ESTIMASI PENYEBARAN DEPOSIT FOSFAT DI WILAYAH PERUM PERHUTANI KPH PATI BKPH SUKOLILO PATI DENGAN METODE VERY LOW REQUENCY ELEKTROMAGNETIK VERTICAL GRADIENT (VLF-EM-vGRAD) Ghufron, Bagus Jaya Santosa, F.A.Santos
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa data VLF-EM-vGrad dengan menggunakan analisa kualitatif dan analisa kuantitatif untuk memetakan penyebaran deposit fosfat di wilayah Perum Perhutani KPH Pati BKPH Sukolilo Pati petak 35. Analisa kualitatif dilakukan dengan menggunakan filter Fraser pada delta inphase, quadrature, tilt-angle dan total field, sedangkan analisa kuantitatif dihasilkan nilai resistivitas 2 D dari hasil inversi data triper (inphase dan quadrature) dengan Software Inv2DVLF. Analisa kualitatif dapat digunakan untuk menentukan jalur fosfat secara lateral dengan tepat, sedangkan analisa kuantitaf dapat digunakan untuk menentukan bentuk, jalur dan kedalaman fosfat dengan tepat (nilai resistivitas 200-500 Ωm). Hasil kedua estimasi ini menunjukkan kesamaan, yakni jalur fosfat dari arah Utara-Selatan, Timur Laut-Barat Daya dan Barat laut-Tenggara. Kedalaman fosfat yang dihasilkan dari analisa kuantitaif antara 2.5 - 30 meter dan 80-100 meter. Kata kunci : Fosfat, VLF–EM-vGRAD, Fraser, Inv2DVLF 1.
PENDAHULUAN Kelangkaan pupuk seringkali menganggu kebutuhan dasar para petani di Indonesia, sehingga dampaknya harga pupuk melonjak di pasaran. Kebutuhan pupuk petani pada tahun 2007 meliputi Urea 4,3 juta ton, ZA 700 ribu ton, SP-36 800 ribu ton dan NPK ribu ton. Jumlah permintaan pupuk jenis ZA dan SP-36 sejak tahun 2003 tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga kekurangan pasokan jenis ZA dan SP-36 dipenuhi melalui impor. Bahan baku pupuk jenis SP-36 dan NPK adalah fosfat. Fosfat merupakan sumber utama unsur Kalium dan Nitrogen yang tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat diolah menjadi produk fosfat dengan menambahkan asam. Fosfat disamping bahan baku pupuk super fosfat (SP-36) juga dapat digunakan bahan pupuk alam. Pemakaian pupuk alam dapat mengurangi ketergantungan pupuk buatan (Urea, ZA, SP-36 dan NPK) sehingga impor pupuk dapat dikurangi.(Departemen Pertanian, Indonesia Commercial Newspaper, 2008) Deposit fosfat di Indonesia yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guano (kadar P2O5 sebesar 0,17% hinggga 43 %). Keterdapatannya di propinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan NTT, sedang tempat lainnya adalah Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya. Cadangan fosfat tersebut belum sepenuhnya
dieksplorasi karena masih minimnya penelitian yang dapat menunjang eksplorasi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian potensi bahan galian golongan C di Kabupaten Pati Jawa Tengah ( Pemetaan Bahan Galian Golongan C Propinsi Jawa Tengah, 1992) fosfat termasuk bahan galian golongan C. Deposit fosfat banyak ditemukan di pegunungan sebelah selatan Pati, termasuk dalam satuan geomorfologi Perbukitan gunung Watukendong – gunung Gledeg tepatnya di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo. Fosfat ditemukan setempat -setempat umumnya pada morfologi gua di batuan dasarnya yang berasosiasi dengan batu kapur masif dan kalsit yang termasuk dalam Formasi Paciran yang terkontrol oleh antiklin. Cadangan ini kadang – kadang dijumpai di permukaan, lebih sering dijumpai pada kedalaman 2 sampai 8 meter dengan ketebalan 0,40 sampai 1,75 meter. Menurut hasil penelitan tersebut perlu dilakukan penelitian lebih detail terhadap lokasi – lokasi bahan galian golongan C yang telah ada dalam rangka inventarisasi secara lebih teliti dari segi teknis dan kelayakan eksplorasi. Menurut Bayrak (2002) pada eksplorasi bahan tambang dengan kedalaman dangkal, lebih efektif dan efesiensinya digunakan metode elektromagnetik Very Low Frequency (VLF-EM). Selain itu, metode ini efektif untuk pemetaan resistivitas, phase, tilt, Tfield dan parameter VLF-
1
EM yang real dan imaginer. Lebih lanjut, Bayrak (2002) menjelaskan bahwa memanfaatkan filter Fraser (1969) dan Karous-Hjets (1983) pada metode ini dapat digunakan untuk melokalisir letak barang tambang yang lebih konduktif pada daerah observasi tersebut. Utama dkk. (2008) dapat menentukan jalur cadangan fosfat yang tercebak di gua di Desa Wono Suko, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati secara akurat dengan menggunakan filter Karous dan Hjelt. Bosch dan muller (2001) mengembangkan metode very low frequency Elektromagnetik-vertical Gradient (VLF- EM-vGrad) dengan memvariasikan ketinggian pada satu titik pengukuran yang diaplikasikan untuk mencari rongga bawah permukaan di daerah kars, lebih jelas tergambarkan pada hasil interpretasinya. Semua analisis peneliti diatas hanya menggunakan analisa secara kualitataif. Analisa ini hanya dapat menunjukkan lokasi horizontal suatu anomaly dan tidak dapat menunjukkan kedalaman anomali (Moentero Santos et.al, 2006; Bahrie dkk., 2008). Moentero Santos et.al. (2006) memperkenalkan analisis kuantitatif data VLF dengan menggunakan inversi data triper (inphase dan quadrature). Hasilnya berupa nilai resistivitas 2 D yang dapat mencitrakan struktur bawah permukaan dengan baik. Namun demikian, analisis kuantitaif ini memerlukan informasi analisis kualitatif untuk desain input awal (Bahrie dkk., 2008). Dengan demikian, analisa kualitatif dan analisa kuantitaif sebaiknya diintegrasikan untuk menganalisis kondisi geologi tertentu. Berdasarkan penelitian tersebut maka penentuan deposit fosfat di daerah perum perhutani KPH Pati BKPH Sukolilo Pati Jawa Tengah dilakukan dengan analisa kualitatif (VLF-EM-vGrad) dan kuantitaif (inversi). 3 TEORI DASAR VLF Medan elektromagnetik pemancar radio, memiliki listrik
vertikal E Pz
dan
elektromagnetik
baru yang disebut
medan
elektromagnetik sekunder, H S , yang mempunyai komponen horizontal dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase) dan berbeda fase (quadrature) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan.
Gambar 2 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk metode VLF dalam polarisasi Listrik dengan sinyal diatas sebuah dike konduktif vertikal (diambil dan diGambar ulang dari Bosch dan Muler, 2001) Sedangkan yang dimaksud dengan metoda pengukuran teknik gradien adalah teknik pengukuran dengan cara pengulangan pengukuran dengan variasi ketinggian pada setiap titik ukurnya. Sehingga yang diperhitungkan adalah selisih harga pengukuran setiap titik terhadap perbedaan ketinggiannya, Bosch & Muller (2001). Dimana nilai selisih tersebut hanya ditentukan oleh medan magnetik sekunder yang disebabkan oleh benda konduktif dibawah permukaan. Secara matematis dapat ditulis: (1) H Ry ( H Py H Sy ( z2 )) ( H Py H Sy ( z1 )) H Ry H Sy ( z2 ) H Sy ( z1 )
primer sebuah komponen medan komponen
medan
magnetik horizontal H Py tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan eletromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagentik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan
Bahrie dkk (2008) memodelkan anomali konduktif (pada hal ini adalah air) dengan ketinggian pengukuran yang berbeda. Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan Software PreVLForw ini dilakukan sebanyak 6 kali pengukuran dengan ketinggian yang berbeda-beda antara 0-5 meter (Gambar 4). hasil pemodelan ini nampak seperti gambar
menimbulkan arus induksi (Eddy Current), E Sx . Arus Eddy (seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 ) akan menimbulkan medan
2
Gambar 3 Model sungai bawah permukaan yang diukur pada beda ketinggian 0-5 meter Selanjutnya model sungai bawah permukaan (model 3) dilakukan pemodelan lebih lanjut, dimana pengukuran pada 1 titik dilakukan pada 6 ketiggian yang berbeda. Respon yang didapat kemudian dinormalisasikan dengan
menggunakan filter fraser. Berdasarkan model ini nilai VLF-EM-vGRAD data inphase akan bernilai positif sedangkan data quadrature akan bernilai negatif (Gambar 4).
Pada
saat gelombang primer
masuk
kedalam medium, gaya gerak listrik (ggl) es , akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 900 (Kaikonen,1979). Gambar 2.2 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.
Gambar 5 Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan gelombang primer (P).
(a)
Jika medan magnet horizontal adalah Hx dan medan magnetik vertikalnya adalah Hz, maka besarnya sudut tilt dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 5, yang besarnya sebagai berikut : ( b 2( H / H ) cos z x 1/ 2 tan 1 ) x10 2
1 (H z / H x )
Gambar 4 Respon VLF terukur pada beda ketinggian setelah difraserkan: (a) inphase (b) quadrature
0%
(2)
Fase dan Polarisasi Ellips
3
Gambar 6 Polarisasi ellips akibat kehadiran benda konduktif pada bidang medan elektromagnetik (Sacit,1981) Pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif. Sebelum diproses data dikoreksi terlebih dahulu dengan koreksi noise dengan moving average. Titik dimana tilt-angle mengalami persilangan dari polaritas positif menjadi negatif diinterpreatasi sebagai posisi konduktor yang menyebabkan anomali. Dalam satu profil, persilangan ini terlihat cukup jelas, namun ketika diplot kedalam bentuk peta, letak dari semua titik nol (inflection point) tidak dapat diidentifikasi dengan mudah. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan
menggunakan filter yang ditemukan oleh Fraser (1969) yang dinamakan filter Fraser. Atau secara matematis filter Fraser dapat dilakukan sebagai berikut:
Fn (Mn2 Mn3 ) (Mn Mn1)
(4)
Baik filter Fraser maupun filter KarousHjelt diaplikasikan pada seluruh lintasan dari tiap data inphase,quadrature , totalfield dan til angle. Setelah mengurangkan nilai up dan downnya didapat nilai VLF-EM-vGrad masing-masin data tersebut
Gambar 7 Titik anomali pada data delta inphase, delta quadrature, delta t-field dan delta tilt pada filter Kontur Fraser a) delta Inphase dicurigai terdapat 10 anomali (A, B, C, D, E,F,G,H,I,K), b) delta Quadrature dicurigai terdapat 10 anomali (A, B, C, D, E,G,H,I,K), c) delta T-field dicurigai terdapat 2 anomali (H,I), d) delta Tilt dicurigai terdapat 10 anomali (A, B, C, D, E,F,G,H,I,K) yang letaknya hampirsama dengan data delta inphase.
4
5. DISKUSI Rauf (2009) mengukur besaran fisis dan kimiawi sampel batuan fosfat, besarn fisis yang terukur adalah nilai rsistivitas, sedangkan besaran kimiawi yang terukur adalah kadar P2O5. hasil pengukuran tersebut, seperti pada tabel 1. Tabel 1 Nilai resistivitas dan kadar P2O5 pada sampel batuan fosfat. NO ρ (Ώm) Kadar P2O5 (% ) 1 312.32 29.82 2 207.40 22.54 3 336.34 23.14 4 449.37 10.64 Sumber : Rauf (2009) Berdasarkan hasil uji sifat kimiawi dan fisik batuan fosfat tersebut, didapatkan range nilai resistivitas batuan fosfat antara 200 – 500 ohm-meter. Hal ini didukung oleh penelitian Bakkali (2006) yang mengidentifikasi nilai resistivitas fosfat berkisar 290-600 ohm-meter. Selanjutnya, dapat diketahui bahwa nilai resististivitas batuan fosfat lebih kecil dari pada batuan gamping, mendekati 8000 ohm.meter, jelas bahwa batuan fosfat lebih konduktif dari pada batuan kapur. Ini salah satu ciri yang dapat digunakan sebagai modal interpretasi pengolahan data VLF-EM, baik hasil filter fraser maupun pemodelan kebelakang. Untuk memperkirakan jalur fosfat yang terletak pada batuan kapur, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi anomali positif pada data delta inphase atau delta tilt. Hasil perkiraan ini seperti pada gambar 8.
bagian I berdasarkan data fraser delta inphase dan tilt. Gambar 8 hanya memperkirakan arah persebaran fosfat saja. Sedangkan dimensi dan kedalaman fosfat belum dapat diketahui secara pasti. Untuk dapat mengetahui dimensi dan kedalaman fosfat, perlu analisis hasil inversi data VLF yang berupa resistivitas 2 D. Analisis ini dilakukan pada resistivitas 2 D setiap lintasan. Analisis dilakukan pada nilia resitivitas 2 D yang bernilai antara 200 – 500 ohm.meter yang merupakan range nilai fosfat. Selanjutnya Pada bagian II, interpretasi dilakukan dengan mengintegrasikan data fraser delta inphase atau tilt dan data resistivitas 2D hasil pemodelan kebelakang. Hasil integrasi ini digunakan untuk mengetahui arah penyebaran dan dimensi fosfat. Untuk memperkirakan jalur fosfat yang terletak pada batuan kapur, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi anomali positif pada data delta inphase atau delta tilt. Hasil perkiraan ini seperti pada gambar 9.
Gambar 9 Perkiraan arah persebaran fosfat bagian II berdasarkan data fraser delta inphase dan tilt, arah persebaran fosfat ditunjukkan oleh garis putus-putus.
Gambar 8 Perkiraan arah persebaran fosfat
5
Gambar 10 Penampang resistivitas 3 D a) di slice pada tiap lintasan, jalur fosfat ditunjukkan oleh tanda panah merah. b) di slice berdasarkan keberadaan fosfat dangkal.
Gambar 11 Penampang resistivitas 3 D a) di slice pada tiap lintasan, jalur fosfat ditunjukkan oleh tanda panah merah. b) di slice berdasarkan keberadaan fosfat dangkal.
6
Bahan Galian Golongan C Propinsi Dati I Jawa Tengah, Semarang. 6 KESIMPULAN Data yang telah diolah dengan filter Fraser VLF-EM-vGrad dapat mengidentifikasikan anomali lateral yang lebih konduktif (dalam hal ini fosfat) lebih jelas dari pada fraser pada metode VLF-EM biasa. Hasil anomali yang ditunjukkan fraser VLF-EM-vGrad, sebagai pertimbangan dalam menentukan lebar grid untuk inversi data tippler. Inversi data tippler ini berupa resistivitas 2 D yang dapat digunakan untuk menunjukkan posisi fosfat dengan nilai resistivitas 300-500 ohm-meter. Kedalaman fosfat dangkal didaerah penelitian berkisar antara 2.5-30 meter, sedangkan fosfat dalam terletak pada kedalaman 75-100 meter. Jalur sebaran fosfat di daerah penelitian mengarah ke utara, barat laut dan timur laut. DAFTAR PUSTAKA Bahrie, A.S, Santoso, D, Paradimedja,D.D, Tofan RM, Santos, FM., 2008. Penerapan Metode VLF-EM-Vgrad Untuk Memetakan Sungai Bawah Permukaan Daerah Karst. Indonesion Scientific Karst. Jogjakarta. 19-20 Agustus 2008. Bakkali, Saad. 2006. A resistivity survey of phosphate deposits containing hardpan pockets in Ouland Abdoun, Marocco. Geofisica internacional (2006). Vol.45, Num. 1, pp. 73-82. Bayrak, M., (2002). Exploration of chrome ore in Southwestern Turkey by VLFEM. Journal of the Balkan Geophysical Society, Vol. 5, No 2, May 2002.
Emmons,
Thiel, Stauffer, Allisson, (1955) Geology Principles and Processes, MC Graw – Hill Book Company. INC, New York.
Grandis, Hendra. 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI). Bandung. Harsono
– Pringgopawiro, (1983), Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara Suatu Pendekatan Baru, Disertasi Doktor, ITB Bandung.
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/fosfat Fraser, D. C., (1969), Contouring of VLF-EM data: Geophysics, 34, 958-967. Roynold
J. M.,1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley and Sons Ltd., New York.
Rouf, M. 2009. Aplikasi Metode Geolistrik untuk Menentukan Cadangan Fosfat: Studi Kasus Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Thesis Jurusan Fisika FMIPA ITS. Santos, Monteiro F.A., António Mateus, Jorge Figueiras, Mário A. Gonçalves, 2006. Mapping Groundwater Contamination Around A Landfill Facility Using The VLF-EM Method – A Case Study. Journal of Applied Geophysics.
Bosch, F.P. and Muller, I., 2001, Continuous Gradient VLF Measurements: A New Possibility For High Resolution Mapping Of Karst Structures, First Break, vol 19.6: 343-350
Srigutomo, W., Harja, A., Sutarno, D., and Kagiyama, T., 2005. VLF Data Analysis Through Transformation Into Resistivity Value: Application To Synthetic and Field Data. Indonesian Journal of Physics Vol 16 No. 4, October 2005
Departemen Pertambangan Indonesia, (1982), Pertambangan Indonesia 1981, Buku Tahunan, Jakarta
Telford, W.M, and Geldart, L.P., (1990), Aplied Geophysics, Cambridge University Press, London.
Dinas Pertambangan Jawa Tengah, (1992), Potensi Bahan Galian Golongan C Di Kabupaten Pati, Proyek Pemetaan
Zhdanov, M.S., 2002. Geophysical Inverse Theory and Regularization Problems. Elsevier, Amsterdam, The Netherlands, 609pp.
7