Islam dan Pencerahan di Dunia Barat Mustari∗ Abstrak Dinamika dan dialektika sejarah peradaban dari Timur ke Barat atau sebaliknya memunculkan hubungan yang melekat di antara keduanya. Pertemuan antara corak ilmu pengetahuan Barat dengan sumber sejarah pada filsafat Yunani dengan corak ilmu pengetahuan Timur, yaitu Islam merupakan pertemuan yang saling dialogis dan transformatif. Setelah masa Yunani kuno didominasi oleh masa filsafat abad pertengahan, maka kekuatan yang mengispirasi didobraknya dogma yang tidak membebaskan pada saat itu adalah filsafat Timur, dalam hal ini tradisi Islam, sehingga kemudian muncul gerakan reformasi atau renaissans. Transformasi ilmu dan filsafat Yunani ke dunia Islam berlangsung secara dialektis dan rasional, dengan adanya proyek penterjemahan buku-buku yang berkembang hingga munculnya Islam. Prinsip-prinsip al-Qur'an yang kemudian menegaskan penting dan vitalnya status ilmu dan pengetahuan merupakan rangkaian tradisi di Timur yang sudah ada ada jauh sebelumnya. Sejarah Islam menunjukkan, kemajuan ilmu dan pengetahuan mengalami pasang surut bahkan mengalami suasana yang sangat mundur, padahal sebelumnya, berada dalam fase kemajuan yang sangat tinggi, mulai dari masa khulafa' alrasyidin sampai pada masa khilafah-khilafah besar seperti Umayyah dan Abbasiyah. Fase kemunduran sebenarnya juga ditandai dengan adanya penguasaan bangsa Barat atas Timur Islam, baik dengan mula-mula pengiriman pelajar atau siswa ke Timur Islam maupun dengan penerjemahan kembali buku atau kitab ilmu dari Timur ke Barat serta pengaruh konflik Salib. Kata kunci: Islam, peradaban, ilmu, filsafat A. Pendahuluan Secara historis, Islam merupakan salah satu agama yang mendorong proses pencerahan dan pembebasan bahkan dalam ajaran dan khutbahkhutbah kitab sucinya, yang membebaskan manusia dari kejahiliaan yang memperbudak kebahagiaanya. Tradisi Kristen memiliki potensi dan kekuatan untuk mengangkat peradaban dengan etos yang mendorong pada kemajuan manusia merupakan ajaran yang kemudian diposisikan kembali melalui ajaran Islam untuk membebaskan. Manusia Arab pada khususnya telah lama terpenjara potensi-potensi yang dimilikinya dari mengembangkan sumber daya alam yang ada. Fanatisme dan fatalisme ∗
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
904
yang tinggi terhadap kejahiliaan dengan bentuk yang sangat variatif menjadi tsunami terbesar terhadap kemiskinan dan perbudakan yang merajalela saat itu. Islam datang membawa angin segar dalam reformasi total peradaban Arab yang hampir tengggelam dalam lumpur kegelapan dan terhempaskan dalam kaca mata sejarah. Ilmu pengetahuan adalah aspek yang mendorong dan membangkitkan peradaban. Kalau dilacak akar sejarahnya, pandangan Islam tentang pentingnya ilmu tumbuh bersamaan dengan munculnya Islam itu sendiri. Sejalan dengan wahyu yang pertama turun, hal pertama yang diperintahkan kepadanya adalah ”membaca”.1 Jibril meminta Muhammad: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang menciptakan” Q.S. al-’Alaq ayat: 1.2 Sangat menarik menilik struktur ayat ini karena perintahnya berulang dan disertai dengan drama teater pendidikan antara seseorang yang tiada pandai dengan wakil Tuhan yang sengaja diturunkan dari langit. Perintah ini tidak hanya sekali diucapkan Jibril tetapi berulang-ulang sampai Nabi dapat menerima wahyu tersebut. Kata iqra inilah kemudian lahir berbagai makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca teks baik yang tertulis maupun tidak.3 Wahyu al-Quran di atas menjadi sumber inspirasi terdahsyat umat Islam untuk mendalami ilmu pengetahuan dan mendorong arus perubahan sosial, politik dan budaya yang lebih berpihak pada manusia itu sendiri. Selanjutnya, Allah s.w.t. dalam ayat lain menyatakan: ”Katakanlah: apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya (hanya) orang-orang yang berakhlaklah yang dapat menerima pelajaran” Q.S. al-Zumar ayat: 9.4 Selain ayat-ayat tersebut di atas, ada juga hadis Rasulullah s.a.w. yang menekankan wajibnya mencari ilmu, antara lain: ”Menuntut Ilmu wajib atas tiap-tiap Muslim” (HR. Ibnu Bar dari Anas).5 Ajaran-ajaran Islam melalui al-Qur'an dan Hadis kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam dalam spektrum yang seluas-luasnya. Terlebih lagi, kedua sumber pokok Islam ini 1
Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, edisi 3, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
p. 32. 2
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahanya, Cet. 10, (Bandung: Diponegoro, t.t.), p. 597. 3 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudu’ atas Berbagai Persoalan Umat, Cet. 12, (Bandung: Mizan, 2001), p. 433. 4 Depatemen Agama RI, al-Qur'an, p. 459. 5 Ahmad al-Hasyimi, Muhtar al-Haditsi an-Nabawiyah, Cet.12, (Kairo: Syirkah Nur Asiyah, t.t.), p. 93. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
905
memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum Muslimin terdapat dalam al-Qur'an, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misterimisteri yang dikandungnya, tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu. Kedua, al-Qur'an dan Hadis menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam segi apapun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan tauhid. Karena itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan al-Qur'an dan Sunnah merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam. Singkatnya, al-Qur'an dan Sunnah menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivitas intelektual dalam konformitas.6 Spirit intelektualisasi dan liberalisasi manusia dari keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan, sebagaimana istilah Asghar Ali Enginer,7 menjadikan kaum muslim memburu ilmu-ilmu pengetahuan ke berbagai negara dan peradaban dunia di antaranya ilmu pengetahuan Yunani dan India, namun bukan berarti ilmu pengetahuan Islam belum berkembang sebelum pengadopsian ilmu dari dunia luar. Setelah berinteraksi antara ilmu Islam dengan ilmu pengetahuan yang lain, maka munculah ilmuwanilmuwan baru dari kalangan kaum muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyid dan yang lainnya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemunculan ilmuwan, peradaban Islam menjadi pusat peradaban terutama, di masa pemerintahan daulah Umayyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Peradaban inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan renaisans di dunia Barat. B. Transformasi Filsafat Yunani ke Dunia Islam Pengalihan ilmu pengetahuan dari filsafat Yunani ke dunia Islam dan penyampaian serta pengintregasian pengetahuan itu oleh umat Islam menjadi sebuah catatan sejarah yang unik. Dalam sejarah peradaban manusia, sangat jarang ditemukan suatu kebudayaan asing dapat diterima sedemikian rupa oleh kebudayaan lain, yang kemudian menjadikanya landasan bagi perkembangan intelektual dan pemahaman filosofisnya.8 6 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. 3, (Jakarta: Kahinah, 2001), p. 13. 7 Asghar Ali Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). 8 Amsal Bahtiar, Filsafat, p. 35.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
906
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
Pada dasarnya, dalam perjalanan ilmu dan filsafat dunia Islam terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan seringkali ekstrim antara pandangan filsafat Yunani, seperti filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Sebagai contoh konkrit, Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab eklektisisme. Al-Farabi, dalam hal ini, memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat di antara mereka sepanjang yang menjadi tujuan mereka adalah kebenaran. Para filosof Muslim mulai dari al-Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan pandanganpandangan yang relatif baru dan menarik. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tidak diragukan lagi upaya rekonsiliasi oleh para filosof Muslim ini menghasilkan aktivitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.9 Selanjutnya, ketika berbicara tentang proses penyampaian ilmu dan filsafat Yunani ke dunia Islam, harus dilihat sisi lain yang juga menunjang keberhasilan Islam dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sisi lain itu adalah aktivitas penerjemahan. Menurut C.A. Qadir, proses penerjemahan penafsiran buku-buku Yunani di negerinegeri Arab dimulai jauh sebelum lahirnya agama Islam atau penaklukan Timur Dekat oleh bangsa Arab pada tahun 641 M. 10 Jauh sebelum umat Islam dapat menaklukan daerah-daerah Timur Dekat, pada saat itu Suriah merupakan tempat bertemunya dua kekuasaan dunia, Romawi dan Persia. Atas dasar itu, bangsa Suriah disebut-sebut memainkan peran penting dalam penyebaran kebudayaan Yunani ke Timur dan Barat. Kalangan umat Kristen Suriah, terutama kaum Nestorian mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dipelajari dan disebarluaskan melalui sekolah-sekolah mereka. Walaupun tujuan utama sekolah-sekolah tersebut menyebarluaskan pengetahuan Injil, namun pengetahuan ilmiah, seperti kedokteran, banyak diminati oleh para pelajar. Sayangnya, pihak gereja memandang ilmu kedokteran itu sebagai ilmu sekuler dan dengan
9 Ibid., pp. 118-119. Bandingkan dengan Ibrahim Madkoer, "Filsafat Islam dan Renesans Eropa", Kumpulan tulisan Komisi Nasional Mesir untuk UNESCO dengan judul Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan), terj. Ahmad Tafsir, Cet. 1, (Bandung: Pustaka, 1986). 10 CA. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri, Edisi 1, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), p. 34.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
907
demikian posisinya lebih rendah daripada ilmu pengobatan spiritual yang merupakan hak istimewa para pendeta.11 Selain itu, pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Ariokh, Ephesus, Clan Iskandariah, di mana buku-buku Yunani Purba masih dibaca dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, terutama Suriani, bahkan setelah pusat-pusat itu ditaklukan oleh umat Islam, pengaruh pemikiran Yunani tetap berakar dan menjalar semakin luas. Pada masa ini, seorang tokoh Kristen bernama Nestorius yang melakukan dekonstruksi atas pemahaman teologi kalangan Kristen konservatif ortodoks, setelah ia terpengaruh oleh alam pikiran Yunani tersebut. Ia bersama pengikutnya kemudian hijrah ke Suriah dan melanjutkan kegiatan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani kuno. Kegiatan ini pada`gilirannya menghasilkan terjemahan karya filosof Yunani seperti Phorpyrius, di antaranya adalah Isagoge, Categories, Hermeneutica, dan Analytica Priori. Pusat-pusat ilmu pengetahuan yang dipimpin oleh umat Kristen ini, terus berkembang dengan bebasnya sampai mereka berada di bawah kekuasaan Islam. Hal ini menunjukan bahwa Islam tidak hanya mendukung adanya kebebasan intelektual, tetapi juga membuktikan kecintaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan sikap hormat mereka kepada ilmuwan, tanpa memandang agama mereka.12 C. Dinamika Masa Islam Klasik Ilmu pengetahuan pada masa Rasulullah s.a.w. dan khulafa' alrasiyidin berkembang, dengan pesat di berbagai bidang. Seperti pemerintahan, perindustrian, ekonomi (transaksi atau muamalah), pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pada masa Rasulullah s.a.w. sebagai kepala negara pemerintahan Islam berpusat di Madinah. Setelah beliau wafat, para sahabat memberlakukan sistem kekhalifaan. Sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem khilafah. Dalam sistem khilafah inilah khalifah diangkat melalui bai'at berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah s.a.w. untuk memerintah sesuai dengan wahyu Allah s.w.t. yang diturunkan.13 ”Karena itu, putuskanlah perkara diantara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan.........” Q.S. al-Maidah ayat: 48. Sistem khilafah ini berbeda dengan sistem pemerintahan lainnya, sistem ini bukanlah sistem kemajuan, sistem kekaisaran, federasi, ataupun 11
Ibid., p. 35. Ibid., pp. 35-36. 13 Hizbut Tahrir, Ajhizah al-Daulah al-Khalifah (Struktur Negara Khilafah), terj. Yahya A.R., Cet.1, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006), p. 14. 12
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
908
republik. Sesungguhnya struktur negara khilafah berbeda dengan struktur semua sistem yang dikenal di dunia saat ini meski ada kemiripan dalam sebagian penampakannya. Struktur negara khilafah diambil (ditetapkan) dari struktur negara yang ditegakkan oleh Rasulullah s.a.w. Khilafah adalah struktur yang telah dijalankan oleh khulafa' al-rasyidin setelah Rasulullah s.a.w. wafat.14 Penelitian dan penalaran terhadap nash-nash yang berkaitan dengan struktur negara. Struktur negara khilafah dalam bidang pemerintahan dan administrasinya adalah sebagai berikut: a) khalifah, b) para mu’awin attafwidh/wuzara’ at-tafwidh, c) wuzara’ at- tanfidz, d) para wali, e) amir al-jihad, f) keamanan dalam negeri, g) urusan luar negeri, h) peradilan, h) mashalih kemaslahatan umum (an-nas), i) baitul mal, j) lembaga informasi, k) majelis umat (syura dan muhasabah).15 Rasulullah s.a.w. pernah memerintahkan pendirian industri senjata (manjaniq) dan semacam tank dari kayu (dabadah). Al-Baihaqi telah menyebutkan riwayat dalam sunnah al-Baihaqi dari Abu Ubaidah ra. yang berkata: ”kemudian Rasulullah mengepung penduduk Thaif dan menggempurnya dengan manjaniq selama 15 hari....”. 16 Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu di bidang industri terutama masalah persenjataan, sejalan dengan firman Allah s.w.t. yaitu: Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi. Q.S. al-Anfal ayat: 60. Masalah pendidikan, Rasulullah s.a.w. menetapkan tembusan orangorang kafir yang menjadi tawanan perang Badar dengan mengajari 10 orang anak-anak kaum Muslim (membaca dan menulis). Hal ini menggantikan harta tebusan yang termasuk ghanimah dan menjadi milik kaum Muslim.17 Pengetahuan bersama bahwa al-Qur'an dan Sunnahlah sebagai sumber ilmu, dan tidak hanya itupun al-Qur'an dapat juga menjadi obat bagi penyakit fisik atau psikis. Al-Qur'an menjelaskan bahwa madu juga merupakan obat yang paling bagus. Rasulullah s.a.w. menjelaskan tentang hubbah sauda’ yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit kecuali maut, larangan mencampur makanan yang manis dan asin yang menjadi sumber penyakit, anjuran makan makanan yang halal lagi baik, makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, anjuran menutup wadah air di malam hari karena Allah s.w.t. menurunkan penyakit pada malam hari dan masih banyak yang lainnya. 14
Hizbut Tahrir, Ajhizah, pp. 20-29. Ibid., p. 29. 16 Ibid., pp. 133-134. 17 Ibid., p. 213. 15
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
909
Wadiyah Ibn Atha’ meriwayatkan, tiga orang guru mengajar anakanak khalifah Umar. Mereka diberikan nafkah kepada masing-masing sebesar lima belas Dinar setip bulan (63, 75 gram emas). Dana ini diambil dari Baitul Mal (kas negara). Demikianlah bukti atas perhatian para sahabat terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan di masa Rasulullah s.a.w. dan sahabat yang nyaris atau bahkan ingin dihapus dari sejarah oleh sebagian para sejarahwan yang tidak senang kepada Islam. Kaum intelektual Muslim kekinian lebih mengenal peradaban dunia Barat karena adanya kebohongan dalam penulisan sejarah. Sebagian kaum muslim tidak tahu akan sejarah peradabannya sendiri juga ada yang lebih bangga mempelajari ilmu dan peradaban Barat dan merasa malu ketika mempelajari ilmu dan peradaban Islam, yang sebenarnya dijadikan inspirasi bagi ilmuan Barat meraih kegemilangan ilmu pengetahuannya yang diawali dengan masa Renaisans. Selanjutnya, satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam Islam adalah peristiwa fitnah al-kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis seperti yang dipahami selama ini ternyata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam. Pasca terjadinya fitnah al-kubra, muncul berbagai golongan yang memiliki aliran teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis. Pada saat itu, muncul aliran Syi’ah yang membela Ali, aliran Khawarij, dan kelompok Mu'awiyah. Namun, di luar konflik yang muncul pada saat itu, sejarah mencatat dua orang tokoh besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan teologis yang cenderung mengkafirkan satu sama lain, tetapi justru mencurahkan perhatianya pada bidang ilmu agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah ibn Umar dan Abdullah ibn Abbas. Abdullah ibn Umar mencurahkan perhatiannya dalam bidang ilmu hadis, sementara Abdullah ibn Abbas lebih berorientasi pada ilmu tafsir. Mereka sering disebut sebagai pelopor kajian mendalam dan sistematis tentang agama Islam. Mereka juga sering disebut sebagai nenek moyang ”golongan Sunni atau ahl-al-Sunnah wa al-Jama'ah.18 Pasca fitnah al-kubra bermunculan berbagai aliran politik dan teologi, dari sini kemudian dapat dikatakan bahwa sejak awal islam kajian-kajian dalam bidang teologi sudah berkembang meskipun masih berbentuk embiro. Embiro inilah yang pada masa kemudian menemukan bentuknya yang lebih sistematis dalam kajian-kajian teologis dalam Islam.19 Sebagai contoh, persoalan tentang hukum orang yang berdosa besar apakah 18
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Cet. 1, (Jakarta: Paramadina, 1997), pp. 1-2. 19 Ibid., p. 3. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
910
mukmin atau kafir. Masalah kebebasan atau ketidakbebasan manusia dalam menentukan perbuatannya, sudah diwakili sejak dini perdebatan antara kalangan Mu’tazilah dan Khawarij, seperti yang ditulis Harun Nasution.20 Pada awal Islam, pengaruh Hellenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi keilmuan Islam sudah semakin kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh itupun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa berikutnya. D. Islam dan Ilmu Pengetahuan Saling Menyapa Pada masa kejayaan kekuasaan Islam, khususnya pada pemerintahan dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa Islam pada masa keemasannya di mana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh di luar kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan peradaban (dark age). Pada masa pemerintahan al-Ma’mun (813-833 M.) ilmu berkembang begitu pesat. Al-Ma’mun adalah seorang pengikut Mu’tazilah dan seorang rasionalis yang berusaha memaksakan pandangannya kepada rakyat melalui mekanisme negara. Walaupun begitu, ia telah berjasa besar dalam mengembangkan ilmu di dunia Islam dengan membangun Bait al-Hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan, sebuah observatorium, dan sebagai departemen penterjemahan. Orang terpenting di Bait al-Hikmah adalah Hunain, seorang murid Masawayah, yang telah berjasa menterjemahkan buku-buku Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonius, dan Archimedes. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah terkemuka yaitu, Yahya Ibn A’di (w. 974 M.) dan Abu Ali Isa Ibn Ishaq Ibn Zera. Yahya banyak memperbaiki terjemahan dan menulis komentar mengenai karya-karya Aristoteles, seperti Categories, Sophist, Poetics, Methaphysics, dan karya Plato seperti Timaesus dan Laws. Yahya juga dikenal sebagai ahli logika dan menerjemahkan The Prolegorpena of Ammonius dan sebuah kata pengantar untuk isagoge-nya Pophyrius.21 Selanjutnya, pada masa kejayaan ini terdapat juga tokoh-tokoh filsafat yang bergelut secara serius dalam kajian-kajian di luar filsafat. Hal ini bisa dipahami karena adanya kenyataan bahwa mereka menganggap ilmu-ilmu rasional sebagai bagian dari filsafat. Atas dasar inilah, mereka memperlakukan persoalan-persoalan fisika sebagaimana mereka memperlakukan masalah yang bersifat metafisik. Salah satu bukti nyata adalah kitab al-Syifa karya Ibn Sina, sebuah ensiklopedi filsafat Arab yang 20
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Cet. 1, (Jakarta: U1 Press,1982), pp. 52-53 dan 20. 21 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), p. 53. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
911
terbesar, yang berisi empat bagian. Bagian I mengenai logika, bagian II tentang fisika, bagian III tentang matematika dan bagian IV membahas metafisika. Dalam bagian fisika, Ibn Sina membahas ilmu-ilmu psikologi, zoologi, geologi, dan botani dan pada bagian matematika ia membahas geometri, ilmu hitung, astronomi, dan musik. 22 Selain tokoh di atas, dikenal juga al-Kindi, seorang ilmuwan yang lebih sering disebut saintis ketimbang filosof, yang berminat besar dalam bidang matematika dan fisika. Ia bahkan pernah berpendapat bahwa seseorang mungkin dapat menjadi filosof sebelum mempelajari filsafat. Tokoh lainnya adalah al-Farabi yang mengadakan penelitian dalam bidang geometri dan mekanik, ia juga adalah seorang Muslim yang terbesar. Salah satu karyanya dalam bidang musik adalah kitab al-Musiqi al-Kabir, kemudian dikenal juga Ibn Bajah, Ibn Tufail, dan Ibn Rusyd, yang hidup di Andalusia dan bergelut secara intensif dalam bidang kedokteran. Ibn Rusyd mengarang al-Kulliyat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada pertengahan abad ke-13 M. Selanjutnya, Muhammad Ibn Zakaria alRazi, dokter terbesar dalam Islam, bahkan seluruh masa abad pertengahan yang terkenal karena orisinalitasnya dan pandangannya yang jernih dan kemampuannya menemukan jenis-jenis penyakit yang belum dikenal sebelumnya. Kitabnya yang berjudul al-Hawi adalah kitab yang paling terkemuka di antara karya-karya kedokteran Arab yang diambil manfaatnya oleh orang-orang Latin. Sederetan nama yang penulis sebutkan di atas hanya sebagian kecil saja dari para saintis dan juga filosof Muslim yang memberikan sumbangan tak ternilai bagi kemajuan ilmu. Selain mereka tentu masih banyak tokoh-tokoh lain yang karena alasan pembatasan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Selain adanya perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometri, dan lain sebagainya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman yang lain. Perkembangan ilmu tafsir dan ulumul al-Qur'an belum menemukan bentuknya yang konkret sampai dengan abad ke-3 H.23 Sejarah menunjukkan, khilafah Islam tidak pernah mengadakan suatu ujian dalam lembaga-lembaga pendidikan negeri maupun swasta, yang ada hanyalah ide pemberian ijazah sebagai pengganti dari ujian-ujian. Apabila ada seorang siswa yang telah bertahun-tahun menekuni suatu ilmu dan telah tampak penguasaannya atas ilmu tersebut, maka disebarkan pemberitahuan kepada siswa-siswa dan dewan guru. Sidang yang dihadiri 22
Amsal Bahtiar, Filsafat, p. 42. lihat juga Ibrahim Madkoer, "Filsafat Islam, p.
120. 23
Taufik Abdullah (et. al.) Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid IV, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 2002), p. 25. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
912
oleh para ulama dan ilmuwan diselenggarakan. Apabila terlihat tanda kecakapan dan keistimewaan pada dirinya, ia diberikan hak-hak yang membolehkanya melakukan perbuatan-perbuatan: (1) mengajarkan ilmunya; (2) meriwayatkan hadis Rasulullah s.a.w. yang berasal dari gurugurunya; (3) berfatwa; (4) mengobati penyakit bila ia sudah menguasai ilmu kedokteran; (5) meracik obat-obatan; dan lain-lainnya sesuai dengan kepandaiannya. Teknik munazarah atau ujian lisan mengenai suatu ilmu, seperti misalnya ilmu falak, syari’at, bahasa, dan lain-lain merupakan teknik yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pengetahuan yang ia pelajari, sedangkan sistem ujian tulis akan mematikan daya cita dan kreativitas siswa. Pengadaan ujian tulis akan mendorong masyarakat hanya mengarahkan cita-citanya untuk mendapatkan predikat atau titel saja tanpa dilihat kemampuannya dalam mengajar, berijtihad, berfatwa, dan berkreasi.24 E. Deintelektualisasi Keilmuan dalam Islam Menjelang abad ke-18, dunia Islam telah merosot ke tingkat yang terendah. Islam tampaknya sudah mati dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan tahayul yang merendahkan martabat umatnya. C.A. Qadir mengatakan bahwa seandainya Muhammad s.a.w. bisa kembali hidup, dia pasti akan mengutuk para pengikutnya sebagai kaum murtad dan musyrik.25 Proses kejatuhan peradaban dan tradisi keilmuan Islam kemudian menjadikan umat Islam sebagai bangsa terjajah oleh bangsa-bangsa Barat. Runtuhnya bangunan tradisi keilmuan Islam secara garis besar dapat diterangkan karena adanya sebab-sebab berikut.26 Iqbal sebagaimana dikutip oleh Bahtiar menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat Islam adalah diterimanya paham mengenai tradisi tentang realitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa Islam adalah dinamis dan berkembang. Semua aliran pemikiran Muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawaih mengenai kehidupan sebagai suatu gerakan evolusi dan pandangan Ibn Khaldun mengenai sejarah.27 Jika asumsi Iqbal di atas bisa diterima, tepat apa yang dilukiskan oleh Amin Abdullah tentang sifat kedinamisan ilmu. Ketika ia menyatakan 24
Ibid., pp. 87-88. C.A. Qadir, Filsafat, p. 130. 26 Ibid., pp. 130-143. 27 Amsal Bahtiar, Filsafat, p. 47. Lihat al-Allamah Muhammad Iqbal, Lectures on the Recontruction of Religius Thought in Islam, (Lahore: 11465), p. 138. 25
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
913
menurut telaah filsafat ilmu, hampir semua jenis kegiatan ilmu, baik natural sciences maupun social sciences, bahkan religious sciences, selalu mengalami apa yang disebut dengan shifting paradigm (pergeseran paradigma). Kegiatan ilmu selamanya bersifat historis, lantaran dibangun, dirancang, dan dirumuskan oleh akal budi manusia yang juga bersifat historis. Bersifat historis artinya yaitu terikat ruang dan waktu, terpengaruh oleh perkembangan pemikiran dan perkembangan kehidupan sosial yang mengitari penggal waktu tertentu. Sangat dimungkinkan terjadinya perubahan, pergeseran, perbaikan, perumusan kembali, nasikh dan mansukh, serta rancang bangun epistemologi keilmuan. Jika tidak demikian, maka kegiatan keilmuan akan berhenti dengan sendirinya alias statis.28 Sebab lain yang menyebabkan kehancuran tradisi keilmuan Islam adalah presepsi yang keliru dalam memahami pemikiran al-Ghazali karena dianggapnya ia menolak filsafat seperti yang ia tulis dalam Tahafut al- Falasifahnya. Padahal ia sebenarnya menawarkan sebuah metode yang ilmiah dan rasional, dan juga menekankan pentingnya pengamatan dan analisis, serta sifat skeptis. Hal ini misalnya ia tuangkan dalam karyanya berjudul al-Munqidz min al-Dalal. Di samping itu, tidak semua jenis filsafat yang dia tolak, tetapi hanyalah filsafat metafisik. Selain itu, umat Islam juga tidak memperhatikan karya Ibn Rusyd, yang membela Aristotelianisme dan mengecam kritik al-Ghazali kepada filasafat. Seandainya orang mau meluangkan waktunya untuk mengkaji karya Ibn Rusyd, barangkali kemerosotan rasional di kalangan umat Islam tidak akan separah sekarang ini. Fiqh merupakan ilmu pertama yang dikembangkan oleh umat Islam. Sumbernya utamanya yaitu al-Qur'an, sunnah, ijma’ dan qiyas merupakan sumber hukum yang tetap. Namun, karena sifatnya yang tetap itulah kaum muslim harus menggunakan metode deduktif untuk sampai kepada keputusan mengenai masalah-masalah khusus, dan pada saat yang sama metode induktif kehilangan semangatnya. Di masa dekadensi, kegiatan intelektual sedang mencapai titiknya yang terendah, tidaklah mengherankan jika orang kemudian bersikap dogmatis dan taklid secara ”buta”.29 Para penguasa seringkali merasa takut dengan tersebarluasnya pendidikan, dan pengetahuan di kalangan massa yang dapat menggerogoti kekuasaan mereka yang mutlak. Munculnya orang-orang yang pandai dan terampil menyebabkan longgarnya pengaruh golongan elit feodal dan keagamaan. Dengan membuka kesempatan baru bagi masyarakat dan 28 29
Ibid. Amasal Bahtiar, Filsafat, p. 49.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
914
menawarkan cara yang baru sama sekali untuk memperoleh pengaruh melalui pengetahuan dan bukan melalui pewarisan, maka penyebarluasan ilmu dan teknologi menjadikan dasar kekuasaan golongan yang mempunyai hak-hak istimewa. Selain sebab-sebab di atas, kesulitankesulitan ijtihad dan mistisisme asketik juga merupakan faktor yang menyebabkan kemunduran tradisi intelektual dan keilmuan di dunia Islam.30 Menurut Abdul Qadim Zallum, sebab-sebab kemerosotan umat Islam beberapa hal di antaranya yang paling menonjol adalah: (1) Transfer filsafat-filsafat India, Persia dan Yunani, serta adanya upaya sebagian kaum muslimin untuk mengkompromikannya secara keliru dengan Islam, walaupun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya. (2) Adanya manipulasi ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam berupa ide-ide atau hukum-hukum yang sebenarnya tidak bersumber dari Islam. (3) Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, disusul kemudian dengan dipisahkannya dari Islam pada abad ketujuh Hijriyah. Padahal agama Islam tidak mungkin dapat dipahami tanpa bahasa Arab. Seperti misalnya dalam pengembalian hukumhukum baru pada berbagai peristiwa yang berkembang, yang dilakukan dengan jalan ijtihad, ini tidak akan dapat dilakukan, tanpa menggunakan bahasa Arab. (4) Serangan gelombang missionaris dan serangan (orientalis) dalam bidang kebudayaan, menyusul serangan secara politis (yang mendominasi dunia Islam) dari negara-negara kafir Barat, sejak abad ke-17 Masehi dengan tujuan mengalihkan pandangan dan menjauhkan kaum muslimin dari Islam yang pada akhirnya untuk menghancurkan Islam. F. Pencerahan Ilmu Pengetahuan di Dunia Barat Terjadinya transformasi kebudayaan dan khususnya ilmu dari dunia Islam ke Barat disebabkan paling tidak oleh dua alasan. Pertama, kontak pribadi. Setelah penaklukan Arab atas Persia, Syam dan Mesir, orangorang Kristen di Timur mengadakan kontak dengan orang-orang Islam. Mereka hidup bersama dan menikmati toleransi beragama serta juga kegiatan intelektual dan kebudayaan kaum Muslim yang memberikan
30
Ibid.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
915
sumbangan khusus dalam penerjemahan warisan Yunani ke dalam bahasa Arab.31 Terjadinya peralihan ilmu pengetahuan dari Islam ke dunia Barat dapat dilihat dari beberapa faktor berikut ini: 32 a. Adanya pelajar-pelajar Barat yang belajar di dunia Islam, seperti yang dilakukan oleh Raja Inggris mengirim keluarganya untuk belajar di negara khilafah, seperti yang tampak dalam surat dari George II, Raja Inggris, Swedia, Norwegia, kepada khalifah Hisyam III di Adalusia Spanyol, kutipan surat tersebut antar lain: ”kami mengharap anak-anak kami bisa menimba keagungan yang ideal ini agar kelak menjadi cikal bakal kebaikan untuk mewarisi peninggalan yang mulia guna memberi cahaya ilmu di negeri kami, yang masih diliputi oleh kebodohan dari berbagai penjuru dunia”33 b. Terjadinya kontak pribadi ini juga disebabkan karena Byzantium secara geografis berdekatan dengan dunia Islam. Kemudian, gagasan-gagasan Barat masuk ke dunia Islam, khususnya sesudah perang Salib. Kedua, adanya kegiatan penerjemahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan Islam yang mendorong orang-orang Latin melakukan penerjemahan. Setelah mengenal sebagian khazanah kebudayaan Islam mereka lalu memperkaya pengetahuan mereka tentangnya. Mereka pernah mencoba menterjemahkan al-Qur'an pada abad ke-10 Masehi. G. Penutup Pertemuan antara corak ilmu pengetahuan Barat dengan sumber sejarah pada filsafat Yunani dengan corak ilmu pengetahuan Timur yaitu Islam merupakan pertemuan yang saling dialogis dan transformatif. Setelah masa Yunani kuno didominasi oleh masa filsafat abad pertengahan, maka kekuatan yang mengispirasi didobraknya dogma yang tidak membebaskan pada saat itu adalah filsafat Timur, dalam hal ini tradisi Islam sehingga kemudian muncul gerakan reformasi atau renaissans. Transformasi ilmu dan filsafat Yunani ke dunia Islam berlangsung secara dialektis dan rasional, dengan adanya proyek penterjemahan bukubuku yang berkembang hingga munculnya Islam. Prinsip-prinsip al-Qur'an yang kemudian menegaskan penting dan vitalnya status ilmu dan pengetahuan merupakan rangkaian tradisi di Timur yang sudah ada ada jauh sebelumnya. 31 Abdul Qadim Zallum, Hizbut Tahrir, terj. Abu Afif Nurkhalis, Mengenal Sebuah Gerakan Islam di Timur Tengah Hizbut Tahrir, (Jakarta: al-Khilafah, t.t.), p. 14. 32 Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Pendekatan IntegratifInterkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), p. 102. 33 Amsal Bahtiar, Filsafat, p. 45.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
916
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
Sejarah Islam menunjukkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan mengalami pasang surut bahkan mengalami suasana yang amat mundur, tetapi sebelumnya ia berada pada fase kemajuan yang amat tinggi, mulai dari masa khulafa' al-rasyidin sampai pada masa khilafah-khilafah besar seperti Umayyah dan Abbasiyah. Fase kemunduran sebenarnya juga ditandai dengan adanya penguasaan bangsa Barat atas Timur Islam, baik dengan mula-mula pengiriman pelajar atau siswa ke Timur Islam maupun dengan penerjemahan kembali buku atau kitab ilmu dari Timur ke Barat serta pengaruh konflik Salib.
Daftar Pustaka Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Pendekatan IntegratifInterkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Abdullah, M. Amin, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Abdullah, Taufik (et.al.), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid IV, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hove, 2002. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. 3, Jakarta: Kahinah, 2001. al-Baghdadi, Abdurrahman, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam; editor Nur Eva, Surabaya: Al-Izzah, 1996. Bahtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, edisi 3, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Cet. 10, Bandung: Diponegoro, t.t. al-Hasyimi, Ahmad, Mukhtar al-Hadis an-Nabawiyah, Cet.12, Kairo: Syirkah Nur Asiya, t.t. Enginer, Asghar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Hizbut Tahrir, Ajhizah al-Daulah Al-Khalifah (Struktur Negara Khilafah), terj. Yahya A.R., Cet.1, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2006. Madjid, Nurcholish, Kaki Langit Peradaban Islam, Cet. 1, Jakarta: Paramadina, 1997.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Mustari: Islam dan Pencerahan di Dunia Barat ...
917
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, Cet. 1, Jakarta: UI Press, 1982. Qadir, CA., Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri, edisi 1, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989. Zallum, Abdul Qadim, Hizbut Tahrir, terj. Abu Afif Nurkhalis, Mengenal Sebuah Gerakan Islam di Timur Tengah Hizbut Tahrir, Jakarta: al Khilafah, t.t. Qatrun, Nadaa, ”Politik Pendidikan Islam, ”El-Wa ’ie, No. 59 Tahun V, 131 Juli 2005. Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudu'i atas Berbagai Persoalan Umat, Cet.12, Bandung: Mizan, 2001. Weber, Max, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Yogyakarta: Jejak, 2007. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 1, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010