i
KARAKTERISTIK TEKSTUR BROWNIES YANG DIPANGGANG DENGAN MICROWAVE DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI
MEDI NOVA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini Saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul ”Karakteristik Tekstur Brownies yang Dipanggang dengan Microwave dengan Penambahan Pati Termodifikasi” adalah benar karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016 Medi Nova NIM F252124045
iv
RINGKASAN MEDI NOVA. Karakteristik Tekstur Brownies yang Dipanggang dengan Microwave dengan Penambahan Pati Termodifikasi. Dibimbing oleh Dr.Ir. Feri Kusnandar,MSc dan Dr.Ir. Elvira Syamsir,MSc. Teknologi microwave dapat diaplikasikan dalam proses pemanggangan secara cepat dalam pembuatan brownies siap saji. Radiasi microwave berpenetrasi ke dalam premix brownies yang menyebabkan panas berpindah dari bagian dalam produk ke bagian permukaan. Dibandingkan dengan brownies yang dipanggang dengan menggunakan oven, pemanggangan premix brownies dengan menggunakan microwave menghasilkan brownies yang kurang mengembang, tekstur yang lebih padat, crumb yang lebih keras dan kering, struktur yang lebih kasar, dan distribusi panas yang tidak seragam. Produk brownies microwave juga lebih cepat mengalami staling selama penyimpanan. Penelitian ini mempelajari pengaruh penambahan pati termodifikasi dalam formulasi premix brownies yang kemudian dipanggang dengan microwave terhadap kualitas tekstur dan kemampuannya menghambat staling selama penyimpanan. Jenis pati termodifikasi yang digunakan adalah pati pregelatinisasi dan ikatan silang dari jagung waxy (pati PIW), pati pregelatinisasi dari kentang (pati PK), dan pati pregelatinisasi dan disubsitusi hidroksipropil dari jagung waxy (pati PHW). Microwave diatur pada suhu pemanasan sedang-tinggi (90-95º C, 600 watt) dengan waktu panggang tiga menit. Perubahan tekstur brownies, yaitu karekateristik fisik (kekerasan, kohesivitas, kelengketan ) dan karakteristik organoleptik (pori-pori crumb, moistness, kelembutan, kepadatan dan penerimaan keseluruhan) dievaluasi selama penyimpanan. Penggunaan pati PIW dan PHW sebanyak 1% menghasilkan mutu brownies microwave awal yang paling baik berdasarkan kriteria moistness, kepadatan, kelembutan dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan. Penambahan pati PHW mampu menghambat staling dari brownies microwave paling efektif selama tiga hari penyimpanan berdasarkan kriteria moistness, kepadatan dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan namun hanya dua hari penyimpanan berdasarkan kriteria kelembutan. Kata kunci: brownies, microwave, pati termodifikasi, staling
v
SUMMARY MEDI NOVA. Texture Characteristics of Microwave-Baked Brownies with the Addition of Modified Starches. Supervised by Dr.Ir. Feri Kusnandar,MSc dan Dr.Ir. Elvira Syamsir,MSc. Microwave technology is potentially applied in the processing of brownies. Microwave radiation penetrates into the product, resulting in heat transfer from inside to the product surface. Microwaved brownies has less swelling and more dense texture, harder crumb, more coarse in structure, less uniform temperature distribution during heating and experiences a rapid staling during storage. This research studied the effects of modified starch addition in the formula of brownies premix to the texture characteristics and staling inhibition of microwavebaked brownies during storage. Three types of modified starches, i.e. pregelatinized and crosslinked waxy corn starch (PIW starch), pregelatinized potato starch (PK starch), and pregelatinized and hydroxypropylated-substituted waxy corn (PHW starch) were tested. The microwave was set at medium-high heating temperature (90-95oC,600 watts) for three minutes. The texture characteristics (hardness, cohesiveness, and adhesiveness) and sensory characteristics (crumb pore, moistness, softness, density and overall acceptance) were evaluated during storage. Freshly microwave-baked brownies with the addition of starch PIW or PHW for 1% had excellent texture based on its moistness, density, softness dan overall criteria. However, brownies with the addition of starch PHW showed the most stable texture and least staling after three-day storage based on its moistness, density and overall criteria. However, the product had softness acceptability only for two-day storage. Keywords: brownies, microwave, modified starch, staling
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
KARAKTERISTIK TEKSTUR BROWNIES YANG DIPANGGANG DENGAN MICROWAVE DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI
MEDI NOVA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
viii
Penguji pada Ujian Tesis : Dr. Nugraha Edi Suyatma, STP, DESS
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai September 2015 ini adalah mempelajari karakteristik tekstur brownies yang dipanggang dengan microwave dengan penambahan pati termodifikasi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Feri Kusnandar,MSc dan Ibu Dr Elvira Syamsir, STP MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada suami, ayah, ibu, anak-anak serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya serta kepada rekan-rekan PT SST atas bantuan dan dukungan hingga selesainya tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat diaplikasikan.
Bogor, Februari 2016 Medi Nova
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang Lingkup Tujuan Manfaat
1 2 2 2
2. TINJAUAN PUSTAKA Premix Brownies Microwave Pemanggangan dengan Microwave Pati Staling Tekstur
3 4 6 7 12 14
3. METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Metode Analisis Analisis Data
15 15 16 18 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Pasting Pati Parameter Mutu Sensori Brownies Microwave Suhu dan Waktu Panggang Brownies Microwave Jenis dan Konsentrasi Pati Termodifikasi Terbaik Stabilitas Tekstur Brownies Microwave selama Penyimpanan
20 21 22 23 26
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
32 32 33
LAMPIRAN
37
xii
DAFTAR TABEL 1 Perbedaan Karakteristik Amilosa dan Amilopektin 2. Rasio Amilosa/Amilopektin, Bentuk dan Ukuran Granula Beberapa Sumber Pati 3 Formula Premix Brownies Kontrol 4 Profil Pati Termodifikasi PIW, PHK dan Tepung Terigu 5 Skor Sensori Brownies Microwave pada Suhu dan waktu Pemanggangan yang Berbeda 6 Kekerasan dan Kelengketan Brownies dengan Penambahan Pati Termodifikasi 7 Skor Sensori Brownies dengan Penambahan Pati Termodifikasi 8 Korelasi Karakteristik Fisik Brownies Microwave dengan Karakteristik Organoleptik
8 8 15 21 23 24 25 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Model Retrogradasi Pati Model Zobel dan Kulp 13 Diagram Alir Tahapan Penelitian 16 Grafik Profil Pati Termodifikasi PIW, PK, PHW dan Tepung Terigu 22 Kadar Air Brownies dengan Pati Termodifikasi Konsentrasi 1% dan 2% 23 Kadar Air Brownies Microwave selama Penyimpanan 26 Kekerasan Brownies Microwave selama Penyimpanan 27 Kohesivitas Brownies Microwave selama Penyimpanan 28 Moistness Brownies Microwave selama Penyimpanan 28 Kepadatan Brownies Microwave selama Penyimpanan 29 Kelembutan Brownies Microwave selama Penyimpanan 30 Skor Rating Hedonik Keseluruhan Brownies Microwave selama Penyimpanan 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 Focus Group Discussion 2 Form Evaluasi Sensori 3 Deskripsi dan Metode Pengujian Parameter Uji Sensori Brownies Hasil Focus Group Discussion
38 40 41
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesibukan masyarakat di kota menyebabkan konsumen sekarang menginginkan makanan yang cepat saji, mudah dikonsumsi saat bepergian dan tetap nikmat disantap. Gaya hidup masyarakat di kota mendukung kecenderungan dan bisnis tersebut. Bisnis makanan cepat saji dan fresh from the oven dalam bentuk porsi-porsi kecil yang siap disantap berkembang sangat pesat, di antaranya produk yang dapat disajikan dengan cepat di restoran, kafe, chain outlet dan mini market. Kecendrungan yang sama juga mulai terlihat pada pengembangan produk bakeri yang disajikan secara langsung di hadapan konsumen, sehingga kecepatan penyajian menjadi sangat penting agar konsumen tidak menunggu terlalu lama. Konsep pangan cepat saji ini berpeluang diterapkan pada produk bownies yang merupakan salah satu kelompok produk bakeri yang banyak digemari masyarakat. Hasil survei Sumarwan (2013) terhadap konsumsi kue produk bakeri, jenis kue yang paling banyak dibeli konsumen adalah jenis brownies, disusul kue kering, kue basah, black forest dan lain-lain. Penyajian cepat dapat dilakukan dengan berkembangnya premix brownies bagi pelaku usaha bakeri dan pastry yang menginginkan kecepatan dalam penyajian produk tapi tetap mengutamakan kualitas. Keuntungan lain dari premix brownies adalah mutu brownies yang dihasilkan lebih seragam dan mampu meminimalisasi resiko kesalahan atau kegagalan selama produksi. Kemampuan microwave untuk memasak atau memanggang produk secara volumetrik menyebabkan microwave saat ini banyak digunakan dalam penyiapan pangan cepat saji (Kumar et al 2014). Penggunaan premix brownies berpotensi untuk dibuat sebagai produk pangan siap saji yang dapat disiapkan dengan cepat dengan menggunakan microwave. Gelombang elektromagnetik microwave berpenetrasi ke dalam produk sehingga menghasilkan pemanasan di bagian dalam makanan yang lebih besar dibandingkan permukaan produk (Chavan dan Chavan 2010). Kelemahan microwave menghasilkan kualitas produk bakeri yang tidak diinginkan yaitu produk yang kurang mengembangan, tekstur padat, crumb yang keras, kering dan kasar, kematangan yang tidak seragam serta lebih cepat mengalami staling (Sumnu dan Seihun 2005). Seyhun et al (2003) melaporkan bahwa penggunaan emulsifier, gum dan lemak mampu menghambat staling pada kue yang dipanggang dengan microwave selama penyimpanan. Dalam penelitiannya yang lain, Seyhun et al (2005) juga melaporkan bahwa staling kue yang dipanaskan dengan microwave dapat dihambat dengan penambahan pati pregelatinisi. Kombinasi pati termodifikasi pregelatinisasi dan ikatan silang mampu mempertahankan kandungan air produk setelah pemanggangan karena memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar dari pati termodifikasi pregelatiniasai saja serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengadukan yang lebih lama (Thomas dan Atwell 2008). Pati termodifikasi pregelatinisasi dan subsitusi mampu mempertahankan kandungan air produk setelah pemanggangan dan memperlambat staling selama penyimpanan sehingga umur simpan produk meningkat (Thomas dan Atwell
2 2008). Namun demikian, penggunaan kombinasi pati termodifikasi dalam produk brownies microwave untuk mengurangi staling belum dilaporkan.
1.2 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari tugas akhir ini adalah membuat reformulasi brownies yang dipanggang dengan microwave dengan menambahkan pati termodifikasi sehingga dapat menghasilkan brownies yang dapat menghambat staling selama penyimpanan pada industri penyedia bahan baku dan bahan pendukung bakeri (PT SST).
1.3 Tujuan Tujuan dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jenis dan konsentrasi pati termodifikasi yang dapat memberikan tekstur brownies yang terbaik setelah dipanggang dengan microwave. 2. Menentukan jenis dan konsentrasi pati termodifikasi yang dapat menghambat staling brownies selama penyimpanan.
1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pelaku usaha untuk mengembangkan premix brownies yang dapat dipanggang secara singkat menggunakan microwave oven dengan penambahan pati termodifikasi sehingga mampu menghambat staling brownies selama tiga hari penyimpanan.
3
1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premix Brownies Premix adalah sebuah formulasi dasar untuk membuat aneka produk bakeri yang berkualitas. Penggunaan premix semakin meningkat karena pelaku usaha bakeri dan pastry yang menginginkan kecepatan dalam penyajian produk, namun tetap mengutamakan kualitas. Premix memberikan kemudahan bagi produsen di food service dan industri bakeri. Premix juga menghemat waktu untuk menyiapkan atau menyimpan bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Premix juga sangat membantu untuk produksi bisnis yang berskala besar dengan outlet lebih dari satu atau yang sudah memiliki waralaba (franchise). Pengembangan tepung premix sebagai resep dasar untuk memproduksi beragam produk bakeri (seperti roti, cake, pastry, dan cookies) merupakan terobosan bagi bisnis bakeri dan membuka peluang pasar untuk diaplikasikan di skala rumah tangga, hotel, restauran dan kafe. Menurut Hegenbart (1998), premix memberikan keuntungan dalam hal efektifitas biaya bagi bakeri karena mereka tidak perlu membeli tepung terigu yang umumnya dijual bulky dan dapat mempekerjakan karyawan yang memiliki keterampilan yang rendah. Keuntungan lain yang ditawarkan premix adalah kenyamanan karena produk hanya dibuat dengan menambahkan air. Premix juga menjamin kualitas produk lebih konsisten karena dilakukan pengujian sebelum produk dijual untuk memastikan ketepatan proporsi setiap bahan dalam campuran. Premix juga memberikan kemudahan dan menyederhanakan prosedur pembuatan produk bakeri yang dapat meminimalkan resiko kesalahan atau kegagalan produksi karena kelalaian dalam persiapan dan pembuatan. Premix tidak menghilangkan kekhasan produk dan setiap premix memiliki keunggulan masing-masing. Namun demikian premix tetap luwes dan fleksibel sehingga dapat dikreasikan sesuai keinginan konsumen dan potensi pasar. Di Indonesia, kecenderungan penggunaan premix di dunia bakeri semakin meningkat seiring dengan industri bakeri modern yang tumbuh menjamur. Para pengusaha bakeri dan pastry, baik dari kalangan produsen bakeri skala besar maupun industri bakeri skala rumah tangga, semakin banyak mengembangkan premix. Premix merupakan kontrol yang baik untuk menjaga konsistensi produk setiap hari secara serentak di beberapa outlet. Premix sangat membantu menyederhanakan pekerjaan baker dalam hal penimbangan, seleksi dan pemisahan bahan dan penghilangan metode-metode tradisional lain yang dianggap rumit (Santoni 2011). Kerahasiaan komposisi yang digunakan juga bisa terjaga karena campuran dibuat langsung oleh central kitchen atau pemasok yang telah ditentukan. Penghematan waktu bisa dilakukan, karena para baker tidak perlu lagi menyediakan dan menimbang bahan-bahan. Penanganan bahan menjadi lebih mudah karena tepung premix berwujud kering sehingga kondisi penyimpanannya relatif lebih stabil (Santoni 2011). Brownies adalah makanan selingan yang dibakar, berbentuk persegi dengan bentuk flat, yang dikembangkan di Amerika pada akhir abad ke-19 dan dipopulerkan di Amerika Serikat dan Kanada pada awal abad ke-20. Tekstur brownies antara kue dan cookies yang lembut dan memiliki banyak variasi bentuk.
4 Tergantung dari densitasnya, tekstur brownies dapat berbentuk padat atau ringan. Kue brownies termasuk kelompok produk intermediate moisture food (IMF) dengan kadar air 10-20% (Cauvain dan Young 2006). Hasil survei Sumarwan (2013) terhadap pola konsumsi produk bakeri masyarakat Bandung menunjukkan bahwa jenis kue yang paling banyak dibeli konsumen adalah brownies, yang disusul dengan kue kering, kue basah, black forest dan lain-lain. Oleh karena itu premix brownies memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di bisnis bakeri, rumah tangga, hotel, restauran dan kafe.
2.2 Microwave Microwave adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang di antara gelombang radio dan infrared dengan frekuensi 300 Mhz sampai 30 GHz. Penggunaan microwave pada aplikasi produk pangan yang ditetapkan US Federal Communication Commission menggunakan frekuensi 915±13 MHz sampai 2450 MHz±50. Pemanasan menggunakan frekuensi 2450 MHz memiliki keterbatasan dalam hal kecilnya kedalaman penentrasi panas microwave ke dalam produk (±1 cm) sehingga menyebabkan pemanasan yang tidak seragam dan pola pemanasan yang tidak dapat diprediksi. Secara umum pemanasan menggunakan frekuensi 915 MHz memiliki kedalaman penetrasi panas ke dalam produk yang lebih besar (±3 cm) sehingga menghasilkan pemanasan yang lebih seragam dan pola pemanasan yang lebih dapat diprediksi dan diulang kembali (Sakiyan et al 2007). Pada oven microwave, gelombang mikro biasanya dihasilkan oleh perangkat elektromagnetik yang disebut "magnetron" yang menghasilkan medan listrik bolak-balik. Mekanisme pemanasan makanan menggunakan microwave dapat dikategorikan menjadi dua group yaitu rotasi dipolar dan konduksi ionik. Energi microwave berpenetrasi ke dalam makanan dan menghasilkan sumber panas yang didistribusikan secara volumetrik. Hal ini menyebabkan terjadinya fraksi molekuler yang menghasilkan rotasi dipolar larutan yang bersifat polar dan dari migrasi konduksi ion terlarut. Kedua mekanisme ini disebabkan oleh medan listrik dengan arus bolak balik di sekitar produk dan sifat dielektrik dari bahan pangan (Alton 1998). Air sebagai salah satu bahan utama dalam pangan merupakan sumber panas utama dalam rotasi dipolar tersebut. Panas yang dihasilkan ke seluruh bagian bahan makanan menghasilkan kecepatan pemanasan yang lebih cepat dan waktu pemanasan yang lebih pendek dibandingkan pemanasan menggunakan oven konvensional. Menurut Chavan dan Chavan (2010), beberapa karakter produk pangan yang mempengaruhi pemanasan menggunakan microwave adalah sebagai berikut: (1) Dielectric Loss Factor Sifat dielectrik dan kedalaman penetrasi panas merupakan sifat elektris yang berperan dalam proses pemanasan makanan dalam oven microwave. Sifat dielektrik terdiri atas dielektrik konstan (ε’) dan dielektrik loss factor (ε’’). Dielektrik konstan adalah kemampuan bahan untuk menyimpan energi microwave sedangkan dielektrik loss factor adalah kemampuan bahan mengubah energi microwave menjadi panas (Calay et al. 1994). Kehilangan energi
5 microwave terjadi saat energi elektrikal melewati kapasitor yang bekerja on dan off secara bergantian. (2) Kedalaman Penetrasi Panas Kedalaman penetrasi panas adalah kedalaman panas suatu bahan dimana tingkat energi mencapai 37% dari energi di permukaan bahan. Istilah kedalaman penetrasi half- power juga digunakan dalam mengukur kedalaman penetrasi panas. Kedalaman half-power merupakan kedalaman panas bahan dimana tingkat energi mencapai setengah dari energi di permukaan bahan. Kedalaman penetrasi panas dipengaruhi oleh panjang gelombang, dielektrik konstan dan dielektrik loss factor. (3) Geometri Bentuk makanan merupakan bagian kritis untuk memperoleh hasil pemanasan yang lebih baik. Bentuk bola merupakan bentuk ideal pangan dalam pemanasan menggunakan microwave karena penetrasi panas dari energi microwave terfokus ke bagian tengah bola. Konsentrasi panas pada bagian tengah bola tergantung pada diameter dan sifat dielektrik produk. Pada 2450 MHz, pusat pemanasan terjadi pada diameter 25-55 mm, sedangkan pada pemanasan 915 MHz diameter pusat pemanasan 2.5 kali lebih besar (diameter 20- 60 mm) (Ohlsson dan Risman 1978). Panas microwave terkonsentrasi di bagian sudut jika pangan yang dipanaskan memiliki sudut. Pemanasan terkonsentrasi ini sangat merugikan untuk pemanasan dengan tipe konduksi karena tidak dapat mengatasi perbedaan suhu, sehingga dapat menyebabkan produk pecah, seperti pemanasan telur dalam cangkangnya. Jika menggunakan suhu pemanasan yang lebih rendah, maka pemanasan konduksi berlangsung lebih lama (Chavan dan Chavan 2010). (4) Luas Permukaan Chamchong dan Data (1999) mempelajari pengaruh bentuk dan luas permukaan produk terhadap kecepatan pemanasan, waktu thawing dan ketidakseragaman pemanasan. Semakin besar luas permukaan produk yang dipanaskan, maka semakin cepat proses pemanasan karena energi yang terserap lebih besar. Hal ini yang menyebabkan produk yang lebih tipis dan kecil memerlukan waktu pemanasan yang lebih cepat karena energi microwave lebih mudah berpenetrasi ke dalam produk. Ketebalan produk sebaiknya tidak lebih dari 2.5 kali penetrasi panas microwave pada frekuensi yang digunakan. (5) Panas Jenis Panas jenis (specific heat) merupakan rasio antara kapasitas panas terhadap air. Panas jenis merupakan ukuran yang menggambarkan energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu produk dengan jumlah tertentu. Nilai panas jenis produk sangat berhubungan dengan kandungan air produk. Pemanasan minyak lebih cepat dibandingkan pemanasan air dengan berat yang sama (Berringer et al 1994). Berdasarkan persamaan keseimbangan energi Lambert Law, peningkatan suhu pemanasan micro-wave berbanding terbalik dengan panas jenis produk (Yang dan Gunasekaran 2003). (6) Densitas Produk yang memiliki kadar air yang lebih rendah memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan produk dengan kadar air yang lebih tinggi. Produk dengan densitas yang lebih rendah membutuhkan energi panas yang lebih sedikit untuk memanaskan produk pangan. Makanan dengan difusivitas panas yang
6 tinggi akan cende-rung menyeimbangkan panas produk di bagian pusat dan permukaan produk (Buffler 1993). (7) Konduktivitas Panas Konduktivitas panas (thermal conductivity) menggambarkan ukuran kemam-puan bahan pangan untuk memindahkan panas karena respon terhadap perbedaan suhu. Tanpa adanya konduksi panas perbedaan suhu yang tidak dapat diterima selama pemanasan di microwave dapat diminalkan dengan mengurangi laju pemanasan microwave. Laju pemanasan produk tergantung pada konduktivitas panas dan panas jenis, sedangkan energi yang diserap tergantung pada sifat dielektrik produk. Agar distribusi panas lebih merata di dalam microwave kedua panas tersebut (kon-duktivitas panas dan panas jenis) dan sifat dielektrik produk perlu diseimbangkan (Buffer dan Stanford 1991). (8) Suhu Awal dan Akhir Pemanasan Waktu pemanasan tidak hanya tergantung pada tingkat power yang digunakan tetapi juga rentang suhu pada setiap bagian microwave. Suhu awal produk mempengaruhi waktu pemanasan, produk beku yang dipanaskan dengan oven microwave membutuhkan waktu pemanasan yang lebih cepat dari pemanasan produk yang bukan beku. (9) Pendinginan Evaporasi Suhu permukaan makanan yang dipanaskan oleh energi microwave lebih dingin dari suhu di dalam makanan. Hal ini disebabkan suhu dilingkuangan microwave lebih dingin sehingga menyebabkan terjadinya pendinginan evaporasi.
2.3 Pemanggangan dengan Microwave Selama pemanggangan menggunakan oven konvensional, adonan dipanaskan dari permukaan produk ke bagian dalam produk secara konduksi, radiasi dan mengalami transformasi struktural termasuk gelatinisasi pati, denaturasi protein, pengembangan volume, evaporasi air pembentukan crust dan reaksi kecoklatan. Pemanasan dengan microwave mengalami mekanisme yang berlawanan, yaitu radiasi microwave berpenetrasi ke dalam produk dan berinteraksi dengan molekul yang memiliki dua muatan (seperti air) untuk memproduksi panas dan menghasilkan perubahan struktural dan pergerakan air. Penyerapan energi dari medan microwave meningkatkan pemanasan internal sebagai akibat dari peningkatan uap internal. Hal ini menyebabkan meningkatnya gradien tekanan sehingga meningkatkan kecepatan transfer uap air secara nyata dari bagian dalam produk ke bagian permukaan produk (Mirade et al 2004). Metode induksi panas yang berlawanan ini menyebabkan pemanggangan dengan microwave memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Menurut Marra et al (2010) keuntungan yang ditawarkan pemanasan menggunakan microwave adalah start up waktu yang lebih cepat, pemanasan yang lebih cepat, efesiensi energi, peluang untuk penghematan biaya, kontrol proses yang lebih tepat, dan nilai gizi pangan tetap dipertahankan. Masalah kualitas yang sering dihadapi dalam pemang-gangan dengan microwave berkaitan dengan ketidakseragaman panas, kurangnya pembentukan warna pada crumb dan crust karena tidak terjadinya proses karamelisasi, kurangnya pembentukan flavor, permukaan produk yang basah dan tidak renyah (crispy), tekstur yang kering dan keras,
7 volume produk yang lebih kecil dan flat dan proses staling yang berlangsung lebih cepat selama penyimpanan (Chavan dan Chavan 2010). Produk bakeri yang dipanggang dengan microwave memiliki kualitas yang berbeda dengan produk yang dipanggang dengan oven konvensional. Hal ini disebabkan perubahan fisikokimia yang tidak sempurna selama pemanggangan di microwave dan interaksi antara bahan-bahan utama dalam produk selama pemanggangan. Alasan lainnya adalah perbedaan mekanisme pemanasan antara microwave dan oven konvensional dalam memproduksi panas dan interaksi spesifik pada setiap bahan dalam produk dengan energi microwave (Chavan dan Chavan 2010). Menurut Sumnu dan Sahin (2005), tekstur yang keras dan kaku yang dihasilkan produk yang dipanggang dengan microwave berhubungan dengan percepatan perubahan gluten, tingginya amilosa yang keluar dari granula pati selama pemanggangan dan pati yang tidak tergelatinisasi dengan sempurna. Pada microwave oven, panas diserap oleh makanan dan proses pemanasan berlangsung secara cepat tetapi kondisi udara di sekitar produk dingin sehingga menyebabkan permukaan produk menjadi dingin. Saat evaporasi molekul air dalam produk secara langsung melewati udara dingin di sekitar produk dan berkondensasi. Hal ini mengakibatkan tidak terjadi reaksi Maillard dan karemelisasi selama pemanggangan dengan microwave (Chavan dan Chavan 2010).
2.4 Pati Pati merupakan cadangan karbohidrat dan komponen karbohidrat terbesar setelah selulosa. Pati terdapat dalam organ tanamanan sebagai cadangan makanan misalnya pada batang, buah, akar dan umbi dan merupakah sumber energi utama bagi manusia. Pati digunakan pada banyak bahan pangan karena fungsinya sebagai pengental, penstabil, pembentuk gel dan film. Granula pati memiliki struktur kristalin yang terdiri atas unit kristal dan unit amorf. Daerah kristalin tersusun atas amilopektin sedangkan fraksi amilosa banyak terdapat pada daerah amorf. 2.4.1 Polisakarida Penyusun Granula Pati Granula pati tersusun oleh dua komponen polisakarida utama yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer linier dari α-D-glukosa atau αD-glukopira-nosa yang terhubung satu sama lain dengan ikatan glikosidik α(1,4). Amilopektin merupakan polimer dari α-D-glukosa yang memiliki struktur percabangan, dimana terdapat dua jenis ikatan glokosidik yaitu ikatan glokosidik α(1,4) dan α(1,6). Ikatan glikosidik α(1,4) membentuk struktur linier amilopektin, sedangkan ikatan glikosidik α(1,6) membentuk titik-titik percabangan. Menurut Kusnandar (2010), perbe-daan karakter amilosa dan amilopektin dapt dilihat pada Tabel 1. Struktur amilosa sering digambarkan sebagai strukstur linier tetapi karena banyaknya gugus hidroksil pada amilosa menyebabkan terjadinya interaksi antar gugus hidroksil melalui ikatan hidrogen menyebabkan struktur amilosa berbentuk heliks. Amilopektin membentuk polimer yang jauh lebih besar dibandingkan amilosa. Amilopektin sering digambarkan seperti pohon yang bercabang-cabang
8 atau serabut akar. Rasio amilosa dan amilopektin berperan penting dalam pemilihan pati yang akan digunakan karena berpengaruh pada kemampuan pati untuk membentuk gel, mengental atau membentuk film (Kusnandar 2010). Rasio amilosa dan amilopektin pada beberapa sumber pati terdapat pada Tabel 2. Tabel 1. Perbedaan karakteristik amilosa dan amilopektin Karakteristik Struktur umum Derajat polimerisasi
Amilosa Linier 103
Berat molekul Komplek dengan Iodin Kemampuan membentuk gel Kemampuan membentuk film
< 0.5 juta Blue Kuat Kuat
Amilopektin Bercabang-cabang 104-105 (rantai linier) 20-25 (rantai percabangan) 50-500 juta Coklat kemerahan Lemah Lemah
Sumber: Thomas dan Atwell (2008) Amilosa dapat membentuk gel dan lapisan film setelah granula pati dimasak. Pembentukan gel dan lapisan film secara umum merupakan hasil dari penggabungan kembali polimer pati terlarut setelah proses pemasakan dan terjadi dengan cepat jika pati banyak mengandung amilosa (Kusnandar 2010). Hal ini disebabkan karena struktur amilosa yang linier lebih mudah berikatan sesamanya sendiri melalui ikatan hidrogen. Semakin tinggi amilosa maka kemampuan membentuk gel dan lapisan film akan semakin besar. Bentuk, ukuran dan struktur granula pati sangat bervariasi tergantung sumbernya dan menentukan profil gelatinisasi pati tersebut. Granula pati bersifat kompak karena diperkuat oleh ikatan hidrogen antara molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Oleh karena itu granula pati mempunyai struktur semi kristal yang tidak larut dalam air dingin (Kusnandar 2010). Tabel 2. Rasio amilosa/amilopektin, bentuk dan ukuran granula beberapa sumber pati
Sumber Pati
Rasio amilosa/ amilopektin
Sagu
27:73
Beras Jagung Kentang Tapioka Gandum Ubi jalar
17:83 26:74 24:76 17:83 25:75 18:82
Bentuk granula Elips terpotong Poligonal Poligonal Bulat Oval Elips Poligonal
Ukuran granula (µm)
Suhu gelatinisasi (°C)
20-60
60-72
3-8 5-25 15-100 5-35 2-35 16-25
61-78 62-74 56-69 52-64 52-64 58-74
Sumber: Kusnandar (2010) Amilosa dapat membentuk gel dan lapisan film setelah granula pati dimasak. Pembentukan gel dan lapisan film secara umum merupakan hasil dari
9 penggabungan kembali polimer pati terlarut setelah proses pemasakan dan terjadi dengan cepat jika pati banyak mengandung amilosa (Kusnandar 2010). Hal ini disebabkan karena struktur amilosa yang linier lebih mudah berikatan sesamanya sendiri melalui ikatan hidrogen. Semakin tinggi amilosa maka kemampuan membentuk gel dan lapisan film akan semakin besar. Bentuk, ukuran dan struktur granula pati sangat bervariasi tergantung sumbernya dan menentukan profil gelatinisasi pati tersebut. Granula pati bersifat kompak karena diperkuat oleh ikatan hidrogen antara molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Oleh karena itu granula pati mempunyai struktur semi kristal yang tidak larut dalam air dingin (Kusnandar 2010). 2.4.2 Gelatinisasi dan Pasting Pati Gelatinisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada saat dipanaskan dalam sistem air. Menurut Kusnandar (2010), mekanisme gelatinisasi terbagi atas tiga tahap, yaitu (1) penyerapan air oleh granula pati sampai batas yang akan mengembang secara lambat, air secara perlahan dan bolak balik berimbibisi ke dalam granula pati sehingga terjadi pemutusan ikatan hidrogen antara molekul dalam granula pati, (2) pengembangan granula secara cepat yang dikarenakan menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat birefriengencenya, dan (3) granula pecah jika cukup air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula. Selama proses gelatinisasi terjadi perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan. Saat granula pati mulai mengembang pati mengalami peningkatan viskositas sampai viskositas pati maksimum. Suhu saat suspensi pati mulai meningkat disebut suhu awal gelatinisasi. Di atas suhu gelatinisasi, pati semakin mengembang sehingga tidak mampu menampung air lagi, granula pati pecah dan molekul amilosa dan amilopektin menyatu dengan fase air sehingga viskositas menurun (viskositas breakdown) dan berlangsung terus dengan meningkatnya suhu pemanasan. Saat dilakukan pendinginan, viskositas pasta pati berangsur-angsur meningkat (viskositas setback). Hal ini terjadi karena reasosiasi ikatan hidrogen yang telah terputus diantara molekul amilosa dan amilopektin. Semakin tinggi kandungan amilosa pati maka semakin tinggi setback pati. Bila pendinginan dilanjutkan pasta pati membentuk gel yang disebut dengan proses gelasi. Secara umum semakin tinggi kandungan amilosa semakin kuat gel yang terbentuk. Dalam hal ini ikatan hidrogen antar pati semakin kuat peristiwa pembentukan kembali ikatan-ikatan hidrogen dari molekul amilosa dan amilopektin disebut dengan retrogradasi (Kusnandar 2010). Pasting adalah fenomena yang mengikuti gelatinisasi pati termasuk di dalamnya swelling, keluarnya komponen molekul pati dari granulanya bahkan total keru-sakan granula pati. Pasting tidak dapat dipisahkan dari gelatinisasi dan merupakan kelanjutan dari gelatinisasi (Thomas dan Atwell 2008). Pasting sering digunakan untuk mengetahui profil viskositas pati selama pemanasan dan pendinginan. Rapid Visco Analyzer (RVA) semakin popular digunakan sebagai alat analisis gelatinisasi dan pasting pati dibandingkan viscoamylograph. Pengukuran dengan RVA mencakup pengukuran viskositas maksimum, waktu mencapai viskositas maksimum, penurunan viskositas dan viskositas akhir.
10 2.4.3 Pati Jagung Waxy Pati jagung waxy hanya mengandung 100% molekul amilopektin. Genetik ini ditemukan di Cina pada awal tahun 1900-an saat tanaman jagung didatangkan dari Amerika. Saat dilarutkan dengan iodin menghasilkan warna merah bukan warna biru seperti pada umumnya pati. Ketika kernel jagung dipotong, endospermnya mengkilap seperti tampilan lilin sehingga disebut dengan “waxy corn” atau jagung waxy (BeMiller dan Whistler 2009). Pati waxy diperoleh dari tanaman barley, jagung, beras dan sorgum. Pati waxy tidak mengandung amilosa, hanya mengandung amilopektin pati waxy mulai mengental pada suhu rendah dan mengalami retrogradasi yang lebih rendah dibandingkan pati non-waxy, viskositas lebih stabil dan relatif kecil mengalami retrogradasi (Vaclavik, dan Christian 2007). Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi meningkatkan kekentalan adonan tapi tidak membentuk gel. Modifikasi pati jagung waxy digunakan untuk memperbaiki keseragaman, stabilitas, tekstur dan kejernihan (clarity) produk. 2.4.4 Pati Kentang Pati kentang banyak digunakan karena kemampuannya memberikan tekstur yang panjang, viskositas yang tinggi, rasa yang netral dan tingkat kejernihan yang lebih tinggi dari pati lainnya. Pati kentang memiliki rasio amilosa/amilopektin 24:76 Rasio ini memperlihatkan bahwa pati kentang memiliki kemampuan membentuk gel karena kandungan amilosa yang relatif tinggi. Granula pati kentang berbentuk bulat oval besar dengan ukuran 5-100 μm. Pati kentang mampu mengembang seratus kali dari volume aslinya tanpa ada disintegrasi. Keunggulan pati kentang dalam meningkatkan viskositas disebabkan kandungan fosfat yang terikat pada pati sebanyak 800 ppm. Fosfat ini juga menyebabkan larutan pati kentang cenderung memiliki karakter anionik. Keunggulan lain dari pati kentang adalah kemampuannya tergelatinisasi pada suhu rendah (60°C) serta cenderung meminimalkan pembentukan busa dan warna kekuningan pada larutan pati. 2.4.5 Pati Termodifiaksi Pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat proses diantaranya tidak tahan terhadap pemanasan, kondisi asam dan proses mekanik, kelarutan pati terbatas di dalam air, dan gel pati mudah mengalami sineresis. Kekurangan ini diatasi dengan teknik modifikasi pada pati (Thomas dan Atwell 2008). Pati termodifikasi adalah pati yang mengalami perlakuan fisik, atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrogradasi (Kus-nandar 2010). Modifikasi dilakukan pada level molekular dengan atau tanpa mengubah struktur granula patinya. Menurut Kusnandar (2010), teknik modifikasi yang banyak dialami di Indonesia adalah modifikasi secara fisik (pregelatinisasi dan heat moisture treatment) dan modifikasi kimia (modifikasi ikatan silang, subsitusi, oksidasi dan hidrolisa asam).
11 (1) Modifikasi Ikatan Silang Modifikasi ikatan silang dilakukan dengan mereaksikan pati dengan senyawa bi atau polifungsional yang dapat bereaksi dengan gugus hidroksil (-OH) pada struktur amilosa atau amilopektin sehingga dapat membentuk ikatan silang (X) atau jembatan yang menghubungkan satu molekul pati dengan molekul lainnya, sehingga memperkuat ikatan hidrogen pada rantai pati (Kusnandar 2010). Senyawa yang dapat membentuk ikatan silang adalah senyawa polifosfat (sodium trimetaposfat, fosforous oksiklorida, dan sodium tripolifosfat) dan gliserol. Pati dengan modifikasi ikatan silang lebih stabil terhadap proses pemanasan, pengasaman dan pengadukan. Profil gelatinisasi pati ikatan silang menunjukkan peningkatan suhu gelatinisasi, penurunan profil viskositas selama pemanasan, penurunan viskositas breakdown, peningkatan kestabilan panas dan peningkatan profil viskositas selama fase pendinginan. Pati ini sangat sesuai untuk produk yang menggunakan suhu tinggi, penambahan asam, mengalami pengadukan/pemompaan (Kusnandar 2010). (2) Modifikasi Subsitusi Pati termodifikasi subsitusi dilakukan dengan mensubsitusi beberapa gugus hidroksil pada molekul amilosa dan amilopektin dengan senyawa asetat, suksinat, fosfat, hidroksipropil dan oktenil suksinat. Pati subsitusi dapat menghambat laju retrogradasi pati yang disebabkan oleh terhambatnya pembentukan ikatan hidrogen dari amilosa dan amilopektin oleh gugus ester pati subsitusi. Pati ini memiliki suhu gelatinisasi yang lebih rendah, viskositas meningkat, mengikat air lebih tinggi, menghasilkan pati yang lebih jernih, tidak stabil selama pemanasan dan kurang tahan asam dibandingkan pati ikatan silang (Kusnandar 2010). (3) Modifikasi Hidrolisis Asam Suspensi pati dihidrolisis secara terkendali menggunakan asam dan pemanasan. Modifikasi ini menghasilkan molekul pati yang lebih pendek sehingga kemampuan gelatinisasi pati menurun dan viskositas menjadi lebih rendah. Dengan demikian konsentrasi yang digunakan dalam proses pengolahan dapat lebih besar sehingga menghasilkan struktir gel yang lebih kuat (Kusnandar 2010). Pyrodextrin contoh pati modifikasi ini memiliki kemampuan membentuk film yang baik, viskositas rendah dan kelarutan yang tinggi. Pyrodextrin umumnya digunakan sebagai pengganti gum dan lemak (Thomas dan Atwell 2008). (4) Modifikasi Pregelatinisasi Dilakukan dengan cara memasak pati sampai tergelatinisasi sempurna kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer atau drum dryer (Kusnandar 2010). Pati pregelatinisasi bersifat instant (dapat larut dalam air dingin) dan telah kehilangan integritas granulanya. Viskositas pati ini lebih rendah dibandingkan pati yang tidak dipregelatinisasi. Pati pregelatinisasi umumnya digunakan untuk makanan yang minim proses pemanasan dalam aplikasi (Thomas dan Atwell 2008). (5) Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) Metode modifikasi HMT menggunakan kombinasi kelembaban dan suhu tanpa mengubah penampakan granula. Pati dipanaskan pada suhu 80-120oC dengan kondisi kadar yang dikontrol (35% atau lebih rendah) yang tidak menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati. Modifikasi ini menyebabkan kristal pati
12 menjadi lebih resisten terhadap proses gelatinisasi, pati akan mengembang secara terbatas, suhu awal gelatinisasi menjadi lebih tinggi, viskositas maksimum dan breakdown lebih rendah dan stabilitas panas lebih tinggi (Kusnandar 2010). Penambahan pati modifikasi pada produk bakeri memberikan keuntungan yang tidak dapat diperoleh dari tepung terigu. Pati termodifikasi yang ditambahkan pada adonan adalah 1-5% dan dapat memberikan beberapa pengaruh pada kualitas produk akhir. Keuntungan utama penambahan pati modifikasi adalah kemampuan menahan moistness dan memperbaiki tekstur. Selain itu juga dapat memperbaiki struktur men-jadi lebih halus, meningkatkan volume dan ketahanan terhadap pengadukan yang menggunakan mesin, dan meningkatkan umur simpan (eating quality) (Thomas dan Atwell 2008). Pati termodifikasi khususnya pati termodifikasi sedikit ikatan silang dan subsitusi adalah jenis yang paling banyak memiliki fungsi pada produk bakeri. Thomas dan Atwell (2008) juga menjelaskan bahwa pati pregelatinisasi membantu mengikat uap air yang tersedia sehingga meningkatkan kelembutan produk akhir dan berkontribusi terhadap kehalusan dan keseragaman struktur produk. Pati termodifikasi pregelatinisasi dan subsitusi membantu mempertahankan kandungan air produk sesudah pemanggangan dan meningkatkan umur simpan karena menghambat staling selama penyimpanan. Pati termodifikasi ikatan silang membantu meningkatkan resistensi terhadap pengadukan adonan sehingga memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengadukan yang berlebihan atau overmixing oleh konsumen (Thomas dan Atwell 2008). Pati termodifikasi juga dapat digunakan sebagai pengganti lemak dan sering digunakan untuk tujuan aplikasi pengurangan lemak pada produk kue.
2.5 Staling Fadda et al (2014) menyatakan staling adalah perubahan fisikokimia yang mempengaruhi tekstur, rasa dan aroma produk. Staling dikenal juga sebagai proses mengerasnya produk bakeri. Staling dipengaruhi oleh waktu dan suhu penyimpanan serta formula produk. Secara umum staling berhubungan dengan perubahan komponen pati seperti rekristalisasi amilopektin dan perubahan amorfos pati yang telah tergelatinisasi dan pati yang berikatan dengan protein dan lemak (Bosmans et al 2013). Perubahan molekuler ini berkontribusi pada perubahan sifat organoleptik dan fisik produk selama penyimpanan. Penelitian tentang mekanisme staling telah banyak dilaporkan, namun hingga kini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Cauvain (2012) menjelaskan tiga mekanisme penyebab staling, yaitu (1) perubahan polimer pati yang terjadi selama penyimpanan, (2) berhubungan dengan migrasi air dari gluten ke pati dan dari crumb ke crust produk, dan (3) pengeringan crumb produk. Gambar 1 memperlihatkan model retrogradasi pati oleh Zobel dan Kulp (1996). Model ini menjelaskan kekerasan crumb saat staling terjadi disebabkan oleh pembentukan ikatan yang kuat diantara pati yang akhirnya dapat berkembang ke arah pembentukan struktur kristalin pati. Heliks dari rantai amilosa atau bagian sisi dari amilopektin yang tidak dalam bentuk kristal berkontribusi secara nyata dalam pembentukan kekerasan crumb. Proses retrogradasi ini dapat terjadi di luar dan di dalam granula pati. Penambahan lemak
13 dapat mengurangi ikatan inter granula dan meng-hasilkan crumb yang lebih lembut karena terbentuknya kompleks pati-lemak. Air dalam hal ini berperan sebagai plasticizer dalam amorphous inter granula dan sebagai medium yang dapat menyebabkan fase kristalin dapat tumbuh lebih cepat karena rantai polimer dapat bergerak lebih mudah satu sama lainnya. .
Gambar 1. Model retrogradasi pati Zobel dan Kulp Seyhun et al (2005) menjelaskan amilosa yang keluar dari granula pati disadari sebagai penyebab cepatnya laju staling produk yang dipanggang atau dipanaskan dengan microwave. Amilosa yang keluar dari granula pati selama pemanggangan dan penyimpanan layer cake diamati oleh Seyhun et al (2005). Laju konstan amilosa yang keluar dari granula pati selama penyimpanan adalah 0.18 per hari untuk kue yang dipanggang dengan microwave dan 0.07 per hari untuk kue yang dipanggang dengan oven konvensional. Di samping itu Seyhun et al (2003) juga mempelajari pengaruh emulsifier, gum dan lemak dalam menghambat staling layer cake selama penyimpanan. Penggunaan emulsifier dan gum memiliki efek sinergi dalam memperlambat staling kue yang dipanggang dengan microwave. Penambahan lemak mengurangi kekerasan dan kehilangan berat kue yang dipanggang dengan microwave selama penyimpanan. Berbagai pati telah dicoba seperti pati jagung, kentang, jagung waxy dan pati pregelatinisasi untuk mengurangi firmness (kekerasan) pada kue yang dipanggang dengan microwave. Pati pregelatinisasi paling efektif mengurangi kekeringan dan kekerasan kue yang dipanggang dengan microwave selama pemanggangan dan penyimpanan (Seyhun et al. 2005). Seyhun et al. (2005) juga mengukur kehilangan berat, kekerasan, jumlah pati yang larut, kandungan amilosa sebagai indikator kriteria staling. Semakin tinggi kehilangan berat kue, semakin keras kue, semakin sedikit jumlah pati terlarut dan semakin rendah kandungan amilosa berarti staling yang terjadi semakin cepat.
14 2.6. Tekstur Tekstur merupakan satu dari atribut kualitas makanan yang utama. Secara umum tekstur diketahui sebagai multi parameter atribut. Szczesniak (1963) membagi tekstur atas tiga kategori yaitu mekanikal, geometrik dan tekstur lainnya. Karakteristik mekanik mengacu pada gaya yang diberikan ke produk dan mencakup karakteristik tekstur primer (kekerasan, kelengketan dan kohesivitas) dan sekunder (chewiness dan gumminess). Staling kue merupakan komplek proses yang menyebabkan kehilangan flavor, perubahan tekstur produk saat dimakan, kehilangan kelembutan, redistribusi humidity dan kekeringan pada bagian tertentu. Semua atribut ini berkontribusi mengurangi penerimaan konsumen terhadap produk (Gomez et al 2008). Konsekuensinya, stabilitas dan umur simpan kue selama penyimpanan dapat didefenisikan sebagai pemeliharaan karakter fisik dan sensori yang berasosiasi dengan freshness seperti kelembutan, ketahanan terhadap tekanan, kelembaban dan meminimalkan perubahan yang berasosiasi dengan staling. Hasil pengamatan Gomez et al (2008) menyatakan terdapat korelasi yang tinggi antara kekerasan dan gumminess kue, kohesivitas dan ketahanan terhadap gaya yang diberikan pada kue selama penyimpanan sehingga disimpulkan dua parameter tekstur yang dipertimbangkan dalam menentukan karakter kue selama penyimpanan adalah kekerasan dan kohesivitas. Tantangan yang dihadapi produk yang dipanggang dengan microwave adalah memperbaiki kualitas produk terutama tekstur produk termasuk di dalamnya berkurangnya pengembangan produk, kehilangan kadar air yang tinggi, kekerasan dan kekakuan crumb serta kecepatan staling produk selama penyimpanan.
15
3. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di PT SST yang merupakan industri penyedia bahan baku dan bahan pendukung untuk industri bakeri. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 hingga Sepetember 2015.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan premix brownies adalah tepung terigu protein sedang, gula pasir, cokelat bubuk, butter oil substitute, susu bubuk skim, baking powder, lesitin bubuk, garam, perisa cokelat, minyak sawit, air dan telur. Jenis pati termodifikasi yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu adalah pati jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi dan ikatan silang (granula pati 65% lolos saringan 140 mesh) (selanjutnya disebut pati PIW), pati kentang pregelatinisasi (granula pati 63% lolos saringan 140 mesh) (selanjutnya disebut pati PK), dan pati jagung waxy pregelatinisasi dan termodifikasi hidroksipropilasi (granula pati 93% lolos saringan 140 mesh) (selanjutnya disebut pati PHW). Formulasi brownies premix kontrol (tanpa penambahan pati termodifikasi) tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Formula premix brownies kontrol (tanpa penambahan pati termodifikasi) Bahan Tepung terigu Gula Cokelat Bubuk Butetr Oil Substitute Susu Bubuk Skim Baking Powder Lesitin Bubuk Perisa Cokelat Garam
% 35 30 8 7 2 2 1 0.5 0.1
Keterangan Protein sedang Alkali Double acting -
Pembuatan premix brownies dilakukan dengan menimbang semua bahan ke dalam plastik dan diaduk merata. Brownies dibuat dengan mencampurkan 100 g premix brownies dengan 40 g telur, 40 g minyak sayur dan 20 g air ke dalam mangkok. Kemudian adonan diaduk secara merata menggunakan sendok. Sebelum dipanggang adonan sebanyak 60 g dimasukkan ke dalam cetakan kue berbentuk silinder dengan tinggi 5 cm (diameter atas 10 cm dan diameter bawah 8 cm). Peralatan yang digunakan untuk pembuatan premix brownies adalah timbangan analitik, mangkok, sendok, cetakan kue berbentuk silinder, plastik dan sendok. Microwave yang digunakan adalah merk Elektrolux (panjang 34 cm, lebar 20 cm dan tinggi 25 cm, skala daya 100 – 800 watt) memiliki frekuensi 2450 MHz
16 dan ukuran chamber dengan ukuran panjang 26 cm, lebar 15 cm dan tinggi 20 cm. Penelitian ini menggunakan skala pemanasan sedang (80-85ºC, 400 W) dan sedang-tinggi (90-95ºC, 600 W). Peralatan analisis yang digunakan adalah Moisture analyzer, Rapid Visco Analyzer (RVA) dan Texture analyzer (TA-XT2).
3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini digambarkan pada diagram alir di bawah (Gambar 2).
Karakteristik Profil Pasting Pati
Identifikasi Parameter Mutu Sensori Brownies Microwave
Penetapan Suhu dan Waktu Panggang
Penentuan Jenis dan Konsentrasi Pati Termodifikasi yang Menghasilkan Mutu Brownies Terbaik
Mutu brownies terbaik?
Tidak
Ya
Stabilitas Tekstur Brownies Microwave selama Tiga Hari Penyimpanan
Pati dan Konsentrasi Terbaik dalam Menghambat
Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian
Stop
17 3.3.1 Karakterisasi Profil Pasting Pati Termodifikasi Pati termodifikasi yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dianalisis kadar air dan profil pastingnya dengan menggunakan RVA. 3.3.2 Identifikasi Parameter Mutu Sensori Brownies Microwave Al-Muhtaseb et al (2013) menyatakan bahwa tekstur merupakan salah satu atribut kualitas yang utama dalam produk bakeri yang diproses dengan microwave, sehingga dalam penelitian ini dipilih sebagai atribut untuk mengevaluasi mutu brownies. Atribut mutu, deskripsi setiap rating pada setiap atribut mutu, metode pengujian organoleptik brownies microwave dan skor minimal penerimaan kualitas tekstur brownies selama penyimpanan ditentukan oleh 10 orang panelis terlatih melalui proses focus group discussion (FGD) (Resurreccion 1998). Panelis diminta menilai brownies microwave yang terbaik dengan mengacu pada brownies kukus karena tampilan brownies microwave memiliki kesamaan dengan brownies kukus. Pertanyaan yang diajukan dalam forum FGD dan penilaian panelis terhadap brownies microwave yang baik tersaji pada Lampiran 1. 3.3.3 Suhu dan Waktu Panggang Brownies Microwave Kombinasi suhu dan waktu yang tepat berpengaruh terhadap pembentukan tekstur brownies microwave (Sakiyan et al 2007). Tahapan ini bertujuan untuk menentukan suhu dan waktu panggang yang dapat memberikan tekstur brownies yang terbaik. Pemanggangan dilakukan pada suhu pemanasan sedang (80-85ºC, daya 400 watt) dan sedang-tinggi (90-95ºC, daya 600 watt) selama 3, 4 dan 5 menit. Brownies yang dihasilkan dari kombinasi suhu dan waktu pemanggangan tersebut kemudian diuji secara organoleptik. Tampilan form pengujian organoleptik terdapat pada Lampiran 2. 3.3.4. Jenis dan Konsentrasi Pati Termodifikasi yang Menghasilkan Mutu Brownies Terbaik Premix brownies dimodifikasi dengan penambahan pati termodifikasi dengan mensubstitusi tepung terigu. Pati termodifikasi yang ditambahkan adalah pati pregelatinisasi dan ikatan silang dari pati jagung waxy (pati PIW), pati pregelatinisasi dari kentang (pati PK), dan pati pregelatinisasi dan hidroksipropilasi dari jagung waxy (pati PHW). Konsentrasi pati termodifikasi yang ditambahkan adalah 1% dan 2% dari total berat premix. Pati termodifikasi yang ditambahkan ke dalam premix brownies dengan mengurangi jumlah tepung terigu. Premix tanpa penambahan pati termodifikasi digunakan sebagai kontrol. Semua sampel dianalisa karakteristik tekstur fisik (kekerasan, kohesivitas dan kelengketan) dan organoleptik (pori-pori crumb, moistness, kepadatan, kelembutan dan hedonik terhadap kriteria keseluruhan) minimal empat jam setelah pemanggangan dan ditentukan dua sampel yang menghasilkan brownies dengan mutu terbaik.
18
3.3.5 Stabilitas Tekstur Brownies Microwave selama Penyimpanan Kontrol dan dua sampel yang menghasilkan mutu awal brownies microwave yang terbaik dipilih untuk dievaluasi stabilitasnya dalam menghambat staling selama tiga hari penyimpanan pada suhu kamar. Selama penyimpanan brownies yang masih di dalam cetakan silinder disimpan dalam karton kraft tertutup. Analisis kadar air, karakteristik tekstur fisik (kekerasan, kohesivitas dan kelengketan) dan organoleptik (pori-pori crumb, moistness, kepadatan, kelembutan dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan) brownies microwave dilakukan setiap hari oleh panelis terlatih.
3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis Profil Pasting Pati Analisis dilakukan dengan menggunakan RVA dengan mengikuti prosedur USWA (2007) yang dimodifikasi. Modifikasi dilakukan dengan mengurangi jumlah sampel dari 3 g menjadi 2 g, mengingat viskositas dari sampel pati PHW yang terlalu tinggi yang tidak mampu dibaca oleh RVA. Sampel (berat kering) disuspensikan ke dalam ± 26 ml air destilasi. Berat sampel dan air yang ditambahkan sesuai dengan kadar air pati awal. Suspensi dipanaskan hingga suhu 50°C dan dipertahankan selama 1 menit, kemudian dipanaskan lebih lanjut hingga mencapai suhu 95°C dengan kecepatan pemanasan 6°C/menit dan dipertahankan selama 5 menit. Setelah itu dila-kukan pendinginan hingga suhu 50°C dengan kecepatan pendinginan 6°C/menit. Informasi yang dapat diperoleh dari kurva viskograf adalah viskositas maksimal (cP), viskositas holding (cP), viskositas breakdown (cP) dan viskositas set back (cP). 3.4.2 Analisis Sifat Fisik (1) Kadar Air (AOAC 2005) Kadar air brownies dianalisis dengan moisture analyzer dengan metode loss on drying (LOD). LOD mengukur persen perubahan berat bahan terhadap berat awal bahan sebagai hasil dari proses pengeringan. Nilai ini merupakan persen kadar air produk. Sebanyak 2 g contoh dimasukan ke dalam moisture analyzer, dan dipanaskan pada suhu 105°C selama 15-20 menit. (2) Analisis Profil Tekstur Analisis tekstur brownies diukur dengan menggunakan TA-XT2 dengan meru-juk pada metode yang dikembangkan oleh Bourne (2002). Sampel dalam bentuk seperempat lingkaran (diameter atas 10 cm, diameter bawah 8 cm) dengan ketinggian 4 cm diletakkan pada bagian tengah lingkaran. Pengujian dilakukan pada kecepatan 1 mm/detik, kecepatan sebelum pengujian 2 mm/detik dan kecepatan setelah pengu-jian 1 mm/detik, post test dengan strain 50%. Penekanan
19 menggunakan probe yang terbuat dari lempeng aluminium dengan diameter 75 mm (SMS P/75). Kekuatan trigger yang digunakan adalah 5 g. Sampel ditekan dua kali untuk memperoleh profil tekstur brownies sehingga diperoleh data parameter tekstur (kekerasan, kohesivitas dan kelengketan). 3.4.3 Analisis Organoleptik Uji rating intensitas dan hedonik dilakukan pada setiap tahap penelitian oleh 10 orang panelis terlatih (Meilgaard et al 2006). Pengujian dilakukan terhadap brownies pada tahapan pemilihan suhu dan waktu panggang yang terbaik, pemilihan jenis dan konsentrasi pati termo-difikasi terbaik dan stabilitas tekstur brownies selama penyimpanan. Atribut organo-leptik yang diuji adalah pori-pori crumb, moistness, kepadatan, kelembutan, dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan. (1) Uji Rating Intensitas Skala yang digunakan pada uji rating intenstias adalah skala 1-5. Deskripsi skala pada atribut pori-pori crumb (1) sangat kasar, (2) kasar, (3) antara kasar dan halus, (4) halus, (5) sangat halus. Atribut moistness menggunakan skor (1) sangat kering/ bere-mah, (2) kering/beremah, (3) antara kering dan moist, (4) moist, (5) sangat moist. Atribut kepadatan menggunakan skor (1) sangat padat, (2) padat, (3) antara padat dan ringan, (4) ringan, (5) sangat ringan. Atribut kelembutan menggunakan skor (1) sangat tidak lembut, (2) tidak lembut, (3) antara lembut dan tidak lembut, (4) lembut, (5) sangat lembut. Deskripsi skor untuk setiap atribut uji ditetapkan dan dikomuni-kasikan kepada panelis. Selain itu ditetapkan skor 3 sebagai skor minimal penerimaan tekstur brownies yang dipanggang dengan microwave selama penyimpanan. (2) Uji Hedonik Atribut kesukaan panelis terhadap kriteria keseluruhan brownies menggunakan uji hedonik dengan skor (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) antara suka dan tidak suka, (4) suka, dan (5) sangat suka.
3.5 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap untuk analisis sensori pada tahapan penetapan suhu dan waktu panggang. Rancangan acak kelompok digunakan pada tahapan penentuan jenis dan konsentrasi pati termodifikasi yang menghasilkan mutu terbaik. Data yang diperoleh pada kedua rancangan tersebut diuji lanjut menggunakan uji lanjut Duncan .
20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Pasting Pati Profil pasting tepung terigu dan pati modifikasi PIW, PK dan PHW disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 4. Suhu pasting adalah suhu pada saat pertama kali viskositas larutan pati mulai meningkat. Pati PIW, PK dan PHW adalah pati pregelatinisasi sehingga sebelum pemanasan telah bersifat larut dan memiliki nilai kekentalan. Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami pemanasan sampai tergelatinisasi sempurna, kemudian pasta pati dikeringkan dengan menggunakan pengering drum atau pengering semprot (Kusnandar 2010). Pati yang digunakan sudah menga-lami gelatinisasi, sehingga pada tahap awal dalam kurva RVA suhu awal pasting tidak terukur, karena pati telah memiliki nilai viskositas yang sudah tinggi di awal pemanasan. Pati PIW dan PHW merupakan pati termodifikasi yang berasal dari jagung waxy yang memiliki kemampuan mengikat air lebih tinggi dibandingkan pati kentang (Seyhun et al 2005). Selain itu tambahan proses modifikasi pati dengan ikatan silang dan hidroksipropilasi pada pati PIW dan PHW meningkatkan viskositas pati karena kemampuan mengikat air pati menjadi lebih tinggi (Thomas dan Atwell 2008, Kusnandar 2010). Kedua hal tersebut berkontribusi pada profil viskositas pati PIW dan PHW yang lebih tinggi dibandingkan pati PK. Viskositas maksimum adalah viskositas pada saat granula pati mengembang maksimum selama proses pemanasan. Pati PIW, PK dan PHW tidak memiliki viskositas maksimum saat pemanasan. Viskositas breakdown menggambarkan tingkat kestabilan pasta pati terhadap proses pemanasan. Viskositas breakdown diperoleh sebagai selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati setelah mencapai suhu 95oC saat pemanasan. Dalam penelitian ini, viskositas breakdown dan setback diukur sebagai viskositas breakdown relatif dan setback relatif. Pengukuran viskositas breakdown relatif adalah viskositas breakdown terhadap viskositas maksimum untuk tepung terigu dan viskositas awal untuk tiga jenis pati PIW, PK dan PHW. Berdasarkan viskositas breakdown relatif tersebut, pati PHW paling stabil pada proses pemanasan sedangkan pati PK paling tidak stabil selama pemanasan. Pati jagung waxy PHW dan PIW memiliki nilai breakdown relatif yang lebih rendah dari pati kentang PK karena karakteristik pati jagung waxy alami yang lebih stabil terhadap pemanasan dibandingkan pati kentang (Thomas dan Atwell 2008). Pati jagung waxy PHW termodifikasi hidroksipropilasi lebih stabil terhadap pemanasan dari pati jagung waxy PIW termodifikasi ikatan silang karena ukuran granula pati PHW lebih kecil (93% lolos saringan 140 mesh) dibandingkan pati PIW (65% lolos saringan 140 mesh). Hal ini sejalan dengan penelitian Zhao (2015) yang menjelaskan pati ubi dengan ukuran granula yang lebih besar lebih rentan terhadap perubahan fisikokimia termasuk kestabilan terhadap panas dibandingkan pati dengan granula yang lebih kecil. Viskositas setback relatif menggambarkan tingkat kecenderungan proses retrogradasi pasta pati. Viskositas setback diperoleh sebagai selisih viskositas pati pada suhu 50°C dengan viskositas maksimum pada tahap proses pemanasan (Kusnan-dar, 2010). Pengukuran viskositas setback relatif adalah viskositas
21 setback relatif terhadap viskositas pati pada suhu 90°C sebelum suhu mulai diturunkan (viskositas holding). Tepung terigu menunjukkan kecenderungan paling cepat mengalami retrogradasi menyusul pati PHW dan pati PIW sedangkan pati PK paling lama mengalami retrogradasi. Pati yang memiliki tingkat retrogradasi rendah mengindikasikan kemampuan pati yang lebih baik mempertahankan tekstur selama penyimpanan (Copelan et al 2009). Tepung terigu paling cepat mengalami retrrogradasi karena pati pada tepung terigu tidak mengalami modifikasi seperti sampel sehingga tidak ada mekanisme yang dapat menghambat terjadinya reasosiasi amilosa dan amilopektin (retrogradasi) pada proses pendinginan. Pati PHW walaupun termodifikasi hidroksi-propilasi yang dapat menghambat retrogradasi tetapi karena memiliki ukuran granula pati yang lebih kecil (93% lolos saringan 140 mesh) dari pati PIW yang termodifikasi ikatan silang (65% lolos saringan 140 mesh) sehingga lebih cepat mengalami retrogradasi dari jagung waxy PIW (Zhao et al 2015). Pati kentang PK walaupun hanya termodifikasi pregelatinisasi tetapi karena memiliki ukuran granula pati paling besar (63% lolos saringan 140 mesh) sehingga memiliki kemampuan menghambat retrogradasi paling baik. Tabel 4 Profil pati termodifikasi PIW,PK, PHW dan tepung terigu Viskositas awal (cP)
Viscositas max (cP)
Break down (cP)
Setback (cP)
Pati PIW
2329
-
366
740
896
0.83
0.16
Pati PK
118
-
41
44
77
0.57
0.35
Pati PHW
3342
-
208
1571
1733
0.9
0.06
-
330
107
279
223
1.25
0.32
Sampel
Tepung terigu
Holding (cP)
Setback Break relative down (cP) relatif (cP)
Ket: pati PIW =pati dari jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi-ikatan silang PK = pati dari kentang termodifikasi pregelatinisasi. PHW = pati dari jagung waxy termodifikasi pregelatinisasihidroxypropil
4.2 Parameter Mutu Sensori Brownies Microwave Dalam forum focus group discussion (FGD) panelis diminta untuk mendeskrip-sikan atribut mutu brownies microwave yang baik dengan mengacu pada mutu brownies kukus. Hasil FGD mengidentifikasi parameter mutu browniess microwave yang baik, yaitu yang memiliki tekstur yang moist (basah), lembut, ringan dan tidak beremah, kematangan yang seragam, pori-pori yang halus dan seragam serta mutu brownies yang bertahan sampai 3-5 hari penyimpanan. Rekomendasi tekstur brownies microwave tersebut diterjemahkan dalam bentuk atribut mutu, deskripsi rating dan metode pengujian yang diuji pada pengujian organoleptik tahap berikutnya. Atribut mutu yang diuji meliputi pori-pori crumb, moistness, kepadatan, kelembutan, dan uji rating hedonik keseluruhan. Deskripsi dan metode pengujian masing-masing atribut uji sensori yang disepakati panelis terlatih disajikan pada Lampiran 3.
22
4000
100
3500
90 80 70
2500
60
2000
50
1500
40
Suhu (°C)
Viskositas (Cp)
3000
30
1000
20
500
10
0
0
0
2
4
tepung terigu
6
8
10 12 14 16 Waktu (menit) Pati PHW
18
Pati PK
20
22
24
Pati PIW
Gambar 3. Grafik profil pati termodifikasi PIW, PK, PHW dan tepung terigu
4.3 Suhu dan Waktu Panggang Brownies Microwave Penerimaan mutu brownies microwave terhadap suhu dan waktu panggang dilakukan dengan mengukur derajat penerimaan konsumen melalui uji rating atribut dan rating hedonik. Uji rating atribut bertujuan untuk mengetahui intensitas penerimaan panelis terhadap atribut yang telah ditetapkan oleh panelis pada kondisi pengujian sedangkan rating hedonik untuk mengetahui penerimaan, kesukaan dan preferensi panelis terhadap suatu produk dibandingkan produk yang lainnya (Ackba-rali dan Maharaj 2014). Skor uji organoleptik suhu dan waktu panggang brownies tersaji pada Tabel 5. Pada suhu panggang sedang-tinggi (90-95º C, 600 W) semakin lama waktu panggang, brownies menjadi semakin kering (tidak moist) dan tidak lembut. Hal ini sejalan dengan penelitian Al-Muhtaseb et al (2013) yang melaporkan bahwa kue madeira semakin mengeras dengan meningkatnya waktu pemanggangan pada suhu pemanggangan 50% power (350 W). Sakiyan et al (2007) menjelaskan peningkatan suhu dan waktu menurunkan dielektrik konstan dan dielektrik loss factor produk sehingga energi panas yang dihasilkan lebih besar. Perbedaan suhu panggang tidak memberikan perbedaan yang nyata pada pori-pori crumb, moistness, kelembutan dan kepadatan brownies (Tabel 5). Hal ini diduga karena perbedaan suhu panggang yang tidak terlalu besar (200 W). Pemilihan suhu dan waktu panggang terbaik dipilih berdasar-kan rating kesukaan panelis terhadap keseluruhan parameter yaitu suhu panggang sedang-tinggi (9095º C, 600 W) dengan waktu pemanggangan selama 3 menit.
23 4.4 Jenis dan Konsentrasi Pati Termodifikasi Terbaik 4.4.1 Karakteristik Fisik Menurut Seyhun (2005) kekerasan dan kohesivitas layer cake berkorelasi dengan kehilangan kadar air selama pemanggangan. Layer cake yang memiliki kehilangan kadar air tinggi akan memiliki kekerasan produk yang lebih tinggi dan kohesivitas yang lebih baik. Tabel 5. Skor sensori brownies pada suhu dan waktu pemanggangan yang berbeda Perlakuan Suhu Sedang (80-85ºC)
Sedang tinggi (90-95ºC)
Pori-pori
Moistness
Kepadatan
KelembutHedonik an Keseluruhan
Waktu 3 menit
3.5 ± 1.35ab
3.5±1.35a
2.7±1.16ab
3.8±1.16a
2.4±1.17
4 menit
3.7±0.95ab
2.8±1.03ab 2.8±1.03ab
3.4±1.03a
3.2±1.32
5 menit
3.0±1.05ab
1.5±0.53c
1.8±0.92cd
1.6±0.92bc
1.7±0.95
3 menit
4.0±1.15a
3.5±1.08a
3.4±1.26a
3.9±1.26a
4.4±0.97
4 menit
2.7±1.16b
2.6±0.97b
2.2±0.63bc
2.3±0.63b
2.5±1.08
5 menit
2.9±1.07b
1.1±0.94c
1.3±0.63d
1.1±0.63c
1.1±1.07
b
bc cd a
bc d
Nilai (dalam numerik) disajikan sebagai nilai rataan (n=10) ± SD Huruf Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan signifikan berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5% (p<0.05)
Kadar air (%)
Hasil analisis kadar air semua sampel menunjukkan tidak berbeda secara nyata (Gambar 4). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Al-Muhtaseb et al (2013) terhadap kue madeira yang menyatakan penambahan pati pregelatinisasi sebesar 20% dari tepung terigu meningkatkan kadar air produk. Hal ini diduga karena konsentrasi penambahan pati PIW, PK dan PHW tidak cukup besar (3 - 6% tepung terigu) dan densitas adonan brownies yang lebih tinggi sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kemampuan mengikat air produk.
Gambar 4. Kadar air brownies menggunakan pati termodifikasi 1% dan 2%
24 Hasil analisis kekerasan brownies microwave pada Tabel 6 menunjukkan bahwa penambahan pati PIW, PK atau PHW tidak berpengaruh terhadap kekerasan brownies kontrol, sedangkan penambahan konsentrasi pati 2% menghasilkan brownies yang lebih keras dibandingkan sampel lainnya. Kombinasi pati dan konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda. Penambahan pati PHW 2% menghasilkan brownies microwave paling keras sedangkan sampel yang lain memiliki kekerasan yang relatif sama. Hasil ini tidak sejalan dengan penemuan Seyhun (2005) perihal hubungan kekerasan dan kadar air, kadar air semua sampel tidak berbeda secara nyata tetapi tidak menghasilkan kekerasan yang sama untuk semua sampel. Tabel 6. Kekerasan dan kelengketan brownies dengan penambahan pati termodifikasi Parameter Uji Kekerasan
Kelengketan
Sampel
0% (kontrol)
1% c
587.60±54.67
2% bc
643.03±58.43
Total b
601.31±61.23a
PIW
573.29±72.78
PK
573.29±72.78c
632.43±70.12bc
668.88±60.70b
624.87±65.36a
PHW
573.29±72.78c
515.83±75.14b
778.92±99.97a
622.68±161.2a
Total
573.29±72.78b
578.62±80.70b
696.94±93.29a
PIW
22.49±11.41b
28.57±17.38b
94.64±47.12b
61.61±48.70a
PK
22.49±11.41b
18.20±0b
27.81±12.95b
23.00±12.48b
PHW
22.49±11.41b
17.60±5.04b
0±0a
17.06±5.04b
Total 21.46±12.72ab 40.82±48.28a 22.49±11.41b PIW (pati jagung waxy pregelatinisasi-ikatan silang); PK (pati kentang pregelatinisasi); PHW (pati jagung waxy pregelatinisasi-hidroksipropilasi) Nilai (dalam numerik) disajikan sebagai nilai rataan (n=10) ± SD Huruf superscript yang berbeda pada baris yasng sama menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5% (p<0.05)
Kekerasan yang dimiliki brownies microwave pati PHW 2% disebabkan kemampuan mengikat air pati PHW lebih tinggi dibandingkan sampel yang lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil pasting pati yang memperlihatkan pati PHW memiliki viskositas awal yang paling tinggi karena memiliki ukuran granula pati yang paling kecil dari pati lainnya. Selain itu pati PHW termodifikasi pregelatinisasi dan hidroksipropilasi memiliki kemampuan mengikat air lebih besar dibandingkan pati termodifikasi lainnya (Kusnandar 2010). Tingginya air yang terikat menurunkan dielektrik konstan dan dielektrik loss factor brownies sehingga mempercepat aliran uap air dari pusat ke permukaan yang berakibat produk mengalami kehilangan air lebih cepat dan menjadi lebih keras (AlMuhtaseb et al 2013). Kohesivitas menunjukkan kekuatan ikatan internal dalam struktur produk. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kohesivitas brownies dengan pati PIW, PK, PHW dan kontrol tidak berbeda nyata sama halnya dengan kadar air produk. Hasil ini sejalan dengan penelitian Al-Muhtaseb (2013) yang menyatakan kohesivitas produk dipengaruhi oleh kandungan air produk. Semakin tinggi kandungan air produk maka kohesivitas akan semakin tinggi.
25 Kelengketan brownies berdasarkan analisis ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa penambahan pati PIW menghasilkan brownies yang lebih lengket dibandingkan brownies lainnya. Penambahan konsentrasi pati 2% menghasilkan brownies yang paling lengket. Kombinasi pati dan konsentrasi menghasilkan brownies dengan pati PIW 2% paling lengket untuk semua sampel. Hasil ini berbeda dengan penelitian Miyazaki (2008) yang menunjukkan bahwa roti dengan penambahan pati tapioka termodifikasi ikatan silang memiliki crumb yang kering sedangkan roti dengan pati tapioka termodifikasi hidroksipropilasi memiliki crumb yang lengket. Hal ini diduga karena sumber pati yang digunakan berbeda sehingga tidak dapat memberikan hasil yang sama. 4.4.2 Karakteristik Organoleptik Evaluasi kelembutan produk bakeri sebagai faktor pengukuran kecepatan staling memiliki dua aspek yaitu kelembutan produk saat di awal dan kelembutan selama penyimpanan (Sluimer, 2007). Pada tahap ini dipilih dua sampel brownies microwave yang memiliki mutu awal yang terbaik. Skor sensori ketujuh sampel tersaji pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan pati termodifikasi 1% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pori-pori crumb. Hal ini disebabkan karakter produk brownies yang mengandung lemak dan air yang tinggi serta memiliki densitas adonan yang tinggi sehingga penambahan pati termodifikasi sampai 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata. Tabel 7. Skor sensori brownies dengan penambahan pati termodifikasi konsentrasi 1% dan 2% Sampel Kontrol
Pati termodifikasi 0%
Pori-pori
Moistness
Kepadatan
Kelembutan
3.9±0.9a
3.1±1.2ab
3.5±1.0ab
3.3±1.0ab
Keseluruhan 3.4±1.2ab
Brownies PIW
PIW 1% PIW 2%
4.0±0.6a 3.7±0.8a
3.7±1.2a 2.2±1.1c
3.7±0.9a 2.5±1.1c
3.9±0.9a 2.3±1.0c
3.8±1.3a 2.3±1.1c
Brownies PK
PK 1% PK 2%
4.0±0.5a 3.9±0.7a
3.2±1.2ab 2.6±1.0bc
3.2±1.2ab 2.7±1.0bc
3.5±1.1a 2.8±1.0bc
3.6±1.0a 2.9±1.1bc
PHW 1% 3.6±0.8a 3.5±1.3a 3.4±1.2ab 3.6±1.3a 3.9±1.2a a bc ab bc PHW 2% 3.4±1.1 2.6±1.0 3.3±1.1 2.7±1.1 2.9±1.2bc PIW (pati jagung waxy pregelatinisasi-ikatan silang); PK (pati kentang pregelati-nisasi); PHW (pati jagung waxy pregelatinisasi-hidroksipropilasi). Nilai (dalam numerik) disajikan sebagai nilai rataan (n=10) ± SD. Huruf superscript yang berbeda pada baris yasng sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5% (p<0.05) Brownies PHW
Brownies dengan penambahan pati PIW, PK dan PHW sebesar 2% menghasilkan tekstur yang lebih kering, ringan dan kurang lembut serta kurang disukai panelis dibandingkan kontrol dan konsentrasi 1%. Semakin tinggi penambahan pati termodifikasi, brownies mengalami kehilangan air lebih cepat dan produk menjadi lebih keras (tidak moist) (Sakiyan 2007, Al-Muhtaseb 2013). Penambahan pati PIW, PK dan PHW sebesar 1% (3.3% dari berat tepung terigu) memiliki moistness, kepadatan, kelembutan dan rating kesukaan keseluruhan yang
26 sama dengan brownies kontrol. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Seyhun et al (2005) yang menunjukkan bahwa penambahan pati pregelatinisasi sebesar 5% dari berat tepung terigu pada layer cake yang dipanggang dengan microwave menghasilkan tekstur kue yang lebih moist dan lembut. Perbedaan hasil ini diduga karena perbedaan densitas adonan layer cake yang lebih rendah dan konsentrasi pati yang digunakan dalam formulasi. Dari nilai skor sensori keseluruhan pati PIW sebesar 1% dan pati PHW sebesar 1% cenderung memiliki skor yang lebih tinggi dalam hal moistness, kepadatan, kelembutan dan kesukaan terhadap keseluruhan parameter dibandingkan sampel yang lain. Pati PK yang 1% memiliki skor yang lebih rendah dari kedua sampel pati termodifikasi dari jagung waxy (PIW dan PHW) karena pati PK hanya termodifikasi pregelatinisasi sehingga viskositas awal lebih rendah. Akibatnya kemampuan menahan uap air pada brownies microwave lebih rendah dibandingkan pati PIW dan PHW. Hal ini menyebabkan moistness, kepadatan, kelembutan brownies dengan pati PK lebih rendah dan lebih tidak disukai untuk keseluruhan parameter. Dari tahapan ini dipilih brownies microwave dengan pati PIW 1% dan PHW 1% yang memiliki kualitas terbaik dalam hal moistness, kepadatan, kelembutan dan rating keseluruhan parameter.
4.5 Stabilitas Tekstur Brownies Microwave selama Penyimpanan Selama penyimpanan kue yang dipanggang dengan microwave lebih cepat mengalami perubahan fisik dan kimia atau staling (Seyhun et al 2005). Mekanisme staling selama penyimpanan dapat diakibatkan oleh perubahan polimer pati, adanya migrasi air dari crust ke crumb kue atau roti, dan kekeringan crumb (Cauvain, 2012). Kekeringan kue tidak dapat menjelaskan proses staling tetapi mungkin dapat mempercepat reaksi menuju staling (Cauvain, 2012). 25
Kadar air (%)
20 15 10
kontrol (slope/k: 0.34, r2: 0.14) - - - Pati PIW (slope/k: 0.92, r2: 0.9) ....... Pati PHW (slope/k: 1.69, r2: 0.98)
5 0 0
1
2
3
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 5. Kadar air brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan PHW 1% selama penyimpanan Laju penurunan kadar air brownies microwave selama penyimpanan tersaji pada Gambar 5. Laju penurunan brownies dengan penambahan pati PIW 1% (0.92) dan pati PHW 1% (1.69) lebih cepat dibandingkan penurunan kadar air
27 brownies kontrol (0.34). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Seyhun et al (2005) yang menyatakan pati pregelatinisasi memiliki kehilangan berat kue yang paling rendah selama penyimpanan. Hasil ini diduga karena pati PIW dan pati PHW yang berasal dari pati jagung waxy memiliki kandungan amilopektin hampir 100%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Lebesi (2011) yang menyatakan staling kue yang diperkaya dengan cereal bran diinduksi oleh meningkatnya jumlah amilopektin yang ter-retrogradasi 4.5.1 Karakteristik Fisik Perubahan tekstur yang paling menentukan selama penyimpanan adalah perubahan kekerasan dan kohesivitas (Gomez et al 2010). Perubahan kekerasan brownies microwave tersaji pada Gambar 6. Kekerasan brownies microwave meningkat selama tiga hari penyimpanan. Laju penurunan kekerasan pati PIW 1% (89.7) lebih rendah dari kontrol dan pati PHW 1% (143.34). Hasil ini sejalan dengan viskositas setback pati PIW yang lebih rendah dari pati PHW. Tingginya viskositas setback pati PHW termodifikasi pregelatinisasi dan hidroksipropilasi didukung oleh ukuran partikel pati PHW yang sangat kecil (93% lolos saringan 140 mesh) sehingga laju retrogradasi lebih cepat dibandingkan pati PIW yang memiliki ukuran partikel yang lebih besar (65% lolos saringan 140 mesh). Hal ini sejalan dengan penelitian Zhao et al (2015) yang menyatakan bahwa semakin kecil granula pati termodifikasi ikatan silang dan hidroksipropilasi, maka perubahan fisikokimia yang terjadi selama penyimpanan juga semakin besar.
Kekerasan (gF)
1,200 1,000 800 600
Kontrol (slope/k: 104.4, r2: 0.9) Pati PIW (slope/k: 89.7, r2: 0.75) Pati PHW (slope/k: 143.3, r2: 0.89)
400 200 0
1
2
3
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 6. Kekerasan brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan PHW 1% selama penyimpanan
Perubahan kohesivitas brownies microwave selama penyimpanan disajikan pada Gambar 7. Laju penurunan kohesivitas brownies microwave dengan penambahan pati PIW 1% (0.02) dan PHW 1% (0.028) lebih lambat dibandingkan brownies microwave kontrol (0.03) karena keduanya adalah pati pregelatinisasi. Laju penurunan kohesivitas pati PIW lebih lambat dibandingkan pati PHW diduga disebabkan oleh ukuran partikel pati PHW lebih kecil dari pati PIW
28
0.60
kohesivitas (gF)
0.50 0.40 0.30
Kontrol (slope/k: 0.03, r2: 0.93) Pati PIW (slope/k: 0.02 ,r2: 0.97 ) Pati PHW (slope/k: 0.028 , r2: 0.89)
0.20 0.10 0
1
2
3
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 7. Kohesivitas brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan PHW 1% selama penyimpanan 4.5.2 Karakterisitik Organoleptik. Profil mutu brownies microwave selama penyimpanan disajikan pada Gambar 8, 9, 10 dan 11. Moistness, kepadatan, kelembutan dan penerimaan keseluruhan dari brownies microwave mengalami penurunan mutu selama penyimpanan sedangkan pori-pori crumb brownies microwave tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Dalam mengevaluasi penerimaan tekstur brownies oleh panelis ditetapkan skor 3 sebagai skor minimal penerimaan. Penerimaan tekstur brownies selama penyimpanan tidak hanya dipengaruhi laju penurunan tekstur saja tetapi tekstur awal brownies saat hari ke-0 penyimpanan. . Penambahan pati PHW 1% memiliki laju penurunan moistness (0.33) yang paling rendah dan pati PIW 1% paling tinggi (0.35) (Gambar 8). Han et al (2005) 5
Skor Moistness
4
3
Kontrol (slope/k : 0.35, r2:0.99) Pati PIW (slope/k : 0.36, r2:0.68) Pati PHW (slope/k : 0.33, r2 : 0.99) Min penerimaan
2 1 0 0
1
2
3
Lama penyimpanan
Gambar 8. Moistness brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan pati PHW 1% selama penyimpanan
29
menyatakan bahwa pati termodifikasi hidroksipropilasi memiliki kemampuan menghambat retrogradasi selama penyimpanan. Miyazaki et al (2006 dan 2008) menyatakan bahwa roti dan roti frozen dough yang ditambah pati tapioka termodifikasi ikatan silang memiliki crumb yang lebih kering selama penyimpanan. Moistness brownies microwave dapat diterima panelis sampai hari ke tiga penyimpanan. Hal ini didukung karena moistness awal brownies yang tinggi dan rendahnya laju penurunan moistness brownies selama penyimpanan. Dengan penambahan pati PHW 1% dapat meningkatkan penerimaan moistness brownies sampai dua hari penyimpanan dibandingkan kontrol. Penurunan kepadatan menurut Hesso et al (2014) berkorelasi dengan penurunan kelembutan crumb. Pada Gambar 9, laju penurunan kepadatan brownies dengan pati PHW 1% (0.05) paling rendah dan pati PIW 1% paling tinggi (0.21). Hal ini sejalan dengan penelitian Miyazaki (2008) yang menyatakan bahwa roti frozen dough dengan pati termodifikasi hidroksipropilasi memiliki penurunan kekerasan paling kecil selama penyimpanan. Seyhun (2005) juga menyatakan bahwa pati pregelatinisasi paling baik dalam mengurangi kekerasan kue white layer selama penyimpanan. Brownies dengan pati PIW 1% memiliki laju peningkatan kekerasan selama penyimpanan karena pati termodifikasi ikatan silang dapat meningkatkan kekerasan selama penyimpanan (Miyazaki 2008). . 5
Skor Kepadatan
4 3 2
Kontrol (slope/k : 0.13, r2:0.64) Pati PIW (slope/k : 0.21, r2:0.99) Pati PHW (slope/k : 0.05, r2 : 0.14) Min penerimaan
1 0 0
1
2
3
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 9. Kepadatan brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan pati PHW 1% selama penyimpanan Kepadatan brownies microwave menggunakan pati PHW 1% dapat diterima panelis sampai hari ke tiga penyimpanan. Hal ini didukung karena kepadatan awal brownies yang tinggi dan rendahnya laju penurunan kepadatan brownies selama penyimpanan. Brownies microwave dengan penambahan pati PHW 1% dapat meningkatkan penerimaan kepadatan brownies sampai satu hari penyimpanan dibandingkan control Laju penurunan kelembutan pati PHW 1% sama dengan kontrol (0.35) sedang-kan pati PIW 1% memiliki laju penurunan paling rendah (0.21) (Gambar
30 10). Hasil ini sejalan dengan hasil pengujian kekerasan brownies selama penyimpanan. Karena brownies dengan pati PHW 1% lebih lembut pada saat awal penyimpanan, maka kelembutanya masih bisa diterima sampai hari kedua penyimpanan. Pati PIW walaupun memiliki laju penurunan kelembutan paling rendah tetapi karena kelembutan awal pati PIW paling rendah sehingga penerimaan kelembutan pati PIW hanya sampai hari ke-0 penyimpanan. Brownies dengan penambahan pati PHW 1% dapat meningkatkan penerimaan kelembutan sampai satu hari penyimpanan dibandingkan 5
Skor Kelembutan
4 3
Kontrol (slope/k : 0.35, r2:0.96) Pati PIW (slope/k : 0.21, r2:0.42) Pati PHW (slope/k : 0.35, r2 : 0.94) Min penerimaan
2 1 0 0
1
2
3
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 10. Kelembutan brownies microwave kontrol, pati PIW 1% dan pati PHW 1% selama penyimpanan Brownies dengan pati PIW 1% memiliki laju penurunan rating kesukaan keseluruhan parameter paling rendah (0.11), sedangkan brownies kontrol memiliki laju penurunan paling tinggi (0.31) (Gambar 11). Pati PHW 1% secara keseluruhan memiliki skor penerimaan yang lebih tinggi dari brownies lainnya pada hari ke-0 penyimpanan walaupun laju penurunan penerimaan tekstur keseluruhan (0.26) lebih rendah dari penurunan brownies kontrol. Namun demikian, pati PHW 1% secara keseluruhan masih dapat diterima sampai hari ketiga penyimpanan. Brownies microwave dengan penambahan pati PHW 1% dapat meningkatkan penerimaan terhadap keseluruhan tekstur sampai dua hari penyimpanan dibandingkan brownies kontrol Hasil pengujian parameter fisik tekstur brownies microwave (kekerasan dan kohesivitas) untuk setiap sampel secara umum berkorelasi rendah (r 2 < 0.95) dengan hasil pengujian parameter organoleptik (Tabel 8). Hanya sampel brownies dengan pati PHW 1% yang memiliki korelasi yang relative tinggi (0.7-0.96), kecuali pada korelasi kekerasan dengan kepadatan (r2 : 0.42). Hasil korelasi parameter fisik dengan parameter organoleptik brownies kontrol dan brownies dengan pati PIW 1% bervariasi (0.3-0.91) dan relatif lebih rendah dibandingkan korelasi yang dimiliki brownies dengan PHW 1%. Hal ini diduga karena pati PHW 1% termodifikasi hidroksipropilasi yang mampu menghambat staling selama penyimpanan (Thomas dan Atwel 2008). Nilai korelasi yang rendah (kecuali sampel dengan pati PHW 1%) menunjukkan bahwa parameter fisik (kekerasan dan
31 kohesivitas) tidak dapat digunakan untuk menjelaskan parameter organoleptik/sensori (moistness, kepadatan, kelembutan dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan). 5
Skor Penerimaan Keseluruhan
4 3
Kontrol (slope/k : 0.31, r2:0.73) Pati PIW (slope/k : 0.11, r2:0.45) Pati PHW (slope/k : 026, r2 : 0.93) Min penerimaan
2 1 0 0
1
2
3
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 11. Skor rating hedonik keseluruhan brownies kontrol, pati PIW 1%, dan PHW 1% selama penyimpanan Tabel 8. Korelasi karakteristik fisik (kohesivitas dan kekerasan) brownies microwave dengan karakteristik organoleptik Karakteristik Fisik Kohesivitas
Kekerasan
Sampel Brownies kontrol Brownies PIW 1% Brownies PHW 1% Brownies kontrol Brownies PIW 1% Brownies PHW 1%
Moistness (r2) 0.88 0.53 0.87 0.94 0.24 0.88
Kepadatan (r2) 0.52 0.68 0.42
Kelembutan (r2) 0.30 0.40 0.94 0.40 0.04 0.70
Keseluruhan (r2) 0.91 0.28 0.70 0.93 0.06 0.96
32
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Brownies dapat memberikan tekstur terbaik dengan pemanggangan menggunakan microwave pada skala pemanasan sedang-tinggi (90-95oC, 600 watt) selama 3 menit. Pati jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi dan ikatan silang (pati PIW) dan pati jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi dan hidroksipropilasi (PHW) dengan konsentrasi masing-masing 1% memberikan mutu tekstur awal brownies terbaik berdasarkan kriteria moistness, kepadatan, kelembutan dan kesukaan terhadap kriterian keseluruhan parameter. Brownies dengan penambahan pati PIW sebesar 1% pati PHW sebesar 1% atau tanpa penambahan pati termodifikasi (kontrol) yang disimpan selama tiga hari mengalami penurunan mutu tekstur (moistness, kelembutan, kepadatan dan parameter keseluruhan). Penggunaan pati jagung waxy pregelatinisasi dan hidroksipropilasi (pati PHW 1 %) dapat menghambat staling dari brownies microwave paling efektif selama tiga hari penyimpanan berdasarkan kriteria moistness, kepadatan dan kesukaan terhadap kriteria keseluruhan namun hanya dua hari penyimpanan berdasarkan kriteria kelembutan.
5.2 Saran Saran penelitian selanjutnya adalah untuk mengoptimasi penggunaan pati jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi dan hidroksipropilasi dalam premix brownies. Keterbatasan pati jagung waxy termodifikasi pregelatinisasi dan hidroxypropilasi dalam hal mengontrol laju penurunan tekstur selama penyimpanan disarankan dikombinasikan dengan pati termodifikasi lainnya yang memiliki nilai setback yang rendah (pati kentang termodifikasi pregelatinisasi) sehingga dapat menghambat retrogradsi selama penyimpanan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ackbarali DS dan Maharaj R. 2014. Sensory Evaluation As A Tool in Determining Acceptability of Innovative Products Developed. J Curriculum and Teaching 3: 10-27. DOI: 10.5430/jct.v3n1p10. Epub 2014 Jan 3. Alton WJ. 1998. Microwave Pasteurization of Liquids. Society of Manufacturing Engineers 2 : 98-211. Paper No. EM 98-211. [AOAC]. 2005. Official Methode of Analysis of AOAC International. 18 th Edition. AOAC International. Geithersburg Maryland, USA. Al-Muhtaseb A, McMinn W, Megahey E, Neil G, Magee R, Rashid U. 2013. Textural Characteristics of Microwave-Baked and Convective-Baked Madeira Cake. J Food Process Technol 4:209. DOI: 10.4172/21577110.1000209. Barringer SA, EA. Davis, J. Gordon, KG. Ayappa and .T. Davis. 1994. Effect of Size on the Microwave Heating Rate: Oil vs. Water. Am. Inst. Chem. Eng. J. 40: 1433-1439. DOI: 10.1002/aic.690400902. BeMiller J dan Whistler R. 2009. Starch : Chemistry and Technology. Academic Press is an imprint of Elsevier, Newyork. ISBN 978-0-12-746275-2. Bosmans M, Nand O, Ellen F dan Jan AD. 2013. J.Agric. Food Chem 6(19):4646-4654. DOI : 1021/jf4010466. Bourne M. 2002. Food texture and Viscosity: Concept and Measurement. Second Edition. New York Academic Press Elsevier Science. ISBN: 978-0-12119062-0. Buffler CR. 1993. Microwave Cooking and Processing. Van Nostrand Reinhold. New York. ISBN-13: 978-1475758351. Buffler CR dan Stanford MA. 1991. Effects of Dielectric and Thermal Properties on the Microwave Heating of Food. Microwave World 12(4):15-23. Calay RK, Newboroug M, Probert D. 1994. Predictive Equation for Dielectic Properties of Food. International J Food Science and Technology 29:699713. DOI: 10.1111/5-1365-2621.1994.tb02111.x. Cauvain SP. 2012. Bread making, improving quality. Ebook, Woodhead Publishing. ISBN : 97808570 95695. Cauvain SP. Dan Young LS. 2006. Baked Products. Ebook, Wiley-Blackwell. ISBN: 978-1-4051-2702-8. Chamchong M dan A. Datta. 1999. Thawing of Foods in a Microwave oven: II. Effect of Load geometry and Dielectric Properties. The Journal of Microwave Power and Electromagnetic Energy : A publication of the International Microwave Power Institute 34(1): 22-32. DOI : 10355128.
34 Chavan RS dan Chavan SR. 2010. Microwave Baking in food industry: A Review. International J Dairy Science 5: 113-127. DOI: 10.3923/ijds.2010. 113.127. Epub 2010 Jun 10. Copelan L, Blazek J, Salman H, Tang MC. 2009. Form and functionality of starches. 9th International Hydrocolloids Conference 43:1527-1534. DOI: 10.1016/ j.foodhyd.2008.09.016. Fadda C, Sanguinetti AM, Del Caro A, Collar C, dan Piga A. 2014. Bread Staling Up dating The View. Comprehensive Review in Food Science and Food Safety 13(4):473-492. DOI : 10.1111/1541-4337.12064. Gomez M, Paris E, Oliette B, Pando V. 2010. Modelling of texture evolution of cakes during storage. J Texture Studies 41: 17-33. DOI: 10.1111/j.17454603.2009. 00210.x. Epub 2010 Jan 22. Hagenbart S. 1998. Maximizing Convenience with Bakeri Mixes. Natural Product Insider. Epub 1998 Sept 1. Hesso N, Loisel C, Chevallier S dan Bail Al. 2014. Erratum to : Impact of Pregelatinized Starches on The Texture and Staling of Conventional and Degassed Pound Cake. Food and Bioprocess Technology 7(10):2923-2930. DOI: 10. 1007/s11947-014-1308-8. Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta. ISBN: 978-li979-078-350-8. Kumar C, Joardder M, Karim A, Millar G, Amin Z. 2014. Temperature redistribution modelling during intermittent microwave convective heating. Procedia Engi-neering 90:544-549. DOI: doi.org/10.1016/j.proeng.2014.11.770. Epub 2014 Jun 20. Lebesi DM, Tzia C. 2011. Staling of Cereal Bran Enriched Cakes and The Effect of An Endoxylanase Enzyme on The Physicochemical and Sensorial Characteris-tics. J Food Sci 76(6):S380-7. DOI: 10.1111/j.17503841.2011.02220x. Marra F, Bonis MV and Ruocco G. 2010. Combined microwaves and convection heating: A conjugate approach. J. Food Eng 97: 31-39. DOI: 10.1016/j. jfoodeng.2009.09.012. Meilgaard MC, Carr BT, Civille GV. 2006. Sensory Evaluation Techniques. Fourth edition. CRC Press. ISBN:9780849338397-CAT#3839. Mirade PS , Daudin JD, Ducept F, Trystram G dan and Clement J. 2004. Characterization and CFD modelling of air temperature and velocity profiles in an industrial biscuit baking tunnel oven. Food Res. Int. 37: 1031-1039. DOI : 10.1016/j.foodres.2004.07.001. Miyazaki M, Hung PV, Maeda T, Morita N. 2006. Recent advances in application of Modified Starches for Breadmaking. Trend in Food Science and Technology 17(11):591-599. DOI: 10.1016/j.tifs.2006.05.002.
35 Miyazaki M, Maeda T, Morita N. 2008. Bread Quality of Frozen Dough Substituted with Modified Tapioca Starches. European Food Research and Technology 227(2): 503-509. DOI: 10.5458/jag.52.345. Ohlson T dan Risman PO. 1978. Temperature Distribution of Microwave HeatingSpheres and Cylinders. J. Microwave Power 13: 303-310. Resurreccion AV. 1998.Consumer sensory testing for Product Developemnent. Aspen Publishers. Inc, New York ISBN: 0-8342-1209-9. Sakiyan O, Sumnu G, Sahin S, Meda V. 2007. Investigation of Dielectric Properties of Different Cake Formulation During Microwave and InfraredMicrowave Combination Baking. J Food Sci 72(4):205-213. DOI: 10.1111/j.1750-3841. 200700325.x. Santoni JK. 2011. Tren Premix dalam Industri Bakery. Food Review Indonesia. Juli 2011. Seyhun N, Sumnu G, dan Sahin S. 2003. Effect of different emulsifier types, fat content and gum types on retardation of staling of microwave-baked cakes. Molecular Nutritbion Food Research 47(4) : 248-251. DOI: 1002/food. 200390058. Seyhun N, Sumnu G, Sahin S. 2005. Effect of different starch types on retarding of staling of microwave-baked cakes. Food and Bioproduct Processing 83: 1-5. DOI: 10.1205/fbp.04041. Epub 2005 March 1.Sluimer P. 2007. Principles of bread making. Functionality of Raw Materials and Process Steps. AACI Ebook. ISBN: 978-1-891127- 45-8. Sluimer P. 2007. Principles of bread making. Functionality of Raw Materials and Process Steps. AACI Ebook. ISBN: 978-1-891127- 45-8. Sumarwan U. 2013. Proses Konsumsi dan Kepuasan Terhadap Produk Bakeri. Bakeri Magazine Vol 3(6) : 1 04-106. Tersedia pada: www.bakerimagazine.com. Szczesnick AS. 1963. Classification of Texture Characteristics. J Food Sci. 28:385-389. DOI: 10.1111/j.1365-2621.1963.tb00215.x. Thomas DJ dan Atwell WA. 2008. Starches. Eagan Press Handbook Series, United States. ISBN:1-891127-01-2. [USWA] United States Wheat Associates. 2007. Rapid Visco Analyzer. Wheat and Flour Testing Methods:A Guide to underrstanding Wheat and Flour Quality : Version 2. Tersedia pada: http//www.wheatflourbook.org. Vaclavik VA dan Christian EW. 2008. Essentials of Food Science 3 rd ed. SpringerVerlag, New York. ISBN : 9780387699394. Yang HW dan Gunasekaran S. 2004. Comparation of Temperature Distribution in Model Food Cylinders Based on Maxwell’s equations and Lambet’s Law During Pulsed Microwave Heating. J. Food Engineering 64 (2004) 445– 453. DOI : 10.1016/j.jfoodeng.2003.08.016.
36 Zhao J, Chen Z, Jin Z, Buwalda P, Gruppen H, Schols HA. 2015. Effects of Granula Size of Cross-linked and Hydroxypropylated Sweet Potato Starches on Their hysicochemical Properties. J Agric Food Chem 63(18):4646-54. DOI: 10.1021/j506349w. Zobel, H.F. dan Kulp, K. (1996). The staling mechanism, hal.1–64. Dalam: Baked Goods Freshness. Hebeda, R.E.dan Zobel, H.F., (Eds.). New York: Marcel Dekker, Inc.
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1. Kuesioner Focus Group Disscussion
Kualitas Brownies Microwave 1. Apakah Anda menyukai kue brownies kukus ? o ya o tidak 2. Dalam menilai kualitas kue brownies kukus, yang Anda amati adalah (pilihan boleh lebih dari 1) o Rasa dan aroma o Volume o Moistness o Kematangan o Pori-pori o Ketahanan moistness o ……….(lainnya) 3. Menurut Anda, rasa kue brownies kukus yang berkualitas tinggi adalah yang memiliki (pilihan boleh lebih dari 1) o Rasa dan aroma cokelat o Rasa dan aroma cokelat dan kuat susu kuat o Rasa dan aroma susu kuat o Rasa lainnya………………… 4. Tekstur kue brownies kukus yang berkualitas tinggi menurut Anda adalah yang memiliki (pilihan boleh lebih dari 1) o Tekstur moist o Tekstur lembut o Tekstur kering o Tekstur keras o Tekstur padat o …………..(parameter o Tekstur ringan lainnya) 5. Menurut Anda, pori-pori kue brownies kukus yang berkualitas tinggi adalah yang memiliki (pilihan boleh lebih dari 1) o Pori-pori halus o ………………(parameter o Pori-pori kasar lainnya) 6. Menurut Anda, kue brownies kukus yang berkualitas tinggi memiliki ketahanan moistness sampai o 3 hari o 5 hari o 4 hari o 6 hari 7. Kue brownies kukus yang memiliki kematangan yang baik adalah o Tidak collapse o Kepadatan seragam o Permukaan bagian atas rata o Tidak lengket saat ditusuk di o Pori-pori seragam bagian tengah kue o Tidak menciut bagian o ……………….(parameter pinggir kue lainnya) 8. Kue brownies kukus yang beredar di pasaran yang memiliki kualitas yang paling bagus menurut Anda adalah o Amanda brownies kukus o Zeelandia brownies kukus o Primarasa brownies kukus o Produk selain di atas : ……………………………………
39 9. Pernahkah Anda mengkonsumsi kue brownies yang dibuat dengan microwave o Ya o Tidak 10. Jika jawaban Anda Ya, apakah menurut Anda brownies microwave yang Anda konsumsi tersebut memiliki kualitas yang bagus ? o Ya o Tidak 12. Dalam menilai kualitas brownies microwave parameter yang harus dibuat optimal menurut Anda adalah (minimal 3 parameter) Parameter Penjelasan o Rasa dan aroma : o Moistness : o Pori-pori : o Volume : o Kematangan : o Ketahanan moistness kue : o …………………………… o …………………………… : :
40 Lampiran 2. Form evaluasi sensori FORM EVALUASI SENSORI
Nama :
Tanggal :
Panelis yang terhormat, mohon untuk memberikan nilai pada sampel ini berdasarkan rangking dengan parameter berikut Parameter
Kode sampel
Pori-pori Moistness Kepadatan Kelembutan Keseluruhan Note : Pori-pori 1: sangat kasar 2: kasar 3: netral 4: halus 5: sangat halus Kelembutan 1: sangat tidak lembut lembut2: t 2 : tidak lembut 3: netral 4: lembut 5: sangat lembut
Moistness 1: sangat kering/ngeprul 2: kering/ngeprul 3: netral 4: moist 5 : sangat moist Keseluruhan 1: sangat tidak suka 2: tidak suka 3: netral 4: suka 5 : sangat suka
Kepadatan 1: sangat padat 2: padat 3: netral 4: ringan 5: sangat ringan
41
Lampiran 3. Deskripsi dan metode pengujian parameter uji sensori brownies hasil focus group discussion Atribut Mutu Pori-pori
Metode Uji Tampilan visual kehalusan pori-pori
Deskripsi
Skor 1
Skor 5
Pori-pori lemah = kasar, Pori-pori kuat = halus
Kasar
Halus
Moistness
Mendeteksi basah saat Basah lemah = di dalam mulut setelah kering, Basah gigitan pertama tanpa kuat = basah penambahan air liur.
Kering
Basah
Kepadatan
Mendeteksi poros (pengem- bangan udara) saat gigitan pertama.
Kepadatan lemah = ringan, Kepadatan kuat = padat
Ringan
Padat
Kelembutan
Kelembutan di dalam mulut saat air liur pertama ditambahkan ke dalam produk
Kelembutan lemah = kasar. Kelembutan kuat = lembut, halus
Kasar
Halus
Keseluruhan parameter (rating hedonik)
Penilaian tekstur pada saat gigitan pertama sampai produk ditelan
Tekstur jelek = tidak suka. Tekstur bagus = suka
Tidak suka
Suka
42
RIWAYAT HIDUP Penulis anak pertama dari lima bersaudara yang dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 4 November 1975 dari pasangan Fauzinir dan Mardiwanis. Pendidikan Sekolah Dasar penulis tempuh di Sekolah Dasar Al-Ulum Medan lulus tahun 1988, selanjutnya di SMP Negeri I Medan lulus tahun 1991. Tahun 1994 penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Medan. Pendidikan sarjana penulis tempuh di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian dan dinyatakan lulus tahun 1998. Tahun 2013 – 2016, penulis melanjutkan pendidikan S2 Pascasarjana Program Studi Magister Teknologi Pangan di Institut Pertanian Bogor. Tesis yang ditulis sebagai syarat menempuh program Pascasarjana adalah Karakteristik Tekstur Brownies yang Dipanggang dengan Microwave dengan Penambahan Pati Termodifikasi. Pengambilan judul ini untuk memberikan manfaat baik bagi penulis, maupun perusahaan tempat penulis bekerja saat ini. Karir dibidang pekerjaan, penulis mulai sejak tahun 1998 di PT. Seelindo Sejahteratama sampai sekarang ( Februari 2016) di departemen Research and Development.