JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
Analisis Perbandingan Performa dan Emisi NOx Motor Diesel Menggunakan Bahan Bakar Biodiesel Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) dengan Bio Solar Muhamad Arif Wakhid1*, Aguk Zuhdi M. Fathallah.2, I Made Ariana3 Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya, Indonesia1*
[email protected] Staf Pengajar Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya, Indonesia 2,3 Abstrak Biofuel telah lama dikembangkan dan menjadi pusat perhatian dunia untuk digunakan menjadi energi alternatif terbarukan. Salah satu contoh dari biofuel yang mendapat perhatian khusus adalah biodiesel. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan biodiesel dari berbagai bahan nabati, misalnya dari bahan minyak jelantah (waste cooking oil). Banyak penelitian yang menyatakan bahwa biodiesel dari minyak jelantah ini bisa menggantikan solar di masa mendatang seiring dengan krisisnya bahan bakar fosil. Salah satu biofuel yang sudah digunakan dan dikembangkan sekarang ini adalah biosolar yang diproduksi oleh PERTAMINA dengan komposisi biodiesel dari CPO (crude palm oil) dan solar. Setiap biodiesel untuk menjadi campuran solar sebagai biofuel, diperlukan suatu tes performa,emisi NOx dan karakteristik bahan bakar pada suatu mesin agar memenuhi standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini membahas uji performa dengan bahan bakar biodiesel minyak jelantah dan membandingkan hasilnya dengan uji performa menggunakan biosolar PERTAMINA. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, bahan bakar biodiesel minyak jelantah secara karakteristik telah memenuhi standar biodiesel menurut SNI. Disamping itu hasil uji performa pada daya, SFOC (specific fuel oil consumption) dan torsi dari biodiesel minyak jelantah memiliki performa yang lebih bagus. Tetapi saat pengujian emisi NOx, biosolar PERTAMINA pada daya daya diatas 1,7 kW menghasilkan emisi yang lebih baik. Kata kunci : biodiesel minyak jelantah; uji performa; uji emisi NOx
1. Pendahuluan Saat ini penggunaan motor diesel sebagai penggerak utama pada suatu kendaraan masih banyak dipakai di seluruh belahan dunia. Hal ini disebabkan karena motor diesel memiliki ketahanan dan keandalan yang tinggi dibandingkan dengan motor otto. Karena alasan tersebut, penggunaan motor diesel sebagai objek penelitian sangatlah tepat dikarenakan di masa mendatang daya saing motor diesel masih baik penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan motor diesel ini tidak lepas dari ketergantungan dalam penggunaan bahan bakar minyak(BBM) yang berasal dari bahan bakar fosil. Dalam jangka waktu yang lama, penggunaan BBM yang berasal dari bahan bakar fosil ini akan menyebabkan cadangan minyak bumi semakin berkurang. Dari data statistik cadangan minyak bumi Indonesia hanya bertahan 10 tahun kedepan dengan konsumsi bahan bakar minyak masih mendominasi yaitu sebesar 42,99% dari konsumsi energi total (Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM 2012). Dalam keadaan seperti ini, diperlukan suatu terobosan untuk menggunakan energi alternatif yang bisa berasal dari biofuel, biomassa dan biogas. Pemanfaatan biofuel saat ini sudah banyak dikembangkan dan sudah berhasil, salah satunya adalah biosolar yang merupakan campuran bahan bakar fosil yaitu solar dengan
minyak nabati yang berasal dari minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Selain itu penelitian yang terbaru adalah penggunaan minyak jelantah (waste cooking oil) murni sebagai alternatif biofuel untuk menggantikan biosolar. Penggunaan minyak jelantah sebagai bio fuel ini sudah dicobakan ke engine dan dinyatakan memiliki hasil yang tidak jauh beda dengan biosolar. Dari kedua jenis bahan bakar ini pasti memiliki emisi gas buang, tetapi dalam penelitiannya belum dilakukan perbandingan data yang menggambarkan bahan bakar yang mana yang lebih baik digunakan. Untuk itu dalam penggunaannya di masa mendatang, uji emisi ini sangat diperlukan untuk mendukung penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah eksperimen di laboratorium. Pengerjaan dimulai dengan engine setup pada mesin yang digunakan untuk pengujian, hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mesin yang sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui performa motor diesel dan perbandingan emisi NOx antara bahan bakar biodiesel minyak jelantah (waste cooking oil) dengan biosolar.
JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
Tabel 1. Spesifikasi Motor Diesel dan Generator. Model Mesin Tipe Bore Stroke Daya Speed Model generator Tipe Tegangan/Arus
KM 178 F, Wuxi Kipor Power Co., Ltd. In-line, Silinder tunggal, 4 langkah 78 mm 64 mm 3.68 kW 3600 rpm Mindong, ST-3 1 Fase, Frekuensi 50Hz, 1500 rpm 230 V/13A
2.1 Motor Diesel Motor diesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor diesel empat langkah dengan satu silinder dengan spesifikasi seperti pada tabel 1. Pembebanan motor diesel ini menggunakan dinamometer elektrik dengan menggunakan generator. Sebelum dilakukan penelitian performa, terlebih dahulu dilakukan engine set-up dengan tujuan untuk mengetahui prestasi awal dari motor dengan menggunakan bahan bakar konvensional yaitu biosolar PERTAMINA. Dari hasil engine set-up, daya maksimum motor diesel didapatkan pada putaran 3300 rpm dan torsi maksimum motor diesel didapatkan pada putaran 3200 rpm. Hasil ini akan digunakan sebagai dasar dalam pengujian performa dan emisi NOx motor diesel dengan variasi beberapa bahan bakar. 2.2 Bahan Bakar Penelitian ini menggunakan dua bahan bakar yang berbeda sebagai perbandingan yaitu bahan bakar bisolar PERTAMINA dan biodiesel minyak jelantah. Pembuatan biodiesel minyak jelantah ini menggunakan metode transesterifikasi. Komposisi biodiesel yang diujikan ke motor diesel memiliki komposisi sebesar 7,5% biodiesel minyak jelantah dan 92,5% solar murni PERTAMINA. Bahan bakar ini bisa disebut juga dengan B7,5. Biodiesel ini sebelum dilakukan pengujian ke motor diesel terlebih dahulu dilakukan tes laboratorium untuk mengetahui karakteristiknya dengan hasil seperti pada tabel 2.
sesuai dengan SNI-04-7182-2006 seperti pada tabel 3. Hasil perbandingan parameter karakteristik biodiesel ini menentukan penggunaan biodiesel minyak jelantah dalam pengujian performa dan emisi NOx. Tabel 3. Perbandingan karakteristik biodiesel minyak jelantah dengan SNI
Parameter
Satuan
Hasil Analisa Biodiesel Minyak Jelantah
Viscositas
cPs
12,50
kJoule/kg
38403,632
Calorific Value Flash Point Cetane Number
0
C
198 51,6
Standar Metode Analisa ASTM D-445 ASTM D-240 ASTM D-93 Octane Analyzer ASTM D-13
Biodiesel SNI min 100oC Min 51
Dari hasil perbandingan seperti pada tabel 3 menunjukkan bahwa semua parameter yang dimiliki oleh biodiesel minyak jelantah memenuhi SNI, sehingga bisa digunkan dalam proses pengujian performa dan emisi NOx. 3.2 Performa Motor Diesel 3.2.1 SFOC (Specific Fuel Oil Consumption) Pada grafik perbandingan daya dengan SFOC seperti pada gambar 1 menunjukkan performa motor diesel ketika dijalankan dengan dua bahan bahan bakar yang berbeda yaitu biosolar PERTAMINA dan biodiesel minyak jelantah. Pada kondisi tersebut motor diesel diputar pada putaran 3300 rpm. Daya yang dihasilkan oleh bahan bakar biosolar PERTAMINA saat beban penuh (full load) yaitu sebesar 1,74 kW dengan SFOC sebesar 525,2 gr/kWh. Sedangkan daya yang dihasilkan dengan menggunakan bahan bakar biodiesel minyak jelantah sebesar 1,97 kW dengan SFOC sebesar 521,8 gr/kWh.
Tabel 2. Hasil Uji Karakteristik Biodiesel Parameter Viscositas Calorific Value Flash Point Cetane Number
Satuan
Hasil Analisa
Metode Analisa
cPs
12.50
kJoule/kg
38403,632
ASTM D445 ASTM D240 ASTM D-93 Octane Analyzer ASTM D-13
0
C
198 51,6
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Bahan Bakar Hasil tes karakteristik bahan bakar biodiesel minyak jelantah seperti pada tabel 2 akan dibandingkan dengan karakteristik biodiesel
Gambar 1. Grafik perbandingan daya dengan SFOC pada putaran 3300 rpm
JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
Hasil uji performa dengan perbandingan kedua bahan bakar diatas seperti pada gambar 1 yang ditunjukkan dengan perbandingan daya dengan SFOC bisa disimpulkan bahwa bahan bakar biodiesel minyak jelantah memiliki performa lebih bagus jika digunakan pada putaran 3300 rpm. Hal ini bisa dilihat dari daya yang dihasilkan bahan bakar biodiesel minyak jelantah memiliki nilai lebih besar dengan SFOC yang lebih rendah yaitu dengan daya sebesar 1,97 kW dan SFOC sebesar 521,8 gr/kWh. Bahan bakar biodiesel minyak jelantah ini mengalami peningkatan daya sebesar 13,21% dan penurunan SFOC sebesar 0,65% dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar biosolar PERTAMINA. 3.2.2 Daya pada Beban Penuh Motor Diesel Perbandingan penggunaan dua bahan bakar yang berbeda pada motor diesel dengan pengujian performa pada beban penuh disampaikan dalam bentuk grafik perbandingan putaran (rpm) dengan daya seperti pada gambar 2, didapatkan hasil pada pengoperasian motor diesel yang menghasilkan daya maksimum terjadi pada putaran 3300 rpm dengan beban 3000 watt dengan menggunakan bahan bakar biodiesel minyak jelantah dengan daya yang dihasilkan sebesar 2,241 kW. Sedangkan daya yang dihasilkan oleh motor diesel pada pengoperasian putaran sebesar 3300 rpm jika menggunakan bahan bakar biosolar PERTAMINA menghasilkan daya sebesar 2,12 kW.
dari putaran 2900 rpm sampai 3300 rpm. Jika dibandingkan secara keseluruhan, penggunaan pada kedua bahan bakar, semuanya mengalami peningkatan daya setiap kenaikan putaran motor diesel. Tetapi bahan bakar biodiesel minyak jelantah memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan biosolar PERTAMINA dikarenakan menghasilkan daya yang lebih besar pada setiap kenaikan putran motor diesel. 3.2.3 Torsi pada Beban Penuh Motor Diesel Torsi maksimum pada motor diesel yang ditampilkan pada gambar 3 dengan pengoperasian menggunakan bahan bakar biosolar PERTAMINA dicapai pada putaran 3200 rpm dengan torsi sebesar 6,32 N.m, sedangkan menggunakan bahan bakar biodiesel minyak jelantah dicapai pada putaran 3300 rpm dengan torsi sebesar 6,48 N.m. Perbandingan pemakaian kedua bahan bakar yang berbeda tersebut pada grafik perbandingan putaran dengan torsi seperti pada gambar 4.5 jika dibandingkan secara keseluruhan, bahan bakar biodiesel minyak jelantah memiliki nilai torsi yang lebih besar pada putaran maksimum dengan kenaikan torsi sebesar 5,53% dibandingkan dengan biosolar PERTAMINA.
Gambar 3. Grafik perbandingan putaran (rpm) dengan torsi pada beban penuh
Gambar 2. Grafik perbandingan putaran (rpm) dengan daya pada beban penuh
Pada putaran maksimum pengoperasian motor diesel ini terjadi kenaikan daya sebesar 5,70% dibandingkan dengan menggunakan biosolar PERTAMINA yang merupakan bahan bakar konvensional. Pembacaan pada gambar 2 dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan bahan bakar biosolar PERTAMINA, motor diesel mengalami kenaikan daya dari putaran mesin 2900 rpm sampai 3200 rpm. Sedangkan penggunaan bahan bakar biodiesel minyak jelantah, motor diesel mengalami kenaikan daya
Pembacaan pada gambar 3 bisa disimpulkan bahwa dengan penggunaan bahan bakar biosolar PERTAMINA, motor diesel mengalami kenaikan torsi hanya sampai putaran 3200 rpm dan mengalami penurunan torsi pada putaran 3300 rpm. Sedangkan dengan menggunakan biodiesel minyak jelantah, motor diesel mengalami kenaikan torsi seiring dengan meningkatnya putaran mesin walaupun torsinya sempat turun pada putaran 3100 rpm. Sehingga penggunaan biodiesel minyak jelantah ini memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan biosolar PERTAMINA dikarenakan menghasilkan torsi yang lebih besar pada setiap kenaikan putaran motor diesel. 3.3. Pengujian Emisi NOx Emisi NOx pada pengujian di motor diesel ini dilakukan dengan dua variasi pengujian dan menggunakan perbandingan dua bahan bakar
JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan yaitu bahan bakar biosolar PERTAMINA dan bahan bakar biodiesel minyak jelantah. Hasil pengujian ini nantinya akan dibandingkan dengan standar IMO MARPOL Annex VI mengenai peraturan pencegahan polusi udara dari kapal. 3.3.1. Pengujian pada Variasi Pembebanan Pengujian pertama yaitu pada putaran tetap dengan variasi pembebanan dengan membandingkan hasil emisi NOx pada kedua bahan bakar. Penetapan putaran motor diesel pada pengujian ini didasarkan dari hasil praeksperimen dimana putaran maksimum berada pada putaran 3300 rpm. Emisi yang diujikan di laboratorium ini menghasikan satuan mg/m3, sedangkan untuk membandingkannya dengan standar IMO diperlukan konversi satuan dari mg/m3 ke gr/kWh. Pada tabel 4 dan tabel 5 akan ditampilkan hasil konversi satuan tersebut. Tabel 4. Tabel Hasil Uji NOx Biosolar pada Variasi Pembebanan Tegangan Beban (V)
Arus Beban (I)
Daya (kW)
Kadar NOx (mg/Nm3)
Kadar NOx (gr/k Wh)
3300
233,3
3,9
0,909
269
7,52
3300
215,8
8,1
1,747
220
3,15
3300
186,2
11,4
2,122
81,8
0,96
Rpm
Tabel 5. Tabel Hasil Uji NOx Biodiesel Minyak Jelantah pada Variasi Pembebanan
Rpm
Tegangan Beban (V)
Arus Beban (I)
Daya (kW)
Kadar NOx (mg/Nm3)
Kadar NOx (gr/k Wh)
3300
233,2
3,9
0,909
173
4,82
3300
212,5
7,9
1,678
273
4,034
3300
191,5
11,7
2,240
316
3,47
Hasil dari pengujian pertama ini ditampilkan pada suatu grafik beban vs NOx seperti pada gambar 4. Pada grafik tersebut kecenderungan kadar emisi NOx dengan menggunakan bahan bakar biosolar PERTAMINA mengalami penurunan seiring naiknya pembebanan. Kadar emisi NOx paling tinggi terjadi pada daya 0,9 kW dengan NOx sebesar 7,52 gr/kWh, sedangkan kadar NOx paling rendah terjadi pada daya 2,12 kW dengan NOx sebesar 0,96 gr/kWh. Jika dirata-rata pada setiap kenaikan beban, NOx mengalami penurunan lebih dari 100%. Penggunaan bahan bakar biodiesel minyak jelantah terhadap hasil kadar NOx memiliki trendline yang sama dengan biosolar PERTAMINA yaitu mengalami penurunan
seiring dengan naiknya pembebanan. Kadar NOx paling tinggi terjadi pada daya 0,9 kW dengan NOx sebesar 4,82 gr/kWh, sedangkan kadar NOx paling rendah terjadi pada daya 2,24 kW dengan NOx sebesar 3,47 gr/kWh. Jika dirata-rata pada setiap kenaikan beban, NOx mengalami penurunan sebesar 17,87 %.
Gambar 4. Grafik perbandingan daya dengan NOx pada putaran 3300 rpm
Menurut hasil analisa yang telah dilakukan, jika secara keseluruhan dibandingkan antara kedua bahan bakar yang telah digunakan, biosolar PERTAMINA memiliki hasil yang lebih baik daripada biodiesel minyak jelantah. Dari gambar 4 kecenderungan kedua bahan bakar menghasilkan emisi NOx yang lebih tinggi pada beban yang rendah dan semakin menurun seiring dengan naiknya pembebanan. 3.3.2. Pengujian pada Variasi Putaran (rpm) Pengujian kedua yaitu pada pembebanan tetap dengan variasi putaran (rpm) dengan membandingkan hasil emisi NOx pada kedua bahan bakar. Penetapan putaran motor diesel pada pengujian ini didasarkan dari hasil pra-eksperimen dimana putaran maksimum berada pada putaran 3300 rpm. Emisi yang diujikan di laboratorium ini menghasikan satuan mg/m3, sedangkan untuk membandingkannya dengan standar IMO diperlukan konversi satuan dari mg/m3 ke gr/kWh. Pada tabel 6 dan tabel 7 akan ditampilkan hasil konversi satuan tersebut. Hasil dari pengujian kedua ini ditampilkan pada grafik perbandingan rpm vs NOx seperti pada gambar 5. Pada grafik tersebut kecenderungan kadar emisi NOx pada motor diesel mengalami penurunan dengan menggunakan bahan bakar biosolar PERTAMINA seiring dengan naiknya variasi putaran. Kadar emisi NOx yang paling tinggi sebesar 4,46 gr/kWh terjadi pada putaran 2900 rpm, sedangkan kadar emisi NOx paling rendah sebesar 0,96 gr/kWh terjadi pada putaran 3300 rpm.
JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
Tabel 6. Tabel Hasil Uji NOx Biosolar pada Variasi Putaran Tegangan Beban (V)
Arus Beban (I)
Daya (kW)
Kadar NOx (mg/Nm3)
Kadar NOx (gr/k Wh)
2900
160,1
10,4
1,665
328
4,46
3100
180,7
10,9
1,969
332
4
3300
186,2
11,4
2,122
81,8
0,96
Rpm
Tabel 7. Tabel Hasil Uji NOx Biodiesel Minyak Jelantah pada Variasi Putaran Rpm
Tegangan Beban (V)
Arus Beban (I)
Daya (kW)
Kadar NOx (mg/Nm3)
Kadar NOx (gr/k Wh)
2900
162,6
10,4
1,691
339
4,46
3100
175,1
10,9
1,908
313
3,83
3300
191,5
11,7
2,240
316
3,47
Penggunaan bahan bakar biodiesel minyak jelantah terhadap hasil kadar NOx cenderung mengalami penurunan seiring dengan naiknya putaran motor diesel. Jika dirata-rata pada setiap peningkatan putaran, kadar NOx turun sebesar 13,4%. Kadar NOx paling tinggi terjadi pada putaran 2900 rpm dengan beban penuh dengan nilai kadar emisi NOx sebesar 4,46 gr/kWh, sedangkan kadar NOx paling rendah terjadi pada putaran 3300 rpm dengan beban penuh dengan nilai kadar NOx sebesar 3,47 gr/kWh.
Gambar 5. Grafik perbandingan putaran (rpm) dengan NOx pada beban penuh
Dari hasil analisa secara keseluruhan, jika dibandingkan antara penggunaan kedua bahan bakar, biosolar PERTAMINA memiliki penurunan NOx yang lebih baik daripada biodiesel minyak jelantah pada setiap peningkatan putaran motor diesel.
4. Kesimpulan a. - Bahan bakar biodiesel minyak jelantah menghasilkan SFOC (specific fuel oil consumption) yang lebih rendah dibandingkan biosolar PERTAMINA
b.
dengan penurunan SFOC sebesar 0,65% dan peningkatan daya sebesar 13,21%. - Biodiesel minyak jelantah menghasilkan daya yang lebih besar dibandingkan dengan biosolar PERTAMINA pada percobaan beban penuh motor diesel dengan kenaikan daya sebesar 5,7%. - Torsi yang dihasilkan bahan bakar biodiesel minyak jelantah pada pengujian beban penuh motor diesel mengalami kenaikan torsi sebesar 5,53% pada putaran 3300 rpm dibandingkan dengan biosolar PERTAMINA. Dalam pengujian emisi NOx pada variasi rpm dengan beban tetap dan variasi beban pada rpm tetap, bahan bakar biosolar PERTAMINA memiliki kadar NOx yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar biodiesel minyak jelantah.
Pustaka Bangun, N, Sembiring, S. B, Siahaan, D. 2008. “Laporan Hasil Penelitian : Dimetil Ester Rantai Panjang Sebagai Energi Biodiesel Hasil Turunan Asam Oleat Minyak Kelapa Sawit”. Fakultas MIPA USU. Medan Brown, A.Matthew, Quintana, L.Raymond 2010, “Creating Biodiesel”. National Renewable Energy Laboratory. US Department of Energy. Budiatman, Satiawihardja 2010 “Pengaruh Minyak Jelantah terhadap Kesehatan”,http://www.handayanibanjaran.com diakses tanggal 25 Maret 2013 Darmoko, D., Cheryan, M. 2000. “Continous Production of Palm Methyl Ester”. J. Am.Oil Chem” Soc, 77, 1269-1272 Fosseen, D, W. Goetz, S. C. Borgelt, W. G. Hires 1995 “6V-92TA DDC Engine Exhaust Emission Tests using Methyl Ester [Biodiesel]", L. G. Schumacher (Department of Agricultural Engineering at the University of Missouri), in Bioresource Technology Freedman, B., Pryde, E.H., Mounts, T.L., 1984. Variables aecting the yields of fatty esters from transesterification vegetable oils. JAOCS 61, 1638-1643 Hartman, L., 1956. Methanolysis of triglycerides. JAOCS 33, 129- 132. IMO, MARPOL Annex VI 73/78, “Regulations for Prevention of Air Pollution from Ships”
JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol.01, No. 4209-018, (2013) 1-6
Jamil,
Musanif 2008, BioDiesel, Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Riswan Akbar 2007, “Karakteristik Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Menggunakan Metil Asetat sebagai Pensuplai Gugus Metil”. Institut Teknologi sepuluh Nopember Surabaya Anonim 2010, “Parameter Pencemar Udara Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan”, http://www.depkes.go.id/downloads/U dara.PDF. Diakses tanggal 25 Maret 2013 Sprules, F.J., Price, D., 1950. Production of fatty esters. US Patent 2, 366-494. Tugaswati, A.Tri, 2010, Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Taylor CF. Internal combustion engines. Seranton, Pennsylvania: International Textbook Company; 1989. Widyawati, Yeti. 2007. “Desain Proses Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi (Estrans) Pada Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas. L)”. Institut Pertanian Bogor Widyastuti, L. 2007. “Reaksi Metanolisis Minyak Biji Jarak Pagar Menjadi Metil Ester Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel Dengan Menggunakan katalis KOH”. Universitas Negeri Semarang Yakup,I , Duran Altiparmak, 2003, “Effect of fuel cetane number and injection pressure on a DI Diesel engine performance and emissions”. Technical Education Faculty, Gazi University, Teknikokullar, 06503 Ankara, Turkey Zuhdi, MFA, 2002. “Biodiesel sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Fosil pada Motor Diesel”. Riset Unggulan Terpadu VIII. Bidang Teknologi energi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.