ABSTRAK 1
Randy, NIM 271408009, Analisis Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Tentang Delik Gabungan. Di bawah bimbingan I Prof. Dr.Fenty U. Puluhulawa, SH.Mhum, dan bimbingan II Dian Ekawaty Ismail,SH. MH skripsi, Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Negeri Gorontalo, 2013.
Yang menjadi permasalahan adalah Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam Penerapan Pidana Penjara Terhadap Delik Gabungan (Concursus – Samenloop)?. Tujuan penelitian adalah Untuk Menganalisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Pidana Penjara Terhadap Delik Gabungan(Concursus-Samenloop). Analisis penulis adalah Setelah memperhatikan amar putusan, terlihat bahwa hakim mengambil pertimbangan dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan sanksi pidana. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang didasarkan fakta-fakta yuridis yang terungkap di depan persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang dimaksudkan tersebut diantaranya adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan terdakwa dan saksi, barang-barang bukti dan unsur-unsur delik yang didakwakan, dan pertimbangan nonyuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi terdakwa,ditambah hakim haruslah meyakini apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepadanya.Dari pembahasan yang telah diuraikan dihubungkan dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim terhadap penerapan Pidana penjara tindak pidana gabungan maka dapat di tinjau dari segi hukum (yuridis) dan dari segi non hukum (non yuridis).Mempertimbangkan dasar-dasar dikenakannya suatu penjatuhan hukuman berupa vonis maupun masalah gabungan tindak pidana tidak dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana, sehingga putusan tersebut haruslah diperbaiki.
Kata Kunci : Analisis Putusan, Pengadilan Negeri, Delik Gabungan
A. PENDAHULUAN Sebelum membicarakan apa yang disebut samenloop van strafbare feiten itu sendiri, perlu diketahui bahwa orang hanya dapat berbicara mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam suatu jangka waktu yang tertentu, seseorang telah melakukan lebih dari pada satu tindak pidana dalam jangka waktu tersebut orang yang bersangkutan belum pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan, karena salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.
2
Adakalanya seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya.Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut samenloop yang dalam bahasa belanda juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concursus.Perbarengan merupakan terjemahan dari samenloop atau concursus.Ada juga yang menerjemahkannya dengan gabungan. Apa yang disebut samenloop van strafbare feiten atau gabungan tindak pidana itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam bab ke-VI dari Buku ke-1 KUHP atau tegasnya di dalam pasal 63 sampai dengan pasal 71 KUHP, yaitu berkenaan dengan pengaturan mengenai berat ringannya hukuman yang dapat dijatuhkan oleh seorang hakim terhadap seorang tertuduh yang telah melakukan lebih daripada satu tindak pidana, yang perkaranya telah diserahkan kepadanya untuk diadili secara bersama-sama. Dalam suatu samenloop itu, hakim harus memperhatikan kenyataankenyataan apakah tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana, atau telah melakukan lebih dari pada satu tindak pidana. Bahwa apabila tertuduh itu hanya melakukan satu tindak pidana dan dengan melakukan tindakan tersebut, tindakannya itu ternyata telah memenuhi rumusan-rumusan dari beberapa ketentuan pidana, atau dengan perkataan lain apabila dengan melakukan satu tindak pidana itu, tertuduh ternyata telah melakukan beberapa tindak pidana, maka di situ terdapat apa yang disebut eendaadse samenloop atau concursus idealis ataupun apa yang telah disebut sebagai samenloop van strafbepalingen atau gabungan ketentuanketentuan pidana. Ukuran Pidana yang dapat dijatuhkan atas diri seseorang dalam tindak pidana. Bahkan dalam prakteknya seorang hakim atau penuntut umum di pengadilan Negeri Kota Gorontalo dalam melakukan tuntutan dianggap terlalu ringan terutama terhadap pelaku-pelaku tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Dalam hal ini tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan kejahatan atau perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa baik penuntut umum ataupun hakim diharapkan menuntut dan menjatuhkan hukuman yang setimpal, sehingga mempunyai dampak di samping mempunyai aspirasi dan
3
keadilan masyarakat juga merupakan daya tangkal bagi anggota masyarakat yang mempunyai potensi untuk menjadi pelaku tindak pidana (general deterrent effect). Adanya gabungan peristiwa pidana, menimbulkan adanya gabungan pemidanaan.Jadi gabungan pemidanaan ada karena adanya gabungan melakukan tindak pidana di mana masing-masing belum mendapatkan putusan akhir.Dalam sistematika KUHP peraturan tentang perbarengan perbuatan pidana merupakan ketentuan mengenai ukuran dalam menentukan pidana (straftoemeting) yang mempunyai kecenderungan pada pemberatan pidana. Pada tahun 2010 sampai tahun 2012 di Pengadilan Negeri Kota Gorontalo terjadi 7 kasus tindak pidana gabungan. Sebagai contoh misalnya, di mana telah terjadi pencurian dan Pembunuhan di Perumahan Griya Balkin Permai Kota Gorontalo dimana kasus tersebut adalah kasus tindak pidana gabungan sehingga hakim menjatuhkan putusan dengan berdasarkan perbuatan yang dilakukan. Akibat dari adanya perbedaan jenis hukuman itu,.timbul pertanyaan bagaimanakah hukuman yang harus dijatuhkan. Apakah pelaku itu akan dijatuhi hukuman sekaligus (karena melakukan dua pelanggaran) ataukah dijatuhi hanya satu hukuman saja tetapi yang terberat. Contoh tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu gabungan melakukan tindak pidana, dimana satu orang telah melakukan beberapa peristiwa pidana gabungan melakukan tindak pidana dalam hukum positif sering diistilahkan dengan concursus yang diatur dalam bab VI buku 1 KUHP pasal 63 – 71. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam Penerapan Pidana Penjara Terhadap Delik Gabungan (Concursus – Samenloop) ? B. METODE PENULISAN Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Gorontalo.Jenis Penelitian yang digunakan adalahpenelitianHukum normatif, Sifat penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang
4
menjadi objek penelitian1. Analisis data yang dilakukan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder akan dianalisa secara kualitatif. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.2Dari definisi tersebut diatas tadi dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa Hukum Pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggarn dan kejahatan terhadap normanorma hukum yang mengenai kepentingan umum. Lebih lanjut mengenali tindak pidana didalam undang undang Negara kesatuan Republik Indonesia awalnya menggunakan istilah Straafbaarfeit untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasansecara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut. Dalam bahasa belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit dalam bahasa belanda diarikan sebagian dari kenyataan,sedang straafbaar berarti dapat di hukum,sehingga secara harfiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat di hukum.3 Menurut Erdianto Efendi, 2011;183, istilah samenloop dalam bahasa belanda diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam berbagai istilah antara lain perbarengan dan gabungan tindak pidana. Perbarengan merupakan kebalikan dari penyertaan, yaitu kalau dalam penyertaan satu tindak pidana dilakukan beberapa orang, maka dalam
1
Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum.hal. 105
2
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2142486-pengertian Hukum/ Akses Pada Tanggal 23/02/2013. 3 Ibid.5 5
perbarengan,
satu
atau
beberapa
orang-orang
melakukan
beberapa
tindak
pidana.4Adapun batasannya adalah : 1.
Satu tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh sesorang yang dengan tindakan tersebut terjadi dua/lebih tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam perundangan;
2.
Dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang yang dengan itu telah terjadi dua atau lebih tindak pidana sebagimana dirumuskan dalam perundangan dan
3.
Dua atau lebih tindakan yang dilakukan (aktif/pasif) oleh seseorang secara berlanjut yaitu dengan itu telah terjadi dua kali atau lebih tindak pidana.
Macam-Macam Tindak Pidana Gabungan Concursus Idealis Menurut Erdianto Efendi, 2011;1835, Pengaturan tentang perbarengan diatur dalam Pasal 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, dan 70. Pasal 63 menyatakan: 1).
Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
2).
Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Contoh perbuatan yang dimaksud Pasal 63 adalah seorang bersepeda di jalanan yang terlarang tanpa bel atau seorang mengendarai mobil yang mengakibatkan matinya 4
Erdianto Efendi, 2011, Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia.Refika Aditama. Bandung 5
Erdianto Efendi, 2011, Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia, hlm.183
6
seorang pengendara sepeda motor sekaligus menyebabkan seseorang yang lain luka. Yang termuat dalam Pasal 63 tersebut dalam literatur Hukum Pidana dikenal dengan istilah Concursus Idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk kedalamlebih dari satu aturan pidana. Sedangkan Pasal 65 ini dengan istilah perbarengan tindakan tunggal.Maksud dari concursus idealis, adalah adanya perbarengan hanya ada dalam pikiran.Perbuatan yang dilakukan hanyalah satu perbuatan tetapi sekaligus telah melanggar beberapa pasal perundag-undangan hukum pidana. Contohnya adalah suatu perkosaan dimuka umum, selain melanggar Pasal 285 sekaligus juga merupakan pelanggaran Pasal 281 tentang kesusilaan. Perbuatan Berlanjut (Pasal 64 KUHP) Perbuatan berlanjut merupakan istilah untuk menjelaskan apa yang dimaksud dalam Pasal 64 KUHP yang dalam Pasal 64 KUHP yang dalam Bahasa Belanda disebut (Voortgezettehandeling). Selengkapnya isi Pasal 64 adalah sebagai berikut : 1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat; 2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah
melakukan
pemalsuan
atau
perusakan
mata
uang,
dan
menggunakan barang yang dipalsu atau dirusak itu; 3) Akan tetapi jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat (1) sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam Pasal 362, 372, 378, dan 406. Berdasarkan ketentuan Pasal 65 di atas perbuatan/tindakan berlanjut apabila tindakan-tindakan itu masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, akan tetapi ada hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai tindakan berlanjut. Seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan
7
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.Dalam kriteria ”perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah : a. Tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak. b. Delik yang terjadi itu sejenis c. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau lama. Concursus Realis (Pasal 65-71 KUHP) Menurut Laden Marpaung, 2009;326,Concursus realis diatur dalam Pasal 65 sampai 71 yaitu sebagai berikut: Pasal 65: 1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana. 2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. Pasal 66 1) Dalam perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga; 2) Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu. Pasal 67: Jika orang di jatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, disamping itu tidak boleh di jatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak 6
Leden Marpaung, 2009. Asas-Teori-Praktik, Hukum Pidana, hal.32
8
tertentu,perampasan barang-barang yang telah di sita sebelumnya,dan pengumuman putusan hakim.Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan,dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana Dasar pertimbangan hakim dalam Penerapan Pidana Penjara Terhadap Delik Gabungan (Concursus-Samenloop). Di dalam dasar pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim terhadap penerapan Pidana penjara tindak pidana gabungan maka dapat di tinjau dari segi hukum (yuridis) dan dari segi non hukum (non yuridis). Berdasar dari segi hukum (yuridis), diketahui bahwa berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dipersidangan yaitu setelah menghubungkan antara keterangan saksi yang diajukan di depan persidangan, maupun keterangan dari terdakwa, baik yang dibacakan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun saksi yang hadir di muka persidangan. Seperti halnya contoh dalam kasus yang dituntut oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa dengan dakwaan dalam melakukan tindak pidana yaitu pasal 378 KUHP dakwaan kesatu dan pasal 372 KUHP dakwaan kedua dan dapat diketahui bahwa dakwaan tersebut disusun secara alternatif maka menjadi kewenangan Majelis Hakim untuk membuktikan dakwaan pasal 378 KUHP Penuntut Umum tersebut, dan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana yang terkandung didalam pasal 378 KUHP tersebut. Dalam hal penjatuhan pidana penjara oleh hakim terhadap penerapan hukum pada kasus tindak pidana gabungan adalah apabila hakim berkeyakinan dan melalui pengamatan teliti terhadap dilakukannya pengawasan yang cukup terhadap dipenuhinya syarat-syarat yang telah di tetapkan hakim kepada terpidana, hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejahatan dan menghormati hak asasi manusia.Suatu sanksi pidana mempunyai dua aspek penting, yaitu untuk kepentingan terpidana itu sendiri dan untuk kepentingan masyarakat. Apabila hakim yakin bahwa dengan menjalani pidana penjara terpidana akan menjadi lebih baik tentu saja terdakwa akan dijatuhkan pidana penjara. Tetapi apabila keyakinan hakim bahwa pidana
9
penjara akan menjadikan terpidana lebih buruk maka alternatif yang lain adalah bahwa terdakwa dapat dijatuhkan pidana bersyarat. Namun dalam kenyataan yang ada sekarang ini, dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat masih terdapat adanya perbedaan status sosial. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari adanya penjatuhan pidana bersyarat rata-rata masih didominasi bagi golongan menengah keatas, bagi golongan menengah kebawah hal tersebut masih perlu suatu pertimbangan, karena anggapan bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang golongan menengah kebawah akan cenderung dilakukan berulang-ulangan dengan dalih alasan perekonomian yang sulit. Dengan adanya hal ini maka keadilan belum bisa ditegakkan apabila masih terdapat perbedaan status sosial.Sesuai dengan kenyataannya yang ada, dalam menjatuhkan pidana, Hakim yang memutus perkara ini tidak melihat dari status sosial terdakwa. Dengan mengetahui efek dari berbagai sanksi pidana pada umumnya, maka hakim dapat mempertimbangkan dengan lebih mantap jenis pidana atau cara pelaksanaan pidana apakah yang paling sesuai untuk kasus tertentu. Untuk itu diperlukan adanya informasi yang cukup, tidak hanya tentang pribadi terdakwa, akan tetapi juga tentang keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan yang dituduhkan
sehingga
hakim
dapat
mempertimbangkan
faktor-faktor
yang
memberatkan dan meringankan terdakwa jika hakim menjatuhkan putusan pidana bersyarat (hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Dengan dasar itulah Majelis Hakim berpendapat bahwa penegakkan hukum harus dilakukan secara tegas, lugas namun tetap manusiawi sehingga pidana bersyarat adalah lebih tepat dan adil apabila diterapkan kepada terdakwa meskipun pada prinsipnya Majelis hakim sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Faktor dari terdakwa tersebut maksudnya adalah dari latar belakang terdakwa, mengenai faktor psikologis maupun faktor ekonomi.Faktor psikologis yaitu dilihat apakah dalam diri terdakwa mempunyai kecenderungan untuk
10
melakukan suatu tindak kejahatan yang dikaitkan dengan kondisi jiwa pelaku.Sedangkan dari segi ekonomi yaitu bahwa terdakwa adalah penopang kehidupan keluarganya, dimana dalam keluarganya terdakwa merupakan satusatunya harapan keluarga dalam mencukupi kebutuhan perekonomian keluarga. Dari adanya pendapat tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam memutus pidana bersyarat para hakim Pengadilan Negeri Gorontalo selain melihat dari segi hukumnya (yuridis) juga memperhatikan segi non hukum (non yuridis) dengan mempertimbangkan beberapa faktor-faktor yang ada dalam diri terdakwa yang dirumuskan dalam unsur-unsur yang memberatkan terdakwa maupun unsur-unsur yang meringankan terdakwa (menurut pengamatan dan keyakinan hakim terhadap terdakwa).Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan rasa keadilan terhadap terdakwa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sehingga jelaslah bahwa hakim pengadila negeri gorontalo tersebut dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku Perbarengan sudah barang tentu dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku.Dalam pembahasan kali ini yang menjadi sorotan adalah perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan.Tindak pidanatindak pidana yang telah terjadi itu sesuai dengan yang dirumuskan dalam perundang-undangan.Sedangkan kejadiannya sendiri dapat merupakan hanya satu tindakan saja, dua/lebih tindakan atau beberapa tindakan secara berlanjut.Dalam hal dua/lebih
tindakan
tersebut
masing-masing
merupakan
delik
tersendiri,
dipersyaratkan bahwa salah satu di antaranya belum pernah diadili. Ajaran mengenai samenloop ini merupakan salah satu ajaran yang tersulit di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan dapat memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri, maupun permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam ajaran tersebut, apabila orang itu tidak mengikuti perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri.
11
Perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri, khususnya yang terdapat didalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP, terjemahan perkataan feit di pasal ini dengan perkataan perbuatan menunjukkan bahwa team penerjemah Departemen Kehakiman R.I. (sekarang Departemen Hukum dan HAM) Secara resmi telah menafsirkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu sebagai suatu perbuatan yang nyata, yakni suatu penafsiran yang oleh Hoge Raad (HR) sendiri telah ditinggalkan sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Kiranya tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman itu juga tidak akan menerjemahkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu dengan perkataan perbuatan, seandainya tim tersebut mengetahui bahwa sudah sejak setengah abad yang lalu terdapat keberatankeberatan terhadap penggunaan perkataan perbuatan itu sendiri. Putusan hakim Pengadilan Negeri Gorontalo pada kasus tersebut memang sudah tepat bahwa memang terdapat penggabungan yaitu Concursus Realis dalam kasus tersebut. Akan tetapi, hakim tidak menerangkan dasar hukum dari ConcursusRealis secara tepat karena mencantumkan baik pasal 65 dan 66 KUHP secara bersamaan padahal kedua pasal tersebut mengatur dua hal yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa hakim pengadilan gorontalo tidak tahu secara pasti bentuk dari Concursus Realis yang terjadi.Selain itu, hakim juga tidak mencantumkan dasar-dasar hukum lainnya yang menguatkan posisi dari Concursus Realis dalam kasus tersebut dan hanya mencermati dari pemidanaan yang seharusnya diberikan kepada terdakwa. Oleh karena itu, pasal yang tepat dalam menjelaskan dan menggali pertimbangan tersebut kami menjelaskan Pasal 66 ayat (1) KUHP yang menjadi landasan kami untuk menganalisis, yang menyebutkan: Pertimbangan Hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pasal pertama 378 KUHP
dan pasal kedua 372 KUHP pada putusan NO.
210/Pid.B/2012/PN. GTLO Menimbang bahwa sebelummenjatuhkan pidana kepada terdakwa , terlebih dahulu Majelis akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
12
meringankan sebagi berikut . Hal – hal yang memberatkan: (1) Perbuatan terdakwa tersebut merugikan orang lain. (2) Sifat dari perbuatan itu sendiri yang dapat meresahkan dan menggagu ketertiban masyarakat. Hal – hal yang meringankan. (1) Terdakwa mengaku belum pernah dihukum. (2) Terdakwa masih muda sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki dirinya. (3) Terdakwa berlaku sopan di persidangan. (4) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga melancarkan jalanya persidangan. (5) Terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. (6) Bahwa barang bukti berupa sebuah sepeda motor merek Yamaha Mio Sporti dengan nomor polisi DM 3161 AL warna putih kini telah dikembalikan oleh terdakwa; Menimbang bahwa selama terdkwa berada dalam tahan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dikurungkan sengenapnya dari pidanayang dijatuhkan tersebut. Menimbang, bahwa karena lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa lebih lama dari
tahanan yang telah dijalani
olehnya, maka terdakwa harus diperintahkan agar tetap berada dalam tahanan. D. SIMPULAN DAN SARAN Bahwa dasar pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim terhadap penerapan Pidana penjara tindak pidana gabungan maka dapat di tinjau dari segi hukum (yuridis) dan dari segi non hukum (non yuridis). Dari segi hukum (yuridis), diketahui bahwa berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dipersidangan yaitu setelah menghubungkan antara keterangan saksi yang diajukan di depan persidangan, maupun keterangan dari terdakwa, baik yang dibacakan di muka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun saksi yang hadir di muka persidangan. Seperti halnya contoh dalam kasus yang dituntut oleh jaksa penuntut umum terhadap terdakwa dengan dakwaan dalam melakukan tindak pidana yaitu pasal 378 KUHP dakwaan kesatu dan pasal 372 KUHP dakwaan kedua dan dapat diketahui bahwa dakwaan tersebut disusun secara alternatif maka menjadi kewenangan Majelis Hakim untuk membuktikan dakwaan pasal 372 KUHP Penuntut Umum tersebut, dan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
13
melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana yang terkandung didalam pasal 372 KUHP tersebut. Mempertimbangkan dasar-dasar dikenakannya suatu penjatuhan hukuman berupa vonis maupun masalah gabungan tindak pidana tidak dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana, sehingga putusan tersebut haruslah diperbaiki. SARAN Agar nantinya pertimbangan yang digunakan oleh Majelis Hakim terhadap penerapan Pidana penjara tindak pidana gabungan maka dapat di tinjau dari segi hukum (yuridis) dan dari segi non hukum (non yuridis). bahwa menyarankan bagi para aparatur penegak hukum termasuk calon aparatur penegak hukum kelak di masa datang, agar selalu mempertimbangkan dan menganalisis suatu permasalahan dengan menyeluruh sehingga mendapatkan suatu penafsiran yang tidak salah, terutama Hakim. Agar nantinya teori-teori gabungan tindak pidana hendaknya tidak ditafsirkan saja yaitu yang berdasar pada undang-undang, tetapi juga sumber hukum tidak terbatas dari perundang-undangan, akan tetapi meliputi juga doktrin, yurisprudensi hakim dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir, Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Evi Hartati, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Semarang: Sinar Grafika Erdianto Efendi, 2011, Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia.Refika Aditama. Bandung Leden Marpaung, 2009. Asas-Teori-Praktik, Hukum Pidana, Sinar Grafika. Jakarta Peter Mahmud, Marzuki, 2005. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Rianto, Ali, 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit: Jakarta. Ronny Hanitijo Soemitro.dalam bukunya Mukti Fajar dan Yulianto achmad Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2010 Romli Atmasasmita, 2007 Teori dan Kapikta Selekta Kriminologi, Bandung ; Adi Tama. Soerjono Soekanto 2007 Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta; UI Press 14
Soerjono, Soekanto, 1984. Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press: Jakarta. Sugiono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung. Topo Santoso, dkk 2001 Kriminologi Jakarta ; Grapindo Persada. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta http://farahfitriani.wordpress.com/2011/10/30/gabungan-concursus-dalam-hukum-pidana/ http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2142486-pengertian-Hukum/#
15