KONVERSI MINYAK JELANTAH SAWIT MENJADI BAHAN BAKAR SETARA DIESEL MELALUI REAKSI DEKARBOKSILASI DENGAN PRETREATMENT SAPONIFIKASI MENGGUNAKAN KALSIUM HIDROKSIDA Andika Jaya Rosul* dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia * e-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Konversi minyak jelantah sawit menjadi bahan bakar setara diesel melalui reaksi dekarboksilasi dengan pretreatment saponifikasi menggunakan Kalsium Hidroksida telah dilakukan. Pretreatment saponifikasi dan reaksi dekarboksilasi dilakukan dalam reaktor batch yang beroperasi pada tekanan atmosfer. Gas N2 dengan laju alir 40 ml/menit dialirkan kedalam reaktor untuk membuang udara dari dalam reaktor. Reaksi saponifikasi dilakukan pada kondisi 200oC dilanjutkan dengan reaksi dekarboksilasi pada kondisi 400-460oC. Variasi yang dilakukan adalah variasi waktu reaksi dekarboksilasi, rasio mol minyak terhadap Kalsium Hidroksida dan temperatur dekarboksilasi. Produk dengan waktu reaksi dekarboksilasi 90 menit, rasio mol minyak terhadap Kalsium hidroksida 1:4.5 dan temperatur dekarboksilasi 440oC menghasilkan konversi terbesar yaitu 31.58% dengan komposisi nparafin setara diesel sebesar 17.13%. Selain n-parafin ditemukan adanya senyawa olefin, naften, keton dan aldehid dalam produk yang dihasilkan. Kata kunci: bahan bakar setara diesel; dekarboksilasi; kalsium hidroksida; minyak jelantah sawit; n-parafin; saponifikasi Abstract Conversion of used palm cooking oil into diesel-like-fuel via decarboxylation reaction by pretreatment saponification using Calcium Hydroxide has been done. Saponification pretreatment and decarboxylation reaction carried out in a batch reactor operating at atmospheric pressure. Nitrogen gas with 40 cc/minute flow rate is distributed into the reactor to remove air from inside reactor. Saponification reaction carried out under 200oC followed by decarboxylation reaction at 400-460oC conditions. The research variation consist of decarboxylation reaction time, oil to Calcium Hydroxide mole ratio and decarboxylation temperature. Products with decarboxylation reaction time of 90 minutes, oil to calcium hydroxide mole ratio 1:4.5 and decarboxylation temperature of 440oC produces the largest conversion of 31.58% with n-paraffin composition 17.13%. In addition to the compounds also found olefin, naphtene, ketones and aldehydes in the resulting products. Keywords: calcium hydroxide; decarboxylation; diesel-like-fuel; saponification; used palm cooking oil; n-parafin 1. Pendahuluan Bahan bakar setara diesel merupakan hidrokarbon yang cukup banyak digunakan terutama pada mesin-mesin diesel baik dibidang transportasi maupun industri. Pada tahun 2010 kebutuhan akan bahan bakar solar/diesel di Indonesia adalah sebesar 174,669 ribu barrel. Nilai ini meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2009 yang berkisar pada 173,134 ribu barrel [1]. Dengan meningkatnya kebutuhan terhadap minyak diesel, maka
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
produksi diesel di Indonesia perlu ditingkatkan. Permasalahannya adalah minyak bumi yang merupakan sumber bahan baku diesel semakin lama semakin berkurang dan suatu saat akan habis sehingga perlu dikembangkannya penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk setara diesel dari sumber energi alternatif lain. Salah satu alternatif adalah dengan memanfaatkan bahan bakar yang berasal dari minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang sudah dipakai berulang kali untuk menggoreng. Pada tahun 2005 diperkirakan minyak goreng dalam negeri diproduksi sebesar 5,385.8 ribu ton dengan kebutuhan minyak goreng dalam negeri sekitar 5,062.8 ribu ton [2]. Data lain menyebutkan bahwa salah satu restoran cepat saji di Indonesia saja bisa menghasilkan minyak jelantah sebanyak 33,750 liter per hari [3]. Hal ini menyiratkan jumlah minyak goreng bekas yang dihasilkan per tahun sangat besar. Dengan tingginya minyak goreng bekas atau jelantah yang dihasilkan, maka minyak jelantah memiliki potensi untuk menjadi bahan baku sebagai pembuatan bahan bakar karena tersedia dalam jumlah banyak dan sangat ekonomis karena sudah tergolong menjadi limbah. Umumnya minyak jelantah dibuang begitu saja setelah digunakan. Selain itu, dengan memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku untuk bahan bakar akan menjadi keuntungan juga bagi pelestarian lingkungan. Hal ini karena minyak jelantah sulit mengalami degradasi sehingga dapat mencemari lingkungan. 2. Metode Penelitian Senyawa basa yang digunakan untuk proses pretreatment pada percobaan ini adalah Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2). Saponifikasi dilakukan pada suhu 200oC selama 60 menit. Minyak jelantah yang sudah disaponifikasi menjadi garam kalsium tersebut selanjutnya mengalami proses dekarboksilasi pada suhu tinggi tanpa kehadiran gas O2 dalam reaktor stainless steel SS 316. Hasilnya gugus –COO- akan terlepas dari molekul dan dihasilkan senyawa hidrokarbon [4]. Penghilangan gas O2 dalam reaktor dilakukan dengan cara mengalirkan gas nitrogen pada laju alir 40 cc/menit ke dalam reaktor. Gas hasil reaksi kemudian dikondensasi dengan menggunakan air es. Pada percobaan ini dilakukan variasi waktu reaksi selama 30, 60, 90 dan 120 menit; variasi rasio mol minyak terhadap Kalsium Hidroksida pada 1:3, 1:4.5, 1:6 dan 1:7.5; suhu dekarboksilasi 400, 420, 440 dan 460oC.
Gambar 1. Skema susunan reaktor
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Perhitungan Konversi
Gambar 2. Pengaruh Waktu Reaksi Dekarboksilasi Terhadap Konversi
Gambar 3. Pengaruh Komposisi Umpan Terhadap Konversi
Gambar 4. Pengaruh Temperatur Dekarboksilasi Terhadap Konversi
Pada Gambar 2 temperatur dekarboksilasi dan rasio mol minyak jelantah terhadap basa Ca(OH)2 dibuat tetap yaitu pada temperatur 400oC dan rasio mol umpan 1:3. Hasilnya didapatkan konversi berturut-turut sebesar 7.02 %, 9.05 %, 13.84 % dan 11.27 %. Waktu reaksi ternyata berpengaruh terhadap konversi produk dekarboksilasi yang dihasilkan. Konversi terbesar didapatkan untuk waktu reaksi 90 menit. Pada Gambar 3 temperatur dekarboksilasi dibuat tetap yaitu sebesar 400oC. Waktu reaksi juga dibuat tetap selama 90 menit. Umpan dengan komposisi rasio mol minyak terhadap Kalsium hidroksida 1:3, 1:4.5, 1:6 dan 1:7.5 dipilih pada penelitian ini. Konversi untuk umpan rasio mol 1:3, 1:4.5, 1:6 dan 1:7.5 berturut-turut adalah sebesar 13.85 %, 16.81 %, 11.74 % dan 12.45 %. Sehingga disimpulkan bahwa konversi terbesar untuk variasi umpan berada pada kondisi rasio mol 1:4.5. Pada Gambar 4 rasio mol minyak jelantah terhadap basa Ca(OH)2 dan waktu reaksi dibuat tetap yaitu 1:4.5 dan waktu reaksi 90 menit. Hasil untuk variasi suhu 400oC, 420oC, 440oC dan 460oC didapatkan konversi berturut-turut sebesar 16.81 %, 20.80 %, 31.58 % dan 19.56 %. Terlihat bahwa konversi meningkat mulai dari 400oC hingga 440oC. Konversi terbesar didapatkan untuk temperatur 440oC sebesar 31.58 %.
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
3.2 Analisa GC-MS
Gambar 5. Kromatogram Produk Dekarboksilasi Variasi Suhu 460oC Tabel 1. Grup Senyawa Dalam Produk Dekarboksilasi Variasi Suhu 460oC
Grup
Parafin
Olefin
Naften
Keton
% area
14.9115 24.4915 11.4166 15.4262
Aldehid 1.2563
Hasil kromatogram menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis mengandung senyawa hidrokarbon setara fraksi diesel. Hal ini menunjukkan bahwa dekarboksilasi garam kalsium dapat menghasilkan senyawa hidrokarbon n-parafin. Namun demikian juga didapatkan berbagai kandungan senyawa lain di dalam sampel seperti olefin, naften, keton dan aldehid. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian sebelumnya. Pirolisis dari 68 kg garam calcium tung oil dilaporkan menghasilkan 50 liter minyak dengan kandungan parafin setara diesel, gasoline dan kerosin [5]. Namun tidak dilaporkan adanya senyawa lain selain hidrokarbon. Terbentuknya olefin atau alkena pada produk dekarboksilasi ternyata juga sesuai dengan penelitian serupa mengenai termokimia dari pirolisis garam natrium [6]. Hasilnya menyatakan bahwa pirolisis tall oil fatty acid (TOFA) yang sudah dinetralisir dengan basa menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan mengandung hidrokarbon alifatik tak jenuh dalam jumlah besar serta senyawa naften. Sementara itu terbentuknya senyawa organik lain seperti aldehid dan keton pada dekarboksilasi garam kalsium ternyata juga didukung oleh data studi terhadap hasil pirolisis sabun kalsium yang berasal dari buah macauba [7]. 3.3 Analisa GC-FID
Gambar 6. Kromatogram Produk Dekarboksilasi Variasi Suhu 440oC
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
Gambar 7. Kromatogram Diesel Komersil
Gambar 8. Grafik Distribusi n-Parafin
Gambar 9. Grafik Distribusi Senyawa Organik Selain n-Parafin
Hasil kromatogram produk dekarboksilasi untuk variasi suhu 440oC pada gambar 6 menunjukkan adanya kemiripan dengan hasil kromatogram diesel komersil pada gambar 7. Hal ini ditunjukkan dengan timbulnya peak pada gambar 6 yang memenuhi peak pada gambar 7 untuk rentang waktu retensi tertentu. Diesel komersil digunakan sebagai standar untuk mengetahui seberapa besar kandungan hidrokarbon setara diesel dalam produk dekarboksilasi. Hasilnya kemudian didapatkan distribusi % berat dari dari tiap senyawa yang ditunjukkan pada gambar 8 dan 9. Berdasarkan Gambar 8 dapat disimpulkan bahwa distribusi % berat n-parafin pada produk dekarboksilasi dengan konversi terbesar masih berada di bawah % berat n-parafin diesel komersil secara umum. Sedangkan untuk senyawa organik selain n-parafin, produk dekarboksilasi terlihat memiliki distribusi % berat yang lebih besar dibanding diesel komersil. Grafik distribusi pada gambar 8 dan 9 menunjukkan keseluruhan rantai karbon dari C4-C35 untuk n-parafin dan C4-C36 untuk senyawa organik selain parafin. Asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak jelantah sebagian besar terdiri dari rantai karbon C16, C18:1 dan
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
C18:2 [8]. Sedangkan produk yang didapatkan menghasilkan n-parafin rantai karbon C4-C35. Hal ini menunjukkan dekarboksilasi juga diikuti reaksi cracking (pemutusan rantai karbon menjadi rantai yang lebih pendek) serta penggabungan molekul sehingga dihasilkan rantai karbon rantai panjang. Dari gambar 8 dan 9 dapat dianalisa kandungan diesel (C10-C22) pada produk yang ditunjukkan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Komposisi senyawa setara diesel untuk variasi suhu 440oC
No
Senyawa
% berat nparafin
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Dekana (C10) Undekana (C11) Dodekana (C12) Tridekana (C13) Tetradekana (C14) Pentadekana (C15) Heksadekana (C16) Heptadekana (C17) Oktadekana (C18) Nonadekana (C19) Eikosana (C20) Heneikosana (C21) Dokosana (C22) Total
2.01 0.41 0.47 1.01 0.99 3.11 0.84 1.15 0.65 2.57 0.77 2.66 0.49 17.13%
% berat senyawa organik lain 4.82 2.88 4.01 2.68 3.60 4.52 4.43 7.33 3.01 3.34 2.93 1.50 4.36 49.41%
Hasil analisa GC-FID menunjukkan bahwa produk dekarboksilasi dengan konversi terbesar mengandung komposisi senyawa n-parafin setara diesel (C10-C22 )sebesar 17.13 %. Sedangkan % berat senyawa organik lain untuk C10-C22 berjumlah sekitar 49.41 %. Besarnya % berat dari senyawa organik selain parafin yang dihasilkan menunjukkan bahwa metode ini perlu dioptimalkan lebih lanjut untuk mengurangi terbentuknya senyawa selain nparafin. 4. Kesimpulan 1. N-parafin setara diesel dapat diperoleh melalui reaksi dekarboksilasi campuran minyak jelantah sawit dengan Kalsium hidroksida. 2. Konversi produk terbesar yang didapatkan adalah 31.58%. 3. Komposisi % berat parafin setara diesel terbesar yang didapatkan adalah 17.13 %. 4. Terdapat senyawa organik lain yang dihasilkan selain parafin pada dekarboksilasi garam kalsium. Daftar Rujukan: 1. Statistik Minyak Bumi 2012. (n.d.). http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/1256-statistik-minyak-bumi 2012.html. Diakses tanggal 15 Mei 2013. 2. Jakarta Future Exchange (2006) Olein. http://www.bbj-jfx.com/product. 3. Rosita, Alinda Fradiani & Widasari, Wanti Arum. (2009). Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas Dari KFC Dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. Semarang: Universitas Diponegoro.
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013
4. Suranto, andres. (2010). Reaksi Dekarboksilasi Minyak Jarak Pagar Untuk Pembuatan Hidrokarbon Setara Fraksi Diesel Dengan Penambahan Ca(OH)2. Depok: Universitas Indonesia. 5. Chang, CC & Wan SW. (1947). China’s Motor Fuels From Tung Oil. Journal of Ind. Eng. Chem., 39, 1543 – 1548. 6. Lappi, H & Al´en2, Raimo. (2012). Pyrolysis of Tall Oil-Derived Fatty and Resin Acid Mixtures. Finland : University of Jyv¨askyl¨a. 7. Fortes, I. C. P., & Baugh, P.J. (1994). Study of calcium Soap Pyrolysates Derived From Macauba Fruit (Acrocomia sclerocarpa M). Journal Anal. Appl. Pyrolysis., 29, 153 – 157. 8. Leung, D.Y.C & Guo, Y. (2006). Transesterification of Neat and Used Frying Oil: Optimization For Biodiesel Production. Fuel processing Technology, 87, 883-890.
Konversi minyak..., Andika Jaya Rosul, FT UI, 2013