KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) DI TAMAN WISATA ALAM AIR HITAM, BENGKULU
MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 M Khaisu Sabilillah NIM C54100091
ABSTRAK MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH. Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu. Dibimbing oleh DIETRIECH GEOFFREY BENGEN dan ADRIANI SUNUDDIN. Populasi penyu di Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam didominasi oleh spesies lekang dan masuk daftar merah IUCN dengan status hampir punah. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan karakteristik habitat dan mengetahui variabel lingkungan yang secara signifikan mempengaruhi penyu lekang memilih habitat peneluran. Pengamatan dan pengukuran in situ dilakukan pada bulan Juli 2013 dan Februari 2014 di 16 stasiun penelitian menggunakan metode penarikan contoh sistematis. Variabel habitat yang diukur adalah jumlah sarang, kemiringan pantai, vegetasi pantai, fraksi pasir, lebar dan panjang pantai yang dianalisis dengan Analisis Komponen Utama (AKU) untuk mengetahui keterkaitan antara karakteristik habitat peneluran dan jumlah sarang. Berdasarkan hasil penelitian, kawasan pesisir memiliki kemiringan pantai yang landai dengan sudut elevasi 0,970-4,230 dan lebar pantai 32,65-86,70 m. Karakteristik substrat pantai di TWA Air Hitam didominasi oleh fraksi pasir sangat halus (54,88 %) dan vegetasi cemara, Casuarina equisetifolia (INP 179,68). Hasil AKU menunjukkan bahwa dari 5 variabel lingkungan yang diamati sepanjang 16 km di pesisir TWA Air Hitam, pemilihan habitat peneluran oleh penyu lekang utamanya dipengaruhi oleh fraksi pasir sedang (diameter bulir pasir 0,25-0,5 mm) dan keberadaan vegetasi pantai. Kata kunci: Habitat peneluran, penyu lekang, TWA Air Hitam, karakteristik pantai ABSTRACT MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH. Environmental Characteristics of Olive Ridley (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) Nesting Habitat in Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu. Under direction of DIETRIECH GEOFFREY BENGEN and ADRIANI SUNUDDIN. Olive ridley features the most common sea turtle species in TWA Air Hitam, which listed as endangered species under IUCN redlist. The objectives of this research were to describe characteristics of shore environment and to define significant environmental variables affecting olive ridley in choosing its nesting habitat. Observation and in situ measurement was conducted in July 2013 and February 2014 at 16 sites, applying systematics sampling approach. Measured habitat variables were number of nest, shore elevation, vegetation, fraction of sandy substrate, shore width and length which then analyzed using Principal component Analysis (PCA). This study revealed that the prominent features of shore environment in TWA Air Hitam were sandy shore with low elevation (0,970-4,230) and width of 32,65-86,70 m, very fine sand fractions (54,88%), also stands of coast she-oak (Casuarina equisetifolia) with significant index of 179,68. Results from PCA indicated that, away 16 environmental variables depicting the shores of TWA Air Hitam, medium fraction sands (grain size of 0,25-0,5 mm) and the existence of shore vegetation were significant habitat variables preferred by olive ridley in detecting nesting site. Keywords: nesting habitat, olive ridley, TWA Air Hitam, shore environment
KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) DI TAMAN WISATA ALAM AIR HITAM, BENGKULU
MUHAMMAD KHAISU SABILILLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu : Muhammad Khaisu Sabilillah Nama NIM : C54100091
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si
Pembimbing I
Pembimbing II
Pembimbing I
Pembimbing II Diketahui oleh
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kesehatannya kepada penulis sehingga dapat menyusun skripsi dengan judul “Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea, Hirth 1971) di Taman Wisata Alam Air Hitam, Bengkulu”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua (Drs Khairi Sustam M.Si dan Susila Gustina) yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doanya. Prof Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA yang telah memberikan arahannya selaku pembimbing I dan Ibu Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si yang telah banyak memberi saran selaku pembimbing II. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rasyidin selaku Kepala Resort KSDA Mukomuko serta bang Mirwan selaku PEH Resort KSDA Mukomuko yang selalu menemani dan membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ketua kelompok KP3ALH bang Supriyadi yang selalu menemani dalam pengambilan data dan anggota kelompok lainnya yang menemani saat monotoring penyu. Kepada keluarga bang Dede yang telah bersediah memberikan tempat tinggal selama penelitian, saya ucapkan terima kasih banyak. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada BKSDA Provinsi Bengkulu yang telah memberikan surat izin masuk kawasan (SIMAKSI) dan saudara-saudariku Mela Khairi Sifitri, Maimunah, Muhammad Hidayat dan Khadaria Sakti atas doa dan bantuannya, Widyanti Octoriani atas doa dan semangatnya, Novi Dwi Indriani, Anisa, tim gerakan masyarakat cinta penyu, teman-teman semuanya serta semua pihak yang turut membantu dalam memberikan saran dan masukan selama penyusunan tugas akhir. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dalam pengelolaan konservasi penyu.
Bogor, November 2014
M Khaisu Sabilillah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
3
Pengumpulan Data
4
Prosedur Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Daerah Penelitian
7
Deskripsi Penyu Lekang
8
Sarang Penyu Lekang
9
Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang
10
Analisis Karakteristik Habitat Peneluran
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
DAFTAR TABEL 1 Persentase temuan telur penyu lekang berdasarkan lokasi 2 Indeks Nilai Penting (INP) pada pantai peneluran penyu lekang
10 13
DAFTAR GAMBAR 1 Stasiun penelitian (L. olivacea) di TWA Air Hitam 2 Pengukuran kemiringan pantai 3 Pengamatan jumlah sarang 4 Pengukuran vegetasi pantai dengan petak bertingkat 5 Tukik lekang (L. olivacea)usia 2-4 hari 6 Penyu lekang dewasa (L. olivacea) (a) dan morfologinya (b) 7 Temuan telur penyu lekang tahun 2013 8 Temuan sarang(L. olivacea) pada stasiun pengamatan 9 Lebar pantai di TWA Air Hitam-Muara Teramang 10 Kemiringan pantai di stasiun pengamatan 11 Fraksinasi substrat di habitat peneluran TWA Air Hitam 12 Vegetasi pantai peneluran TWA Air Hitam-Muara Teramang 13 Hubungan sumbu utama dengan parameter habitat dan stasiun pengamatan mengunakan analisis komponen utama
3 4 5 5 8 9 9 10 11 12 12 13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta sebaran sarang telur penyu lekang di TWA Air Hitam dan faktor lingkungan yang penting 2 Parameter habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea) 3 Vegetasi pantai TWA Air Hitam 4 Hasil analisis komponen utama variabel habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea) 5 Dokumentasi kegiatan penelitian
18 19 21 23 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Bengkulu merupakan provinsi yang memiliki panjang garis pantai mencapai ±525 km (Bakosurtanal 2007), terbentang dari Kabupaten Kaur di bagian selatan hingga Kabupaten Mukomuko di bagian utara provinsi. Kondisi pantai yang panjang, menjadikan pesisir Bengkulu habitat ideal bagi penyu untuk mendarat dan bertelur. Dari ke tujuh spesies penyu di dunia, terdapat enam spesies di Indonesia dan ke empat diantaranya pernah ditemukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam Kabupaten Mukomuko. Berdasarkan data KP3ALH (2013), ke empat spesies penyu yang pernah mendarat diantaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Penyu lekang merupakan spesies yang dominan ditemukan di TWA Air Hitam selama tahun 2013. Spesies ini masuk daftar merah IUCN (2008) dan dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.716/Kpts/-10/1980 dengan status proteksi dan berdasarkan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa serta PP No.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Penyu lekang merupakan biota yang hidup di laut lepas dan dapat bermigrasi hingga 2300 km (Nuitja 1992). Secara umum penyu memiliki umur yang cukup panjang lebih dari 60 tahun. Umur dewasa penyu dicapai pada saat berusia lebih dari 30 tahun (Nuitja 1983). Kemudian Diamond (1976) dalam Hermawan (1992) menyatakan bahwa musim bertelur penyu di berbagai tempat dipengaruhi oleh kondisi alam lingkungan setempat. Penyu biasanya bertelur di pantai berpasir yang terdapat vegetasi pantai. Tempat yang cocok untuk bertelur memiliki butiran pasir tertentu yang mudah digali dan secara naluriah dianggap aman untuk bertelur. Susunan tekstur daerah peneluran berupa pasir tidak kurang 90% dan sisanya adalah debu dan liat (Nuitja 1983). Seperti halnya kondisi habitat peneluran penyu, kawasan TWA Air Hitam termasuk daerah pesisir, umumnya berupa pasir putih halus. Beberapa lokasi terdapat sedikit campuran pasir besi dan pasir berbatu. Vegetasi yang ada di kawasan ini meliputi pohon cemara, waru dan ketapang. Berdasarkan survei dan monitoring pada bulan Januari hingga Desember 2013, temuan telur didominasi oleh spesies penyu lekang. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang masih ditemukan spesies lain seperti penyu hijau dan penyu sisik. Selain itu adanya degradasi pantai mengakibatkan tingginya potensi ancaman terhadap habitat peneluran penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu.
Rumusan Masalah Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah menganalisa hubungan parameter habitat dengan jumlah sarang penyu. Temuan sarang penyu di kawasan TWA Air Hitam didominasi oleh penyu lekang dari empat jenis penyu lainnya. Penyu lekang merupakan spesies purba yang hampir punah dan memiliki peranan penting dalam ekosistem laut, sehingga perlu adanya informasi tentang karakteristik habitat penelurannya. Terkait upaya inu, maka permasalahannya adalah belum terungkapnya hubungan karakteristik habitat yang mempengaruhi aktifitas peneluran penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan karakteristik habitat peneluran penyu lekang, dan (2) Menjelaskan keterkaitan antara karakteristik habitat dan jumlah sarang penyu lekang di TWA Air Hitam, Bengkulu. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi dasar untuk pengelolaan kawasan peneluran di TWA Air Hitam, Bengkulu. Selain itu dapat memberikan informasi karakteristik habitat peneluran penyu lekang serta mendorong penelitian selanjutnya untuk mengetahui persebaran populasinya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini, yaitu mengetahui dan menjelaskan keterkaitan antara karakteristik habitat peneluran dengan ketertarikan penyu lekang mendarat untuk bertelur.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di TWA Air Hitam-Muara Teramang, Kecamatan Pondok Suguh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu (Gambar 1). Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan bulan Juli 2013 dan dilanjutkan pengukuran karakteristik habitat peneluran Februari 2014. Tahapan analisis sedimen dan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret-Juni 2014 bertempat di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan dan Laboratorium Bioprospeksi Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3
Gambar 1 Stasiun penelitian di TWA Air Hitam Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPSmap Garmin 60CSx, laptop, botol sampel, meteran jahit, meteran gulung 50 m, tali skala 20 m, mistar, tongkat berskala 2m, waterpass, tali rafia, sekop kecil, plastik 500 gr, kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan berupa software MS Excel, XLSTAT 2014 dan Arc Map 3.3.
4
Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran dan pengamatan karakteristik habitat peneluran penyu lekang di TWA Air Hitam. Data pengukuran meliputi parameter kemiringan pantai, jumlah sarang, fraksi pasir, kerapatan vegetasi, lebar dan panjang pantai. Data sekunder meliputi temuan telur penyu lekang pada tahun 2013 hingga Mei 2014. Dilakukan wawancara kepada masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan dan kelompok konservasi setempat. Metode Pengambilan Data Penentuan Stasiun Stasiun penelitian ditentukan melalui observasi awal dengan menelusuri seluruh pantai peneluran sepanjang 16 km. Stasiun ditentukan melalui metode Penarikan Contoh Sistematis. Jarak antara stasiun sejauh 1 km dari titik pertama di Teluk Bakung. Stasiun selanjutnya ditentukan mengunakan GPS dan speedometer. Panjang dan Lebar Pantai Panjang pantai diukur dengan mengunakan GPSmap Garmin CSx 60, speedometer dan berdasarkan patok lokasi. Pengukuran dilakukan pada bagian bahu pantai dan sejajar dengan garis pantai. Pengukuran lebar meliputi lebar supratidal (vegetasi terluar-batas pasang tertinggi), lebar intertidal (batas pasang tertinggi-batas surut terendah) dan lebar total (penjumlahan lebar supratidal dan lebar intertidal). Pengukuran dilakukan di setiap stasiun dengan jarak 1 km. Kemiringan Pantai Kemiringan pantai diukur menggunakan meteran berskala 50 m dan 5 m untuk mendapatkan panjang dan ketinggian dari vegetasi terluar hingga surut terendah. Waterpass digunakan untuk mempertahankan kelurusan tali berskala. Pengukuran dimulai dari batas vegetasi terluar hingga surut terendah (Gambar 2).
“waterpass”
Gambar 2 Pengukuran kemiringan pantai Fraksi Pasir Pengambilan contoh pasir dilakukan pada permukaan sarang dan kedalaman 5-20 cm mengunakan grab. Sampel pasir disimpan dalam botol sampel ukuran 200 ml. Pengambilan contoh pasir dari setiap stasiun dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel.
5
Penyebaran dan Jumlah Sarang Penyebaran sarang penyu dikaji dengan mengunakan metode belt transek. Penghitungan jumlah sarang dilakukan dengan menarik garis tegak lurus dari pantai hingga batas vegetasi kemudian jumlah sarang dihitung secara visual dalam area transek sabuk selebar 100 m (Gambar 3). Vegetasi Pantai
Pantai 100 M 100 M
Laut
Gambar 3 Pengamatan jumlah sarang Vegetasi Pantai Vegetasi pantai diukur dengan petak contoh bertingkat plot pohon berukuran 20x20 m2 (A), plot tiang berukuran 10x10 m2 (B), pancang 5x5 m2 (C) dan semai berukuran 2x2 m2 (D). Parameter yang diamati berupa jenis vegetasi dan jumlah individu dengan spesifikasi pohon diameter > 20 cm dan tinggi >1,5 m, tiang dengan diameter batang 10-20 cm dan tinggi > 1,5 m, pancang diameter batang 1020 cm dan tinggi < 1,5 m dan semai diameter < 10 cm dan < 1,5 m. Sampling dilakukan di setiap stasiun (Gambar 4). Keterangan: A = Plot A (20x20 m) B = Plot B (10x10m) C = Plot C (5x5m) D = Plot D (2x2m)
D
C
B A
A
Vegetasi Pantai
V
Pantai Laut
Gambar 4 Pengukuran vegetasi pantai dengan petak bertingkat Prosedur Analisis Data Analisis Karakteristik Habitat Kemiringan pantai diukur dengan menghitung sudut elevasi berdasarkan lebar dan tinggi daratan. y
g-αt = x............................................................................................. Keterangan: α = Kemiringan x = Tinggi total (m) y = Lebar total (m)
6
Analisis ukuran fraksi sedimen ditujukan untuk mengetahui komposisi sedimen. Cara kerja untuk analisis fraksi sedimen adalah sebagai berikut: a. Sampel dikeringkan menggunakan oven 70° C selama 24 jam. b. Sampel disaring menggunakan saringan bertingkat. c. Timbang sampel yang sudah disaring dari mulai ukuran 2-0,063 mm. d. Substrat yang telah diketahui persentasenya tersebut selanjutnya dianalisis dan ditentukan tipe substratnya. TOM (%)=
a -b a
x100%...............................................................................
Keterangan: a = Berat kering sampel b = Berat setelah pengabuan Hasil analisis vegetasi pantai berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (1982), dapat dilakukan pengukuran dan kualitatif dari parameter berikut. Kerapatan Vegetasi Kerapatan (ind/m2)(K):
Jumlah individu (ind) .....................................… Luas plot (m2)
Kerapatan Relatif Kerapatan Relatif (%)(KR): Frekuensi Frekuensi (F): Frekuensi Relatif
Kerapatan Relatif(%)(KR) x 100%............... Kerapatan seluruh jenis
∑ Plot ditemukan suatu jenis ........................................... ∑ Plot seluruh jenis
Frekuensi Relatif (%)(FR):
Frekuensi suatu jenis x 100% ..................… Frekuensi seluruh jenis
Dominansi
Luas bidang vegetasi ........................................................ Luas Plot πDBH2 Luas bidang vegetasi: .................................................................... 4 Panjang lingkar pohon DBH: ................................................................... π Dominasi Relatif Dominasi suatu jenis Dominasi Relatif (%)(DR) : x 100% .................... Dominasi seluruh jenis Dominasi (D):
Indeks Nilai Penting INP = KR+DR+FR ..............................................................................…… Keterangan: INP = Indeks nilai penting KR = Kerapatan relative DR = Dominasi relative FR = Frekuensi relatif
7
Sebaran Karakteristik Habitat Metode analisis faktorial memungkinkan suatu representasi yang lebih mudah dibaca atau diinterpretasikan pada struktur data dengan cara menarik informasi-informasi ensensial. Matriks data yang digunakan terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu statistik (matriks baris) serta karakteristik habitat peneluran penyu dan temuan sarang sebagai variabel kuantitatif (matriks kolom). Pemusatan dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai parameter inisial tertentu (Bengen 2000). Pemusatan adalah selisih antara nilai parameter dengan nilai rataan parameter. C = Xij – Xi.......................................................................................... Keterangan: C = nilai pusat Xij = nilai parameter inisial Xi = nilai rata-rata parameter Pereduksian adalah hasil bagi antara nilai parameter yang dipusatkan, dengan nilai simpangan baku parameter. C
R= Sd................................................................................................... Keterangan: R = nilai reduksi C = nilai pemusatan parameter inisial Sd = nilai standar parameter
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Penelitian Kondisi kawasan TWA Air Hitam didominasi oleh pohon sawit yang telah tumbang, cemara laut, waru, ketapang dan semak belukar (KP3ALH 2013). Terdapat ancaman terhadap populasi penyu berupa perburuan telur secara ilegal dan habitat peneluran yang mulai terdegradasi (Khaisu 2013). Kawasan ini berada disekitar tiga desa yaitu Desa Sinar Laut, Bumi Mekar Jaya, dan Air Hitam. Secara umum masyarakat yang bermukim merupakan transmigran dari Pulau Jawa dan bekerja sebagai petani, berkebun, beternak serta nelayan sampingan. Fasilitas pendidikan dan akses transportasi yang buruk menyebabkan desa tersebut tergolong tertinggal. Kondisi ini pada akhirnya menurunkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga dan melestarikan sumberdaya alam pantai serta penyu di TWA Air Hitam. Masyarakat Bengkulu umumnya menyebut penyu dengan pangilan “Latung”. Latung merupakan nama lokal dan menjadi objek perburuan telur yang bernilai ekonomis.
8
Deskripsi Penyu Lekang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Atlantik, Pasifik, Australia dan Asia Tenggara. Menurut Carr (1972), penyu termasuk ke dalam phylum Chordata yang memiliki 2 (dua) famili, yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae. Penyu lekang termasuk kedalam famili Cheloniidae dan merupakan jenis penyu berukuran kecil dengan bobot terbesar sekitar 50-75 kg dan panjang mencapai 150 cm (Nuitja 1992). Spesies ini cenderung bertelur setiap tahun. Siklus hidupnya diawali periode musim kawin yang telah mencapai kematangan seksual pada umur 7-9 tahun. Penyu jantan dan betina melakukan migrasi ke daerah sekitar pantai peneluran, satu ekor jantan membuahi beberapa ekor betina kemudian bermigrasi ke tempat lain untuk mencari makan. Setelah kawin, penyu betina melakukan aktifitas disekitar pantai peneluran dan menuju daratan untuk bertelur. Setelah telur menetas dan keluar sarang, tukik (anak penyu) menuju ke laut dan selama satu tahun menghilang (tahun yang hilang) dan diperkirakan berada di daerah Sargassum untuk berlindung dari predator dan mencari makan. Tukik memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap sinar dan reaksi bumi serta memiliki sifat “Strong homing instinct” sehingga setelah dewasa akan kembali untuk bertelur di pantai semula. Penyu lekang memiliki sifat unik yang berbeda dari spesies lainnya dimana pada suatu waktu ditemukan secara serentak mendarat untuk bertelur dalam beberapa hari yang disebut “Arribada”. Arribada merupakan perilaku unik dari betina L. olivacea yang bersarang secara serentak pada waktu tertentu. Rangsangan yang memicu terjadinya Arribada diindikasikan akibat faktor lingkungan seperti arah dan kecepatan angin, pasang serta pengaruh bulan (Karen et al. 2001). Tukik yang baru menetas umumnya berwarna hitam, sisi karapas kehijauan dan berwarna abu-abu gelap setelah kering. Panjang karapas tukik rata-rata 42 mm dengan berat 16-19 gr (Karen et al. 2001). Selama masa pertumbuhan, warna karapas menjadi abu-abu dibagian atas dan putih dibagian bawah (Romimohtarto dan Juwana 2001). Morfologi tukik dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber: dokumentasi pribadi (2014)
Gambar 5 Tukik lekang (L. olivacea) usia 2-4 hari Penyu lekang dewasa memiliki karapas seperti kubah tinggi. Keping lateral cekung ke atas menyatu dengan keping vertebral (central) yang mendatar. Kepala memiliki sisik prefrontal dan berbentuk segi tiga. Tempurung (karapas) mempunyai 6-9 skut kostalis, skut pertama selalu bersentuhan dengan nukhal. Penyu lekang memiliki warna abu-abu pada bagian atas (karapas) dan krem abu-abu disisi sebelah bawah (plastron) (McKay 2006). Morfologi penyu lekang dapat dilihat pada Gambar 6.
9
(a) (b) Gambar 6 Penyu lekang dewasa (L. olivacea) (a) dan morfologinya (b) Secara morfologi penyu lekang memiliki perbedaan mendasar dengan penyu kempi (L. kempii) ukuran kepala yang lebih kecil hingga struktur rahang. Populasi di Atlantik Barat termasuk kategori langkah, spesies jenis ini memiliki populasi yang besar di perairan Indo-Pasifik (Karen et al. 2001). Berdasarkan penelitian ini, pantai barat Sumatra di utara Provinsi Bengkulu juga didominasi oleh populasi penyu lekang. Sarang Penyu Lekang Penyu lekang merupakan spesies penyu yang dapat bertelur saat malam atau siang. Umumnya penyu ini bertelur di daerah tropis bervegetasi (KKP 2009). Spesies ini memiliki tingkah laku bersarang sedikit berbeda dengan spesies lainnya. Setelah muncul dari gelombang laut, penyu lekang melihat arah kiri dan kanan kemudian melanjutkan gerakan ke pantai dengan dua kali berhenti untuk mengetahui situasi pasir yang akan dibuat sarang. Umumnya sewaktu penyu bertelur, lubang digali mengunakan kaki belakang sebanyak 25-30 kali dan bertelur sekitar 25 menit. Setelah bertelur, lubang ditutupi dengan pasir yang ada disekitarnya. Setelah melakukan aktifitas peneluran, penyu bergerak kembali ke laut. Waktu bertelur penyu lekang dalam setahun 4-5 kali dengan interval antara 10 sampai 14 hari (Nuitja 1992). Penyu kembali ke pantai peneluran setelah 3-4 tahun. Telur-telur dalam sarang menetas akibat pengaruh suhu, kelembaban, curah hujan, sinar matahari dan lokasi sarang. Suhu lingkungan yang tinggi (>30 0C) mengakibatkan kecenderungan jenis kelamin tukik menjadi betina dan suhu rendah (<30 0C) berkelamin jantan. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan masa inkubasi lebih lama dan mengakibatkan banyak telur membusuk. Masa inkubasi telur penyu lekang di alam membutuhkan waktu 45-58 hari sedangkan secara semi-alami membutuhkan waktu 47-60 hari (Khaisu 2013).
Gambar 7 Jumlah telur penyu lekang pada tahun 2013
10
Kawasan pantai yang berada di TWA Air Hitam hingga Muara Teramang memiliki panjang pantai ±16 km. Puncak peneluran penyu lekang di kawasan ini berada antara bulan Mei-Juni (Gambar 7). Jumlah temuan sarang terbesar berada pada daerah Teramang (Tabel 1). Selama monitoring KP3ALH, penyu lekang pernah ditemukan mendarat pada siang hari dan pernah ditemukan kembali ke laut dikarenakan merasa terganggu namun tetap bertelur di lokasi dekat titik awal pada jarak 50-100 m. Temuan telur penyu lekang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 8 Temuan sarang (L. olivacea) pada stasiun pengamatan Selama penelitian ditemukan 59 sarang dari 16 stasiun. Jumlah sarang yang ditemukan dengan intesitas temuan ≥ 5 sarang terdapat pada Stasiun 1, 4, 11, 15 dan 16. Sarang penyu ditemukan berdasarkan monitoring rutin yang dilakukan sepanjang tahun oleh KP3ALH. Selama tahun 2013 temuan telur didominasi oleh spesies penyu lekang dengan jumlah 5.095 butir dan 340 butir telur penyu hijau (Lampiran 2a). Menurut survei KP3ALH, pada tahun 2009-2012 tercatat masih ditemukan telur penyu sisik dan belimbing. Selama penelitian pada bulan Februari hingga Mei 2014, jumlah telur penyu lekang yang ditemukan sebanyak 1.527 butir. Temuan telur lekang mendominasi di kawasan peneluran di TWA Air hitam. Temuan sarang telur penyu lekang berada antara Muara Teramang hingga Retak Ilir (Tabel 1). Table 1 Temuan sarang penyu lekang berdasarkan lokasi Lokasi Jumlah sarang setiap stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Total peneluran Teramang Teluk Bakung Air Hitam Sinar Laut Muara Air Hitam Retak Ilir
7 -
2 -
3 -
5 -
2 -
4 -
4 -
4 -
2 -
- - - - - - - - - - - - - - - 1 5 1 2 - - - - - 4 - - - - - 7
Total sarang
6
17 14 2 9 4 13
59
Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Lekang Menurut penelitian yang dilakukan Whiting et al. (2007) suatu pantai peneluran penyu digunakan secara geografis dan ekologis untuk mencari makan, terutama pada landas kontinen dan daerah bentik. Selama migrasi dan mencari makan penyu lekang akan kembali bersarang dan migrasi menuju sarang pantainya.
11
Panjang dan Lebar Pantai Panjang pantai TWA Air Hitam hingga Muara Teramang adalah sekitar 16 km yang terdiri dari 16 stasiun pengamatan. Jarak antara stasiun pengamatan sejauh 1 km. Selanjutnya lebar pantai di TWA Air Hitam-Muara Teramang berkisar antara 32,65-86,70 m dengan rata-rata 61,12 m. Lebar pantai terpanjang terletak pada Stasiun 3 sebesar 86,7 m dan Stasiun 14 sebesar 32,65 m merupakan lebar terpendek. Lebar intertidal setiap stasiun memiliki panjang antara 20,93-73,30 m dengan lebar rata-rata 48,75 m. Lebar supratidal berkisar antara 0-19 m dengan rata-rata 11,26 m. Kawasan TWA Air Hitam memiliki lebar pantai yang berbedabeda (Gambar 8).
Gambar 9 Lebar pantai di TWA Air Hitam-Muara Teramang Lebar pantai (Gambar 8) mengalami perubahan yang cukup signifikan dari Stasiun 1 hingga Stasiun 16 yang terletak di Muara Teramang dan Retak Ilir. Stasiun 12, 13, 14, 15 dan 16 memiliki lebar pantai yang lebih sempit dibandingkan stasiun lainnya. Stasiun 2, 9, 12, 13 dan 14 memiliki lebar yang sempit pada zona supratidal dan jumlah sarang penyu yang ditemukan sedikit. Umumnya, penyu mencari daerah yang tidak terkena air pasang yaitu zona supratidal untuk melakukan aktifitas peneluran. Menurut penelitian yang dilakukan Nuitja (1992) lebar pantai peneluran penyu yang tergolong ke dalam lebar yang disukai penyu berada pada kisaran 30-80 m. Berdasarkan penelitian ini, lebar rata-rata pantai penelitian sebesar 61,12 m dan berada pada kisaran panjang pantai yang masih disukai penyu untuk melakukan aktifitas peneluran. Kemiringan Pantai Kemiringan pantai memiliki korelasi dengan pemilihan lokasi penyu untuk bersarang (Yusuf 2000), semakin curam pantai maka akan semakin besar energi yang diperlukan penyu naik ke pantai untuk bertelur. Hal ini diakibatkan mata penyu yang hanya mampu berakomodasi dan melihat dengan baik pada sudut kurang dari 1500.
12
Gambar 10 Kemiringan pantai pada stasiun penelitian Kemiringan pantai di TWA Air Hitam dan sekitarnya dikategorikan landai dengan kemiringan antara 0,970-4,230 dan kemiringan rata-rata 1,960. Kemiringan terbesar terletak di Stasiun 16. Stasiun 14, 15 dan 16 memiliki arus gelombang yang kuat dibandingkan stasiun lainnya. Jumlah koral Stasiun 15 dan 16 lebih banyak dan memiliki kemiringan yang cukup curam pada zona intertidal serta berada di lokasi dekat muara Air Hitam hingga Retak Ilir. Stasiun 9 memiliki kemiringan terkecil (terlandai) dan Stasiun 16 memiliki kemiringan tertinggi (Gambar 9). Fraksi Substrat Menurut Utomo (2005), karakteristik pantai yang dipilih penyu lekang (L. olivacea) sebagai tempat bertelur adalah pantai berpasir halus dengan hamparan yang luas dan landai serta substrat pasir yang berwarna gelap. Pantai peneluran TWA Air Hitam secara umum memiliki karakteristik substrat pasir halus berwarna gelap dan terdapat di Stasiun 10, 11 dan 12. Fraksinasi pasir dikelompokkan kedalam 5 kategori berupa pasir kasar berkoral (diameter 1,0-2,0 mm), pasir kasar berkerikil (diameter 0,5-1,0 mm), pasir ukuran sedang (diameter 0,25-0,5 mm), pasir halus (diameter 0,1-0,25 mm) dan pasir sangat halus (diameter 0,05-0,1 mm) (Gambar 10).
Gambar 11 Fraksinasi pasir di habitat peneluran TWA Air Hitam Substrat pasir peneluran disusun oleh komponen pasir sangat halus 54,88 %, 21,19 % pasir halus, 21,31 % pasir sedang, 1,08 % pasir kasar kerikil dan 1,54 % pasir sangat kasar (koral). Pasir sangat halus mendominasi pantai peneluran lebih dari 50,00 %. Persentase pasir sangat halus yang memiliki nilai lebih dari 95,00 % terdapat di Stasiun 3, 4 dan 7 dan terendah terdapat di Stasiun 16 sebesar 8,97 %.
13
Persentase terbesar pasir halus terdapat di Stasiun 9 dengan nilai 47,56 %, pasir sedang berada di Stasiun 15 dengan nilai 85,10 %, pasir kasar dan sangat kasar hanya ditemui di Stasiun 10, 12, 13, 14, 15, 16 dan 7 (Lampiran 2d). Vegetasi Pantai Menurut Bustard (1972) vegetasi berperan penting dalam melindungi sarang penyu dari pengaruh matahari dan perubahan suhu yang tajam disekitar sarang serta menghindarkannya dari predator. Kondisi vegetasi pantai mengalami kerusakan habitat akibat tingginya tingkat abrasi pantai dan perambahan oleh manusia. Kerusakan ditandai oleh banyaknya vegetasi pohon yang tumbang di kawasan pantai peneluran sejak bulan Juli 2013. Vegetasi disepanjang pantai peneluran ditumbuhi oleh pohon cemara (Gambar 11).
Gambar 12 Vegetasi pantai peneluran TWA Air Hitam-Muara Teramang Vegetasi pantai yang ditemukan dari 16 stasiun meliputi 10 spesies pohon yang terdiri dari cemara (Casuarina equisetifolia), waru (Hibuscus tiliaceus), babakoan (Scaevola raccada), nyamplung (Callophylum inophyllum), mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus tectorius), ketapang (Terminallia catappa), butun (Barringtonia asiatica) dan ki geseng (Diopyros maritima). Cemara merupakan jenis vegetasi yang memiliki nilai INP tertinggi 179,67, kerapatan relatif (KR) sebesar 60,84 %. Nilai INP vegetasi lainnya memiliki kisaran yang cukup signifikan dari spesies cemara (Tabel 2). Table 2 Indeks Nilai Penting (INP) pada pantai peneluran penyu lekang No Spesies Indeks Nilai Penting 179,68 1 Casuarina equisetifolia (Cemara) Hibuscus tiliaceus (Waru) 26,69 2 22,05 3 Scaevola raccada (Babakoan) 10,99 4 Pandanus tectorius (Pandan) 9,70 5 Morinda citrifolia (Mengkudu) Terminallia catappa (Ketapang) 7,49 6 4,40 7 Callophylum inophyllum (Nyamplung) 3,94 8 Barringtonia asiatica (Butun) 2,58 9 Diopyros maritima (Ki Geseng) Cerbera manghas (Bintaro) 2,24 10 Jenis cemara ditemukan tumbuh secara homogen di Stasiun 1, 2, 3, 15 dan 16 dengan dominasi dan kerapatan jenis 100%. Pada stasiun ini tumbuh tanaman menjalar jenis Ipomoea pescaprae (katang-katang atau kangkung laut). Menurut
14
Bara et al. (2013) pada vegetasi yang tebal dan rapat tidak ditemukan penyu bertelur begitu pula pada pantai dekat muara sungai. Stasiun 14 tidak ditemukan vegetasi tingkat pohon dan pancang dikarenakan dekat dengan Muara Air Hitam. Namun pada stasiun ini terdapat tanaman merambat jenis katang-katang dengan kerapatan jarang. Analisis Karakteristik Habitat Peneluran Parameter habitat peneluran penyu lekang digunakan untuk mengetahui preferensi penyu bersarang dengan menggunakan analisis komponen utama (PCA). Karakteristik habitat dan populasi yang tercatat di 16 stasiun pengamatan terdiri dari lima parameter dengan satuan nilai yang berbeda (Lampiran 4a). Parameter tersebut antara lain jumlah sarang, kemiringan pantai, fraksinasi pasir, vegetasi pantai, panjang dan lebar pantai. Kelima komponen ini kemudian diformulasikan kedalam grafik hubungan faktorial. Hasil analisis komponen utama memberikan gambaran keterkaitan antara parameter sehingga ditemukan komponen utama yang mempengaruhi jumlah sarang pada pantai peneluran di TWA Air Hitam hingga Muara Teramang. Sumbu satu (F1) memberikan kontribusi sebesar 43,35% dengan nilai akar ciri 3,90, selanjutnya sumbu 2 (F2) memberikan kontribusi sebesar 19,73% dengan nilai akar ciri 1,77, sumbu 3 (F3) memberikan kontribusi keterkaitan sebesar 15,85% dengan nilai akar ciri 1,43 (Lampiran 4c).
(a)
(b)
Keterangan : St: Stasiun; KP: Kemiringan pantai; LP: Lebar pantai; JS: Jumlah sarang ; VP: Vegetasi pantai ; PSH: Pasir sangat halus; PH: Pasir halus; PS: Pasir sedang; Pkr: Pasir kerikil; Pko: Pasir koral
Gambar 13 Hubungan sumbu utama dengan parameter habitat dan stasiun pengamatan menggunakan analisis komponen utama (a) Korelasi parameter habitat dengan sumbu F1 dan F2 (b) Korelasi parameter habitat dengan sumbu F1 dan F3 Hubungan parameter pada Gambar 12 (a) dan (b) menunjukkan adanya korelasi kuat antara variabel dengan sumbu satu (F1). Variabel tersebut antara lain kemiringan pantai (KP) yang memiliki nilai korelasi paling tinggi sebesar 0,89, lebar pantai (LP) dengan nilai -0,64, fraksi pasir sangat halus (PSH) dengan nilai korelasi sebesar -0,84 dan pasir koral (Pko) dengan nilai 0,79. Vegetasi pantai (VP)
15
dengan nilai korelasi -0,63 dan pasir halus (PH) 0,85 berkorelasi cukup kuat dengan sumbu 2 (F2) sedangkan fraksi pasir krikil (Pkr) memiliki hubungan korelasi yang cukup erat sebesar 0,68 dengan sumbu 3 (F3). Variabel jumlah sarang (JS) dan pasir sedang (PS) berkorelasi erat dengan sumbu 1 dan 2. Semakin kuat korelasi (negatif atau positif), maka semakin dekat variabel tersebut pada sumbu (Bengen 2000). Grafik hubungan kedua sumbu utama (F1 x F2) pada Gambar 12 (a) memperlihatkan adanya 2 pengelompokan yang mengambarkan keterkaitan yang erat antara variabel habitat dengan sebaran stasiun pengamatan. Kelompok 1 mengasosiasikan Stasiun 3, 4 dan 7 yang cenderung memiliki hamparan pantai luas dengan lebar pantai (LP) 65-86,7 m dan fraksi pasir sangat halus (PSH) dengan persentase 95,54-96,54 % serta rata-rata pada variabel lainnya. Pada pengelompokan ini terdapat kemiripan/similaritas yang besar antar Stasiun 4 dan 7 karena bertumpang susun pada grafik. Selanjutnya kelompok 2 mengasosiasi Stasiun 15 dan 16 yang memiliki jumlah sarang (JS) > 5 dan dipengaruhi oleh perbedaan kemiringan pantai (KP) cukup curam dengan sudut 3,20 dan 4,20, fraksi pasir sedang (PS) dengan persentase 68,04 % dan 85,10 %, lebar pantai (LP) cenderung sempit dengan vegetasi cemara dengan nilai INP 100,00. Grafik hubungan sumbu F1 dan F3 pada Gambar 12 (b) menunjukkan Stasiun 7 memiliki kemiringan pantai (KP) yang lebih curam, terdapat pasir koral dan kerikil yang banyak serta lebar pantai (LP) yang pendek. Selain itu pada stasiun ini tercatat ditemukan sarang telur yang lebih banyak dibandingkan stasiun lainnya. Lokasi stasiun ini berada didekat Muara Air Hitam. Stasiun 2, 5, 9, 10 dan 11 dicirikan oleh kemiringan pantai yang landai dengan kemiringan rata-rata berkisar 1,420 dan kandungan pasir sangat halus dengan persentase 68,25 %. Grafik pada Gambar 11 memperlihatkan hubungan korelasi erat yang mempengaruhi variabel jumlah sarang (JS) antara lain pasir sedang (PS) dan vegetasi pantai (VP) berdasarkan sudut yang terbentuk pada bidang faktorial 1-2-3. Pasir berukuran sedang memudahkan penyu untuk menggali sarang telur sehingga menjadi salah satu faktor terpenting dalam pemilihan lokasi bersarang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Populasi penyu di kawasan TWA Air Hitam didominasi oleh spesies penyu lekang. Karakteristik habitat peneluran berupa pantai yang landai dengan kemiringan antara 0,970-4,230, lebar pantai antara 32,65-86,70 m, fraksi pasir sangat halus dengan persentase 54,88 % dan vegetasi pantai didominasi pohon cemara (Casuarina equisetifolia) dengan rata-rata INP 179,67. Lokasi habitat peneluran memiliki persentase peneluran tertinggi di Stasiun 1, 2, 3, dan 4 yang berada di Teramang (28,81 %). Habitat pada daerah Teramang berpotensi tinggi sebagai wilayah perlindungan penyu karena kondisi kemiringan cukup landai, lebar pantai dengan hamparan yang luas dan vegetasi cemara yang homogen. Habitat TWA Air Hitam menjadi pantai peneluran yang cukup ideal bagi penyu lekang bertelur sepanjang tahun. Karakteristik habitat peneluran penyu lekang dipengaruhi sumbu F1, berkorelasi kuat dengan kemiringan pantai, lebar pantai, fraksi pasir sangat halus
16
dan pasir koral. Sumbu F2 berkorelasi cukup kuat dengan vegetasi pantai dan pasir halus sedangkan fraksi pasir krikil memiliki hubungan korelasi yang cukup erat dengan sumbu 3 (F3). Faktor utama yang mempengaruhi variabel jumlah sarang antara lain pasir sedang dan vegetasi pantai. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik habitat dan persebaran telur penyu lekang berdasarkan lokasi peneluran penyu sehingga diketahui distribusi lokasi peneluran yang lebih spesifik pada TWA Air Hitam hingga Muara Teramang.
DAFTAR PUSTAKA [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2007. Luas Wilayah Bengkulu. Jakarta (ID): Bakosurtanal. Bara DA, Sri R, Hariadi. 2013. Studi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Sukabumi Jawa Barat. Journal of Marine Research. 2 (3): 147-155. Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bustard RH. 1972. Natural History and Conservation. New York (US): Taplinger Publishing Company. Carr A. 1972. Great Reptiles, Great Enigmas. Audobon. 2: 504-515 Hermawan D. 1992. Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata L) di Pulau Peteloran Timur dan Barat Taman Nasional Kepulauan Seribu. [skripsi]. Jakarta (ID): Institut Pertanian Bogor. [IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2008. The IUCN Red List of Threatened Species. London (GB): IUCN SSC Marine Turtle Specialist Group. Karen L, Eckert and F, Alberto Abreu Grobois. 2001. Status and Distribution of the Olive Ridley Turtle (L. olivacea), in the Western Atlantic Ocean. Brazil (BR): Maria Ângela Marcovaldi Fundação Pró-TAMAR. Khaisu, MS. 2013. Upaya Konservasi Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di TWA Air Hitam Kab. Mukomuko Provinsi Bengkulu. [Laporan PKL]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jakarta (ID): Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut KKP. [KP3ALH] Kelompok Pemuda Pemudi Penggiat Alam dan Lingkungan Hidup. 2013. Laporan Pembinaan Habitat Penyu Semi Alami/Project Konservasi Penyu Laut. Bengkulu (ID): KP3ALH. Legendre L, P Legendre. 1983. Numerical ecology. Amsterdam. Elsevier Publishing Co.
17
McKay LJ. 2006. Reptil dan Amphibi di Bali. Bali (ID): Alih Bahasa Laksmi Holland. Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging (Chelonia mydas) di Pantai Sukomade, Kabupaten banyuwangi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Penyu Laut. Bogor: IPB Press Bogor. 128 hal. Romimohtarto K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta (ID): Djambatan. Seminoff JA, Kartik Shanker. 2008. Marine turtles and IUCN Red Listing: A review of the process, the pitfalls, and novel assessment approaches. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 356(2): 52-68 Utomo DT. 2005. Studi Karakteristik Lingkungan Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di pantai Pancar-Marengan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Jawa Timur. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Whiting SD, JL Long, M Coyne. 2007. Migration routes and foraging behaviour of oliveridley turtles Lepidochelys olivacea in northern Australia. Endang Species Res. 1(3): 1-9. Widiastuti HH. 1998. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Interaksinya dengan Populasi Penyu Hijau yang Bertelur di Pantai Pangumbahan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yusuf A. 2000. Mengenal Penyu. Jakarta (ID): Yayasan Alam Lestari.
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta sebaran sarang telur penyu lekang di TWA Air Hitam dan faktor lingkungan yang penting
20
19
Lampiran 2 Parameter habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea) (2a) Lokasi dan jumlah temuan sarang Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
∑ Sarang 4 2 1 5 1 2 4 7 6 4 4 2 5 3 2 7
Lokasi Teluk Bakung Air Hitam Sinar Laut Sinar Laut Sinar Laut Sinar Laut Muara Air Hitam Retak Ilir Retak Ilir Teluk bakung Teluk bakung Teluk bakung Teramang Teramang Teramang Muara Teramang
(2b) Kemiringan pantai penelitian Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
y (m) 44,7 57 65 66 35 45,3 32,65 46,19 39,21 77,33 73,5 85,2 71,3 86,7 62,2 78,4
x (cm) 120 96,5 114 142 181 170 177 259 290 175 195 202 197 205 199 285
α0 1,54 0,97 1,00 1,23 2,96 2,15 3,10 3,21 4,23 1,30 1,52 1,36 1,58 1,35 1,83 2,08
Keterangan 302 317 318 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 (2c)
Latitude Longitude 02'51''18,1"' 101'22''27,4''' 02'51''47,9''' 101'22''38,2''' 02'52''17,6''' 101'22''49,3''', 02'52''50,1''' 101'23''02,9''' 02'53''25,4''' 101'23''18,3''' 02'53''55,3''' 101'23''31,2''' 02'54''25,1''' 101'23''42,5''' 02'53''49,2''' 101'23''48,4''' 02'55''19,4''' 101'24''00,2''' 02'50''39,0''' 101'22''09,5''' 02'50''08,8''' 101'21''54,8''' 02'49''37,5''' 101'21''47,0''' 02'49''04,7''' 101'21''28,1''' 02'48''29,5''' 101'21''13,8''' 02'47''55,9''' 101'20''59,6''' 02'47''24,0''' 101'20''44,5'''
Temuan telur penyu lekang tahun 2013 Bulan Jumlah telur Jumlah sarang Januari 115 1 Februari 248 2 Maret 233 2 April 0 0 Mei 929 12 Juni 2022 22 Juli 445 5 Agustus 492 6 September 70 1 Oktober 196 4 November 80 1 Desember 265 3 5095 59 Total
21
20 (2d) Lebar pantai stasiun pengamatan TWA Air Hitam-Muara Teramang Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Supratidal (m) 17,40 5,50 13,40 13,00 17,10 19,00 17,50 14,90 6,00 11,00 13,50 0,00 -2,50 2,72 14,10 17,50
Intertidal (m) 61,00 56,70 73,30 58,00 68,10 54,00 56,83 39,60 51,00 54,00 52,50 35,00 45,30 20,93 32,09 21,71
Lebar Total (m) 78,40 62,20 86,70 78,30 85,20 73,00 73,33 54,50 57,00 65,00 66,00 35,00 45,30 32,65 46,19 39,21
(2e)Data hasil analisa fraksinasi pasir Stasiun SK (%) 1 0,00 2 0,00 3 0,00 4 0,00 5 0,00 6 0,00 7 0,78 8 0,00 9 0,00 10 0,28 11 0,00 12 0,70 13 0,98 14 6,33 15 12,84 16 2,72
K (%) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,62 0,00 0,00 2,13 0,00 0,70 0,22 7,48 4,10 2,09
S (%) 0,22 3,37 0,52 0,53 0,09 48,78 0,93 41,55 0,07 5,94 6,11 15,25 53,44 10,96 68,04 85,10
H (%) 41,00 41,62 2,94 3,04 19,37 6,03 2,13 26,11 47,56 3,84 28,37 44,26 29,61 38,16 3,92 1,11
Keterangan : SH: Sangat halus; H: Halus; S: Sedang; K: Kasar; SK: Sangat kasar
SH (%) 58,77 55,01 96,54 96,43 80,54 45,19 95,54 32,34 52,37 87,81 65,52 39,09 15,76 37,07 11,10 8,97
21
22 Lampiran 3 Vegetasi pantai TWA Air Hitam No 1 1 1 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3
Nama vegetasi
Stasiun 1 Casuarina equisetifolia (Cemara) Stasiun 2 Casuarina equisetifolia (Cemara) Stasiun 3 Casuarina equisetifolia (Cemara) Stasiun 4 Casuarina equisetifolia (Cemara) Hibuscus tiliaceus (Waru) Stasiun 5 Casuarina equisetifolia (Cemara) Hibuscus tiliaceus (waru) Diopyros maritima (Ki Geseng) Stasiun 6 Casuarina equisetifolia (Cemara) Hibuscus tiliaceus (waru) Barringtonia asiatica (Butun) Stasiun 7 Casuarina equisetifolia (Cemara) Terminallia catappa (Ketapang) Callophylum inophyllum (Nyamplung)
Stasiun 8
Hibuscus tiliaceus (Waru) Scaevola raccada (Babakoan) Cerbera manghas L (Bintaro) Callophylum inophyllum (Nyamplung) Casuarina equisetifolia (Cemara) Stasiun 9 Scaevola raccada (Babakoan) Casuarina equisetifolia (Cemara) Pandanus tectorius (Pandan) Stasiun 10 Casuarina equisetifolia (Cemara) Pandanus tectorius (Pandan) Morinda citrifolia (Mengkudu)
K
KR (%)
F
FR (%)
D
DR (%)
INP (%)
0,0175
100,0000
0,7500
100,0000
0,0000
100,0000
300,0000
0,0575
100,0000
0,7500
100,0000
0,0014
100,0000
300,0000
0,0450
100,0000
1,0000
100,0000
0,0018
100,0000
300,0000
0,0175 0,0075
58,3333 25,0000
0,5000 0,5000
33,3333 33,3333
0,0004 0,0001
80,7496 12,3061
172,4163 70,6394
0,0425 0,0325 0,0075
51,5152 39,3939 9,0909
0,5000 0,7500 0,5000
28,5714 42,8571 28,5714
0,0018 0,0004 0,0001
78,9357 17,3778 3,6866
159,0222 99,6289 41,3489
0,0750 0,0100 0,0175
69,7674 9,3023 16,2791
1,0000 0,2500 1,0000
36,3636 9,0909 36,3636
0,0014 0,0002 0,0002
77,4663 8,2564 10,4039
183,5974 26,6497 63,0466
0,0350 0,0025 0,0100
73,6842 5,2632 21,0526
0,7500 0,2500 0,2500
60,0000 20,0000 20,0000
0,0019 0,0003 0,0001
80,9984 13,9178 5,0838
214,6826 39,1810 46,1364
0,0125 0,0350 0,0100 0,0050 0,0075
17,8571 50,0000 14,2857 7,1429 10,7143
0,7500 0,7500 0,5000 0,2500 0,5000
27,2727 27,2727 18,1818 9,0909 18,1818
0,0009 0,0002 0,0001 0,0002 0,0015
30,1891 7,9790 3,3317 8,0812 50,4190
75,3189 85,2517 35,7993 24,3150 79,3151
0,0800 0,0175 0,0025
80,0000 17,5000 2,5000
1,0000 0,5000 0,2500
57,1429 28,5714 14,2857
0,0290 0,0057 0,0007
81,7958 16,1820 2,0223
161,7958 33,6820 4,5223
0,0150 0,0050 0,0100
50,0000 16,6667 33,3333
0,2500 0,7500 0,7500
14,2857 42,8571 42,8571
0,0008 0,0007 0,0001
51,1381 43,3099 5,5520
115,4238 102,8337 81,7425
22 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3
1 1
Stasiun 11 Casuarina equisetifolia (Cemara) Terminallia catappa (Ketapang) Pandanus tectorius (Pandan) Morinda citrifolia (Mengkudu) Hibuscus tiliaceus (Waru) Stasiun 12 Casuarina equisetifolia (Cemara) Hibuscus tiliaceus (Waru) Scaevola raccada (Babakoan) Pandanus tectorius (Pandan) Stasiun 13 Casuarina equisetifolia (Cemara) Terminallia catappa (Ketapang) Scaevola raccada (Babakoan) Stasiun 14 Stasiun 15 Casuarina equisetifolia (Cemara) Stasiun 16 Casuarina equisetifolia (Cemara)
23 0,0015 0,0003 0,0005 0,0005 0,0005
46,1538 7,6923 15,3846 15,3846 15,3846
0,2500 0,2500 0,2500 1,0000 0,5000
11,1111 11,1111 11,1111 44,4444 22,2222
0,0008 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001
62,7163 3,6343 11,9077 13,6922 8,0496
119,9812 22,4377 38,4034 73,5212 45,6564
0,0225 0,0450 0,0125 0,0075
25,7143 51,4286 14,2857 8,5714
0,5000 0,5000 0,5000 0,2500
28,5714 28,5714 28,5714 14,2857
0,0020 0,0010 0,0003 0,0003
54,9306 29,1555 8,5387 7,3752
109,2163 109,1555 51,3958 30,2324
0,0700 0,0050 0,0250
70,0000 5,0000 25,0000
0,2500 0,5000 0,2500
25,0000 50,0000 25,0000
0,0034 0,0001 0,0002
92,4629 3,1667 4,3704
187,4629 58,1667 54,3704
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
0,0050
100,0000
0,2500
100,0000
0,0001
100,0000
300,0000
0,0075
100,0000
1,0000
100,0000
0,0634
100,0000
300,0000
24
23
Lampiran 4 Hasil analisis komponen utama variabel habitat peneluran penyu lekang (L. olivacea) (4a) Parameter populasi dan habitat penyu lekang di masing-masing stasiun Stasiun Jumlah Sarang
St1 St2 St3 St4 St5 St6 St7 St8 St9 St10 St11 St12 St13 St14 St15 St16
KP
7 2 3 5 2 4 4 4 2 1 5 1 2 4 7 6
Parameter VP
LP
2,1 1,8 1,4 1,6 1,4 1,5 1,3 1,5 1,0 1,0 1,2 3,0 2,1 3,1 3,2 4,2
78,4 62,2 86,7 78,3 85,2 73,0 73,3 54,5 57,0 65,0 66,0 35,0 45,3 32,7 46,2 39,2
100,00 100,00 100,00 58,33 51,52 69,77 73,68 50,00 80,00 50,00 46,15 51,43 70,00 0,00 100,00 100,00
Pk0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,78 0,00 0,00 0,28 0,00 0,70 0,98 6,33 12,84 2,72
Fraksi Pasir
Pkr 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,62 0,00 0,00 2,13 0,00 0,70 0,22 7,48 4,10 2,09
PS 0,22 3,37 0,52 0,53 0,09 48,78 0,93 41,55 0,07 5,94 6,11 15,25 53,44 10,96 68,04 85,10
PH 41,00 41,62 2,94 3,04 19,37 6,03 2,13 26,11 47,56 3,84 28,37 44,26 29,61 38,16 3,92 1,11
PSH 58,77 55,01 96,54 96,43 80,54 45,19 95,54 32,34 52,37 87,81 65,52 39,09 15,76 37,07 11,10 8,97
(4b) Matriks korelasi antara variabel habitat Variables JS KP LP VP Pk0 Pkr PS PH PSH
JS
KP
LP
VP
Pk0
1 0,403 -0,366 0,294 0,464 0,214 0,373 -0,286 -0,249
1 -0,588 0,094 0,610 0,574 0,663 -0,007 -0,725
1 -0,049 -0,286 -0,343 -0,248 -0,516 0,591
1 0,026 -0,429 0,250 -0,209 -0,085
1 0,761 0,491 -0,180 -0,519
Pkr
1 0,234 -0,031 -0,356
PS
1 -0,325 -0,816
(4c) Akar Ciri dan persentase ragam (varians) pada lima sumbu utama Akar Ciri Ragam (%)
F1 3,90 43,35
F2 1,78 19,73
F3 1,43 15,85
F4 0,88 9,78
F5 0,47 5,19
PH
1 -0,261
PSH
1
25
24 (4d) Korelasi antara sumbu utama dengan variabel habitat dan stasiun.
JS KP LP VP Pk0 Pkr PS PH PSH
F1 0,564 0,894 -0,644 0,099 0,796 0,654 0,767 -0,017 -0,842
F2 -0,412 0,039 -0,467 -0,627 -0,093 0,305 -0,374 0,852 -0,161
F3 -0,056 -0,034 0,412 -0,625 0,392 0,637 -0,129 -0,446 0,295
Keterangan : St: Stasiun; KP: Kemiringan pantai; LP: Lebar pantai; JS: Jumlah sarang; VP: Vegetasi pantai; PSH: Pasir sangat halus; PH: Pasir halus; PS: Pasir sedang; Pkr: Pasir kerikil; Pko: Pasir koral
Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
F1 0,038 0,212 0,526 0,423 0,803 0,019 0,491 0,002 0,340 0,434 0,380 0,017 0,140 0,289 0,767 0,704
F2 0,033 0,051 0,344 0,209 0,000 0,477 0,257 0,029 0,236 0,002 0,026 0,630 0,052 0,391 0,111 0,149
F3 0,404 0,357 0,011 0,139 0,106 0,001 0,136 0,092 0,208 0,317 0,006 0,084 0,251 0,298 0,028 0,035
26
25
Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan penelitian.
(Pengukuran kemiringan pantai)
(Pengukuran tinggi total pantai)
(Temuan telur penyu lekang)
(Temuan penyu lekang dewasa)
(Substrat pasir)
(Pengambilan sampel pasir)
(Plot pengukuran vegetasi pantai)
(Pengukuran diameter pohon)
25
26
(Palang perbatasan kawasan TWA)
(Pengukuran panjang pantai)
(Sarang telur penyu lekang)
(Pengukuran lebar jejak penyu)
(Pengukuran lebar intertidal pantai)
(Pengukuran lebar supratidal pantai)
26
27
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Muhammad Khaisu Sabilillah lahir di Lubuk Lintang, 05 Juli 1992. Anak ke-2 dari lima bersaudara pasangan Bapak Drs Khairi Sustam M.Si dan Ibu Susila Gustina. Berasal dari Selatan Kota Bengkulu dengan perawakan Serawai. Pendidikan dasar ditempuh di SDN 02 Kayu Kunyit Bengkulu Selatan, SDN Binong Jati Bandung tahun 2000-2003 dan menamatkannya di SDN 01 Tais Kabupaten Seluma pada tahun 2004. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan di SMPN 02 Kabupaten Seluma pada tahun 2007, sedangkan tingkat menengah atas diselesaikan di SMAN 5 Kota Bengkulu pada tahun 2010. Semasa SMA pernah menjadi Ketua OSIS (Presiden Siswa) pada tahun 2008-2009 dan aktif diberbagai kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu menjadi Purna Paskibraka Indonesia Kota Bengkulu tahun 2008. Pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN masuk IPB dengan pilihan pertama Mayor Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Angkatan 2010. Selama Kuliah penulis aktif diberbagai Unit Kegiatan Kampus (UKM) Karate dan Sepak Bola. Pernah menjadi pemain Sepak Bola IPB pada ajang Liga Pendidikan Mahasiswa serta pernah meraih predikat pemain futsal terbaik Fakultas pada tahun 2012 serta meraih sabuk coklat strip 1 (Kyu- 1) Karateka BKC. Penulis juga merupakan pengurus di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) di Divisi Keprofesian 2012 dan menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) pada tahun 2013. Penulis juga aktif menjadi ketua dan keanggotaan diberbagai kepanitiaan dilingkup Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis pernah menjadi Asisten Ikthiologi pada tahun ajaran 2012-2013 dan asiten Ekologi Laut Tropis tahun ajaran 2013-2014. Pada tahun 2014 melalui penelitian ini dalam kegiatan Pekan Kereatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat berhasil lolos menjadi kontingen IPB dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke-27 di Universitas Diponegoro Semarang.