi pada tahun 2006, sebesar 13,33%. Sedangkan nilai terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 4,28%. Meningkatnya inflasi menunjukan bahwa pertumbuhan perekonomian dari suatu negara sedang dalam kondisi yang sehat atau buruk. Akan tetapi, inflasi yang tinggi dalam jangka panjang tidak akan bagus untuk suatu negara. Hal ini akan memberikan dampak yang buruk di sektor perekonomian suatu negara. Budiyanto (2009) dan Muhammadinah (2011), juga berpendapat tentang kaitan inflasi terhadap kurs. Melalui hasil penelitiannya, mereka menyatakan bahwa inflasi berpengaruh terhadap kurs. Fluktuasi nilai inflasi baik kenaikan atau penurunannya akan mempengaruhi terhadap nilai kurs. Inflasi mempunyai hubungan dengan kurs. TINJAUAN PUSTAKA Inflasi dan Kurs Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu. Berdasarkan beberapa sumber pengertian tentang pengertian inflasi, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menurus dalam jangka waktu tertentu (Budiyanto, 2009). Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian terbuka karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Oleh karena itu jika meningkatnya inflasi maka akan memberikan dampak yang negatif, seperti harga barang dalam negeri yang relatif lebih mahal dari barang luar negeri. Hal ini cenderung akan memperlihatkan bahwa harga barang-barang lebih mahal. Harga yang mahal inilah yang menyebabkan naiknya nilai tukar kurs terhadap mata uang lainnya. Kondisi ini yang menyebabkan masyarakat melakukan penyebaran uang beredar lebih banyak di pasar. Hal tersebut juga mempengaruhi terhadap melemahnya nilai tukar akibat dari naiknya harga-harga barang. Oleh karena itu fluktuasi kurs sangat besar dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga-harga barang di pasar (Muhammadinah, 2011). Hubungan Inflasi dan Kurs Inflasi mempunyai hubungan kausalitas dengan kurs. Hal ini dapat dilihat pada peranan inflasi terhadap kurs dan sebaliknya. Pada awalnya, meningkatnya inflasi menunjukan bahwa pertumbuhan perekonomian dari suatu negara sedang dalam kondisi yang sehat atau buruk. Akan tetapi, inflasi yang tinggi dalam jangka panjang tidak akan bagus untuk suatu negara. Hal ini akan memberikan dampak yang buruk disektor perekonomian suatu negara. Meningkatnya inflasi memberikan dampak yang positif, seperti harga barang dalam negeri yang relatif lebih mahal dari barang luar negeri. Hal ini cenderung akan memperlihatkan bahwa harga barang impor lebih murah dan barang dalam negeri mahal. Harga yang mahal inilah yang menyebabkan turunnya daya saing barang dalam negeri dengan barang impor. Kondisi ini yang menyebabkan masyarakat lebih memilih membeli barang impor. Hal tersebut juga mempengaruhi daya saing barang domestik dalam negeri di pasar international karena pertimbangan dari harga dan kualitas. Faktor tersebut juga berdampak pada nilai ekspor dan naiknya nilai impor. Dengan kata lain, meningkatnya harga yang juga salah satu faktor kenaikan tingkat 108
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 inflasi cenderung membuat turunnya nilai mata uang dalam negeri dan juga membuat menurunnya daya saing barang dan jasa di dalam negeri maupun di pasa luar negeri. Oleh karena itu semakin tingginya inflasi, maka semakin rendah kurs mata uang. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat pengujian hipotesis, yaitu menguji hubungan kausalitas inflasi dan kurs. Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada pengujian hubungan kausalitas kedua variabel tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. berupa nilai nilai bulanan inflasi dan kurs selama periode pengamatan tahun 2005 s.d 2015. Data tersebut diperoleh dengan mengunduh (download) langsung berupa data time series dari situs (website) resmi BI, yaitu di http://www.bi.go.id. Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah model Vector Autoregressive (VAR) untuk melihat apakah ada hubungan kausalitas antara variabel inflasi dan kurs. Namun sebelum membentuk model VAR, ada beberapa langkah pengujian yang harus dilakukan. Menurut Widarjono (2007:345), langkah pertama pembentukan model VAR adalah uji stasioner data. Jika data telah di tingkat level, maka model yang digunakan adalah model VAR biasa. Selanjutnya baru digunakan uji unit root test, penentuan lag optimal, uji kausalitas granger. Inflasi dalam penelitian ini berpedoman pada ukuran yang diungkapkan oleh BPS (2016) melalui situs resminya di http://www.bps.go.id. Atau dengan kata lain, inflasi dalam penelitian ini diukur dari IHK, dengan rumus: Keterangan: IHK : Indeks Harga Konsumen Pn : Harga sekarang P0 : Harga pada tahun Dasar Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kewal (2012), maka kurs dalam penelitian ini adalah kurs tengah BI, yaitu penambahan nilai jual dan nilai beli, kemudian dibagi dua. Atau dengan formulasi sebagai berikut:
HASIL PEMBAHASAN Pergerakan Inflasi Pergerakan inflasi dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai tertinggi inflasi terjadi pada tahun 2006, sebesar 13,33 persen. Hal ini dikarenakan oleh ketika pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi bahan bakar secara besar-besaran di akhir tahun 2005 dengan menaikan harga bahan bakar bersubsidi lebih dari dua kali lipatnya. Dengan tingginya harga minyak internasional, tindakan ini menyebabkan tingkat inflasi meningkat di tahun 2006. Sedangkan nilai terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 4,28 persen. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi membaik pasca kurs global. Pada awal tahun 2012 kenaikan inflasi disebabkan karena kenaikan harga-harga pokok. Akhirnya, pada Juni 2013, premium dinaikkan 44 persen menjadi Rp 6.500,- dan solar sebesar 22 persen menjadi Rp 5.500,- per liter karena subsidi bahan bakar yang besar mengancam untuk mendorong defisit APBN melewati level 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, inflasi meningkat menjadi 8,4 persen pada pada 2013. 109
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 Dalam %
Sumber: Bank Indonesia (2016) diolah.
Gambar 2. Data Inflasi di Indonesia Tahun 2005 s.d 2015.
Pergerakan Kurs Pergerakan nilai kurs, dapat dilihat pada Gambar 4. Kurs terendah terjadi tahun 2011 sebesar Rp.8.776, menunjukan nilai tukar Dollar Amerika serikat terhadap Rupiah (USD/IDR) mengalami penurunan, atau dengan kata lain nilai tukar Rupiah mengalami penguatan. Dalam Rupiah
Sumber: Bank Indonesia (2016) diolah.
Gambar 1. Data Kurs di Indonesia Tahun 2005 s.d 2015
Kurs tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar Rp.13.389. Nilai ini menunjukan bahwa nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR) mengalami peningkatan, atau dengan kata lain nilai tukar Rupiah mengalami penurunan. Kondisi ini jika terjadi berkepanjangan maka akan mengandung risiko. Istilah untuk keadaan ini disebut devaluasi, yaitu menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Analisis dan Pembahasan Model VAR Uji Unit Root Test Hasil uji menggunakan uji unit root (Tabel 1) menggunakan Phillps-Perron test menunjukkan bahwa inflasi (INF) dan nilai tukar (ER) telah stasioner pada tingkat first difference, dimana nilai statistik dari kedua variabel tersebut lebih kecil dari nilai kritis 5 persen. sehingga menolak H0 dan menerima H1.
110
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116
Tabel 1. Hasil Uji Unit Root Menggunakan Phillips-Perron Test Variabel
Nilai statistik
Nilai Kritis 5%
Kesimpulan
INF
-9,14
-2,88
Menolak H0
ER
-8,82
-2,88
Menolak H0
Sumber: Hasil Uji Akar Unit menggunakan EViews, 2016 (diolah)
Uji Lag Optimal Uji Lag Information Criteria, didapatkan bahwa lag yang optimal adalah pemilihan lag yang terkecil dan paling banyak bintang (*) pada tabel tersebut yaitu sebesar 2. Pemilihan lag 2 dimaksudkan agar semua informasi dapat dimasukkan ke dalam model analisis. Selain itu, jumlah sampel yang relatif panjang masih sangat memungkinkan untuk menggunakan lag 2. Secara ringkas, hasil uji Lag Optimal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Lag Information Criteria Lag 0
LogL -1415.303
LR NA
FPE 29033651
AIC 22.85972
SC 22.90521
HQ 22.87820
1
-1080.187
654.0162
139163.9
17.51914
17.65561*
17.57458
2
-1072.013
15.68798*
130113.2*
17.45183*
17.67927
17.54422*
3
-1069.888
4.010745
134128.0
17.48206
17.80048
17.61141
4
-1065.154
8.780767
132585.4
17.47022
17.87962
17.63653
5
-1063.368
3.255214
137463.7
17.50593
18.00631
17.70920
6
-1062.863
0.903646
145524.8
17.56231
18.15366
17.80253
7
-1059.909
5.194148
148123.2
17.57917
18.26150
17.85635
8
-1054.422
9.469329
144771.4
17.55519
18.32849
17.86932
Sumber: Lag Information Criteria menggunakan EViews dengan analisis VAR, 2016 (diolah).
Uji Kausalitas Granger Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Kausalitas Granger yang Diolah Menggunakan Eviews, 2016 Uji
F-statistik
Probabilitas 5% - 10%
INF à ER
0,23777
0,7887
ER à INF
1,20738
0,3024
Sumber Lag 2 : Hasil Uji Kausalitas Granger menggunakan EViews, 2016
Nilai probabilitas inflasi terhadap kurs sebesar 0,7887. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat probabilitas (0,7 > 0,05 s.d 0,1). Begitu juga kurs terhadap inflasi yang memiliki nilai probabilitas sebesar 0,3024. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat probabilitas (0,3024 > 0,05 s.d 0,1). Oleh karena itu, maka hasil uji tersebut menerima H0, yaitu tidak ada hubungan kausalitas antar kedua variabel inflasi dengan kurs. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa, tingkat inflasi tidak ada hubungan dengan kurs 111
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 karena selama periode pengamatan yaitu tahun 2005 s.d 2015 nilai inflasi di Indonesia relatif tidak dapat mengkoordinir nilai kurs. Pergerakan nilai kurs sangat dominan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar dari penelitian ini. Faktor tersebut seperti faktor non ekonomi yang berupa faktor politik dan faktor hukum, dan sosial budaya (Noor, 2011). Faktor politik juga mempunyai peranan yang besar seperti otoritas pemerintah yang menerapkan tingkat suku bunga, kebijakan ekspor dan impor. Begitu juga terkait dengan kebijakan lainya, sehingga dapat mempengaruhi kurs mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika. Selain itu, peranan kebijakan fiskal juga mempengaruhi kurs, kebijakan tersebut seperti bertambahnya hutang luar negeri dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hasil Uji Impulse Response Function (IRF) Hasil IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis dapat melihat respon dinamika jangka panjang setiap variabel apabila ada inovasi (shock) tertentu. Pengaruh variabel bisa positif ataupun negatif. Hasil uji IRF secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Hasil Uji Impulse Respons Function Inflasi terhadap Kurs Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of INFLASI: INFLASI 1.250145 1.438540 1.373805 1.250002 1.119413 0.996715 0.885528 0.786066 0.697523 0.618847
KURS 0.000000 0.118679 0.140106 0.110409 0.064177 0.015868 -0.029519 -0.070601 -0.107262 -0.139792
Sumber: Hasil Uji IRF menggunakan EViews, 2015 (diolah)
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa, kurs mulai direspon oleh inflasi pada periode kedua, yaitu positif sebesar 0,118679, berlangsung sampai dengan periode keenam. Hal ini menunjukan bahwa kurs direspon oleh inflasi dalam jangka pendek. Selanjutnya, kurs juga direspon oleh inflasi pada periode ke tujuh, namun arahnya negatif. Hal ini menunjukan bahwa, kurs juga direspon oleh inflasi dalam jangka pendek. Tabel 5. Hasil Uji Impulse Respons Function Kurs terhadap Inflasi Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of KURS: INFLASI 6.366860 23.54848 29.69768 29.93793 28.02117 25.53257 23.04360 20.73619 18.65374 16.79315
KURS 268.1765 332.6056 348.9364 352.3110 351.8888 350.3469 348.5230 346.6841 344.9114 343.2249
Sumber: Hasil Uji IRF menggunakan EViews, 2015 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5 terlihat sebaliknya bahwa, inflasi mulai direspon oleh kurs pada 112
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 periode pertama, yaitu positif sebesar 6,366860. Kemudian berlangsung sampai dengan periode kesepuluh. Hal ini menunjukan inflasi direspon oleh kurs dalam jangka panjang. Hasil IRF dalam bentuk gambar terdiri dari hasil uji IRF inflasi terhadap kurs, dan kurs terhadap inflasi. a. Hasil Uji Impulse Respons Function Inflasi (INF) terhadap Kurs (ER)
Sumber: Hasil IRF menggunakan EViews, 2016 (diolah)
Gambar 5. Respon Inflasi terhadap Kurs Pembahasan IRF hanya difokuskan kepada kausalitas antara variabel inflasi dan kurs. Berdasarkan Gambar 5, inflasi merespon shock kurs secara positif pada periode ke 6. Namun setelah periode ke 6 justru terlihat merespon negatif. Terlihat dalam jangka pendek inflasi merespon perubahan kurs yaitu pada ke 6. Hal ini menandakan bahwa kurs direspon oleh variabel inflasi dalam jangka pendek. Perubahan kurs akan diikuti oleh perubahan inflasi dalam jangka pendek. b. Hasil Uji Impulse Respons Function Kurs (ER) terhadap Inflasi (INF)
Sumber: Hasil IRF menggunakan Eviews, 2015(diolah)
Gambar 6. Respon Kurs terhadap Inflasi Berdasarkan Gambar 6 memperlihatkan bahwa kurs merespon shock variabel inflasi secara positif dalam jangka panjang, yaitu di mana respon tersebut terjadi pada periode awal sampai perode selanjutnya, atau kemudian tidak menurun hingga periode selanjutnya. Hal ini berarti perubahan inflasi direspon dan di ikuti oleh perubahan kurs dalam jangka panjang. Dari hasil IRF dapat disimpulkan bahwa inflasi dan kurs akan saling merespon dalam jangka pendek. Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) FEVD dalam model VAR bertujuan untuk menganalisis seberapa besar guncangan sebuah variabel dalam mempengaruhi variabel yang lain. Dengan kata lain forecast error variance decomposition digunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling berperan 113
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 penting dalam menjelaskan shock suatu variabel. a. Hasil uji FEVD inflasi Hasil uji FEVD inflasi secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Forecast Error Variance Decomposition Inflasi Period
FEVD dINF
dER
1.
100.0000
0.000000
2.
99.61373
0.386268
3.
99.39290
0.607102
4.
99.35600
0.644002
5.
99.40344
0.596565
6.
99.46396
0.536044
7.
99.49679
0.503214
8.
99.47963
0.520365
9.
99.40065
0.599352
10.
99.25409
0.745914
Sumber: Hasil Uji FEVD inflasi menggunakan Eviews, 2016.
Berdasarkan Tabel 6, terlihat pada periode pertama kurs belum dipengaruhi oleh shock inflasi. Tetapi pada periode kedua, kurs mulai dipengaruhi oleh inflasi dengan nilai 0.386268. Nilai tersebut akibat dampak inflasi yang menurun. Kondisi yang sama terjadi pada periode kedua dan ketiga, yaitu kurs masih dipengaruhi oleh inflasi dengan nilai masing-masing 0,607102 dan 0,644002. Kedua nilai kurs ini terjadi akibat penurunan inflasi pada periode kedua dan tiga. Sebaliknya, pada periode kelima s.d ketujuh kurs mengalami penurunan akibat dipengaruhi oleh inflasi yang meningkat juga pada periode kelima s.d ketujuh. Pada periode kedelapan s.d kesepuluh kurs kembali kondisinya seperti periode kedua s.d keempat. Jadi kesimpulannya, setiap tiga periode kurs mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tiga periode penuruan inflasi. Sebaliknya, setiap tiga periode penurunan kurs, yaitu akibat dari peningkatan tiga periode inflasi. b. Hasil Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Kurs (ER) Tabel 7. Hasil Forecast Error Variance Decomposition Kurs (ER) Period
FEVD dER
dINF
1.
99.94367
0.056333
2.
99.67508
0.324925
3.
99.51696
0.483036
4.
99.44909
0.550908
5.
99.43132
0.568678
6.
99.43866
0.561340 114
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 7.
99.45787
0.542131
8.
99.48217
0.517829
9.
99.50810
0.491898
10.
99.53389
0.466109
Sumber: Hasil Uji FEVD Kurs dengan EViews, 2015.
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa nilai inflasi mengalami peningkatan dari periode pertama s.d periode kelima yaitu sebesar 0,056333 s.d 0,568678. Peningkatan tersebut disebabkan oleh penurunan nilai kurs dari periode yang sama yaitu periode pertama s.d periode kelima. Sebaliknya nilai inflasi mengalami penurunan dari periode keenam s.d periode kesepuluh yaitu sebesar 0,561340 s.d 0,466109. Penurunan nilai tersebut disebabkan oleh peningkatan nilai kurs dari periode yang sama yaitu periode keenam s.d periode kesepuluh. Jadi dapat disimpulkan bahwa, lima periode berturut-turut shock inflasi mengalami peningkatan diakibatkan oleh penurunan lima periode kurs. Begitu juga sebaliknya, lima periode berturut-turut shock inflasi mengalami penurunan, akibat peningkatan lima periode kurs. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uji Granger Causality Test terhadap kedua variabel yaitu inflasi dan kurs menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan kausalitas antar kedua varaiabel selama periode 2005 s.d 2015. Hal ini karena banyak faktor lain yang mempengaruhi kurs dan inflasi baik itu variabel ekonomi maupun non ekonomi. Meningkatnya inflasi akan memperlemah kurs dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang kurs akan kembali menguat (stabil). Melemahnya kurs dalam jangka pendek maupun pada periode seterusnya akan menyebabkan meningkatnya inflasi. Kurs dan inflasi akan saling mempengaruhi dalam jangka pendek dan akan semakin kuat pengaruhnya dalam jangka panjang. Saran Beberapa saran yang penulis berikan yaitu: 1) Walaupun tidak terdapat hubungan kausalitas secara langsung antara kurs dan inflasi, namun kedua variabel ini akan saling mempengaruhi dalam jangka pendek dan semakin kuat pengaruhnya dalam jangka panjang, sehingga kebijakan untuk stabilitas inflasi dan kurs sengat penting. 2) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan bisa menambah periode pengamatan sehingga lebih mencerminkan keadaan jangka panjang, dan membandingkan penelitian sekarang ini dengan memasukkan variabel lainnya untuk penelitian yang ingin diteliti sehingga mendapatkan hasil penelitian yang baru. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. (2016). Dipetik Februari Selasa, 2016, dari http://www.bps.go.id. Bank Indonesia. (2016). Dipetik Februari Selasa, 2016, dari http://www.bi.go.id Budiyanto, A. (2009). Analisa Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Nilai Tukar 115
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 106-116 Rupiah - US Dollar Tahun 2005-2007. Esiensi , 16-33. Muhammadinah. (2011). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia dan Tingkat Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah atas Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (Jenius) , 118-130. Noor, Z. Z. (2011). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Jumlah Uang Beredar terhadap Nilai Tukar. Trikonomika , 139-147.
116