KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puja dan puji kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, Dialah Yang menggenggam semua makhluk-Nya, Dialah yang menentukan takdir terhadap yang di ciptakan-Nya dan Dialah Yang telah memberikan inayah-Nya kepada siapapun termasuk kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam tetap tercurah atas di baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia kepadanya. Sejalan dengan selesainya skripsi ini, ada beberapa orang yang menjadi pijakan untuk meraih keberhasilan dan kesuksesanserta selesainya penulisan skripsi ini. Peran dari orang-orang yang berjasa tidak boleh kita lupakan. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu di antaranya adalah: 1. Dr. Amsal Bachtiar, MA., dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah mengarahkan serta melayani seluruh kebutuhan administratif kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Drs. Yusron Razak, MA., dosen pembimbing I, dan Dra Marzuqoh, MA., dosen pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta motivasi dalam penulisan skripsi hingga selesai dengan baik. 3. Ketua Jurusan Sosiologi Agama Dra. Ida Rosyidah, MA, dan segenap Staf Jurusan Sosiologi Agama yang telah membantu dalam melancarkan masalah administratif dalam penulisan skripsi ini.
4. Ketua dan semua staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah memberikan pinjaman buku untuk dijadikan bahan-bahan yang di perlukan. 5. Ketua Yayasan Wali Songo Asysyirbaany Drs. KH. Busrol Karim yang telah memberikan keterangan-keterangan dalam penelitian atau penulisan skripsi ini. 6. Keluarga besar Sosiologi Agama angkatan 2000, untuk teman-temanku Bahrozie, Rizal, Agus Dwiyono, Yasir, May, Yoyoh dan semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Kalian semua telah memberikan dorongan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa buat Bapak Drs. Muhammad Ismail MA, dosen yang selalu memberikan semangat kepada saya. 7. Untuk orang-orang yang sangat saya cintai, Bapa, Mimi, Abah, Minde, Kang Ozak, Kang Isa, Kang Echu, Kang Ochich, Kang Oom, Uun, D.Ika, Akhir, Non Ci, Bunda, Ziyan, Alya, Ali, Humam, dan anakku yang masih ada di dalam kandungan yang menjadi inspirasi hidup, yang memberikan motivasi dalam pembuatan skripsi ini. 8. Drs. KH. Muhtadi Alawy terimakasih atas suportnya. Mr. Wiy Boss, yang telah membantu tak kenal lelah siang dan malam menemani dan memfalisitasi segala sesuatunya selama penulisan skripsi ini. 9. Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan semua responden yang telah memberikan keterangan dan penjelasan dalam riset yang penulis lakukan. 10. Jamaah Majelis Ta’lim Ar-Ruhama dan Ar-Ridho yang selalu memberikan doa dan dorongan kepada penulis, khususnya H. Rahmat Junus dan keluarga.
11. Semua pihak yang telah memmbantu penulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga semua pemberian dan bantuan apapun itu bentuknya sehingga dapat membantu selesainya penulisan skripsi ini, dapat dibalas oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan semoga kalian mendapatkan hidup yang berkah di dunia dan akhirat. Akhirnya apa yang penulis lakukan semoga dapat bermanfaat bagi orang banyak. Amin ya Robbal ‘Alamin
Jakarta, 23 Februari 2007
Muhammad Amin
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR ……………………………………………………….…
i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….…..
iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… vi Bab I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………
1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah…………………………… 5 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………………………………….. 5 D. Metode Penelitian………………………………………………… 6 E. Sistematika Penulisan…………………………………………….. 8 Bab II : TINJAUAN TEORITIS A. Islam……………………………………………………………...
10
1. Pengertian Islam…………………………………………….
10
2. Aspek ekonomi di dalam Islam…………………………….
11
B. Etos Kerja………………………………………………………..
18
1. Pengertian Etos Kerja………………………………………. 18 2. Unsur-unsur Kerja…………………………………………..
19
3. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam…………………………
22
4. Hubungan Agama dan Etos Kerja…………………………..
26
C. Peranan Majelis Ta’lim…………………………………………..
29
1. Pengertian Peranan………………………………………….
29
2. Pengertian Majelis Ta’lim…………………………………..
30
3. Majelis Ta’lim, Agama Dan Masyarakat……………………. 30 Bab III : GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DESA JOMBANG KECAMATAN CIPUTAT A. Letak Geografis………………………………………………….
32
B. Sejarah Singkat Majelis Ta’lim Wali Songo…………………….. 32 C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo……………………………………… 35 D. Tujuan Didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo……………….. 42 Bab IV : PERANAN MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DI KELURAHAN JOMBANG KECAMATAN CIPUTAT DALAM MENINGKATKAN ETOS KERJA PENGRAJIN KUSEN A. Materi Yang Disampaikan………………………………………… 45 B. Kegiatan Sosial Keagamaan……………………………………… 48 C. Cara dan Hasil Berkarya………..………………………………… 53 D. Hasil Pendapatan…………….…………………………………… 56 Bab V : PENUTUP A. Kesimpulan………………………………….…………………… 59 B. Saran-saran……………………………………..………………… 59 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
61
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………… 64
DAFTAR TABEL Tabel 1 …………………………………………………………………………
36
Tabel 2 …………………………………………………………………………
37
Tabel 3 …………………………………………………………………………
38
Tabel 4 …………………………………………………………………………
40
Tabel 5 …………………………………………………………………………
41
Tabel 6 …………………………………………………………………………
42
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, berarti menapaki abad global. Akibat perkembangan teknologi dan transportasi, dunia internasional pada abad ini mengalami sebuah perubahan besar, yang dikenal dengan era global. Dalam era demikian, situasi dunia menjadi amat transparan, “jendela internasional” terdapat hampir di setiap rumah. Apa yang terjadi di setiap sudut bumi dalam waktu singkat dapat ditangkap dari berbagai belahan dunia, “pintu gerbang” antar negara semakin terbuka, sekat-sekat budaya menjadi hilang, budaya antar bangsa semakin membaur, melebur, serta saling mempengaruhi. Dari sudut ekonomi, era global ini akan di tandai oleh sebuah aktivitas ekonomi baru, yakni perdagangan bebas dan pasar global. Berbagai kawasan dunia, dalam era global ini, akan menjadi pasar dagang dan lahan investasi internasional secara bebas dan terbuka. Setiap individu dan kelompok bisnis dari suatu negara, akan berinteraksi dengan individu dan kelompok dari manca negara, baik dalam bentuk kemitraan maupun persaingan. Kondisi ini, pada tahap berikutnya, akan menggiring seluruh penduduk dunia, memasuki ajang kompetisi global secara ketat, bebas dan terbuka. Untuk memasuki ajang kompetisi global itu, tentu saja di perlukan sejumlah kualifikasi, baik menyangkut sifat mental maupun keahlian profesi. Kualifikasi ini
penting untuk mempertajam kemampuan dan daya saing, agar tidak tergilas. Di antara kualifikasi penting yang diperlukan dalam kompetisi global adalah etos kerja yang tinggi . Etos, menurut Clifford Geertz, adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai.1 Etos kerja, dengan demikian, adalah sikap mental atau cara diri dalam memandang, mempersepsi, menghayati, dan menghargai sebuah nilai kerja. Etos kerja akan mempengaruhi semangat, kualitas dan produktifitas kerja. Etos kerja juga dapat membentuk semangat transformatif. Sebuah semangat yang selalu berusaha mengubah keadaan menuju kualitas yang lebih baik. Sebuah semangat dan sikap mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka jelas, kualifikasi mental yang demikian itu sangat diperlukan untuk memasuki kompetisi global. Pentingnya etos kerja bukan saja dapat dilihat dari perannya dalam menjaga garisgaris pembangunan nasional dan menghindarkan individu atau negara dari resiko-resiko yang merugikan. Lebih dari itu, ia dapat memotifasi kegairahan berekonomi dan meningkatkan
produktifitas,
hingga
pada
gilirannya
dapat
mempercepat
laju
pertumbuhan ekonomi nasional. Orang mulai melihat pentingnya sikap dan kemajuan ekonomi setelah berkembang menejemen berdasarkan ilmu tabiat (behavioral science). “Agar menejemen perusahaan berjalan baik”, anjur Roethlisberger. “Di dalam organisasi perusahaan terdapat ahli-ahli yang bertugas memberikan diagnosa pada keadaan-keadaan
1
h. 3
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta : Yayasan Obor, 1994)
manusia……2 sesuatu yang lebih dalam dan mempengaruhi tabiat adalah sikap. Ia bahkan, berdasarkan hasil riset di USA, memiliki kadar 90%, selebihnya pengetahuan dalam menentukan mutu produk perusahaan.3 Padahal mutu produklah yang paling menentukan maju-mundurnya perusahaan. Etos itu dibentuk oleh nilai-nilai anutan, maka agama mendapat perhatian yang lebih tinggi, sebagai sesuatu yang bukan saja memberikan aspek etis dari kerja, tapi juga mengiringinya dengan implikasi yang ekonomis. Pengakuan akan hal ini juga terdengar dari begawannya menejer dunia, Peter F. Drucker, yang mengaku bahwa saat ini, selaku konsultan menejemen, ia lebih banyak belajar teologi, ketimbang sewaktu masih mengajar agama.4 Max Weber pernah menjelaskan hubungan fungsional antara nilai suatu ajaran dengan keberhasilan pemeluknya.5 Islam memiliki pandangan sangat positif terhadap etos kerja. Dalam Islam, kerja bukan semata untuk kerja, kerja tidak murni perkara profan, tidak hanya prilaku duniawi, bukan hanya mengejar untung atau gaji, juga bukan semata menepis gengsi, misalnya dari tudingan sebagai pengangguran. Islam adalah agama amal atau kerja, maka inti ajarannya adalah bahwa hamba mendekati dan berusaha memperoleh ridho Allah SWT. Melalui kerja atau amal sholeh
2
F.J. Roethlisberger, Menejemen dan Moril Pekerja, (Jakarta : Aksara Baru, 1990), h. 171 M. Imaduddin Abdurrahim, Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja, Ulumul Quran, II, 6 ( Juli – september 1990 ) h. 40 3
4 5
M. Imaduddin Abdurrahim, Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja, h. 45
Salah satu pernyataan Weber yang dikutip Taufik Abdullah adalah bahwa “hanya kerja keras saja satu-satunya yang bisa menghilangkan keraguan religius dan memberikan kepastian akan rahmat Tuhan” Taufiq Abdullah (ed ), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, h.8
dan dengan memurnikan sikap menyembah hanya kepada-Nya.6 Ini sesuai dengan pendapat Max Weber, ia berpendapat bahwasanya ada saling ketergantungan timbal balik antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak dan gaya hidup serta kepentingan material di pihak lain.7 Islam memiliki norma-norma yang mendorong manusia untuk bekerja keras dan sungguh-sungguh, namun tetap mempersyaratkan tanggung jawab, pemenuhan hak-hak diri dan orang lain, serta cara-cara yang halal. “Sistem etika Islam memperlihatkan komitmennya dalam memberikan kondisi spiritual (psycho logical dynamics) kepada umatnya untuk melakukan aktivitas keduniawian yang bermakna dan beraspek religius.8 Sebagai salah satu wadah, sarana atau tempat pendidikan nonformal, maka Majelis Ta’lim Wali Songo selain efektif juga sangat berperan dalam membimbing para pengrajin kusen untuk meningkatkan etos kerja melalui bimbingan keagamaan yang dilaksanakan rutin setiap hari rabu pukul 20.00 WIB sampai selesai. Arti bimbingan menurut bahasa adalah menunjukkan orang lain kepada suatu tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya.9 Artinya bimbingan merupakan suatu proses di dalam membantu individu sesuai dengan nama kegiatan tersebut, bentuk yang ada adalah bimbingan keagamaan yang mencakup nilai-nilai akhlak, syariah (muamalah), maupun masalah-masalah aqidah.
6
Nurcholis Madjid, Islam Agama Kemanusiaan. Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1995), cet., ke-5. h. 216 7
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Terjemahan oleh Robert M.Z, Lawang (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 224 8
Sugeng Sugiono, Etos Kerja Wanita Bakul di Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, (Jurnal Penelitian Agama, 03, Januari 1993), h.38 9
Muhammad Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT. Golden Terayon Press, 1982), cet., ke-5, h.1.
Melalui majelis ta’lim Wali Songo, para jamaah yang terdiri dari para pengusaha (pengrajin) kusen, mereka berusaha mendapatkan arti hidup sebenarnya, yakni dari berbagai literatur dan contoh kehidupan nabi-nabi serta para ahli hikmah seperti para wali Allah, serta berusaha memahami keseimbangan antara hidup di dunia dan hidup di akhirat yang disampaikan oleh pembimbing. Mereka sebagai pengrajin dan pedagang mengharapkan ilmu agama Islam yang pada gilirannya akan mendorong mereka untuk melakukan muamalah secara benar khususnya dalam etos kerja mereka dalam berkarya. Merekapun secara konsisten (istiqomah) melakukan kegiatan sosial, seperti memberikan santunan kepada para kaum du’afa dan anak-anak yatim stiap bulan.
B. Pembatasan dan Perumuhan Masalah Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi masalah pada kegiatan Majelis Ta’lim Wali Songo dalam bimbingan keagamaan
dan peranannya
terhadap peningkatan etos kerja para pengrajin kusen. Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dalam proses pemberian bimbingan keagamaan terhadap pengrajin kusen. 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung prilaku ekonomi dan keagamaan para pengrajin kusen. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana peranan Majelis Ta’lim Wali Songo dalam meningkatkan etos kerja pengrajin kusen yang dibimbing di Majelis Ta’lim wali Songo Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah :
1. Tujuan Khusus Untuk mencapai gelar sarjana dalam Program Studi Sosiologi Agama Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Tujuan Umum a. Untuk mengetahui bagaimana peranan Majelis Ta’lim Wali Songo dalam bimbingan keagamaan. Khususnya dalam meningkatkan etos kerja pengrajin kusen. b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dalam proses pemberian bimbingan keagamaan terhadap para pengrajin kusen. c. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung prilaku ekonomi dan keagamaan para pengrajin kusen. Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : A. Diharapkan dapat bermanfaat untuk informasi masyarakat dan kalangan pengusaha kecil maupun pengusaha yang berskala lebih besar dalam hal peningkatan etos kerja. B. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap Majelis Ta’lim Wali Songo dalam memberikan bimbingan keagamaan sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan etos kerja para pengrajin kusen.
D. Metodologi Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat di Jl. Jombang Raya Rt 01/04 No. 05 Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat.
2. Sumber Data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yaitu: a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari respoden, berupa catatan tertulis dari hasil wawancara, angket, observasi dan dokumentasi. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sember-sumber tertulis yang terdapat dalam buku dan literatur yang bersangkutan. 3. Jenis Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan didukung dengan penelitian kuantitatif. 4. Teknik Pengumpulan Data. Untuk mendapatkan data yang objektif, maka dalam penelitian langsung ini menggunakan teknik: a. Observasi, pengamatan pada objek penelitian yaitu Majelis Ta’lim Wali Songo dan para pengrajin kusen, ini dilakukan untuk mengetahui keadaan daerah penelitian guna penjagaan dan pengambilan data sekunder. b. Wawancara, yaitu dilakukan dengan mengadakan komunikasi langsung secara tanya jawab kepada pembimbing dan pengurus Majlis Ta’lim. Hasil wawancara tersebut, digunakan untuk memperkuat temuan data yang dibutuhkan. Model wawancara ini adalah wawancara terbuka. 5. Teknik Pengelolaan Data. a. Editing, yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang telah terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat diketahui dan dapat dinyatakan, sehingga dapat disiapkan untuk proses selanjutnya.
b. Tabulating, yaitu memindahkan jawaban-jawaban responden ke dalam tabel kemudian dicari prosentasenya untuk dideskripsikan. 6. Teknik Analisa Data. Analisa data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.10 Setelah data terkumpul, maka selanjutnya adalah pengelolaan data yang di peroleh dari jenis data kualitatif. Data kualitatif ini diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisa deskriptif, yaitu penulis menganalisa dan mendiskriptifkan data-data tersebut dalam bentuk pemaparan dengan memberikan penjelasan-penjelasan atau keterangan-keterangan secara logis. E. Sistematika Penulisan Bab I; Merupakan bab pendahuluan yang diawali dengan latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penelitian. Bab II; berisi tentang tinjauan teoritis, sub bab pertama berisi tentang Islam dan pengertiannya, aspek ekonomi di dalam Islam. Sub bab yang kedua berisi tentang etos kerja dan pengertiannya, unsur-unsur kerja, etos kerja dalam perspektif Islam serta hubungan agama dan etos kerja. Sub bab yang ketiga berisi tentang peranan majelis ta’lim, pengertian peranan, pengertian majelis ta’lim, serta tentang majelis ta’lim, agama dan masyarakat.
10
Lexi. J Maleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000 ), cet., Ke-1, h. 103.
Bab III; Berisi
gambaran umum tentang Majelis Ta’lim Wali Songo desa
Jombang kecamatan Ciputat. Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab yang pertama tentang letak geografis, sub bab yang kedua tentang sejarah singkat Majelis Ta’lim Wali Songo, sub bab yang ketiga tentang tujuan didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo, dan sub bab yang keempat tentang struktur organisasi Majelis Ta’lim Wali Songo. Bab IV; Berisi analisa peranan Majelis ta’lim Wali Songo dalam meningkatkan etos kerja pengrajin kusen. Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab yang pertama tentang materi yang disampaikan pembimbing di Majelis Ta’lim Wali Songo. Sub bab yang kedua tentang kegiatan sosial keagamaan di Majelis Ta’lim Wali Songo. Sub bab yang ketiga tentang cara dan hasil berkarya para pengrajin kusen. Sub bab yang keempat tentang hasil ekonomi para pengrajin kusen. Bab V; Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Islam 1. Pengertian Islam Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad s.a.w. sebagai Rosul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Quran dan hadits.11 Di dalam agama ini, Nabi Muhammad s.a.w. menerima Al-Quran dari Tuhannya, lalu disampaikannya sebagaimana beliau menerima. Dengan perintah Allah dan petunjukNya, beliau menerangkan keringkasannya, dan dengan perbuatannya, beliau menerapkan ayat-ayatnya. Kemudian manusia menerimanya dari generasi ke generasi, sebagaimana beliau menerima dari Tuhannya, hingga kepada kita pun seperti di turunkannya secara berturut-turut, tanpa ada keraguan sedikitpun di dalamnya.12 Dunia Islam terbentang dari Afrika Utara sampai ke Asia tenggara dan meliputi kira-kira empat puluh Negara merdeka yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Penganut agama Islam berjumlah kira-kira 750 juta orang, karena itu Islam merupakan agama terbesar kedua di dunia. Suatu ciri khas ajaran Islam adalah keyakinan bahwa Islam itu suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh. Agama yang mempunyai yang integral dan organic dengan politik dan masyarakat (sosial). Ideal Islam ini terbayang 11
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta : UI-Press, 1985), cet., ke-5, h. 24 12
1
Prof.Dr. Mahmud Syaltut, Islam Aqidah dan Syariah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1998), cet, ke-2, h.
dalam perkembangan hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup, di mana termasuk di dalamnya tugas orang Islam terhadap Tuhan ( sholat, puasa, haji ) dan tugas sesama manusia (hukum keluarga, hukum perdagangan dan hukum pidana). Karena itu ajaran Islam merupakan suatu system normative di mana agama berhubungan secara integral dengan segala bidang kehidupan orang Islam, seperti politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan keluarga.13 2. Aspek Ekonomi dalam Islam a. Arti Ekonomi Ekonomi ialah kegiatan manusia dan kegiatan masyarakat untuk mempergunakan unsur-unsur produksi dengan sebaik-baiknya guna maksud memenuhi berbagai rupa kebutuhan, atau ekonomi adalah proses produksi dan penghasilan produksi. b. Proses Ekonomi Proses ekonomi meliputi: -
Proses produksi barang-barang dan jasa-jasa (pendapatan)
-
Penukaran pendapatan tersebut
- Pembagian pendapatan-pendapatan itu antara golongan-golongan masyarakat -
Pemakaian (konsumsi) barang-barang dan jasa-jasa dalam kehidupan seharihari.
c. Unsur-unsur Ekonomi atau Unsur Produksi Unsur-unsur ekonomi atau unsur produksi meliputi: -
Kekayaan alam, yang meliputi : (1) tanah dan keadaan iklim, (2) kekayaan hutan, (3) kekayaan di dalam tanah (bahan pertambangan), (4) kekayaan air
13
h. 3
John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, tt),
sebagai sumber bahan makanan (perikanan), sebagai sumber pengairan dan lain sebagainya. -
Modal, yaitu barang-barang yang dipergunakan dalam proses produksi; meliputi: peralatan, mesin, gedung, pabrik, alat pengangkutan, alat pengolahan, tempat penjualan.
-
Tenaga kerja, yaitu peranan manusia dalam proses produksi; dan
-
Skill yaitu kepandaian, keahlian, kecerdasan untuk mengerjakan usaha-usaha ekonomi,-- dalam arti memimpin perusahaan atau mengatur organisasi perusahaan atau kecerdasan dalam arti teknis semata-mata.14
d. Prinsip Sistem Ekonomi Prinsip setiap sistem ekonomi ialah: -
tercapainya pemuasan berbagai keperluan manusia, baik perorangan maupun masyarakat.
-
Tercapainya hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, …..menurut ukuran akal atau rasio.15
Prinsip termaksud di atas juga berlaku untuk sistem ekonomi Islam. Hanya saja Islam memberikan dan meletakkan norma-norma etik asasi tentang ekonomi itu, seperti bersikap jujur, adil, tidak merugikan salah satu pihak dan lainnya. Pada awalnya ekonomi itu menyatu dengan agama, tidak terpisah. Sampai akhir tahun 1700-an di Barat pun ekonomi berkait dengan agama, ahli ekonomi Eropa adalah 14
Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan, , (Jakarta: Kanisius, 1960), cet. Ke-3, h. 15-36 15
H. Sjafruddin Prawiranegara, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta, 1967 ((Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967), h.10-11.
Pendeta dan ahli agama. Pada zaman pertengahan Eropa ekonomi skolastik dikembangakan oleh ahli gereja seperti Thomas Aquinas, Augustine dan lain-lain. Bahkan Fisiokrat pada permulaan tahun 1700-an telah berfikir tentang tanah dan orang berdasarkan kekristenan. Tetapi dengan adanya revolusi industri dan produksi massal, ahli ekonomi mereka mulai memisahkan mulai memisahkan keterandalan agamanya. Kita mengenal keadaan ini sebagai gejala asal revolusi menentang kekuatan gereja, dan merupakan awal dari kajian ekonomi yang menjauhkan diri dari fikiran ekonomi skolastik. Sejak itu sejarah berjalan terus sampai pada keadan di mana revolusi kajian ekonomi yang menentang agama mulai mendingin. Para ekonom kontemporer mulai mencari-cari lagi sampai mereka menyadari kembali betapa pentingnya kajian kerangka aksi ekonomi yang berkarakter religious, bermoral dan human. Ekonom Gunnar Myrdal dalm bukunya “Asian Drama”, menyusun kembali ilmu ekonomi yang berkait dengan nilai kemanusiaan, baik perorangan, masyarakat maupun bangsa. Munculnya penampilan wajah kajian ekonomi baru dengan pendekatan humanistik dari Eugene Lovell dalam bukunya yang terkenal Humanomics dan dari E.F. Schumacher Small is Beautiful, Economics as if People Materred. Para ekonom ini telah menyadari sepenuhnya bahwa meniadakan hubungan kajian ekonomi
dengan nilai-nilai moral-humanis adalah
kekeliruan yang besar dan tidak bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan manusa dan alam semesta. Kesadaran ini tumbuh setelah semua bangsa menyaksikan sendiri hasil dari model pembangunan sosio-ekonomi yang berasaskan model liberal kapitalistik dan teori pertumbuhan neo-klasikal, maupun model marxist dan neo-marxist, yang keduanya ini mengutamakan kehidupan materialistik hedonisme. Hasil model ini misalnya:
kemiskinan di tengah kemakmuran, konsumerisme, budaya permissive, dan rupa-rupa bentuk pop-hedonism, gaya hidup yang sekuler dan singkretis dan lainnya
yang
bertentangan dengan nilai kemanusiaan serta nilai agama. Islam sebagai sumber dan pedoman tingkah laku manusia, dan karena tingkah laku ekonomi merupakan bagian dari ulah manusia juga, maka ilmu dan aktifitas ekonomi haruslah berada dalam Islam. Keunikan pendekatan Islam terletak pada sistem nilai yang mewarnai tingkah-laku ekonomi. Ilmu ekonomi adalah salah satu bagian saja dari Ilmu agama Islam. Dan sistem ekonomi dengan sendirinya tidak mungkin dapat dipisahkan dari suprasistemnya yaitu Islam, karena pemikiran Islam berdasarkan konsep segitiga (triangle arrangement) yaitu Allah berada di sudut puncak, manusia dan kekayaan alam masing-masing berada pada sudut bawahnya yang keduanya tunduk taat kepada-Nya. Islam untuk ekonomi, atau ekonomi dalam Islam dapat digali dalam al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan ketentuan mengenai tingkah-laku ekonomi dari manusia dan masyarakat, dalam kegiatan-kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi barang maupun jasa.16 Berbeda dengan agama-agama besar lain, Islam memberikan kepada penganutnya suatu ajaran terperinci tentang sistem ekonomi. Hal ini diberikan melalui al-Quran, Sunnah, Ijma’ (consensus para mujtahid muslim, yaitu ilmuan agama) dan qiyas (pendapat pribadi yang berdasarkan analogi dan ajaran agama). Terutama sekali masalahmasalah perpajakan, pengeluaran pemerintah, warisan, hak milik pribadi, kesejahteraan sosial dan ekonomi (pembagian pendapatan, kemiskinan, perdagangan dan lain-lain),
16
DR.Ir. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV. Rajawali , 1987) , cet., ke-1, h., 55
bunga uang, pemilikan tanah, sumber akami, tingkat gaji, dan juga faktor-faktor lain, telah mendapat perhatian, dan karena itu merupakan komponen Islam yang integral. 17 Kalau sedikit kita tinjau sejarah kehidupan bangsa Arab, mereka terkenal rasis, mereka hidup bersuku-suku dan berkelompok, sering mengisolasi dirinya dari anggota suku lain, hingga kemudian pada awal kelahiran Islam, bangsa Arab yang bersuku-suku dan harta kekayaan hanya berputar di segelintir orang itu memicu dan rentan sekali terjadi ketegangan sosial. Kemudian hal itu dihilangkan dengan cara perdagangan, perdagangan itu bisa menembus pandangan rasis dikalangan bangsa Arab, mereka selalu membedakan keturunan dan tidak mau menerima suku lain sebagai satu kesatuan manusia yang mengemban amanat kelestarian bumi, masyarakat kaya secara sadar atau tidak sadar membutuhkan konsumen yang rata-rata berasal dari kalangan ekonomi bawah. Perdagangan membuka jalinan interaksi yang lebih inklusif, dan merupakan embrio menuju harmonisasi. Setelah perdagangan tumbuh di kalangan bengsa Arab dengan dukungan jalur perdagangan Syam-Arab yang terkenal pada waktu itu, ternyata mampu mengangkat tingkat kemiskinan yang melanda. Dengan arogansi dan kesombongan saudagar-saudagar kaya, sejalan dengan pengembangan ekonomi yang semakin mapan banyak yang tidak lagi mengindahkan norma agama dan etika sosial, mereka sibuk mengambil keuntungan sendiri tanpa ada rasa kasihan kepada masyarakat bawah, keadaan semacam menelorkan kesenjangan ekonomi dan ketegangan sosial, dan ini sangat dibenci oleh anggota masyarakat lain di antara suku-suku ini. Konsep kesama-rataan menjadi slogan yang siasia dan tak bermutu, karena bukan tujuan berbisnis.
17
Sumitro Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan, h. 54
Muhammad diutus untuk melepaskan kondisi sosial yang semacam itu. Sosok Muhammad sendiri pemuda yang dibesarkan di lingkungan semacam itu sehingga tahu persis dan menyelami kondisi yang terjadi.18 Muhammad berdagang dan mencontohkan perdagangan yang adil yang menjauhkan dari kecurangan dalam takaran dan timbangan serta memberikan kelebihan kepada masyarakat yang membutuhkan, hasil keuntungan dalam jumlah setahun harus ada jumlah sebagian yang didistribusikan kepada masyarakat yang lemah dengan secara adil, mengkampanyekan anti sistem riba, dan lain-lain. Islam dalam hal ini al-Quran menyebutkan tentang prilaku ekonomi akan di pertanggung jawabkan di hari pengadilan.
( وَإِذَا آَﺎﻟُﻮ ُه ْﻢ َأ ْو َو َزﻧُﻮ ُه ْﻢ2)َﺴﺘَ ْﻮﻓُﻮن ْ َس ﻳ ِ ﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ َ ﻦ ِإذَا ا ْآﺘَﺎُﻟﻮا َ ( اﱠﻟﺬِﻳ1)َﻞ ﻟِ ْﻠ ُﻤﻄَ ﱢﻔﻔِﻴﻦ ٌ وَ ْﻳ ب س ِﻟ َﺮ ﱢ ُ ( َﻳ ْﻮ َم َﻳﻘُﻮ ُم اﻟﻨﱠﺎ5)ﻋﻈِﻴ ٍﻢ َ ( ِﻟ َﻴ ْﻮ ٍم4)ن َ ﻚ َأ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ َﻣ ْﺒﻌُﻮﺛُﻮ َ ﻈﻦﱡ ُأوَﻟ ِﺌ ُ ( أَﻟَﺎ َﻳ3)ن َ ﺴﺮُو ِﺨ ْ ُﻳ (6)َا ْﻟﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?” (Q.S. Al-Muthaffifiin (83): 1-6) Dan sebagai satu pilihan kritis lainnya dalam menentukan pola tingkah-laku ekonomi, Nabi Syu’aib yang banyak di sebut sebagai Nabi Ilmu ekonomi mendasarkan ekonomi kepada iman (tauhid) terhadap adanya Allah dan Hari Pengadilan:
َﻏ ْﻴ ُﺮ ُﻩ وَﻟَﺎ َﺗ ْﻨ ُﻘﺼُﻮا ا ْﻟﻤِ ْﻜﻴَﺎل َ ﻦ ِإَﻟ ٍﻪ ْ ﻋ ُﺒﺪُوا اﻟﻠﱠﻪَ ﻣَﺎ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ْ ل ﻳَﺎ َﻗ ْﻮ ِم ا َ ﺷﻌَ ْﻴﺒًﺎ ﻗَﺎ ُ ﻦ َأﺧَﺎ ُه ْﻢ َ وَإِﻟَﻰ َﻣ ْﺪ َﻳ ل َ وَﻳَﺎ َﻗ ْﻮ ِم َأ ْوﻓُﻮا ا ْﻟ ِﻤ ْﻜ َﻴﺎ.ﻂ ٍ ب َﻳ ْﻮ ٍم ُﻣﺤِﻴ َ ﻋﺬَا َ ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ َ ف ُ ﺨ ْﻴ ٍﺮ َوِإﻧﱢﻲ َأﺧَﺎ َ ن ِإﻧﱢﻲ َأرَا ُآ ْﻢ ِﺑ َ وَا ْﻟﻤِﻴﺰَا 18
Asghar Ali Engineer, Devolusi Negara Islam, terj. Agus Zaki, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), cet., ke-1, h. 249
َﺑ ِﻘ ﱠﻴ ُﺔ اﻟﻠﱠﻪِ ﺧَ ْﻴ ٌﺮ.ﻦ َ ﺴﺪِﻳ ِ ض ُﻣ ْﻔ ِ ﺷﻴَﺎ َء ُه ْﻢ وَﻟَﺎ ﺗَ ْﻌﺜَﻮْا ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺄ ْر ْ س َأ َ ﺨﺴُﻮا اﻟﻨﱠﺎ َ ﻂ وَﻟَﺎ َﺗ ْﺒ ِﺴ ْ ن ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘ َ وَا ْﻟﻤِﻴﺰَا ك ﻣَﺎ َﻳ ْﻌ ُﺒ ُﺪ َ ن َﻧ ْﺘ ُﺮ ْ ك َأ َ ﻚ َﺗ ْﺄ ُﻣ ُﺮ َ ﺻﻠَﺎ ُﺗ َ ﺐ َأ ُ ﺷ َﻌ ْﻴ ُ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻳَﺎ.ﻆ ٍ ﺤﻔِﻴ َ ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﺑ َ ن ُآ ْﻨ ُﺘ ْﻢ ُﻣ ْﺆﻣِﻨِﻴﻦَ وَﻣَﺎ أَﻧَﺎ ْ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِإ . ﺤﻠِﻴ ُﻢ اﻟ ﱠﺮﺷِﻴ ُﺪ َ ﺖ ا ْﻟ َ ﻚ َﻟَﺄ ْﻧ َ ﻞ ﻓِﻲ أَ ْﻣﻮَاﻟِﻨَﺎ ﻣَﺎ َﻧﺸَﺎ ُء ِإ ﱠﻧ َ ن َﻧ ْﻔ َﻌ ْ ءَاﺑَﺎ ُؤﻧَﺎ َأ ْو َأ “Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu`aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syu`aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu." Mereka berkata: "Hai Syu`aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal." (Q.S. Huud (11) : 84-87) Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa Islam mempunyai prinsip ekonomi yang menekankan pada kejujuran serta keadilan. Setiap orang yang melakukan prilaku ekonomi, maka setiap prilakunya akan di pertanggungjawabkan di akhirat yaitu di pengadilan Tuhan yang maha adil. Orang yang beriman kepada hari akhir dan yakin tentang adanya pengadilan Tuhan, maka ia tidak akan merugikan orang lain serta ia akan melakukan tindakan ekonomi yang mempunyai prinsip keberkahan. B. Etos Kerja 1. Pengertian Etos Kerja Ethos, berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethika, bermakna custom, usage, characters19. Etos, menurut Cliffor Geertz, adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan
19
Webster’s Third New International Dictionary of English Language, (New York Merriam Webster’s Inc, 1986), h. 877-878.
dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat hidup. Etos adalah aspek evaluatif yang bersifat menilai.20 Kerja dapat didefinisikan sebagai: Suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis maupun sosial. Dengan pekerjaan manusia akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang meliputi semua kebutuhan fisik dan rasa aman, serta kebutuhan sosial da rasa ego. Selain itu, kerja merupakan aktifitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri. Dukungan sosial ini dapat berupa penghargaan masyarakat terhadap aktifitas yang di tekuni. Sedangkan dukungan individu dapat berupa kebutuhan-kebutuhan yang melatarbelakangi aktifitas kerja seperti kebutuhan untuk aktif, berproduksi, berkreasi, untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, memperoleh nama baik dan lainnya.21 Adapun pengertian ethos kerja adalah: a. Dasar motivasi
yang terdapat dalam budaya suatu masyarakat yang menjadi
penggerak bathin anggota masyarakat yang mendukung budaya itu untuk melakukan suatu kerja. b. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya terhadap kerja yang dapat menjadi bagian penggerak bathin masyarakat yang melakukan c. Pandangan hidup yang khas dari suatu masyarakat terhadap kerja yang dapat mendorong keinginannya untuk melakukan pekerjaan itu.22 Etos kerja, dengan demikian, adalah sikap mental atau cara diri dalam memandang, mempersepsi, menghayati, dan menghargai sebuah nilai kerja..
20
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta : Yayasan Obor) h.3 21
Ali Sumanto Al-Kindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Membrantas Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan Umat, (Solo: Aneka, 1996), cet., ke-1, h. 41 22 Made Purna (ed), Etos Kerja Dalam Ungkapan Tradisional, (Jakarta: Depdikbud, 1991), h.73
Etos kerja akan mempengaruhi semangat, kualitas dan produktifitas kerja. Etos kerja juga dapat membentuk semangat transformatif. Sebuah smangat yang selalu berusaha mengubah keadaan menuju kualitas yang lebih baik. Sebuah semangat dan sikap mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka jelas, kualifikasi mental yang demikian itu sangat diperlukan untuk memasuki kompetisi global. 2. Unsur-unsur Etos Kerja Dalam pembahasan etos kerja, maka yang menjadi unsur-unsurnya adalah: a. Cara Pandang Bekerja sangatlah penting sebagaimana pentingnya ibadah, bekerja juga merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa yakni sebuah ketaatan kepada sang Kholik, karena orang yang bekerja dan berpenghasilan akan sanggup memberi makan, pakaian dan tempat tinggal kepada keluarga yang di tanggungnya. Kewajiban bagi seorang pemimpin rumah tangga misalnya, termaktub di dalam al-Quran surah al-Baqarah/2:233 berikut:
ف ِ ﻦ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو ﺴ َﻮ ُﺗ ُﻬ ﱠ ْ ﻋﻠَﻰ ا ْﻟ َﻤ ْﻮﻟُﻮ ِد َﻟ ُﻪ ِر ْز ُﻗ ُﻬﻦﱠ َو ِآ َ َ َو “… Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf...” Islam mewajibkan kepada semua pengikutnya untuk bekerja. Ia tidak mengizinkan adanya kaum yang menjauhkan diri dari pencaharian rizki dan hanya berpangku tangan atau mengharap dikasihani orang. Kerja merupakan pendekatan (taqorrub) kepada Allah dan pencapaian ridho-Nya (ibtigha’u mardhatihi) harus dilakukan melalui kerja nyata atau amal sholeh.
.ﻪ ِ َﻓ ُﻤﻠَﺎﻗِﻴ
ﻚ آَ ْﺪﺣًﺎ َ ح ِإﻟَﻰ َر ﱢﺑ ٌ ِﻚ آَﺎد َ ن ِإ ﱠﻧ ُ ﻳَﺎأَ ﱡﻳﻬَﺎ ا ْﻟﺈِ ْﻧﺴَﺎ
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya”. (Q.S. Al-Insyiqaq(84): 6) b.
Motivasi Kerja Motivasi kerja menurut Sergiovanni yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal menyatakan bahwa motivasi kerja adalah keinginan dan kemauan seseorang untuk mengambil keputusan, bertindak dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial dan kekuatan fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang adalah atasan, rekan, sarana fisik kebijaksanaan dan peraturan perusahaan, imbalan jasa uang atau nonuang, dan jenis pekerjaan.
c. Disiplin Kerja Disiplin kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib.23Sedangkan disiplin dalam kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau memetuyhi segala peraturan yang telah ditentukan.24Kedisiplinan dalam bekerja antara lain tercermin melalui sikap tanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya sehingga seseorang itu mampu menghargai waktu, rajin mengerjakan apa yang menjadi tugasnya serta mampu mematuhi segala peraturan dan tata tertib dimana ia
h.123
23
Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 46
24
Panji Anoraga dan Sri Suryati, Perilaku Keorganisasian, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), cet., ke-1,
bekerja. Orang yang mempunyai kedisiplinan juga bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. d.
Produktivitas Produktivitas sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan perluasan kerja. Produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha-usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan masyarakat pada umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari kemarin. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerjasama atau suatu keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem. Produktivitas kerja sebagai sistem tidak mungkin dapat ditingkatkan tanpa dukungan subsistem yang antara lain berupa pendidikan, teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan, pengalaman dan tingkat upah minimal.
e.
Prestasi Kerja Prestasi kerja berasal dari bahasa Belanda (prestatie) yang memiliki pengertian “apa yang telah diciptakan; hasil belajar; hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dari jalan keuletan”. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990) prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Yang termasuk aspek-aspek prestasi kerja adalah: 1. Kesetiaan, 2. Kualitas kerja, 3. Tanggung jawab, 4. Ketaatan dan 5. Kejujuran. 3. Etos Kerja Dalam Perspektif Islam Etos kerja termasuk salah satu di antara global narrative, pembicaraan global. Salah satu di antara ciri sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan oleh negara-negara maju dan berkembang adalah warga yang memiliki etos kerja tinggi. Dalam menejemen Industri, ada empat parameter yang biasanya digunakan untuk melihat seseorang atau kelompok memiliki etos kerja atau tidak. Pertama, bagaimana pandangan seseorang tentang kerja. Orang yang memiliki etos kerja tinggi dan baik pasti mempunyai pandangan bahwa kerja sebagai hal yang mulia. Karena sebagai hal yang mulia, dia menghargai kerja. Parameter kedua, ada atu tidakadanya semangat untuk melakukan pekerjaan, semangat bekerja atau menyelesaikan pekerjaan. Orang-orang yang memiliki etos kerja yang baik, apabila ditugasi melakukan pekerjaan akan tumbuh semangatnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik. Parameter ketiga adalah adnya upaya untuk menyempurnakan suatu kerja agar menjadi lebih produktif. Dia tidak hanya melakukan suatu pekerjaan berdasarkan semangat atau perintah saja, tetapi berusaha menjadikan cara kerja, model kerja, atau sistem kerja menjadi lebih baik dan bernilai produktif. Adapun parameter keempat, adanya kebanggaan dapat melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Dia merasa bangga dan puas kalau dapat melakukan pekerjaan itu dengan baik. Orang yang memiliki empat parameter tersebut dianggap orang ang memiliki etos kerja yang tinggi.
Bagaimana Islam memandang kerja? Dalam kajian tasawuf, posisi manusia terhadap kerja dapat dibagi ke dalam dua kategori atu dua tipe. Tipe pertama, adalah orang yang berada di maqom tajrid, artinya orang yang posisinya sudah tidak lagi membutuhkan kerja. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak membutuhkan kerja misalnya karena usia yang telah lanjut, atau kemungkinannya sangat kecil untuk melakukan pekerjaan, atau karena orang tersebut sudah mempunyai satu tingkat tertentu dalam hidupnya sehingga tidak menginginkan berbagai kesenangan yang mengharuskan dia kerja. Misalnya, orang yang hidupnya sudah mapan atau karena ia memilih hidup sederhana. Dia tidak mempunyai keinginan-keinginan lain secara berlebihan kecuali kebutuhan yang sangat primer. Mungkin orang tersebut sudah menyerahkan hidupnya untuk kepentingan lain, misalnya beribadah. Tapi sebaliknya, ada tipe kedua yaitu orang yang berada pada maqom ikhtiar, masih memerlukan usaha. Sebab dia masih membutuhkan rumah, kendaraan, baju baru, menyekolahkan anak, dan berbagi kebutuhan lain. Oleh sebab itu, jika ada orang yang masih menginginkan makan enak, tetepi tidak mau bekerja pada dasarnya ia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Mestinya ia berada pada maqom ikhtiar tetapi ia menempatkan dirinya pada maqom tajrid. Kajian ini akan menafikan orang-orang yang sudah membebaskan diri dari kebutuhan kerja (maqom tajrid). Fokus pembahasan ini adalah berkenaan dengan orang yang berada di maqom ikhtiar. Islam sebagai agama yang mempunyai konsep mengenai suatu kehidupan bahagia (way of life) memberi petunjuk bahwa bekerja adalah sesuatu yang harus dilakukan, khususnya bagi orang-orang yang berada pada maqom ikhtiar. Etos kerja dalam Islam merupakan manifestasi kepercayaan seorang muslim bahwa kerja memiliki kaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu memperoleh perkenan Allah. Dalam
kata lain, etos kerja dalam Islam adalah cara pandang yang diyakini seorang mukmin bahwa bekerja adalah bukan hanya untuk memuliakan dirinya, atau untuk menampakkan kemanusiannya, tetapi juga sebagai manifestasi amal sholih (karya produktif), yang karenanya, memiliki nilai ibadah yang sangat luhur. Penghargaan hasil kerja dalam Islam lebih setara dengan iman, bahkan bekerja dapat dijadikan jaminan atas ampunan dosa, sebagaiman yang disbdakan Rosulullah saw. Yang berbunyi: “Barang siapa yang di waktu sorenya merasa kelelahan karena bekerja, berkarya dengan tangannya sendiri, maka di sore itulah ia diampuni dosanya.” (H.R. Ibnu ‘Abbas) Sebagaimana cara pandang diatas, kerja keras memiliki kaitan organik dengan tanggung jawab umat Islam yang diberi atribut oleh Allah sebagai umat terbaik (khaira ummah) yang dilahirkan untuk manusia, dengan tugas menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Gelar khaira ummah ini hanya akan menjadi slogan yang kosong, lipstick, serta retorika tanpa makna, bila tidak di iringi dengan semangat kerja serta kesadaran berkreasi, berinovasi, dan berproduksi. Hanya pribadi yang menghargai nilai kerja yang kelak mampu membentuk masyarakat yang tangguh. Sebaliknya pribadi yang malas dan bermental pengemis, hanya akan mengorbankan dan menjerumuskan masyarakat dan generasinya ke dalam situasi sulit. Sejalan dengan tanggung jawab sebagai khaira ummah tersebut, Islam senantiasa memotivasi pemeluknya untuk bekerja tanpa kenal lelah, bersemangat seakan hidup tak akan pernah berakhir. Rasulullah saw. Bersabda yang berbunyi:
اﻋﻤﻞ ﻟﺪﻧﻴﺎك آﺎﻧﻚ ﺗﻌﻴﺶ اﺑﺪا واﻋﻤﻞ ﻻﺧﺮﺗﻚ آﺎﻧﻚ ﺗﻤﻮت ﻏﺪا “Berusahalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.” (H.R. Ibn ‘Asakir)
Dalam hadits lain Rasulallah saw. Bersabda yang artinya: “Berpagi-pagilah kamu mencari rizki dan kebutuhan hidup, sebab waktu pagi itu mengandung berkah keberhasilan”. (H.R. ‘Aisyah) Islam mengancam pemeluknya yang malas, suka mengkhayal, dan hanya bersandar pada angan-angan kosong. Ali bin Abi Thalib melarang anaknya yang bersandar pada angan-angan kosong, karena menurutnya, perbuatan demikian adalah pakaian orangorang bodoh. Nabi juga sangat cemas dan khawatir terhadap umatnya yang suka berfoyafoya, tidak produktif, serta rendah etos kerjanya. Dalam sebuah riwayat Daruquthni, Nabi bersabda yang berbunyi: “Yang paling aku khawatirkan menimpa umatku adalah banyak makan, tidur berkepanjangan, pemalas dan lemah keyakinan.” (H.R. Ad-Daruquthni) Dari hadits ini jelas sekali Islam mengajak umatnya untuk bekerje keras dan tidak boleh menjadi pemalas yang mempunyai cita-cita tetapi tanpa adanya suaru tindakan yang dapat merubah nasibnya. 4. Hubungan Agama dan Etos Kerja Agama sangat berperan terhadap pola tindakan, keagamaan pada diri seseorang disebut religiitas. Menurut Glock dan Stark, ada lima macam dimensi religusitas yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek keagamaan, dimensi penghayatan, dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan agama25. Penjelasan dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut: a. Dimensi keyakinan
25
Djamaluddin Ancok, Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) cet., ke-2, h. 70
Dimensi ini berisi tentang pengakuan akan kebenaran ajaran-ajaran agama. Seorang yang beragama akan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran yang diyakininya dan mengakui akan kebenaran doktrin-doktrin yang di terimanya. b. Dimensi peribadatan atau praktek agama Dimensi ini mencakup prilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal lain yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. c. Dimensi pengalaman atau penghayatan Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan dan sensasi-sensasi yang dialami oleh seseorang. d. Dimensi pengetahuan agama Pengetahuan ini berhubungan dengan sejauh mana pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang agama. e. Dimensi pengamalan Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat dari keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang tentang agama yang dianutnya. Dimensi pengamalan yaitu sejauh mana implikasi ajaran agama mempengaruhi prilaku pemeluknya.26 Max Weber, sosiolog berkebangsaan Jerman adalah yang pertama kali membahas hubungan antara agama dan prilaku ekonomi atau agama dengan etos kerja. Dari sekian banyak sumbangan Weber terhadap pengembangan sosiologi ekonomi ada beberapa tulisannya yang penting dibahas, salah satunya, adalah The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism. Dalam tulisan tersebut Weber menyatakan bahwa ketelitian yang khusus, perhitungan dan kerja keras dari bisnis Barat didorong oleh perkembangan etika 26
Djamaluddin Ancok, Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, h. 71
protestan yang muncul pada abad ke-16 dan digerakkan oleh doktrin Calvinisme yaitu doktrin tentang takdir. Pemahaman tentang takdir menurut adanya kepercayaan bahwa tuhan telah memutuskan tentang keselamatan dan kecelakaan. Selain itu doktrin tersebut menegaskan bahwa tidak seorangpun dapat mengetahui apakah dia termasuk orang yang terpilih. Dalam kondisi seperti ini, menurut Weber, pemeluk Calvinisme mengalami “panik terhadap keselamatan”. Cara untuk menenangkan
kepanikan tersebut adalah
orang harus berfikir bahawa seseorang tidak akan berhasil tanpa diberkahi Tuhan. Oleh karena itu keberhasilan adalah tanda dari keterpilihan. Untuk mencapai keberhasilan seseorang harus mencapai aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas ekonomi, yang dilandasi oleh disiplin dan bersahaja, yang didorong oleh keagamaan. Menurut Weber etika kerja Calvinisme yang berkombinasi dengan semangat kapitalisme membawa masyarakt barat kepada perkembangan masyarakat kapitalis modern. Jadi, doktrin Calvinisme tentang takdir memberikan daya dorong psikologis bagi rasionalisasi.27 Menurut Weber, bahwa ada saling ketergantungan antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak dan gaya hidup serta kepentingan material di pihak lain. Observasi awal Weber dari fakta sosiologis yang di temukan di Jerman, bahwa sebagian besar dari pimpinan perusahaan pemilik modal dan personal teknik dan komersial tingkat atas adalah orang Protestan bukannya Katolik. Weber bertolak dari suatu asumsi dasar bahwa rasionalitas adalah unsure pokok yang menyebabkan peradaban mempunyai arti nilai dan pengaruhyang universal. Prilaku ekonomi kapitalis kata weber bertolak pada keuntungan yang di dapat dengan mempergunakan kesempatan bagi tukar-menukar secara formal berdasarkan kesempatan mendapatkan untung yang damai.
27
Drs. Damsar. MA, Sosiologi Ekonomi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) cet., 1, h. 18
Kapitalisme
modern timbul sebagai hasil kumulatif kekuatan-kekuatan sosial,
politik, ekonomi, dan agama yang berakar jauh di dalam sejarah Eropa. Mulai dari masa reformasi
sampai kira-kira abad ke- 18 pengaruh agama sangat menentukan. “
Protestanisme dan Calvinisme, menimbulkan semacam etika tertentu yang bersumbu pada kapitalisme, melahirkan suatu panggilan (beruf calling),” demikian ungkap Weber. Ia menjelaskan bahwa “ beruf” atau panggilan adalah konsepsi agama yang ditentukan Tuhan, suatu tugas hidup, suatu lapangan yang jelas dimana harus bekerja.28 Pendapat lain mengenai hubungan agama dengan etos kerja ialah yang dikemukakan oleh sosiolog Robert N. Bellah, ia mengatakan: Adanya hubungan dinamis antar agama Tokugawa dan kebangkitan ekonomi Jepang modern. Baginya, etika ekonomi Jepang modern bersumber dari etika kelas samurai yang merupakan tulang punggung pembaharuan Meiji (1869-1911), dan etika samurai sendiri berakar dalam ajaran-ajaran Tokugawa. Salah satu ajaran agama Tokugawa tentang etika samurai yaitu,” bekerja keraslah dan hiduplah sederhana, dan penuh perhatian kepada orang lain”.29 Dari teori-teori diatas sangat jelas, bahwa agama memang sangat berkaitan dengan etos kerja seseorang. Sebagaimana kita ketahui, agama, selain fungsinya sebagai sistem keyakinan dan sistem peribadatan, agama juga sebagai sistem kemasyarakan termasuk di dalamnya tentang prilaku ekonomi dalam hal ini etos kerja seseorang. Agama mengajarkan untuk menghargai bentuk-bentuk dan hasil kerja sebagai wujud dari usaha dalam mencapai tujuan beragama, sehingga mendorong umatnya untuk bekerja keras.
28
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Talcott Parsons (terj.), (Charles Scribner’s Son, 1998), h. 80 29
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, h. 144
C. Peranan Majelis Ta’lim a. Pengertian Peranan Dalam kamus bahasa Indonesia arti kata peranan berasal dari kata peran yang berarti mengambil bagian atau pemain atau turut aktif dalam suatu kegiatan30. Sedangkan peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.
b. Pengertian Majelis Ta’lim “Ta’lim” berasal dari bahasa Arab, yang dalam kamus Arab Indonesia karangan Mahmud Yunus diterjemahkan dengan “hal mengajar, melatih”.31 Biasanya istilah ta’lim digabungkan dengan kata majelis, sehingga menjadi Majelis Ta’lim yang diartikan dengan tempat menuntut ilmu agama Islam. c. Majelis Ta’lim, Agama Dan Masyarakat Majelis Ta’lim sebagai tempat bagi umat Islam untuk menuntut ilmu tentang agama Islam adalah sesuatu yang sangat berperan dalam pembentukan pola pikir orang yang beragama yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pola tindakan manusia. Banyak hal penting dalam perkembangan sosiologi agama, salah satunya adalah dikenal dengan teori fungsional sebagai kerangka acuan dalam penelitian empiris terhadap agama. Masyarakat dipandang sebagai lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan, yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta
30
Prof. Dr. J.S. Badudu dan Prof. sultan M. Zain, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996) h. 1037 31 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran Al-Quran,1973), hal. 273
di anggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Agama (Islam) sebagai sistem kepercayaan, yang memberi pegangan bagi manusia dalam hal aqidahnya, sehingga memiliki kepastian mengenai cita dan tujuan hidupnya di masa datang, agama sebagai sistem ibadah, yang memberi petunjuk
bagi manusia tentang tata cara
berkomunikasi dengan Tuhannya, sehingga si hamba dapat mengadakan audiensi dengan Tuhannya, untuk mengadukan berbagai persoalan hidup yang dialaminya, sehingga ia tetap memperoleh ketenengan, dan agama sebagai sistem kemasyarakatan, yang memberi pedoman-pedoman dasar bagi manusia dalam menata hubungannya secara horizontal dengan manusia lain, dengan makhluk lain dan dengan alam semesta seluruhnya. Termasuk dalam hal ini adalah petunjuk-petunjuk dalam bertingkahlaku dan berbuat yang baik dan menjauhi hal-hal yang buruk dan mungkarat. Menurut Emile Durkheim, sebagaimana yang dikutip oleh Betty R. Scharf agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim, di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia menyatakan “berbagai peribadatan terlihat memiliki fungsi sosial tertentu, peribadatanperibadatan itu berfungsi untuk mengatur, memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu generasi kepada generasi lainnya, sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya aturan masyarakat yang bersangkutan.32 Sedangkan Thomas F. Odea menuliskan enam fungsi agama, yaitu: Pertama, agama sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi. Kedua, agama sebagai sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara adat. Ketiga, agama sebagai penganut norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada. Keempat, agama sebagai pengkoreksian fungsi yang sudah ada. Kelima, agama sebagi pemberi identitas diri. 32
Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah Machnun Husein, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995), cet., ke-1, h. 65
Keenam, agama sebagai sebagai pendewasaan agama. 33 Apabila dilihat dari fungsi-fungsi agama di atas, maka sungguh sangat tak terpisahkan kegiatan masyarakat (apapun bentuknya) dari agama. Kegiatan ekonomi misalnya, agama sangat berfungsi untuk mengatur, mengkoreksi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan tersebut agar tercapai suatu hasil yang bersifat adil (tidak merugikan siapapun).
33
Thomas F, O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: CV Rajawali,1985) h., 26
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DESA JOMBNG KECAMATAN CIPUTAT A. Letak Geografis Majelis Ta’lim Wali Songo berada di kelurahan Jombang kecamatan Ciputat kabupaten Tangerang propinsi Banten. Majelis ta’lim ini berada di samping stasiun kereta api Sudimara dan bangunannya berada di atas tanah seluas + 500 M2. Untuk menuju majelis ta’lim para jama’ah rata-rata membutuhkan waktu sepuluh sampai tiga puluh menit dari tempat tinggal masing-masing. Secara geografis desa Jombang berada di ketinggian 80 M diatas permukaan laut. Banyaknya curah hujan 3000 mm dan suhu udara rata-rata 21° C. Jarak desa Jombang dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 1 km, dari pusat kota administrative 7 km, dari ibu kota kabupaten 60 km, dari provinsi Banten 80 km, dan dari ibu kota negara 10 km, berdasarkan sensus bulan Desember tahun 2003. Bengkel (tempat tinggal) para jama’ah majelis ta’lim mayoritas berada di 4 wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Pamulang, kecamatan Ciputat, kecamatan Pondok Aren, dan kecamatan Ciledug, walaupun ada sebagian dari anggota majelis ta’lim berasal dari Jakarta. B. Sejarah Singkat Majelis Ta’lim Wali Songo Pada pertengahan tahun 1999 terbentuk sebuah pengajian yang di namakan pengajian Syarif Hidayatullah di kawasan Gaplek Ciputat yang diadakan di pangkalan kusen milik H. Ikhwan, dimana pembimbingnya terdiri dari 2 orang yaitu K.H. Wawan Arwani dan K.H Busrol Karim keduanya berasal dari Pondok Pesantren Buntet Cirebon
Jawa Barat. Pengajian ini diadakan setiap malam minggu ba’da Isya. Pengajian yang beranggotakan (jamaah) para pengrajin kusen ini pun ternyata dibarengi dengan kegiatan arisan. Atas beberapa pertimbangan, maka pengajian ini dibelah menjadi dua nama yakni Syarif Hidayatullah dan Wali Songo. Pertimbangannya adalah saking banyaknya jamaah yang berasal dari Ciledug dan sekitarnya. Pada tanggal 12 bulan Juni tahun 2001 para jamaah memusyawarahkan masalah ini sehingga diambillah keputusan bahwa pengajian dibelah menjadi dua dan lahirlah Majelis Ta’lim Wali Songo di kediaman salah satu guru pembimbing yaitu K.H. Busrol Karim di kelurahan Jombang kecamatan Ciputat. Nama Wali Songo di ambil dari nama sebuah kelompok para wali yang menyeberkan agama Islam di daerah Jawa, nama ini terinspirasi oleh semangat da’wah para wali yang tak pernah putus asa untuk berdakwah baik melalui budaya, pernikahan dan bahkan melalui perdagangan. Mereka semua adalah pedagang yang mengagumi para wali, maka nama Wali Songo yang popular itupun dijadikan sebagai nama pengajian agar mudah di ingat dan diharapkan mempunyai pengaruh terhadap semanagt dakwah dan kehidupan para jamaah. Setelah berlangsung sekitar kurang lebih 2 tahun, para pengurus majelis ta’lim mengusulkan kepada pembimbing agar membuat Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Wali Songo, yakni pendidikan anak seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Usulan ini di izinkan oleh pembimbing. Dan sampai saat ini kegiaan TPA itupun masih berlangsung bahkan mempunyai anak didik ratusan orang. 34
34
Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 20.30 wib
Lembaga ini memiliki staf pengajar 10 orang. Baru tahun 2003 Lembaga ini mendaftarkan diri menjadi sebuah Yayasan. Sebagaimana layaknya sebuah Yayasan maka dibentuklah kepengurusan Yayasan Wali Songo, yakni sebagai berikut: Kepengurusan Masih pada tahun 2003, diadakan pertemuan untuk menyempurnakan kepengurusan dalam rangka upaya mengorganisir secara baik dan solid agar lebih berkembang, lebih berdaya guna, berhasil guna, dapat diserap dihayati dan diamalkan oleh para angota pengajian Majelis Ta’lim. Susunan Pengurus Yayasan Ketua
: KH. Drs. Busrol Karim
Sekretaris
: Heri Azhari
Bendahara
: Hj. Hamidah Anwar
Humas
: H. Sukanta
Susunan Pengurus Majelis Ta’lim Wali Songo Ketua Umum
: Aim Muntaim
Wakil Ketua I
: H. Yanto
Wakil Ketua II
: Uspuri
Sekertaris I
: Utomo
Sekretaris II
: Dede Rifqi
Bendahara
: Muhammad Juhdi
Seksi-seksi Seksi Kerohanian
: H. Udin Uka
Seksi Sosial
: Ir. Yulisman
Seksi Darmawisata
: Junaidi Salat
Seksi Logistik
: H. Fuad Hasan
Seksi Humas
: H. Somari
C. Kondisi Sosial dan Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo Mengenai kondisi sosial keagamaan para pengrajin kusen terjalin hubungan yang sangat erat antar satu dengan yang lainnya. Jamaah yang mayoritas berasal dari satu daerah, mempunyai budaya serta bahasa yang sama, yaitu budaya dan bahasa Cirebon, maka hal ini sangat menunjang akan kebersamaan atau paguyuban di antara mereka. Sebagaimana sifat atau karakter orang desa adalah paguyuban, berbeda dengan orang kota lebih bersifat individualistis. Selain itu mereka mempunyai prinsip yang sangat kuat dalam memahami arti persaudaraan sesama muslim. Urusan apapun yang berkaitan dengan agama, maka mereka pasti merespon dengan baik, sebagaimana yang tercantum dalam kegiatan sosial para jamaah yang salah satunya terbukti dengan solidaritas dan persatuan mereka dalam mengangkat generasi muda dalam hal pendidikan terutama pendidikan agama, yaitu dengan memfalisitasi anak-anak yatim dan dhuafa untuk belajar ilmu agama di lembaga non formal yang dilaksanakan oleh yayasan Wali Songo, termasuk ketika diadakannya peringatan-peringatan hari besar Islam pun mereka sangat antusias berusaha menyukseskan untuk syiar agama, hal ini di sampaikan oleh ketua Majelis Ta’lim Wali Songo yaitu bapak Aim Muntaim, hal ini termasuk salah satu agenda sosial yang di lakukan setiap tahunnya. Dalam pekerjaan sehari-haripun sangat terlihat betapa mereka saling membantu satu dengan yang lainnya, seperti apabila daiantara jamaah yang sedang membutuhkan alat
atau mesin untuk kerja, maka yang lain sangat bersedia apabila diminta bantuannya. Suatu kenyataan yang sangat mengagumkan adalah ketika di antara mereka sedang dalam keadaan sulit mencari (mendapatkan) konsumen atau pemesan, maka ada istilah pad mereka “bagi-bagi order”, sebagai bentuk solideritas sosial, hal ini diungkapkan oleh H.Sukanta yaitu salah satu dari jamaah. Jama’ah majelis ta’lim Wali Songo 99 % adalah pengrajin kusen, adapun kondisi pendidikan para jamaah sangat beragam, ada yang lulusan SD, SMP, SMA, serta S1. Tabel berikut ini adalah table kondisi pendidikan para jamaah: Tabel 1 Kondisi Pendidikan Jamaah MT. Wali Songo
NO
Pendidikan
Jumlah Jamaah
1
Tidak Lulus SD
1
2
Lulusan SD
13
3
Lulusan SLTP
37
4
Lulusan SLTA
59
5
Lulusan S1
3
Jumlah
113
Sumber : Data anggota Majelis Ta’lim di Yayasan Wali Songo Dari data di atas terlihat bahwa kondisi pendidikan para pengrajin kusen sangat beragam. Sehingga ini adalah salah satu kewajiban para pembimbing untuk memberikan bimbingan yang seimbang dan mngenai sasaran, yakni mengimbangi daya nalar serta daya tangkap para jamaah agar setiap jamaah memahami materi yang di sampaikan
termasuk orang yang hanya berluluskan sekolah dasar. Walaupun kondisi pendidikan formal para jamaah sangat beragam, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap penghasilan mereka, karena dalam kerajinan ini yang dibutuhkan sebagian besar adalah pengalaman. Yayasan Wali Songo memiliki lembaga pendidikan formal dan nonformal, pendidikan formal yang dimiliki Yayasan ini adalah Roudhatul Athfal (RA) yaitu lembaga pendidikan formal setingkat Taman Kanak-kanak (TK). Sedangkan pendidikan nonformalnya yaitu Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), majelis ta’lim dan Pondok Pesantren. Tabel 2 Tabel sarana pendidikan dan jumlah murid yang dimiliki Yayasan Wali Songo Nama Sarana
Jumlah Murid
Waktu Belajar
RA
90
Pagi
TPA
100
Pagi
TPA
115
Sore
Majelis Ta’lim bapak-bapak
112
Setiap malam kamis
Majelis Ta’lim Ibu-ibu
130
Setiap hari rabu
Sumber: Data Administrasi Yayasan Wali Songo Data diatas menunjukkan bahwa Yayasan Wali Songo sangat konsern terhadap pendidikan ummat, bahkan ketika penulis mewawancarai ketua yayasan Wali Songo yaitu Drs. KH. Busrol Karim di kediamannya, beliau mengatakan “ kita harus memberantas kebodohan, kita harus berdakwah, kita harus memberikan pendidikan
agama terutama anak-anak kita yang berusia dini, yakni usia seperti anak-anak TK dan TPA yang ada di yayasan ini”.35 Adapun kondisi ekonomi para jamaah menurut pengamatan penulis sangatlah bervariasi, ini bisa dilihat dari beberapa kondisi yaitu kondisi perusahaan dan kondisi rumah para jamaah termasuk kebutuhan sehari-hari keluarga para jamaah. Walaupun penulis tidak mengetahui secara detail, tapi penulis berusaha mendapatkan data-data kekayaan para jamaah dengan cara pengamatan dan wawancara yang menghasilkan data sebagai berikut: Tabel 3 Tabel Kondisi Ekonomi Para Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo Kekayaan Nama Jamaah
Nama PD
di
luar
Aset Perusahaan
Jumlah Kekeyaan Perusahaan (pribadi)
Aim M.
Sinar Makmur
350.000.0000,-
150.000.000,-
500.000.000,-
H. Sukanta
Cipta Karya Prantama
300.000.000,-
125.000.000,-
425.000.000,-
H. Yanto
Sinar Kampung Utan
100.000.000,-
175.000.000,-
275.000.000,-
Utomo
Kamper Utama
135.000.000,-
78.000.000,-
213.000.000,-
H. somari
Sinar Jati Utama
350.000.000,-
215.000.000,-
565.000.000,-
H. Hilmi
Pamulang Jaya
425.000.000,-
275.000.000,-
700.000.000,-
Junaidi Salat
Sinar Jaya
400.000.000,-
225.000.000,-
625.000.000,-
H. Ahmad Fikri
Jati Utama
135.000.000,-
75.000.000,-
210.000.000,-
Juanda
Agung Jaya
75.000.000,-
50.000.000,-
125.000.000,-
Abdurrozak
Berkah Laksana
87.000.000,-
65.000.000,-
152.000.000,-
35
Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 20.30 wib
Abduri
Fajar
115.000.000,-
100.000.000,-
215.000.000,-
H. Ibrahim
Mulya Jaya
112.000.000,-
87.000.000,-
199.000.000,-
H. Fuad A
Jati Indah
450.000.000,-
350.000.000,-
800.000.000,-
Moh. Amien
Amanah Jaya
245.000.000,-
230.000.000,-
475.000.000,-
H. Syukur
Syukur
157.000.000,-
210.000.000,-
367.000.000,-
H.M. Arsyad
Mirah Jaya
425.000.000,-
345.000.000,-
770.000.000,-
Makhfud
Jati Makmur Jaya
358.000.000,-
250.000.000,-
608.000.000,-
Maftuch
Mega Jaya
230.000.000,-
320.000.000,-
550.000.000,-
Suhadi Panji
Bangun Perkasa
200.000.000,-
270.000.000,-
470.000.000,-
H. Musthofa S.
Jati Unggul
450.000.000,-
350.000.000,-
800.000.000,-
Eka Sunar
Harapan Jaya
310.000.000,-
245.000.000,-
555.000.000,-
MS. Kimin
Putra Sejati
150.000.000,-
250.000.000,-
400.000.000,-
H. Gito A
Alam Jati Indah
300.000.000,-
350.000.000,-
650.000.000,-
A. Latief M
Gunung Jaya
240.000.000,-
230.000.000,-
470.000.000,-
Djalaludin
Pondok Indah
350.000.000,-
180.000.000,-
530.000.000,-
Sumber : Wawancara pribadi dengan 25 responden.36 Data di atas menunjukkan bahwa para pengrajin kusen, yakni para jamaah majelis ta’lim Wali Songo kondisi ekonominya sangat bervariasi, diukur dari gaya hidup dan fasilitas kehidupan rumah tangga mereka 75% termasuk golongan menengah ke atas. Penulis mewawancari istri para pengrajin kusen bermaksud mengetahui berapa pengeluaran kebutuhan rumah tangga dalam sehari, dari hasil wawancara 10 orang
36
25 responden, Pengrajin kusen, Wawancara terbuka Majelis Ta’lim Wali Songo, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 22.00 wib.
penulis menyimpulkan bahawa kebutuhan rumah tangga mereka rata-rata adalah 100.000,- per-hari termasuk uang saku sekolah anak-anak.37 Status tanah dan bangunan bengkel atau perusahaan pengrajin kusenpun bervariasi dalam hal kepemilikan, ada yang merupakan milik pribadi, ada yang menyewa (kontrak) dan ada juga yang sistem kerjasama antar pemilik tanah atau bengkel dengan pengrajin kusen. Adapun penghasilan yang didapat oleh para pengrajin kusen sangat bervariasi, tergantung pada banyaknya pemesan, hasil ekonominya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4 Data Penghasilan para pengrajin Kusen / Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo No Penghasilan Perbulan (Rp)
Prosentase
1
Di bawah 1.000.000,-
3%
2
1.000.000,-
15 %
3
1.500.000,-
13 %
4
2.000.000,-
25 %
5
2.500.000,-
17 %
6
Di atas 2.500.000,-
27 %
Jumlah
100 %
Sumber : Wawancara dengan H. Hilmi Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Pamulang, Ciputat. Data di atas menunjukkan penghasilan para pengrajin kusen yang sangat bervariasi. Tinggi rendahnya penghasilan mereka sangat berhubungan dengan etos kerja
37
Roasiah, Jamaah Pengajian, Wawancara Pribadi, Jombang, Ciputat, 18 Agustus 2006, pukul 13.20 wib
yang mereka miliki, salah satunya seperti sejauh mana kegigihan mereka dalam mencari atau mendapatkan konsumen. Tabel 5 Harga Peralatan Perusahaan Sebagai Salah Satu Aset Perusahaan No
Harga (Rp)
Keterangan
Mesin Planer
9 juta
Mesin duduk
Mesin Bobok
7,5 juta
Mesin duduk
3
Mesin Larap
4,5 juta
Mesin duduk
4
Mesin Sircle
4,5 juta
Mesin duduk
5
Mesin Panel
9,5 juta
Mesin duduk
6
Mesin bobok (bor)
950 ribu
Mesin tangan
7
Mesin Sircle
1,6 juta
Mesin tangan
8
Mesin Serut
1,25 juta
Mesin tangan
9
Mesin Profil
1,25 juta
Mesin tangan
10
Mesin Penghalus Kayu
950 ribu
Mesin tangan
11
Mesin Pemaku (tembak)
2,5 juta
Mesin tangan
1 2
Nama Alat
Sumber : Wawancara dengan H.Sukanta, Pimpinan PD. Cipta Karya Prantama Jombang, Ciputat.38 Data tersebut di atas dapat dijadikan ukuran kekayaan para pengrajin kusen serta termasuk maju atau mundurnya sebuah perusahaan kusen dengan melihat aset (peralatan) yang dimiliki perusahaan pengrajin kusen.
38
H. Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama, wawancara pribadi , Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 14.30, wib.
Tabel 6 Data harga kayu sampai akhir tahun 2006 No
Jenis Kayu
Harga Per-Kubik(Rp)
1
Kayu Jati Super Kelas I
40.000.000,-
2
Kayu Jati Kelas II
34.000.000,-
3
Kayu Kamper Samarinda Oven
6.000.000
4
Kamper Samarinda Basah
5.500.000,-
5
Kayu Meranti
3.000.000,-
6
Kayu Singkil
4.000.000,-
7
Kayu Kapur
4.000.000,-
8
Kayu Kruing Banjar
4.000.000,-
9
Kayu Kampung (Duren, Rambutan,
2.500.000,-
Kecapi) Sumber: Wawancara dengan Abdurrozak Pimpinan PD. Berkah Laksana, Kampung Sawah Ciputat. Harga kayu dapat mempengaruhi harga barang yang dijual. Semakin mahal harga kayu, maka semakin mahal nilai jual yang ditawarkan kepada konsumen, sebaliknya semakin murah harga kayu, maka semakin murah harga barang yang ditawarkan kepada konsumen.39 D. Tujuan Didirikannya Majelis ta’lim Wali Songo Secara global tujuan didirikannya Majelis Ta’lim Wali Songo adalah sebagai berikut: 39
Abdurrozak, Jamaah majelis ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Kampung Sawah, Ciputat, 22 September 2006, pukul 14.00 wib
a. Ikut aktif dalam program pembangunan bidang pendidikan, kesejahteraan sosial dalam rangka membentuk manusia seutuhnya yang bertaqwa kepada Allah SWT. b. Bergerak di bidang sosial, amaliyah, pendidikan dan dakwah dengan membantu masyarakat Islam Indonesia untuk mencapai taraf hidup yang bermoral dan memiliki al-akhlaqul karimah. c. Menghimpun dan menyalurkan dana-dana sosial untuk menghidupkan Ukhuwah Islamiyah. d. Sebagai alat pemersatu yang mencerminkan pandangan hidup dan sebagai pusat inspirasi serta rasa cinta kasih para jamaah serta antar sesama muslim. Drs. KH. Busrol Karim, memaparkan tentang tujuan didirikannya yayasan ini khususnya Majelis Ta’lim Wali Songo adalah sama dengan majelis ta’lim lainnya yaitu membentuk jamaah atau muslim yang komitmen terhadap Islam. “Mari kita lihat al-Quran surat al-‘Ashr” tegasnya. Dari surat al-ashr dapatlah antara lain disimpulkan bahwa komitmen (rasa terikat diri) muslim terhadap Islam dapat diterangakan sebagai berikut: (1) Muslim mengimani Islam, yaitu meyakini secara penuh bahwa agama Islam adalah agama yang benar yang datang dari Allah dan meyakini secara totalitas segala apa yang diajarkan di dalam agama Islam. (2) Muslim mengilmui Islam, yaitu mempelajari ilmu-ilmu agama Islam sehingga mampu memahami Islam dan apa yang ada di dalamnya secara benar. (3) Muslim mengamalkan Islam, yaitu mengamalkan ajaran atau doktrin agama Islam di dalam setiap sendi kehidupan termasuk berkarya.
(4) Muslim mendakwahkan Islam, yaitu berusaha menyampaikan kebenaran agama Islam kepada siapapun, dimanapun dan kapanpun. (5) Muslim bersabar dalam ber-Islam, yaitu bersabar dalam menjalani semua perinta Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah, sabar juga adalah suatu tindakan yang tidak sembrono dalam menyikapi segala permasalahan yang ada, serta ikhlas dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya seaya berdoa dan berusaha untuk mencapai cita-citanya yaitu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.40 Dengan melihat uraian diatas jelaslah bahwa Majelis Ta’lim Wali Songo sangat di butuhkan keberadaannya oleh para pengrajin kusen. Tempatnya yang strategis dan mudah dijangkau serta program dan tujuan didirikannya majelis ta’lim ini adalah menjadi salah satu alasan majelis ta’lim ini selalu dipenuhi oleh jamaah yang mayoritas para pengrajin kusen untuk menambah wawasan keilmuan di dalam beragama, serta untuk mengembangkan etos kerja.
’
40
Drs. K.H. Busrol Karim, Pembimbing sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib
BAB IV PERANAN MAJELIS TA’LIM WALI SONGO DALAM MENINGKATKAN ETOS KERJA PARA PENGRAJIN KUSEN A. Materi Yang disampaikan Majelis Ta’lim Wali Songo sangat berperan dalam meningkatkan etos kerja para pengrajin kusen, terutama memotivasi untuk meningkatkan produktivitas dengan dibarengi nilai-nilai kerja secara Islami. Dalam meningkatkan produktivitas umat (jamaah/ anggota Majelis Ta’lim) ini, maka diadakan bimbingan terhadap para jamaah yang dilaksanakan setiap malam kamis pukul 19.30 WIB sampai pukul 22.30 WIB dengan materi yang bervariasi. Materi-materi yang disampaikan tentu saja adalah pengetahuan agama Islam yang memuat berbagai macam kajian ilmu, seperti tauhid, fiqih, akhlak, serta ilmu Tasawuf. Adapun guru-gurunya adalah KH.Drs. Busrol Karim, KH. Drs. Nuruddin Munawar (pimpinan Pondok Pesantren Tapak Sunan, Condet), dan Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam M.Ag. (pimpinan Pondok Pesantren Ibnu Tholhah). Kitab yang digunakan sebagai rujukan pemateri adalah kebanyakan kitab-kitab salaf (kitab kuning) seperti kitab Hik>m, al-Um, Ihya ‘UlφmuddΤn, Fathul Qorib dan lain-lain. Materi yang disampaikan adalah menjelaskan aspek tauhid, akhlak dan fiqih. KH. Busrol Karim mengatakan, “ Yang terpenting di dalam pengajian ini, adalah pemantapan keimanan para jamaah terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah, juga menanamkan kesadaran bahwa setiap manusia melakukan kegiatannya, semua akan dinilai oleh Allah SWT”.41 Hal ini selaras dengan apa yang telah ditulis oleh KH. Toto Tasmara “ Yes we 41
Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib
are a player, we are a winner!” Allah telah memberikan kesempatan yang sama. Dihamparkannya alam semesta untuk menjadi ujian dan tantangan siapakah yang paling baik prestasinya. Hukum Allah berlaku Universal tidak membedakan agama, bangsa maupun gender (jenis kelamin). Allah pasti akan memberikan balasan kepada mereka yang bekerja keras, berilmu dan berbuat adil sesuai hokum Allah walaupun ia kafir, dan Allah tidak akan menolong mereka yang hidup malas, bodoh dan zhalim walaupun dia mengaku Islam.42 Pada aspek akhlak, para jamaah di anjurkan untuk menjadi orang yang baik. Sebagai muslim yang baik, maka hendaknya dia bertindak positif kepada siapapun dan setiap tindakannya harus bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.43 Ketika penulis mendatangi para pimpinan perusahaan kusen, penulis menemukan pendapat yang selaras dengan itu,”Orang hidup mah yang penting tidak merugikan orang lain, kita hidup perlu bantuan orang lain, maka hendaknya kita berbuat baik kepada orang lain, kalau kita berbuat baik dalam hal apapun insya Allah orang pun akan berbuat baik pada kita, iya tah (logat Cirebon).44 Ditekankan pula kepada para jamaah untuk memperhatikan nilai-nilai agama di dalam berdagang, yakni bagaiman menjadi pedagang yang jujur, dan lain sebaginya. Sehingga apapun yang menjadi maslah di dalam berdagang jangan sampai
42
K.H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta, Gema Insani Press, 2002), cet., ke-1, h, 51 43
Drs. K.H. Busrol Karim, Guru sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo, wawancara pribadi, Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006 pukul 20.30 wib 44
H. Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama, wawancara pribadi , Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006, pukul 14.30 wib.
melupakan rambu-rambu agama Islam. Hal ini pun disampaikan oleh salah seorang guru pembimbing Majelis Ta’lim Wali Songo yaitu Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA.45 Setiap pengajian, sebelum dilakukan penyampaian materi, guru memimpin para jamaah untuk bersama-sama berdzikir atau semacamnya. Sering pula dilakukan pembacaan Manakib Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, tahlil, sholawat Tafrijiyah atau sholawat Naariyah, dan lainnya. Dengan media dzikir ini diharapkan ketenangan batin bagi setiap jamaah setelah mereka melakukan aktifitas di siang harinya. Dzikir yang dianggap sangat berpengaruh terhadap perbaikan jiwa mereka, juga mempunyai efek terhadap etos kerja seperti menumbuhkan keyakinan tentang keberkahan akan didapatkan oleh orang yang senantiasa berusaha seraya berdoa kepada Allah dengan washilah bacaan-bacaan di atas, hal ini dilakukan bukan hanya pada saat pengajian berlangsung akan tetapi dianjurkan setiap harinya setelah sholat hajat an tahajjud.46 Kenyataan ini menunjukkan bahwa para jamaah adalah orang –orang yang tergolong panatik terhadap agama Islam. Dan kegiatan pengajian atau bimbingan keagamaan serta dzikir sangat berpengaruh atau berdampak positif terhadap kegiatan ekonomi mereka yaitu pendistribusian ilmu muamalah yang di sampaikan oleh para pembimbing, pembinaan ketenangan jiwa yang berakibat pada ketenangan bekerja serta mengindahkan norma-norma agama yang harus dilakukan mereka sehingga menjadi pedagang yang muslim, jujur, dan mempunyai etos kerja sehingga mampu bertahan mengimbangi era global ini. B. Kegiatan Sosial Keagamaan 45
Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, Wawancara pribadi, Jombang, 12 September 2006 pukul 17.00
wib 46
H. Yanto, Pimpinan PD. Sinar Kamper Jaya, Wawancara pribadi, Pondok ranji, Ciputat, 20 September 2006, pukul 17.00 wib
Kegiatan sosial keagamaan, yaitu salah satu kegiatan ekstra Majelis Ta’lim yang berada dibawah pimpinan bapak Aim Muntaim dan bimbingan Drs. KH Busrol Karim ini selalu selalu memikirkan dan memunculkan ide-ide baru untuk kemajuan dan perkembangan pengajian, dapat di catat sebagai bonus pahala dari sejumlah amal sholih yang mereka amalkan. Ide-ide yang muncul dalam upaya menambah wawasan keislaman yang lebih luas, dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ekstra yang secara didaktis metodis cukup berpengaruh dalam penebalan keimanan dan ketakwaan para anggota majelisnya. Inventarisasi kegiatan tersebut, tercatat sebagi berikut: 1). Penyelenggaraan rutin setiap bulan suci Ramadhan yaitu: a. Jamaah tadarrus al-Qur’an dan khatamannya. b. Buka puasa bersama, sholat tarawih berjamaah dan dilanjutkan ceramah c. Pertemuan anggota peserta pengajian dan guru-guru setiap tahun menjelang akhir bulan Ramadhan, dengan acara pokok: - Penyampaian tanda terima kasih - Penyaluran zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) kepada yang berhak. - Penyaluran pakaian layak pakai. 2). Penyelenggaraan acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti Isra Mi’raj, Maulid
Nabi
Muhammad
SAW,
Nuzulul
Quran,
tahun
baru
Hijriyah
(Muharraman), Halal bi halal, dan penyembelihan hewan Qurban. 3). Konsultasi Agama Para peserta anggota pengajian Majelis Ta’lim Wali Songo yang mempunyai masalah memerlukan fatwa, nasihat, petunjuk agama boleh bertanya tentang berbagai problem yang dihadapi baik yang menyangkut pribadi, keluarga,
pekerjaan maupun masalah agama yang belum dipahami. Konsultasi ini dilaksanakan setiap hari rabu pagi pukul 09.00- 11.00 dan malam hari pukul 19.3020.30 secara langsung pada narasumbernya yaitu Drs. KH. Busrol Karim dan Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA. 4). Study Tour/ Karya Wisata: Kegiatan ini bertujuan: a. Bertafakur dan bersyukur kepada Allah SWT. b. Memahami situasi perkembangan Islam melalui sejarah c. Menimba ilmu pengetahuan dan menjalin kekeluargaan d. Rekreasi penyegaran tugas-tugas dari kejenuhan dan kesibukan berdagang. Lokasi wisata yang di tuju yaitu hanya berkisar pulau jawa khususnya tempat-tempat bersejarah termasuk makam para wali dan tokoh-tokoh besar seperti makam Bung Karno serta makam para Ulama. Kegiatan tersebut di atas sangat berperan dalam meningkatkan religiusitas para pengrajin kusen. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab II religusitas adalah sikap yang terpancar dari setiap orang yang beragama dari apa yang ia peroleh dalam beragama yang mempunyai berbagai macam dimensi. Keberagamaan atau religiusitas di wujudkan dalam berbagai sisi kehidupan dan setiap aktivitas. Islam menyuruh umatnya untuk beragama (ber-Islam) secara menyeluruh (QS 2: 208). Setiap Muslim, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak diperintahkan untuk ber-Islam. Setiap Muslim harus menjalani apa saja yang diperintahkan Allah, dan menjauhi larangan Allah, dalam Islam Majelis Ta’lim adalah salah satu tempat yang sangat potensial dalam menyampaikan ajaran-ajaran atau doktrin-
doktrin, Majelis Ta’lim Wali Songo adalah salah satunya. Majelis Ta’lim Wali Songo sangat berpengaruh terhadap religiusitas para pengrajin kusen. Menurut hasil wawancara dengan para pengrajin kusen, mereka termasuk orang-orang yang mencintai pengajian dan di setiap pengajian yang mereka jalani pada malam kamis di majelis ta’lim, selain menjalin keakraban serta mempererat tali silaturrahmi dalam hubungan antara para jamaah juga tampak keseriusan untuk mendengarkan serta memahami materi-materi yang disampaikan oleh pembimbing. Dan setelah penulis melekukan penelitian di setiap bengkel pengrajin kusen banyak sekali tanda-tanda hasil atau pengaruh majelis ta’lim terhadap religiusitas, contohnya mereka senang mengkoleksi kaligrafi dan foto-foto tokoh agama di setiap sudut ruangan. Ini adalah sebuah ciri atau tanda bahwa mereka termasuk orang-orang yang mencintai agama Islam dan tokoh agamanya, salah satu media untuk memunculkan rasa tenang di dalam bathin dan juga sebagai simbol pengakuan terhadap diri yang beragama Islam.47 Sholat sebagai salah satu dimensi religusitas seseorang yang beragama Islam juga selalu dilaksanakan oleh para jamaah,” Sholat adalah tiang agama, kalau kita tidak sholat maka agama kita runtuh, kalau agama yang ada pada diri kita runtuh berarti sama saja kita dengan orang yang tidak beragama, dan kalau tidak beragama apa gunanya kita hidup, kan kita diciptakan oleh Allah untuk beragama atau beribadah”.48 Di samping itu penulis juga mendapatkan 75% dari pengrajin kusen yang berada di majelis ta’lim Wali Songo sudah menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Sebuah ibadah yang membutuhkan pengorbanan jiwa, raga serta harta yang tidak sedikit, tapi mereka 47
H. Ibrahim, Jamaah Majelis Ta’lim Wali songo, Wawancara pribadi, Kampung Utan, Ciputat, 23 September 2006, pukul 15.00 wib 48
H. Junaidi Salat, Pimpinan PD. Sinar Jaya, Wawancara pribadi, BSD, 19 Agustus 2006 pukul 15.30 wib
dengan ikhlas penuh semangat melaksanakannya demi mendapat ridho dari Allah. Membaca al-Quran adalah salah satu ibadah serta dzikir yang rutin dilakukan jamaah di setiap selesai melakuakan ibadah sholat wajib, bahkan diantara mereka sudah banyak yang istiqomah dalam melaksanakan
sholat sunnah dhuha. Shalat dhuha diyakini
menambah keberkahan dalam hidup khususnya masalah ekonomi. Kemudian dari hasil wawancara banyak yang ditemukan, bahwa keberadaan majelis ta’lim sangat membantu dalam kegiatan keagamaan dan praktek keagamaan mereka sehari-hari seperti sholat dan puasa sunnah. “Dari pengajian kami dapat ilmu dan pelajaran tentang sholat dan ibadahibadah lainnya, dulu kami sempat lupa pelajaran-pelajaran ubudiyah, tapi sekarang kami sangat terbantu dengan adanya pengajian di majelis ta’lim Wali Songo.”49Manusia dan takdirnya ada di tangan Allah, akan tetapi manusia tetap harus berusaha dan berdoa, ketika penulis menanyakan kepada salah seorang jamaah tentang hal ini, maka jawabannya adalah “ Kami pedagang atau pengrajin kusen selalu berusaha semaksimal mungkin agar kami mendapatkan rizki, akan tetapi kami tidak pernah lupa bahwa rizki itu datangya dari Allah, maka kami tidak akan bosan berdoa agar rizki kami dapatkan dengan penuh keberkahan serta kami selalu meminta kepada-Nya agar Ia memberikan rizki yang halal kepada kami.”50 Pengaruh majelis ta’lim terhadap religiusitas yang paling berhubungan dengan kegiatan ekonomi adalah terlihat bagaimana para jamaah menjadikan agama sebagai pedoman. Misalnya moral ekonomi yang Islami, yakni yang mengutamakan kejujuran
49
H. Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Makmur Jaya, Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006 pukul 15.30 wib 50
H. Aim Muntaim, Ketua Majelis Ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Bumi Serpong Damai 16 Juli 2006 pukul 15.30 wib
sekaligus menghindari kecurangan dalam berkarya. Kayu yang jenis dan harganya sangat bervariasi adalah salah satu bagian yang berpotensi bagi setiap pedagang untuk melakukan kecurangan terhadap konsumen, tapi merka pantang untuk melakukan kecurangan.51 Mjelis ta’lim, melalui bimbingan dari setiap pembimbing sangat menganjurkan kepada setiap jamaah agar memelihara sifat kedermawanan. Karena orang yang dermawan akan mendapatkan kehidupan yang berkah. “Shodaqohlah karena shodaqoh itu berkembang”, begitu yang di ucapkan oleh salah satu pembimbing sekaligus ketua Yayasan Wali Songo yaitu Drs. KH. Busrol Karim. Hal ini senada dengan Gerzt yang mengatakan bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki, hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang kikir dan tamak harta dan malah sebaliknya dianggap orang yang berbudi baik dan bermurah hati. Dalam kata lain, peningkatan akumulasi modal budaya (status kehormatan) berarti peningkatan derajat kepercayaan masyarakat sehingga memudahkan pedagang untuk meningkatkan aktivitasnya.52 C. Cara dan Hasil Berkarya Dari jenis usahanya, pengrajin kusen adalah pengusaha atau pekerja swasta dan mempunyai menejemen masing-masing. Dalam hal menejemen biasanya dilakukan langsung oleh pimpinan perusahaan, karena perusahaan kerajianan kusen ini tergolong perusahaan pribadi. Cara kerja yang dilakukan para pengrajin kusen tidak jauh dari 51
Abdurrozak, Jamaah majelis ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Kampung Sawah, Ciputat, 22 September 2006, pukul 14.00 wib 52
95
Drs. Damsar, MA., Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997) cet., ke-1, h.
pengrajin-pengrajin lainnya seperti pengrajin rotan, bambu dan lain sebaginya. Dari bahan yang sudah siap di olah sampai pengiriman barang. Dalam usaha kerajinan kusen ini bahan utamanya adalah kayu, adapun alat-alatnya 90 menggunakan mesin, dan dalam menjalankan usaha ini biasanya perusahaan membutuhkan tenaga pekerja minimal 1 orang tukang (pembuat pesanan) dan 2 orang kenek atau tukang dempul, dan menurut penemuan penulis pekerja yang dimiliki perusahaan paling banyak adalah 15 orang. Cara kerjanya adalah pertama, pimpinan perusahaan membuat gambar pesanan, kedua, setelah gambar selesai, kemudian di serahkan kepada tukang, dan tukang menggarap pesanan yang telah ia terima, ketiga, setelah pesanan selesai di garap oleh tukang, maka selanjutnya dilakukan finishing dan ini adalah tugas tukang dempul, dan keempat apabila finishing selesai dilakukan, maka barang dikirim ke tempat yang di tuju. Hal ini dilakukan setiap hari kecuali hari minggu mereka libur karena menyesuaikan dengan orang-orang yang bekerja di perkantoran, akan tetepi pada hari minggu kadang mereka gunakan untuk bersilaturrahmi dengan teman seprofesi yang dilakukan dengan cara arisan. Mereka semua adalah wiraswastawan, sebagai wiraswastawan tentu saja mereka harus mempunyai jiwa wiraswasta yang tinggi, yaitu kesadaran dan kemempuan yang sangat mendalam (ulil albab) untuk melihat segala fenomena yang ada di sekitarnya, merenung dan kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap perenungan batinnya dalam bentuk nyata dan realistis. Nuraninya sangat halus dan tanggap terhadap lingkungan dan setiap tindakannya di perhitungkan dengan laba rugi.53
53
K.H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta, Gema Insani Press, 2002), cet., ke-1, h., 107
Majelis ta’lim Wali Songo, sesuai dengan tujuannya untuk membentuk muslim yang bertaqwa, Muslim yang ber-Islam secara menyeluruh, tentu sangat berpengaruh dalam membina para pengrajin kusen termasuk dalam cara bekerja atau berkarya. “ Agama Islam dalam hal ini majelis ta’lim adalah aspek normatif yang tidak boleh diabaikan oleh siapapun dan dalam profesi apapun termasuk para pengrajin kusen, aspek normatif yang kemudian memberi arah pembamgunan masyarakat manusia seutuhnya bersumber dari nilai hak-batil, halal-haram, adil-zhalim, manfaat-madharat, dan baikburuk. Majelis Ta’lim Wali Songo sangat menekankan kepada para jamaah agar memperhatikan hal tersebut, dan alhamdulillah hal ini sangat terlihat di dalam aktivitas jamaah atau para pengrajin kusen”.54 Islam sangat menganjurkan kepada umatnya bekerja keras untuk mendapatkan ridha dari Allah, maka hendaknya seorang muslim yang berkarya tidak keluar dari aturanaturan yang telah di tetapkan Allah. Di dalam pekerjaan terdapat dua aspek yang harus dipenuhi secara nalar, yaitu: Pertama aktivitasnya di lakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan sesuatau sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas. Bekerja bukan hanya untuk mencari uang tetapi juga ingin mengaktualisasikannya secara optimal serta memiliki nilai transendental yang sangat luhur. “ Kerja itu kan ibadah, apalagi kita kan sudah punya anak cucu yang wajib kita berikan nafkah yang halal, nafkah yang halal atau rizki yang halal akan didapatkan dengan cara yang halal seperti sikap jujur atau jangan menipu orang, memberi gajian dan uang makan kepeda pekerja yang seimbang dengan pekerjaannya, jangan sampai kita 54
Ustadz Ahmad Faiz Al-Hakam, MA, Pembimbing Majelis Ta’lim Wali Songo, Wawancara Pribadi, Jombang, Ciputat, 17 Agustus 2006, pukul 17.00 wib
berbuat zholim kepada mereka, kadang-kadang kan ada yang memberi gaji tukang diundur-undur karena kehabisan uang, entah menejemen perusahaannya yang kurang baik atau terlalu boros dalam memenuhi kebutuhan hidup.”55 Apa yang di sampaikan H. Musthofa adalah prinsip yang dimiliki oleh setiap jamaah. Senada dengan H. Hilmi, katanya: Prinsip kami adalah keberkahan dalam hidup, menggapai hasil kraya yang baik apabila mencari atau mendapatkan dengan cara yang baik, kami tidak mungkin memberikan makan kepada anak dan istri kami dari hasil yang tidak dibenarkan oleh agama”.56 Kedua, Apa yang dia lakukan tersebut karena kesengajaan, sesuatu yang direncanakan. Karenanya di dalamnya terkandung suatu gairah, semangat untuk mengerahkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya benarbenar memberikan kepuasan dan manfaat bagi diri dan orang lain. “ Kami berkarya dengan menggunakan segenap kemempuan yang kami miliki, kayu kami usahakan yang sbaik dan semurah mungkin, model atau bentuk barang yang kami kerjakan untuk pemesan, kami garap sebaik mungkin, mudah-mudahan mereka puas. Kalau mereka puas kamipun sebagai pengarajin sekaligus pedagang merasa puas.”57 D. Hasil Pendapatan Kerja yang di lakukan seseorang adalah bermaksud untuk mencapai tujuan atau cita-citanya termasuk hasil ekonomi. Hasil pendapatan bisa dikatakan sebagai tolok ukur 55
H. Musthofa S., Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Unggul, Wawancara Pribadi, Pondok Aren, 20 Agustus 2006, pukul 15.30 wib 56
H. Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Wawancara Pribadi, Pamulang, 01 September 2006 , pukul 14.00 wib 57
Djalaluddin, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pondok Indah, Wawancara Pribadi, Bukit Nusa Indah, Ciputat 01 September 2006, pukul 09.30 wib
kesuksesan sebuah perusahaan. Tentang hasil pendapatan yang didapatkan oleh pengrajin kusen sangat bervariasi, yaitu dari yang berpenghasilan di bawah satu juta sampai yang berpenghasilan di atas dua juta setengah perbulan. Bagi pengrajin kusen yang memiliki menejemen serta pemasaran yang baik maka ia akan mendapatkan hasil yang baik, keuntungan yang banyak dalam setiap bulannya, karena banyaknya konsumen yang memesan barang pada perusahaan tersebut. Agama Islam melalui al-Quran menegaskan bahwa maju mundurnya seseorang dalam aspek kehidupan apapun tergantung pada individu masing-masing, Allah berfirman:
... ﺴ ِﻬ ْﻢ ِ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ﻟَﺎ ُﻳ َﻐﻴﱢ ُﺮ ﻣَﺎ ِﺑ َﻘ ْﻮ ٍم ﺣَﺘﱠﻰ ُﻳ َﻐﻴﱢﺮُوا ﻣَﺎ ِﺑ َﺄ ْﻧ ُﻔ ِإ ﱠ... “...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi mereka sendiri…” (Ar-Raad : 11) Ayat di atas hampir setiap pengajian disampaikan oleh pembimbing, yakni bertujuan agar seluruh jamaah agar selalu termotivasi untuk maju dalam usaha yang digelutinya serta memperbaiki apapun yang kurang baik.58 Ayat di atas adalah sebuah perintah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi menguntungkan. Dari hasil pengamatan dan wawancara bahwa para pengrajin kusen atau jamaah Majelis ta’lim Wali Songo termasuk wiraswastawan yang berpenghasilan cukup baik. Walaupun kondisi ekonomi tidak menentu mereka masih tetap konsisten untuk menggeluti dalam bidang kerajinan kusen. Diakui oleh sebagian pengrajin kusen bahwa pada tahun 2005 -2006 banyak yang mengalami kesulitan atau kendala di karenakan naiknya BBM, listrik, kayu, suku cadang peralatan mesin, bahan material dan sebagainya. Terlebih lagi banyak terjadi
58
H. Sukanta, Jamaah dan Pimpinan PD. Cipta Karya Prantama, Wawancara Pribadi, Jombang 19 Agustus 2006, pukul 14.20 wib
kasus ilegal loging, karena bahan baku kayu yang sulit didapat, kalaupun ada sangat mahal harganya. Menurut H. Ibrahim bahwa kondisi pengusaha-pengusaha kusen pada setahun ini sangat tidak menentu: “ Konsumen sangat jarang yang memesan, kalaupun ada, paling jendala satu atau dua. Ya saya sih maklumin saja karena memang kondisi ekonomi nasional juga lagi sulit, apalagi sekarang banyak saingan dengan produk-produk yang terbuat dari alumunium”.59 Walaupun begitu tetap saja mereka tidak putus asa, sebagaimana yang disampaikan H. Machfud : “ Sesulit apapun kondisinya kita tak pernah begitu saja berputus asa, putus asa kan dosa. Yang penting kita tetap berikhtiar dan berdoa, mencari ide kreatif demi berjalannya perusahaan kita”.60 Dari hasil wawancara dengan H. Hilmi bahwa: “Seberapapun sulitnya, kita alhamdulillah masih bisa hidup dengan cukup, bisa menyekolahkan anak, mobil belum terjual, masih bisa shodaqoh untuk anak yatim, yang penting kita bersyukur insya Allah rizki kita akan bertambah”.61 Dari uraian di atas penulis mempunyai kesimpulan bahwa hasil ekonomi para pengrajin kusen yang mengikuti pengajian di majelis ta’lim Wali Songo tergolong baik, serta kondisi ekonominya mapan dan dalam kategori kelompok yang berekonomi menengah ke atas.
59
H.Ibrahim, Jamaah dan Pimpinan PD. Mulya Jaya, Wawancara Pribadi, Kampung Utan, 23 September 2006 pukul 15.00 wib 60
H. Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Makmur Jaya, Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006, pukul 16.00 wib 61
H. Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya, Wawancara Pribadi, Pamulang, 01 September 2006, pukul 20.00 wib
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dalam bab-bab terdahulu, maka penulis dapat mengambil kesimpulan yang menjelaskan tentang Islam dan etos kerja studi tentang peranan Majelis Ta’lim Wali Songo di Kelurahan Jombang Kecamatan Ciputat dalam
meningkatkan etos kerja
Pengrajin Kusen sebagai berikut: Majelis Ta’lim Wali Songo dalam kegiatan bimbingannya yang dilaksanakan setiap malam kamis sangat berperan dalam meningkatkan etos kerja para pengrajin kusen. Dengan menanamkan nilai-nilai agama kepada mereka majelis ta’lim mampu memberikan pemahaman bahwa bekerja bukan sekedar mencari uang, atau menepis gengsi dari tuduhan sebagai pengangguran, akan tetapi bekerja keras dengan penuh kejujuran dan keadilan serta melihat unsur manfaat adalah merupakan ibadah dan bertujuan untuk mendapat ridha dari Allah SWT. Pada akhirnya mereka akan mendapatkan rizki yang berkah dan benar-benar menjadi umat yang mampu memberikan contoh kepada umat yang lain. B. Saran-saran Sebagai penutup dari karya tulis atau skripsi ini, penulis menyarankan kepada para pekerja hendaklah tetap konsisten pada kemandirian hidup, jangan menjadi beban orang lain, jadilah pekerja atau pengrajin kusen yang inovatif serta istiqomahlah dalam nilai atau norma yang di ajarkan oleh agama Islam, karena siapapun kita, Allah tidak meridhainya andaikan kita melakukan tindakan yang tidak adil atau kecurangan dalam berkarya.
Adapun saran kepada para pembimbing dan pengelola Majelis Ta’lim Wali Songo adalh agar lebih banyak memberikan informasi tentang peranan para nabi dan sahabat dalam mendorong etos kerja dan produktivitas umat, memberikan materi kepada jamaah tentang Islam dan etika ekonomi, serta materi yang berimplikasi langsung kepada perubahan etos kerja umat.
DAFTAR PUSTAKA Al-Quranul Karim dan terjemahnya. Abdullah, Taufik. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994. Abdurrahim, M. Imaduddin. Sikap Tauhid dan Motifasi Kerja. Ulumul Quran, II, 6. Juli – september 1990. Al-Kindi, Ali Sumanto. Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Membrantas Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan Umat. Solo: Aneka, 1996. Ancok, Djamaluddin. Psikologi Islam, Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Anoraga, Pandji, Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Anoraga, Panji dan Sri Suryati. Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995. Arifin, Muhammad. Pedoman Pelaksanaan Bimmbingan Penyuluhan Agama, Jakarta : PT. Golden Terayon Press, 1982. Badudu, J.S. dan Sultan M. Zain, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. Damsar. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Djojohadikusumo, Sumitro. Ekonomi Umum I: Asas-asas Teori dan Kebijaksanaan. Jakarta: Kanisius, 1960. Engineer, Asghar Ali. Devolusi Negara Islam. terj. Agus Zaki. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Esposito, John L. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik. Jakarta: PT. Bulan Bintang, tt Johnson, Doyle Paul. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan oleh Robert M.Z, Lawang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994. Madjid, Nurcholis. Islam Agama Kemanusiaan. Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1995. Maleong, Lexi. J. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000.
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, Talcott Parsons. terj. Charles Scribner’s Son, 1998. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid 1. Jakarta : UI-Press, 1985. O’dea, Thomas F. Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: CV Rajawali, 1985. Prawiranegara, Sjafruddin Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967. Purna, Made, ed. Etos Kerja Dalam Ungkapan Tradisional.Jakarta: Depdikbud, 1991. Roethlisberger, F.J. Menejemen dan Moril Pekerja. Jakarta: Aksara Baru, tt. Saefuddin, Ahmad M. Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif Islam. Jakarta: CV. Rajawali , 1987. Scharf, Betty R. Kajian Sosiologi Agama. penterjemah Machnun Husein.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995. Sugiono, Sugeng. Etos Kerja Wanita Bakul di Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Jurnal Penelitian Agama, 03, Januari 1993. Syaltut, Mahmud. Islam Aqidah dan Syariah.Jakarta: Pustaka Amani, 1998. Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta, Gema Insani Press, 2002. Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran Al-Quran, 1973. Webster’s Third New International Dictionary of English Language, (New York Merriam Webster’s Inc, 1986). Wawancara Pribadi dengan Abdurrozak, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Berkah Laksana, Kampung Sawah, Ciputat, 22 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Djalaluddin, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pondok Indah, Wawancara Pribadi, Bukit Nusa Indah, Ciputat, 01 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Busrol Karim, Pembimbing sekaligus Ketua Yayasan Wali Songo. Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Aim Muntaim, Ketua Majelis Ta’lim Wali Songo. Bumi Serpong Damai 16 Juli 2006.
Wawancara Pribadi dengan Hilmi, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Pamulang Jaya. Pamulang, 01 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Ibrahim, Jamaah Majelis Ta’lim Wali songo, wawancara pribadi, Kampung Utan, Ciputat, 23 September 2006 Wawancara Pribadi dengan Junaidi Salat, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Sinar Jaya. BSD, 19 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Machfud, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Makmur Jaya, Wawancara Pribadi, Rempoa, 23 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Musthofa S., Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Jati Unggul. Pondok Aren, 20 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Sukanta, Pimpinan PD. Karya Cipta Prantama. Jombang, Ciputat, 16 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Yanto, Jamaah Majelis Ta’lim Wali Songo dan Pimpinan PD. Sinar Kamper Jaya. Pondok ranji, Ciputat, 20 September 2006. Wawancara Pribadi dengan Roasiah, Jamaah Pengajian. Jombang, Ciputat, 18 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Ahmad Faiz Al-Hakam. Salah satu Pembimbing Majelis Ta’lim Wali Songo. Jombang, Ciputat, 12 September 2006.