1 “Pengembangan Media Berbasis Gula Tebu dan Kaldu Singkong untuk Menumbuhkan Mikroba: Terobosan untuk Mendayagunakan Produk Tanaman Lokal bagi Pengembangan Sains Terapan” "The development of Media-based sugar cane and Cassava for growing Microbes Broth: a breakthrough for Leverage Existing the products of local Plants for the development of applied science" Oleh Bambang Triatma (Dosen Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang) Lecturer Department of Technology Services and production, Faculty of engineering State University of Semarang Abstrak Pembiakan mikroba penting untuk musuh alami bagi mikroba pathogen, tetapi selama ini pengembangan sains di bidang mikrobiologi pangan terkendala oleh mahalnya media untuk membiakkan mikroba. Penyebabnya adalah para saintis masih belum berani keluar dari pakem yang ada mengenai pembuatan media biakan mikroba. Media yang telah baku di dunia mikrobiologi pangan terutama adalah PDA (Potato Dextrose Agar) yang berbahan utama kentang dan gula pabrikan dextrose, padahal Indonesia kaya akan produk pertanian yang nilai manfaatnya tak kalah dibanding kentang, yaitu singkong, serta gula tebu (sukrosa) untuk menggantikan destrose. Eksperimen pengembangan media singkong sukrose agar (SSA) telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi (TJP), FT, UNNES pada 2014. Kaldu singkong 41% dengan gula tebu 0%, 1,61% dan 3,22% disiapkan untuk menumbuhkan mikroorganisme total dengan metode jatuhan 15 menit. Hasil eksperimen menunjukkan penggunaan sukrose 1,61% dan 3,22% pada media SSA mampu menumbuhkan mikroba dengan perbedaan daya tumbuh yang cukup signifikan. Gula tebu 1,61% terbukti mempu mendorong pertumbuhan bakteri terutama bentuk batang (bacil) sampai hari ke-5 dan stabil sampai hari ke-7, tetapi pertumbuhan menurun pada konsentrasi 3,22%, sehingga disimpulkan bahwa penggunaan gula tebu 1,61% dan kaldu singkong 41% bisa dijadikan patokan optimum awal untuk pengembangan media yang baik berbasis gula tebu dan kaldu singkong. Kata Kunci: mikroba, mikroorganisme, pengembangan media, gula tebu, sukrosa, kaldu singkong, musuh alami untuk pathogen. Abstract Breeding of microbes essential for natural enemies for microbial pathogen, but during this time the development of science in the field of food microbiology constrained by expensive media for breeds of microbes. The cause is the scientists still do not dare to come out of the existing standard that exists regarding the creation of media culture microbes. The Media has been the world's raw food microbiology particularly is the PDA (Potato Dextrose Agar) made the main potato and sugar manufacturer dextrose, whereas Indonesia is rich in agricultural products who value merits no less than potatoes, namely cassava, as well as cane sugar (sucrose) to replace destrose. Experiment of cassava sukrose to media development (SSA) have been performed in the laboratory of food technology, Department of Technology Services and production (TJP), FT, UNNES in 2014. Cassava broth with 41% 0% sugar cane, 1.61% and 3,22% prepared for growing microorganisms with the method of total debris 15 minutes. Experimental results demonstrate the use of sukrose 1.61% and 3,22% in SSA capable media to grow microbes with a growing power differences are quite significant. Sugar cane is 1.61% proved to be able to encourage the growth of bacteria is mainly a form of stem (bacil) until day 5 and stable until the seventh day, but growth decreased in concentration 3,22%, thus it was concluded that the use of cane sugar 1.61% and 41% cassava broth can be used as a benchmark for the early optimum development of a good media-based sugar cane and cassava broth. Keyword: Microbe, microorganism, media development, cane sugar, sucrose, cassava broth, natural enemies for microbial pathogen.
2 “Pengembangan Media Berbasis Gula Tebu dan Kaldu Singkong untuk Menumbuhkan Mikroba: Terobosan untuk Mendayagunakan Produk Tanaman Lokal bagi Pengembangan Sains Terapan” "The development of Media-based sugar cane and Cassava for growing Microbes Broth: a breakthrough for Leverage Existing the products of local Plants for the development of applied science" Oleh Bambang Triatma (Dosen Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang) Lecturer Department of Technology Services and production, Faculty of engineering State University of Semarang Disajikan pada: National Conference for Conservation for Better Living 2014 Grasia Hotel Semarang 22 November 2014
A. Latar Belakang Akhir-akhir ini dunia dicemaskan oleh ancaman mematikan dari berbagai bibit penyakit seperti misalnya menyebarnya virus Ebola dari Afrika ke Benua lain. Indonesia tak luput dari ketakutan terhadap virus yang daya bunuhnya 9:1 ini. Salah satu penyebab menonjolnya penyebaran suatu mikroorganisme adalah karena rusaknya keseimbangan alam mikrobiologis. Di alam mikroba pathogen dan non pathogen saling bersaing memperebutkan wilayah. Keganasan mikroba pathogen bisa dieliminir dengan mengembangkan musuh alami berupa mikroba non pathogen, oleh sebab itu penelitian mikrobiologi untuk kesehatan perlu diintensifkan. Salah satu langkah penting yang harus dilakukan antara lain kita harus meningkatkan kemampuan mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba secara valid, mempelajari perilaku mikroba, mengetahui kebutuhan lingkungannya dan kecepatan pertumbuhannya.
Untuk itu
perancangan media yang tepat untuk kultur mikroba perlu dilakukan. B. Pengembangan Media Berbasis Bahan Lokal untuk Membiakkan Mikroba Atas dasar latar belakang tersebut maka di Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas Negeri Semarang telah dilakukan eksperimen pengembangan media berbasis gula tebu dan kaldu singkong sebagai kultur bagi mikroba. Media dasar yang dibuat untuk pembiakan mikroorganisme
umumnya
menggunakan
gula
non
sukrosa
sebagai
mikroorganisme, selain kentang sebagai sumber karbohidrat komplek.
sumber
energi
Gula non sukrosa
misalnya dekstrosa, glukosa, laktosa, dsb. Karbohidrat non kentang misalnya dari singkong
3 (Manihot utilissima) hampir tidak pernah digunakan sebagai salah satu komponen media, padahal bahan ini lebih murah dibanding kentang. Kentang sebagai salah satu bahan pembuat media bukannya tidak ada di Indonesia, namun produksi kentang di Indonesia terbatas pada wilayah tertentu di dataran tinggi. Oleh sebab itu pemanfaatan kentang di Indonesia agak kurang ekonomis. Indonesia sebagai negara tropik sangat cocok untuk budidaya singkong dibanding kentang. Pemanfaatan singkong sebagai bahan media pembiakan mikroba akan jauh lebih ekonomis dibanding kentang. Kadar gizi singkong tidak berbeda jauh dibanding kentang (Nio, 1992:12). Pembuatan media SSA (Singkong Sukrosa Agar) dalam eksperimen tersebut merupakan modifikasi yang mengacu pada prosedur pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) sebagaimana ditulis oleh PKMI (2001:397). Pembuatan media biakan berbasis singkong diharapkan menghasilkan ekologi mikroba yang hampir sama dengan media berbasis kentang. Eksperimen tersebut bertujuan mengkaji peluang sukrosa dan singkong sebagai komponen media untuk menumbuhkan mikroorganisme total (bakteri, khamir, dan kapang). Masalah yang hendak diselesaikan yaitu: Bagaimana pola pertumbuhan mikroorganisme dalam media singkong sukrosa agar? Pola pertumbuhan meliputi kecepatan pertumbuhan dan dominansi mikroorganisme menurut jenis dan bentuknya secara mikroskopis. Eksperimen secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran pola pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang secara mikroskopis, meliputi aspek kecepatan pertumbuhan dan persentase dominansi masing-masing jenis dan bentuk mikroorganisme.
Tujuan tersebut
kemudian dikerucutkan menjadi untuk mengetahui pengaruh kadar sukrosa dalam media “singkong sukrosa agar” (SSA) terhadap pertumbuhan mikroorganime total. Harapan akhir dari eksperimen adalah menemukan komposisi gula tebu dan kaldu singkong yang tepat untuk menghasilkan perkembang-biakan optimum dari mikroba total. C. Jenis Mikroba yang Dominan Tumbuh pada Media SSA Pengamatan terhadap sampel menghasilkan data bahwa mikroba yang tumbuh dan berkembang pada media singkong sukrosa agar (SSA) adalah mikroba jenis bakteri, yang didominasi oleh bakteri berbentuk batang (bacil).
Penambahan sukrosa ke dalam media
memperbanyak macam bakteri yang berkembang di dalamnya. Media tanpa sukrosa sampai akhir pengamatan hari ke-7 hanya ditumbuhi oleh empat macam bakteri yang seluruhnya
4 berbentuk batang, sementara media dengan sukrosa 1,61% (SKR20) dan sukrosa 3,22% (SKR40) masing-masing ditumbuhi enam macam mikroba. Jenis bakteri yang bertumbuh-kembang dalam media SSA disajikan pada Tabel 1. Jenis bakteri yang bertumbuh-kembang menurut persentase sukrosa pada pengamatan hari ke-7. Ukuran Relatif Visual Kelonjongan Persentase Sukrosa Warna (W) Bentuk dasar Panjang (P) Lebar (L) P/L Flagella (F) batang 7 2.5 2.8 0 putih batang 8 2.25 3.6 0 putih 0% (SKR0-H7) batang 8 0.25 32 0 putih batang 6.25 2.75 2.3 0 putih batang 10 4 2.5 3 putih batang 7 1 7 0 putih bulat 1 1 1 0 coklat 1,61% (SKR20-H7) koma 1 1 1 0 coklat bulat 1 1 1 1 putih batang 4 2.75 1.5 1 putih batang 6.75 3.75 1.8 0 putih batang 5 1 5 0 putih batang 6 2 3 2 coklat 3,22% (SKR40-H-7) batang 11 1.75 6.3 0 putih lobak 4 1.1 3.6 2 putih batang 7 1.3 5.4 0 putih Tabel 1.
Pengamatan hari ke-5 menunjukkan bahwa mikroorganisme yang dominan berkembang adalah bakteri berbentuk batang, berlaku pada media konsentrasi sukrosa 0% (SKR0); 1,61% (SKR20); maupun 3,22% (SKR40). Pertumbuhan kapang dalam jumlah sedikit nampak pada media konsentrasi sukrosa 3,22% (SKR40), terlihat dari benang-benang bersepta yang muncul, hal ini menunjukkan bahwa kapang lebih tahan tumbuh pada tekanan osmosis lebih tinggi dibanding bakteri. D. Pengaruh Sukrosa terhadap Pertumbuhan Bakteri pada Media SSA Tingginya tekanan osmosis disebabkan oleh sifat higroskopis dari sukrosa yang digunakan, sehingga menurunkan aktifitas air (aw) bagi bakteri. Jumlah relatif bakteri yang tumbuh pada hari ke-5 pada media sukrosa 1,61% (SKR20) mencapai angka relatif delapan
5 batang atau empat kali lipat dibanding pada media sukrosa 0% (SKR0) yang hanya mencapai angka relatif dua batang, sementara media sukrosa 3,22% (SKR40) mencapai satu batang. Kecenderungan peningkatan jumlah relatif bakteri dari dua menjadi delapan lalu menjadi satu akibat penggunaan sukrosa 0% (SKR0); 1,61% (SKR20), dan 3,22% (SKR40) berturut-turut, menunjukkan bahwa perkembangan bakteri meningkat akibat penggunaan sukrosa dari 0% ke 1,61%, tetapi kemudian menurun akibat penambahan sukrosa berikutnya yaitu 3,22%. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa konsentrasi sukrosa 1,61% mampu memacu perkembangan jumlah bakteri pada tahap awal (hari ke-0 sampai ke-5) dengan laju empat kali lipat dibanding media yang tanpa sukrosa, sedangkan konsentrasi sukrosa 3,22% pada tahap awal sudah mulai menghambat perkembangan bakteri.
Gambar 1. Penampilan mikroskopik mikrokroorganisme pada media singkong agar dengan sukrosa 1,61% hari ke-5 (SKR20) pembesaran 100 kali. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme naik dari 2 menjadi 8 dari perlakuan sukrosa 0% ke 1,61%. Tabel 2. Periode membelah diri dari satu menjadi dua (jam/periode).
Hari ke-0-5 ke-5-7
0% SKR0 27.8 13.2
Konsentrasi Sukrosa / Kode Perlakuan 1,61% 3,22% SKR20 SKR40 19 36.1 2678 18.6
6
25
8
0
1
Hari-0
6 Sukrosa 3,22% (SKR40)
0
Sukrosa 1,61% (SKR20)
2
0
8
Sukrosa 0% (SKR0)
Hari-5
Hari-7
Gambar 2. Perkembangan jumlah bakteri bentuk batang menurut lama hari dan persentase sukrosa dalam media Singkong Sukrosa Agar (SSA).
Gambar 3. Pola perkembangan bakteri berdasarkan konsentrasi sukrose. E. Tekanan Konsentrasi Sukrosa terhadap Proporsi Bakteri Cocci serta Dominansi Bakteri Bacil. Pada hari ke-7, mikroba yang dominan berkembang tetap bakteri berbentuk batang, berlaku pada media sukrosa 0% (SKR0); 1,61% (SKR20); maupun 3,22% (SKR40). Pada hari ke-7 ini, perkembangan bakteri berbentuk bulat (coccus) mulai nampak nyata. Pada media sukrosa 0% (SKR0) perkembangan bakteri bentuk coccus mencapai 46,67% (7 cocci) dibanding bakteri berbentuk batang (bacillus) yang mencapai 53,33% (8 bacil). Sedangkan diantara bakteri
7 berbentuk batang ini, 68,75% berupa batang tunggal (11 monobacil) dan 31,25% berupa batang ganda dua (5 duplobacil). Pada media dengan konsentrasi sukrosa 1,61% (SKR20) hari ke-7, banyaknya bakteri bulat lebih rendah yaitu mencapai 31,25% (5 cocci), sedang bakteri batang menjadi 68,75% (11 bacil). Pada media sukrosa 3,22% (SKR40) hari ke-7, dominansi bakteri bentuk batang jauh lebih dominan dibanding bentuk bulat, dengan perbandingan masing-masing 11 (91,67%) dibanding satu (8,33%). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa bakteri bentuk batang (bacillus) lebih tahan pada tekanan osmosis tinggi dibanding bakteri bentuk bulat (coccus).
Banyak bakteri
12 10 8
8
7
11
11 5
6
Bacil
4
1
2
Coccus
0 Sukrosa 0% (SKR0)
Sukrosa 1,61% (SKR20)
Sukrosa 3,22% (SKR40)
Gambar 4. Pengaruh persentase sukrosa terhadap perkembangan bakteri bacil dan coccus pada hari ke-7 Pada eksperimen ini terjadi pembentukan endospora mulai hari ke-5 dan tetap ada pada hari ke-7; berlaku pada media konsentrasi sukrosa 0% (SKR0) maupun sukrosa 2,32% (SKR40), namun tidak terbentuk pada konsentrasi sukrosa 1,61% (SKR20). Diduga tekanan osmosis yang tinggi karena penambahan sukrosa 3,22% (SKR40) sedikit menghambat pertumbuhan sel vegetatif sehingga sebagian bacillus membentuk endospora,sedangkan sukrosa 1,61% (SKR20) memberikan kondisi nyaman bagi bakteri untuk bisa tumbuh secara vegetatif sehingga tidak perlu membentuk endospora. Menurut Fardiaz (1992:148) endospora memiliki ciri-ciri sbb: 1. Endospora dibentuk oleh sel bacillus, misalnya yang sering ditemukan pada makanan, terutama dari jenis Bacillus dan Clostridium; 2. Endospora bakteri sangat tahan panas, kekeringan,
8 maupun desinfektan; 3. Endospora sukar diwarnai, tetapi sekali diwarnai sukar untuk dihilangkan; 4. Endospora dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif; 5. Spora bisa terletak di ujung maupun di tengah sel, bisa berupa pembengkakan sel maupun tidak. Bentuk dan posisi spora ini bisa digunakan untuk identifikasi bakteri.
Gambar 5. Pembentukan endospora sebagai indikasi kondisi sulit pada media singkong agar tanpa sukrosa hari ke-7 (SKR0H7) pembesaran 100 kali. Sukrosa pada kadar medium (1,61% SKR20) diduga memperbaiki kondisi lingkungan sedemikian hingga terjadi pertumbuhan sel vegetatif.
Masih menurut Fardiaz (1992:149)
endospora mengandung ion kalsium dan DPA (dipicolinic acid) dalam jumlah tinggi. Kaitannya dengan eksperimen ini, kadar kalsium dalam infus singkong memberikan peluang lebih tinggi dibanding infus kentang dalam mensuplai ion kalsium untuk pembentukan endospora. Hal ini karena kadar kalsium dalam singkong tiga kali lipat dibanding dalam umbi kentang, masingmasing mencapai 33 dan 11 mg/g bdd (Nio,1992:12). Endospora tidak melakukan aktivitas metabolisme, maka bersifat dorman. Pada waktu germinasi, sifat dorman endospora hilang, sehingga sudah mulai tumbuh. Proses germinasi dipicu oleh kejutan panas pada suhu tidak mematikan (sublethal), adanya asam amino,glukosa, ion-ion magnesium dan mangan.
9
Gambar 6. Dominansi bacil dibanding cocci pada media singkong agar dengan sukrosa 3,22% hari ke-7 (SKR40H7) pembesaran 100 kali. F. Simpulan dan Saran Mikroba yang dominan bertumbuh-kembang pada media singkong sukrosa agar (SSA) adalah bakteri, terutama bakteri berbentuk batang (bacil). Pada tahap awal pertumbuhan nampak sedikit tanda pertumbuhan kapang pada perlakuan sukrosa 3,22% (SKR40) namun pada akhirnya tidak ditemukan lagi kapang.
Persentase sukrosa yang ditambahkan ke dalam media SSA
berpengaruh menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri ditinjau dari segi jumlah, tetapi memacu makin beragamnya macam bakteri yang bisa tumbuh di dalamnya. Pada tahap awal (sampai hari ke-5), penambahan 1,61% (SKR20) sukrosa memacu perkembangan bakteri sempai empat kali lebih pesat dibanding sukrosa 0% (SKR0), dan delapan kali lebih pesat dibanding perlakuan 3,22% (SKR40); namun dua hari kemudian (hari ke-7) perkembangan pada perlakuan sukrosa 1,61% (SKR20) menjadi stagnan, sementara perlakuan sukrosa 3,22% (SKR40) mengalami kemajuan menjadi enam, sedang perlakuan sukrosa o% (SKR0) berkembang jauh diatasnya yaitu mencapai 25 bakteri. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa
10 sukrosa dalam media menjadi sumber nutrisi bila dalam jumlah sedikit, tetapi menjadi penghambat jika jumlahnya berlebihan. Secara umum presentase sukrosa mempengaruhi pola perkembangan bakteri dimana makin tinggi persentase sukrosa yang ditambahkan, makin landai kurva perkembangan bakteri.
Diduga zat warna tartrazine yang terikut dalam tepung agar
mengakibatkan perubahan kondisi menjadi kurang memungkinkan untuk pertumbuhan vegetatif, sehingga sebagian bakteri beradaptasi dengan membentuk endospora. Pengaruh yang sama juga berlaku akibat pemberian sukrosa 3,22% (SKR40) sehingga sebagian bakteri juga membentuk endospora sebelum bergerminasi.
Namun demikian pengaruh yang sama tidak berlaku pada
perlakuan sukrosa 1,61% (SKR20), rupanya pada kadar ini mengakibatkan suasana nyaman bagi bakteri untuk membelah diri secara vegetatif, sehingga tidak peffrlu membentuk endospora. Pemberian sukrosa ke dalam media SSA mampu menekan pertumbuhan bakteri berbentuk bulat (coccus) dari 46,67% menjadi 8,33%, dari perbandingan awal 7:8 (coccus : bacil) menjadi perbandingan akhir 1:11 (coccus : bacillus), berturut-turut dari perlakuan sukrosa 0% (SKR0) ke sukrosa 3,22% (SKR40). Hal ini mengisyaratkan bahwa sukrosa dapat dipakai untuk menyeleksi bakteri berbentuk batang dari bakteri cocci. Eksperimen ini menyimpulkan bahwa secara mendasar media SSA (Singkong Sukrose Agar) dengan kadar sukrose 1,61% dan 3,22% dengan kaldu singkong masing-masing 41% layak dipakai sebagai media penumbuhkembang mikroorganisme.
Adapun SSA dengan sukrose 1,61% dan kaldu singkong 41%
menjadi patokan awal komposisi optimum untuk pengembang-biakan mikroba, sedangkan secara khusus media SSA mampu menyeleksi bakteri bentuk batang (bacil) dari bakteri bentuk cocci. Harapan dari temuan ini adalah di masa depan proses isolasi dan identifikasi mikroorganisme untuk pengembangan sains terapan di bidang mikrobiologi menjadi lebih murah dan feasible dengan kualitas hasil yang tak kalah dengan media jadi yang umumnya didapatkan secara import.
11
DAFTAR PUSTAKA [Depperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. SNI 01-25871992 tentang Esen Makanan dan Minuman, khususnya butir 5.9 tentang Pemeriksaan Mikrobiologi Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama (bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB), Jakarta. Javadd, Z. 2013. Potato Dextrose Agar. Wikipedia: the Free Encyclopedia. the Wikimedia Project. http://en.wikipedia.org/wiki/Potato_dextrose_agar. Accessed February 17,2014. Nio, O.K. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. [PKMI] Panitia Kodeks Makanan Indonesia. 2001. Kodeks Makanan Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. H.397, 400. Suliantari. Praktikum Keamanan Pangan dalam Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan bagi Staf Pengajar. Pusat Studi Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. [TPSTJP] Team Penyusun Silabus Teknologi Jasa dan Produksi. 2012. Silabus Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan. UNNES, Semarang. [TPSTJP] Team Penyusun Silabus Teknologi Jasa dan Produksi. 2012. Silabus Mata Kuliah Pengawetan Pangan. UNNES, Semarang. Supardi, I. & Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung. Triatma, B. 2004. Pengaruh Tinggi dan Luas Permukaan Medium terhadap Produktivitas Mucilage Kombucha dari Daun Teh (Camellia sinensis). Makalah disajikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII di Jakarta, 17-19 Mei 2004. Winarno, F.G. 1983.Enzim Pangan. Gramedia, Jakarta.
12
Kepada Yth. Panitia NCCBL 2014
[email protected] Sehubungan conference yang akan diadakan oleh UNNES mengenai NCCBL yang akan diselenggarakan 22 Nov 2014 di Hotel Grasia, Semarang, dengan ini saya kirimkan naskah abstrak berjudul : “Pengembangan Media Berbasis Gula Tebu dan Kaldu Singkong untuk Menumbuhkan Mikroba: Terobosan untuk Mendaya-gunakan Produk Tanaman Lokal bagi Pengembangan Sains Terapan”. agar dimuat sebagai naskah kontributor dalam topik: Biodiversity. Pembayaran akan saya susulkan setelah ini. Salam: Bambang Triatma
[email protected] HP. 087731035619