KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA BAMBU PETUNG PADA BAMBU MUDA, DEWASA DAN TUA ( STUDI KASUS : BAGIAN PANGKAL )¹ Oleh : Sidik Mustafa² INTISARI Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa bambu yang berumur 3 - 5 tahun memiliki kekuatan yang baik. Batang bambu yang ada dipasaran atau yang dijual di toko bangunan umumnya campur antara bambu muda, bambu dewasa dan bambu tua. Hal ini dikarenakan metode penebangan yang digunakan adalah metode tebang habis dalam satu rumpun. Akibatnya kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang tua dan yang muda. Permasalahan yang muncul adalah tidak diketahuinya perbedaan kualitas bambu yang berumur muda, dewasa dan tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika bambu petung bagian pangkal pada bambu muda, dewasa dan tua. Sifat fisika yang diteliti adalah kerapatan bambu, sedangkan sifat mekanika bambu yang diteliti antara lain kuat tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat dan kuat tarik sejajar serat. Selain itu, pada penelitian ini juga meneliti mengenai kerapatan serat sklerenkim yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan bambu. Hasil penelitian didapatkan kerapatan bambu muda , dewasa dan tua sebesar 0,695 gr/cm³; 0,809 gr/cm³ dan 0,742 gr/cm³. Kerapatan serat sklerenkim bambu muda, dewasa dan tua sebesar 0,4257 mm²/mm; 0,4290 mm²/mm² dan 0,4284 mm²/mm². Kuat tekan, tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas tekan bambu muda sebesar 37,52 Mpa; 33,10 Mpa dan 3773,15 Mpa; bambu dewasa sebesar 46,59 Mpa; 42,33 Mpa dan 4719,13 Mpa; sedangkan bambu tua sebesar 43,13 Mpa; 38,40 Mpa dan 3783,93 Mpa. Kuat geser bambu muda, dewasa dan tua sebesar 6,86 Mpa; 9,94 Mpa dan 8,95 Mpa. Kuat tarik bambu muda, dewasa dan tua sebesar 151,54 Mpa; 217,89 Mpa dan 186,09 Mpa. Kerapatan bambu dan kerapatan serat sklerenkim berpengaruh terhadap kekuatan bambu. Kekuatan bambu yang tertinggi pada bambu dewasa dan yang terendah pada bambu muda. Kerapatan dan kekuatan bambu petung bagian pangkal meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan menurun pada bambu tua. Walaupun bambu muda aman bila digunakan sebagai komponen struktur, sebaiknya pemanfaatan bambu menggunakan bambu dewasa karena akan mampu menjaga kelestarian rumpun bambu, disamping memiliki kekuatan yang baik. Kata kunci : Umur bambu, kualitas, kekuatan 1) Disampaikan dalam seminar Tugas Akhir untuk melengkapi persyaratan kelulusan memperoleh derajat kesarjanaan Strata-1 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada dengan NIM : 05 / 186574 / TK / 30945
1
Latar Belakang Permasalahan mengenai kerusakan hutan dan kebutuhan material yang murah dan ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir hangat diperbincangkan. Hasil hutan yang melimpah dari hutan di Indonesia seperti kayu diambil secara berlebihan tanpa adanya regenerasi yang dilakukan.Untuk mengurangi dan mengembalikan fungsi hutan sebagai komponen lingkungan hidup maka langkah yang dilakukan adalah menghentikan penebangan hutan dan melakukan penanaman hutan kembali atau reboisasi. Bersamaan dengan program tersebut, maka perlu dicari bahan bangunan lain sebagai alternatif pengganti kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bambu merupakan bahan alternatif yang tepat karena sifat atau kekuatannya yang mirip dengan kayu bahkan lebih baik dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa bambu berumur 3 - 5 tahun memiliki kekuatan yang baik apabila digunakan sebagai komponen struktural. Batang bambu yang ada dipasaran atau yang dijual di toko bangunan umumnya campur antara bambu muda, bambu dewasa dan bambu tua. Hal ini dikarenakan metode penebangan bambu yang digunakan adalah metode tebang habis dalam satu rumpun. Akibatnya kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara bambu yang tua dan yang muda. Selain itu metode ini juga menimbulkan pengaruh terhadap sistem perebungan bambu, sehingga kelangsungan tanaman bambu terganggu. Permasalahan yang muncul adalah tidak diketahui seberapa besar
perbedaan kekuatan antara bambu petung yang berumur muda, dewasa, dan tua. Dari segi struktural, pemakaian batang bambu dengan kualitas yang campur antara bambu yang tua dan yang muda mungkin akan sangat berbahaya. Oleh karena itu, penelitian mengenai karakteristik sifat fisika dan sifat mekanika bambu petung yang berumur muda, dewasa, dan tua perlu dilakukan. Diharapkan dengan penelitian ini maka dapat diketahui perbandingan kekuatan bambu yang berumur muda , dewasa dan tua sehingga pemanfaatan bambu sebagai pengganti kayu dapat lebih optimal. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bambu Bambu adalah nama kumpulan rumput-rumputan berbentuk pohon kayu atau perdu yang melurus dengan batang yang biasanya tegak, kadangkadang memanjat, mengayu, dan bercabang-cabang. Batangnya timbul dari buku-buku rimpang yang menjulur. Tanaman ini termasuk Bamboidae, salah satu anggota sub famili rumput (Sastrapraja,dkk., 1977 dalam Wijaya, 2003). Secara umum bambu merupakan material yang bersifat orthotropic, yaitu memiliki sifat yang berbeda pada 3 arah sumbu: longitudinal, radial, dan tangensial. Akan tetapi, bambu juga merupakan material yang bersifat biological. Perbedaan dan ketidakkonsistenan sifat karakteristik bambu disebabkan beberapa faktor, antara lain: jenis bambu, umur bambu, keadaan tanah, keadaan lingkungan, dan bagian batang bambu. Bambu tua biasanya berumur lebih dari 3 tahun, bambu dewasa berkisar
2
antara 2 – 3 tahun, dan bambu muda berkisar antara 0 – 2 tahun. Apabila tidak terdapat data secara rinci, umur bambu dapat diketahui secara visual. Bambu tua memiliki warna permukaan kulit yang sudah berubah dari warna aslinya (agak putih) dan bercorak akibat ditempeli jamur. Pada bambu muda masih banyak terdapat pelepah pada batang dan warna batang masih hijau. Bambu dengan nama botani Dendrocalamus asper di Indonesia dikenal dengan nama bambu petung. Bambu jenis ini mempuyai rumpun agak rapat, dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan air laut. Pertumbuhan cukup baik khususnya untuk daerah yang tidak terlalu kering. Warna kulit batang hijau kekuning-kuningan, batang dapat mencapai panjang 10-14 m, panjang ruas berkisar antara 40–60 cm, diameter 6–15 cm, dan tebal dinding 10-15 mm (Morisco, 1999). Sifat Fisika Bambu Kadar Air Kadar air bambu adalah banyaknya air dalam sepotong bambu yang dinyatakan sebagai prosentase dari berat kering tanurnya. Kandungan dalam bambu bervariasi baik arah memanjang maupun arah melintang dan tergantung pada umur bambu, waktu penebangan, tempat tumbuh, dan jenis bambu. Kondisi udara di Indonesia termasuk lembab karena terletak di daerah tropis dan berupa negara kepulauan. Kelembaban relatifnya berkisar 60 % - 80 % dengan temperature 18° - 35° C pada musim kemarau. Kondisi ini berbeda-beda, bergantung pada letak geografis dan
tinggi daerah dari permukaan laut. Bila nilai kelembaban relative dan temperature dihubungkan, titik keseimbangan kayu di Indonesia berkisar 12 % - 20 %, bergantung pada jenis kayu (Prayitno, 2008 dan Morisco, 2008). Kerapatan ( Density ) Berat jenis adalah nilai perbandingan antara kerapatan suatu benda dengan kerapatan benda standar pada volume yang sama. Kerapatan adalah perbandingan massa suatu benda dengan volumenya. Menurut Soenardi (1976) dalam Hidayati (2008), berat jenis dan kerapatan kayu atau bambu merupakan faktor yang menentukan sifat –sifat kayu dan atau bambu. Menurut Liese (1980) dalam Pambudi (2002), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 - 0,9 gr/cm3. Variasi berat jenis terjadi baik arah vertikal maupun horizontal. Batang bambu bagian luar mempunyai berat jenis lebih tinggi daripada bagian dalam, sedangkan pada arah memanjang berat jenis meningkat dari pangkal ke ujung. Sifat Anatomi Bambu Sifat anatomi berpengaruh terhadap sifat fisika dan sifat mekanika bambu. Batang bambu terdiri dari 50 % parenkim, 40 % serat, dan 10 % jaringan penyalur (pori dan saluran pembuluh) dengan variasi tergantung kepada spesiesnya. Sel-sel parenkim dan pembuluh tapis sebagian besar terdapat pada 1/3 tebal batang bagian dalam, sedangkan serat terdapat pada 1/3 tebal batang bagian luar (Liese, 1985 dalam Hidayati, 2008). Sifat Mekanika Bambu Kuat Tarik Sejajar Serat
3
Kuat tarik merupakan ketahanan suatu benda menahan gaya luar yang berupa gaya tarik yang bekarja pada benda tersebut. Morisco pada tahun 1994 - 1999 telah melakukan pengujian terhadap kuat tarik bambu. Hasil yang didapatkan kuat tarik kulit bambu ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm², atau sekitar dua kali tegangan luluh baja, sedang kuat tarik rata-rata bambu petung juga lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu specimen yang mempunyai kuat tarik lebih rendah dari tegangan luluh baja. Adapun hasil uji dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
yang berbeda. Kuat geser bambu sangat kecil jika dibandingakan dengan kuat tarik dan kuat tekan bambu. LANDASAN TEORI Sifat Fisika Bambu Kadar Air Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) berikut: W − Wo (1) Ka = b x100% Wo dengan K a : kadar air bambu (%), Wb : berat basah (gram) dan Wo : berat kering tanur ( gram ). Kerapatan Besar kerapatan bambu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2) berikut: m ρw = w (2) Vw dengan ρw : kerapatan pada kadar air w (gram/ cm3 ), m w : massa benda uji pada kadar air w (gram) dan V w : volume benda uji pada kadar air w (cm3).
Gambar 1. Grafik Tegangan-Regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999) Kuat Tekan Sejajar Serat Kuat tekan sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk menahan gaya luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian – bagian benda secara bersama – sama (Syafii, 1984 dalam Pambudi, 2002). Kuat Geser Sejajar Serat Kuat geser sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat uang cenderung menekan bagian-bagian benda secara tidak bersama-sama atau dalam arah
Sifat Mekanika Bambu Kuat Tarik Sejajar Serat Kuat tarik bambu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (3) berikut: P σ tarik = maks (3) A dengan σtarik : besar tegangan tarik (N/mm2), Pmaks : beban tarik maksimum (N) dan A: luas penampang benda uji (mm2). Kuat Tekan Sejajar Serat Kuat tekan bambu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (4) berikut:
4
Pmaks (4) A dengan σtekan : besar tegangan tekan (N/mm2), Pmaks :beban tekan maksimum (N) dan A: Luas penampang benda uji (mm2).
σ tekan =
Untuk mengetahui besar regangan tekan yang terjadi pada bambu, digunakan Persamaan (5) berikut: ε=
∆l L
Bagan Alir Penelitian Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut : Mulai Penyimpanan bambu dan Persiapan
Kalibrasi Moisture Meter
(5) dengan ε : besar regangan tekan, ∆ l: perpendekan yang terjadi pada benda uji (mm) dan L: panjang benda uji (mm). Untuk mengetahui besarnya modulus elastisitas digunakan Persamaan (6) berikut: σ E tekan = (6) ε dengan E tekan : modulus elastisitas tekan (N/mm2), σ : tegangan tekan 2 (N/mm ) dan ε : regangan benda uji.
Pengamatan Kadar air
Pembuatan Benda Uji Pengujian : • Kerapatan Bambu • Kerapatan Sklerenkim • Kuat Tarik // Serat • Kuat Tekan // Serat • Kuat Geser // Serat
Pengumpulan Data Hasil Pengujian
Analisis Data
Kuat Geser Sejajar Serat Kuat Geser Sejajar Serat dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7) berikut: τ=
V A
(7)
dengan τ : besar tegangan geser (N/mm2), V: beban geser geser maksimum (N) dan A : luas penampang benda uji (mm2).
Pembahasan Kesimpulan Selesai
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
5
HASIL PENELITIAN Sifat Fisika Bambu Kadar air Hasil penelitian kadar air bambu pada saat pengujian ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kadar Air rata-rata Bambu Kadar Sifat Umur Air Mekanika Bambu Aktual (%) Muda 12,61 Kuat Dewasa 12,79 Tekan Tua 12,51 Muda 11,42 Kuat Dewasa 12,06 Geser Tua 11,36 Muda 10,28 Kuat Dewasa 11,85 Tarik Tua 11,22 Kerapatan bambu Hasil penelitian kerapatan bambu pada saat pengujian ditampilkan pada Tabel 2. berikut. Tabel 2. Kerapatan Rata-rata Bambu Kerapatan Sifat Umur Bambu Mekanika Bambu (gr/cm3) Muda 0,688 Kuat Dewasa 0,816 Tekan Tua 0,721 Muda 0,712 Kuat Dewasa 0,805 Geser Tua 0,749 Muda 0,686 Kuat Dewasa 0,806 Tarik Tua 0,756 Sifat Anatomi Bambu Kerapatan Serat Sklerenkim
Hasil penelitian kerapatan serat sklerenkim bambu ditampilkan pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Kerapatan Serat Sklerenkim Bambu Petung Bagian Pangkal Keratapan serat Rata-rata Umur sklerenkim (mm²/mm²) (mm²/mm²) Muda 1 0,4491 Muda 2 0,4335 0,4258 Muda 3 0,3946 Dewasa 1 0,4252 Dewasa 2 0,4321 0,4290 Dewasa 3 0,4294 Tua 1 0,4175 Tua 2 0,4494 0,4284 Tua 3 0,4183 Sifat Mekanika Bambu Hasil penelitian sifat mekanika bambu petung bagian pangkal ditampilkan pada Tabel 4. berikut. Tabel 4. Hasil Pengujian Sifat Mekanika Bambu Sifat Rata-rata Mekanika Umur (Mpa) Muda 37,52 Kuat Tekan Dewasa 46,59 Tua 43,13 Muda 33,10 Tegangan Batas proporsi Dewasa 42,33 Tekan Tua 38,40 Muda 3773,15 Modulus Elastisitas Dewasa 4719,13 Tekan Tua 3783,93 Muda 6,86 Kuat Geser Dewasa 9,94 Tua 8,95 Kuat Tarik Muda 151,54 Dewasa 217,89
6
Tua
186,09
PEMBAHASAN Kadar Air Bambu Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air bambu telah mencapai kadar air kering udara ( ± 12 % ). Kadar air tersebut telah sesuai dengan persyaratan kadar air untuk pengujian sifat mekanika bambu menurut ISO 22157 (2004). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kadar air pada masing-masing pengujian tidak beda signifikan atau dapat dikatakan bahwa kadar air bambu seragam sehingga pengaruh kadar air dapat diabaikan dalam perbandingan kekuatan antara bambu muda, dewasa dan tua. Kerapatan Bambu Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kerapatan bambu petung bagian pangkal telah sesuai dengan penelitian Liese (1980) dalam Pambudi (2002), dimana kerapatan bambu berkisar antara 0,5 - 0,9 gr/cm3. Kerapatan bambu dewasa paling tinggi dan kerapatan bambu muda paling rendah pada setiap pengujian sifat mekanika. Grafik perbandingan kerapatan ratarata bambu petung bagian pangkal berdasarkan umur bambu ditampilkan pada Gambar 3 berikut .
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kerapatan Bambu Petung bagian pangkal Dari Gambar 3 diatas dapat dilihat kerapatan bambu muda sebesar 0,695 gr/cm³, bambu dewasa 0,809 gr/cm³ dan bambu tua 0,742 gr/cm³. Kerapatan bambu petung bagian pangkal akan meningkat dari umur muda ke umur dewasa dan menurun pada umur tua. Hal ini menunjukkan adanya proses pematangan sel pada batang bambu seiring meningkatnya umur. Penurunan kerapatan pada bambu tua mungkin disebabkan oleh penurunan zat selulosa pada batang bambu tua (Prawirohatmodjo dan Sulthoni, 1988). Hasil dari analisis variansi menunjukkan bahwa umur bambu berpengaruh terhadap kerapatan bambu petung bagian pangkal. Kerapatan Serat Sklerenkim Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kerapatan serat sklerenkim rata-rata antara bambu muda, dewasa dan tua tidak jauh berbeda. Analisis variansi menunjukkan kerapatan serat sklerenkim tidak beda signifikan terhadap faktor umur. Grafik perbandingan kerapatan sklerenkim bambu petung bagian pangkal berdasarkan umur ditampilkan pada Gambar 4 berikut. 0 .4 3 0 0 0 .4 2 9 0
0 .8 0
0 .4 2 8 0
0 .7 5
0 .4 2 7 0
Kerapatan Serat sklerenkim (mm²/mm²)
Kerapatan (gr/cm3)
K e ra pa ta n B a m bu P e tung B a g ia n P a ng k a l 0 .8 5
0 .7 0 0 .6 5 0 .6 0 0 .5 5 0 .5 0
0 .4 2 6 0 0 .4 2 5 0 0 .4 2 4 0 0 .4 2 3 0 0 .4 2 2 0
M uda
D ew as a
U m ur B a m b u
Tua
Mud a
Dew a s a
Tua
Um u r B a m b u
7
Kuat Tekan Sejajar Serat Pada Tabel 4 diatas dapat dilihat bambu dewasa memiliki kuat tekan yang paling tinggi dan bambu muda yang paling rendah. Kuat tekan bambu meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan menurun pada bambu tua. Grafik perbandingan kuat tekan bambu petung bagian pangkal berdasarkan umur bambu ditampilkan pada Gambar 5 berikut. Kua r Te ka n Se ja ja r Se ra t Ba m bu P e tung Ba gia n Pa ngka l 50
Tegangan Batas Proporsi Kuat Tekan Bambu Petung Bagian Pangkal 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Muda
45
Dew asa Um ur Bam bu
Tua
Gambar 6. Grafik Perbandingan Tegangan Batas Proporsi Bambu Petung Bagian Pangkal
40 Kuat Tekan (Mpa)
Perbedaan kuat tekan diatas disebabkan karena pengaruh kerapatan bambu. Bambu dewasa memiliki kerapatan yang tertinggi dimana kuat tekannya juga yang tertinggi, begitu juga dengan bambu muda yang memiliki kerapatan yang paling kecil sehingga kuat tekannya juga rendah. Nilai tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas tekan menunjukkan hasil yang serupa dengan hasil kuat tekan bambu, dimana bambu dewasa memiliki tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas yang tertinggi dan bambu muda yang paling rendah. Grafik perbandingan tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas tekan bambu petung bagian pangkal berdasarkan umur bambu ditampilkan pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
Tegangan Batas Proporsi ( Mpa )
Gambar 4. Grafik Perbandingan Kerapatan Serat Sklerenkim Bambu Petung Bagian Pangkal Perbedaan yang tidak begitu signifikan mungkin disebabkan oleh bambu muda telah mencapai umur lebih dari 1 tahun. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gritsch et al (2004) dapat diketahui perkembangan dinding sel penyusun serat bambu berumur 1 tahun tidak berbeda jauh dengan bambu umur 3 tahun. Walaupun demikian, dari penelitian ini didapatkan bambu dewasa memiliki kerapatan serat sklerenkim yang tertinggi dan bambu muda yang paling rendah.
35 30 25 20 15 10 5 0 Muda
Dew as a
Tua
Um ur Bam bu
Gambar 5. Garfik Perbandingan Kuat Tekan Sejajar Serat Bambu Petung Bagian Pangkal
8
K u a t Ge s e r B a m b u P e tu ng B a g ia n P a n g k a l
5000 4500 4000 3500 3000
Kuat Geser ( Mpa )
Modulus Elastisitas Tekan ( Mpa )
Modulus Elastisitas Tekan Bambu Petung Bagian Pangkal
2500 2000 1500 1000 500 0 Muda
Dew asa
Tua
Umur Bambu
Gambar 7. Grafik Perbandingan Modulus Elastisitas Tekan Bambu Petung Bagian Pangkal Analisis variansi pada kuat tekan dan tegangan batas proporsi menunjukkan hasil beda signifikan antar umur bambu, tetapi untuk modulus elastisitas menunjukkan hasil yang tidak beda signifikan. Kuat Geser Sejajar Serat Bambu memiliki kuat geser yang sangat kecil jika dibandingkan dengan kuat tekan dan kuat tariknya. Pada Tabel 4 diatas dapat dilihat, kuat geser tertinggi ada pada bambu dewasa dan kuat geser terendah pada bambu muda. Hal ini disebabkan nilai kerapatan bambu, dimana bambu dewasa memiliki kerapatan tertinggi pula. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kuat geser bambu beda signifikan antar umur bambu. Gambar perbandingan kuat geser bambu petung bagian pangkal ditampilkan pada Gambar 8 berikut.
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Mud a
De w a s a
Tu a
Um u r Ba m b u
Gambar 8. Grafik Perbandingan Kuat Geser Sejajar Serat Bambu Petung Bagian Pangkal Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu memiliki kuat tarik yang tinggi, bahkan hampir sama dengan kuat tarik baja tulangan (Morisco, 1999). Hasil dari pengujian kuat tarik bambu petung bagian pangkal didapatkan kuat tarik bambu muda berkisar antara 110 – 183,78 Mpa, bambu dewasa berkisar 180,26 – 255,96 Mpa dan bambu tua berkisar antara 131,13 – 240,22 Mpa. Kuat tarik bambu berkisar antara 3 – 5 kali dari kuat tekan bambu. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kuat tarik rata-rata bambu muda sebesar 151,54 Mpa, bambu dewasa 217,89 Mpa dan bambu tua 186,09 Mpa. Perbandingan nilai kuat tarik rata-rata bambu petung bagian pangkal ditampilkan pada Gambar 9 berikut.
9
225 200 Kuat Tarik ( Mpa )
175 150 125 100 75 50 25 0 Muda
Dew asa Um u r Bam bu
Tua
Gambar 9. Grafik Perbandingan Kuat Tarik Sejajar Serat Bambu Petung Bagian Pangkal Dari Gambar 9 diatas dapat dilihat bahwa bambu dewasa memiliki kuat tarik yang tertinggi dan bambu muda yang terendah. Hasil ini sesuai dengan kerapatan bambu dewasa yang lebih tinggi dari kerapatan bambu muda dan bambu tua. Selain kerapatan yang tinggi, bambu dewasa juga memiliki kerapatan serat sklerenkim yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kerapatan sklerenkim bambu muda dan bambu tua. Hasil analisis variansi didapatkan hasil beda signifikan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa umur bambu mempengaruhi kuat tarik bambu pada bagian pangkal. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisika dan mekanika bambu petung bagian pangkal diatas, maka klasifikasi kelas bambu dapat ditentukan. Klasifikasi bambu petung bagian pangkal berdasarkan kelas kuat kayu, bambu muda masuk dalam kayu kelas kuat II dan III, bambu dewasa masuk dalam kelas kuat II dan bambu tua masuk dalam kelas kuat II. Dari hasil klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa bambu petung bagian pangkal masih layak jika digunakan dalam
komponen struktur bangunan. Sebagai perbandingan, kayu jati masuk dalam kelas kuat II dan kayu mahoni masuk dalam kelas kuat II dan III. Dalam penggunaan sebagai komponen struktur, harus dilakukan pengujian sifat mekanika bambu terlebih daluhu sehingga kekuatan dari bahan dapat diketahui secara pasti. Tetapi dalam pemanfaatan sebagai komponen struktur, sebaiknya memakai bambu yang telah berumur dewasa karena selain memiliki kekuatan yang lebih baik, akan bermanfaat dalam pelestarian rumpun tanaman bambu. Hubungan Kerapatan dengan Sifat Mekanika Bambu Kerapatan bambu merupakan salah satu sifat fisika yang sangat mempengaruhi kekuatan bambu. Bambu dengan kerapatan yang tinggi berarti sel-sel pada batang bambu rapat dan keras. Bambu dengan kerapatan yang tinggi akan memiliki kekuatan yang tinggi pula. Hal ini juga dipengaruhi oleh zat-zat kimia seperti holoselulosa, alpha seloulosa,dan lignin yang terkandung dalam batang bambu. Grafik hubungan kerapatan dengan sifat mekanika bambu ditampilkan pada Gambar 10 sampai Gambar 12 berikut. H u b u n g a n K e r a p a ta n d e n g a n K u a t T e k a n B a m b u 70 60
y = 5 8 .9 9 9 x + 2 .6 1 1 1 2 R = 0 .6 9 4
50 Kuat Tekan ( Mpa )
Kuat Tar ik Bam b u Pe tung Bag ian Pangk al 250
40 30
y = 6 5 .0 8 2 x - 5 .8 6 2 5 2 R = 0 .5 5 4 5
20 10 0 0 .5
0 .6
0 .7 0 .8 0 .9 1 1 .1 Ke r a p a t a n g r /c m ³ ( s e m u a u m u r )
L in e a r (P a n g k al)
1 .2
L ine ar (U ju ng , R a m a dh a n i (2 0 0 9 ))
Gambar 10. Grafik Hubungan
10
Kerapatan dengan Kuat Tekan Bambu Petung Hu b u n g an Ke r a p a ta n d e n g an Ku a t Ge s e r Bam b u P e t u n g 14
y = 1 2 .1 76 x - 0 .93 6 5 R2 = 0 .2 2 4 1
12
kekuatan tarik bambu ditentukan oleh kerapatan dan kekuatan ikat antar serat yang dipengaruhi oleh bentuk serat serta zat pengikat antar serat bambu yaitu lignin.
Hubungan Kerapatan Serat Sklerenkim dengan Kerapatan 6 Bambu 4 Dari hasil penelitian didapatkan 2 0 kerapatan serat sklerenkim bambu 0 .5 0.6 0 .7 0 .8 0 .9 1 1 .1 petung bagian pangkal yang tertinggi Ke r a p a t an g r /c m ³ ( s e m u a u m u r ) ada pada bambu dewasa dan yang L in e a r (P an gk a l) Lin ea r (U ju ng R a m a dh an i (2 00 9 )) terendah pada bambu muda. Hasil ini Gambar 11. Grafik Hubungan sesuai dengan kerapatan rata-rata yang Kerapatan dengan Kuat Geser Bambu didapat, dimana kerapatan bambu Petung dewasa tertinggi dan bambu muda terendah. Hubungan Kerapatan serat Hubunga n Ke ra pa ta n de nga n Kua t Ta rik Ba m bu sklerenkim dengan kerapatan bambu 300 y = 32 4 .7 9 x - 5 8 .2 2 2 petung ditampilkan pada Gambar 13 R 2 = 0 .3 6 6 2 250 berikut. y = 21 .1 0 5x - 7 .36 3 1 R2 = 0 .4 4
8
200
y = 1 8 4.4 1 x + 39 .3 53 R2 = 0 .1 6 3
150
Hubunga n Ke ra pa ta n Se ra t skle re nkim de nga n Ke ra pa ta n Ba m bu Pe tung
100
0.95
y = 58.365x - 24.217 R2 = 0.7581
0.90
50 0 0.5
0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 Ke r apatan g r /cm ³ ( s e m u a u m u r ) Linear (Pangkal) Linear (Ujung Ramadhani (2009))
Gambar 12. Grafik Hubungan Kerapatan dengan Kuat Tarik Bambu Petung Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa sifat mekanika bambu meningkat seiring dengan meningkatnya bambu sehingga dapat disimpulkan kerapatan bambu berbanding lurus dengan kekuatan bambu. Kesimpulan ini sesuai dengan teori Soenardi (1976) dalam Wijaya (2003) yang menyatakan bahwa sifat mekanika kayu atau bambu merupakan fungsi dari banyaknya zat kayu yang terkandung di dalam kayu atau bambu yang bersangkuatan. Kulber (1980) dalam Ismail (2009) menyatakan
Kerapatan ( gr/cm³)
Kuat Tarik ( Mpa )
Kuat Geser ( Mpa )
10
0.85 0.80 y = 29.812x - 12.002 R2 = 0.8011
0.75 0.70 0.65 0.60 0.4250
0.4260
0.4270
0.4280
0.4290
0.4300
0.4310
Ke r ap atan Se rat Sk le r e nk im ( m m ²/m m ² ) Linear (Pangkal) Linear (Ujung, Ramadhani (2009))
Gambar 13. Grafik Hubungan Kerapatan Serat Sklerenkim dengan Kerapatan Bambu Dari Gambar 13 diatas dapat dilihat peningkatan kerapatan serat sklerenkim bambu akan mengakibatkan peningkatan kerapatannya, baik pada bagian pangkal maupun bagian ujung. Hal ini dikarenakan serat mempunyai kontribusi 60-70% terhadap berat total jaringan batang bambu (Liese,1992).
11
Gambar 15. Grafik Hubungan Kerapatan Serat Sklerenkim dengan Kuat Geser Bambu 250
Hu b u n g an Ke r ap atan S e r at Sk le r e n k im d e n g an Ku at T ar ik Bam b u
200 Kuat Tarik ( Mpa )
Hubungan Kerapatan Serat Sklerenkim dengan Sifat Mekanika Bambu Sifat anatomi bambu sangat berpengaruh terhadap sifat fisika dan mekanika bambu. Ghavami et al (2003) menyatakan bahwa daerah dengan kerapatan yang tinggi pada berkas vaskuler disebut dengan sklerenkim yang terdiri dari serat mikroselolusa. Serat inilah yang bertanggungjawab terhadap kekuatan bambu. Grafik hubungan kerapatan serat sklerenkim dengan sifat mekanika bambu ditampilkan pada Gambar 14 sampai Gambar 16 berikut.
y = 18291x - 7637.8 R2 = 0.8907 y = 10644x - 4375.4 R2 = 0.7175
150 100 50 0 0.4250
0.4260
0.4270
0.4280
0.4290
0.4300
0.4310
Ke r ap atan Se r at Sk le r e n k im ( m m ² /m m ² ) Linear ( Pangkal)
Linear (Ujung, Ramadhani ( 2009) )
Gambar 16. Grafik Hubungan Kerapatan Serat Sklerenkim dengan Kuat Tarik Bambu Hu b u n g a n Ke r a p a t a n S e r a t S k le r e n k im d e n g a n Ku a t T e k a n Dari grafik diatas dapat dilihat Ba m b u bahwa sifat mekanika bambu akan 70 y = 4 3 1 4 .1 x - 1 7 9 9 .4 60 meningkat dengan meningkatnya R = 0 .7 8 2 4 50 kerapatan serat sklerenkim sehingga 40 dapat disimpulkan bahwa kerapatan y = 2 6 0 4 x - 1 0 7 1 .3 30 serat sklerenkim mempengaruhi R = 0 .9 5 0 5 20 kekuatan bambu. Serat sklerenkim 10 merupakan serat mikroselulosa yang 0 mempunyai kekuatan lebih tinggi 0 .4 2 5 0 0 .4 2 6 0 0 .4 2 7 0 0 .4 2 8 0 0 .4 2 9 0 0 .4 3 0 0 0.4 3 1 0 dibandingkan jaringan ligninnya. Ke r a p a t a n S e r a t S k le r e n k im (m m ² /m m ²) Tommy Y.Lo (2008) menyatakan L ine a r ( Pa n g ka l) L in e a r ( Ujun g , Ra ma d h a n i ( 2 0 0 9 )) kerapatan serat sklerenkim merupakan Gambar 14. Grafik Hubungan salah satu faktor yang mempengaruhi Kerapatan Serat Sklerenkim dengan kuat tekan bambu. Kuat Tekan Bambu
Kuat Tekan ( Mpa )
2
2
Hu b u n g a n Ke r a p a t a n Se r a t S k le r e n k im d e n g a n Ku a t G e s e r Ba m b u
KESIMPULAN DAN SARAN
12
Kesimpulan Dari hasil pengujian sifat fisika dan y = 1 1 8 0 x - 4 9 7 .1 1 8 mekanika bambu petung bagian R = 0 .9 9 8 1 6 pangkal yang berumur muda, dewasa dan tua, maka dapat diambil beberapa 4 kesimpulan sebagai berikut: 2 1. Kadar air rata-rata untuk bambu 0 muda, dewasa dan tua pada saat 0 .4 2 5 0 0 .4 2 6 0 0 .4 2 7 0 0 .4 2 8 0 0 .4 2 9 0 0 .4 3 0 0 0 .4 3 1 0 Ke r a p a ta n S e r a t S k le r e n k im ( m m ² /m m ² ) pengujian kuat tekan sebesar 12,61 L in e a r ( Pa n g ka l) L in e a r ( Uju n g , Ra ma d h a n i (2 0 0 9 )) %, 12,79 % dan 12,51 %. Pada saat pengujian kuat geser sebesar 11,42
Kuat Geser ( Mpa )
10
y = 9 0 7 .1 9 x - 3 7 9 .4 3 R2 = 0 .9 7 5 6
2
12
%, 12,06 % dan 11,36 %. Pada saat pengujian kuat tarik sebesar 10,28 %, 11,85 % dan 11,22 %. Analisis variansi menunjukkan bahwa kadar air bambu muda, dewasa dan tua saat pengujian sifat mekanika tidak beda signifikan. 2. Kerapatan rata-rata bambu petung bagian pangkal yang tertinggi pada bambu dewasa dan terendah pada bambu muda. Kerapatan bambu muda sebesar 0,695 gr/cm³, bambu dewasa sebesar 0,809 gr/cm³ dan bambu tua sebesar 0,742 gr/cm³. Perbedaan kerapatan bambu tersebut menunjukkan ada proses pematangan sel batang bambu dengan bertambahnya umur dan akan menurun pada umur tertentu karena terjadi penurunan kandungan zat selulosa. Kerapatan bambu petung bagian pangkal akan meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan akan menurun pada bambu tua. 3. Kerapatan serat sklerenkim bambu petung bagian pangkal tidak beda signifikan antara bambu muda, bambu dewasa dan bambu tua. Kerapatan serat sklerenkim bambu muda sebesar 0,4257 mm²/mm², bambu dewasa 0,4290 mm²/mm² dan bambu tua 0,4284 mm²/mm². Perbedaan kerapatan serat sklerenkim yang tidak beda signifikan mungkin karenakan umur bambu muda telah mencapai 1 – 2 tahun. Secara umum, kerapatan serat sklerenkim pada bambu dewasa tertinggi dan kerapatan serat sklerenkim pada bambu muda terendah. 4. Kuat tekan rata-rata bambu petung bagian pangkal yang tertinggi pada bambu dewasa dan terendah pada bambu muda. Kuat tekan bambu
muda sebesar 37,52 Mpa, bambu dewasa sebesar 46,59 Mpa dan bambu tua sebesar 43,13 Mpa. Kuat tekan bambu dewasa dan bambu tua tidak beda signifikan. Tegangan batas proporsi kuat tekan bambu muda sebesar 33,10 Mpa, bambu dewasa sebesar 42,33 Mpa dan bambu tua sebesar 38,40 Mpa. Bambu dewasa memiliki modulus elastisitas tekan tertinggi dengan 4719,13 Mpa dan bambu muda terendah dengan 3773,15 Mpa, sedangkan modulus elastisitas bambu tua sebesar 3783,93 Mpa. Bambu dewasa memiliki kuat tekan, tegangan batas proporsi dan modulus elastisitas tekan yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan kerapatan dan kerapatan serat sklerenkim bambu dewasa juga paling tinggi dan menunjukkan adanya proses pematangan seiring dengan bertambahnya umur. Kuat tekan sejajar serat akan meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan menurun pada bambu tua. 5. Kuat geser rata-rata bambu petung bagian pangkal yang tertinggi pada bambu dewasa dan terendah pada bambu muda. Kuat geser bambu muda sebesar 6,86 Mpa, bambu dewasa sebesar 9,94 Mpa dan bambu tua sebesar 8,95 Mpa.. Kuat geser bambu dewasa dan bambu tua tidak beda signifikan. Bambu dewasa memiliki kuat geser tertinggi karena kerapatan bambu tersebut juga tertinggi. Kuat geser sejajar serat akan meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan menurun pada bambu tua. 6. Kuat tarik rata-rata bambu petung bagian pangkal yang tertinggi pada bambu dewasa dan terendah pada bambu muda. Kuat tarik bambu
13
muda sebesar 151,54 Mpa, bambu dewasa sebesar 217,89 Mpa dan bambu tua sebesar 186,09 Mpa. Umur bambu berpengaruh terhadap kuat tarik bambu. Kuat tarik bambu petung bagian pangkal akan meningkat dari umur muda ke umur dewasa dan menurun pada umur tua. 7. Kerapatan bambu berpengaruh terhadap sifat mekanika bambu. Semakin tinggi kerapatan bambu, maka kekuatan bambu juga akan meningkat karena batang bambu akan lebih keras. Kerapatan merupatan sifat fisika yang dapat membedakan kekuatan bambu. 8. Serat sklerenkim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan bambu. Bambu dengan kandungan serat sklerenkim yang tinggi cenderung memiliki kekuatan yang tinggi pula. Serat sklerenkim tersebut jaringan yang bertanggungjawab terhadap kekuatan bambu. 9. Hasil pengujian sifat fisika dan mekanika bambu petung pada bagian pangkal menunjukkan bahwa sifat fisika dan mekanika bambu dipengaruhi oleh umur bambu. Bambu dewasa memiliki sifat fisika dan mekanika yang tertinggi dan lebih stabil diantara kelompok umut tersebut sehingga dapat dijadikan acuan terhadap pemilihan umur bambu yang akan digunakan untuk komponen struktur. 10. Bambu muda memiliki kekutan yang lebih rendah jika dibandingkan bambu dewasa dan tua. Dari klasifikasi, bambu muda masuk kayu kelas kuat II dan III. Kayu yang masuk dalam kelas kayu ini masih banyak digunakan
sebagai komponen struktur. Walaupun bambu muda aman bila digunakan sebagai komponen strukuktur bangunan, sebaiknya pemanfaatan bambu menggunakan bambu yang telah berumur dewasa. Hal ini untuk menjaga kelestarian tanaman bambu tersebut, disamping bambu dewasa memiliki kekuatan yang paling baik. Saran Beberapa saran dibawah ini kiranya dapat bagi penelitian selanjutnya. 1. Perlu mengetahui umur bambu yang sebenarnya sehingga perbedaan sifat fisika dan mekanika bambu dapat diketahui secara pasti. Selama ini umur bambu hanya ditentukan melaui ciri-ciri visual batang bambu dan juga informasi dari warga sekitar. 2. Perlu penelitian mengenai pengaruh umur terhadap sifat fisika dan mekanika dengan menggunakan umur bambu yang lebih detail (jarak umur yang tidak terlalu jauh) sehinga umur optimum bambu dapat diketahui secara pasti. 3. Perlu pengujian sifat kimia, anatomi (panjang serat, diameter serat dan ketebalan dinding sel) dan mekanika (kuat lentur) bambu sehingga data-data mengenai karakteristik bambu dapat lebih lengkap. 4. Untuk menjaga kelestarian tanaman bambu sebaiknya pemanfaatan bambu meggunakan bambu yang telah berumur dewasa walaupun bambu muda masih aman jika digunakan. DAFTAR PUSTAKA Ghavami, K et al. 2003. Multyscale Study of Bamboo Phyllostachys
14
edulis. Department of Civil Engineering, Pontificia Universidade Catolica do Rrio de Janerio. Gritsch et al, 2004. Development Changes in Cell Wall Structure of Phloem Fibre of the Bamboo Dendrocalamus asper. Annals of Botany 94: 497-505. Hidayati, Dyah Yoga. 2008. Pengaruh Pengawetan dengan CCB4 konsentrasi 5% , 10 % , 15 % terhadap Kekuatan Tarik, Lentur, Geser dan Kadar Air Bambu Legi. Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Ismail, Irwan. 2009. Sifat Pangawet Air laut pada Bambu Ampel Menggunakan Metode Buucherie-Morisco. Tesis Magister Teknik Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. ISO / TR 22157 –1 “Bamboo Determination of physical and mechanical properties – Part 1 : Requirements” 2004 . ISO / TR 22157 –2 “Bamboo Determination of physical and mechanical properties – Part 1 : Laboratory Manual” 2004 . Liese, W. 1992. The Structure of Bamboo in Relation To Its Properties and Utilization. International Symposium on Industrial Use of Bamboo, Beijing, China. Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Nafiri Offset . Yogyakarta. Morisco. 2008. Teknologi Bambu. Diktat kuliah Magister Teknik Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Pambudi, Ajar. 2003. Pengaruh Pengawetan Bambu dengan
Minyak Solar terhadap Karakteristik Bambu (studi kasus perendaman dingin dengan minyak solar pada jenis bambu petung). Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Prawirohatmodjo dan Sulthoni, 1988. Bamboo Preservation Project Phase II (Indonesia) Final Report (Vol I : Properties of Bamboo) . Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Prayitno. 2008. Teknologi Kayu. Diktat Kuliah Magister Teknik Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Tommy Y.Lo et al. 2008. Strength Analysis of Bamboo by Microscopic Investigation of Bamboo Fibre. Construction and Building Materials 22:1532-1535. Wijaya, Florentinus Rendriarta. 2003. Pengaruh Pengawetan dengan Metode Perendaman dalam Larutan Prusi terhadap Karakteristik Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad ). Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM.
15