KARAKTERISTIK MORFOLOGI, ANATOMI, DAN KANDUNGAN KLOROFIL LIMA KULTIVAR TANAMAN PENYERAP POLUSI UDARA Sansevieria trifasciata
RATNASARI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Udara Sansevieria trifasciata” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Ratnasari NIM G34100031
ABSTRAK RATNASARI. Karakteristik Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Udara Sansevieria trifasciata. Dibimbing oleh RITA MEGIA dan HADISUNARSO. Sansevieria trifasciata merupakan tanaman hias berbentuk unik yang mampu memberikan udara bersih bagi ruangan yang ditempatinya karena dapat menyerap zat berbahaya di udara. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil lima kultivar tanaman penyerap polusi udara Sansevieria trifasciata. Karakter morfologi semua S. trifasciata yang diamati bervariasi dalam pola, warna, dan ukuran daun. Stomata semua kultivar dapat dijumpai pada kedua permukaan daun, bagian abaksial (permukaan bawah) memiliki kerapatan stomata lebih tinggi. Sebaran stomata tunggal terdapat pada semua kultivar, sedang stomata berkelompok juga dijumpai pada cv. Moonsine. Diantara semua kultivar, kerapatan stomata dan indeks stomata tertinggi dijumpai pada cv. Moonsine. Sedang kandungan klorofil tertinggi, panjang dan lebar daun yang terbesar, serta tebal daun yang tertipis terdapat pada cv. African Dawn. Diduga, S. trifasciata cv. African Dawn dan S. trifasciata cv. Moonsine berpotensi menyerap polusi udara yang lebih baik dibandingkan kultivar lainnya.
Kata kunci: Sansevieria trifasciata, morfologi, anatomi, kandungan klorofil, polusi udara
ABSTRACT RATNASARI. Characteristics of Morphology, Anatomy, and Chlorophyll Content of Five Air Pollution Absorbent Plant Cultivars Sansevieria trifasciata. Under the guidance of RITA MEGIA and HADISUNARSO. Sansevieria trifasciata is a uniquely houseplant that can provide clean air to occupied room because it can absorb harmful substances from the air. This research aim to compare chlorophyll content, morphological-, and anatomicalcharacters of five cultivars of this plant. Morphological characters of all S. trifasciata observed varied in pattern, colour, and size of the leaf. Stomata of all cultivars can be found on both leaf surfaces, abaksial (lower surface) have higher stomatal density. Distribution of single stomata was presented in all cultivars, while clustered stomata were also found in cv. Moonsine. Among all cultivars, stomatal density and stomatal index were found the highest in cv. Moonsine. The highest chlorophyll content, the largest size of leaf and the thinnest leaf were found in the cv. African Dawn. Potentially, S. trifasciata cv. African Dawn and S. trifasciata cv. Moonsine could absorb air pollution better than other cultivars. Keywords: Sansevieria trifasciata, morphology, anatomy, chlorophyll content, air pollution.
KARAKTERISTIK MORFOLOGI, ANATOMI, DAN KANDUNGAN KLOROFIL LIMA KULTIVAR TANAMAN PENYERAP POLUSI UDARA Sansevieria trifasciata
RATNASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga Mei 2014 adalah Karakteristik Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Klorofil Lima Kultivar Tanaman Penyerap Polusi Sansevieria trifasciata. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Rita Megia, DEA dan Ir Hadisunarso, MSi selaku pembimbing serta kepada Dr Ir Rika Raffiudin, MSi selaku penguji atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adik tersayang untuk doa dan dukungannya. Terima kasih juga kepada ka Irani, Lilis, Lerfiana, Melly, Meidila, Ledy, pak Naryo, pak Asep, bu Retno serta teman-teman di Laboratorium Mikroteknik atas bantuan dan dukungan yang selalu ada. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Biologi Angkatan 47. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2015 Ratnasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Karakter Morfologi
4
Karakter Anatomi
6
Analisis Klorofil
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR TABEL 1 Ukuran panjang dan lebar daun S. trifasciata 2 Kerapatan stomata dan Indeks stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata 3 Ukuran stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata 4 Ketebalan lapisan penyusun daun berdasarkan sayatan transversal lima kultivar S. trifasciata
6 10 11 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Posisi pengambilan daun untuk sayatan paradermal Morfologi lima kultivar Sansevieria trifasciata Stomata berbentuk ginjal pada S. trifasciata Sebaran stomata Struktur epidermis abaksial daun lima kultivar S. trifasciata Struktur epidermis adaksial daun lima kultivar S. trifasciata Sayatan transversal daun lima kultivar S. trifasciata Kandungan klorofil lima kultivar S. trifasciata
3 5 7 7 8 9 12 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 ANOVA dan hasil uji Duncan pada klorofil a, klorofil b, dan klorofil total
17
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat diantaranya berupa meningkatnya produksi kendaraan bermotor. Bertambahnya jumlah kendaraan memberikan dampak negatif berupa meningkatnya kadar polutan di udara akibat emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Udara dalam ruangan yang terhindar dari polusi sangat penting bagi penghuni bangunan di perkotaan (Yulianti et al. 2012). Upaya dalam mengurangi pencemaran udara antara lain dengan penanaman tanaman di sepanjang jalan raya dan penggunaan tanaman indoor dalam ruangan. Sansevieria trifasciata (lidah mertua) merupakan tanaman hias yang sering dijumpai di pinggir jalan, di taman, dan di perkarangan atau ditanam dalam pot sebagai penghias ruangan. Tanaman ini diklasifikasikan dalam Famili Asparagaceae (Backer dan Bakhuizen 1963). Sebagian besar Sansevieria sp. berasal dari benua Afrika, dan sebagian yang lainnya berasal dari Asia. Jumlah kultivar tanaman ini di dunia lebih dari 600, sedang di Indonesia diketahui ada sekitar 100 kultivar (Stover 1983). Kultivar-kultivar ini memiliki daun yang bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna, dan teksturnya. Daun S. trifasciata ada yang berbentuk pedang, lanset, bulat panjang, dan bulat pendek. Warna daun beragam, mulai dari hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak, dan warna kombinasi putih kuning hingga hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga bervariasi, diantaranya mengikuti arah serat daun tidak beraturan dan ada juga yang zig-zag. Selain bentuknya unik, lidah mertua mampu memberikan udara bersih bagi ruangan yang ditempatinya karena tanaman ini dapat menyerap zat berbahaya di udara. Penelitian Lembaga Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) menunjukkan bahwa lidah mertua mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan yang ada dan berbahaya di udara. Sansevieria sp. mampu menyerap zat polutan karena memiliki bahan aktif pregnane glikosid yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organik, gula, dan asam amino sehingga unsur polutan tersebut menjadi tidak berbahaya lagi bagi manusia. Selain itu, Purwanto (2006) dalam bukunya mengemukakan riset yang dilakukan oleh Wolverton Environmental Service juga menunjukkan bahwa satu helai lidah mertua dalam satu jam mampu menyerap 0.938 mg formaldehid. Kemampuan tanaman dalam menyerap dan mengakumulasi polutan dipengaruhi oleh karakteristik morfologi daun, seperti: ukuran, bentuk, dan tekstur daun (Starkman 1969). Selain itu proses penyerapan polusi udara terjadi di daun yang terdapat banyak stomata (Gardner et al. 1991). Tanaman yang mempunyai stomata banyak dan tumbuh cepat merupakan tanaman yang baik digunakan dalam penyerapan polutan (Fakuara 1996). Mekanisme masuknya polutan ke dalam daun terjadi pada siang hari saat daun melepas uap air dan mengambil CO 2 serta gas lainnya termasuk polutan yang ada di daun melalui stomata. Banyaknya jumlah stomata dalam satu satuan luas daun menyebabkan masuknya gas pencemaran lebih banyak terserap oleh tanaman (Smith 1981).
2 Kemampuan tanaman dalam menyerap polusi udara bersamaan saat penyerapan CO2 yang akan digunakan dalam proses fotosintesis. Kadar klorofil pada daun tanaman dapat digunakan sebagai indikator penyerap polusi udara (Karliansyah 1999). Melihat kemampuan S. trifasciata dalam penyerapan polusi udara, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil tanaman ini.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil lima kultivar tanaman penyerap polusi udara Sansevieria trifasciata.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai bulan Mei 2014 di Rumah Kaca, Laboratorium Mikroteknik, dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Bagian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Zoologi, LIPI Cibinong.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain silet, mortar, mikrotom, holder, kaca objek, kaca penutup, mikroskop cahaya, dan kamera digital. Bahan tanaman yang digunakan yaitu kultivar S. trifasciata cv. Metalica, S. trifasciata cv. Moonsine, S. trifasciata cv. African Dawn, dan S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation, serta satu kultivar yang belum diketahui namanya sehingga diberi kode S. trifasciata cv.1. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol 70%, HNO3, kloroks, pewarna safranin, gliserin 30%, dan etanol 80%.
Metode Penelitian terdiri atas dua tahapan. Tahap pertama yaitu menanam lima kultivar S. trifasciata pada bulan Oktober 2013 di rumah kaca milik Departemen Biologi FMIPA IPB dengan menggunakan polybag yang berisi tanah, pupuk, dan sekam (2:1:1) sebanyak 3 kali pengulangan untuk setiap kultivar S. trifasciata. Tahap kedua berupa pengamatan di laboratorium yang terdiri atas analisis morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil.
3 Pengamatan Morfologi. Pengamatan morfologi daun meliputi warna, bentuk, dan ukuran pada lima kultivar dilakukan dengan 3 kali ulangan. Setiap daun diukur panjang dan lebar daun. Pengukuran panjang dan lebar daun menggunakan penggaris. Pembuatan Preparat Sayatan Paradermal. Pembuatan preparat sayatan paradermal menggunakan metode whole mount (Sass 1951). Daun S. trifasciata diambil dari tiga bagian, yaitu pangkal, tengah, dan ujung (Gambar 1), selanjutnya difiksasi dalam alkohol 70%. Setelah difiksasi, ketiga bagian daun tersebut dicuci dengan akuades dan direndam dalam asam nitrat 70% selama 20 menit. Potongan daun tersebut dibilas akuades, dilanjutkan dengan pengerikan bagian bawah (abaksial) atau bagian atas (adaksial) daun menggunakan silet. Hasil sayatan berupa lapisan tipis jaringan epidermis dicuci dengan kloroks, lalu dibilas dengan akuades hingga bersih. Jaringan epidermis tersebut direndam dalam pewarna safranin 1%, selanjutnya diletakkan di kaca preparat dengan ditambahkan sedikit gliserin lalu ditutup dengan cover glass.
Gambar 1 Posisi pengambilan daun untuk sayatan paradermal : (U) ujung, (T) tengah, dan (P) pangkal Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal. Parameter yang diteliti adalah kerapatan stomata, indeks stomata, dan ukuran (panjang dan lebar) stomata. Semua parameter pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop Olympus. Pengamatan kerapatan stomata dilakukan pada perbesaran 10 x 10, sedangkan indeks stomata dan ukuran stomata dilakukan pada perbesaran 10 x 40. Pengamatan dilakukan dengan 5 kali bidang pandang dengan 3 kali ulangan. Penentuan kerapatan stomata dan nilai indeks stomata menggunakan rumus Wilmer (1983): Jumlah stomata Luas bidang pandang (mm2)
KS =
IS =
Jumlah stomata Jumlah stomata + Jumlah sel epidermis
x 100
Keterangan: KS : Kerapatan stomata IS : Indeks stomata Pembuatan Preparat Sayatan Transversal. Pembuatan preparat sayatan transversal mengunakan metode mikrotom beku. Daun S. trifasciata berukuran 0.5 x 1 cm diambil pada bagian ujung (Gambar 1) lalu difiksasi dengan alkohol 70%. Setelah difiksasi potongan daun dibilas dengan akuades lalu dibekukan
4 dengan melekatkannya pada holder mikrotom yang bergerak turun naik sehingga diperoleh sayatan dengan ukuran 15-20 µm. Hasil sayatan dimasukkan ke dalam akuades, selanjutnya direndam dalam pewarna safranin 1%. Kemudian sayatan diletakkan di kaca preparat dengan ditambahkan sedikit gliserin, lalu ditutup dengan cover glass. Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Parameter yang diamati adalah tebal lapisan kutikula abaksial dan adaksial, tebal epidermis abaksial dan adaksial, tebal mesofil, dan tebal daun menggunakan mikroskop Olympus dengan perbesaran 10 x 40. Analisis Kandungan Klorofil S. trifasciata. Analisis kandungan klorofil S. trifasciata menggunakan metode Arnon (1949). Sebanyak 1 gram potongan daun bagian ujung ditumbuk dalam mortar sampai halus. Hancuran daun ditambah aseton 80%, kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam labu ukur dan ditambahkan aseton 80% hingga 50 ml. Sebanyak 5 ml ekstrak klorofil diambil dengan mikropipet dan dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan aseton 80% hingga 25 ml. Ekstrak klorofil diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm sebanyak 3 kali pengulangan. Perhitungan kandungan klorofil menggunakan rumus sebagai berikut: Klorofil a = 12.7 x D663 – 2.69 x D645 Klorofil b = 22.9 x D645 – 4.68 x D663 Klorofil total = Klorofil a + Klorofil b Analisis Data. Analisis data menggunakan uji Duncan dengan menggunakan software Statistic Product and Service Solution (SPSS) 17.0 untuk menguji kandungan klorofil pada kelima kultivar S. trifasciata pada selang kepercayaan 99%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter Morfologi Daun S. trifasciata berkedudukan seperti roset yang mengelilingi batang semu. Batang semu membentuk rimpang, bulat, berwarna kuning oranye. Disebut batang semu karena sesungguhnya S. trifasciata tidak mempunyai batang (Stover 1983). Berdasarkan pengamatan kelima kultivar S. trifasciata yang diamati memiliki bentuk daun seperti pedang dan lanset (Tabel 1), sedangkan warna daun berbeda-beda antar kultivar (Gambar 2).
5
a
b
c
d
e Gambar 2 Morfologi lima kultivar Sansevieria trifasciata : (a). S. trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation. Garis skala: 30 cm
6 S. trifasciata cv. Metalica (Gambar 2a) memiliki daun yang tebal dengan bentuk pedang, ujung daun meruncing, berwarna silver dengan garis-garis vertikal berwarna hijau, dengan 5-8 helai daun. S. trifasciata cv. Moonsine (Gambar 2b) memiliki daun yang tebal dengan bentuk lanset, ujung daun meruncing, berwarna silver hingga hijau tanpa corak dengan bagian tepi daun berwarna hijau gelap, dengan 4-7 helai daun. S. trifasciata cv. African Dawn (Gambar 2c) memiliki daun yang tebal dengan bentuk lanset, ujung daun meruncing, permukaan daun licin, berwarna hijau dengan corak berbintik-bintik putih hingga hijau dengan garis-garis hijau gelap dan bagian tepi daun berwarna pink blush, dengan 4-6 helai daun. S. trifasciata cv. 1 (Gambar 2d) memiliki daun yang tebal dengan bentuk lanset, ujung daun meruncing, berwarna hijau dengan garis-garis horizontal berwarna hijau gelap, dengan 4-6 helai daun. S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation (Gambar 2e) memiliki daun yang tebal dengan bentuk pedang, ujung daun meruncing, berwarna hijau gelap dengan garis-garis vertikal berwarna putih dengan 3-5 helai daun. Ukuran daun (Tabel 1) yang terpanjang terdapat pada S. trifasciata cv. African Dawn (64.2 ± 0.9 cm), sedangkan yang memiliki daun terpendek yaitu S. trifasciata cv. Moonsine (33.6 ± 0.2 cm) . Ukuran lebar daun yang terbesar terdapat pada S. trifasciata cv. African Dawn (8.7 ± 0.4 cm), sedangkan ukuran lebar terkecil terdapat pada S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation (1.6 ± 0.7 cm). S. trifasciata cv. African Dawn memiliki ukuran panjang dan lebar terbesar dibandingkan kultivar lainnya. Penelitian Gunarno (2014) pada tanaman Rhoeo discolor menunjukkan bahwa semakin besar ukuran daun maka semakin baik dalam penyerapan polusi udara. Tabel 1 Ukuran panjang dan lebar daun S. trifasciata Ukuran daun (cm) Bentuk daun d Pa Lb P/Lc 1 S. trifasciata cv. Metalica 52.3 ± 0.2 4.1 ± 0.5 2.7 Pedang 2 S. trifasciata cv. Moonsine 33.6 ± 0.2 8.6 ± 0.5 3.9 Lanset 3 S. trifasciata cv. African Dawn 64.2 ± 0.9 12.8 ± 0.3 5.0 Lanset 4 S. trifasciata cv. 1 41.2 ± 0.7 8.2 ± 0.5 5.0 Lanset 5 S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation 63.3 ± 1.0 1.6 ± 0.7 39.5 Pedang Keterangan : nilai merupakan hasil rerata pengukuran; a: panjang daun, b: lebar daun, c: perbandingan panjang dan lebar daun, d: sumber Simpson MG (2006). No
Kultivar
Karakter Anatomi Sayatan Paradermal Stomata berfungsi sebagai tempat pertukaran gas pada tanaman. Stomata merupakan modifikasi epidermis berupa pori yang diapit oleh sel penjaga yang dikelilingi oleh beberapa sel tetangga. Berdasarkan pengamatan sayatan paradermal, stomata kelima kultivar S. trifasciata dapat dijumpai pada sisi permukaan bawah (abaksial) maupun permukaan atas (adaksial) daun. Keadaan stomata yang demikian disebut bersifat amfistomatik (Fahn 1990). Kelima kultivar S. trifasciata memiliki tipe stomata tetrasitik yang dicirikan dengan empat sel tetangga yang tegak lurus dan sejajar mengelilingi stomata (Stern et al. 1994). Stomata kelima kultivar S. trifasciata
7 yang diamati memiliki bentuk ginjal (Gambar 3). Sebaran stomata tunggal terdapat pada semua kultivar S. trifasciata yang diamati, namun pada kultivar S. trifasciata cv. Moonsine, selain stomata tunggal juga dijumpai stomata yang berkelompok (Gambar 4). Epidermis kelima kultivar S. trifasciata berbentuk poligonal dengan 4 hingga 6 sisi yang berdinding tipis. Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki sel epidermis yang lebih rapat karena ukuran lebar sel epidermis bagian abaksial dan adaksial lebih kecil dibandingkan kultivar lainnya, sedang S. trifasciata cv. African Dawn memiliki sel epidermis bagian abaksial dan adaksial lebih besar dibandingkan kultivar lainnya (Gambar 5 dan Gambar 6).
Gambar 3 Stomata berbentuk ginjal pada S. trifasciata. Garis skala: 50 µm
Gambar 4 Sebaran stomata : (a). tunggal dan (b). berkelompok pada S. trifasciata cv. Moonsine. Garis skala: 100 µm
8
Gambar 5 Struktur epidermis abaksial daun lima kultivar S. trifasciata : (a). S. trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation. Garis skala: 50 µm
9
Gambar 6 Struktur epidermis adaksial daun lima kultivar S. trifasciata: (a). S. trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation. Garis skala: 50 µm Parameter yang digunakan dalam pengamatan sayatan paradermal meliputi kerapatan stomata, indeks stomata, dan ukuran stomata. S. trifasciata merupakan tanaman darat sehingga kerapatan stomata kelima kultivar S. trifasciata pada bagian abaksial daun memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial daun (Tabel 2). Tanaman dikotil dan monokotil yang hidup di daratan memiliki stomata lebih banyak pada bagian abaksial (Haryanti 2010). Semakin tinggi jumlah kerapatan stomata, semakin tinggi pula potensi tanaman Felicium decipiens, Pithecelobium dulce, dan Michellia champaca menyerap logam berat atau partikel di udara (Fakuara 1996). Diantara kelima kultivar S. trifasciata, kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki kerapatan stomata yang paling tinggi, hal ini didukung dengan sebaran stomata yang
10 berkelompok. Sedangkan kultivar S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation memiliki kerapatan stomata paling rendah (Tabel 2). Indeks stomata (Tabel 2) kelima kultivar S. trifasciata yang tinggi juga dapat dijumpai pada bagian abaksial dibandingkan pada bagian adaksial. Indeks stomata pada bagian tengah daun umumnya memiliki nilai sedikit lebih tinggi dibandingkan bagian pangkal dan ujung. Bagian tengah daun memiliki nilai tertinggi dikarenakan meristem terdapat pada bagian pangkal sehingga sel epidermis bagian pangkal masih mengalami pembelahan, sedang bagian tengah sudah memiliki bentuk yang konsisten, dan bagian ujung daun sedikit mengalami kerusakan. Tabel 2 Kerapatan stomata dan Indeks stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata No
Kultivar
1
S. trifasciata cv. Metalica
2
S. trifasciata cv. Moonsine
3
S.trifasciata cv. African Dawn
4
S. trifasciata cv. 1
5
S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation
Posisi Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan
Kerapatan stomata (∑stomata/mm2) Abaksial Adaksial 11.2 9.7 15.0 9.5 14.4 13.6 13.5 ± 2.0 10.9 ± 2.3 44.6 40.6 50.3 39.5 49.3 42.7 48.1 ± 3.0 40.9 ± 1.6 13.9 10.1 14.0 10.2 15.6 12.9 14.5 ± 0.9 11.2 ± 1.6 13.4 12.7 15.8 12.6 16.9 14.1 15.4 ± 1.8 13.1 ± 0.8 4.1 3.4 5.5 4.7 6.0 4.3 5.9 ± 0.9 4.1 ± 0.7
Indeks stomata Abaksial 1.7 2.6 2.6 2.3 ± 0.5 8.3 10.2 8.6 9.0 ± 1.0 4.6 4.7 4.9 4.7 ± 0.2 3.6 4.0 3.9 3.8 ± 0.2 1.6 2.2 2.1 2.0 ± 0.3
Adaksial 2.1 2.0 2.3 2.1 ± 0.2 5.5 10.3 8.5 8.1 ± 2.4 3.5 3.9 3.7 3.7 ± 0.2 3.1 3.0 2.7 2.0 ± 0.2 1.2 2.1 1.6 1.5 ± 0.5
Hasil rataan indeks stomata menunjukkan jenis S. trifasciata cv. Moonsine memiliki nilai indeks tertinggi sedangkan S. trifasciata cv. Bantel’s sensation memiliki nilai indeks terendah. Stomata berfungsi sebagai tempat utama bagi polutan untuk melakukan penetrasi terhadap tanaman (Dickison 2000). Respon tanaman terhadap polutan dapat berupa peningkatan jumlah sel epidermis dan stomata. Peningkatan indeks stomata terjadi pada tumbuhan yang diletakkan ditempat dengan konsentrasi polutan yang cukup tinggi (Susanti 2004). Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki jumlah sel epidermis per satuan luas yang lebih tinggi karena ukuran lebar sel epidermis terlihat lebih kecil dibandingkan kultivar lainnya (Gambar 5 dan Gambar 6). Indeks stomata merupakan jumlah stomata dibagi dengan jumlah stomata ditambah jumlah sel epidermis. Jika jumlah sel epidermis tinggi seharusnya nilai indeks stomata kecil, tetapi untuk kultivar ini tetap tinggi. Hal ini dikarenakan kultivar ini memiliki jumlah stomata yang sangat tinggi.
11 Kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki kerapatan stomata dan nilai indeks stomata tertinggi. Kerapatan dan indeks stomata dapat digunakan sebagai bioindikator dan biomonitoring kualitas udara. Semakin tinggi kerapatan dan indeks stomata, maka semakin baik tanaman dalam penyerapan polusi udara (Balasooriya et al. 2008). Oleh karena itu, S. trifasciata cv. Moonsine diduga memiliki kemampuan yang baik dalam penyerapan polusi udara dibandingkan kultivar lainnya. Tabel 3 Ukuran stomata sayatan paradermal lima kultivar S. trifasciata No
Kultivar
1
S. trifasciata cv. Metalica
2
S. trifasciata cv. Moonsine
3
S. trifasciata cv. African Dawn
4
S. trifasciata cv. 1
5
S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation
Posisi Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan Pangkal Tengah Ujung Rataan
Ukuran stomata (µm) Abaksial Adaksial Panjang Lebar Panjang Lebar 40.8 25.6 41.9 24.2 43.4 29.7 41.5 26.0 41.2 29.0 41.5 28.9 41.8 ± 1.4 28.1 ± 2.2 41.6 ± 0.2 26.4 ± 2.4 42.1 33.3 42.2 29.9 42.7 33.0 43.1 29.3 39.6 29.9 39.8 34.0 41.5 ± 1.6 32.1 ± 1.8 41.7 ± 1.7 31.1 ± 2.6 37.7 33.0 40.6 32.4 41.7 35.9 37.3 32.1 40.8 32.9 40.1 33.6 40.1 ± 2.1 33.9 ± 1.7 39.3 ± 1.7 32.7 ± 0.8 40.3 35.9 42.9 35.5 42.5 38.6 40.6 36.5 42.7 36.2 43.7 35.4 41.8 ± 1.3 36.9 ± 1.5 42.4 ± 1.6 35.8 ± 0.6 43.1 36.6 42.7 37.8 43.9 37.5 42.9 37.0 43.8 37.4 42.6 35.5 43.6 ± 0.4 37.2 ± 0.5 42.7 ± 0.2 36.8 ± 1.2
Ukuran panjang stomata dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kurang panjang (< 20 µm), panjang (20-25 µm), dan sangat panjang (>25 µm) (Agustini et al. 1999). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) yang diamati ukuran panjang stomata kelima kultivar S. trifasciata termasuk kategori sangat panjang. Bagian abaksial daun kelima kultivar memiliki ukuran panjang stomata yang lebih tinggi dibandingkan bagian adaksial daun. Sedang berdasarkan posisi daun bagian tengah daun kultivar memiliki nilai ukuran panjang stomata tertinggi. S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation merupakan kultivar yang memiliki ukuran panjang dan lebar stomata tertinggi dibandingkan ukuran kultivar lainnya. Ukuran panjang stomata yang meningkat merupakan indikasi adaptasi tanaman terhadap pencemar udara. Tanaman yang tumbuh di lingkungan terpolusi cenderung akan mempertahankan dirinya dengan meningkatkan ukuran stomata (Muud dan Kozlowski 1975). Ukuran panjang stomata yang meningkat ini sangat membantu dalam penyerapan CO2 untuk fotosintesis. Selain itu, ukuran stomata dapat digunakan sebagai bioindikator dan biomonitoring udara. Semakin besar ukuran stomata maka akan semakin baik dalam penyerapan polusi udara (Balasooriya et al. 2008).
12 Sayatan Transversal Hasil penelitian sayatan transversal menunjukkan bahwa daun S. trifasciata terdiri dari lapisan kutikula atas, lapisan epidermis atas, jaringan mesofil, lapisan epidermis bawah, dan lapisan kutikula bawah. S. trifasciata memiliki jaringan mesofil yang tidak bisa dibedakan atas jaringan palisade atau jaringan bunga karang, karena mesofil tersusun atas jaringan parenkim dengan struktur yang sama (Gambar 7).
Gambar 7 Sayatan transversal daun lima kultivar S. trifasciata: (a). S. trifasciata cv. Metalica, (b). S. trifasciata cv. Moonsine, (c). S. trifasciata cv. African Dawn, (d) S. trifasciata cv. 1, dan (e). S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation, (Ka) Kutikula adaksial, (Kb) Kutikula abaksial, (Ea) Epidermis adaksial, (Eb) Epidermis abaksial, (M) Mesofil. Garis skala: 700 μm
13 Kutikula merupakan pertahanan pertama daun terhadap bahan-bahan pencemar yang masuk melalui daun karena letaknya yang berada paling luar dari lapisan epidermis. Modifikasi pada tebal kutikula merupakan respon untuk mengurangi transpirasi dan reaksi tanaman terhadap masuknya bahan pencemar. Bahan pencemar udara dapat meningkatkan tebal kutikula pada Glycine max sebagai bentuk pertahanannya (Weryszko dan Hwil 2005). Tabel 4 menunjukkan lapisan kutikula pada kelima kultivar S. trifasciata pada bagian adaksial lebih tebal dibandingkan bagian abaksial. Diantara kelima kultivar tersebut, S. trifasciata cv. Moonsine memiliki lapisan kutikula sisi adaksial dan abaksial yang paling tebal (20.0 ± 0.5 μm dan 11.3 ± 0.3 μm) dibandingkan dengan kultivar lainnya. Tabel 4 Ketebalan lapisan penyusun daun berdasarkan sayatan transversal lima kultivar S. trifasciata Ketebalan (µm) Kutikula Abaksial Adaksial Epidermis Abaksial Adaksial Mesofil Daun
S. trifasciata cv. Moonsine
Kultivar S. trifasciata cv. African Dawn
S. trifasciata cv. 1
7.7 ± 0.3 8.8 ± 0.3
11.3 ± 0.3 20.0 ± 0.5
9.2 ± 1.0 12.0 ± 0.0
11.2 ± 0.5 12.0 ± 0.0
10.2 ± 0.5 12.0 ± 0.3
27.2 ± 0.6 31.0 ± 0.0 1811.7 ± 8.9 1945.0 ± 0.0
28.5 ± 1.0 34.2 ± 0.8 4946.7 ± 5.7 5553.3 ± 7.6
19.7 ± 0.6 22.2 ± 0.3 1626.0 ± 7.6 1788.0 ± 5.0
27.7 ± 0.3 31.2 ± 0.3 1881.7 ± 2.9 1980.0 ± 5.0
25.7 ± 0.3 30.7 ± 4.2 4458.3 ± 5.7 4530.0 ± 9.8
S. trifasciata cv. Metalica
S. trifasciata cv. Bantel’s sensation
Epidermis merupakan jaringan tumbuhan yang paling luar, berfungsi untuk melindungi bagian dalam jaringan tumbuhan. Epidermis pada kelima kultivar S. trifasciata tersusun atas satu lapis sel. Kelima kultivar S. trifasciata memiliki epidermis bagian adaksial yang lebih tebal dibandingkan bagian abaksial. Kultivar S. trifasciata (Tabel 4) menunjukkan S. trifasciata cv. Moonsine memiliki lapisan epidermis sisi adaksial dan abaksial yang lebih tebal (34.2 ± 0.8 μm dan 28.5 ± 1.0 μm) dibandingkan kultivar lainnya. Mesofil merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, karena sel-sel dijaringan ini banyak mengandung klorofil. Tebal mesofil kelima kultivar S. trifasciata berkorelasi dengan tebalnya daun, semakin tebal daun maka semakin tebal mesofil (Tabel 4). Diantara kelima kultivar S. trifasciata cv. Moonsine memiliki lapisan mesofil yang paling tebal (4946.7 ± 5.7 μm) dibandingkan dengan jenis kultivar lainnya. Penurunan mesofil terjadi pada daerah yang tercemar dibandingkan daerah yang tidak tercemar. Hal ini terjadi dalam usaha tanaman untuk mempertahankan diri (Stevovic et al. 2010). Seperti umumnya tanaman sukulen yang banyak menyimpan air, Sansevieria memiliki daun yang tebal. Ketebalan daun kelima S. trifasciata yang diteliti memiliki variasi dari 1788 μm - 5553 μm (Tabel 4). Kultivar S. trifasciata cv. African Dawn memiliki ketebalan daun terendah dibandingkan kultivar lainnya. Semakin tebal daun maka penyerapan akan semakin rendah. Hal ini diduga karena semakin tebal daun maka lapisan jaringan daun juga tebal sehingga menyebabkan gas pencemar sulit menembus jaringan daun dan masuknya gas pencemar relatif rendah atau gas yang terserap daun relatif kecil (Patra 2002).
14 Oleh karena itu, daun yang tipis akan menyebabkan gas pencemar mudah terserap. Sehingga dibandingkan kultivar lainnya S. trifasciata cv. African Dawn dengan ketebalan daun terendah juga memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap gas pencemar. Analisis Klorofil Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang berfungsi sebagai penyerap cahaya dalam kegiatan fotosintesis yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil analisis kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total dapat dilihat pada Gambar 8. ANOVA menunjukkan beda nyata antar kultivar pada selang kepercayaan sebesar 99%. Uji nilai Duncan selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Dilihat dari Gambar 8 kultivar S. trifasciata cv. African Dawn memiliki nilai kandungan klorofil tertinggi. Semakin tinggi kandungan klorofil pada tanaman maka semakin tinggi laju fotosintesisnya. Semakin dekat tanaman dengan sumber kadar gas buang kendaraan bermotor, klorofil akan mengalami degradasi yang semakin besar, sehingga kadarnya menjadi semakin rendah (Solichatun dan Anggarwulan 2007). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan tingkat produktivitas tanaman yang diikuti pula dengan beberapa gejala yang tampak. Kerusakan tanaman karena pencemaran udara berawal dari tingkat biokimia, selanjutnya tingkat ultrastruktural, kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya gejala pada jaringan daun seperti klorosis dan nekrosis (Malhotra dan Khan dalam Treshow dan Anderson (1989)). Kadar klorofil pada daun tanaman Pterocarpus indicus dan Swietenia mahagoni dapat digunakan sebagai indikator penyerap polusi udara. Kadar klorofil akan menurun dengan meningkatnya kadar partikel pencemaran udara (Karliansyah 1999). Oleh karena itu, S. trifasciata cv. African Dawn diduga memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan diri dalam lingkungan yang berpolusi.
Gambar 8 Kandungan klorofil lima kultivar S. trifasciata : ( ( ) klorofil b, dan ( ) klorofil total
) klorofil a,
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pengamatan karakter morfologi panjang dan lebar daun S. trifasciata cv. African Dawn memiliki ukuran terbesar. Karakter anatomi berdasarkan kerapatan dan indeks stomata tertinggi terdapat pada cv. Moonsine. S. trifasciata cv. Bantel’s Sensation memiliki ukuran stomata tertinggi. Lapisan kutikula dan epidermis bagian adaksial lebih tinggi dibandingkan bagian abaksial. S. trifasciata cv. Moonsine memiliki mesofil dan tebal daun tertinggi. Kultivar African Dawn memiliki nilai kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total tertinggi yang berbeda nyata pada selang kepercayaan sebesar 99% dibandingkan kultivar lainnya. . Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada kultivar S. trifasciata lainnya dilihat dari karakter morfologi, anatomi, dan kandungan klorofil daun untuk mengetahui kemampuannya dalam menyerap polusi udara.
DAFTAR PUSTAKA Agustini, Nurisjah S, Sulistyaningsih YC. 1999. Identifikasi ciri arsitekturis dan kerapatan stomata 25 jenis pohon suku Leguminosae untuk elemen lanskap tepi jalan. Bul Taman dan Lanskap Indonesia 2(1): 2-6. Arnon DI. 1949. Cooper enzymes in isolated chloroplast, polyphenol oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol 24(1): 1-15. Backer CA, Bakhuizen VDB. 1963. Flora of Java Volume III. Groningen (DC) : NV. P. Nhordhoof Groningen. Balasooriya BLWK, Samson R, Mbikwa F, Vitharana UWA, Boeckx P. 2008. Biomonitoring of urban habitat quality by anatomical and chemical leaf characteristics. Environ and Experimen Botany 65(2): 386-394. Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. New York (USA): John Wiley & Sons. Fahn A. 1990. Plant Anatomy 4th Ed. New York (US): Pergamon Pr. Fakuara Y. 1996. Studi toleransi tanaman peneduh jalan kemampuan dalam mengurangi polusi udara. Jurnal Penelitian dan Karya Universitas Trisakti 2 (7): 70-79.
16 Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Crop Physiology. Gunarno. 2014. Pengaruh pencemaran udara terhadap luas daun dan jumlah stomata daun Rhoeo discolor. [Internet]. [diunduh 1 Januari 2015]. Tersedia pada: http://sumut.kemenag.go.id/ Haryanti S. 2010. Jumlah dan Distribusi stomata pada daun beberapa spesies tanaman dikotil dan monokotil. Bul Anatomi dan Fisiologi 18(2): 1-8. Karliansyah NSW. 1999. Klorofil daun Angsana dan Mahoni sebagai bioindikator pencemaran udara. Jurnal Lingkungan & Pembangunan. 19(4): 290-305. Muud JB, Kozlowski TT. 1975. Responses of Plants to Air Pollution. London (UK): Academic Pr. Patra AD. 2002. Faktor tanaman dan Faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap polutan gas NO2. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwanto AW. 2006. Sansevieria Flora Cantik Penyerap Racun. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa (US): The Iowa State College Pr. Simpson MG. 2006. Plant Systematics. Canada: Elsevier Academic Pr. Smith WH. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction Between Air Contaminants and Forest Ecosystems. New York (US): Springer-Verlag. Solichatun, Anggarwulan E. 2007. Kajian klorofil dan Karotenoid Plantago major L. dan Phaseolus vulgaris L. sebagai bioindikator kualitas udara. Jurnal Biodiversitas 8(4): 279-282. Starkman ES. 1969. Combustion Generated Air Polution. New York (US): Plenum Pr. Stern WL, Morris, Judd WS. 1994. Anatomy of the thick leaves in Dendrobium section rhizobium (Orchidaceae). International Journal of Plant Science 155(6): 716-729. Stevovic S, Mikovilovic VS, Dragosavac DC. 2010. Environmental impact on morphological and anatomical structure of Tansy. African Journal of Biotechnology 9(16): 2413-2421. Stover H. 1983. The Sansevieria Book. California (US): Endangered Species Pr. Susanti E. 2004. Stomata sebagai bioindikator pencemaran udara sektor transportasi. [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Treshow M, Anderson FK. 1989. Plant Stress from Air Pollution. New York (USA): Ltd. Chichester. Weryszko CE, Hwil M. 2005. Lead induced histological and ultrastructural changes in the leaves of soybean (Glycine max (L) Merr). Soil Science and Plant Nutrition 51: 203 – 212. Wilmer CM. 1983. Stomata. London (UK): Longman Group Limited. Yulianti D, Ikhsan M, Wiyono WH. 2012. Sick Building Syndrome. CDK 39(1): 20-23.
17
Lampiran 1 ANOVA dan hasil uji Duncan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total Tabel 1. Hasil analisis kandungan klorofil a Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadarat Bebas tengah Perlakuan 2.316 5 0.463 Galat 0.67 12 0.006 Total
19.010
8.380
52.340
83.380
0.000
F Hitung
P
21.790
0.000
F Hitung
P
66.578
0.000
18
Tabel 3. Hasil analisis kandungan klorofil total Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadarat Bebas tengah Perlakuan 6.658 5 1.332 Galat 0.240 12 0. 020 Total
P
18
Tabel 2. Hasil analisis kandungan klorofil b Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadarat Bebas tengah Perlakuan 1.271 5 0. 254 Galat 0.140 12 0. 012 Total
F Hitung
18
Tabel 4 Analisis uji Duncan pada klorofil a, klorofil b, dan klorofil total Kultivar Klorofil a Klorofil b Klorofil Total (mg/g) (mg/g) (mg/g) d c S.trifasciata cv. Metalica 17.5 5.75 23.25c S.trifasciata cv. Moonsine
22.5bc
17.5b
40b
S.trifasciata cv. African Dawn
43.25a
27.5a
70.75a
S.trifasciata cv. 1
24.25b
17.5b
41.75b
S.trifasciata cv. Bantel’s Sensation
18.25cd
11.75bc
30c
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 2 Juni 1992 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sutrisno dan Suminem. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 09 Pagi Jakarta Timur lulus pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 91 Jakarta Timur. Kemudian pendidikan penulis dilanjutkan ke SMA Negeri 58 Jakarta Timur dan lulus tahun 2010. Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih program mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi di Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) sebagai sekretaris periode 2011-2012 di divisi Paguyuban Mahasiswa Biologi (PAMABI) dan sebagai ketua divisi Paguyuban Mahasiswa Biologi (PAMABI) periode 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif sebagai panitia berbagai acara, sebagai staf divisi konsumsi Lomba Cepat Tepat Biologi (LCTB) tahun 2011, staf divisi “Temu Bisnis” FMIPA tahun 2012, PJK MPD Biologi tahun 2012, dan staf divisi dana usaha LCTB tahun 2012. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Biologi Cendawan dan Fisiologi Tumbuhan tahun 2014. Penulis melaksanakan kegiatan studi lapang di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), dengan judul “Keragaman Liken di Kebun Raya Cibodas” pada tahun 2012. Penulis juga melaksanakan kegiatan praktik lapang di PT Frisian Flag, dengan judul “Uji Kualitas Susu Segar Sebagai Bahan Baku Produk Susu PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas-Jakarta Timur” pada tahun 2013.