162
KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.) PADA ULTISOLS YANG DIBERI PUPUK HAYATI DAN PUPUK HIJAU Oleh: Nini Mila Rahni1) ABSTRACT The objective of the experiment to increase growth and yield of maize on Ultisols by biofertilizer and green manure. The field experiment was carried out at the Wolasih, South-East Sulawesi. The experiment was arranged Randomized Block Design in a factorial with three replications. The first factor were biofertilizer (0, 10 and 20) g kg-1seeds and the second factor were green manure (0, 3 and 6) kg plot-1. The result showed that application of biofertilizer and green manure had significant effect on tall of plant, diameter of stem, number of leaf and shoot root ratio. Biofertilizer and green manure application until certain level, increase seed number and yield. The application of 10 g kg-1 seeds biofertilozer and 6 kg plot-1 green manure gave a maximum yield of 3,32 ton ha-1. Keywords: maize, ultisols, biofertiliozer, green fertilizer
PENDAHULUAN Di Indonesia, jagung merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga digunakan sebagai bahan pakan dan bahan baku industri. Kebutuhan jagung sebagai bahan pangan, pakan dan industri terus meningkat dari tahun ke tahun dengan laju peningkatan lebih dari 20 % (Adisarwanto dan Widyastuti, 2004). Meningkatnya kebutuhan jagung yang cukup pesat tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dalam negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan produksi jagung Indonesia masih terbuka luas. Ultisols yang tersebar luas di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai areal pertanaman jagung. Menurut Hardjowigeno (1995), tanah ordo Ultisols terluas penyebarannya dibandingkan dengan jenis-jenis tanah lainnya yaitu sekitar 30 % atau sekitar 48.000.000 hektar dari luas daratan di Indonesia terutama di Sumatera (43,5 %), Kalimantan (29,9 %), Sulawesi (10,3 %) dan Irian Jaya (23,0 %). Problema Ultisols dalam peningkatan produksi jagung adalah reaksi 1
tanah masam (pH rendah), kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan Al-dd tinggi, kandungan Al, Fe dan Mn tinggi, kandungan hara (nitrogen, fosfor dan kalium) rendah serta sangat peka terhadap erosi (Nursyamsi, 2004; Kasno et al., 2006). Masalah lain dalam pemanfaatan Ultisols sebagai areal budidaya adalah kekurangan bahan organik. Ultisols hanya mempunyai lapisan tipis bahan organik segar yang terdapat di atas 0,5 cm – 7,5 cm horizon Al (Simanungkalit, 2001; Matsumoto et al., 2003). Bertitik tolak dari uraian di atas, penggunaan pupuk hayati dan pupuk hijau dalam budidaya tanaman jagung pada Ultisols merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan menunjang pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati dapat meningkatkan ketersediaan hara tanaman khususnya hara P melalui mekansime pelarutan fosfat oleh mikroba dan pupuk hijau dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan khususnya reaksi biokimia serta menjadi sumber energi atau sumber karbon bagi mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pada Ultisols yang diberi pupuk hayati dan pupuk hijau.
)Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
162
163
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2011 di Wolasi, Sulawesi Tenggara. Bahan penelitian yang digunakan adalah benih jagung varietas Bisi-2, pupuk hayati (Biofos) dan pupuk hayati (Krinyu). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pupuk hayati, terdiri dari 3 taraf dosis : b0 = 0 g kg-1 benih, b1 = 10 g kg-1 benih, b2 = 20 g kg-1 benih. Faktor kedua adalah pupuk hijau, terdiri dari 3 taraf dosis : h0 = 0 kg petak-1, h1 = 3 kg petak-1 dan h2 = 6 kg petak-1. Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengolahan tanah, pembuatan saluran drainase dan pengapuran. Aplikasi perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau dilakukan sesuai perlakuan. Pupuk hijau berasal dari tumbuhan Krinyu (Chromolaena odorata) yang dicacah, diaplikasikan 3 hari setelah pengolahan tanah dan pengapuran atau 11 hari sebelum penanaman benih. Aplikasi pupuk hayati dilakukan pada benih sebelum penanaman. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 60 cm dengan kedalaman lubang tugal antara 2,5 cm - 3,0 cm dan setiap lubang ditanamai 3 benih jagung. Pengamatan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun dilakukan pada umur 14, 21, 28, 35, 42 dan 49 hst; pengamatan nisbah pupus akar dilakukan
pada umur 35 dan 49 hst; pengamatan jumlah baris biji per tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot kering 100 biji, indeks panen dan hasil biji dilakukan pada umur 101 hst (setelah panen). Data hasil pengamatan dari masingmasing variabel pengamatan dianalisis berdasarkan sidik ragam. Jika F hitung lebih besar dari pada F tabel, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf kepercayaan 95 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan pada akhir musim hujan yang merupakan waktu penanaman jagung yang terbaik. Kondisi pertanaman jagung di lahan percobaan baik dan tidak terdapat serangan hama dan penyakit yang mencapai ambang batas sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa seluruh variabel pengamatan yang dievaluasi berbeda nyata untuk karakter pertumbuhan tanaman jagung (tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun), hanya beberapa periode pengamatan yang tidak berbeda nyata. Pada komponen hasil dan hasil, variabel jumlah baris biji per tongkol dan indeks panen menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata pada untuk variabel untuk jumlah biji per tongkol dan hasil.
Tabel 1. Analisis Sidik Ragam
Variabel
Sumber Keragaman Pupuk Hayati (B) Pupuk Hijau (H)
Interaksi (B*H)
Karakteristik Pertumbuhan :
1. Tinggi Tanaman (cm) - 14 hst - 21 hst - 28 hst - 35 hst - 42 hst - 49 hst
** ** tn ** * *
* tn * ** tn tn
* * * * * tn
**
**
*
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
164
Lanjutan Tabel 1 ……..
2. Diameter Batang (cm) - 14 hst - 21 hst - 28 hst - 35 hst - 42 hst - 49 hst 3. Jumlah Daun (helai) - 14 hst - 21 hst - 28 hst - 35 hst - 42 hst - 49 hst Komponen Hasil dan Hasil : 1. Jumlah Baris Biji per Tongkol 2. Jumlah Biji per Tongkol 3. Bobot Kering 100 Biji (g) 4. Hasil Biji (ton ha-1) 5. Indeks Panen
Keterangan :
** * tn * **
* * * ** **
** * ** * * **
** ** ** ** ** **
tn tn ** * ** **
tn * * * *
tn ** * ** *
tn * * * *
* = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata tn = berpengaruh tidak nyata demikian hasil analisis regresi uji kesejajaran dan keberimpitan menunjukkan bahwa seluruh variabel pengamatan untuk karakteristik pertumbuhan membentuk kurva kuadratik yang tidak sejajar dan tidak berimpit (Gambar 1, 2 dan 3).
Karakteristik Pertumbuhan Pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun pada periode 14 hst – 49 hst menunjukkan respons yang berbeda sebagai akibat dari pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau dengan taraf dosis yang bervariasi, namun Tinggi Tanaman (cm)
** ** ** ** **
160 140 120 100 80 60 40 20 0
14
21
28
35
42
49
B0H0 B0H1 B0H2 B1H0 B1H1 B1H2 B2H0 B2H1 B2H2
Umur Tanaman (hst)
Gambar 1. Pertambahan tinggi tanaman jagung dengan pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
Diameter Batang (cm)
165
B0H0 B0H1 B0H2 B1H0 B1H1 B1H2 B2H0 B2H1 B2H2
4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 14
21
28
35
Umur Tanaman (hst)
42
49
Gambar 2. Pertambahan diameter batang tanaman jagung dengan pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau.
Jumlah Daun (Helai)
20 15 10 5 0 14
21
28
35
Umur Tanaman (hst)
42
49
B0H0 B0H1 B0H2 B1H0 B1H1 B1H2 B2H0 B2H1 B2H2
Gambar 3. Pertambahan jumlah daun tanaman jagung dengan pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau. Walaupun semua variabel pertumbuhan tanaman terus meningkat sampai pengamatan terakhir (49 hst), pola perkembangannya sebenarnya mengikuti pola hubungan kuadratik yakni pertambahannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan sampai pada umur tertentu akan terhenti atau menurun. Hal ini disebabkan oleh karena tanaman telah memasuki fase reproduktif. Tinggi tanaman, diameter batang dan daun yang terus bertambah meskipun telah memasuki fase reproduktif kurang menguntungkan karena dapat mengurangi alokasi fotosintat untuk pembentukan tongkol dan pengisian biji. Seluruh variabel karakteristik pertumbuhan yang tidak diberi pupuk hayati
dan pupuk hijau (kontrol) lebih rendah, demikian pula bila perlakuan diberikan secara mandiri. Keadaan ini disebabkan oleh kondisi tanah Ultisols yang memiliki kandungan unsur hara dan bahan organik yang rendah sehingga tidak tercipta lingkungan pertanaman yang optimal untuk perkembangan akar tanaman. Kochian et al. (2004), mengemukakan bahwa produktivitas Ultisolls rendah karena keracunan Al, Fe dan Mn yang berbahaya dan menghambat pertumbuhan akar serta translokasi unsur hara ke bagian atas tanaman terutama hara P, N, K, Ca dan Mg. Secara umum pemberian perlakuan secara bersamaan dapat meningkatkan seluruh variabel pertumbuhan tanaman. Hal ini berhubungan dengan efek pemberian pupuk hijau sebagai
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
166
sumber bahan organik pada Ultisols yang dapat meningkatkan aktivitas mikroba, baik yang terkandung dalam pupuk hayati maupun mikrob asli tanah. Mahfouz dan Eldin (2007), mengemukakan bahwa mikroba Pseudomonas dan Azotobacter yang terkandung dalam pupuk hayati bersinergi dengan pupuk hijau sebagai sumber energi dan menciptakan lingkungan yang baik bagi aktivitas mikroba-mikroba tersebut. Efek interaksi tersebut meningkatkan ketersediaan hara P dan N yang akhirnya dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman (pertambahan tinggi, diameter batang dan jumlah daun). Komponen Hasil dan Hasil
tongkol juga akan semakin tinggi. Terbentuknya tongkol dan pengisian biji merupakan gambaran dari fungsi fotosintat yang ditranslokasikan untuk perkembangan organ-organ reproduktif yang bergantung pada perkembangan organ fotosintesis dan dukungan faktor lingkungan. Secara interaktif, pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau teruji secara bermakna terhadap jumlah biji per tongkol (Tabel 2). Pemberian perlakuan secara mandiri menghasilkan jumlah biji per tongkol yang rendah. Jumlah biji per tongkol meningkat seiring dengan peningkatan taraf dosis perlakuan yang diberikan secara bersamaan. Jumlah biji per tongkol menggambarkan respons tanaman terhadap perlakuan yang berkaitan dengan proses-proses fisiologis dalam tubuh tanaman terutama aktivitas fotosintesis dan besarnya translokasi fotosintat yang dialirkan ke tongkol untuk pengisian biji. Pemberian pupuk hayati akan meningkatkan ketersediaan fosfor bagi tanaman jagung. Menurut Gardner (1991), fosfor akan bergerak dalam tubuh tanaman dan dapat diredistribusi dari bagian tua ke bagian yang lebih muda. Pada saat tanaman memasuki fase pengisian biji, cadangan karbohidrat diubah menjadi gula dan ditranslokasi ke biji yang sedang berkembang. Pupuk hijau meningkatkan kandungan hara yang berperan dalam translokasi karbohidrat untuk pembentukan tongkol dan pengisian biji. Interaksi kedua perlakuan sangat nyata dalam mendukung proses-proses fisiologi dalam fase pembentukan tongkol dan pengisian biji sehingga jumlah biji per tongkol tanaman jagung dapat meningkat
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah baris biji per tongkol tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau. Pengaruh mandiri maupun interaksi kedua perlakuan tersebut teruji secara tidak bermakna. Hal ini terjadi karena jumlah baris biji per tongkol tidak dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan responsnya terhadap perlakuan yang diberikan. Jumlah baris biji per tongkol tanaman lebih dominan dikendalikan oleh faktor genetik dari tanaman jagung itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan ratarata jumlah baris biji per tongkol sebanyak 13 baris, sesuai dengan deskripsi kisaran jumlah baris biji per tongkol tanaman jagung varietas Bisi-2. Secara umum jumlah biji per tongkol berhubungan erat dengan jumlah baris biji per tongkol. Semakin banyak baris biji per tongkol maka jumlah biji per . Tabel 2. Jumlah biji per tongkol tanaman jagung (tongkol) yang diberi perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau.
Pupuk Hijau (kg petak-1) 0 3 6 296,22 b 477,78 b 502,56 b C B A 506,22 a 529,22 a 665,78 a B B A 486,44 a 492,11 a 555,89 a B B A Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap kolom dan yang diikuti huruf besar pada setiap baris tidak berbeda menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf α 0,05.
Pupuk Hayati (g kg-1 benih) 0 10 20 Keterangan :
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
167
Bobot kering 100 biji menggambarkan ukuran besar dan bernasnya biji dan merupakan salah satu indikator kualitas biji. Semakin tinggi nilai bobot kering 100 biji maka semakin berkualitas biji yang
dihasilkan. Efek pemberian perlakuan baik secara mandiri maupun efek interaksinya teruji secara bermakna terhadap bobot kering 100 biji (Tabel 3).
Tabel 3. Bobot kering 100 biji per tongkol tanaman jagung (tongkol) yang diberi perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau. Pupuk Hijau (kg petak-1) 0 3 6 30,16 c 33,92 b 31,59 b B A B 34,42 b 42,99 a 43,78 a B A A 33,88 a 36,09 ab 43,35 a C B A Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap kolom dan yang diikuti huruf besar pada setiap baris tidak berbeda menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf α 0,05.
Pupuk Hayati (g kg-1 benih) 0 10 20 Keterangan :
Pemberian perlakuan secara mandiri menghasilkan bobot kering 100 biji lebih ringan apabila dibandingkan dengan bobot kering 100 biji yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan secara bersamaan. Peningkatan bobot kering biji berkaitan dengan besarnya translokasi fotosintat ke dalam biji dan semakin baiknya sistem perakaran tanaman untuk mengabsorbsi unsur hara dari dalam tanah. Translokasi fotosintat yang cukup besar ke organ-organ reproduktif menyebabkan pembentukan tongkol dan pengisian biji berlangsung dengan baik dan biji-biji yang terbentuk bernas dengan ukuran yang lebih besar. Hasanuddin (2006), mengemukakan bahwa inokulasi mikroba pelarut fosfat dan mikoriza meningkatkan bobot biji per tongkol, bobot kering 100 biji dan hasil pipilan kering jagung pada Ultisols. Pemberian perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau secara bersamaan sampai taraf dosis tertentu mampu memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman melalui
perbaikan sifat-aifat tanah dan peningkatan suplai hara terutama hara P dan N sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan hasil biji. Unsur nitrogen merupakan bagian integral dari klorofil sebagai penyerap utama cahaya dalam proses fotosintesis dan berperan dalam pembentukan asam amino, protein, lipid dan asam nukleat yang sangat berperan dalam fase vegetatif dan reproduktif. Unsur fosfor berperan dalam penyimpanan dan transfer energi seperti ATP dan ADP yang dibutuhkan dalam proses-proses biologi dan menjadi bagian penting dlam pembentukan asam nukleat, koenzim, nukleotida, fosfoprotein dan fosolipid yang terutama diperlukan dlam fase reproduktif (Suyono et al., 2006). Efek interaksi antara pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau teruji secara bermakna terhadap hasil biji. Respons tanaman terhadap pemberian pupuk hayati dipertinggi oleh pemberian pupuk hijau (Tabel 4).
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128
168
Tabel 4.
Hasil biji tanaman jagung (ton ha-1) yang diberi perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau.
Pupuk Hijau (kg petak-1) 0 3 6 1,91 c 2,93 b 2,87 c 0 B A A 2,68 a 3,30 a 3,41 a 10 C B A 2,14 b 3,10 b 3,20 b 20 B A A Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap kolom dan yang diikuti huruf besar pada setiap baris tidak berbeda menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf α 0,05. Pupuk Hayati (g kg-1 benih)
Pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau dapat bersinergi secara positif dalam meningkatkan hasil biji tanaman jagung. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah akibat pemberian pupuk hijau yang mendukung kehidupan dan aktivitas mikroba menguntungkan dalam pupuk hayati. Menurut Simanungkalit et al. (2006), mikroba sebagai pupuk hayati membantu ketersediaan hara P, hara N dan mempercepat dekomposisi bahan organik serta menjaga keseimbangan hara tanaman. Pemberian perlakuan secara mandiri menghasilkan biji kering yang lebih rendah
apabila dibandingkan dengan hasil biji yang dihasilkan melalui pemberian perlakuan secara bersamaan. Hal ini berkaitan dengan pengaruh interaksi yang bersifat sinergistik antara kedua perlakuan. Peningkatan hara tersedia pada daerah sekitar akar akan menjamin kebutuhan fosfor yang tinggi bagi tanaman jagung, khususnya pada saat pembentukan tongkol dan pengisian biji. Secara interaktif pengaruh pemberian pupuk hayati yang meningkat bergantung pada pemberian pupuk hijau terhadap indeks panen (Tabel 5).
Tabel 5. Indeks panen tanaman jagung yang diberi perlakuan pupuk hayati dan pupuk hijau. Pupuk Hijau (kg petak-1) 0 3 6 0,32 c 0,34 b 0,34 c B A A 0,43 a 0,45 a 0,49 a B B A 0,36 b 0,38 b 0,39 b B A A Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap kolom dan yang diikuti huruf besar pada setiap baris tidak berbeda menurut uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf α 0,05.
Pupuk Hayati (g kg-1 benih) 0 10 20 Keterangan :
Indeks panen menggambarkan perbandingan antara bobot bahan kering hasil panen biologi dan hasil panen ekonomi dan sangat bergantung pada besarnya translokasi fotosintat. Semakin tinggi nilai indeks panen berarti semakin besar hasil biji yang dihasilkan. Pemberian pupuk hayati maupun pupuk hijau sampai dosis tertentu
meningkatkan indeks panen karena dapat meningkatkan hasil ekonomi berupa bobot biji. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan hasil panen berupa biji terutama disebabkan oleh peningkatan indeks panen. Dengan kata lain, tanaman yang tidak lagi memproduksi bobot kering
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128
169
total, tetapi lebih banyak membagi bobot keringnya ke hasil panen.
KESIMPULAN 1. Dengan atau tanpa pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau memberikan respons yang berbeda terhadap karakteristik pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil tanaman jagung pada tanah Ultisols. 2. Pemberian pupuk hayati dan pupuk hijau berpengaruh pada karakteristik pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun), komponen hasil (jumlah biji per tongkol, bobot kering 100 biji dan indeks panen) dan hasil (hasil biji). 3. Semua variabel komponen hasil berupa jumlah biji per tongkol, bobot kering 100 biji sangat mempengaruhi hasil biji tanaman jagung, kecuali jumlah baris biji per tongkol.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. dan Y.E. Widyastuti. 2004. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta. Gardner, P.F., R.B. Pearce dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. Hasanuddin. 2006. Pengaruh inokulasi mikrobia pelarut fosfat dan batuan fosfat terhadap perbaikan fosfor tersedia tanah, serapan fosfor dan hasil jagung pada Ultisol Bengkulu.
Jurnal Ilmu-Ilmu Indonesia. 8(2) : 85-90.
Pertanian
Kasno, A., D. Setyorini dan E. Tuberkih. 2006. Pengaruh pemupukan fosfat terhadap produktivitas tanah Inveptisol dan Ultisol. Jurnal IlmuIlmu Pertanian Indonesia. 8(2):9198. Kochian, L.V., O.A. Heokenga and M.A. Pineros. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanisms of aluminium tolerance and phisphorous efficiency. Annu. Rev. Plant Biol. 55:459-493. Mahfouz, S.A. and M.A.S. Eldin. 2007. Effect of mineral vs. Biofertilizer on growth, yield and`essential oil content fennel (Foeniculum vulgare Mill.). International Agrophysics. 3(21):361-366. Matsumoto, H., Y. Yamamoto and B. Ezaki. 2003. Recent advances in the physiological and molecular mechanism of Al toxicity and tolerance in higher plants. Adv. Plant Physiol. 5:29-74. Nursyamsi, D. 2004. Beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas tanah di lahan kering. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia : Suatu pendekatan terpadu. Buletin AgroBio. 4(2):56-61. Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Hayati. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suyono, A.D., T. Kurniatin, B. Joy, M. Damayani, T. Syammusa, N. Nurlaeni, A. Yuniarti, E. Trinurani dan Y.T. Machmud. 2006. Kesuburan tanah dan pemupukan. RR. Print. Bandung.
AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128