1
PERBEDAAN PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP PENGUASAAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TIBAWA Ni Wayan Astini, Drs. Perry Zakaria, M.Pd, Drs. Abdul Wahab Abdullah,M.Pd Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penguasaan matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem solving dan siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tibawa pada semester dua tahun pelajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa yang tersebar di VIII kelas. Pengambilan sampelnya dilakukan dengan menggunakan Teknik Cluster Random Sampling. Dari VIII kelas diambil 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas XH dan kelas XF. Kelas XH adalah kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dan kelas XF adalah kelas kontrol yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Hipotesis penelitian adalah terdapat perbedaan penguasaan matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem solving dan siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional pada materi dimensi tiga. Pengukuran penguasaan matematika dilakukan dengan menggunakan instrumen tes penguasaan matematika tes berbentuk essay. Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data dan homogenitas varians. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan sampel berasal dari populasi yang homogen. Setelah itu diadakan pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t dengan dk = (n1 – 1). Hasil penghitungan menunjukkan bahwa thitung > ttabel, yang berarti hipotesis penelitian yang diajukan diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan matematika siswa yang diajarkan menggunakan metode problem solving dengan yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Kata kunci : Metode Problem Solving, Penguasaan Matematika. I.
PENDAHULUAN Matematika merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk
membentuk pribadi yang cerdas, trampil, dan bertingkah laku baik yang sangat berguna dalam kehidupan. Matematika adalah pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan yang ada dan harus dipenuhi untuk menguasai materi yang dipelajari. Untuk mengingat dan mengenal kembali materi yang dipelajari, siswa harus benar-benar menguasai materi tersebut. Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya pembelajaran.
2
Dewasa ini matematika sudah berkembang sehingga terlalu sulit untuk dapat dikuasai seluruhnya oleh siswa. Matematika yang selama ini dipelajari di jenjang pendidikan dasar dan menengah masih bertumpu pada logika yang dikotomik (hanya bernilai benar atau salah) serta himpunan intuitif yang klasik. Keberhasilan penguasaan matematika siswa pada materi awal akan mempermudah siswa itu sendiri dalam mempelajari materi selanjutnya. Selain itu jika siswa menguasai materi dengan baik maka siswa dapat menyelesaikan berbagai variasi soal matematika dan dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Karena kondisi yang demikian pentingnya, sehingga matematika diberikan sejak anak kelas I SD sampai kelas XII (SMA). Namun demikian matematika masih kurang diminati anak didik baik di tingkat SD, SMP maupun SMA. Untuk itu pembelajaran matematika harus diupayakan mampu membangkitkan kesungguhan siswa untuk belajar. Hal ini dapat dicapai jika guru memahami bahwa setiap siswa memiliki kemampuan berbeda, sehingga guru dituntut memiliki kesabaran, ketekunan dan kesungguhan dalam penyajian. Sampai setingkat sekolah menengah, peran guru pada pembelajaran matematika masih sangat diperlukan oleh sebagian besar siswa. Oleh karena itu guru matematika seharusnya mampu menyajikan pembelajaran yang menarik, tidak menoton dan membosankan. Kenyataannya yang ada, kebanyakan guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dengan gaya monoton yang terkadang membuat siswa bosan dan malas untuk belajar. Dengan situasi dan kondisi seperti inilah akibatnya banyak siswa yang tidak berminat dan tidak menyukai pelajaran matematika, karena mereka memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit. Akibatnya kualitas dan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika sangat rendah. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa, antara lain yaitu tingkat penguasaan materi siswa yang masih rendah, kurangnya kemampuan menganalisis maksud soal, tidak terbiasa mengemukakan pendapat, serta kurangnya minat siswa terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan wawancara langsung dengan guru
3
matematika kelas X di SMA Negeri 1 Tibawa diperoleh bahwa hasil belajar pada matematika masih rendah, khususnya pada materi Dimensi Tiga. Hal ini disebabkan karena rendahnya penguasaan matematika siswa pada materi dimensi tiga yang diberikan, sehingga kemampuan dalam memecahkan dan menganalisis maksud soal masih sangat rendah. Faktor lainnya yang merupakan pengendali utama adalah guru yang kurang kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi. Biasanya guru mengajarkan materi Dimensi Tiga dengan menggunakan pembelajaran konvensional atau dengan menggunakan metode ceramah yang disertai dengan pemberian tugas secara terus menerus. Dalam proses pembelajaran, siswa hanya menerima materi begitu saja tanpa ada respon balik. Hal ini mengakibatkan siswa sulit dalam menghubungkan sesuatu dengan sesuatu lainnya secara matematis untuk memecahkan masalah dan siswa tidak mampu menciptakan ide/gagasan yang baru. Dengan keadaan seperti ini siswa akan merasa bosan dan jenuh dalam mengikuti pelajaran. Sehingga materi yang disampaikan guru tidak terserap sepenuhnya oleh siswa. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat penguasaan matematika yang rendah akan menghambat proses berfikir matematika dan proses berfikir kreatif. Hal ini akan mengakibatkan proses pemecahan masalah matematika siswa akan rendah. Jika pemecahan masalah matematika siswa rendah, maka hasil belajar matematika siswa akan rendah juga. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang bisa melatih pola berpikir siswa dalam memecahkan masalah sampai pada tingkat penyelesainnya. Salah satu alternatif pembelajaran yang kreatif dan inovatif itu adalah metode problem solving (pemecahan masalah). Metode problem solving adalah suatu metode yang melatih siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan/permasalahan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Keterampilan memecahkan masalah dapat memperluas proses berpikir siswa dan mampu meningkatkan penguasaan matematika siswa . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Abbas 2006:24) Penguasaan diartikan sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian, dsb), sedangkan kesanggupan diartikan sebagai kemampuan, kecakapan atau kemampuan orang tersebut dalam menerapkan sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan objek tersebut. Demikian pula terhadap matematika.
4
Menurut Syarif (dalam Amir, 2011 : 14) bahwa matematika adalah (1) studi pola dan hubungan dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) cara berpikir yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam sehari-hari, (3) suatu seni yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan simbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan matematika, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) sebagai alat yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Russel (dalam Uno, 2011 : 129) bahwa matematika adalah suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tak dikenal. Arah yang dikenal tersusun baik (konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks). Hal ini juga dipertegas oleh Soedjadi bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol. Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak dan sering disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Menurut Suherman dkk (2001: 9), Objek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar inilah dapat disusun suatu pola dan struktur matematika. Menurut Djamarah (2010: 91), metode problem solving (pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Selanjutnya Usman (dalam Anis, 2011: 17),
5
mengemukakan bahwa metode problem solving (pemecahan masalah) adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa dihadapkan pada satu masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan, baik secara individual maupun kelompok. Metode ini baik untuk melatih kesanggupan
siswa
dalam
memecahkan
masalah-masalah
yang
dihadapi
dalam
kehidupannya. Dengan demikian metode problem solving adalah suatu cara penyajian pelajaran yang melatih siswa berpikir dalam memecahkan masalah yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Menurut Sabri (dalam Anis, 2011: 17), Ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan metode pemecahan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan keter- kaitan antar disiplin. Belajar memecahkan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Krismanto (dalam Iyabu, 2011: 23) mengungkapkan bahwa sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan direspon. Mereka juga mengatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui pelaku. Menurut Iyabu (2011 : 24) pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada peserta didik melalui penugasan atau pertanyaan matematika. Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah memotivasi peserta didik agar mau menerima tantangan dan membimbingnya dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan peserta didik.
6
Masalah matematika dapat dipecahkan dengan efektif dan efisien dengan kemampuan membaca dan bernalar. Pemecahan masalah dimulai dengan merumuskan, mengumpulkan informasi, mencari gagasan, merumuskan gagasan dalam langkah tindakan, memeriksa setiap langkah, menuliskan solusi dan menafsirkan hasil yang diperoleh. Pemecahan masalah dapat membangun sifat ulet, rasa ingin tahu dan percaya diri. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan masalah adalah suatu cara penyajian pelajaran berupa permasalahan yang diberikan pada siswa dan akan dipecahkan atau diselesaikan baik secara individu maupun kelompok melalui pendekatan berpikir logis, analisis, sistematis dan teliti.
II.
METODE PENULISAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap tahun
ajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dengan menggunakan Posttest Only Control Desaign. Adapun yang menjadi Populasi pada penelitan ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa tahun pelajaran 2012-2013, yang tersebar di delapan kelas. Untuk kelas ekperimen berjumlah 27 orang dan untuk kelas kontrol 27 orang. Jumlah masing-masing kelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Distribusi Jumlah Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tibawa Kelas
Jumlah Siswa
Total
Pria
Wanita
Eksperimen
7
20
27
Kontrol
10
17
27
Sumber: Absen Siswa T.A 2012-2013 Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster random sampling atau penarikan sampel secara berkelompok, yang dirandom adalah kelasnya (Ary. dkk, 2011:201). Dimana dalam pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa melihat tingkatan yang ada pada populasi, dan diperoleh kelas XH sebagai kelas eksperimen dan kelas XF sebagai kelas kontrol atau pembanding.
7
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu metode eksperimen semu dengan menggunakan Posttest Only Control Desaign. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yakni instrumen untuk mengukur penguasaan matematika siswa pada mata pelajaran matematika, khususnya pada materi dimensi tiga. Instrumen yang dimaksud adalah tes berbentuk essay. Instrumen pengukuran penguasaan matematika disusun berdasarkan definisi konseptual dan definisi operasional penguasaan matematika, serta kompotensi dasar yang diukur dan dilanjutkan dengan pembuatan kisi-kisi soal yang memuat indikator, yang meliputi kemampuan menentukan jarak dalam ruang dimensi tiga. III.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini tentang penguasaan matematika siswa
pada materi dimensi tiga. Data penguasaan matematika siswa akan diperoleh melalui instrument tes sesudah proses pembelajaran. Tes ini berbentuk essay, Instrumen ini akan diuji cobakan pada kelas XD kegiatan uji coba ini dilaksanakan pada hari kamis khususnya pada tanggal 23 mei 2013. Tujuan uji coba instrumen ini adalah untuk mengetahui butir-butir soal yang valid dan instrumen yang reliabel. Untuk pengujian Validitas tes, dilakukan dalam dua dentuk yang pertama adalah validasi konstruksi yaitu melalui bimbingan dosen yang kemudian divalidasi oleh dosen dan guru mitra hasilnya dapat dilihat (pada lampiran 9) dan yang kedua adalah validasi isi yaitu dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
rxy
N xy x y
N x
2
x N y 2 y 2
2
Dengan taraf nyata 0,05dan N = 28 serta dengan kriteria interval kepercayaan 95% maka harga
rdaftar = r n = r0.0527 = 0,374
Dengan membandingkan harga rdaftar dengan harga rhitung setiap item soal yang ada pada, diperoleh bahwa rdaftar< rhitung . ini berarti semua item soal valid dan cukup baik sebagai alat pengumpul data. Koefisien validasi tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
8
Tabel 4.1 Koefisien Validasi dan Status Validasi
NomorSoal
Koefisien Validasi
Status Validasi
rhitung rdaftar 1
0,582
0,374
Valid
2
0,518
0,374
Valid
3
0,817
0,374
Valid
4
0,596
0,374
Valid
5
0,679
0,374
Valid
6
0,505
0,374
Valid
Hasil perhitungan varians seperti pada ( lampiran 9) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Varians Tiap item soal No Item
t2
Varians
1
12 22 32
5,78
2 3
23,95 26,24 11,67
5
42 5t2
6
10,36
4
2 6
2,93
Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data penguasaan matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen (kelas XH) dan kelas kontrol masing-masing diikuti oleh 27 orang siswa (kelas XF). Secara umum, deskripsi data penguasaan matematika dari kedua kelas tersebut dapat disajikan pada tabel berikut ini.
9
Tabel 4.3 Deskripsi data hasil penelitian N
Skor Min
Skor Max
Mean
Median (Me)
Modus (Mo)
St. Deviasi
27
45
98
72,67
69,25
76
14,73
K 27
42
89
64,76
63
60,93
12,37
Sumber data E PostesTest
1. Deskripsi Penguasaan Matematika Siswa Yang Menggunakan Metode Problem Solving Data penguasaan matematika siswa diperoleh dengan menggunakan instrumen tes penguasaan matematika yang terdiri atas 6 butir soal dengan rentang skor 0-100. Skor minimum yang diperoleh kelompok ini adalah 45 dan skor maksimum adalah 98. Nilai rata-
rata hitung X
yang diperoleh setelah data dikelompokkan adalah 72,67 ; modus (Mo)
adalah 76 ; median (Me) adalah 69,25 dan standar deviasi adalah 14,73. Data penguasaan matematika siswa dengan menggunakan metode problem solving dapat dilihat pada tabel distribusi frekwensi dibawah ini Tabel 4.4 Daftar Distribusi Frekwensi Penguasaan Matematika Siswa Dengan Menggunakan Metode Problem Solving
No
Kelas Interval
1 45 – 53 2 54 – 62 3 63 – 71 4 72 – 80 5 81 – 89 6 90 – 98 Jumlah
fi
fkum
f relatif (%)
xi
fi xi
xi2
fi xi2
3 5 4 6 4 5 27
3 8 12 18 22 27
11,11111 18,51852 14,81481 22,22222 14,81481 18,51852 100
49 58 67 76 85 94
147 290 335 380 340 470
2401 3364 4489 5776 7225 8836
7203 16820 22445 28880 28900 44180 148428
1962
Berdasarkan tabel diatas dapat dlihat bahwa 12 orang siswa atau 44,44% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata 72,66, ada 6 orang siswa atau 22,22% pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan ada 9 orang siswa atau 33,33% memperoleh skor diatas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata.
10
Sebaran data pada tabel distribusi frekwensi diatas dapat digambarkan dalam bentuk histogram dibawah ini: Gambar 1 Histogram Skor Penguasaan Matematika Siswa Yang Menggunakan Metode Problem Solving 7 6
45 – 53
5
54 – 62
4
63 – 71
3 2
72 – 80
1
81 – 89
0
90 – 98 45 – 53 54 – 62 63 – 71 72 – 80 81 – 89 90 – 98
2. Deskripsi
Penguasaan
Matematika
Siswa
Yang
Menggunakan
Metode
Pembelajaran Konvensional Jumlah siswa pada kelas ini yaitu berjumlah 27 orang. Dengan skor minimum yang
diperoleh 42 dan skor maksimumnya adalah 89. Nilai rata-rata hitung X yang diperoleh adalah 64,76 ; modus (Mo) adalah 60,93 ; median (Me) adalah 63 dan standar deviasi adalah 12,37. Dengan demikian dapat dilihat distribusi frekwensi data penguasaan matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada tabel dibawah ini: Tabel 4.5 Daftar Distribusi Frekwensi Penguasaan Matematika Siswa Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Konvensional Kelas No Interval 1 42 – 49 2 50 – 57 3 58 – 65 4 66– 73 5 74 – 81 6 82 – 89 Jumlah
fi 3 5 8 4 3 4 27
fkum 3 8 16 20 23 27
f relatif (%) 11.11111 18.51852 29.62963 14.81481 11.11111 14.81481 100
xi 45.5 53.5 61.5 69.5 77.5 85.5
fi xi 136.5 267.5 492 278 232.5 342 1748.5
xi2 2070.25 2862.25 3782.25 4830.25 6006.25 7310.25 26861.5
fi xi2 6210.75 14311.3 30258 19321 18018.8 29241 117361
11
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 8 orang siswa atau 29,63% memperoleh skor dibawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata 64,76, ada 8 orang siswa atau 29,63% pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan ada 11 orang siswa atau 40,74% memperoleh skor diatas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata. Sebaran data pada tabel distribusi frekwensi diatas dapat digambarkan dalam bentuk histogram dibawah ini: Gambar 2 Histogram Skor Penguasaan Matematika Siswa Yang Menggunakan Metode Pembelajaran Konvensional 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
42 – 49 50 – 57 58 – 65 66– 73 74 – 81 82 – 89 42 – 49 50 – 57 58 – 65 66– 73 74 – 81 82 – 89
Berdasarkan hasil post-test kelas eksperimen pada (lampiran 12) dan hasil perhitungan (lampiran 13), diperoleh nilai LHitung = 0,0786. Dalam menentukan Ltabel, pada penelitian dipilih α = 0,05, sehingga untuk n = 27 maka nilai Ltabel = 0,173. Karena nilai dari LHitung = 0,0786 < Ltabel = 0,173, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan data hasil post-tes pada kelas kontrol dan hasil perhitungan diperoleh nilai LHitung = 0,1069. Dalam menentukan Ltabel, pada penelitian dipilih α = 0,05, sehingga untuk n = 27 maka nilai Ltabel = 0,173. Ltabel tersebut didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode interpolasi polinom. Karena nilai dari LHitung = 0,1096 < Ltabel = 0,173, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
12
Dari hasil perhitungan pada (lampiran 14) diperoleh nilai varians terbesar 𝑆 2 = 260,7208 dan varians terkecil 𝑆 2 = 169,5157 dengan demikian nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
1,538034 sedangkan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝐹 𝛼
(𝑉1 ,𝑉2 )
= 𝐹 0,05
𝛼 = 0,05. Karena nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,538034 < 𝐹 𝛼
𝑉1 𝑉2
(26,26)
260,7208 169,5157
=
= 1,80 pada taraf nyata
= 1,80; maka H0 diterima artinya
kedua varians homogen. Dengan demikian, data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dapat menggunakan analisis uji t. Hipotesis dalam penelitian ini : Terdapat perbedaan penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dengan penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional. Hasil perhitungan uji t tentang perbedaan penguasaan matematika siswa Terdapat perbedaan penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dengan penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional menghasilkan thitung = 4,625 ternyata lebih besar dari nilai ttabel = 2,016 pada taraf kepercayaan 0,05 dengan dk = 52.(Hasil perhitungan dapat disajikan pada lampiran 16). Hal ini menunjukan bahwa hipotesis nol ditolak yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dengan penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional, dan diterimanya hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara penguasaan matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dengan penguasaan matematika siswa
yang
mengikuti
pembelajaran
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran
konvensional.
IV.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan Pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan penguasaan matematika yang signifikan antar siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem solving dengan yang diajar tanpa menggunakan metode problem solving atau metode pembelajaran konvensional, pada materi dimensi tiga.
13
2. Perbedaan ini ditunjukkan berupa skor rata-rata penguasaan matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode problem solving lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata penguasaan matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional, yaitu pada kelas eksperimen x 72,67 sedangkan untuk kelas kontrol x 64,76 . 3. Metode problem solving dapat digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi dimensi tiga. Berdasarkan temuan, pembahasan, dan simpulan penelitian maka diajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Kepada para guru a) Metode problem solving dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk melatih proses berpikir mereka untuk memecahkan masalah dalam menyelesaikan soal dan cocok digunakan dalam mengajarkan materi dimensi tiga. Oleh karena itu, metode problem solving sebaiknya digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi dimensi tiga. b) Memperhatikan manfaat yang diberikan dalam pembelajaran, hendaknya guru memilih metode yang tepat dan sesuai yang dapat meningkatkan penguasaan matematika siswa sehingga tidak membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. 2. Kepada peneliti lain Perlu adanya penelitian mengenai metode problem solving untuk materi lain, khususnya materi yang memiliki karakteristik yang sama dengan dimensi tiga.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Nurhayati (2006). Hubungan Antara Minat Terhadap Profesi Guru, keinovatfan Guru, dan Pengalaman Diklat dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri Gorontalo. Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor. Universitas Negeri Gorontalo Abdurahman, Maman. 2007. Matematika untuk SMA Kelas X. Bandung : Armico
14
Ambarjaya, S.B. 2012. Psikologi Pendidikan Dan Pengajaran Teori dan Praktek. Yogyakarta : CAPS Anis. 2011. Pengaruh pendekatan problem solving dan kemampuan awal terhadap hasil belajar matematika di SMA negeri 1 Gorontalo. Tesis, PPs Universitas Negeri Gorontalo : Tidak diterbitkan Arikunto,Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Ary, Donald, dkk. 2011. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. (Terjemahan Arief Furchan) Yogyakarta : Pustaka Pelajar Bito, Nursia. 2009. Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Sub Materi Pokok Prisma dan Limas Di Kelas VIII SMP Negeri 11 Gorontalo. Tesis. UNESA: Pasca Sarjana. Tidak diterbitkan Djamarah, B. Syaiful. 2008, Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Iyabu, Budiyanti. 2011. Pengaruh model pembelajaran problem posing dan problem solving terhadap hasil belajar ditinjau dari kemampuan komunikasi matematika peserta didik.Tesis, PPs Universitas Negeri Gorontalo : Tidak diterbitkan Erman, Suherman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA Latif, Amir. 2011. Meningkatkan penguasaan konsep matematika dan minat belajar siswa pada pokok bahasan segitiga dan persegi melalui penemuan terbimbing di kelas V SDN 3 Hunggaluwa kecamatan Limboto kabupaten Gorontalo. Tesis, PPs Universitas Negeri Gorontalo : Tidak diterbitkan Margono,S. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Marwanta. 2009. Matematika SMA Kelas X. Bogor : Yudhistira Rokhayati. http://eprints.uny.ac.id/2010/10/5/pembelajaran-matematika .pdf/. Akses Maret 2013 Sugiyono. 2010, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta Sugiyono. 2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : PT Prestasi Pustaka Tahira. 2012. Upaya meningkatkan penguasaan konsep materi pteridophyta & spermatophyta dan kinerja ilmiah melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Tesis, PPs Universitas Negeri Gorontalo : Tidak diterbitkan Uno, Hamzah. 2011. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Wirodikromo, Sartono. 2007. Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga