PENGATURAN TEMPERATUR PADA PROTOTYPE PENGERING GABAH ELEKTRONIK BERBASIS JARINGAN SENSOR Febrian Galih Cahyo Putro1, Ronny Susetyoko2, Ali Husain Al Asyiri2, Elly Purwantini2, 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektronika PENS - ITS 2 Dosen Pembimbing, Staf Pengajar di Jurusan Teknik Elektronika PENS - ITS Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Electronics Engineering Polytechnic Institute of Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, INDONESIA Tel: +62 (31) 594 7280; Fax: +62 (31) 594 6114 email :
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] Abstrak
I. PENDAHULUAN Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tapi sampai saat ini proses pengolahan padi masih sangat kurang. Terlebih lagi pengolahan pasca panen. Diperkirakan tingkat kehilangan pasca panen hasil pertanian ini mencapai sekitar 20 % dari total produksi. Didasari oleh hal di atas kiranya merupakan hal yang sangat mendesak untuk melakukan usaha-usaha peningkatan pengetahuan dan cara-cara serta peningkatan fasilitasfasilitas penanganan pasca panen hasil pertanian dalam rangka mengatasi masalah ini. Pada siklus pengolahan padi umumnya setelah dipanen, dilakukan proses perontokan padi dari tangkainya, kemudian gabah hasil perontokan tersebut segera dikeringkan sampai cukup kering yaitu dengan kadar air 14% atau di bawahnya (Araullo, 1976). Apabila akan disimpan lebih dari enam bulan maka kadar air gabah tersebut harus diturunkan menjadi 13% (Araullo, 1976). Dari beberapa pemaparan di atas, diketahui bahwa salah satu tahap pengolahan pasca panen padi yang sangat penting adalah tahap pengeringan gabah. Sebagian besar patani produsen di Indonesia masih menggunakan cara konvensional dalam proses pengeringan gabah. Sehingga hasilnya tergantung pada cuaca. Oleh karena itu dibutuhkan pengering buatan Pengeringan dengan menggunakan pengering buatan (artificial drier) mempunyai beberapa kelebihan dibanding pengeringan dengan sinar matahari antara lain waktu pengeringan lebih pendek, tidak tergantung cuaca, lebih mudah dikendalikan, terhindar dari gangguan hewan pengganggu, dan pengeringan dapat dijadwal. Saat ini aplikasi dari WSN (wireless sensor network) serta teknologi kontrol automasi sudah merambah di berbagai bidang. Pada penelitian ini akan mengembangkan optimalisasi proses pengeringan gabah dengan mengaplikasikan kemajuan dari teknologi WSN dan kontrol automasi agar dapat menghasilkan alat pengering gabah yang dapat bekerja
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tapi sampai saat ini proses pengolahan padi masih sangat kurang. Terlebih lagi pengolahan pasca panen. Diperkirakan tingkat kehilangan pasca panen hasil pertanian ini mencapai sekitar 20 % dari total produksi. Salah satu pengolahan pasca panen yang perlu di benahi adalah sistem pengeringan gabah. Dimana masih memanfaatkan panas matahari oleh karena itu dibutuhkan alat pengering buatan yang tidak tergantung lagi terhadap ada tidaknya panas matahari sebagai tenaga pengering, durasi pengeringan lebih pendek, waktu pengeringan dapat terjadwal, terhindar dari gangguan hewan. Prototype pengering gabah ini terdiri dari sembilan node slave yang tersebar pada titik-titik tertentu pada pengering gabah. Tiap node berkomunikasi dengan topologi garis secara wireless. Data akan secara estafet berpindah dari satu node ke node berikutnya sebelum akhirnya mencapai server. Tiap node akan mengukur suhu dan kelembaban dari udara pada ruang pemanas di sekitarnya dan mengirimkanya pada node master. Dari node master data akan dikirim ke server melalui komunikasi serial. Data diolah oleh server dan menghasilkan suhu ratarata dari ruang pemanas. Suhu rata-rata tersebut akan dikomparasi dengan suhu acuan. Jika terjadi ketidaksesuaian maka akan menggerakkan control pemanas untuk menjaga kestabilan suhu ruang pemanas agar tetap sesuai dengan suhu acuan. Dengan adanya prototype ini diharapkan dapat diwujudkan dalam skala yang sesungguhnya dan dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pengeringan padi agar lebih efektif dan efisien untuk kedepannya guna meningkatkan kualitas hasil pertanian di Indonesia. Kata kunci: wireless, prototype, topologi garis.
1
secara otomatis, mudah dalam penggunaan, efektif dan efisien sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas dari mekanisme proses pengeringan gabah di Indonesia. Secara detailnya penjelasan dari cara kerja system akan dijelaskan pada bab III. II. TINJAUAN PUSTAKA Prototype pengering gabah elektronik ini terdiri dari beberapa elemen yaitu: Gambar2.2 Sensor HSM20G
A. Sensor Suhu Lm35 Sensor suhu LM35 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk mengubah besaran suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan. Sensor LM35 memiliki keakuratan yang relative tinggi dan kemudahan dalam perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan. Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan ke sensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (selfheating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC .
C. Topologi Garis Topologi garis adalah topologi yang sistem kerjanya berlangsung secara estafet dengan menghubungkan setiap host ke host yang terletak sibelelahnya. Kelebihan dari topologi ini adalah Cara termudah mengembangkan jaringan dengan menggunakan dua port koneksi pada setiap titik. Sedangkan kekurangan dari topologi ini adalah biaya yang mahal karena setiap titik membutuhkan dua pemancar dan dua penerima. Untuk lebih jelasnya gambaran dari topologi garis adalah sebagai berikut:
(a)
(B) Gambar 2.3 (a) Blok diagram topologi garis (b) Implementasi topologi garis III. PERANCANGAN SISTEM A. Pembuatan Perangkat Keras Pada tahap pembuatan perangkat keras ini terdiri dari sebuah PC (server), sepuluh node dimana satu sebagai master dan sembilan sebagai slave. Adapun blok digram dari rancangan hardware dan titik-titik yang diukur adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Sensor LM35 B. Hsm20g HSM20G merupakan produk buatan cytron technology berupa sensor kelembaban dan sensor temperature yang dikemas dalam satu komponen. terbuat dari bahan plastik khusus yang sifat kelistrikannya akan berubah sesuai kelembaban udara. Untuk menggunakan Sensor ini pengguna harus membangun kabel konektor untuk menghubungkan sensor dengan PCB sirkuit. Sambungkan header 4-pin untuk rangkaian anda sehingga pin (-) terhubung ke ground, pin (+) terhubung ke Vcc, pin H dan pin T terhubung ke pin I / O mikrokontroler. Pin I / O mikrokontroler harus diatur ke modus ADC [8]. Rangkaian pada Gambar 2.9 (a) menunjukkan contoh rangkaian untuk sensor kelembaban sedangkan 2.9 (b) merupakan gambar dari sensor HSM20G
(a)
2
CEK HEADER MULAI N
INISIALISASI ID=n+1 N Y CEK SENSOR=ON TERIMA DATA
Y
Y
BACA DAN SIMPAN DATA
PENGGABUNGAN DATA
CEK RX
(b)
KIRIM DATA KE ID=n-1
N
Gambar 3.1 (a) Titik-titik yang diukur pada pemanas (b) Blok diagram hardware
ADA DATA SELESAI
Dari blok diagram di atas diketahui bahwa hasil pembacaan sensor pada tiap slave diolah oleh ADC internal pada tiap mikrokontroler dan hasilnya di kemas dalam bentuk paket data. Peket data kemudian dikirim menuju slave selanjutnya hingga akhirnya sampai master. Cara pengiriman paket data dilakukan estafet dengan topologi garis. Data yang ada pada node master kemudian akan dikirim menuju server melalui komunikasi serial dengan RS-232. Data yang berada pada server diolah dan divisualisasikan. Data hasil dari olahan berupa suhu rata-rata antara ruang pengering kanan dan kiri. Suhu rata-rata tersebut kemudian di feedback-kan ke master. Feedback inilah kemudian dijadikan sebagai input dari kontrol dari pemanas. Data feedback akan dibandingkan dengan suhu acuan. Apabila feedback berupa suhu rata-rata berbeda dengan suhu acuan maka akan menggerakkan control agar menjaga kestabilan suhu ruang pemanas agar tatap pada suhu acuan.
Gambar 3.2 Flow chart perancangan slave node
Sedangkan diagram alir untuk perancangan kerja dari master node terlihat pada flowchart di bawah ini MULAI
DATA= BENAR INISIALISASI SERIAL 1, SERIAL 2 KIRIM KE SERVER CEK RX0
T
CEK RX1
ADA DATA
T
T
Y
T
T
ADA DATA
Y HEADER=”#”
B. PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK Pada bagian ini akan dilakukan pembuatan program pada mikrokontroler menggunakan Code Vision AVR. Secara garis besar diagram alur program yang akan dibuat untuk node slave adalah sebagai berikut:
T HEADER=”!”
T Y
Y ID=1
Y
TERIMA FEEDBACK DARI SERVER
TERIMA DATA
RATARATA=50
N
CEK DATA Y
SELESAI
Gambar 3.3 Flowchart master node
3
KONTROL HEATER BEKERJA
Grafik di atas menunjukan saat kondisi Pemanas dengan kontrol terlihat grafik respon pemanasan ruang pemanas mengalami kenaikan suhu cukup baik. Pada saat kondisi start elemen pemanas akan ON dengan kondisi maksimal ssdangkan kipas OFF. Hal ini dimaksudkan agar waktu kenaikan suhu untuk mencapai suhu set point berlangsung pendek. Terlihat bahwa dibutuhkan waktu sekitar 120 detik agar suhu mencapai set point yaitu 50OC. Keadaan ini bertahan sedemikian rupa dikarenakan ada proses pengaturan suhu agar tetap bertahan pada set point yang diinginkan. Ketika suhu melebihi set point maka kipas akan ON dan tegangan pada pemanas akan diturunkan. Proses ini dapat terjadi setiap perubahan suhu akan dilakukan pelaporan terhadap master oleh PC yang melakukan proses pengestimasian suhu ruang pengering. Ketika terjadi suhu berlebih maka PC melaporkan perubahan suhu tersebut berupa feedback dan akan diolah oleh master yang kemudian akan dilakukan pengambilan keputusan.
PEMBUATAN PROTOKOL DATA Pada subbab ini dibahas pembuatan paket data yang dikirimkan oleh node agar dapat diterjemahkan oleh node selanjutnya hingga akhirnya data terkumpul pada master. Adapun protokol data awal adalah sebagai berikut.
Gambar 3.4 Protokol awal data pengiriman Keterangan: Header = “#” = 9,8,…,1
ID
Indeks = S(suhu)
60
H(humidity) kelembaban
50
Data
= suhu dan kelembaban terukur
40
Stop bit = “$” Tetapi protocol ini akan berubah ketika
30
Suhu Rata Kiri
20
Suhu Rata Kanan
10
data sampai pada node dengan ID selanjutnya.
1 58 115 172 229 286 343 400 457 514 571 628 685
0
Hal ini dikarenakan topologi komunikasi yang digunakan
berupa
topologi
garis.
Gambar 4.2 Respon pemanas menuju kondisi stabil dengan gabah
Adapun
perubahan protocol menjadi sebagai berikut Gambar pangujian dengan menggunakan kontrol. Dari grafik diketahui bahwa jika dibandingkan dengan tanpa gabah rise time gabah untuk mencapai set poin suhu lebih lambat tetapi setelah kontrol berjalan suhu tetap terjaga pada suhu sekitar 50OC. Lambatnya waktu mencapai set poin dikarenakan adanya gabah yang basah yang mengakibatkan udara dalam ruang pengering lebih dingin dan kelembabanya tinggi. Hal ini membuat laju kenaikan suhu lebih lambat jika dibandingkan pada saat kondisi gabah tidak ada.
Gambar 3.5 Protokol data pengiriman IV PENGUJIAN SISTEM Telah dilakukan beberapa pengujian terhadap 60 50 40
Suhu Rata Kiri
30
Suhu Rata Kanan
20 10 1 58 115 172 229 286 343 400 457 514 571
0
Grafik 4.1 Respon pemanas menuju kondisi stabil Gambar 4.3 Protokol komunikasi antar node
tanpa gabah
4
Gambar di atas adalah pengujian protokol komunikasi dari 9 node. Bagian yang berada di dalam kotak merupakan satu kali paket data yang terkirim dari node dengan ID terkecil (ID=1). Terlihat paket data dimulai dengan header berupa”#”kemudian ID berupa ”1” dilanjutkan dengan indeks”S” kemudian data 3 digit berupa suhu terukur dan diakhiri ”*”stop bit dari tiap node. Paket data tiap node ini berulang dari ID=1 hingga paket data untuk node dengan ID=9. Protokol data diakhiri dengan ”$” sebagai tail dari paket data.
pengering kiri. Terlihat bahwa banyak-titik-titik kestabilan di luar range yang ditentukan. Sedangkan jika dianalisa dengan Rbar maka kondisi yang berkebalikan yang akan didapat. Suhu berada pada kondisi stabil.
Gambar 4.6 Analisa kestabilan suhu ruang kanan ketika ada gabah Gambar 4.4 Analisa kestabilan suhu tanpa gabah ruang kiri Gambar bagian atas adalah analisa kestabilan suhu secara Xbar dan yang di bagian bawah adalah analisa secara Rbar. Dapat dilihat jika dianalisa secara Xbar suhu pada ruang pengering kiri tidak stabil. Hal ini dikarenakan banyak titik-titik suhu yang berada di luar range kestabilan suhu dari ruang pengering kiri. Sedangkan jika dianalisa secara Rbar ternyata di dapat kondisi yang terbalik. Terlihat bahwa suhu dapat dikatakan stabil dikarenakan hanya terdapat 1 titik yang keluar dari range yang sudah ditentukan. Hasil analisa kestabilan suhu untuk ruang pengering kanan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.7 Analisa kestabilan suhu ruang kiri ketika ada gabah
Dari analisa kestabilan suhu baik ruang pengering kanan maupun pengering kiri memiliki karakteristik kestabilan suhu yang hampir sama. Yaitu jika dianalisa dangan analisa Xbar kondisi kestabilan kurang baik karena banyak titik-titik suhu yang keluar dari batasbatas UCL maupun LCL. Kejadian ini menandakan suhu rata-rata yang senantiasa berubah dan perubahannya tak terkontrol yang mengakibatkan suhu tidak stabil pada range-range yang diharapkan. Sedangkan jika di analisa secara Rbar maka didapat kestabilan suhu yang baik. Dimana terlihat baik ruang bagian kanan ataupun kiri mendekati stabil. Hal ini menandakan variasi dari suhu ruang pengering cenderung homogen.
Gambar 4.5 Analisa kestabilan suhu tanpa gabah ruang kanan Terlihat bahwa jika dianalisa secara Xbar maka kondisi kestabilan ruang pengering kanan kondisinya tidak jauh beda jika dibandingkan dengan ruang
5
V. KESIMPULAN Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam tugas akhir ini antara lain : Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam tugas akhir ini antara lain : 1. Prototype mampu melakukan proses pengeringan dengan hasil sesuai yang diharapkan dimana ruang pengering mampu mempertahankan kestabilan suhu ruang pengering hal ini diketahui setelah dilakukan analisa dengan peta kendali Xbar dan Rbar. 2. Komunikasi antar node dapat berjalan dengan baik dengan indeks kerusakan 27 kerusakan dari 500 kali percobaan di hyperterminal. 3. Proses monitoring persebaran suhu dan kelembaban ruang dengan jaringan sensor dapat berlangsung dengan baik dimana dapat diketahui kondisi terkini dari ruang pengering setiap satu detik.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
Araullo,E.V., De-Padua,D.B. dan Graham,M., Rice Postharvest Technology, Intern. Dev. Res. Center, Ottawa, Canada.(1976). Kunze,O.R dan Calderwood,D.L.,1994,rough Rice Drying.Juliano,B.O(Ed.),”Rice: Chemistry And Technology”, p.233.The aAmerican Association of Cereal Chemist ,Inc., Minnesota. Akhirta, Silvi Agustri.2009. Perencanaan Dan Penerapan Algoritma Komunikasi Jaringan Sensor Nirkabel Dengan Media Komunikasi Infra Merah Pada Sistem Informasi Parkir Lantai Banyak. Tugas Akhir T.Elektronika PENSITS:2009 Petunjuk Teknis Pengeringan Datar (Bed Dryer) Direktorat Penanganan Pasca Panen
6