3
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Minyak Bumi Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan organik (sel-sel dan jaringan hewan/tumbuhan) yang tertimbun selama berjuta tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan atau pun di daerah lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Terbentuknya minyak bumi sangat lambat, oleh karena itu perlu penghematan dalam penggunaannya. Di Indonesia, minyak bumi banyak terdapat di bagian utara Pulau Jawa, bagian timur Kalimantan dan Sumatera, daerah kepala burung Papua serta bagian timur Seram. Minyak bumi juga diperoleh di lepas pantai Jawa dan timur Kalimantan. Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 06%dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH 4 ) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptana (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana dan seri aromatik (benzenoid). Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang ditambang di Rusia banyak mengandung hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah. Sifat Fisik Minyak Bumi Berat Jenis (Density, Specific Gravity atau API Gravity) Berat jenis, Specific Gravity atau API Gravity merupakan satuan yang digunakan untuk menyatakan berat jenis minyak dan digunakan sebagai dasar klasifikasi minyak bumi yang paling sederhana.Makin tinggi berat jenis atau SG (Specific Gravity) minyak tersebut, makin besar APInya, makin bagus kualitasnya, semakin banyak mengandung fraksi ringan sehingga harga jualnya akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya jika SG rendah maka akan semakin buruk kualitas minyak bumi tersebut. Tinggi rendahnya berat jenis minyak bumi juga berpengaruh pada viskositasnya. Pada umumnya semakin tinggi derajat API atau makin ringan minyak bumi tersebut, makin kecil viskositasnya.Tinggi rendahnya derajat API juga berpengaruh pada titik didih minyak bumi, kalau API Gravity minyak bumi rendah, maka titik didihnya tinggi. Demikian sebaliknya kalau derajat APInya
4
tinggi, maka titik didihnya rendah, dan juga lebih mudah terbakar atau mempunyai titik nyala yang lebih rendah daripada yang derajat APInya rendah. Titik Tuang Titik tuang (Pour Point) adalah suhu terendah dimana minyak bumi masih bisa dituangkan atau suhu terendah dimana minyak bumi masih bisa mengalir oleh beratnya sendiri. Dengan mengetahui titik tuang dari minyak bumi dapat dihitung pada suhu berapa minyak bumi tersebut masih bisa dipompa, bisa dihitung berapa jumlah uap air (steam) yang dibutuhkan sebagai pemanas untuk menjaga agar minyak tetap dapat dipompa. Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah suhu terendah dimana minyak bumi apabila dipanaskan sudah memberikan uap yang cukup campurannya dengan udara sehingga akan menyala sekejap apabila diberi sumber nyala api. Flash point perlu diperhatikan untuk keamanan transportasi dan penimbunan minyak dan gas bumi. Makin tinggi derajat APInya makin ringan minyak tersebut maka makin rendah flash pointnya atau titik nyalanya sehingga makin mudah terbakar. Sifat Kimia Minyak Bumi Minyak bumi tersusun dari senyawa hidrokarbon (>90%) dan senyawa non-hidrokarbon (Udiharto 1996a). Berdasarkan struktur molekulnya persenyawaan hidrokarbon digolongkan atas 4 jenis, yaitu paraffin, olefin, naftalen dan aromatic (Kontawa 1993). Senyawa non-hidrokarbon minyak bumi disusun oleh senyawa organik yang mengandung belerang, nitrogen, oksigen dan logam organik yang terkonsentrasi dalam minyak fraksi berat dan residu (Udiharto 1996a). Menurut Kadarwati et al. (1994), hidrokarbon parafinik dan alifatik adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai rantai karbon dengan ikatan jenuh dan terbuka. Hidrokarbon neptana atau sikloparafin adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan jenuh yang mempunyai rantai tertutup dan berbentuk cincin atau lingkar. Hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon dengan molekul berbentuk cincin yang terdiri atas 6 atom karbon dengan ikatan rangkap bergantian. Suatu persenyawaan hidrokarbon berbeda dari persenyawaan hidrokarbon lainnya karena perbedaan perbandingan bobot unsur-unsur karbon dan hidrokarbon yang terdapat di dalamnya atau perbedaan susunan unsur-unsur karbon dan hidrokarbon di dalam molekul-molekul persenyawaan tersebut (Kontawa 2003). Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi Sebagaimana udara dan air, tanah merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia. Tanah berperan penting dalam pertumbuhan mahluk hidup, pemeliharaan ekosistem dan siklus air. Kasus pencemaran tanah terutama
5
disebabkan oleh pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat (ilegal dumping), kebocoran limbah cair dari industri atau fasilitas komersial, atau kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah, yang kemudian tumpah ke permukaan tanah (Gadd 1998) Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemar yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya (Sigiura et al. 1997). Eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak bumi melibatkan juga aspek kegiatan yang berisiko menumpahkan minyak antara lain: distribusi/pengangkutan minyak bumi dengan menggunakan moda transportasi air, transportasi darat, marine terminal/pelabuhan khusus minyak bumi, perpipaan, eksplorasi dan eksploitasi migas (Citrorekso 1996) Setiap tahun kebutuhan minyak bumi terus mengalami peningkatan seiring dengan tingginya kebutuhan energi sebagai akibat kemajuan teknologi dan kebutuhan hidup manusia, sehingga potensi pencemaran oleh minyak bumi juga meningkat. Tumpahan minyak dan kebocoran pipa dalam jumlah tertentu dengan luas dan kondisi tertentu, apabila tidak dikendalikan atau ditanggulangi dengan cepat dan tepat, dapat mengakibatkan terjadinya suatu malapetaka “pencemaran lingkungan oleh minyak” yang menyebabkan kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkannya menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Balba et al. 1998). Tanah yang terkontaminasi minyak bumi dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah (Widyastini 2006). Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikrob dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikrob. Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri (Nugroho 2003). Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal (Mihelcic dan Luthy 1988).
6
Pengaruh Kontaminasi Minyak Bumi terhadap Lingkungan Pengaruh Kontaminasi Minyak Bumi terhadap Manusia Menurut Udiharto (2000), tingkat toksisitas hidrokarbon minyak bumi dapat bersifat akut atau kronik. Toksisitas akut terjadi dalam jangka waktu yang relatif pendek dengan bahan yang berkontak di lingkungan cukup tinggi sedangkan toksisitas kronik terjadi dalam jangka waktu lama dengan bahan yang berkontak relatif lebih rendah. Pengaruh toksik akut pada umumnya menyerang sistem syaraf pusat. Sifat toksik yang kronik dapat mempengaruhi kerusakan sel sumsum tulang dan menyebabkan penyakit kanker. Pengaruh Kontaminasi Minyak Bumi terhadap Tumbuhan Menurut Bossert dan Bartha (1984), tumpahan minyak bumi di permukaan tanah memberikan pengaruh negatif terhadap tumbuhan, yaitu toksisitas akibat kontak langsung atau tidak langsung karena adanya interaksi minyak dengan komponen abiotik dan mikrob tanah. Toksisitas kontak terjadi karena hidrokarbon melarutkan struktur membran lipid sel. Walaupun komponen minyak bumi bertitik didih rendah cepat hilang melalui evaporasi dan pencucian (pada tanah dengan kondisi lembab dan beraerasi baik), tetapi menyebabkan toksisitas kontak yang tinggi terhadap akar dan daun. Tingkatan toksisitas sebagai berikut: monoaromatik > olefin dan naftalen > paraffin dimana setiap tingkatan berbanding lurus dengan peningkatan polaritas dan berbanding terbalik dengan penambahan bobot molekul (Bossert dan Bartha 1984). Mason (1996) menyebutkan tumpahan minyak dapat menghambat laju fotosintensis karena mempengaruhi permeabilitas membran sel tumbuhan dan mengurangi penyerapan cahaya matahari oleh kloroplas. Pengaruh tidak langsung terjadi karena adanya kompetisi penggunaan nutrisi mineral dan oksigen antara akar tumbuhan dan mikrob pendegradasi hidrokarbon dan mendorong terbentuknya kondisi anaerobsehingga dihasilkan senyawa fitotoksik seperti H 2 S. Selain itu, minyak dengan sifatnya yang hidrofobik dapat menyebabkan struktur tanah menjadi buruk sehingga membatasi kemampuannya dalam menyerap air dan udara (Bossert dan Bartha 1984). Kontaminasi hidrokarbon minyak bumi di permukaan tanah menyebabkan terhambatnya perkembangan tumbuhan. Mishra et al. (2001) melaporkan di lokasi kilang minyak Mathuria-India yang tercemar limbah minyak tidak ada vegetasi yang tumbuh. Bossert dan Bartha (1984) menyebutkan bahwa tanaman umbiumbian seperti ubi jalar dan singkong sangat sensitif terhadap hidrokarbon minyak bumi, sedangkan mangga, pisang dan tanaman yang mempunyai rhizome lebih mampu beradaptasi. Konsentrasi hidrokarbon minyak bumi dalam jumlah sedang (1-5%) di atas permukaan tanah umumnya kurang merusak terhadap tumbuhan. Konsentrasi yang rendah (<1%) kadang-kadang meningkatkan perkembangan tumbuhan. Hal ini mungkin disebabkan adanya bagian dari komponen hidrokarbon minyak bumi yang berfungsi sebagai hormon tumbuh (Bossert dan Bartha 1984).
7
Pengaruh Pencemaran Minyak Bumi Terhadap Hewan Invertebrata tanah mempunyai kandungan lipid yang tinggi dan laju metabolisme yang cepat sehingga sangat sensitif terhadap toksisitas kontak dari minyak bertitik didihrendah. Hidrokarbon dengan titik didih yang lebih tinggi dan kurang fitotoksisitasnya dapat menyumbat stomata mikroartropoda sehingga menghambat proses respirasi. Hal tersebut dijadikan dasar dalam mengendalikan larva nyamuk dengan menggunakan minyak (Bossert dan Bartha 1984). Amfibi lebih mudah terkena dampak negatif dari minyak karena kulitnya yang permeabel. Pada percobaan menggunakan beberapa konsentrasi minyak, telur amfibi dapat menetas menjadi berudu tanpa dipengaruhi oleh konsentrasi minyak. Tetapi, perkembangan berudu terhambat pada konsentrasi minyak yang tinggi bahkan pada konsentrasi > 100 mg/l tidak ada berudu yang mengalami metamorfosa menjadi katak dewasa (Mason 1996). Tumpahan minyak bumi menyebabkan terganggunya perkembangbiakan burung karena lingkungan menjadi tidak sesuai untuk penetasan telur dan terdapatnya unsur beracun. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa minyak yang diberikan pada kulit telur mallard (Anas platyrhynchos) menyebabkan telur tidak menetas karena terdapat komponen aromatik yang toksik bagi telur. Pada dosis 10 μl, embrio menjadi abnormal yang ditandai dengan berubahnya bentuk paruh, susunan tulang dan bulu burung yang tidak lengkap (Mason 1996). Bioremediasi Minyak Bumi Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau "remediate" yang artinya menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan mikrob untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikrob yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, misalnya berbagai jenis minyak. Mikrob mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO 2 (Novotny 1995; Vilchez et al. 1997). Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi. Faktor utama agar mikrob dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikrob yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal seperti suhu, pH, nutrien dan jumlah oksigen (Colleran 1997). Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no. 128/2003) tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikrob lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikrob yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah (Harjati 2006).
8
Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikrob, yaitu dengan biostimulasi dan bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikrob yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikrob yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikrob dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat dimulai. Mikrob yang ditambahkan adalah mikrob yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikrob dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi (Sillia 2003). Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikrob tumbuh, berkembang dan “memakan” polutan. Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikrob akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar. Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif. Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu biopile dan landfarming (Cookson 1995) Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan disuplai dengan udara yang diperlukan oleh mikrob dengan cara memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikrob dan polutan berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter (Suprihadi 1999). Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikrob dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut dibalikkan. Nama landfarming digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat persiapan lahan untuk pertanian (Suprihadi 1999). Beberapa kelebihan bioremediasi menurut Cookson (1995), yaitu : 1. Teknologi ini dapat dilakukan pada tempat yang tercemar. 2. Agen remediator (mikrob) yang berperan pada proses ini relatif murah. 3. Pelaksanaannya dapat dipadukan dengan teknik perlakuan yang lain. 4. Teknologinya dapat diterima oleh mayarakat. Biodegradasi hidrokarbon oleh mikrob berlangsung pada suasana aerob. Hidrokarbon tersebut digunakan sebagai nutrisi dan terurai menjadi karbondioksida dan oksigen. Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi hidrokarbon antara lain (Dwita 2002): 1. Kemampuan adaptasi bakteri terhadap lingkungannya. 2. Temperatur, konsentrasi oksigen dan keberadaan nutrisi di dalam tanah. 3. Jenis dan komposisi hidrokarbon.
9
Mikrob Pendegradasi Minyak Bumi Bakteri pendegradasi hidrokarbon (hidrokabonoklastik) merupakan bakteri yang memiliki kapasitas untuk mendegradasi senyawa yang terdapat di dalam petroleum hydrocarbon. Penanganan pencemaran limbah cair dapat dilakukan secara biologis, terutama dengan menggunakan mikrob, dalam hal ini adalah bakteri hidrokabonoklastik, dimana teknik ini merupakan teknik yang paling ramah lingkungan dan relatif murah. Teknik ini dikenal dengan nama bioremediasi (Santosa 2003). Kumpulan bakteri (konsorsium) dari genus Pseudomonas dan Bacillus yang diisolasi dari tanah-tanah terkontaminasi di Indonesia, diharapkan telah cukup survive dengan kondisi lingkungan dimana inokulum ini akan diterapkan.Hal ini penting dikarenakan kondisi lingkungan merupakan salah satu syarat utama keberhasilan suatu inokulan (Santosa 2003). Bakteri pendegradasi hidrokarbon harus memiliki sifat non-pathogenic dan tidak mengandung bahanbahan yang berisiko tinggi. Selain sifat tersebut bakteri pendegradasi hidrokarbon memiliki sifat yang lain seperti tidak mudah terbakar dan tidak membahayakan lingkungan sekitarnya (Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat ITB 2004). Jenis mikrob yang sudah diketahui dapat memecah hidrokarbon dengan berat molekul rendah antara lain Mycobacterium, Nocardia, Streptomyces, Pseudomonas, Flavobacterium, kelompok bakteri cocci dan beberapa kapang berfilamen. Senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dapat didegradasi oleh berbagai kelompok bakteri seperti Carcynobacterium, Acinetobacter, Bacillus, kelompok Khamir, Candida,Rhodotorula dan beberapa kelompok kapang. Adapun kelompok bakteri yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon aromatik adalah Pseudomonas, Mycobacterium,Bacillus, Nocardia, Acinetobacterdan Arthrobacter (Alexander 1997). Banyak senyawa hidrokarbon aromatik digunakan sebagai donor elektron secara aerob oleh mikrob seperti bakteri dari genus Pseudomonas (Chapman et al. 1995). Salah satu jenis dari Pseudomonas antara lain Pseudomonas aeruginosa yang memiliki kemampuan untuk tumbuh pada media minimalis yang dilengkapi dengan minyak mentah sehingga sumber karbon yang menandakan kemampuannya di dalam proses metabolisme minyak mentah tersebut. Peranan Mikrob dalam Bioremediasi Proses biodegradasi dapat menjadi hal yang paling utama dalam penyusutan petroleum hydrocarbon secara alami terutama yang terdapat pada lumpur minyak (oil sludge), karena mikrob mampu mendegradasi atau merombak petroleum hydrocarbon secara signifikan dengan sangat ramah lingkungan (US. EPA1999). Kapasitas mikrobdalam mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan tahun sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan (Portier 1991; Semple dan Cain 1996).Bakteri yang digunakan dalam bioremediasi adalah bakteri konsorsium yang bersifat hidrokarbonoklastik yang berarti bahwa bakteri