77
BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil – hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program dengan berbagai variasi. Hasil pengamatan berupa penyajian data – data aktual yang diambil dari lapangan dan berisi analisis yang dilakukan. Perhitungan formula limpasan air permukaan dan prediksi erosi menekankan pada input data yang digunakan dan perbandingan antara data aktual yang didapat dilapangan dengan perhitungan dengan formula yang digunakan. Sedangkan perhitungan dengan berbagai variasi bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor erosi yang berpengaruh yang divariasikan sedemikian rupa sehingga diketahui perbedaan hasil keluaran erosi antara tiap variasi. V.1 Hasil Pengamatan V.1.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah Tanah di lahan pertanian dianalisis tekstur tanah, porositas dan konduktivitas hidrolik dalam penelitian ini. Tekstur tanah didapat melalui analisis distribusi partikel, kemudian dengan memasukkan kedalam segitiga tekstur tanah (Foth,1995) maka tanah ini masuk kedalam lempung berlanau. Tabel V.1 Parameter
Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah Kondisi dan Nilai
Horison Warna Tekstur : A. kerikil B. pasir C. silt D. liat E. Finer #200
O dan A Coklat kehitaman
Struktur tanah Specific gravity Bobot isi
Remah – lepas 2.619 0.91
1 % 32 % 62 % 5 % 67.21 dari 200 gram sampel
78 Tabel V.2
Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah
Parameter
Kondisi dan Nilai
Konduktivitas sampai pada kedalaman 90 cm Kimia : A. pH B. Bahan Organik C. C - Organik D. Kapasitas Tukar Kation E. Basa-basa organik • Na • Ca • Mg • K
0.104 – 3.804 m/hari 5.6 – 6.8 4.95 2.88 % 23.38 me/ 100 gram 0.30 me/ 100 gram 7.11 me/ 100 gram 1.00 me/ 100 gram 0.35 me/ 100 gram
Catatan : Hasil Pengukuran dan Analisa Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil ITB dan Laboratorium Agronomi –BALITSA Lembang Bandung.
Seperti yang terlihat pada Tabel V.3, nilai konduktifitas hidrolik berkisar rata-rata antara 0.104 hingga 3.804 m/hari. Nilai konduktifitas hidrolik pada lapisan tanah lokasi penelitian berdasarkan penelitian Fokes (1986) masuk kedalam tingkatan konduktifitas hidrolik rendah hingga sedang. Tabel V.3
Nilai Konduktifitas hidrolik pada lapisan tanah
Kedalaman
Konduktifitas hidrolik
proporsi k
10
3.8041118
1
20
3.3046241
0.868698
30
2.8051365
0.7373959
40
2.3056488
0.6060939
50
1.8061612
0.4747918
60
1.3806899
0.3629467
70
0.9552186
0.2511016
80
0.5297474
0.1392565
90
0.1042761
0.0274114
Catatan : Hasil Pengolahan
79 V.1.2 Intensitas hujan dan tinggi hujan Data ketinggian hujan didapat dari sembilan kejadian hujan dan diukur dengan menggunakan penakar hujan manual. Intensitas hujan merupakan volume curah hujan persatuan waktu jam dalam satu kejadian hujan yang merupakan kesatuan dari beberapa kali pengukuran dalam rentang setiap 15 menit. Kejadian hujan 1 dan 2 merupakan data hujan terpisah yang terjadi pada awal – awal penghujan dan keadaan tanah masih sangat kering, sedangkan pada kejadian hujan 3 hingga 9 merupakan kejadian hujan yang berurutan tiap harinya. Data intensitas hujan beragam mulai dari 3.96 mm/jam hingga 52.4 mm/jam, dengan tinggi hujan yang terjadi berkisar antara 7.56 milimeter dengan durasi 35 menit hingga 48.25 milimeter dengan durasi 130 menit. Sedangkan pada durasi yang paling besar hingga 256 menit dan tinggi hujan 16.9 milimeter memiliki intensitas 0.06 mm/jam menunjukkan bahwa hujan yang terjadi dalam kategori lemah. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas hujan dipengaruhi secara langsung oleh durasi dan tinggi hujan, walaupun durasi hujan memiliki waktu yang cukup lama, apabila tinggi hujan tidak besar menghasilkan nilai intensitas hujan yang lemah. Sebaliknya walaupun durasi hujan berjalan singkat, apabila tinggi hujan besar dapat menghasilkan intensitas hujan yang cukup deras. V.1.3 Limpasan permukaan Data limpasan permukaan didapat dari pengukuran debit limpasan pada kejadian hujan setiap 5 menit. Setelah didapat nilai debit permukaan kemudian dikalikan dengan rentang waktu setiap pengambilan data maka didapat volume limpasan permukaan per luas plot penelitian lalu dikonversi ke dalam volume limpasan persatuan luas area dalam liter per ha. Seperti yang terlihat pada Tabel V.4. pada kejadian hujan pertama dan ketiga yang merupakan awal dari mulainya hari hujan yang berurutan tidak memiliki limpasan air permukaan. Hal ini dapat dijelaskan karena pada hujan – hujan awal, air hujan yang jatuh ke lahan akan mengisi pori-pori tanah. Karena hujan yang terjadi belum cukup mengisi pori-pori tanah dan masih dibawah batas kapasitas infiltrasi
80 maka tidak terjadi limpasan air permukaan. Pada hujan – hujan berikutnya yaitu kejadian hujan dua dan hujan empat hingga sembilan, terlihat bahwa limpasan cukup berarti, walaupun pada kejadian hujan empat memiliki intensitas yang lebih rendah dibandingkan kejadian hujan satu akan tetapi dapat menghasilkan limpasan air permukaan. Hal ini dapat disebabkan karena pori-pori tanah telah terisi dan curah hujan melebihi kapasitas pori-pori ini menampung air, sehingga terjadilah limpasan air permukaan. Tabel V.4
Data ketinggian hujan, intensitas hujan, limpasan dan erosi
Kejadian
Tinggi
Lama
Intensitas
Volume
hujan
Hujan
hujan
Hujan
Limpasan
(mm)
menit
(mm/jam)
(liter/ha)
(Kg/ha)
1
13.1
105
7.49
0
0
2
28.07
135
12.48
102.70
0
3
16.9
256
3.96
0
0
4
8.21
80
6.16
760.14
35.73
5
48.25
130
22.27
16831.70
1274.39
6
34.73
110
18.94
39786.94
1910.18
7
7.56
35
12.96
3233.11
139.86
8
26.25
54
29.17
56114.86
5262.76
9
12.66
80
9.50
20070.95
640.70
Rata-rata
21.75
109.44
13.66
15211.156
1029.291
Erosi
Catatan : Hasil Pengolahan
Adapun hubungan antara intensitas hujan dan limpasan pada pengamatan di lapangan menunjukkan hubungan yang erat. Seperti yang terlihat pada gambar V.1. nilai korelasi dari pendekatan linier memiliki nilai 0.698 memiliki nilai yang mendekati 1 dan memiliki hubungan yang positif, dimana dengan meningkatnya intensitas hujan maka limpasan air permukaan akan semakin besar pula. Laju dan volume limpasan air permukaan pada satu kejadian hujan berhubungan langsung dengan durasi hujan dan intensitas hujan. Ketika hujan dalam intensitas rendah, air memenuhi pori-pori tanah hingga jenuh, bila hujan terus berlangsung maka limpasan air permukaan dapat terjadi. Apabila hujan dalam intensitas yang
81 tinggi maka tanah jenuh dalam waktu singkat, dan volume limpasan air permukaan yang dihasilkan akan besar, diakibatkan karena tanah yang telah jenuh tidak akan dapat menyerap air yang jatuh. Hujan yang jatuh pada tanah yang jenuh akan langsung melimpas menjadi aliran air permukaan. 60000 y = 2061.7x - 12950 50000
2
Volume Limpasan liter/ha
R = 0.6984
40000 30000 20000
Pengukuran Pendekatan linear
10000 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Intensitas hujan mm/jam
Gambar V.1
Hubungan antara intensitas hujan dan limpasan air permukaan pada tiap kejadian hujan.
V.1.4 Erosi Seperti yang tertulis dalam Tabel V.4 tinggi hujan berkisar antar 7.56 mm hingga 48.25 mm memiliki rata-rata tinggi hujan 21.75 mm, rata-rata hujan 109 menit dan intensitas hujan antara 6.16 hingga 29.17 mm/jam, adapun limpasan yang terjadi per hektar berkisar antara 0 hingga 56115 liter, sedangkan erosi yang terjadi per hektar tanah berkisar antara 0 hingga 5263 kg. Hujan – hujan awal pada kejadian hujan satu dan tiga terlihat tidak menimbulkan erosi, bahkan pada kejadian hujan dua walaupun telah terjadi limpasan tetapi tidak menimbulkan erosi. Hal ini dapat terjadi karena limpasan yang terjadi tidak besar sehingga air permukaan sebagai agen erosif belum mampu membawa partikelpartikel tanah. Adapun yang diungkapkan oleh Morgan (1986) hasil penelitian
82 Fournier (1972) respon dari tanah yang berhubungan dengan kehilangan tanah kepada penerimaan hujan dapat ditentukan oleh kondisi meteorologi sebelumnya. Pada awal terjadi hujan yang jatuh pada tanah kering dan dalam jumlah yang kecil menghasilkan limpasan yang kecil pula. Sebagian besar dapat disebabkan karena air meresap kedalam tanah. Pada hujan kedua hampir 66 persen hujan menjadi limpasan air permukaan dan kehilangan tanah terjadi hingga tiga kali lipat. Pada kasus ini seberapa dekat kejenuhan tanah dimana tergantung pada berapa banyak hujan jatuh pada hari-hari sebelumnya. Pola kehilangan tanah yang rendah pada awal hujan dan kehilangan tanah yang tinggi pada kejadian hujan kedua merupakan kebalikannya. Bagaimanapun antara hujan erosif, hancuran akibat iklim dan hujan ringan dapat menghilangkan permukaan tanah. Sebagian besar material hilang pada limpasan pertama kalinya dan sedikit terjadi untuk erosi pada kejadian limpasan berikutnya. Yogama (2007) meneliti pada kemiringan 30 persen erosi yang terjadi pada hujan pertama adalah sebesar 12. 878 pada curah hujan pertama. Selanjutnya pada curah hujan kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing masing 15.7, 24.013, 29.891 dan 34.639 dengan rata-rata peningkatan sebesar 5.295 gram. Menunjukkan bahwa hujan sebelumnya mempengaruhi erosi yang terjadi, pada awal hujan erosi yang terjadi lebih kecil dibandingkan erosi – erosi selanjutnya. Pada kejadian hujan selanjutnya limpasan air permukaan dan erosi yang terjadi dapat dikatakan besar. Hasil analisis seperti terlihat pada Tabel V.4 menunjukkan bahwa erosi yang terjadi dapat mencapai 5.3 ton/ha dalam satu kejadian hujan dengan intensitas hujan 29 mm/jam. Bila dibandingkan dengan batas maksimum laju erosi yang dapat diterima di tanah berlempung tebal yang berasal dari endapan vulkanik (Hudson, 1971 dalam Suripin, 2001) sebesar 13 ton/ha/tahun, kejadian hujan satu kali yang mencapai 5.3 ton/ha sangat besar karena hampir mencapai setengah dari laju erosi maksimum yang diperbolehkan. Hal ini dapat disebabkan karena tidak ada vegetasi yang dapat menahan laju limpasan air permukaan. Pada saat tidak terdapat vegetasi, kemampuan fungsi –
83 fungsi yang dapat mencegah erosi pun menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Vegetasi sendiri penting dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, selain itu dapat menurunkan kecepatan dan volume limpasan permukaan, menahan partikel – partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan dan mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2004). Keadaan lahan penelitian yang gembur disebabkan jenis tanah lempung berdebu dan baru olah tanah menyebabkan tenaga kinetik dari hujan dan limpasan permukaan menyebabkan tanah mudah terkelupas dan partikel-partikel mudah terangkut ke tempat yang lebih rendah. Pada saat itu tanah belum mengalami pemadatan baik oleh manusia maupun oleh ikatan-ikatan akar tanaman sehingga tidak ada yang menahan tanah pada tempatnya. Selain itu faktor panjang lereng hingga 29.6 meter dan kemiringan lereng yang mencapai 25 derajat, merupakan faktor lain yang memudahkan tanah terlepas dari ikatannya. Limpasan air yang terbentuk dilahan paling atas akan menjadi aliran permukaan yang memiliki energi mengikis tanah pada lahan dibawahnya. Kedua faktor diatas menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan limpasan air permukaan yang besar dapat terjadi karena kemiringan lereng yang tidak terhambat dan panjang aliran serta terkonsentrasi pada saluran, sehingga berpotensi pada terjadinya erosi parit dan erosi alur. Terlihat pada Gambar V.2 limpasan air permukaan sebagai media untuk melepaskan tanah dari ikatannya dan sebagai media pembawa partikel – partikel tanah memiliki hubungan yang positif dengan erosi yang terjadi. Semakin besar limpasan yang terjadi akan semakin besar pula erosi yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar V.2 hubungan limpasan dan erosi nilai korelasi linier yang kuat hingga mencapai 0.88, hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kedua parameter tersebut. Pada gambar V.3, hubungan antara intensitas hujan dan erosi menunjukkan nilai korelasi yang positif dan memiliki arah yang meningkat. Artinya semakin tinggi
84 intensitas hujan akan semakin besar erosi yang terjadi. Korelasi linier antara intensitas dan erosi mencapai 0.76. 6000 y = 0.0792x - 176.08
Sedimen Kg/ha
5000
2
R = 0.8805
4000 3000 2000 Pengukuran Pendekatan linear
1000 0 0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Limpasan lt/ha
Gambar V.2
Hubungan antara limpasan dan erosi pada tiap kejadian hujan.
6000 y = 181.21x - 1445.8
5000
2
Sedimen Kg/ha
R = 0.7566 4000 3000 2000 Pengukuran
1000
Pendekatan linear
0 0
5
10
15
20
25
30
35
Intensitas hujan mm/jam
Gambar V.3
Hubungan intensitas hujan dan erosi pada tiap kejadian hujan.
85 V.2 Perhitungan Limpasan Air Permukaan dan Erosi V.2.1 Input Data Basin Data karakteristik basin yang dibutuhkan sebagai input data program limpasan air permukaan berupa jumlah lapisan tanah setebal 5 lapisan dan tiap lapisan memiliki tinggi 20 cm, sehingga kedalaman lapisan yang dianalisis adalah 100 cm. Sedangkan untuk segmen daerah penelitian dibagi dalam 3 segmen dan konduktivitas hidraulik, panjang, lebar dan kemiringannya diperhitungkan dalam tiap segmennya. Nilai – nilai karakteristik basin dapat dilihat pada Tabel V.5 dan Tabel V.6. Tabel V.5
Karakteristik Lapisan Pada Setiap Kedalaman.
Konduktivitas Kedalaman hidrolik m/hari 10 3.804112 20 2.8051365 30 1.8061612 40 0.9552186 50 0.1042761 Tabel V.6 Segmen 1 2 3
Proporsi K
Porositas
1 0.737396 0.474792 0.251102 0.027411
0.615 0.63 0.62 0.579 0.555
Karakteristik Basin Pada Setiap Segmen.
Konduktivitas hidrolik (m/hari) 3.804112 3.804112 3.804112
Panjang (m) 6.8 7.1 15.7
Lebar (m) 30 30 30
Kemiringan (m/m) 0.158384 0.404026 0.466308
V.2.2 Input Data Curah Hujan Input data curah hujan berupa intensitas hujan selama 5 menit didapat dari hasil perhitungan tinggi hujan dan banyaknya hujan. Data curah hujan yang dimiliki dari hasil pengamatan terdiri dari 9 kejadian hujan dimana setiap data curah hujan yang didapat dari pengukuran tiap 15 menit tersebut diinterpolasi untuk mendapatkan curah hujan selama 5 menit atau time step selama 300 detik. Dengan demikian satu kejadian hujan akan terbagi bagi kedalam beberapa jumlah time
86 step sesuai kejadiannya. Data – data input curah hujan dapat dilihat pada Lampiran E.1. Data perbandingan. V.2.3 Input Data Formula Prediksi Erosi Data masukan pada persamaan erosi merupakan data yang diambil di lapangan dan analisis yang dilakukan di laboratorium. Input data erosi selain memiliki file input sendiri juga menggunakan input data program limpasan air permukaan. Input data yang kembali digunakan sebagai input data erosi meliputi input data curah hujan dan input data basin. Data curah hujan yang didapat pada saat pengukuran diolah untuk mendapatkan curah hujan setiap 5 menit yang kemudian digunakan sebagai input program ISTFM untuk mendapatkan limpasan air permukaan. Limpasan permukaan tersebut dan input data curah hujan digunakan untuk mendapatkan nilai faktor erosivitas hujan yang terjadi akibat gerusan limpasan permukaan dan tumbukan hujan. Sedangkan input data basin berupa panjang dan lebar rata-rata tiap segmen digunakan untuk mendapatkan nilai luas tiap segmen. Selain itu kemiringan lahan dalam persen digunakan untuk mendapatkan faktor panjang dan kemiringan lereng dalam USLE. Input file erosi terdiri dari erodibilitas tanah, faktor tanaman dan faktor konservasi tanah. Faktor erodibilitas tanah memiliki nilai yang sama, sedangkan untuk nilai faktor tanaman dan faktor konservasi tanah tergantung pada keadaan tanah pada saat kejadian hujan. Nilai erodibilitas didapat berdasarkan jenis tekstur tanah dan kandungan bahan organik tanah. Kemudian dengan melihat Tabel II.8 Faktor erodibilitas tanah K (Novotny, 1981) didapat nilai erodibilitas sebesar 0.33. Sedangkan untuk nilai faktor tanaman dan konservasi, berdasarkan kondisi lahan penelitian tanpa tanaman dan tanpa pengelolaan konservasi lahan tersebut memiliki nilai 1.
87 V.2.4 Perbandingan Data Pengukuran dan Perhitungan Data – data yang diperoleh di lapangan, ditransformasikan kedalam data – data input program berupa data basin, data hujan, data keluaran program Integrated System Tropical Flow Model dan data erosi. Data – data basin merupakan datadata konduktifitas hidrolik beserta proporsi, porositas, panjang dan lebar segmen serta kemiringan. Data – data hujan merupakan data – data hujan yang didapat dari hasil pengukuran. Setelah data – data didapat kemudian dilanjutkan dengan menjalankan program limpasan air permukaan dan program prediksi erosi. Hasil output program berupa limpasan permukaan dan erosi yang terjadi dalam plot penelitian dibandingkan dengan data yang didapat dari pengukuran lapangan. Perbandingan statistik yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesalahan perhitungan, menggunakan metode Sum Square Error dan pengujian rata – rata populasi perhitungan dan populasi data lapangan atau pengujian t – berpasangan. Tabel V.7
Perbandingan statistik antara data pengamatan dengan data
perhitungan dengan menggunakan metode Sum Square Error Sum Square Error Kejadian hujan
Limpasan permukaan
Erosi
0.171592
1717.082
203.2204
2704.948
0.136807
1649.628
0.127299
1442.262
2.510869
11283.31
13.12524
3717.368
0.21764
422.7633
44.37814
14489.3
5.658273
1014.859
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel V.7 merupakan hasil analisis dengan sum square error pada tiap tiap kejadian hujan, dimana setiap kejadian hujan dibandingakan data pengamatan di lapangan dengan data perhitungan program limpasan air permukaan dan erosi yang memiliki beberapa time step.
88 Pada analisis perbandingan untuk limpasan air permukaan terdapat tiga data kejadian yang mendekati nol dimana pada analisis Sum Square Error, data perbandingan yang mendekati nol merupakan data yang telah terkalibrasi, akan tetapi enam data selebihnya lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa persamaan untuk perhitungan limpasan air permukaan belum baik untuk digunakan. Pada perhitungan limpasan air permukaan, data yang digunakan merupakan data aliran air yang mengalir didalam tanah dan tidak terdapat limpasan air permukaan yang terbentuk pada perhitungan, berbeda dengan kenyataan di lapangan dimana limpasan air dapat terjadi sehingga dapat menimbulkan erosi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa lokasi penelitian memiliki kedalaman tanah hingga 1 meter, dimana dengan porositas hingga 60 persen memungkinkan hujan yang jatuh di atas lahan terserap kedalam tanah. Selain itu dalam perhitungan limpasan air permukaan porositas tanah dan konduktivitas hidrolik digunakan sebagai acuan berapa air dapat ditampung didalam tanah dan dialirkan ke segmen berikutnya. Sehingga bila terdapat hujan jatuh pada suatu lahan, air akan mengisi pori-pori tanah terlebih dahulu, apabila telah jenuh maka akan terjadi limpasan air permukaan. Pada perhitungan limpasan air permukaan tidak terdapat input data berupa kadar air di lokasi penelitian sehingga tidak diketahui berapa air hujan yang dapat ditampung dan berapa tinggi hujan yang dapat menimbulkan limpasan air permukaan. Sebaiknya dalam perhitungan limpasan air permukaan diperhitungkan kadar air dilokasi penelitian hingga tiap – tiap lapisan tanah, sehingga air hujan yang jatuh di lokasi sesuai akan mengisi pori-pori sesuai dengan keadaan dilapangan, tidak dalam keadaan tanah kering. Maka dalam menggunakan data hasil keluaran program limpasan air permukaan untuk perhitungan program erosi, digunakan data aliran air yang mengalir didalam tanah, dengan asumsi air yang jatuh dilokasi penelitian akan bergerak sesuai dengan waktu yang berjalan atau time step.
89 Pada analisis perbandingan untuk erosi dengan metode Sum Square Error memiliki nilai yang berkisar antara 422.76 hingga 14489.3, hal ini menunjukkan nilai yang sangat besar bila dibandingkan dengan mendekati nilai nol. Perhitungan erosi yang digunakan menggunakan data-data limpasan air permukaan yang memiliki kesalahan sehingga kesalahan pada perhitungan erosi pun menjadi berlipat ganda. Pendekatan perhitungan erosi yang menggunakan segmentasi lahan dan beberapa time step atau potongan waktu yang pendek dapat memperbesar kesalahan perhitungan. Selain itu asumsi – asumsi yang digunakan dalam persamaan USLE merupakan pendekatan – pendekatan dari penelitian sebelumnya. Keadaan lokasi yang berbeda dapat mengakibatkan perhitungan menjadi berlebih atau bahkan kurang. Sehingga dapat dipastikan bahwa perhitungan untuk erosi harus diperbaiki. 5.2.4.1 Limpasan Air Permukaan Gambar V.4 hingga gambar V.12 menunjukkan perbandingan data perhitungan dengan data pengukuran limpasan air permukaan pada kejadian hujan satu hingga sembilan atau disingkat KH1 hingga KH9. Berdasarkan pengujian – t, data limpasan permukaan pada kejadian hujan satu hingga sembilan menunjukkan bahwa hasil dari data pengukuran dan hasil perhitungan berbeda nyata kecuali pada kejadian hujan tujuh yang memiliki intensitas hujan deras. Hal ini berarti bahwa pada kejadian hujan satu hingga sembilan antara pengukuran dan perhitungan memiliki rata-rata populasi yang berbeda dan persamaan yang digunakan untuk menghitung prediksi limpasan air permukaan belum dapat menggambarkan kejadian sebenarnya di lokasi penelitian. Seperti yang terlihat pada Gambar V.4 terdapat perbedaan antara data pengamatan dan data perhitungan. Nilai limpasan air pada data pertama sebesar 0.63 merupakan hasil perhitungan dari limpasan air permukaan, titik ini sangat berbeda dengan hasil selanjutnya, hal ini dapat dijelaskan karena terdapat penyesuaian aliran air didalam tanah sehingga aliran pertama seakan – akan besar, hal ini merupakan kesalahan perhitungan limpasan permukaan yang menghitung aliran air dari aliran sebelumnya. Oleh karena itu untuk selanjutnya data perhitungan
90 pada time step pertama hingga ketiga (karena memiliki tiga segmen) ini sebaiknya mengambil asumsi diabaikan. Pada analisis statistik kejadian hujan satu dengan jumlah data duapuluh, data pengamatan memiliki limpasan rata-rata 0 sedangkan data perhitungan sebesar 0.0926 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 183.47 lebih besar daripada t tabel 1.73. dan oleh karena nilai probabilitas 1.24173E-32 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. 1 pengukuran
0.9
perhitungan
Limpasan air (l/detik)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
Time step ke (5 menit)
Gambar V.4
Perbandingan data pengukuran dan perhitungan aliran air pada hujan KH1
Pada analisis statistik kejadian hujan dua dengan jumlah data duapuluh enam buah, data pengamatan memiliki limpasan rata-rata 1.160 sedangkan data perhitungan sebesar 0.09 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.06 lebih besar daripada t tabel 1.70. dan oleh karena nilai probabilitas 0.02 lebih kecil dari 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda.
91 Pada gambar V.5 terlihat bahwa data perhitungan berada diantara 0.1 sedangkan pada data pengukuran limpasan dapat terjadi hingga memuncak pada time step ke18. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum time step ke-18, air hujan memenuhi pori – pori tanah hingga pada time step tersebut terjadi limpasan permukaan yang menunjukkan bahwa air telah jenuh didalam tanah, seiring dengan waktu dan curah hujan yang semakin kecil limpasan air permukaan pun menurun. 9 8
Limpasan air (l/detik)
7 6
perhitungan
5
pengukuran
4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Time step ke (5 menit)
Gambar V.5
Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH2
Pada analisis statistik kejadian hujan tiga dengan jumlah observasi limapuluh buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0 sedangkan data perhitungan sebesar 0.092 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 405.56 lebih besar daripada t tabel 1.68. dan oleh karena nilai probabilitas 2.32E-88 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.6. tidak terlihat kurva data pengukuran limpasan air permukaan, pada kejadian hujan tiga ini keadaan lahan kembali kering dan merupakan hujan pertama sehingga belum terdapat air yang mengisi pori-pori tanah. Sedangkan
92 pada perhitungan tampak bahwa data merupakan aliran air yang mengalir secara konstan berkisar 0.1 liter per detik.
0.12
Limpasan air (l/detik)
0.1 0.08 0.06 0.04 perhitungan
0.02
pengukuran 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 Time step ke (5 menit)
Gambar V.6
Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH3
Pada analisis statistik kejadian hujan empat dengan jumlah observasi limabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.000467 sedangkan data perhitungan sebesar 0.092 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 107.19 lebih besar daripada t tabel 1.76. dan oleh karena nilai probabilitas 4.15E22 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.7. sama seperti kejadian hujan tiga, kejadian hujan empat merupakan hari selanjutnya dari kejadian hujan tiga, dalam waktu ini air hujan masih mengisi pori – pori tanah. Pada time step ke tujuh terlihat adanya limpasan air permukaan sebesar 0.007 liter per detik, akan tetapi selanjutnya tidak terdapat limpasan air permukaan.
93
0.12
Limpasan air (l/detik)
0.1 0.08 0.06 0.04 perhitungan
0.02
pengukuran 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Time step ke (5 menit)
Gambar V.7
Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH4
0.8 perhitungan
Limpasan air (l/detik) .
0.7
pengukuran
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Time step ke (5 menit)
Gambar V.8
Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH5
Pada analisis statistik kejadian hujan lima dengan jumlah observasi duapuluh lima buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.259 sedangkan data perhitungan
94 sebesar 0.0972 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.9 lebih besar daripada t tabel 1.71. dan oleh karena nilai probabilitas 0.0038 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.8. kejadian hujan lima mengalami limpasan air permukaan yang fluktuatif seiring dengan waktu dan tinggimya curah hujan. Puncak limpasan terjadi pada time step ke-6 yang memiliki aliran sebesar 0.7 liter per detik, kemudian menurun dan sempat mengalami peningkatan dua kali puncak yang memiliki nilai hingga 0.25 liter per detik. Adapun pada perhitungan limpasan air permukaan tidak terlihat fluktuasi limpasan air permukaan seperti kejadian hujan sebelumnya. Pada analisis statistik kejadian hujan enam dengan jumlah observasi duapuluh satu buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.649 sedangkan data perhitungan sebesar 0.096 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 4.37 lebih besar daripada t tabel 1.72. dan oleh karena nilai probabilitas 0.000147 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.9. kejadian hujan enam, data pengamatan terjadi limpasan air permukaan hingga mengalami puncak hingga tiga kali pada time step dua, delapan dan 12 berturut – turut memiliki aliran 1.094, 1.92 dan 1.45 liter per detik. Awal hujan sudah mengalami limpasan ini menunjukkan bahwa lahan telah mengalami penjenuhan sebelumnya, agaknya terdapat sisa hujan sebelumnya yang mengisi pori – pori tanah hingga tanah menjadi jenuh.
95
2.5 perhitungan pengukuran
Limpasan air (l/detik)
2
1.5
1
0.5
0 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Time step ke (5 menit)
Gambar V.9
Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH6
Limpasan air (l/detik)
0.5 0.45
perhitungan
0.4
pengukuran
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
7
Time step ke (5 menit)
Gambar V.10 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH7 Pada analisis statistik kejadian hujan tujuh dengan jumlah observasi enam buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.16 sedangkan data perhitungan sebesar
96 0.094 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 0.81 lebih kecil daripada t tabel 1.943. dan oleh karena nilai probabilitas 0.225 lebih besar 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan sama, dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang sama. Pada Gambar V.10. kejadian hujan tujuh, berdasarkan pengamatan hanya mengalami satu puncak limpasan air pemukaan pada time step ke-4. Kejadian hujan tujuh ini merupakan hujan yang singkat hanya tujuh time step sekitar 35 menit durasi hujan. Pada analisis statistik kejadian hujan delapan dengan jumlah observasi sepuluh buah, data pengamatan memiliki rata-rata 1.66 sedangkan data perhitungan sebesar 0.095 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 3.7 lebih besar daripada t tabel 1.83. dan oleh karena nilai probabilitas 0.0024 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.11. kejadian hujan delapan mengalami peningkatan limpasan air permukaan pada time step ke-3 dan mengalami puncak pada time step ke-7 sebesar 3.08 liter per detik. Perhitungan limpasan air permukaan tidak terlihat adanya perubahan dan sama seperti kejadian hujan sebelumnya bergerak konstan.
97
3.5 perhitungan
Limpasan air (l/detik)
3
pengukuran
2.5 2 1.5 1 0.5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Time step ke (5 menit)
Gambar V.11 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH8
2 perhitungan
1.8
pengukuran
Limpasan air (l/detik)
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Time step ke (5 menit)
Gambar V.12 Perbandingan data dan perhitungan aliran air pada hujan KH9 Pada analisis statistik kejadian hujan sembilan dengan jumlah observasi limabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.44 sedangkan data perhitungan sebesar 0.092 dalam satuan liter perdetik. Dengan uji t berpasangan pada dua
98 sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 2.58 lebih besar daripada t tabel 1.76. dan oleh karena nilai probabilitas 0.0109 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada Gambar V.12. kejadian hujan sembilan, penjenuhan telah terjadi sebelum awal time step sehingga limpasan air permukaan dengan cepat terjadi hingga 1.87 liter per detik, selanjutnya terdapat dua puncak limpasan yaitu pada time step ke-5 dan ke-12, berturut – turut sebesar 1.74 dan 0.714 liter per detik.
5.2.4.2 Prediksi Erosi Pada Gambar V.13 hingga Gambar V.21 menunjukkan perbandingan data pengamatan erosi dan data hasil perhitungan prediksi erosi. Pada pengujian t berpasangan terhadap erosi hasil pengukuran dan hasil perhitungan prediksi erosi, data kejadian hujan satu hingga tujuh (atau disingkat KH1 hingga KH7) dan sembilan (KH9) menunjukkan berbeda nyata. Sedangkan untuk kejadian hujan delapan yang memiliki intensitas hujan deras memiliki rata-rata populasi yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan kejadian hujan satu hingga tujuh dan sembilan yang berbeda dengan pengukuran di lapangan belum memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai perhitungan yang baik. Pada gambar – gambar dibawah ini yaitu gambar perbandingan antara perngukuran dan perhitungan erosi dari kejadian hujan satu hingga sembilan, bahwa pada perhitungan erosi terjadi puncak setiap time step ke-3. Hal ini dapat dijelaskan, akibat dari perhitungan limpasan air permukaan yang sangat besar di time step pertama sehingga terjadi akumulasi erosi yang sangat besar di segmen paling bawah, dimana
akumulasi ini terjadi pada time step ke-3. Untuk itu
diasumsikan pada time step tiga ke bawah tidak dibaca, tetapi dilanjutkan ke time step berikutnya.
99
12
2
Sedimen (kg/888m).
10 8 6 4 pengukuran
2
perhitungan 0 0
5
10
15
20
25
Time step ke (5 menit)
Gambar V.13 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH1 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan satu dengan jumlah data delapan belas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0, sedangkan data perhitungan sebesar 9.76 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 119.69 lebih besar daripada t tabel 1.74. dan oleh karena nilai probabilitas 1.28E-26 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.13 terlihat bahwa data perhitungan berada diantara 10 sedangkan pada data pengukuran tidak terlihat dalam artian masih di sekitar nol. Hal ini dapat disebabkan karena limpasan yang belum terjadi sehingga tidak terdapat erosi yang terjadi di lapangan. Perbedaan antara adanya nilai antara perhitungan dan pengukuran di lapangan dapat disebabkan perhitungan bersifat empiris, dipengaruhi oleh input data. Erosi walaupun tidak terdapat limpasan permukaan dapat disebabkan oleh percikan air hujan yang memiliki daya erosivitas sehingga erosi tetap tejadi walaupun hanya hanya erosi percik dan tidak terbawa oleh limpasan air permukaan. Pada pengukuran di lapangan erosi percik tidak
100 dilakukan, tetapi diukur dengan melihat keluaran dari hasil limpasan air permukaan. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan dua dengan jumlah data duapuluh empat buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0, sedangkan data perhitungan sebesar 10.6 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 78.7 lebih besar daripada t tabel 1.71. dan oleh karena nilai probabilitas 8.88E-30 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.14 sedimen yang terbawa pada perhitungan erosi masih berkisar antara 10 tetapi terdapat peningkatan – peningkatan kecil yang disebabkan oleh hujan dan limpasan yang terjadi pada time step ke-18. Kurva pengukuran di lapangan tidak terlihat karena tidak terdapat erosi yang sampai ke lubang pengukuran sedimen. 14
10
2
Sedimen (kg/888m).
12
8 6 4 perhitungan
2
pengukuran
0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
Time step ke (5 menit)
Gambar V.14 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH2
101
14
2
Sedimen (kg/888m ).
12 10 8 6 4 perhitungan
2
pengukuran
0 1
4
7
10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 Time step ke (5 menit)
Gambar V.15 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH3 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan tiga dengan jumlah data empatpuluh delapan buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0, sedangkan data perhitungan sebesar 10.5 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 159.2 lebih besar daripada t tabel 1.68. dan oleh karena nilai probabilitas 3.53E-66 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.15 tidak terdapat kurva erosi yang terukur di lapangan, sedangkan pada perhitungan berkisar antara nilai 11.
Hal ini juga menunjukkan bahwa
perhitungan masih dalam perhitungan yang berlebih sehingga nilai erosi dari hasil perhitungan menjadi sangat besar dari keadaan sesungguhnya di lapangan. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan empat dengan jumlah data tigabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 0.000244, sedangkan data perhitungan sebesar 10.5 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 55.5 lebih besar daripada t tabel 1.78. dan oleh karena nilai probabilitas 3.83E-16 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan
102 kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.16 nilai perhitungan tanpa melihat time step ke-3 dibawahnya berkisar antara 10, berbeda dengan nilai erosi pengukuran yang masih memiliki nilai nol.
14
10
2
Sedimen (kg/888m).
12
8 6 4 perhitungan
2
pengukuran
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Time step ke (5 menit)
Gambar V.16 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH4 90 perhitungan
80
pengukuran
2
Sedimen (kg/888m) .
70 60 50 40 30 20 10 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Time step ke (5 menit)
Gambar V.17 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH5
103 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan lima, dengan jumlah data duapuluh tiga buah, data pengamatan memiliki rata-rata 4.88, sedangkan data perhitungan sebesar 22.2 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 5.89 lebih besar daripada t tabel 1.70. dan oleh karena nilai probabilitas 3.16E-06 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.17 terjadi limpasan air permukaan pada pengukuran di lapangan sehingga erosi dapat diukur. Adapun erosi terukur pada time step ke-3 hingga time step ke-24. puncak erosi terjadi pada time step ke-8 dan selanjutnya mulai menurun pada time step ke-10. Pada perhitungan terjadi perubahan nilai sedimen yang naik turun, adapun pada perhitungan time step ke-4 dapat terbaca memiliki nilai yang melebihi nilai sebenarnya dan mulai mendekati nilai erosi, akan tetapi pada time step ke-24 terjadi peningkatan erosi yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan karena pada perhitungan limpasan air permukaan memiliki nilai yang semakin tinggi dan menyebabkan perhitungan erosi menjadi semakin meningkat. Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan enam dengan jumlah data sembilanbelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 8.62, sedangkan data perhitungan sebesar 17.22 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 3.3 lebih besar daripada t tabel 1.73. dan oleh karena nilai probabilitas 0.0019 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.18 setelah time step ke-3 erosi yang terjadi terlihat konstan diantara nilai 20 dan menurun hingga nilai 15. Adapun erosi yang terukur di lapangan mengalami puncak pada time step ke-8 dan ke-12 walaupun yang terakhir ini memiliki puncak yang kecil. Hal ini dapat disebabkan permukaan tanah yang telah jenuh menyebabkan limpasan air permukaan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan.
104
60 perhitungan
2
Sedimen (kg/888m) .
50
pengukuran
40 30 20 10 0 1 2 3
4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Time step ke (5 menit)
Gambar V.18 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH6
14
10
2
Sedimen (kg/888m) .
12
8 6 4 perhitungan 2
pengukuran
0 1
2
3
4
5
6
7
Time step ke (5 menit)
Gambar V.19 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH7 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan tujuh dengan jumlah data empat buah, data pengamatan memiliki rata-rata 2.72, sedangkan data perhitungan sebesar 12.64 kilogram. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata –
105 rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 63.1 lebih besar daripada t tabel 2.35. dan oleh karena nilai probabilitas 0.004 lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.19 terlihat terdapat puncak perngukuran erosi pda time step ke-4 sebesar 7 kg/luas area. Sedangkan pada perhitungan erosi yang terjadi setelah time step ke-3 masih berkisar 10 kg/luas area.
90
perhitungan
80
pengukuran
70
2
Sedimen (kg/888m) .
100
60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Time step ke (5 menit)
Gambar V.20 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH8 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan delapan dengan jumlah data delapan buah, data pengamatan memiliki rata-rata 46.64, sedangkan data perhitungan sebesar 23.36. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 1.729 lebih kecil daripada t tabel 1.89. dan oleh karena nilai probabilitas 0.063 lebih besar 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang sama. Pada gambar V.20, erosi yang terukur di lapangan mengalami peningkatan pada time step ke-3 dan terus terjadi erosi hingga pada time step ke-7 mengalami penuruan erosi. Hal ini dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan yang terjadi pada time step ke-3
106 meningkat dan mulai menurun pada time step ke-7 sehingga air dapat membawa tanah yang tererosi.
18 16
perhitungan pengukuran
2
Sedimen (kg/888m) .
14 12 10 8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17
Time step ke (5 menit)
Gambar V.21 Perbandingan data dan perhitungan prediksi erosi pada hujan KH9 Pada analisis statistik perbandingan erosi kejadian hujan sembilan dengan jumlah data tigabelas buah, data pengamatan memiliki rata-rata 2.8, sedangkan data perhitungan sebesar 10.45. Dengan uji t berpasangan pada dua sampel untuk rata – rata menunjukkan bahwa t hitung statistik memiliki nilai 5.96 lebih besar daripada t tabel 1.78 dan oleh karena nilai probabilitas 3.27E-05lebih kecil 0.05 maka populasi data pengamatan dengan data perhitungan tidak sama dengan kata lain hasil dari kedua data memiliki rata-rata yang berbeda. Pada gambar V.21 pada kurva pengukuran terlihat erosi sudah mulai terjadi pada time step pertama terus meningkat dan terjadi puncak erosi pada time step ke-5 sekaligus mengalami pernurunan, dan kembali puncak kecil di time step ke-12. Hal ini terjadi karena pada kejadian hujan sembilan aliran permukaan langsung terjadi pada time step pertama yang dapat disebabkan karena tanah yang telah jenuh terisi air. Sehingga erosi pun dapat terjadi sedemikian besar pada awal-awal time step. Adapun pada perhitungan walaupun pada pengukuran awal terjadi
107 peningkatan erosi pada perhitungan setelah time step ke-3 erosi yang dihitung masih berkisar antara nilai sepuluh kg. Hal ini dapat disebabkan karena perhitungan limpasan permukaan tidak memperhitungkan kejenuhan tanah awal sehingga tidak menyerupai pengukuran di lapangan yang langsung mengalami erosi di awal-awal time step. V.3
Perhitungan Erosi Dengan Berbagai Variasi
V.3.1 Perhitungan Erosi dengan Variasi Hujan Menurut Morgan (1986) kehilangan tanah berhubungan dengan hujan melalui kekuatan pelepasan dari tumbukan hujan ke permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusi hujan terhadap limpasan. Hal ini menunjukkan bahwa erosi dapat oleh limpasan dan parit yang mana intensitas hujan merupakan karakteristik hujan yang sangat penting. Penelitian Fournier (1972) yang mengambil sebanyak 183 kejadian hujan dalam Morgan (1986), menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan tanah per kejadian hujan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Peran intensitas hujan terhadap kehilangan tanah tidak selalu jelas, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Morgan pada 1977, mengambil data dari sepuluh kejadian hujan paling erosif, menghasilkan kesimpulan bahwa kejadian hujan dengan intensitas hujan lebih besar dari 10 mm/jam, dengan tinggi hujan 17.7 mm menghasilkan erosi, begitu juga pada durasi yang panjang dan intensitas rendah dengan tinggi hujan 2.3 mm. Hal tersebut menggambarkan bahwa erosi berhubungan dengan dua tipe kejadian hujan yaitu intensitas hujan tinggi dengan durasi pendek dimana kapasitas infiltrasi dari tanah telah melebihi sehingga air melimpas dan hujan durasi panjang dengan intensitas rendah yang dapat menjenuhkan tanah dengan air. Variasi hujan dilakukan dengan memvariasikan intensitas hujan seperti yang terlihat pada Gambar V.22 yang menggambarkan hubungan antara time step dan hujan yang terjadi pada tiap skenario Adapun pembagian skenario dapat dilihat pada Tabel V.8, tiap skenario memiliki tinggi hujan dan intensitas hujan yang menunjukkan kategori tertentu. Adapun durasi hujan disamakan untuk semua skenario hujan yaitu 36 time step atau selama 3 jam.
108 Tabel V.8 Skenario hujan yang terjadi dengan tiap time step 5 menit Skenario tinggi hujan intensitas hujan hujan mm mm/menit Kategori skenario 1 8 0.04 Lemah skenario 2 24.27 0.13 Normal skenario 3 97.09 0.54 Deras skenario4 194.17 1.08 Sangat deras 12
Lemah Tinggi Hujan (mm)
10
Normal Deras
8
Sangat deras
6 4 2 0 0
50
100
150
200
Waktu (Menit)
Gambar V.22 Hubungan Klasifikasi Hujan dan Tinggi Hujan Pengujian varian (anova) terhadap skenario hujan dilakukan untuk melihat adanya perbedaan dan bertujuan mengetahui perbedaan ragam yang terjadi antar skenario hujan sehingga diharapkan dapat mewakili tiap kategori hujan. Adapun hasil analisis anova terhadap empat skenario hujan menunjukkan bahwa antara skenario memiliki perbedaan ragam yang nyata sehingga dapat digunakan sebagai asumsi klasifikasi hujan. Pada Gambar V.23 menggambarkan grafik hubungan antara time step dan erosi yang terjadi pada tiap skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang terjadi pada skenario hujan lemah dan normal tidak jauh berbeda dan erosi mulai terlihat meningkat pada skenario hujan deras dan sangat deras. Pada skenario hujan deras dan sangat deras masing – masing terdapat dua puncak erosi yang terjadi. Hal ini
109 dapat dijelaskan karena kemampuan tanah yang dapat mengalirkan air, erosi yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari limpasan air permukaan yang terjadi, karena itu setelah terjadi puncak erosi atau limpasan air permukaan, hujan yang jatuh di atas permukaan tanah selain dilimpaskan juga dialirkan melalui tanah, ketika tanah sudah jenuh kembali maka akan terjadi puncak limpasan air permukaan untuk kedua kalinya. Adapun puncak erosi pada skenario hujan sangat deras terjadi lebih awal daripada skenario hujan deras. Hal ini dapat dijelaskan karena pada hujan sangat deras, tinggi hujan sangat besar dan lebih cepat menjenuhkan tanah sehingga lebih cepat terjadi limpasan air permukaan yang berarti erosi terjadi lebih awal dibandingkan pada hujan deras. 7 Lemah Normal Deras
5
Sangat deras
2
Sedimen (ton/888m ) .
6
4 3 2 1
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Time step ke (5 menit)
Gambar V.23 Hubungan Klasifikasi hujan dan Erosi pada Simulasi Hujan Jumlah Erosi yang terjadi pada tiap tiap skenario berdasarkan analisis statistik berturut-turut dari skenario lemah, normal, deras, dan sangat deras adalah 0.181, 0.217, 13.783, 50.294 dalam satuan ton persatuan luas 888 meter persegi. Data analisis statistik tersebut menunjukkan bahwa erosi sudah terjadi walaupun hujan masih dalam klasifikasi lemah, sedangkan pada hujan deras dan sangat deras nilainya sangat besar. Berdasarkan analisis statistik anova antara skenario memiliki perbedaan varian yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tiap skenario hujan berpengaruh pada jumlah erosi yang terjadi.
110 Gambar V.24 hingga Gambar V.27 berikut, menunjukkan hubungan antara hujan dan erosi pada masing-masing skenario hujan. Terlihat bahwa erosi yang sudah terjadi pada hujan lemah walaupun sangat kecil, seiring dengan bertambah derasnya hujan erosi yang terjadi menjadi meningkat. 0.007
0.005
2
Sedimen (ton/888m)
.
0.006
0.004 0.003 0.002
Hujan Lemah
0.001
0. 4 0. 37 0. 21 0. 15 0. 13 0. 05 0. 03
0. 4 0. 43
0. 36
0. 13
0. 01
0
Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.24 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan lemah 0.008
Sedimen (ton/888m2).
0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001
Hujan normal 08 0.
16 0.
4 0.
45 0.
62 0.
11 1.
21
3 1.
1.
2 1.
09 1.
39 0.
0.
02
0 Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.25 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan normal
111 Erosi yang terjadi pada skenario hujan lemah dan normal seperti terlihat pada gambar V.24 dan V.25 memiliki kecenderungan arah yang stabil dan memiliki jumlah yang berkisar dibawah 0.01 ton. Hal ini dapat dijelaskan karena tinggi hujan pada skenario hujan lemah dan normal belum cukup kekuatan untuk menghantam permukaan tanah melepaskan dari ikatannya. Sedangkan pada kejadian hujan deras dan sangat deras terlihat pada gambar V.26 dan V.27, erosi yang terjadi sangat besar hingga 6 ton persatuan area dalam time step waktu 5 menit. Hal ini dapat diakibatkan tumbukan hujan sangat mempengaruhi keadaan permukaan tanah sehingga agregat – agregat tanah lepas, lebih mudah untuk tererosi dan terbawa oleh limpasan air permukaan. Limpasan air permukaan lebih mudah terjadi apabila keadaaan tanah telah jenuh, pada kejadian hujan deras dan sangat deras, sangat mungkin terjadi tanah telah menjadi jenuh sehingga limpasan permukaan yang terjadi memiliki volume yang besar. 2.5
Hujan deras
Sedimen (ton/888m2)
2 1.5 1 0.5
0. 32
0. 63
1. 61
1. 81
2. 48
4. 43
4. 83
5. 19
4. 81
4. 36
1. 57
0. 07
0 Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.26 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan deras
112
7
Hujan sangat deras
Sedimen (ton/888m2) .
6 5 4 3 2 1
64 0.
1.
26
22 3.
3.
62
96 4.
87 8.
66 9.
8 .3 10
62 9.
72 8.
13 3.
0.
15
0
Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.27 Hubungan tinggi hujan dan erosi pada skenario hujan sangat deras
Limpasan air (l/det)
50 45
Lemah
40
Normal
35
Deras
30
Sangat deras
25 20 15 10 5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Time step ke (5 menit)
Gambar V.28 Hubungan klasifiksi hujan dan Limpasan Air pada Simulasi Hujan Gambar V.28 menunjukkan hubungan antara time step dan aliran air yang terjadi pada tiap skenario hujan. Terlihat pada gambar bahwa skenario hujan lemah dan
113 normal tidak jauh berbeda, sedangkan pada skenario hujan deras dan sangat deras aliran air mulai mengalami peningkatan dalam laju aliran. Aliran air yang terjadi memiliki rata-rata berturut-turut mulai dari skenario lemah, normal, deras dan sangat deras adalah 0.092, 0.095, 4.12, 11.76 dalam satuan liter/detik. Sedangkan analisis statistik anova menunjukkan bahwa antara skenario hujan memiliki varian aliran air yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hujan yang terjadi mempengaruhi aliran air yang terjadi. Pada Gambar V.29 hingga Gambar IV.32 berikut menunjukkan hubungan antara hujan dan aliran air. Terlihat bahwa skenario hujan lemah dan normal memiliki akibat aliran air yang rendah dan seiring dengan bertambahnya hujan akan meningkatkan aliran air yang terjadi.
0.12
Limpasan air (l/det)
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02
Hujan Lemah 34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.29 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan lemah
114
0.14
Limpasan air (l/det)
0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02
Hujan normal 0. 4 0. 37 0. 21 0. 15 0. 13 0. 05 0. 03
0. 4 0. 43
0. 36
0. 13
0. 01
0
Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.30 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan normal Kejadian hujan lemah dan normal pada Gambar V.29 dan V.30 tidak memperlihatkan limpasan air yang fluktuatif dan memiliki kecenderungan limpasan air yang datar dan seperti tidak terpengaruh dari hujan yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena pada hujan lemah, air hujan yang sampai pada permukaan di infiltrasikan terlebih dahulu kedalam tanah hingga tanah jenuh dan apabila telah jenuh akan kembali ke permukaan berupa limpasan permukaan. Sebaliknya pada kejadian hujan deras dan sangat deras, limpasan air permukaan yang terjadi terlihat meningkat drastis pada time step ke-16 sedangkan pada hujan sangat deras pada time step ke-11, pada awal hujan terlihat bahwa limpasan sangat kecil terjadi dan cenderung datar, peningkatan limpasan akan terjadi pada saat tanah jenuh, seiring dengan bertambah tinggi hujan limpasan yang terjadi semakin besar. Hal ini dapat terlihat pada Gambar V.31 dan V.32.
115
25
Hujan deras
Limpasan air (l/det)
20 15 10 5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.31 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan deras
50
Hujan sangat deras
45
Limpasan air (l/det)
40 35 30 25 20 15 10 5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Tinggi Hujan (mm)
Gambar V.32 Hubungan tinggi hujan dan limpasan pada skenario hujan sangat deras
116 V.3.2 Perhitungan Erosi dengan Variasi Kemiringan Tabel V.9 Klasifikasi kemiringan lahan dan nama file simulasi Kelas Persen Klasifikasi Nama file kemiringan %
basin
persen
1
0–8
Datar
-
-
2
8 -15
Landai
b1
0.15
3
15 – 25
Agak curam
b2
0.25
4
25 - 45
Curam
b3
0.45
5
≥ 45
Sangat curam
b4
0.6
Catatan: Data penelitian
Variasi kemiringan ini menggunakan data skenario hujan tiga dengan intensitas 0.54 milimeter per menit yang mewakili hujan deras. Pada variasi ini data – data basin divariasikan pada kemiringan lereng, seperti yang terlihat pada tabel V.9 kemiringan yang digunakan berkisar antara landai, agak curam, curam dan sangat curam. Adapun pembagian klasifikasi ini didasarkan pada petunjuk pedoman penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RTL-RLKT), Departemen Kehutanan (1998). Gambar V.33 menunjukkan hubungan antara time step dan Aliran air pada tiap Variasi Kemiringan. Terlihat bahwa aliran air yang terjadi tidak jauh berbeda atau perbedaan yang ada sangat kecil antara tiap skenario. Hal ini dapat dijelaskan karena daerah tangkapan hujan tidak besar sehingga akumulasi aliran permukaan tidak terlihat. Aliran air yang terjadi pada luasan lokasi penelitian (888 m2) ditiap skenario kemiringan mulai dari skenario landai, agak curam, curam dan sangat curam memiliki rata-rata berturut-turut adalah 4.033, 4.095, 4.12, dan 4.11 dalam satuan liter per detik. Walaupun dari skenario kemiringan terlihat peningkatan aliran air tetapi dari analisis statistik anova menunjukkan bahwa antara skenario memiliki varian yang tidak berbeda. Hal ini dapat dijelaskan karena porositas lahan sangat besar sehingga infiltrasi lebih dominan daripada limpasan air yang terjadi, sehingga pengaruh kemiringan tidak terlihat.
117
25 landai agak curam
Aliran air (l/det)`
20
curam sangat curam
15 10 5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Time step ke (5 menit)
Gambar V.33 Hubungan Klasifikasi kemiringan dan Limpasan air pada Variasi Kemiringan
5
landai
4.5
agak curam
2
Sedimen (ton/888m ) .
4
curam
3.5
sangat curam
3 2.5 2 1.5 1 0.5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Time step ke (5 menit)
Gambar V.34 Hubungan Klasifikasi kemiringan dan Erosi pada Variasi Kemiringan
118 Gambar V.34 menunjukkan hubungan time step dan erosi yang terjadi di tiap skenario kemiringan. Terlihat bahwa di tiap kemiringan memiliki hasil erosi yang berbeda terkecuali pada skenario kemiringan agak curam dan curam perbedaan yang terjadi kecil sehingga memiliki nilai yang terlihat sama pada grafik. Erosi yang terjadi pada perhitungan variasi basin dengan skenario hujan deras menunjukkan bahwa pada kemiringan landai sudah terjadi erosi pada time step awal dan terlihat meningkat pada time step ke-16 dan mencapai puncaknya pada time step ke-19, sebesar 0.43 ton/luas area. Erosi yang terjadi pada kemiringan sangat curam terjadi mulai dari awal dan memiliki nilai yang lebih besar dari pada nilai erosi pada kemiringan lainnya, dan meningkat secara drastis pada time step ke-16 mengalami puncaknya pada time step ke-19 dengan nilai hingga 4.4 kg/luas area, kemudian menurun dan puncak selanjutnya pada time step ke-24 sebesar 2.4 kg/luas area, walaupun tidak sebesar puncak sebelumnya tetapi nilai ini masih lebih besar dibandingkan dengan erosi puncak pada skenario kemiringan lainnya. Erosi yang terjadi pada luasan area lokasi penelitian yaitu 888 m2 dengan klasifikasi hujan deras dan skenario kemiringan landai, agak curam, curam dan sangat curam berturut-turut 4.87, 9.43, 20.47, 27.46 ton. Pada analisis anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian yang nyata antara skenario kemiringan landai, agak curam, curam dan sangat curam. Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan pada skenario kemiringan berpengaruh terhadap erosi yang terjadi. Menurut Morgan (1986) secara normal kemiringan lahan dan panjang lereng akan meningkatkan kehilangan tanah. Pada permukaan yang datar, tumbukan hujan akan memercik dan memindahkan butiran tanah secara acak ke sekitarnya, sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih banyak tanah akan dilemparkan ke bawah lereng dibandingkan ke atas lereng. Proporsi perbandingan meningkat sebanding dengan meningkatnya kemiringan. Transport tanah oleh hujan, persentase total tanah yang terpercik dan pindah kebawah lereng sebanding dengan persen slope ditambah 50, menurut Ellisen 1944 dalam Morgan, pada
119 kemiringan 10 persen bahwa 75 persen tanah yang terpercik pindah kebawah lereng dan 25 persen keatas lereng. Yogama (2007) melakukan penelitian laboratorium dengan hujan buatan dan contoh tanah yang tidak terganggu kemudian disimpan dalam alat catching tray yang berfungsi untuk mengukur erosi percik. Adapun kemiringan divariasikan dari 10, 20, dan 30 persen dan curah hujan divariasikan sedemikian rupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah curah hujan mengakibatkan jumlah tanah yang terpercik semakin besar dan semakin besar kemiringan dan curah hujan, maka jumlah tanah yang terpercik akan semakin besar. Pada kemiringan 30 persen adalah sebesar 12. 878 pada curah hujan pertama. Selanjutnya pada curah hujan kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing masing 15.7, 24.013, 29.891 dan 34.639 dengan rata-rata peningkatan sebesar 5.295 gram. Peningkatan kemiringan juga jelas terlihat mengakibatkan jumlah tanah terpecik semakin besar. Pada curah hujan 168.15/jam adalah sebesar 2.267 gram. Selanjutnya pada kemiringan 10,20, 30 persen masing masing sebesar 5.117, 8.522, 12.878 gram dengan rata-rata peningkatan sebesar 3.537 gram. Semakin besar kemiringan dan curah hujan, maka jumlah tanah yang terpercik akan semakin besar. V.3.3 Perhitungan Erosi dengan Variasi Penutup Lahan Variasi penutup lahan dilakukan seperti yang terlihat pada tabel V.10. Adapun pengambilan skenario ini dilakukan berdasarkan keadaan di lapangan dimana daerah di sekitar penelitian memiliki daerah hutan, kebun campuran dan tanaman kentang yang ditanam searah lereng atau tanah kosong yang diolah, sedangkan tanaman kentang yang ditanam dalam kontur merupakan pengandaian apabila dilaksanakan pengelolaan dan konservasi tanah pada pertanaman kentang sehingga diharapkan dapat mengurangi erosi. Data hujan yang digunakan menggunakan skenario hujan deras, sedangkan data skenario penutup lahan dapat dilihat pada tabel V.10.
120 Tabel V.10
Data variasi penutup lahan
Keterangan Penutup Lahan Hutan kebun campuran tanaman kentang ditanam dalam kontur tanaman kentang ditanam searah lereng atau tanah kosong diolah
nilai C 0.001 0.2 0.35
Nama file Variasi e1 e2 e3
1
e4
Seperti terlihat pada gambar V.35 hubungan antara waktu dan Aliran air pada variasi penutup lahan, pada variasi penutup lahan aliran permukaan tidak terlihat berbeda, karena faktor tanaman atau nilai C hanya digunakan dalam persamaan USLE dan tidak digunakan dalam perhitungan matematis aliran air. Perhitungan formula limpasan air permukaan lebih menekankan pada porositas tanah dan konduktifitas hidrolik dalam kaitannya dengan limpasan permukaan yang terjadi. Maka dari itu sebaiknya dalam penelitian selanjutnya kedua parameter tersebut sebaiknya diperhitungkan untuk tiap variasi penutup lahan. Sehingga diasumsikan untuk perhitungan erosi dengan variasi penggunaan lahan limpasan air permukaan memiliki nilai yang sama, yang membedakan adalah pengelolaan tanah yang akan diperhitungkan pada perhitungan erosi. 25 Hutan
Aliran air (l/det)
20
Kebun campuran
15
tanaman kentang dlm kontur tanah kosong diolah
10 5 0 0
10
20
30
40
Time step ke (5 menit)
Gambar V.35 Hubungan Waktu dan Aliran air pada Variasi Penutup lahan
121
Hutan
2
Kebun campuran
1.5
tanaman kentang dlm kontur
2
Sedimen (ton/888m) .
2.5
lahan kosong diolah
1 0.5
34
31
28
25
22
19
16
13
10
7
4
1
0 Time step ke (5 menit)
Gambar V.36 Hubungan Waktu dan Erosi pada Variasi Penutup lahan Jumlah erosi yang terjadi pada luasan lokasi penelitian (888 m2) berturut-turut mulai dari skenario penutup lahan satu hingga empat adalah 0.014, 2.76, 4.82, 13.78 ton. Pada analisis anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian yang nyata antara skenario. Hal ini menunjukkan bahwa penutup lahan hutan, kebun campuran, tanaman kentang dalam kontur dan lahan kosong yang diolah berpengaruh terhadap erosi yang terjadi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penutup lahan akan dapat mengurangi energi tumbukan hujan pada agregat-agregat tanah di permukaan sehingga kemampuan air hujan pada saat sampai ke permukaan sudah berkurang sekali kekuatan merusaknya. Pada keadaan lahan dengan banyak vegetasi, memberikan kesempatan pada air hujan yang mengalir di permukaan tanah untuk meresap kedalam tanah. Terlihat pada gambar V.19 skenario daerah hutan memiliki nilai erosi dan limpasan yang sangat kecil sekali karena skenario ini sangat ideal. Penutup tanah terdiri dari pohon-pohon besar, semak dan penutup tanah dipermukaan berupa sisa – sisa tanaman dan seresah. Hujan yang jatuh diatas hutan akan diredam energi kinetik hujan oleh daun-daunnya, kemudian akan jatuh ke penutup lahan
122 dibawahnya berupa semak atau perdu dan air hujan juga dapat dialirkan melalui batang-batangnya. Sedangkan pada skenario tanaman kentang dalam kontur memiliki erosi yang lebih besar dibandingkan kebun campuran. Hal ini dapat dijelaskan walaupun sudah ditanam dalam kontur tanaman kentang membutuhkan aerasi dan drainase yang baik, dengan begitu keadaan tanah juga membutuhkan keadaan yang remah dan gembur. Selain itu persentase penutupan lahan oleh tajuk tanaman dan tetesan – tetesan air hujan dari ujung daun pun dapat berpengaruh pada erosi yang cukup besar karena ikatan-ikatan tanah sudah terlepas dan mudah tererosi. Skenario lahan kosong yang diolah atau sama dengan tanaman kentang ditanam searah lereng menunjukkan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan skenario sebelumnya. Terlihat pada gambar V.19, erosi mengalami puncaknya pada time step ke-19 dengan besar erosi 2.27 kg per luas area dalam satu time step. Kemudian menurun dan meingkat kembali pada time step ke-29 sebesar 0.78 kg per satuan luas area dalam satu time step. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penutupan lahan oleh tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi Sesuai dengan penelitian Mayadata (2003), Hubungan antara faktor bentuk penggunaan lahan dengan tingkat bahaya erosi menunjukkan hubungan yang erat antara penutupan vegetasi dengan erosi. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang jatuh di intersepsi oleh tajuk tanaman yang akan mengurangi energi kinetik dari air hujan ketika mencapai tanah. Sebagian air hujan yang terintersepsi mengalir lewat batang berupa aliran batang dan mencapai tanah dalam keadaan kecepatan yang rendah. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan tetesan hujan melepas butir partikel – partikel tanah dan dispersi partikel menjadi berkurang, sehingga erosi yang terjadi menurun. Bertambahnya tajuk menimbulkan bertambahnya luas permukaan tajuk yang meng intersepsi air hujan, sehingga volume hujan yang mencapai tanah dan energi kinetik air hujan yang
123 mengakibatkan pelepasan partikel tanah berkurang. Sehingga erosi yang terjadi semakin menurun. Menurut Morgan (1986) pelindung tanaman dapat menjadi peran yang penting dalam mengurangi erosi. Secara keseluruhan hutan merupakan yang paling efektif tetapi pertumbuhan rumput yang padat dapat sangat efisien. Tanaman pertanian bervariasi sesuai dengan tahap pertumbuhan dan jumlah tanah terbuka terhadap erosi pada masa dewasa. Untuk perlindungan yang cocok, sekitar 70 persen dari permukaan tanah harus terlindungi, tetapi perlindungan yang memungkinkan dapat dicapai pada sekitar 40 persen. Pada kondisi tertentu perlindung tanaman dapat memperuncing erosi, karena tetesan – tetesan hujan jatuh dari ujung daun secara terus menerus pada tanah yang jenuh di satu titik, dapat menghasilkan lebih banyak pelepasan per unit energi hujan dibanding hujan pada tanah terbuka. Ketika menggunakan tanaman sebagai pelindung sebagai pengendalian erosi sangat penting kondisi-kondisi ini secara jelas dimengerti.