PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS TERHADAP INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1990-2009
Oleh ASRI AMALIYA NIM: 106084003585
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
1
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS TERHADAP INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1990-2009
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: ASRI AMALIYA NIM: 106084003585
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS TERHADAP INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1990-2009
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh ASRI AMALIYA NIM : 106084003585
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Abbas Ghozali, Ph.D
M. Hartana I. Putra M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVESRSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
Hari ini Jumat Tanggal 20 Bulan Agustus Tahun 2010 telah dilakukan ujian Komprehensif atas nama Asri Amaliya, Nim: 106084003585, dengan judul Skripsi “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Kurs Di Indonesia Periode 1990-2009”. Memperhatikan hasil dan kemampuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Agustus 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Dr. Lukman M.Si
Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Sc
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Hari ini Kamis Tanggal Enam Belas Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Asri Amaliya NIM: 106084003585 dengan judul Skripsi “PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA DAN KURS TERHADAP INFLASI DI INDONESIA PERIODE 1990-2009”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Desember 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi
Abbas Ghozali, Ph.D Ketua
Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D Penguji Ahli I
M. Hartana I. Putra, M.Si Sekretaris
Fahmi Wibawa, SE., MBA Penguji Ahli II
Utami Baroroh, M.Si Penguji Seminar Proposal
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
:
Asri Amaliya
NIM
:
106084003585
Jurusan
:
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia Periode 19902009” adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya serta bukan merupakan replika maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replika maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 10 Desember 2010
Asri Amaliya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
II.
III.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
:
Asri Amaliya
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Jakarta, 29 Agustus 1988
3. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
4. Telepon
:
085693164844/ 021 96942149
1. TK
:
TK Pinang Jakarta Selatan
2. SD
:
SD Negeri 03 Jakarta Selatan
3. SMP
:
SMP Negeri 96 Jakarta Selatan
4. SMA
:
SMA PGRI 3 Jakarta Selatan
PENDIDIKAN
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
:
Agus
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Magelang, 30 November 1957
5. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
3. Telepon
:
021 96942149
4. Ibu
:
Suharti
5. Tempat & Tgl Lahir
:
Brengkok, 08 Januari 1963
6. Alamat
:
Jln. Pinang I No.46 Jakarta Selatan
6. Telepon
:
021 96942149
7. Anak Ke
:
Dua dari Dua Bersaudara
i
Abstraction Inflation is one of important indicator macroeconomic. The inflation becomes the target of government because inflation has impact on economics stability in many countries. Through analysis of the regression with metode OLS (Ordinary Least Square) by program Eviews 5.1, writer tries to explain the influence of interest rate and exchange rate to fluctuation inflation in Indonesia period 1990-2009. The data that used in this research are the secondary data which taken from “Laporan Perekonomian Bank Indonesia”. The results of this research indicated that is interest rate and exchange rate have signifikan influence to the inflation in Indonesia period 1990-2009 which is 80,56 percent. Partially, interest rate has significant influence to the inflation which is 2,01 percent. Exchange rate also has significant influence to the inflation which is 1,03 percent. Keywords : interest rate, exchange rate, inflation
ii
Abstraksi Inflasi adalah salah satu indikator makroekonomi yang penting. Inflasi dijadikan target kebijakan pemerintah karena dampak inflasi yang sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian dalam suatu negara. Dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) pada program Eviews 5.1, penelitian ini berusaha menjelaskan pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi di Indonesia periode 1990-2009. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari publikasi Laporan Perekonomian Bank Indonesia. Hasil penelitian adalah suku bunga dan kurs berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia periode 1990-2009 sebesar 80,56 persen. Secara parsial suku bunga berpengaruh signifikan terhadap inflasi sebesar 2,01 persen. Kurs secara parsial juga berpengaruh signifikan terhadap inflasi sebesar 1,03 persen. Kata kunci : suku bunga, kurs, dan inflasi
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga Dan Kurs Terhadap Inflasi Di Indonesia Periode 1990-2009”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasululllah SAW beserta kepada para sahabat dan seluruh pengikut Beliau yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman kelak, Amin. Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Bapak Agus dan Ibu Suharti, sumber motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi bapa dan mama. Amin. 2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Lukman, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP). 4. Abbas Ghozali, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan waktu, tenaga, dan pikirannya membimbing penulis. 5. M. Hartana I Putra, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan waktu, tenaga, dan pikirannya membimbing penulis. 6. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat, semoga dapat menjadi amalan di akhirat kelak, esp for: Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberi motivasi
iv
dan penguji seminar proposal yang luar biasa dan Ibu Lili yang begitu baik dan murah hati untuk memudahkan saya dalam urusan di akademik jurusan IESP. 7. Bapak Marsono dan Ibu Siti Cholifah selaku kakek dan nenek yang setia memberikan doa dan dukungan dalam setiap langkah cucu tercintanya dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Keluarga kecil mba Endah Lestari, kak Sumeh Haryadi yang tidak pernah henti memberikan motivasi untuk tetap berusaha dan semangat mengadapi kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. Keponakan kecilku Muhammad Rayyan Fadillah yang selalu memberikan keceriaan saatku bosan, terimakasih ya jagoan kecilku. 9. Om dan bule-ku yang selalu memberikan motivasi serta penghargaannya padaku.. terimakasih banyak. 10. Power-ranger girl’s: Istiqomah, Febrina Rizky Syaharani, Fatmi Ratna Ningsih dan Dwi Suciayu.. terimakasih untuk persahabatan yang luar biasa, 4 tahun lebih dalam tangis dan tawa bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berharga dan takkan terlupa dalam hidupku. 11. Teman-teman kkn green bean’09, terima kasih untuk hari-hari yang indah dan begitu bermakna di posko Situ Daun-Bogor bersama capucino hangat di tiap pagi dan malamnya.. esp mas Hermanto my blue’s selaku ketua kkn terimakasih banyak telah setia menemai dan memotivasi saatku rapuh dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat terbaik sepanjang masa Chusnul Chotimah, terimakasih atas semangat yang telah kau beri sobat. 13. Teman-teman IESP A 2006 dan untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih yang terdalam untuk bantuan, dukungan, dan doanya. Semoga keberkahan dan kesuksesan selalu menyertai kita semua. Amin.
v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam mencapai kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih
Jakarta, Desember 2010
Asri Amaliya Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................
i
ABSTRACTION .............................................................................................. .
ii
ABSTRAKSI ..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ......................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii DATAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori .......................................................................
8
1. Inflasi ...............................................................................
8
a. Pengertian Inflasi .......................................................... 8 b. Jenis Inflasi ................................................................ .. 10 c. Efek Inflasi ................................................................... 14 2. Suku Bunga ..................................................................... 16 a. Pengertian Suku Bunga ................................................ 16 b. Jenis Suku Bunga ......................................................... 17
vii
3. Kurs (Nilai Tukar) ........................................................... 18 a. Jenis Nilai Tukar .......................................................... 18 b. Sistem Nilai Tukar Di Indonesia ................................. 19 B. Penelitian Terdahulu ............................................................ 21 C. Keterkaitan Antar Variabel .................................................. 25 1. Hubungan Antara Suku Bunga Dan Inflasi .................... 25 2. Hubungan Antara Kurs Dan Inflasi ................................ 27 B. Kerangka Pemikiran ............................................................ 29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 33 B. Metode Pengumpulan Data .................................................. 33 C. Metode Analisis .................................................................... 33 1. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 35 a. Uji Normalitas ...........................................................
35
b. Uji Mutikolinearitas ................................................. 36 c. Uji Heteroskedastisitas ............................................. 36 d. Uji Autokorelasi ....................................................... 37 2. Uji Statistik ................................................................... 37 a. Uji F-Statistik ........................................................... 37 b. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................. 38 c. Uji t-Statistik ............................................................ 38 D. Operasional Variabel Penelitian......................................... 39
viii
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskriptif ............................................................. 41 a. Inflasi .............................................................................. 41 b. Suku Bunga ..................................................................... 43 c. Kurs ................................................................................. 46 B. Analisis dan Pembahasan ..................................................... 49 1. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 49 a. Uji Normalitas ............................................................ 49 b. Uji Multikolinieritas ................................................... 50 c. Uji Heteroskedastisitas ............................................... 51 d. Uji Autokorelasi ......................................................... 52 2. Hasil Uji Regresi Metode OLS ....................................... 53 3. Uji Statistik ..................................................................... 55 a. Uji F-Statistik ............................................................. 55 b. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................. 55 c. Uji t-Statistik............................................................... 55
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan …....................................................................... 59 B. Implikasi ............................................................................... 60 C. Saran ..................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62 LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Hal
Tabel 1.1
Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs .....................................
Tabel 1.2
Penelitian Terdahulu ................................................................... 21
Tabel 4.1
Hasil Uji Multikolinieritas .......................................................... 50
Tabel 4.2
Hasil Uji Regresi Auxiliary ........................................................ 51
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 52
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi ................................................................ 53
Tabel 4.5
Hasil Olah Data Metode OLS ....................................................
x
3
54
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Hal
Gambar 2.1
Demand Pull-Inflation ...............................................................
11
Gambar 2.2
Cost Push-Inflation ....................................................................
13
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran ..................................................................
32
Gambar 4.1
Inflasi di Indonesia Periode 1990-2009 ....................................
41
Gambar 4.2
Suku Bunga di Indonesia Periode 1990-2009 ...........................
44
Gambar 4.3
Kurs di Indonesia Periode 1990-2009 .......................................
47
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas ..................................................................
49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Hal
Lampiran 1
Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs ....................................
66
Lampiran 2
Hasil Olah Data Menggunakan Metode OLS ............................
67
Lampiran 3
Hasil Normalitas Menggunakan JB Test ....................................
68
Lampiran 4
Hasil Uji Autokorelasi ................................................................
69
Lampiran 5
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 70
Lampiran 6
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Correlation Matrix ............. 71
Lampiran 7
Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Metode Klien .....................
xii
71
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kondisi perekonomian Indonesia kembali diwarnai oleh perkembangan yang sangat dinamis dan penuh tantangan akibat gejolak perekonomian dunia yang relatif drastis perubahannya. Khususnya dalam 5 tahun terakhir, Indonesia dari suatu kondisi perekonomian yang berada dalam cengkeraman krisis multidimensional menuju sebuah pembangunan ekonomi yang ditopang oleh penguatan fondasi-fondasi kunci perekonomian nasional. Inflasi adalah sumber utama ketidakmerataan ekonomi, sosial dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan merupakan salah satu peristiwa moneter yang terjadi di berbagai negara, baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Seperti yang dikatakan Milton Friedman bahwa inflasi terjadi dimana saja, kapan saja dan selalu menjadi fenomena moneter (Mankiw, 2006:199). Tingkat inflasi adalah indikator makroekonomi penting yang perlu dijaga keberadaanya dan sangat berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat golongan bawah (Rachbini, 2001:98). Inflasi berperan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada dalam suatu negara. Hal ini terjadi saat kenaikan harga atau inflasi tetapi tidak diiringi kenaikan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan riil mereka menurun. Inflasi berpengaruh pada perekonomian dengan cara meredistribusi
1
pendapatan dan kekayaan orang-orang yang memiliki harta dan hutang dengan tingkat suku bunga nominal yang tetap. Naiknya harga atau inflasi juga akan menyebabkan ketidakpastian bagi sistem produksi yang dikarenakan kenaikan pada biaya bahan baku produksi dan kegiatan ekonomipun menjadi mahal yang akhirnya akan mengubah tingkat output. Inflasi
yang
selalu
berfluktuasi
menyebabkan
ketidakpastian
bagi
kesejahteraan masyarakat dan menurunkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa (Mankiw, 2006:216). Penelitian mengenai pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi telah banyak dilakukan, namun penelitian ini tetap penting dilakukan karena inflasi perlu diperhatikan mengingat dampaknya yang sangat luas bagi perekonomian dalam suatu negara terutama inflasi yang selalu berfluktuasi dan berakibat pada kesejahteraan masyarakat. Inflasi harus segera dikendalikan agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Hal ini didasarkan atas Ketetapan MPRS No. VI/1965 tentang stabilisasi harga dengan melaksanakan politik harga yang berdasarkan plan produksi yang stabil berdasarkan plan produksi yang konkrit di unit-unit produksi dan meletakkan dasar-dasar yang kuat guna perencanaan pembangunan berikutnya (Soesastro, 2005:167). Berikut ini adalah tabel perkembangan inflasi, suku bunga dan kurs di Indonesia sejak periode 2004 sampai dengan 2009.
2
Tabel 1.1 Perkembangan Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs di Indonesia Periode 2004 – 2009 TAHUN
INFLASI (%)
SUKU BUNGA SBI (%)
KURS (Rp/USD)
2004
6,4
7,43
9290
2005
17,11
12,75
9830
2006
6,60
9,75
9020
2007
6,59
8
9149
2008
11,06
10,83
10950
2009
2,78
6,46
9400
Sumber : Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Berdasarkan tabel 1.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 inflasi naik secara tajam mencapai 17,11 persen dibandingkan dengan 6,4 persen pada tahun sebelumnya (2004). Pada tahun 2006 inflasi mengalami penurunan dan inflasi berada di level 6,6 persen. Tahun 2007, inflasi relatif terkendali yaitu berada di level 6,59 persen. Namun inflasi naik ke level 11,06 persen pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh terjadinya lonjakan harga komoditas global. Sementara inflasi di tahun 2009 mengalami penurunan yaitu inflasi berada di level 2,78 persen. Inflasi tidak dapat lepas dari peranan suku bunga. Hal ini dikarenakan suku bunga menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang yang akan berakhir pada inflasi. Pada tabel 1.1, ditunjukkan bahwa posisi suku bunga SBI pada tahun 2005 berada di level 12,75 persen dan turun menjadi 9,75
3
persen pada akhir 2006. Sementara di tahun 2007, suku bunga SBI mengalami penurunan lagi hingga posisinya berada di level 8 persen dan merangkak naik lagi ke level 10,83 persen pada desember 2008. Namun, pada tahun 2009 suku bunga SBI mengalami penurunan dan berada di posisi 6,46 persen. Inflasi di Indonesia dapat dianalisis dari sudut pandang nilai tukar, sebagai dampak dari nilai rupiah yang mengalami under valued sehingga terjadi perbedaan harga yang antara harga domestik terhadap harga internasional. Tabel 1.1, menunjukkan bahwa kurs pada tahun 2005 adalah Rp 9830 per dollar AS dan mengalami penguatan pada 2006 yaitu Rp 9020 per dollar AS. Namun, kurs terdepresiasi menjadi Rp 9419 pada 2007 dan terus menurun pada 2008 sampai di posisi Rp 10950 per dollar AS. Pada tahun 2009 kurs mengalami penguatan dan nilainya adalah Rp 9400 per dollar AS. Berdasarkan pemaparan di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Tingkat Suku Bunga Dan Kurs Terhadap Inflasi di Indonesia Periode 1990–2009”.
B. PERUMUSAN MASALAH Pemahaman mengenai hubungan antara suku bunga, kurs dan inflasi merupakan hal penting bagi pengambil kebijakan ekonomi serta masyarakat dalam perekonomian terbuka. Penggunaan variabel suku bunga dan kurs untuk mencapai tingkat inflasi menjadi hal yang menarik untuk dibahas.
4
Apakah suku bunga dan kurs mempunyai peranan yang besar sebagai instrumen kebijakan moneter, sehingga suku bunga dan kurs mampu menjelaskan inflasi. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk membuktikan hubungan suku bunga dan kurs terhadap inflasi. Suku bunga mempengaruhi jumlah penawaran dan permintaan uang. Suku bunga
yang tinggi menyebabkan orang-orang tertarik untuk
menabungkan uangnya di bank. Dengan begitu, jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat sedikit dan sebaliknya jika suku bunga rendah maka banyak orang enggan untuk menabungkan uangnya di bank, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat menjadi berlimpah. Banyak sedikitnya jumlah uang yang beredar dalam suatu negara menentukan tinggi rendahnya inflasi. Hal ini sesuai dengan teori Irving Fisher dimana MV=PT, saat M (jumlah uang beredar naik maka P (harga) ikut naik). Naiknya suku bunga juga mengakibatkan sektor riil sulit bergerak yang akhirnya akan menekan harga atau terjadinya inflasi. Hal ini disebabkan naiknya suku bunga kredit akan menyulitkan para pengusaha karena mereka harus mengeluarkan biaya tambahan akibat kenaikan bunga yang akhirnya biaya produksi meningkat dan biaya tersebut akan dibebankan pada output atau dapat dikatakan harga mengalami peningkatan atau inflasi. Sementara perubahan kurs dalam suatu negara juga ikut mempengaruhi tingkat inflasi. Ketika terjadi depresiasi maka harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah dalam mata uang asing dan sebaliknya harga barang impor menjadi lebih mahal sehingga menurunkan jumlah permintaan
5
impor dan meningkatkan jumlah permintaan ekspor. Meningkatnya permintaan ekspor akan mendorong kenaikan harga ekspor, hal ini dikarenakan barang yang berbasis ekspor memiliki ketergantungan bahan baku dan barang modal impor yang tinggi. Akibatnya barang ekspor tidak dapat bersaing di pasaran internasional akibat biaya produksi yang tinggi tersebut dibebankan pada harga jual output yang berarti terjadi kenaikan harga barang atau inflasi. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh suku bunga terhadap inflasi? 2. Bagaimana pengaruh kurs terhadap inflasi? 3. Bagaimana pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara suku bunga dan inflasi. b. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara kurs dan inflasi. c. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara suku bunga, kurs dan inflasi.
6
2. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak–pihak berikut ini : a. Bagi Akademis 1) Memberikan gambaran mengenai hubungan suku bunga dan kurs terhadap inflasi di Indonesia. 2) Upaya penerapan teori dan mencari jalan keluar
mengenai
permasalahan inflasi. 3) Ditemukannya alternatif pengendalian inflasi melalui suku bunga dan kurs. b. Bagi Pengambil Kebijakan Diharapkan dapat diimplementasikan sebagai upaya pencapaian tujuan kebijakan moneter yaitu: pengendalian inflasi di Indonesia melalui instrumen suku bunga dan kurs.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Inflasi Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56). Inflasi adalah harga barang dan jasa, ketika tingkat harga mengalami kenaikan maka individu harus mengeluarkan uangnya lebih banyak untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang tetap. Inflasi juga merupakan ukuran nilai mata uang, yaitu ketika harga naik berarti nilai uang sekarang menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi, hal ini dikarenakan inflasi hanya terjadi jika proses naiknya harga berlangsung secara terus-menerus dan mempengaruhi barang yang lainnya. Naiknya harga mengakibatkan naiknya jumlah permintaan uang, ini dikarenakan semakin banyak uang yang dibutuhkan dalam transaksi (Mankiw, 2006:196). Menurut golongan Moneteris, inflasi terjadi karena adanya kelebihan penawaran dan permintaan uang dalam masyarakat, jika permintaan barang dan jasa terus meningkat sementara kapasitas untuk memproduksi output telah mencapai tingkat maksimal, maka penawaran untuk output tidak dapat ditambah lagi yang akan menimbulkan sortage (kelangkaan barang dan jasa) sehingga akan menekan harga sampai ke tingkat yang lebih tinggi atau
8
dapat dikatakan terjadi inflasi. Sementara golongan Strukturalis berpendapat bahwa
inflasi
terjadi
karena
lemahnya
struktur
ekonomi
yakni
ketidakmampuan sektor-sektor produktif dalam mengembangkan produksi dengan cepat dan sesuai dengan yang diperlukan oleh perubahan-perubahan dalam permintaan yang berada di suatu negara (Sukirno, 2006:320). Inflasi
menjadi
indikator
makroekonomi
yang
perlu
dijaga
tingkatannya agar tidak menjadi masalah dalam perekonomian. Tingginya inflasi berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat, khususnya masyarakat tingkat bawah, ketidakpastian bagi sistem produksi dan penurunan
keuntungan
para
pelaku
ekonomi
dan
mengakibatkan
perekonomian suatu negara menjadi tidak kondusif untuk perkembangan sektor riil serta masyarakat umumnya (Rachbini, 2001:98). Inflasi yang tinggi tidak akan membantu dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Hal ini dikarenakan biaya yang terus meningkat mengakibatkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Pada akhirnya, pemilik modal lebih menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Dengan demikian, investasi produktif menurun dan kegiatan ekonomipun melemah yang mengakibatkan terjadinya lebih banyak pengangguran. Naiknya harga juga menimbulkan efek buruk dalam perdagangan yaitu barang tidak dapat bersaing dipasaran internasional, sehingga menurunnya ekspor. Sementara harga produksi yang makin meningkat akibat inflasi menyebabkan harga barang impor menjadi murah dan impor lebih banyak dilakukan. Saat ekspor menurun dan diiringi impor
9
yang meningkat, terjadi ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing dan posisi neraca pembayaran akan memburuk (Sukirno, 2004:339). Perhitungan tingkat inflasi dilakukan dengan formula sebagai berikut:
𝑖𝑛𝑓𝑡 =
𝐼𝐻𝐾𝑡 − 𝐼𝐻𝐾𝑡−1 𝐼𝐻𝐾𝑡−1
Inflasi yang dikenal oleh masyarakat adalah angka inflasi yang dihitung berdasarkan suatu angka indeks, yang dikenal sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK). Angka indeks ini disusun berdasarkan survei biaya hidup yang dilakukan (Badan Pusat Statistik) BPS. Survei tersebut pada mulanya hanya menyangkut harga bahan makanan dan dilakukan pada wilayah
yang
terbatas.
Dengan
berjalannya
waktu
dan
semakin
berkembangnya perekonomian dan kegiatan masyarakat, angka indeks tersebut terus mengalami perbaikan, baik dalam hal jenis barang yang dipergunakan maupun cakupan wilayah yang disurvei untuk menghitung perubahan biaya hidup tersebut. Perkembangan jumlah atau jenis barang serta cakupan wilayah yang disurvei sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat sehingga dapat mencerminkan tingkat dan variasi barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dari waktu ke waktu (BPS, 2008:32). a. Jenis – Jenis Inflasi 1) Inflasi Menurut Sebabnya Inflasi menurut sebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu : a) Demand – Pull Inflation
10
Inflasi ini terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja tinggi menciptakan pendapatan yang tinggi pula, yang pada akhirnya mengakibatkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi dalam penyediaan barang dan jasa (Sukirno, 2004:333).
Gambar 2.1 Demand – Pull Inflation
Gambar 2.1, menunjukkan permintaan agregat awalnya berada di AD1, pendapatan nasional Y1 dan tingkat harga P1. Karena perekonomian sedang berkembang maka mendorong permintaan agregat naik menjadi AD2, akibatnya pendapatan nasional mencapai tingkat kesempatan kerja penuh Y F dan harga naik menjadi PF. Hal inilah yang mewujudkan terjadinya inflasi. Apabila masyarakat tetap menambah pengeluarannya maka
11
permintaan agregat menjadi AD3. Untuk memenuhi permintaan yang makin bertambah maka perusahaan menambah produksinya dan mengakibatkan pendapatan nasional riil meningkat menjadi Y2. Kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh menyebabkan kenaikan harga menjadi P2 (Sukirno, 2004:333). b) Cost – Push Inflation Inflasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. Keadaan ini cenderung menyebabkan kenaikan upah dan gaji karena : (1)Perusahaan akan berusaha mencegah perpindahan tenaga kerja dengan menaikkan upah dan gaji. (2)Usaha untuk memperoleh pekerja tambahan hanya akan berhasil apabila perusahaan menawarkan upah dan gaji yang lebih tinggi (Sukirno, 2004:333).
Gambar 2.2 Cost – Push Inflation
12
Berdasarkan gambar 2.2, pada mulanya keseimbangan ekonomi negara tercapai pada pendapatan nasional Y1, yaitu pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh dan tingkat harga P1. Pada tingkat kesempatan kerja tinggi, perusahaan sangat
memerlukan tenaga kerja. Kenaikan upah akan
menaikkan biaya dan memindahkan penawaran agregat ke atas dari AS1 ke AS2. Akibatnya tingkat harga naik menjadi P2. Harga barang yang tinggi ini mendorong para pekerja menuntut kenaikan upah lagi maka biaya produksi akan makin tinggi. Akhirnya kurva penawaran agregat bergeser menjadi AS 3, meningkatkan harga menjadi P3 dan pendapatan nasional riil terus mengalami penurunan yaitu dari Y F (Y1) menjadi Y2 dan Y3 (Sukirno, 2004:333). 2) Inflasi Berdasarkan Tingkat Kelajuan Kenaikan Harga Menurut Sukirno (2004:337) penggolongan inflasi berdasarkan tingkat kelajuan kenaikan harga yang berlaku, yaitu : a) Inflasi merayap Inflasi merayap adalah kenaikan harga secara lambat, yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun. b) Inflasi moderat (sederhana) Inflasi moderat adalah tingkat inflasi yang antara 5-10 persen setahun.
13
c) Hiperinflasi Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga yang sangat cepat, menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.
b. Efek Inflasi Inflasi dapat menimbulkan berbagai efek negatif diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Inflasi akan menurunkan taraf kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian besar pelaku kegiatan ekonomi adalah para pekerja yang memiliki pendapatan yang tetap. Sementara kenaikan harga atau inflasi terjadi lebih cepat dari kenaikan upah para pekerja tersebut dan menyebabkan upah riil mereka menurun. Maka dapat dikatakan kesejahteraan segolongan masyarakat menurun (Sukirno, 2004:339). 2) Inflasi akan mengurangi daya beli uang, yang berarti menurunkan standar hidup masyarakat khusunya masyarakat golongan bawah seperti buruh. Tingkat kesejahteraan golongan ini menurun drastis akibat mengecilnya tingkat konsumsi kebutuhan pokok mereka (Rachbini, 2001:98). 3) Inflasi menimbulkan kebingungan dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh perubahan satuan hitung dan redistribusi kekayaan orang-orang yang memiliki harta dan hutang dengan tingkat suku
14
bunga nominal yang tetap. Bila seseorang memiliki hutang jangka panjang dengan bunga yang tetap maka kenaikan harga atau inflasi akan membuat orang tersebut mengalami keuntungan, hal ini dikarenakan inflasi akan menekan beban pembayaran hutang riilnya. Tetapi bagi kreditor atau pihak yang meminjamkan uang, dan memiliki harta berupa obligasi jangka panjang maka inflasi merupakan ancaman. Hal ini disebabkan harta yang ia miliki akan menurun nilainya secara riil (Mankiw, 2006:215) 4) Inflasi menyebabkan barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional, sehingga menurunkan ekspor. Harga produksi domestik
yang
semakin tinggi
sebagai akibat
dari inflasi
menyebabkan harga barang impor menjadi relatif lebih murah. Pada akhirnya, lebih banyak impor yang dilakukan. Maka dengan adanya ekspor
yang
menurun
serta
diikuti
meningkatnya
impor,
menghasilkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing dan hal ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara (Sukirno, 2004:339). 5) Inflasi juga mengubah tingkat output, harga yang melambung menimbulkan ketidakpastian bagi sistem produksi karena biaya bahan baku untuk produksi dan kegiatan ekonomi semakin mahal. Bergesernya kurva permintaan agregat barang dan jasa ke kanan akan berakibat pada kenaikan harga atau inflasi yang disertai kenaikan output. Namun penawaran agregat barang dan jasa ke atas
15
dapat mengakibatkan kenaikan harga-harga atau inflasi serta menurunkan tingkat output (Rahcbini, 2001:98).
2. Suku Bunga Pengertian suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw, 2006:96). Suku bunga adalah pengembalian yang diberikan kepada pihak yang menempatkan sejumlah uang. Bank Indonesia mengendalikan uang yang beredar dengan dua suku bunga, yaitu: suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan suku bunga patokan (benchmark) yang disebut dengan BI Rate (Laporan Perekonomian Indonesia, 2006:78). Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47). Suku bunga SBI mulai digunakan sebagai pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter, yaitu kestabilan inflasi berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2008:23). Mulai Juli 2005, suku bunga BI Rate dipergunakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan sasaran operasional. BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh BI secara periodik untuk
16
jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal kebijkan moneter. BI Rate diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka untuk SBI satu SBI satu bulan karena beberapa pertimbangan. Pertama, SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmarck oleh perbankan dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai aktifitasnya. Kedua, penggunaan SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang ditempu BI. Ketiga, dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor keuangan dan ekonomi (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2008:23). a. Jenis Suku Bunga Jenis suku bunga adalah sebagai berikut: 1) Suku Bunga Nominal Suku bunga nominal menyatakan seberapa cepat jumlah uang dalam rekening seseorang akan naik sepanjang waktu. Suku bunga nominal merupakan penjumlahan suku bunga riil dan laju inflasi (Mankiw, 2006:207). 2) Suku Bunga Riil Suku bunga riil menyesuaikan suku bunga nominal terhadap dampak inflasi dengan tujuan agar diketahui seberapa cepat daya beli rekening seseorang akan naik sepanjang waktu. Suku bunga riil merupakan suku bunga nominal dikurangi laju inflasi (Mankiw, 2006:207).
17
3. Nilai Tukar (Kurs) Kurs sering disebut nilai tukar (exchange rate), keduanya memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda (Halwani, 2005:157). Perubahan kurs disebut depresiasi atau apresiasi, bila mata uang suatu negara mengalami depresiasi yaitu melemahnya nilai mata uang karena hanya dapat membeli lebih sedikit mata uang asing, dampaknya adalah ekspor bagi pihak luar negeri menjadi makin murah sedang impor bagi penduduk negara ini menjadi makin mahal. Apresiasi adalah menguatnya nilai mata uang karena dapat membeli lebih banyak mata uang asing, menimbulkan dampak harga produk bagi pihak luar negeri makin mahal sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah (Krugman, 1999:43). a. Jenis Nilai Tukar Jenis–jenis nilai tukar adalah sebagai berikut: 1) Nilai Tukar Nominal Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain (Mankiw, 2006:242). Nilai tukar nominal digunakan untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan untuk memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain (Halwani, 2005:157).
18
2) Nilai Tukar Riil Nilai tukar riil adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukarkan barang dan jasa suatu negara dengan barang dan jasa negara lain (Mankiw, 2006:242). Rumus perhitungan nilai tukar riil:
nilai tukar riil =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑥 𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖 𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑛𝑒𝑔𝑒𝑟𝑖
Nilai tukar riil adalah penentuan berapa banyak suatu negara mengekspor dan mengimpor. Nilai tukar riil yang lebih tinggi mengakibatkan harga barang dalam negeri menjadi lebih mahal (Mankiw, 2006:261). Nilai tukar ini mengukur harga relatif barang dan jasa yang tersedia di dalam negeri terhadap barang dan jasa yang tersedia di luar negeri (Mankiw, 2006:244).
b. Sistem Nilai Tukar Di Indonesia Adapun sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, adalah sebagai berikut: 1) Sistem kurs tetap Sistem ini terjadi pada tahun 1971 sampai 15 November 1978, Sistem ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas nilai tukar dan sejalan dengan strategi inward looking yang mewarnai kebijaksanaan ekonomi pada periode tersebut. sistem nilai tukar
19
tersebut telah menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami over-valued yang menjadi salah satu sebab menurunnya daya saing produk dalam negeri. Untuk menjaga keseimbangan nilai tukar dan mendorong ekspor nonmigas, pada November 1978 dilakukan devaluasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 30,9 persen, dimana nilai rupiah terhadap dollar adalah tetap yaitu Rp 415 per dollar AS (Deliarnov, 2006:186). 2) Sistem mengambang terkendali (manage floating) Sistem ini terjadi pada periode 15 November 1978 sampai dengan Desember 1995, dimana kurs rupiah terhadap dollar diiringi dengan batas intervensi yaitu zona kurs batas atas dan batas bawah. Kurs dibiarkan bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi apabila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari batas intervensi (Deliarnov, 2006:186). 3) Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang) Awal Agustus 1997 nilai rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp 2.650 per dollar AS. Dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini dimaksudkan untuk mengurangi
20
kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri (Basalim, 2000:74).
C. Penelitian Terdahulu Penelitian yang mengangkat tema inflasi telah banyak dilakukan. Namun penelitian ini masih perlu dilakukan agar permasalahan inflasi di Indonesia dapat diatasi dengan baik dan tidak menyengsarakan masyarakat. Beberapa ringkasan penelitian terdahulu mengenai inflasi: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1.
Peneliti Fery
Metode OLS dan PAM
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen:
OLS: hanya
Andrianus
Inflasi
kurs dan tingkat
dan Amelia
Independen:
bunga yang
Niko (2006)
- JUB
mempengaruhi
- Kurs
inflasi.
- PDB
PAM: hanya
- Suku bunga
suku bunga yang mempengaruhi inflasi.
2.
Jakaria
Regresi Linier
Dependen:
JUB,
(2008)
Berganda
Inflasi
pengeluaran
21
Independen:
pemerintah dan
- JUB
kurs
- Pengeluaran
berpengaruh
Pemerintah
3.
signifikan
- Kurs
terhadap inflasi.
Enny Sri
Vector
Dependen:
Pergerakan nilai
Hartati
Autoregressive
Kurs
tukar rupiah
(2004)
(VAR)
Independen:
memiliki
- Indeks Harga
kontribusi
Impor
terhadap inflasi.
- Ekspor Netto -
Indeks Produksi - Indeks Harga Produsen
4.
Mamak M.
Regresi Linier
Dependen:
JUB, suku
Balafif
Berganda
Inflasi
bunga dan kurs
Independen:
berpengaruh
(2007)
- JUB
nyata terhadap
- Suku bunga
inflasi.
- Kurs
Namun secara parsial JUB berpengaruh
22
negatif terhadap inflasi. 5.
Michal
Kointegrasi
Dependen:
Suku bunga
Brzoza –
Inflasi
berpengaruh
Brzezina
Independen:
terhadap inflasi
(2001)
- Deflator PDB
dalam jangka
- Suku bunga
panjang.
- Inflasi yang diperkirakan - PDB riil 6.
Ekrem Gul
Kointegrasi
Dependent:
Suku bunga
dan Aykut
Inflasi
nominal dalam
Ekinci
Independen:
jangka panjang
(2006)
Suku bunga
berpengaruh
nominal
terhadap inflasi.
Sumber : diolah dari berbagai referensi
Penelitian dari Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006:173) menyatakan bahwa hasil analisis menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa nilai tukar dan tingkat bunga berpengaruh secara positif terhadap inflasi. Berdasarkan dari hasil analisis dengan metode PAM menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat suku bunga yang mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
23
Jakaria (2008:281) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan kenaikan pada permintaan agregat yang akhirnya dapat menstimulus pendapatan nasional dan sekaligus menaikkan harga barang sebagai akibat dari demand pull inflation. Depresiasi menyebabkan harga impor menjadi lebih mahal dan biaya produksi mengalami peningkatan. Naiknya biaya produksi akan menyebabkan terjadinya cost push inflation sehingga terjadi inflasi. Enny Sri Hartati (2004:223) berdasarkan studi yang telah dilakukannya, menyimpulkan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap perubahan tingkat harga yang akan berdampak pada permintaan dan penawaran barang-barang yang akan diperdagangkan secara internasional. Ketidakseimbangan
permintaan
dan
penawaran
tersebut
akan
menimbulkan terjadinya inflasi. Sementara studi dari Mamak M. Balafif (2007:23) menunjukkan bahwa jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan kurs berpengaruh secara nyata terhadap laju inflasi. Michal Brzoza–Brzezina (2001:22), Ekrem Gul dan Aykut Ekinci (2006) menyatakan bahwa variabel suku bunga hanya berpengaruh terhadap inflasi dalam jangka panjang. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian ini tidak sama dengan penelitian Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006), Mamak M. Balafif (2007) Michal Brzoza–Brzezina (2001), Ekrem Gul dan Aykut Ekinci (2006), karena dalam penelitian ini hanya
24
menggunakan dua variabel independen yaitu : suku bunga dan kurs sebagai penentu inflasi. 2. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian dari Jakaria, Enny Sri Hartati, dimana penelitian mereka tidak memasukkan variabel suku bunga. Maka dalam penelitian ini penggunaan suku bunga dianggap penting dalam pencapaian sasaran inflasi karena suku bunga mempengaruhi penawaran dan permintaan uang yang berakibat pada jumlah uang beredar dalam suatu negara, dimana jumlah uang beredar adalah cermin dari terjadinya inflasi berdasarkan teori Irving Fisher. 3. Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian di Indonesia dengan tahun pengamatan 1990-2009 dan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Pemilihan metode ini adalah untuk melihat apakah suku bunga, kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi.
C. Keterkaitan Antar Variabel 1. Hubungan Antara Suku Bunga Dan Inflasi Suku bunga melambangkan biaya kesempatan dari memegang uang. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan kerugian (biaya kesempatan) dari memegang uang dan meningkatkan jumlah permintaan uang tunai. Kenaikan suku bunga akan berdampak pada jumlah permintaan barang dan jasa. Jika suku bunga tinggi maka biaya peminjaman dan pengembalian tabungan pada masyarakat menjadi lebih besar, serta menurunkan jumlah
25
perusahaan yang meminjam uang atau berinvestasi (Mankiw, 2006:329331). Hubungan antara suku bunga dan inflasi tercermin pada teori preferensi likuiditas. Teori preferensi likuiditas adalah teori Keynes yang menyatakan bahwa suku bunga akan bergerak menyeimbangkan jumlah uang beredar dan jumlah permintaan uang. Jika keberadaan suku bunga adalah di atas tingkat keseimbangan maka jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat sedikit daripada yang diciptakan oleh bank sentral, sehingga kelebihan uang ini akan menurunkan tingkat suku bunga dan sebaliknya (Mankiw, 2006:327-329). Menurut teori preferensi likuiditas, masyarakat dalam menggunakan uang menghadapi dua pilihan yaitu untuk konsumsi sekarang atau menundanya dengan diinvestasikan untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang. Hal ini sesuai pendapat Keynes yaitu salah satu motif seseorang memegang uang adalah untuk spekulasi. Besarnya uang yang akan digunakan untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga. Jika tingkat bunga turun maka jumlah uang yang akan diinvestasikan pada sekuritas akan turun, dengan kata lain jumlah uang tunai yang dipegang akan naik, naiknya nilai jumlah uang beredar inilah letak inflasi dimana bila dilihat dari teori Irving Fisher yang menyatakan bahwa MV=PT, dimana V dan T dianggap tetap karena dianggap berada pada keadaan kesempatan kerja penuh, bila M yaitu jumlah uang beredar naik maka P sebagai harga ikut naik (Mankiw, 2006:198).
26
Hubungan antara suku bunga dan inflasi juga dapat dilihat dari efek Fisher berdasarkan ekonom Irving Fisher (1867-1947). Dimana efek Fisher adalah penyesuaian satu-satu dari suku bunga nominal terhadap laju inflasi. Ketika bank sentral menaikkan tingkat pertumbuhan uang yang akhirnya menimbulkan laju inflasi maka suku bunga nominal akan dinaikkan untuk mengurangi tingkat inflasi tersebut (Mankiw, 2006:209).
2. Hubungan Antara Kurs Dan Inflasi Hubungan antara kurs dan inflasi tercermin pada teori paritas daya beli. Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Gustav Cassell seorang ekonom Swedia (1866-1945). Teori paritas daya beli menyatakan bahwa nilai tukar mata uang negara yang satu sama dengan tingkat harga di negara yang lainnya. Nilai tukar bergerak secara proporsional dengan naik turunnya harga relatif dalam suatu negara (Halwani, 2005:162-163). Teori Paritas Daya Beli dapat diartikan dalam pengertian absolut, yaitu sebagai rasio antara tingkat harga dalam negeri dengan tingkat harga luar negeri. Jika diartikan dalam pengertian relatif, teori paritas daya beli adalah sebagai perbandingan indeks harga dalam negeri dengan indeks harga luar negeri pada tahun dasar tertentu (Halwani, 2005:164). Teori paritas daya beli didasarkan pada prinsip hukum satu harga (the law of one price). Hukum ini menyatakan bahwa satu unit mata uang dalam suatu negara seharusnya mampu membeli barang dalam jumlah yang sama
27
di semua negara apabila dikonversikan dalam mata uang dalam negeri dari masing-masing negara (Mankiw, 2006:246). Perubahan
nilai
tukar
suatu
negara
mempengaruhi
neraca
perdagangan. Jika mata uang mengalami apresiasi, maka harga barang dalam negeri menjadi lebih mahal dan impor lebih banyak dilakukan dibanding ekspor. Tetapi jika mata uang suatu negara mengalami depresiasi, maka harga barang dalam negeri dari negara yang bersangkutan menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga yang ada di luar negeri. Akibatnya ekspor negara yang bersangkutan akan mengalami kenaikan dan impor mengalami penurunan sehingga neraca perdagangannya akan mengalami peningkatan ekspor neto. Terjadinya peningkatan ekspor neto akan meningkatkan permintaan agregat sehingga menimbulkan kenaikan harga barang atau inflasi (Mankiw, 2006:246-301). Secara tidak langsung, pengaruh nilai tukar terhadap sektor riil ditransmisikan melalui permintaan ekspor dan impor dalam suatu negara. Kenaikan harga barang impor relatif terhadap harga barang dalam negeri mengakibatkan permintaan impor mengalami penurunan dan permintaan terhadap barang di dalam negeri mengalami peningkatan. Tetapi jika suatu negara tidak memiliki produksi barang pengganti impor atau substitusi impor maka terjadinya depresiasi atau pelemahan nilai mata uang akan berakibat pada kontraksi ekonomi yang lebih mendalam. Depresiasi menimbulkan banyak industri di dalam negeri mengalami kesulitan khususnya bagi industri yang menggunakan bahan baku impor. Depresiasi
28
juga berakibat melambungnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan yang digunakan dalam pembiayaan barang-barang yang di pasarkan di dalam negeri. Perusahaan semakin sulit membayar hutangnya akibat nilai penjualan barang dalam valuta asing menjadi lebih kecil. Hal tersebut dapat membuat perusahaan pailit dan memutuskan hubungan kerja para karyawannya. Dengan adanya hal ini maka akan menambah tingkat pengangguran yang ada dalam suatu negara (Simorangkir, 2003:34).
D. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid, 2009:26). Penelitian ini menganalisis pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi di Indonesia. Suku bunga sebagai variabel bebas IR (Interest Rate) dan kurs sebagai variabel bebas ER (Exchange Rate) berpengaruh terhadap inflasi sebagai variabel terikatnya yaitu INF (Inflation). Suku bunga menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Penawaran dan permintaan uang akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Menurut teori kuantitas jumlah uang beredar adalah cermin dari terjadinya inflasi. Meningkatnya suku bunga SBI akan meningkatkan suku bunga tabungan. Dengan meningkatnya suku bunga tabungan maka banyak orang yang akan menyimpan uangnya di bank. Akibatnya jumlah uang yang beredar menjadi sedikit karena banyak uang yang
29
terserap ke bank dan inflasi akan menurun. Peningkatan suku bunga SBI juga akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan adanya hal tersebut, banyak orang enggan untuk meminjam uang pada bank akibat suku bunga kredit yang tinggi dan pada akhirnya berdampak pada melemahnya sektor perbankan akibat adanya kredit macet dan pelemahan sektor riil yaitu pelemahan produksi yang akan menaikkan harga akibat adanya sortage atau kelangkaan barang dan jasa. Di sisi lain, terjadinya perubahan nilai tukar juga berpengaruh terhadap inflasi. Depresiasi berpengaruh terhadap net ekspor dan produksi dalam negeri yang akhirnya berdampak pada inflasi. Dengan adanya depresiasi maka harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah dalam mata uang asing dan sebaliknya harga barang impor menjadi lebih mahal sehingga menurunkan jumlah permintaan impor dan meningkatkan jumlah permintaan ekspor. Meningkatnya permintaan ekspor akan mendorong kenaikan harga ekspor, hal ini dikarenakan barang yang berbasis ekspor memiliki ketergantungan bahan baku dan barang modal impor yang tinggi. Akhirnya barang ekspor tidak dapat bersaing di pasaran internasional akibat biaya produksi yang tinggi dibebankan pada harga jual barang tersebut (output) yang berarti akan terjadi kenaikan harga barang atau inflasi. Dengan adanya inflasi ini, maka jumlah permintaan ekspor akan mengalami penurunan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk menguji signifikansi masing-masing variabel independen dapat dilakukan dengan uji t, dengan membandingkan probability value t-statistik dengan nilai α yang digunakan
30
yaitu α=5 persen, bila probability value t-statistik < α=5 persen maka H o ditolak, Ha diterima dan juga sebaliknya. Untuk melihat signifikansi dari variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan membandingkan probability value F-statistik dengan α yang digunakan yaitu α=5 persen, bila probability value F-statistik < α=5 persen maka Ho ditolak, Ha diterima dan juga sebaliknya. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Suku bunga diduga berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Ho:β1 = 0
Artinya, suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Ha:β1 ≠ 0
Artinya, suku bunga berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
2. Kurs diduga berpengaruh signifikan. Kenaikan dalam kurs akan meningkatkan inflasi di Indonesia. Ho:β2 = 0
Artinya, kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Ha:β2 ≠ 0
Artinya, kurs berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
3. Suku bunga dan kurs diduga berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Kenaikan dalam suku bunga dan kurs akan menaikkan inflasi di Indonesia. Ho:β1, β2 = 0 Artinya, suku bunga dan kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
31
Ha:β1, β2 ≠ 0 Artinya, suku bunga dan kurs berpengaruh signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
SUKU BUNGA (IR) INFLASI (INF) KURS (ER) Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
32
BAB III METODOLOGI
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif. Dimana data kuantitatif adalah data yang bersifat numerik atau angka (Lukman, 2007:4). Penelitian ini menggunakan variabel yang terdiri sebagai berikut : 1. Variabel dependen, yaitu : inflasi 2. Variabel independen, yaitu : suku bunga dan kurs
B. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dihimpun menggunakan data sekunder. Dimana data sekunder adalah data yang didapat dari hasil pengolahan pihak kedua atas penelitiannya di lapangan baik berupa data kualitiatif maupun kuantitatif (Teguh, 2000:121). Jenis data yang digunakan adalah time series yang berupa data tahunan dari tahun 1990-2009. Sumber data diperoleh dari publikasi Bank Indonesia yaitu: Laporan Perekonomian Indonesia.
C. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan model regresi berganda (multiple regression) yang akan diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan rumusan model penelitian sebagai berikut : INF
= 0 + 1IR + 2ER +
33
Dimana : INF
= inflasi
IR
= suku bunga (Interest Rate)
ER
= kurs (Exchange Rate)
0
= konstanta
1
= koefisien dari variabel IR
2
= koefisien dari variabel ER
= eror term Metode pangkat kuadrat terkecil biasa (OLS) diperkenalkan pertama kali
oleh seorang ahli matematika dari Jerman, yaitu Carl Friedrich Gauss. Metode OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2003:216). Garis regresi yang baik terjadi bila nilai prediksinya sedekat mungkin dengan data aktualnya. Dengan kata lain kita akan mencari nilai ^β0 dan
^
β1
yang menyebabkan residual sekecil mungkin (Widarjono, 2007:20). Menurut Widarjono, 2007:23-25; metode OLS adalah metode mencari nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu: a. Best adalah yang terbaik.
34
b. Linier adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter populasi yang sebenarnya. c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara pemerkira lain yang tidak bias. Untuk memenuhi analisis regresi tersebut perlu uji asumsi klasik dan inferensi hasil regresi sehingga hasil estimasi tersebut dapat terhindar dari masalah regresi lancung. 1. Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka peneliti melakukan uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedasitsitas, dan uji normalitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas ini menggunakan normality histogram (Insukindro, 2003:61). Uji normalitas melalui uji Jarque-Bera (J-B). Metode ini menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Nilai statistik JB didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai probabilitas statistik JB lebih kecil dari α = 5 persen maka
35
terjadi permasalahan normalitas atau residual tidak didistribusikan secara normal dan sebaliknya (Widarjono, 2007:54).
b. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah hubungan antara variabel independen dan dependennya. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan sangat tinggi (umumnya > 0,8) maka model regresi dikatakan memiliki permasalahan multikolinieritas (Lukman, 2007:13). Multikolinieritas juga dapat diuji dengan metode deteksi Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan multikolinieritas antara variabel independen yang digunakan dalam model penelitian (Widarjono, 2007:117).
c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk membuat model menjadi tidak konstan. Pengujian terhadap ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam suatu model empiris yang sedang diamati juga merupakan langkah penting sehingga dapat terhindar dari masalah regresi lancung. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empiris dengan menggunakan
36
uji White Hetedoskedasticity, jika X2 (Obs* R-Squared) > X2 tabel atau nilai probability Obs*R-Sqauared < 0,05 atau α=5 persen (Insukindro, 2003:62).
d. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri pada pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test (uji-LM). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat. Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X 2 (Obs*RSquared) hitung > X2 tabel atau nilai probability < 0,05 atau α=5 persen (Insukindro, 2003:60).
2. Uji Statistik a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik) Uji F-statistik menunjukkan apakah semua variabel independen dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Untuk melakukan uji-F dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan F-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai F-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan
37
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
b. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien detrminasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro, 2003:220).
c. Uji Signifikansi Individual (Uji t-Statistik) Uji t-statistik menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Untuk melakukan uji-t dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa
variabel
independen secara
individual
38
mempengaruhi
variabel
dependennya
dan
sebaliknya
(Kuncoro,
2003:219).
D. Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan berikut sebagai operasional dan cara pengukurannya. Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Variabel Independen Pengertian variabel independen yaitu variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel dependennya (Lukmaan, 2007:5). Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah: a. Suku bunga Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw, 2006:96). Variabel suku bunga tahunan yang digunakan adalah suku bunga SBI 1 bulan sejak tahun 1990-2009. Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47).
39
b. Kurs Kurs sering disebut nilai tukar (exchange rate), keduanya memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda (Halwani, 2005:157). Variabel kurs tahunan yang digunakan adalah kurs tengah antara rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sejak tahun 1990-2009.
2. Variabel Dependen Pengertian variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independennya (Lukman, 2007:5). Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah inflasi. Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56). Inflasi dalam penelitian ini menggunakan data inflasi tahunan sejak tahun 1990-2009.
40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif 1. Inflasi Inflasi adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand akan barang dan jasa (Soesastro, 2005:56). Di Indonesia, inflasi masih menjadi masalah ekonomi yang memberikan dampak luas bagi perekonomian dalam suatu negara. Inflasi harus segera diatasi agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
persen (%)
inflasi 80 70 60 50 40 30 20 10 0 periode Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.1 Inflasi di Indonesia Periode 1990-2009
41
Berdasarkan gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 inflasi dapat dikendalikan pada tingkat 9,94 persen. Inflasi mengalami penurunan menjadi 9,93 persen pada tahun 1991, hal ini dikarenakan adanya faktor cost-push, seperti musim kering yang panjang, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan biaya transportasi. Tahun 1992, inflasi menurun ke level 5,05 persen dan kembali naik pada posisi 10,16 persen pada 1993 yang disebabkan oleh dilakukannya penyesuaian harga bahan bakar minyak qdan tarif listrik pada bulan Januari 1993, yang disertai oleh terganggunya pasokan beberapa barang kebutuhan karena bencana banjir dalam bulan Februari serta suasana Idul Fitri bulan Maret 1993. Inflasi turun menjadi 9,65 persen pada tahun 1994 dan terus naik lagi di tahun 1995 menjadi 8,64 persen. Namun inflasi turun menjadi 6,47 persen di tahun 1996 yang diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi, namun inflasi mengalami peningkatan ke level 11,6 persen tahun 1997. Peningkatan ini disebabkan oleh depresiasi rupiah yang sangat besar. Inflasi naik drastis pada tahun 1998 yaitu mencapai level 77,06 persen akibat adanya goncangan perekonomian yang berawal dari krisis nilai tukar di Thailand kemudian menyebar ke negara ASEAN (Association of South-East Asian Nations) lainnya, termasuk Indonesia. Pada 1999, inflasi turun menjadi 2,01 persen akibat adanya perbaikan ekonomi setelah krisis. Inflasi kembali naik pada tahun 2000 yaitu 9,35 persen dan tahun 2001 inflasi mencapai level 12,55 persen akibat terjadinya depresiasi rupiah. Pada tahun 2002, inflasi turun ke level 10,03 persen dan terus menurun ke level 5,16 persen di tahun
42
2003 yang disebabkan adanya penguatan rupiah. Namun pada 2005 inflasi naik menjadi 17,11 persen dibandingkan dengan 6,4 persen pada tahun sebelumnya (2004). Tingginya inflasi disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang diatur Pemerintah (administered prices), khususnya kenaikan harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005, tingginya inflasi bahan makanan (volatile foods) akibat terganggunya pasokan dan distribusi di berbagai daerah dan perkembangan nilai tukar yang melemah. Pada tahun 2006, inflasi turun menjadi 6,6 persen yang disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah. Tahun 2007 inflasi relatif terkendali yaitu berada di level 6,59 persen, hal ini terjadi akibat penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan sumbangan infasi dari kelompok volatile food dapat mengimbangi kenaikan sumbangan infasi yang berasal dari infasi inti dan administered prices sehingga secara keseluruhan tahun infasi relatif stabil. Namun inflasi naik ke level 11,06 persen pada tahun 2008 yang diakibatkan oleh terjadinya lonjakan harga komoditas global. Sementara inflasi di tahun 2009 mengalami penurunan yaitu inflasi berada di level 2,78 persen yang disebabkan oleh menguatnya nilai tukar dan terjaganya kecukupan pasokan serta kelancaran distribusi kebutuhan pokok.
2. Suku Bunga Suku bunga adalah harga dari sebuah pinjaman. Suku bunga mencerminkan jumlah yang dibayar oleh peminjam dan jumlah yang diterima oleh pemberi pinjaman atas tabungan mereka (Mankiw, 2006:96).
43
Suku bunga SBI adalah rata-rata tertimbang dari penawaran suku bunga dari bank-bank pemenang dalam lelang yang menggunakan sistem Stop of Rate (SOR). Suku bunga SBI telah menjadi acuan suku bunga lainnya, khususnya suku bunga yang berjangka waktu satu bulan atau lebih (Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2000:47).
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
persen (%)
SUKU BUNGA SBI 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
periode Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.2 Suku Bunga SBI 1 bulan di Indonesia Periode 1990-2009
Pada gambar 4.2, ditunjukkan bahwa posisi suku bunga SBI pada tahun 1990 adalah 18,83 persen dan turun 18,47 persen pada 1991. Suku bunga SBI menurun lagi menjadi 13,5 persen pada 1992 dan terus turun ke level 8,83 persen pada 1993. Penurunan ini diupayakan untuk mengurangi
44
keketatan kondisi moneter. Tahun 1994, suku bunga SBI mulai naik menjadi 11,53 persen akibat terjadi peningkatan kegiatan ekonomi yaitu: investasi yang kondusif menyebabkan permintaan terhadap kredit perbankan naik pesat. Tahun 1995, suku bunga SBI naik menjadi 13,99 persen. Tahun 1996, suku bunga SBI naik ke level 12,8 persen, kemudian naik menjadi 20 persen sebagai upaya mempertahankan nilai tukar pada tahun 1997 dan terus naik menjadi 38,44 persen saat 1998. Kenaikan ini ditujukan untuk stabilisasi makroekonomi. Namun suku bunga SBI turun ke level 12,51 persen tahun 1999 dan naik lagi menjadi 14,53 persen di tahun 2000 untuk memberikan sinyal kepada pasar akan perlunya mengurangi tekanan laju inflasi dan melemahnya nilai tukar. Kemudian merangkak naik ke 17,62 persen di tahun 2001 sebagai upaya pengendalian moneter melalui instrumen moneter. Pada tahun 2002, suku bunga SBI mengalami penurunan menjadi 12,93 persen. Penurunan ini dilakukan agar terjadi penyerapan kelebihan likuiditas agar inflasi tidak melebihi sasaran inflasi yang telah ditentukan. Suku bunga SBI menurun lagi pada 2003 yaitu 8,31 persen dan terus turun pada 2004 yaitu 7,43 persen. Pada 2005, suku bunga SBI berada di level 12,75 persen untuk menekan inflasi. Pada 2006, suku bunga SBI turun menjadi 9,75 persen. Sementara di tahun 2007, suku bunga SBI mengalami penurunan lagi hingga posisinya berada di level 8 persen dan merangkak naik lagi ke level 10,83 pada desember 2008. Namun, pada tahun 2009 suku bunga SBI mengalami penurunan dan berada di posisi 6,46 persen.
45
3. KURS Kurs sering disebut dengan nilai tukar (exchange rate), keduanya memiliki arti yang sama yaitu: perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda (Halwani, 2005:157). Kurs tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada di antara kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS. Hingga kini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional, hal ini dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II (perjanjian menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang). Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur akibat perang. Hal ini menyebabkan banyak negara tersebut bergantung pada pinjaman dari Amerika. Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam bentuk dollar yang pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman tersebut dengan dollar. Walaupun nilai dollar AS mengalami pelemahan akhir-akhir ini yang disebabkan adanya pencetakan dollar yang berlebihan oleh Federal Reserve (Bank Sentral Amerika Serikat), tetapi dollar masih menjadi cadangan mata uang dunia.
46
kurs
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rp/USD
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
periode Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.3 Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS di Indonesia Periode 1990-2009
Gambar 4.3, menunjukkan bahwa kurs pada tahun 1990 berada di posisi Rp 1901 per dollar AS. Kemudian naik menjadi Rp 1992 per dollar AS pada 1991 dan terus mengalami peningkatan ke level Rp 2062 per dollar AS pada 1992. Tahun 1993 nilai tukar rupiah terhadap dollar juga terus mengalami peningkatan hingga ke level Rp 2110 per dollar AS dan terus naik menjadi Rp 2200 per dollar AS pada 1994. Pada 1995 kurs berada di posisi Rp 2308 per dollar AS dan meningkat Rp 2383 per dollar AS pada 1996. Nilai tukar naik secara tajam saat 1997 yaitu Rp 4065 per dollar AS dan terus meningkat ke level Rp 8025 per dollar AS pada 1998 akibat gejolak di pasar uang internasional dan gejolak sosial politik di dalam negeri serta suasana ketidakpastian yang ditimbulkan oleh adanya rencana dan
47
penundaan pelaksanaan penutupan sejumlah bank oleh pemerintah dalam rangka program rekapitalisasi perbankan. Kurs mengalami penurunan pada 1999 yaitu berada di posisi Rp 7100 per dollar AS. Pada tahun 2000, kurs mengalami peningkatan berada di level Rp 9675 per dollar AS akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap prospek pemulihan ekonomi yang menyebabkan depresiasi rupiah terkait dengan masih terbatasnya pasokan valuta asing di pasar dan terus meningkat hingga Rp 10400 per dollar AS pada 2001 akibat memburuknya kondisi ekonomi dan moneter. Kurs mengalami penurunan di tahun 2002 yaitu Rp 8940 per dollar AS akibat tekanan permintaan di pasar valas. Nilai tukar berada di Rp 8465 per dollar AS pada 2003, naik ke level Rp 9290 per dollar AS pada 2004 dan naik lagi menjadi Rp 9830 per dollar AS pada 2005 akibat tingginya harga minyak dunia dan mengalami penguatan juga di tahun 2006 yaitu Rp 9020 per dollar AS akibat membaiknya fundamental makroekonomi terutama tercermin dari kinerja neraca pembayaran yang semakin kuat serta defisit fiskal yang terjaga rendah. Namun, kurs terdepresiasi menjadi Rp 9419 pada 2007 akibat kondisi fundamental makroekonomi domestik tetap kondusif dan berlanjutnya kesinambungan pertumbuhan ekonomi domestik. Pada 2008, posisi nilai tukar adalah Rp 10.950 per dollar AS akibat krisis keuangan global yang telah memberi tekanan pada rupiah. Krisis telah memicu ketatnya likuiditas global. Pada tahun 2009 kurs mengalami penguatan dan nilainya adalah Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya kepercayaan pasar.
48
B. Analisis dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat histogramnormality test. Untuk mengetahui data berdistribusi normal dapat dilihat pada pada gambar 4.4.
6 Series: Residuals Sample 1990 2009 Observations 20
5 4 3 2 1 0 -10
-5
0
5
10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.44e-15 0.909154 13.83072 -10.97575 6.983309 0.210633 2.495766
Jarque-Bera Probability
0.359764 0.835369
15
Sumber: Data sekunder yang diolah
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas
49
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai statistiknya sebesar 0,359764 dengan probabilitas lebih besar dari α=5 persen yaitu: 0,835369 atau 83,35 persen. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat permasalahan normalitas.
b. Hasil Uji Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen. Pengujian multikolinieritas ini menggunakan Correllation Matrix. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinieritas
IR
ER
IR
1.000000
-0.095709
ER
-0.095709
1.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai IR dan ER memilki nilai yang lebih kecil dari 0,8 yaitu -0,095709. Maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini tidak terdapat permasalahan multikolinieritas. Hasil
50
pengujian multikolinieritas dengan metode Klien melalui regresi auxiliary dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Regresi Auxiliary
Variabel
Koefisien R2
INF=f(IR,ER)
0,805629
IR=f(ER)
0,009160
ER=f(IR)
0,009160
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan metode Klien menujukkan bahwa koefisian determinasi regresi auxiliary masingmasing adalah R2IR=f(ER)=0,009160, R2ER=f(IR)=0,009160. Semua nilai koefisien determinasi tersebut adalah lebih kecil dari koefisien determinasi untuk regresi aslinya (R2INF=f(IR,ER)=0,805629). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah varian dari data observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variabel terikat dengan variabel bebas sehingga hasil estimasi tidak bias. Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan heteroskedastisitas dilakukan melalui Uji White. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.4.
51
Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
3.015889
Probability
0.051952
Obs*R-squared
8.914982
Probability
0.063260
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3 menujukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,063260. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α) = 5 persen (0,05), maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian yang digunakan, sehingga estimasi menjadi bias. Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.4.
52
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.091786
Probability
0.765822
Obs*R-squared
0.114079
Probability
0.735548
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,735548. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α)=5 persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi.
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan metode OLS untuk model persamaan INF=f(IR, ER) adalah sebagai berikut:
53
Tabel 4.5 Hasil Olah Data Dengan Metode OLS
Dependent Variable:INF Method: Least Squares Sample: 1990 2009 Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
-22.84135
IR
2.018479
ER
0.001039
R-squared
0.805629
Adjusted R-squared
0.782762
S.E. of regression
7.382672
Sum squared resid
926.5654
Log likelihood Durbin-Watson stat
-66.73629 1.802669
Std. Error
t-Statistic
Prob.
5.102642
-4.476376
0.0003
0.243775
8.280104
0.0000
0.000480
2.165087
0.0449
Mean dependent var
11.95750
S.D. dependent var
15.83965
Akaike info criterion
6.973629
Schwarz criterion
7.122989
F-statistic
35.23079
Prob(F-statistic)
0.000001
Sumber: Data sekunder yang diolah
54
3. Hasil Uji Statistik a. Uji F-statistik Nilai Prob. F-statistik adalah 0,000001. Nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan (α=5 persen atau 0,05) yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen (suku bunga dan kurs) bersama–sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (inflasi). Nilai koefisien konstanta (C) adalah -22,84135 berarti bila semua variabel independen (suku bunga dan kurs) naik sebesar satu persen secara rata-rata maka inflasi akan mengalami penurunan sebesar 22,84135 persen dengan asumsi Ceteris Paribus.
b. Koefisien Determinasi (R2) Hasil olah data menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0,805629. Hal ini berarti bahwa 80,56 persen dari variasi inflasi mampu dijelaskan oleh variabel suku bunga dan kurs, sedangkan 0,194371 atau 19,4 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
c. Uji Parsial (Uji-t) 1) Pengaruh Suku Bunga (IR) Terhadap Inflasi (INF) Nilai Prob. t-statistik IR adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal
55
ini menunjukkan bahwa variabel suku bunga secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel inflasi. Nilai koefisien variabel IR adalah 2,018479
sehingga dapat
diartikan jika suku bunga mengalami kenaikan sebesar satu persen maka inflasi akan naik sebesar 2,018479 persen dengan asumsi Ceteris Paribus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan suku bunga SBI akan meningkatkan suku bunga kredit. Dengan adanya hal tersebut, banyak orang enggan untuk meminjam uang pada bank akibat suku bunga kredit yang tinggi dan pada akhirnya berdampak pada melemahnya sektor perbankan yang menimbulkan kredit macet yang akhirnya terjadi pelemahan pada sektor riil yang menurunkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh terjadinya kenaikan suku bunga kredit yang juga akan menaikkan biaya produksi dan pada akhirnya biaya produksi ini dibebankan pada hasil akhir produksi atau output berupa barang dan jasa yang siap dikonsumsi masyarakat sehingga harga jual output barang dan jasa secara keseluruhan mengalami peningkatan atau dapat dikatakan terjadi inflasi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fery Andrianus dan Amelia Niko (2006:180) yang berjudul ”Analisa Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997 : 3–2005 : 2”. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan
56
bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh signifikan terhadap inflasi pada periode 1997:3-2005:2 (Andrianus dkk, 2006:180).
2) Pengaruh Kurs (ER) Terhadap Inflasi (INF) Nilai Prob. t-statistik ER adalah 0,0449, nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan α=5 persen (0,05) yang berarti menolak Ho dan menrima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kurs secara signifikan berpengaruh terhadap variabel inflasi. Nilai koefisien variabel ER adalah 0,001039 sehingga dapat diartikan jika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat mengalami kenaikan atau terdepresiasi sebesar Rp1000/USD, maka inflasi akan mengalami kenaikan sebesar 1,039 persen. Rendahnya pengaruh nilai tukar terhadap inflasi dikarenakan Bank Indonesia menempuh kebijakan stabilisasi nilai tukar yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi stabil dan mengalami apresiasi. Hal tersebut juga disertai dengan membaiknya kinerja neraca transaksi berjalan yang didukung oleh membaiknya kinerja ekspor terutama dari komoditas yang berbasis sumber daya alam (SDA), seperti komoditas sektor pertambangan, komoditas manufaktur. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jakaria yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di
57
Indonesia”. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kurs berpengaruh signifikan terhadap inflasi (Jakaria, 2008:297).
58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi di Indonesia selama periode 1990-2009. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel suku bunga dan kurs secara bersama–sama mampu menjelaskan pengaruh pada inflasi dengan probability F-statistk inflasi = 0,000001 atau lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien konstanta adalah -22,84135, berarti bila semua variabel independen (suku bunga dan kurs) naik 1 persen secara rata-rata maka inflasi akan mengalami penurunan sebesar 22,84135 persen, Ceteris Paribus. 2. Secara individu suku bunga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini terbukti dari hasil regresi dengan probability tStatistik = 0,0000 atau lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien variabel IR adalah 2,018479, dapat diartikan jika suku bunga mengalami kenaikan sebesar 1 persen maka inflasi akan naik sebesar 2,018479 persen, Cateris Paribus. Kenaikan suku bunga SBI akan menaikkan suku bunga kredit yang akan berdampak pada melemahnya sektor riil. Para peminjam juga harus membayar bunga yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus menyediakan biaya tambahan untuk memproduksi output dan mereka
59
akan membebankan biaya tambahan tersebut pada output yang akan mereka jual. Jadi, terjadi kenaikan harga output barang dan jasa secara keseluruhan atau inflasi. 3. Secara individu kurs mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap infasi, yang berarti bahwa ketika kurs rupiah terhadap dollar mengalami kenaikkan atau terdepresiasi maka inflasi akan mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari hasil regresi dengan probability t-Statistik = 0,0449 atau lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien variabel ER adalah 0,001039, dapat diartikan jika kurs (nilai tukar) mengalami kenaikan sebesar Rp 1000 per dollar AS, maka inflasi akan naik sebesar 1,039 persen, Cateris Paribus. Artinya, nilai tukar rupiah yang terdepresiasi menyebabkan harga barang impor jauh lebih mahal dan harga barang domestik menjadi murah. Sehingga barang domestik lebih digemari dibanding barang luar negeri dan pada akhirnya ekspor lebih banyak dilakukan. Dengan banyaknya permintaan barang ekspor sedangkan barang yang tersedia sedikit maka harga barang ekspor mengalami peningkatan. Tetapi dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat rendah. Hal ini terjadi karena Bank Indonesia memberlakukan kebijakan stabilisasi nilai rupiah sehingga rupiah mengalami apresiasi dan didukung oleh adanya pembatasan impor dan kinerja ekspor yang membaik.
B. Implikasi Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh suku bunga dan kurs terhadap inflasi adalah Bank Indonesia
60
harus menjaga kestabilan suku bunga dan kurs sehingga dapat menurunkan tingkat inflasi di Indonesia.
C. Saran Setelah menguraikan kesimpulan dan implikasi di atas, maka penulis mencoba untuk memberikan saran yang dapat digunakan bagi pengambil kebijakan adalah sebagai berikut : 1. Dengan ditemukannya kenyataan bahwa bila suku bunga mengalami peningkatan maka akan meningkatkan tingkat inflasi, maka kebijakan yang dapat diambil adalah dengan menstabilkan suku bunga pada tingkat yang lebih rendah, agar inflasi dapat dikendalikan dan tidak mengurangi daya beli masyarakat. 2. Sama halnya dengan suku bunga, hasil yang didapat dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa bila kurs meningkat maka inflasi akan mengalami peningkatan. Dengan begitu kurs seharusnya dapat dikendalikan pada tingkat yang rendah agar tidak terjadi domestic inflation. 3. Dalam
penelitian
selanjutnya,
perlu
adanya
penambahan
variabel
makroekonomi lain yang kemungkinan mempengaruhi inflasi agar model estimasi dapat lebih dipercaya mampu menjelaskan inflasi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Andrianus, Fery dan Niko, Amelia. 2006. “Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode 1997:3–2005:2”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 11 No. 2, Agustus 2006. Balafif. M. Mamak. 2007. ”Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia.” Dialektika Vol 5 No. 1, Mei 2007.
Bank Indonesia. 1990-2009. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta: BI. Basalim, etc. 2000. Perekonomian Indonesia: Krisis dan Strategi Alternatif. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo. Brzezina, M. Brzoza. 2001. “The Realitionship Between Interest Rates and Inflation”. Research Department, National Bank of Poland and Chair of Monetery Policy (Warsaw School of Economics).
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Gul, Ekrem dan Ekinci, Aykut. 2006. “The Causal Realitionship Between Nominal Interest Rates and Inflation: The Case of Turkey”. Scientific Journal of Administrative Development Vol 4 L.A.D 2006.
Hadi Soesastro, etc. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 62
Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hamid, Abdul. 2009. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: UIN.
Hamja, Yahya. 2008. Modul Ekonometrik I. Jakarta: UIN. Hartati, Eni. Sri. 2004. “Dampak Pergerakan Nilai Tukar Terhadap Inflasi”. Media Ekonomi Vol.10 No. 3, Desember 2004.
Insukindro. 2003. Modul Pelatihan Ekonometrika. Yogyakarta: UGM. Jakaria. 2008. “Analisis Pengaruh jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi di Indonesia”. Media Ekonomi Vol 14 No. 3, Desember 2008.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Lukman. 2007. Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif. Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. Jakarta: UIN.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Pengantar Eonomi Makro, Edisi Tiga, Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.
Rachbini, J. Didik. 2001. Ekonomi di Era Transisi Demokrasi. Jakarta: Gahalia Indonesia.
63
Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir. Jakarta: KANISIUS.
Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI.
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Susanti, Hera dkk. 1995. Indikator – Indikator Makroekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Teguh, Muhammad. 2000. Metodologi Penelitian Ekonomi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Widarjono, Agus. 2007. “Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis. Edisi Kedua”. Yogyakarta: EKONISIA FAKULTAS EKONOMI UII. Zulverdi, Doddy dkk. 2000. “Operasi Pengendalian Moneter Yang Berbasis Suku Bunga Dalam Mencapai Sasaran Inflasi”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,Desember 2000.
64
LAMPIRAN - LAMPIRAN
65
Lampiran 1 Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs di Indonesia Periode 1990-2009 Tahun
Inflasi (%)
Suku Bunga SBI (%)
Kurs (Rp/USD)
1990
9,94
18,83
1901
1991
9,93
18,47
1992
1992
5,05
13,5
2062
1993
10,16
8,83
2110
1994
9,65
11,53
2200
1995
8,96
13,99
2308
1996
6,62
12,8
2383
1997
11,6
20
4650
1998
77,6
38,44
8685
1999
2,01
12,51
7100
2000
9,35
14,53
9675
2001
12,55
17,62
10400
2002
10,03
12,93
8940
2003
5,16
8,31
8465
2004
6,4
7,43
9290
2005
17,11
12,75
9830
2006
6,6
9,75
9020
2007
6,59
8
9419
2008
11,06
10,83
10950
2009
2,78
6,46
9400 66
Lampiran 2 Hasil Olah Data Menggunakan Metode OLS Dependent Variable: INF Method: Least Squares Sample: 1990 2009 Included observations: 20 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-22.84135
5.102642
-4.476376
0.0003
IR
2.018479
0.243775
8.280104
0.0000
ER
0.001039
0.000480
2.165087
0.0449
R-squared
0.805629
Mean dependent var
11.95750
Adjusted R-squared
0.782762
S.D. dependent var
15.83965
S.E. of regression
7.382672
Akaike info criterion
6.973629
Sum squared resid
926.5654
Schwarz criterion
7.122989
F-statistic
35.23079
Prob(F-statistic)
0.000001
Log likelihood Durbin-Watson stat
-66.73629 1.802669
67
Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas Dengan Jarque-Bera Test 6 Series: Residuals Sample 1990 2009 Observations 20
5 4 3 2 1 0 -10
-5
0
5
10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.44e-15 0.909154 13.83072 -10.97575 6.983309 0.210633 2.495766
Jarque-Bera Probability
0.359764 0.835369
15
68
Lampiran 4 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.091786
Probability
0.765822
Obs*R-squared
0.114079
Probability
0.735548
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.733105
5.775971
-0.126923
0.9006
IR
0.038089
0.280332
0.135872
0.8936
ER
3.31E-05
0.000505
0.065620
0.9485
RESID(-1)
0.085909
0.283564
0.302963
0.7658
0.005704
Mean dependent var
-2.44E-15
-0.180727
S.D. dependent var
6.983309
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
7.588150
Akaike info criterion
7.067909
Sum squared resid
921.2804
Schwarz criterion
7.267056
F-statistic
0.030595
Prob(F-statistic)
0.992511
Log likelihood Durbin-Watson stat
-66.67909 1.910474
69
Lampiran 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji White White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
3.015889 8.914982
Probability Probability
0.051952 0.063260
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 1990 2009 Included observations: 20 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
18.20784
93.30412
0.195145
0.8479
IR
-0.081500
6.960801
-0.011708
0.9908
IR^2
0.124121
0.157272
0.789214
0.4423
ER
0.003683
0.025172
0.146305
0.8856
ER^2
-4.47E-07
2.07E-06
-0.215582
0.8322
R-squared
0.445749
Mean dependent var
46.32827
Adjusted R-squared
0.297949
S.D. dependent var
58.13211
S.E. of regression
48.70802
Akaike info criterion
10.82188
Sum squared resid
35587.06
Schwarz criterion
11.07082
F-statistic
3.015889
Prob(F-statistic)
0.051952
Log likelihood Durbin-Watson stat
-103.2188 2.181714
70
Lampiran 6 Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Correlation Matriks
IR
ER
IR
1.000000
-0.095709
ER
-0.095709
1.000000
Lampiran 7 Hasil Uji Multikolinieritas Dengan Metode Deteksi klien Dependent Variable: IR Method: Least Squares Sample: 1990 2009 Included observations: 20 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
15.10705
3.414978
4.423763
0.0003
ER
-0.000188
0.000462
-0.407934
0.6881
R-squared Adjusted R-squared
0.009160
Mean dependent var
13.87550
-0.045886
S.D. dependent var
6.979859
S.E. of regression
7.138203
Akaike info criterion
6.863439
Sum squared resid
917.1709
Schwarz criterion
6.963012
F-statistic
0.166410
Prob(F-statistic)
0.688134
Log likelihood Durbin-Watson stat
-66.63439 1.432350
71
Dependent Variable: ER Method: Least Squares Sample: 1990 2009 Included observations: 20 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
7213.865
1842.497
3.915265
0.0010
IR
-48.63717
119.2281
-0.407934
0.6881
R-squared Adjusted R-squared
0.009160
Mean dependent var
6539.000
-0.045886
S.D. dependent var
3546.990
S.E. of regression
3627.456
Akaike info criterion
19.32509
Sum squared resid
2.37E+08
Schwarz criterion
19.42466
Log likelihood
-191.2509
F-statistic
0.166410
Prob(F-statistic)
0.688134
Durbin-Watson stat
0.248453
72