Material
KUAT TEKAN DAN ANGKA POISSON BAMBU PETUNG LAMINASI (117M) Nor Intang Setyo H.1, Iman Satyarno2, Djoko Sulistyo2 dan T.A. Prayitno3 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman, Jl.Mayjen Sungkono KM 5 Blater Purbalingga 1 Mahasiswa Program Doktor, Teknik Sipil UGM, Jl.Grafika No. 2 Yogyakarta Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, UGM, Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta Email:
[email protected];
[email protected] 3 Jurusan Teknologi Hasil Hutan, UGM, Jl Agro Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Bambu laminasi sebagai salah satu bahan pengganti kayu agar dapat digunakan sebagai fungsi struktur perlu diketahui karakteristik mekanika, diantaranya kuat tekan, nilai modulus elastisitas tekan dan angka poisson (poisson ratio) bahan. Data base angka poisson pada bambu laminasi sangat diperlukan untuk analisis lanjut, terutama dalam menggambarkan sifat nonlinearitas bahan bambu laminasi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan nilai kuat tekan dan angka poisson bambu (petung) laminasi melalui eksperimental. Bambu laminasi dibuat dari susunan bilah bambu petung ukuran bilah sekitar (5-10) x 20 mm, direkatkan dengan perekat Urea Formaldehida (UF), dan dikempa dengan tekanan 1,5 - 2,0 MPa membentuk batang dengan dimensi 50 x 5 0 x 200 mm. Ukuran dan spesifikasi pengujian tekan sejajar serat mengikuti standar ASTM D143-94 (2000). Pengujian tekan dengan beban statik sampai beban maksimum, deformasi besar, dan batang laminasi sampai runtuh. Pada pengujian ini diamati perilaku yang terjadi saat pembebanan dan direkam hasil deformasi arah longitudinal, radial dan tangensialnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai kuat tekan (tk//) antara 48,230 – 57,603 MPa, angka poisson’s ratio longitudinal-radial ( LR) sebesar 0,079 - 0,282 (rerata 0,189) dan angka poisson’s ratio longitudinaltangensial ( LT) sebesar 0,187 - 0,278 (rerata 0,225). Kata kunci: kuat tekan, modulus elastisitas, angka poisson, bambu petung, laminasi
1. PENDAHULUAN Seiring dengan menipisnya pasokan bahan bangunan kayu, maka bambu petung laminasi dapat dijadikan alternatif pengganti kayu. Bambu petung (Dendrocalamus asper) merupakan salah satu jenis bambu yang mempunyai rumpun aga rapat, dapat tumbuh di daerah rendah sampai pegunungan dengan tinggi 2000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan cukup baik khususnya untuk daerah yang tidak terlalu kering. Warna kulit hijau kekuning-kuningan. Panjang batang dapat mencapai 10 – 14 m, dan panjang ruas berkisar antara 40 – 60 cm, dengan diameter 6 – 15 cm, tebal dinding 10 – 15 cm (Morisco, 2006). Untuk dapat menggunakan bahan bambu sebaai struktur bangunan, maka harus diketahui sifat mekanika bambu petung tersebut. Irawati dan Saputra (2012) telah melaporkan hasil analisis dari beberapa penelitian sifat mekanika bambu petung berbagai sumber di UGM dari tahun 2002 sampai dengan 2010. Hasil analisis sifat mekanika bambu petung tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai kuat tekan dan modulus elastisitas tekan No 1 2 3 4 5 6
Sifat Mekanika Kuat lentur Kuat tarik sejajar serat Kuat tekan sejajar serat Kuat tekan tegak lurus serat Kua geser sejajar serat Modulus elastisitas lentur
(MPa) 134,972 228 49,206 24,185 9,505 12888,477
Standar Deviasi (MPa) 42,389 94,458 10,986 18,837 2,846 4891,824
Koefisien variasi (%) 31,4 41,4 22,3 77,9 29,95 37,96
Sifat mekanika bahan bambu sangat diperlukan untuk analisis struktur bambu lebih lanjut. Sifat mekanika bambu petung laminasi, khususnya konstanta angka poisson tidak nampak dalam Tabel 1, sehingga diperlukan penelitian Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 97
Material
lebih lanjut untuk mendapatkan angka poisson bambu petung laminasi. Struktur bambu laminasi secara geometri serupa dengan bahan kayu pada umumnya, sehingga standar hitungan kayu dapat digunakan untuk bambu laminasi. Penelitiann tentang angka poisson bambu laminasi belum pernah dilakukan di Indonesia, sedangkan untuk kayu tidak banyak dilakukan. Wardani dkk (2011) telah melakukan penelitian rasio poisson pada kayu pangsor dan kecapi. Penelitian dilakukan menurut standard ASTM D 143-94 94 berupa uji tekan dengan menempatkan 2 buah extensometer dan satu buah caliper yang ditempatkan pada arah aksial (longitudinal) dan transversal (radial dan tangensial). Cara ini dilakukan untuk mendapatkan nilai rasio poisson dalam arah longitudinal longitudinal-radial ( LR) dan arah longitudinaltangensial ( LT). Cara lain untuk menentukan angka poisson dapat dilakukan dengan mengunakan strain gage yang telah dilakukan oleh (Baere et al, 2009). Dua buah strain gage ditempatkan pada benda uji tarik dalam arah aks aksial dan transversal. Prinsip yang sama dengan Wardani dkk (2011) untuk mendapatkan nilai rasio poisson pada transversal (radial dan longitudinal). Penentuan angka poisson yang lain telah dilakukan oleh Kohlhauser and Hellmich (2012) dengan cara gabungan an antara tara eksperimntal dan gelombang ultrasonik. Pembacaan data kombinasi tersebut dilakukan pada pengujian secara diagonal pada contoh uji besi dan kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan sifat mekanika bambu petung dalam bentuk laminasi, terutama sifat tekan (kuat tekan, modulus elastisitas, dan angka poisson) melalui pengujian. Manfaat dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam analisis struktur lebih lanjut, khususnya dalam hitungan struktur secara numerikal.
2. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah bambu petung, perekat formaldehida (UF), bahan pengawet (borax dan boron acid). Bambu petung diambil dengan panjang sekitar 8 m bagian pangkal (1 m dari pangkal tidak dipakai/dibuang) yang diperoleh di daerah Sleman, Yogyakarta, sedangkan bahan perekat UF berupa adonan dari resin UF tipe UA UApengeras/hardener (HU-12), dan 181 (produksi PT. Pamolite Adhesive Industry, Probolinggo) ditambah bahan pengeras/ bahan pengembang (extender)) berupa tepung ((flour). Bahan pengawet diperoleh dari toko kimia di daerah Yogyakarta. Alat utama pembuatan benda uji antara lain adalah : alat belah bambu, bak pengawet, mesin gergaji kayu ((circular ), kalifer, meteran, alat kempa hidrolis, mesin ampelas ((sanding), mesin penebal (planner panel saw), (planner), klem penjepit, Universal Testing Machine Machine), timbangan meja, alat proses perekatan. Alat utama pengujian antara lain adalah : UTM (Universal oven, moisture-meter, hydraulic jack, lvdt, load cell, dan data logger.
Benda Uji bilah bambu petung menjadi bentuk batang persegi dengan ukuran 50 x 50 x Benda uji dibuat dari susunan bilah-bilah bilah200 mm berdasarkan spesifikasi ASTM D143 – 94 (ASTM, 2000) (Gambar 1). Ukuran tampang melintang bilah bilah bamboo dibuat dengan ukuran tebal sekitar 5 – 10 mm dan lebar sekitar 15 – 20 mm. Ulangan benda uji dibuat 5 buah.
Gambar 1. Tampang bambu utuh, bilah bambu, dan benda uji tekan bambu laminasi Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 98
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
Pelaksanaan bilah ukuran lebar sekitar 2,5 cm dan tebal berkisar 1 – 1,5 cm (sesui Bambu dipersiapkan dalam bentuk bilah bilah-bilah ketebalan tebalan bambu) (Gambar 1a). Selanjutnya bilah bambu diawetkan dengan bahan pengawet (campuran borax dan boron 1 : 3) dengan jalan direbus dengan perbandingan air dan bahan pengawet dan air (95% : 5%). Proses capai kadar air kesimbangan (15 – 18%). Proses perataan pengeringan dilakukan pada bilah bambu hingga di dicapai (planner)) untuk mencapai ketebalan bilah sekitar 0,5 – 1 cm dilakukan sebelum proses perekatan. Proses pembuatan batang bambu laminasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu : pembuatan papan laminasi dan bilah bambu, sedangkan batang pembutan batang laminasi. Papan laminasi dibuat dengan cara merekatkan bilah bilah-bilah laminasi dibuat dengan merekatkan papan papan-papan laminasi yang telah jadi tersebut. Proses perekatan digunkan lem HU-12 yaitu 150 : 25 : 0,5 UF dengan jumlah perekat terlabur 50/MDGL dengan perbandingan UF : extender : HU sesuai rekomendasi pabrik dan tekanan kempa sebesar 2 MPa. Proses pengempaan dilakukan selama lebih dari 4 jam dan proses finishing (perapihan, planner)) dilakukan setelah pengkondisian 24 jam. Finishing akhir berupa pembuatan benda uji tekan ukuran 50 x 50 x 200 mm siap untuk diuji (Gambar 1b). Sebagai catatan, dalam penyusunan bilah bambu hingga menjadi batang bambu laminasi tidak dilakukan pemilihan kondisi dan lokasi bilah dalam satu batang, namun disusun dengan cara diacak ((random). Pembuatan benda uji dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Penggergajian Kayu Fakultas Kehutanan UGM, sedangkang dangkang pengujian tekan batang bambu petung laminasi dilakukan di Laboratorium Struktur Teknik Sipil UGM. Pengujian tekan dilakukan sesuai dengan standard ASTM D143 – 94, dimana digunakan metode pengujian displacement control dengan kecepatan pembebanan ditetapkan 1 mm/menit. Setting pengujian dilakukan sedemikan rupa dengan menempatkan 5 buah lvdt, dimana 1 lvdt pada arah vertikal/longitudinal, 2 lvdt dalam arah radial, dan 2 lvdt dalam arah tangensial (Gambar 2). Penempatan lvdt dalam 3 arah (longitudinal, nal, radial, dan tangensial) dimaksudkan untuk pembacaan data deformasi dalam ketiga arah tersebut (Gambar 2b). Untuk membaca deformasi arah aksial/longitudinal, klem dudukan lvdt ditempatkan dalam jarak 15 cm sebagai daerah uji (Gambar 2a).
LVDT 5 LVDT 3
LVDT 2 LVDT 1
LVDT 4
a) Setting penempatan enempatan LVDT dalam 3 arah
b) Setting pelaksanaan pengujian tekan
Gambar 2. Setting pengujian tekan bambu laminasi dan penempatan LVDT
Analisis Data Pengujian tekan bambu petung laminasi diperoleh data pembacaan beban dan deformasi (lendutan). Beban diperoleh dalam arah vertikal (longitudinal) sejajar serat, sedangkan deformasi dalam arah longitudinal dan mendatar tegak lurus serat (tangensial dan radial). Pengukuran deformasi dalam arah tangensial untuk memperoleh angka poisson Longitudinal-Tangensial ( LT) dan pengukuran deformasi arah radial untuk memperoleh angka poisson Longitudinal-Radial ( LR). Nilai-nilai nilai tegangan tekan ((tk//), modulus elastisitas tekan (Etk), dan angka poisson LR dan LT diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Wardani, dkk, 2011).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24 24-26 Oktober 2013
M - 99
Material
σ tk // Pmaks
A
(1)
L L A R L L R L T T L
(2)
E L P
ν LR ν LT
(3) (4)
Dimana : tk// = kekuatan/tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2) A = luas penampang Etk = modulus elastisitas tekan sejejar serat arah longitudinal LR = angka poisson arah Longitudinal-Radial = angka poisson arah Longitudinal-Tangensial LT Pmaks = beban maksimum P/L = kemiringan kurva beban-deformasi R/L = kemiringan kurva deformasi radial-longitudinal T/L = kemiringan kurva deformasi tangensial-longitudinal L = panjang mula-mula arah longitudinal R = panjang mula-mula arah radial T = panjang mula-mula arah tangensial Penentuan sifat mekanika (kuat tekan, modulus elastisitas, dan angka poisson) dengan rumus-rumus pada persamaan 1 sampai dengan 4, digunakan data pengujian dalam batas elastis. Batas elastis material dari hasil pengujian diambil dalam rentang 10 % - 40 % terhadap kondisi puncak/maksimum (EN408, 2003). Sebelum data-data hasil pengujian dihitung, dilakukan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi. Enam macam kemungkinan kerusakan yang mungkin terjadi yaitu crushing, wedge splits, shearing, splitting, compression and shearing parallel to grain, dan end rolling (brooming) (ASTM, 2000; Wardani, dkk, 2011).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Tekan Longitudinal Nilai kuat tekan dan modulus elastistas tekan longitudinal bambu petung laminasi diperoleh dari hasil pengujian tekan sejajar serat. Dari pengujian tekan sejejar serat diperoleh grafik hubungan beban dan deformasi dalam arah longitudiunl, radial, dan tangensial (seperti pada Gambar 3). Nilai deformasi arah longitudinal diperoleh dari pembacaan 1 buah LVDT, sedangkan untuk nilai deformasi arah radial dan tangensial diperoleh dari selisih pembacaan data 2 LVDT untuk masing-masing arah. Tampak perilaku material bambu petung laminasi pada arah tegak lurus serat (radial dan tangensial) lebih kaku dibandingkan arah longitudinal akibat beban aksial (Gambar 3d). Hal ini terjadi karena pada arah transversal (tegak lurus serat) benda uji tidak menerima beban langsung, sehingga deformasi yang terjadi pada arah transversal hanya merupakan efek/imbas dari beban arah aksial (sejajar serat). Dari hasil hitungan diperoleh nilai kuat tekan (tegangan) dan modulus elastisitas tekan seperti disajikan dalam Tabel 2. Sebagai catatan, dalam penentuan nilai modulus elastistas perlu dievaluasi jenis kerusakan yang terjadi saat pengujian. Benda uji yang rusak diluar daerah uji (sekitar 15 cm di bagian tengah), maka data pengujian benda uji tersebut tidak dipakai dalam hitungan penentuan nilai modulus elastisitas (E) dan angka poisson ( ). Kerusakan yang terjadi dari hasil penelitian, ada satu benda uji yang rusak diluar daerah 15 cm (Gambar 2a dan Gambar 4). Sehingga dalam penentuan nilai Etk, 1 data tersebut tidak dipakai dan hanya memperhitungkan 4 data pengujian. Tampak dari Tabel 2, nilai kekuatan tekan bambu petung laminasi sejajar serat sekitar 48,230 – 57,603 MPa. Hasil ini cukup rendah dibandingkan dengan kuat tekan bambu petung utuh/bulat dengan kulit yang dilakukan Morisco (2006), yaitu sekitar 277 – 548 MPa. Namun nilai kuat tekan bambu petung laminasi tersebut hampir mendekati sama dengan kuat tekan bambu petung utuh yang dilaporkan oleh Irawati dan Ashar (2012) yaitu sekitar 49,206 MPa dengan standar deviasi 10,986 MPa (Tabel 1). Apabila dilihat nilai standar deviasi yang terjadi, nilai kuat tekan bambu petung utuh relatif lebih lebar variasinya dibandingkan dengan bambu petung laminasi (StDev 3,390 MPa). Nilai modulus elastisitas tekan bambu petung laminasi diperoleh sekitar 4612,292 – 7118,931 MPa dengan standar deviasi 1137,53 MPa. Hasil ini termasuk dalam katagori kecil dengan melihat hasil-hasil penelitian yang dilaporkan Morisco (2006) untuk nilai Etekan berkisar 5590 – 21182 MPa untuk 3 jenis bambu (Apus, Petung, dan Awi). Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 100
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
a) Grafik beban vs deformasi longitudinal
b) Grafik beban vs deformasi radial
c) Grafik beban vs deformasi tangensial
d) Grafik beban vs deformasi rata-rata (3 arah)
Gambar 3. Grafik hubungan beban – devormasi hasil pengujian tekan Tabel 2. Nilai kuat tekan dan modulus elastisitas tekan Sifat Mekanika Kuat Tekan Modulus Elastisitas
Minimum 48,230 4612,292
Nilai (MPa) Maksimum Rata-rata 57,603 53,404 7118,931 6175,493
StDev 3,390 1137,527
Kerapatan Rata-rata 0,738 0,738
Kadar Air Rata-rata 16,80 % 16,80 %
Kerusakan benda uji tekan mempengaruhi hasil-hasil pengujian. Kerusakan yang terjadi akibat pengujian tekan sejajar serat bambu petung laminasi adalah Crushing, Shearing, dan Compression and Shearing Parallel to Grain, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 101
Material
a) Shearing
b) Shearing
c) Shearing
d) Crushing dan Shearing
e) Compression and Shearing Parallel to Grain
Gambar 4. Jenis-jenis kerusakan yang terjadi Sebagian besar kerusakan yang terjadi adalah shearing. Kerusakan shearing pada daerah pengamatan uji (15 cm pada bagian tengah) merupakan jenis kerusakan yang paling diharapkan dalam penelitian ini. Untuk kerusakan benda uji diluar daerah uji (15 cm) maka data pengujian tidak dapat mempresentasikan nilai mekanika sebenarnya, sehingga data tidak dipakai dalam hitungan modulus elastisitas dan angka poisson, dan hanya dipakai pada hitungan kuat tekan.
Angka Poisson Beberapa konstanta sifat mekanika bambu petung laminasi belum diteliti secara menyeluruh, terutama nilai angka (rasio) poisson. Jangankan bambu, untuk kayu saja belum banyak dijumpai laporan tentang nilai rasio poisson. Hal ini terjadi karena faktor kesulitan dalam pengukurannya (Wardani, dkk, 2011). Untuk bambu (petung) dalam bentuk laminasi dapat dikatagorikan ke dalam jenis kayu karena perubahan bentuk geometrinya dari bulat silindris tipis (seperti pipa) menjadi bentuk pejal (solid). Sehingga tata cara dan standard hitungan dapat menggunakan starndar kayu, meskipun sedikit berbeda, karena standar bambu laminasi belum ada. Seiring berkembangnya konstruksi struktur bambu laminasi, maka dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks, sehingga konstanta sifat mekanika bahan harus dikembangkan dan ditemukan, khususnya konstanta angka poisson. Angka poisson sangat diperlukan dalam analisis struktur bangunan. Sampai saat ini nilai angka poisson untuk bambu laminasi di Indonesia belum ada, sehingga sangat perlu untuk melakukan penelitian ini. Hasil pengujian angka poisson bambu petung laminasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Angka poisson bambu petung laminasi Rasio Poisson Rasio Poisson Longitudinal-Radial ( LR) Rasio Poisson Longitudinal-Tangensial ( LT)
Minimum 0,079 0,187
Maksimum 0,282 0,278
Rata-rata 0,189 0,225
StDev 0,091 0,041
Nilai rasio poisson bambu petung laminasi disajikan dalam arah radial dan tangensial, hal ini dilakukan karena bambu laminasi atau kayu mempunyai sifat anisotropik dan orthotropik, sehingga pada analisis struktur sangat diperlukan. Tampak pada Tabel 3 nilai rasio poisson rata-rata bambu petung laminasi pada arah radial sebesar 0,189 dan pada arah tangensial sebesar 0,225.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
M - 102
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Material
4. KESIMPULAN Kekuatan tekan bambu petung laminasi sejajar serat relatif sama dengan nilai bambu petung utuh tanpa laminasi, yaitu sekitar 48,230 – 57,603 MPa dengan berat jenis sekitar 0,738 pada kadar air 16,8 %. Nilai kuat tekan bambu petung laminasi yang dihasilkan cukup baik dengan standard deviasi yang relatif kecil (3,390). Untuk nilai modulus elastistas relative kecil dibandingkan nilai bambu utuh (tanpa laminasi), sekitar 4612,292 – 7118,931 MPa. Nilai rata-rata angka poisson’s ratio longitudinal-radial ( LR) sebesar 0,189 dan angka rata-rata poisson’s ratio longitudinal-tangensial ( LT) sebesar 0,225. Hasil ini dapat dikatakan cukup baik dengan melihat standard deviasi yang relatif kecil, yaitu untuk arah longitudinal-radial sebesar 0,091 dan arah longitudinal-tangensial sebesar 0,041.
DAFTAR PUSTAKA ASTM (American Society for Testing and Material). (2006). Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. Designation : D143 – 94. United States. Baere, I.D., Paepegem, W.V., And Degrieck, J. (2009). “On the nonlinear evolution of the Poisson’s ratio under quasi-static loading for a carbon fabric-reinforced thermoplastic. Part II : Analytical explanation”, Polymer Testing, Elsevier. 28 : 324 - 330. European Standard (EN 408). (2003). Timber structures – Structural timber and glued laminated timber – Determination of some physical and mechanical properties. European Committee for Standardization (CEN), Nederlandse. Irawati, I.S, dan Saputra, A. (2012). “Analisis Statistik Sifat Mekanika Bambu Petung”. Proceeding Simposium Sinar Bambu I. Yogyakarta, hal. 60 – hal. 65. Kohlhauser, C. And Hellmich, C. (2012). “Determination of Poisson’s ratios in isotropic, transversely isotropic, and orthotropic materials by meas of combined ultrasonic-mechanical testing of normal stiffnesses : Applications to metals dan wood”, European Journal of Mechanics A/Solids, 33 : 82 - 98. Morisco. (2006). Teknologi Bambu. Bahan Kuliah Magister Teknologi Bahan Bangunan, Program Studi Teknik Sipil, UGM Yogyakarta. Wardani, L., Bahtiar, E.T., Sulastiningsih, I.M., Darwis, A., Karlinasari, L., Nugroho, N., Surjokusumo, S. (2011). “Kekuatan Tekan dan Rasio Poisson Kayu Pangsor (Ficus callosa WILLD) dan Kecapi (Sandoricum kucape MERR)”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Vol. 4(1), hal. 1 – hal. 7.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
M - 103