113 TANGGUNG JAWAB LEMBAGA PERBANKAN DALAM KEGAGALAN TRANSAKSI PENGIRIMAN UANG MELALUI ATM (AUTOMATIC TELLER MACHINE) DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/10/PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH Muhammad Yudha Kusumawardana STKIP Bina Mutiara Sukabumi Jl. Pembangunan (Salakaso) Desa Pasir Halang Kotak Pos 01 Kec. Sukaraja Sukabumi Telp: (0266) 6243531
[email protected] Abstrak Dalam memajukan bisnis perbankan, nasabah sebagai konsumen produk dan jasa memainkan peran utama. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, bank berusaha memberikan fasilitas yang baik dalam pelayanan nasabah, salah satunya dengan menyediakan ATM. Menggunakan ATM selain memberikan kenyamanan bagi nasabah, juga dapat menciptakan masalah bagi nasabah. Akan tetapi, pada kenyataannya jika nasabah telah gagal mengirim uang melalui ATM, nasabah memiliki kesulitan untuk mendapatkan kembali dana mereka atau menuntut keluhan mereka ke bank. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menentukan aspek hukum dalam pelaksanaan layanan perbankan, tanggung jawab bank yang terkait dengan perlindungan hukum kepada nasabah yang menggunakan ATM, dan tindakan hukum oleh nasabah dalam kegagalan dalam pengiriman transaksi uang. Kata Kunci: Kegagalan dalam Transaksi, Keluhan Nasabah, Lembaga Perbankan.
PENDAHULUAN Semakin canggihnya teknologi berpengaruh pula pada dunia perbankan di Indonesia. Hal ini terlihat dari pelayanan-pelayanan yang ditawarkan oleh masing-masing pihak bank. Perkembangan teknologi menyebabkan pesatnya perkembangan jenis usaha dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga risiko-risiko yang muncul menjadi lebih besar dan bervariasi, seperti risiko hukum, risiko operasional, dan risiko reputasi. Di samping itu, persaingan industri perbankan yang cenderung bersifat global juga menyebabkan persaingan antar bank menjadi semakin ketat sehingga bank-bank nasional harus mampu beroperasi secara lebih efisien dengan teknologi informasi. Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat yang memegang peranan penting dalam sistem perekonomian sehingga dapat dikatakan bank merupakan urat nadi dari sistem keuangan yang beraktivitas menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito, dan lain-lain. Lembaga keuangan dalam arti luas adalah sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds) sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya, yaitu sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary). Dalam arti luas ini termasuk di dalamnya
1
114 lembaga perbankan, perasuransian, dana pensiun, pegadaian, dan sebagainya yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana.1 Salah satu jasa bank yang dipergunakan oleh nasabah adalah jasa pengiriman uang melalui transfer. Transfer uang melalui bank merupakan hal yang wajar dilakukan saat ini, transfer uang melalui bank disebut juga dengan istilah “bank transfer”. Dengan banyaknya produk jasa layanan perbankan yang terdapat di dalam bank, seperti Automated Teller Machine yang selanjutnya disebut ATM, seseorang dengan mudah dapat mempergunakan layanan tersebut dengan menjadi nasabah di bank. Seperti di dalam layanan bank yang mengeluarkan jasa layanan tersebut, untuk mempermudah nasabah dalam mengambil dan mengirim uang kepada orang lain baik antar bank yang sama maupun bank yang berbeda. Mekanisme transfer uang melalui ATM diperkenalkan pada tahun 1967 di Amerika dengan nama “cash dispenser” 2 atau “mesin uang”. Hal ini dimaksud agar orang dapat mengambil uang pada akhir pekan di mana bank tutup, baik siang atau malam hari. Selain keuntungan dan kemudahan bertransaksi khususnya dalam fasilitas ATM tersebut tentunya juga memiliki kekurangan atau masalah yang perlu diperhatikan dan dihadapi karena dalam pelaksanaannya masih belum optimal, contohnya:3 1. Terjadinya pendebetan yang tidak dikehendaki oleh pemilik rekening; 2. Kerusakan mesin sehingga nasabah tidak bisa mengambil uangnya; 3. Terjadinya kesalahan transfer yang dilakukan melalui ATM; dan 4. Terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dampak negatif tersebut dapat mengurangi keunggulan jasa elektronik dalam perbankan serta menimbulkan kerugian bagi pihak nasabah bank pengguna ATM. Dilihat dari kedudukan nasabah bank dalam perjanjian ATM, tentunya pihak nasabah bank memerlukan perlindungan-perlindungan khusus agar tidak menderita kerugian yang mungkin diderita nasabah dan dapat ditutupi oleh pihak yang berkewajiban dalam hal ini adalah tanggung jawab bank. Terdapat beberapa kasus di masyarakat terhadap penggunaan layanan transfer ini, seperti kartu ATM tersangkut, uang yang keluar tidak sesuai dengan yang diinginkan atau tidak keluar sama sekali, nomor PIN yang salah dimasukkan, saldo nasabah berkurang sementara nasabah merasa tidak menarik atau mengambil uang tabungannya, dan pada saat melakukan transaksi dengan ATM, uang tidak keluar dari mesin ATM dan berbagai kasus lainnya. Kasus lain yang menjadi fokus penelitian penulis adalah kegagalan transfer dalam transaksi pengiriman uang melalui ATM. Beberapa kasus mengenai kegagalan transfer dalam transaksi pengiriman uang melalui ATM tersebut sangat merugikan bahkan akan menciptakan pandangan negatif pada bank tersebut. Bank sebagai badan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di bidang perbankan, selalu diatur dan diawasi oleh sebuah Bank Sentral, yaitu Bank Indonesia. Bank Indonesia 1 2
3
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 97. Dispenser (presenter) adalah mesin penarik/penghisap uang dari kotak uang di dalam ATM. Presenter merupakan mesin yang menarik uang dari dispenser untuk diberikan kepada nasabah. Jenis dispenser bermacam-macam, antara lain Pneumatic dan Friction. Deasy Risma Rotua Siahaan, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Pengguna ATM (Automated Telelr Machines) Dalam Sistim Perbankan Indonesia, 2008, Tesis Universitas Sumatera Utara, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5478/1/057011014.pdf.
115 mempunyai wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Sebagaimana diketahui dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hakhak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah. 4 Pemerintah melalui Bank Indonesia memang perlu untuk menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah yang wajib dilakukan oleh seluruh bank sebagaimana termuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Penyelesaian pengaduan nasabah dilakukan berdasarkan kebijakan internal bank yang mempunyai standar minimum penanganan pengaduan nasabah oleh bank, dengan mana bank mengatur penanganan pengaduan nasabah dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan. Jika dalam penanganan pengaduan nasabah tidak dapat diselesaikan dengan baik, antara nasabah dengan bank dapat melanjutkan ke tahap Mediasi Perbankan. PBI Nomor: 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor: 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, dapat dijadikan dasar tanggung jawab bank yang dapat menyelesaikan beberapa kemungkinan masalah yang timbul dari perjanjian ATM antara bank dan nasabahnya. Dengan demikian, penerapan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah secara konsisten akan dapat membawa manfaat baik untuk nasabah maupun bank dan dapat mengurangi potensi kerugian finansial pada nasabah maupun risiko reputasi pada bank. Berelasitas dengan asumsi dan hipotesis di atas, timbul pertanyaan sebagai masalah pokok permasalahan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah aspek hukum dalam pelaksanaan jasa pelayanan perbankan dalam transaksi melalui ATM bagi nasabah? 2. Bagaimana tanggung jawab bank terkait perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang menggunakan ATM? 3. Upaya hukum apa yang dilakukan nasabah dalam hal terjadi kegagalan transaksi pengiriman uang? PEMBAHASAN A. Bank Sebagai Jasa Penyedia Kegiatan Perbankan Lembaga keuangan (financial institution) adalah badan usaha ynag mempunyai kekayaan dalam bentuk aset keuangan (financial assets). Kekayaan berupa aset keuangan ini digunakan untuk menjalankan usaha di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan bukan pembiayaan.5
4
5
Rachmadi Usman, Penyelesaian Pengaduan Nasabah Dan Mediasi Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 168. Abdulkadir Muhammad, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2004, hlm. 8.
116 Bank sebagai lembaga keuangan dalam melakukan kegiatan usahanya mempunyai perbedaan fungsi kelembagaan, deviasi-deviasi menurut fungsi dan tujuannya sehingga dapat digolongkan ke dalam dua lembaga, yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Menurut Yeager dan Seitz (1989), lembaga keuangan mempunyai empat peran. Keempat peran tersebut adalah: 6 1. Transmutasi aset (assets transmutation); 2. Likuiditas (liquidity); 3. Realokasi pendapatan (income realocation); 4. Transaksi keuangan (finance transaction). Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) menurut jenisnya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Lembaga Pembiayaan Pembangunan (Development Finance Corporation – DFC); 2. Lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (Investment Finance Corporation – IFC); 3. Lembaga Keuangan Lainnya, seperti mutual funds (dana bersama) yang belum ada pengaturannya. Perbedaan LKBB dan LKB dalam hal penghimpunan dana, LKBB tidak diizinkan menerima dana yang bersumber dari simpanan berupa giro, deposito, dan tabungan. Dalam hal penyaluran dana kepada masyarakat, LKB dapat menyalurkan dana secara langsung, sedangkan LKBB berfungsi sebagai perantara antara yang membutuhkan dana dan yang memiliki dana. Dengan kata lain, LKBB disebut sebagai “turnover-institution”, sedangkan LKB sebagai “carry institution”. Berkaitan dengan lembaga keuangan, menurut Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari peranan bank sebagai lembaga keuangan, maka kegiatan bank dilakukan berdasarkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan, yaitu:7 1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang biasanya adalah untuk keamanan uangnya. Adapun tujuan kedua adalah untuk melakukan investasi dengan harapan dengan memperoleh bunga dari hasil simpanannya. Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran. Untuk memenuhi tujuan tersebut, baik untuk mengamankan uang maupun untuk melakukan investasi, bank menyediakan sarana yang disebut dengan simpanan. 2. Menyalurkan dana kepada masyarakat. Maksudnya adalah dalam hal ini, bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dengan kata lain, bank menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukannya. 3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya. Maksudnya adalah bank melakukan kegiatan di luar dari kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada 6 7
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 4. Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 3-4.
117 masyarakat. Misalnya, ada pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), dan jasa lainnya. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling penting dan besar peranannya dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya, bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya. Melihat praktik operasional perbankan yang ada, kita dapat membedakan jenis-jenis bank. Jenis bank secara teoritis ditentukan dari segi fungsinya, kepemilikannya, dan segi penciptaan uang giral.8 Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Dalam operasionalnya, perbankan harus memiliki keseimbangan antara kewajiban yang harus dijalankan (banking duty principles) dan pengelolaan bank (banking management principles) dengan mengacu dan mendasarkan diri pada etika perbankan (bank ethic principles). Kewajiban-kewajiban perbankan yang harus dilakukan bank antara lain:9 1. Kewajiban umum, yang meliputi: pemberian pelayanan yang baik, rasa aman, dan perlakuan yang sama (equal treatment) terhadap para nasabah, seperti penabung, peminjam, dan pengguna jasa bank lainnya. 2. Kewajiban khusus, yang meliputi kewajiban terhadap pemerintah, karyawan, dan pemilik. Pemerintah biasanya meminta bank untuk mensukseskan pembangunan dan menjaga stabilitas moneter dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat demi tercapainya masyarakat adil dan makmur. Kewajiban perbankan terhadap karyawannya, yaitu bank dapat menjamin kesinambungan kerja dan masa depan karier yang lebih baik. Hal yang tidak kalah penting dalam pengelolaan bank adalah bagaimana mengelola bank secara baik. Sebagaimana diketahui, pasca terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997/1998 berbagai pihak mencoba menganalisis terjadinya krisis yang imbasnya tidak terelakan bagi dunia usaha, yakni belum diterapkannya tata kelola usaha yang baik (Good Corporate Governance). Usaha mengembalikan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang dan mendasar apabila disertai tiga tindakan penting lain, yaitu ketaatan terhadap prinsip kehatihatian, pelaksanaan Good Corporate Governance, dan pengawasan yang efektif dari otoritas pengawasan bank.10 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Perbankan tersebut adalah:11 1. Transparansi (Transparancy), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;
8
Muhamad Djumhana, Op.Cit, hlm. 103-104. Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 104. 10 Yunus Hussein, et.al, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan, BPHN, Jakarta, 2007, hlm. 37. 11 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 64. 9
118 2.
Kemandirian (Independency), yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat; 3. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 4. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain kewajiban dan pengelolaan bank, risiko dalam menjalankan kegiatan usaha, tidak terkecuali dalam dunia perbankan suatu hal yang agaknya sulit untuk dihindari. Akan tetapi, risiko yang mungkin terjadi, jika dikelola secara baik, kemungkinan terjadi risiko terhadap badan usaha dapat diminimalisasi sekecil mungkin. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 PBI: 11/25/2009 tentang hal-hal apa saja yang menjadi ukuran dalam menentukan risiko dalam menjalankan usaha perbankan, sebagai berikut:12 1. Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, baik untuk bank secara individual maupun bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak. 2. Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang mencakup: a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko; c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Adapun jenis risiko yang mungkin terjadi, dijabarkan dalam Pasal 4 PBI:11/25/2009: Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup: Risiko Kredit; Risiko Pasar; Risiko Likuiditas; Risiko Operasional; Risiko Hukum; Risiko Reputasi; Risiko Strategik; dan Risiko Kepatuhan. B.
Sistem ATM Bagian Dari Electronic Funds Transfer System (EFTs) Sistem ATM merupakan sistem transfer yang banyak digunakan oleh masyarakat, nasabah bank pada khususnya. Sistem ini merupakan bagian atau salah satu dari produk Electronic Funds Transfer System (EFTs) yang secara sederhana adalah sistem transfer dana yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik dan juga komputer. EFTs di Indonesia merupakan bagian dari teknologi sistem informasi yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas dan pelayanan bank kepada pihak masyarakat luas.
12
Sentosa Sembiring, Op.Cit.
119 EFTs adalah suatu jenis sistem komunikasi elektronik yang dikomputerisasikan yang memungkinkan dilakukan transfer atau pemindahan informasi keuangan dari suatu lokasi pusat komputer ke lokasi lainnya tanpa menggunakan dokumen-dokumen kertas. Suatu sistem yang pada umumnya diterapkan di bank, di mana dengan bantuan peralatan komputer maka telah memungkinkan seseorang dapat melakukan pemindahan/transfer uang dari satu bank kepada bank lain secara otomatis tanpa bantuan tenaga manusia.13 Pada dasarnya, EFTs adalah transfer dana, yaitu rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. Pengertian transfer atau mentransfer adalah sebagai berikut. 14 1. Memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. 2. Menyerahkan atau mengalihkan hak milik kepada orang lain. 3. Mengirim. 4. Mengalihkan. Keuntungan transfer bagi nasabah pengguna jasa ATM adalah sebagai berikut. 15 1. Biaya pengiriman uang relatif sangat murah jika dibandingkan dengan cara lain. 2. Uang yang dikirim dijamin aman sampai tujuan. 3. Waktu tiba sangat cepat. 4. Prosedur dan proses pengiriman sangat mudah. 5. Dapat mengirim ke beberapa tempat tujuan sekaligus. 6. Pengiriman uang tidak selalu tunai, tetapi dapat dilakukan lewat pembebanan rekening nasabah yang bersangkutan. Keuntungan bagi bank penyedia jasa ATM adalah sebagai berikut. 1. Memperoleh penghasilan dari biaya pengiriman dan untuk pengiriman ke daerah tertentu nasabah dibebankan biaya provisi dan komisi. 2. Memperoleh dana cash dari uang yang dikirim dan dana yang mengendap selama pengiriman atau selama uang hasil kiriman belum ditarik atau dicairkan nasabah penerima. 3. Merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada nasabah sehingga nasabah merasa terbantu dan merasa dihargai oleh bank. Transfer dapat terjadi karena pembayaran di mana pembayar dan penerima pembayaran tidak saling bertemu, misalnya keduanya berada di lain kota atau lain negara. 16 Transfer dana yang menggunakan peralatan elektronik dan teknologi komputer sebenarnya bukan merupakan barang baru bagi perbankan Indonesia. Perkembangannya mulai tahun 1980-an yang kemudian menjadi lebih pesat dengan dikeluarkannya kebijakan yang menyebabkan menjamurnya bank-bank di Indonesia. Walaupun penggunaan EFTs di Indonesia masih sangat jauh dibandingkan dengan EFTs yang berkembang di luar negeri, namun perkembangan di Indonesia menunjukkan arah yang positif karena ternyata kini EFTs menjadi suatu kebutuhan dan keharusan. 13
Dedi Rusmadi, Kamus Komputer, M2S, Bandung, 1989, hlm. 104. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1995, hlm. 574. 15 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Op.Cit, hlm. 170-171. 16 Thomas Suyatno, Lalu Lintas Pembayaran Dalam dan Luar Negeri, Gramedia, Jakarta, 1990, hlm. 33. 14
120 Electronic transfer merupakan transfer dana di mana satu atau lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat atau transfer secara fisik diganti dengan teknik elektronik. Bagian-bagian yang dalam transfer dana sebelumnya memakai paper based, diganti dengan sistem elektronik, antara lain sebagai berikut. 1. Pengiriman pesan elektronik antara bank pengirim dengan bank penerima, misalnya model lama telegraphic transfer diganti dengan instruksi pembayaran via teleks atau hubungan computer to computer. 2. Data penting yang dahulunya dibuat dengan paper based diganti dengan sistem data yang terekam dengan mesin, seperti magnetic ink character recognition (MICR) atau optical character recognition (OCR). 3. Penggunaan data, terminologi, dan dokumentasi pengiriman yang standar. 4. Pembuatan instruksi transfer dengan komputer. 5. Menciptakan sistem elektronik yang baru di mana tidak hanya sekedar menggantikan sistem lama yang berdasarkan paper based. Automated Teller Machine (ATM) pada dasarnya merupakan terminal EFTs yang mampu melakukan beberapa jenis pelayanan rutin perbankan kepada nasabah. Sistem ATM dapat menangani transaksi transfer, informasi saldo nasabah, penarikan tunai ataupun angsuran kredit kecil. Sistem ini biasanya dioperasikan selama 24 jam sehari dan berlokasi tidak hanya di lingkungan bank sendiri, tetapi juga di pusat-pusat perbelanjaan ataupun sarana umum lainnya. Sistem ATM dapat dioperasikan sendiri oleh setiap bank ataupun melalui kerjasama beberapa bank dengan membentuk suatu jaringan ATM bersama (shared ATM network). C.
Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Automatic Teller Machine Adakalanya ketika terjadi suatu masalah bagi nasabah maka mereka akan melakukan suatu komplain dengan menyampaikan keluhan kepada bank. Maka dari itu, sebagai bank yang baik harus dapat melakukan pelayanan komplain tersebut. Ini berarti menunjukkan kualitas pelayanan atau responsiveness dalam upaya membantu nasabah menghadapi masalah. Salah satu masalah yang dihadapi nasabah, yaitu pada saat bertransaksi dengan mesin ATM. Banyak ditemukan masalah oleh nasabah ketika menemukan suatu ATM yang dikatakan tidak bisa digunakan atau offline, penyebab mesin ATM offline, yaitu sebagai berikut. a. Reject Full atau kotak reject penuh dapat disebabkan karena terlalu banyak uang yang ter-reject di dalam Purge Bin (tempat penyimpanan uang rusak atau lengket). b. Cash Handler Error atau Pengolahan uang bermasalah disebabkan adanya masalah pada modul Dispenser (alat pengolahan jumlah uang), adanya uang yang menyangkut atau ada bagian dari modul Dispenser yang rusak. c. Printer Faulted adalah masalah pada bagian printer di dalam ATM yang menyebabkan struk transaksi tidak tercetak, dalam hal ini ATM masih dapat bekerja. d. MCRW (Magnetic Card Read Write) Faulted, atau alat pembaca kartu bermasalah merupakan masalah pada modul pembaca kartu nasabah, yang dapat disebabkan dari kartunya atau dari alat pembaca MCRW.
121 e.
Communication Down, atau jaringan lemah merupakan masalah yang disebabkan karena terputusnya koneksi di ATM, yang dapat disebabkan dari Card Communication pada ATM serta dari HOST (jaringan internet pusat ATM). f. Mesin ATM kotor sehingga sensor tidak bekerja optimal. Biasanya, secara rutin dari pihak vendor (pihak ke-3 penyedia mesin) akan melakukan maintenance rutin terhadap ATM sehingga seluruh sistem, sensor, dan jaringan yang ada di mesin ATM dapat bekerja dengan baik. Adapun beberapa masalah-masalah lain yang dihadapi nasabah ketika menggunakan ATM antara lain, yaitu: a. Kartu ATM menyangkut, di mana kartu ATM nasabah tidak dapat keluar dari mesin. Maka dari itu, nasabah harus melakukan laporan kepada pihak bank penyedia ATM agar segera menindak lanjuti masalah tersebut. b. Uang yang keluar tidak sesuai dengan yang diinginkan atau tidak keluar sama sekali, dan tidak sesuai dengan laporan uang yang ditampilkan. Ketika nasabah mengambil uang dan ternyata terdapat perbedaan dengan laporannya, nasabah dapat segera mengkomplain kepada bank pihak penyedia ATM. c. Nomor PIN yang salah di-input. Apabila nasabah salah meng-input PIN sebanyak 3 (tiga) kali, maka kartu ATM-nya akan diblokir (pengamatan pada ATM Mandiri, nasabah dapat mengulangi meng-input nomor PIN setelah 1 x 24 jam setelah terjadi kesalahan pemasukan nomor sebelumnya. Apabila nasabah lupa dengan nomor pinnya, maka nasabah dapat menghubungi bank untuk meminta kembali nomor PIN-nya disertai bukti-bukti yang benar). d. Saldo nasabah berkurang, sementara nasabah merasa tidak menarik atau mengambil uang tabungannya. e. Pada saat melakukan transaksi dengan ATM uang tidak keluar dari mesin ATM. f. Nasabah mengeluh karena mesin ATM tidak dapat digunakan atau rusak. g. Kartu ATM tertelan mesin ATM tanpa diketahui penyebabnya. Dari beberapa permasalahan yang timbul, kepentingan para pihak yang terlibat dalam penggunaan ATM ini sangatlah perlu mendapat perhatian. Menyadari pentingnya peranan perbankan dalam bidang perekonomian, pemerintah mengupayakan pihak perbankan agar pihak perbankan Indonesia efektif dan efisien dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dan memberikan suatu pelayanan-pelayanan yang baik dan lancar kepada nasabah sehingga nasabah merasa senang dan aman untuk menyimpan uangnya di bank. D. 1.
Penyelesaian Masalah Dalam Kegagalan Transaksi Ketentuan Hukum yang Mengatur Penyelesaian Pengaduan Nasabah Dalam rangka peningkatan perlindungan dan pemberdayaan nasabah serta penyelarasan dengan hukum perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, Bank Indonesia pada tanggal 28 Februari 2008 menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, yang selanjutnya disebut PBI Nomor 10/10/PBI/2008. Dari perspektif regulator, penerbitan PBI Nomor 10/10/PBI/2008 ini memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat
122 mempengaruhi reputasi bank tersebut. Dari sisi bank, akan sangat membantu bank dalam beberapa hal, antara lain sebagai berikut. a. Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkannya kepada masyarakat. b. Mengidentifikasi penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah. c. Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspek-aspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional. d. Memperbaiki karakteristik produk untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan nasabah.17 2. Pengertian dan Kewajiban Perbankan dalam Penyelesaian Pengaduan Nasabah Ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) PBI Nomor 10/10/PBI/2008 telah mewajibkan semua Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat untuk menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan/atau perwakilan nasabah. Sesuai dengan PBI Nomor 10/10/PBI/2008, maka setiap nasabah di sini, selain pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pula pihak yang tidak memiliki rekening, namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Hal ini berarti, bahwa setiap pengguna jasa bank, baik yang memiliki rekening ataupun walk-in customer dapat pula mengajukan pengaduan. Kewajiban bank untuk menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis dalam menyelesaikan pengaduan nasabah, yang meliputi penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, dan pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan, yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Direksi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang bersangkutan.18 Model penyelesaian sengketa melalui pengaduan nasabah, dalam struktur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen sektor jasa keuangan termasuk penyelesaian secara damai di luar pengadilan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang selanjutnya disebut POJK Nomor 1/POJK.07/2013. Secara prosedural, konsep “pengaduan nasaba” haruslah berlandaskan pada filosofis keseimbangan kedudukan nasabah bank sebagai konsumen dan pihak perbankan. Oleh karena itu, apabila mekanisme penanganan pengaduan nasabah ini merupakan wujud integrasi dan harmonisasi hukum perbankan dan perlindungan konsumen, maka harus ada jaminan bahwa regulasi tersebut dimaksudkan untuk menempatkan kedua belah pihak secara seimbang.19 a. Pembentukan Fungsi Penyelesaian Pengaduan Nasabah Berdasarkan PBI Nomor 10/10/PBI/2008, Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diwajibkan memiliki unit atau fungsi penyelesaian pengaduan nasabah. Ketentuan dalam Pasal 4 PBI Nomor 10/10/PBI/2008 menetapkan, bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat wajib memiliki unit dan/atau fungsi yang dibentuk secara khusus di setiap kantor
17
Muliaman D. Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, http://www.bi.go.id. 18 Ibid., 19 Inosentius Samsul, Pengembangan Model Penyelesaian Sengketa Perbankan dalam Perspektif Perlindungan Kepentingan Konsumen, Artikel dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 7 Nomor 1, Direktor Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 27.
123 Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan/atau perwakilan nasabah. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/24/DPNP sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP yang selanjutnya disebut SEBI Nomor 10/13/DPNP ditetapkan bahwa Direksi bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan penerimaan pengaduan yang minimal memuat kewajiban unit dan/atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan di setiap kantor bank. Berkenaan dengan keberadaan unit dan/atau fungsi khusus penyelesaian pengaduan nasabah, ketentuan dalam Pasal 5 PBI Nomor 10/10/PBI/2008 mewajibkan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat mempublikasikan kepada masyarakat secara tertulis dan/atau elektronis. b. Tata Cara Pengajuan dan Penerimaan Pengaduan Nasabah Menurut PBI Nomor 10/10/PBI/2008, nasabah dapat mengajukan atau menyampaikan pengaduan, dapat secara tertulis dan/atau lisan, yang berisikan penjelasan inti permasalahan yang akan diadukan dan apa yang akan diharapkan dari bank. Terdapat dua cara yang dapat ditempuh nasabah untuk mengajukan pengaduan, yaitu:20 1) Secara Lisan a) Diajukan secara langsung ke kantor bank terdekat, kantor bank tempat nasabah membuka rekening atau kantor bank tempat nasabah melakukan transaksi keuangan. b) Melalui telepon, termasuk call center (layanan 24 jam) yang tersedia. 2) Secara Tertulis a) Membuat dan menyampaikan surat resmi dengan jelas serta dengan mengungkapkan kronologis dan lokasi terjadinya permasalahan, baik diantar langsung, atau dikirim melalui faksimili atau melalui pos ke bank yang bersangkutan. b) Melalui email atau website bank. c) Melalui sarana elektronik lainnya. d) Mengisi formulir pengaduan yang tersedia pada setiap kantor bank. e) Pengaduan secara tertulis wajib dilengkapi fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya yang mendasari transaksi keuangan. c. Jangka Waktu Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pada PBI Nomor 10/10/PBI/2008 ditetapkan bahwa pembentukan kewenangan unit dan/atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan harus dapat menjamin terselesaikannya pengaduan secara efektif dalam jangka waktu yang ditetapkan. Ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) PBI Nomor 10/10/PBI/2008 menetapkan, bahwa “Pengaduan yang dilakukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu 2 (dua) hari kerja”. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) PBI Nomor 10/10/PBI/2008, maka dalam hal pengaduan nasabah diajukan secara lisan, penanganan dan penyelesaian pengaduannya wajib dilakukan dalam waktu 2 (dua) hari kerja, terhitung sejak tanggal pencatatan pengaduan nasabah oleh bank.
20
Ibid.
124 Sebagaimana dikemukakan di atas, pada dasarnya berdasarkan PBI Nomor 10/10/PBI/2008, maka bank wajib untuk menerima setiap pengaduan nasabah, baik yang diajukan secara tertulis atau lisan. Dalam hal pengaduan lisan, bank diwajibkan menyelesaikannya dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja, sementara itu untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan nasabah secara tertulis dengan ketentuan dapat diperpanjang hingga 20 (dua puluh) hari berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi tertentu sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 10 PBI Nomor 10/10/PBI/2008.21 d. Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah Berkenaan dengan penanganan pengaduan nasabah, ketentuan dalam Pasal 11 PBI Nomor 10/10/PBI/2008 menetapkan, bahwa dalam hal pengaduan terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan pejabat bank yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan pengaduan tersebut, maka penanganan dan penyelesaian pengaduan wajib dilakukan oleh pejabat bank yang tingkatannya lebih tinggi. Terkait dengan kewenangan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah, SEBI Nomor 10/13/DPNP menegaskan bahwa Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah minimal memuat kewajiban unit dan/atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan untuk:22 1) Melimpahkan pengaduan yang terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan kewenangan pejabat dan/atau petugas bank yang ditugaskan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan kepada pejabat yang lebih tinggi tingkatannya. 2) Melimpahkan pengaduan yang terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan kewenangan pemimpin kantor bank tempat nasabah mengalami permasalahan kepada unit dan/atau fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan pada kantor bank yang lebih tinggi tingkatannya. 3) Menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan secara tertulis dalam hal nasabah dan/atau perwakilannya menyampaikan pengaduan secara tertulis. Dalam hal pengaduan lisan, hasilnya disampaikan secara tertulis dan/atau lisan pula. Mengenai tata cara penyampaian hasil penyelesaian pengaduan diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 13 PBI Nomor 10/10/PBI/2008, terhadap pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanggapi atau dijawab secara tertulis oleh bank. Dengan demikian, nasabah dan/atau perwakilan nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan surat hasil penyelesaian pengaduan sebagai jawaban resmi dari bank atas pengaduan yang diajukan nasabah. e. Pemantauan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah Menurut ketentuan dalam Pasal 14 PBI Nomor 10/10/PBI/2008 berkaitan dengan pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah, bank diwajibkan untuk menatausahakan seluruh dokumen yang berkaitan dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan nasabah. Kemudian, dalam Pasal 15 PBI Nomor 10/10/PBI/2008 ditetapkan, bahwa bank wajib memiliki mekanisme pelaporan internal penyelesaian pengaduan nasabah. 21 22
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 183. Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 185.
125 Berkenaan dengan kebijakan dan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah, SEBI Nomor 10/13/DPNP menetapkan hal-hal sebagai berikut ini. 1) Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan yang minimal memuat kewajiban unit dan/atau fungsi khusus untuk mengadministrasikan dan menatausahakan seluruh dokumen yang terkait dengan penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan; dan menyusun laporan internal yang minimal memuat informasi mengenai jenis produk, permasalahan, dan analisis penyebab terjadinya pengaduan serta menyampaikannya kepada pimpinan bank secara periodik. 2) Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. 3) Prosedur penyusunan laporan internal yang minimal memuat tata cara pengumpulan informasi mengenai penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan dari setiap kantor bank dan penyampaiannya secara periodik kepada pimpinan bank. f. Pelaporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah Untuk memastikan pelaksanaan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah, Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diwajibkan untuk menyampaikan laporan secara triwulanan kepada Bank Indonesia yang paling kurang memuat pengaduan nasabah yang sedang dan telah diselesaikan oleh bank. Selain itu, memuat pula kuantitas publikasi negatif yang terpantau oleh bank yang bersumber dari berbagai media yang terkait dengan kegiatan operasional bank serta kuantitas penyelesaian pengaduan/sengketa yang dilakukan di luar bank dengan cara mediasi, arbitrase, ataupun jalur peradilan. Melalui laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah ini pula, Bank Indonesia akan dapat memantau permasalahan yang kemungkinan dapat berkembang menjadi permasalahan yang bersifat sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah ekskalasi permasalahan yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Tata cara penyampaian laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah bagi Bank Umum wajib berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). g. Sanksi Pelanggaran dalam Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah Menurut PBI Nomor 10/10/PBI/2008 bank yang melanggar ketentuan dalam PBI Nomor 10/10/PBI/2008 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Selain itu, pelanggaran dalam penanganan dan penyelesaian nasabah dapat diperhitungkan dengan komponen penilaian tingkat kesehatan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dengan merujuk kepada PBI Nomor 10/10/PBI/2008, terhadap bank yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam PBI Nomor 10/10/PBI/2008, yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban bank dalam penerimaan dan pelaporan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah, dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis maupun pengenaan kewajiban membayar sejumlah uang. KESIMPULAN Pada bagian kesimpulan ini, diinferensikan hal-hal yang berelasitas dengan penyelesaian pengaduan nasabah, sebagai berikut.
126 1.
2.
3.
Aspek hukum dalam pelaksanaan jasa pelayanan perbankan dalam transaksi melalui ATM bagi nasabah adalah perjanjian penggunaan ATM itu sendiri yang berlaku sebagaimana umumnya perjanjian berdasarkan KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Tanggung jawab bank terkait kerugian yang diderita nasabah bank pengguna ATM termasuk walk-in customer dalam melakukan transaksi, yaitu bank bertanggung jawab kepada nasabah atas kerugian yang dialami nasabah. Bentuk tanggung jawab bank, minimal wajib membayar ganti kerugian berupa penggantian sebesar jumlah uang yang telah berkurang dari apa yang seharusnya dimiliki nasabah bank. Dalam hal kesalahan nasabah bank itu sendiri, bank tetap bertanggung jawab membantu nasabah dalam penyelesaiannya. Upaya hukum yang dapat dilakukan nasabah dalam hal terjadi kegagalan transaksi pengiriman uang melalui ATM, antara lain: a. Penyelesaian Pengaduan Nasabah sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005, nasabah dapat mengajukan atau menyampaikan pengaduan, secara lisan maupun tertulis yang berisikan penjelasan inti permasalahan yang akan diadukan dan apa yang diharapkan dari bank. b. Mediasi Perbankan Terkadang pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu memuaskan nasabah. Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa (ADR) di luar pengadilan melalui mediasi. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006. c. Litigasi Nasabah dapat mengajukan gugatan terhadap bank melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa melalui peradilan umum, baik melakukan tuntutan secara perdata maupun secara pidana, sesuai dengan Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. 2004. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Dedi Rusmadi. 1989. Kamus Komputer. Bandung: M2S. Inosentius Samsul. 2009. “Pengembangan Model Penyelesaian Sengketa Perbankan dalam Perspektif Perlindungan Kepentingan Konsumen”. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Volume 7. Nomor 1. Direktor Hukum Bank Indonesia. Jakarta. Kasmir. 2012. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Muhamad Djumhana. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
127 Neni Sri Imaniyati. 2010. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Rachmadi Usman. 2011. Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan. Bandung: Mandar Maju. Rimsky K. Judisseno. 2002. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sentosa Sembiring. 2008. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju Thomas Suyatno. 1990. Lalu Lintas Pembayaran Dalam dan Luar Negeri. Jakarta: Gramedia. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Yunus Hussein et. al. 2007. Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perubahan UndangUndang Perbankan. Jakarta: BPHN. Sumber Internet Deasy Risma Rotua Siahaan. 2008. Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Pengguna ATM (Automated Telelr Machines) Dalam Sistim Perbankan Indonesia. Tesis Universitas Sumatera Utara: Tidak Diterbitkan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5478/1/057011014.pdf. Muliaman D. Hadad. Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. http://www.bi.go.id.