Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Karakteristik Bubuk Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix DC) dengan Metode Foam Mat Drying Characteristic Of Cytrus Hystrix DC Leaf Powder Dried By Foam Mat Drying Methods Ido Fatro Widodo1*), Gatot Priyanto1, Hermanto1 Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Indralaya, Ogan Ilir, Telp. 0711-580664 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT The objective of this research was to determined the suitable drying time and foaming agent concentration as well as based on the best characteristics of Cytrus hystrix leaf powder dried by foam mat drying method. There are two treatment, namely the glair concentrations (5%, 10%, and 15% and drying time (2, 3, 4, and 5 hours). The experiment was conducted on completely randomized in triplicates. The parameters measured were yield, bulk density, water absorption index and water solubility index and color, moisture content and browning index, hedonic test (color and aroma) and different test (aroma). The results showed that glair concentration had significant effect on the yield, bulk density, water absorption index, and lightness (L*). Drying time had significant effect on the yield, bulk density, content, water absorption index, and lightness (L*). Interaction between two factors had significant effect on yield and bulk density value. The best characteristic of powder was obtained by treatment of glair concentration of 15% and drying time of 2 hour which was expressed on 32.57% yield, 0.4% bulk density, 59.20 Lightness (L), 1.80 redness (a*), 20.73 yellowness (b*), 78.86% water absorption index, 8.02% water solubility index, 7.07% moisture content, 0.50 browning index, hedonic test: 2.68 aroma and 3.32 color, and 3.68 aroma with different test. Key words: foam mat drying, Cytrus hystrix leaf, powder ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi bahan pembusa dan lama pengeringan yang optimum serta mengetahui karateristik bubuk daun jeruk purut (Cytrus histrx DC) dengan metode foam mat drying. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan dua perlakuan yaitu konsentrasi putih telur (5%, 10% dan 15%) dan waktu pengeringan (2, 3, 4 dan 5 jam). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diukur meliputi rendemen, densitas kamba, warna, indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, kadar air, indeks kecoklatan, uji hedonik (aroma,dan warna) dan uji perbedaan dengan kontrol (aroma). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur berpengaruh nyata terhadap rendemen, densitas kamba, indeks penyerapan air, dan lightness (L*). Perlakuan waktu pengeringan yang digunakan berpengaruh nyata terhadap rendemen, densitas kamba, kadar air, indeks penyerapanair, dan lightness (L*). Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata pada nilai rendemen dan densitas kamba. Sampel A3B1(15%; 2 jam) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rendemen 32,57%, densitas kamba 0,4%, lightness (L) 59,20, redness (a*) 1,80, yellowness (b*) 20,73, indeks penyerapan air 78,86%, indeks kelarutan air 8,02%, kadar air 7,07%, indeks kecoklatan 0,50, uji hedonic aroma dan warna sebesar 2,68 dan 3,32 serta uji perbedaan dengan kontrol untuk aroma sebesar 3,68 . Kata kunci: foam mat drying, daun jeruk purut, bubuk.
1
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 PENDAHULUAN Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki beragam macam jenis tanaman yang termasuk kedalam genus Citrus. Citrus hystrix atau yang lebih dikenal dengan jeruk purut merupakan salah satu species dari genus Citrus (Rahmi et al., 2013). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, menghilangkan bau amis pada ikan, parfum dan sebagainya (Munawaroh dan Handayani, 2010). Daun jeruk purut dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional dan modern yang menjual bahan rempah-rempah. Daun jeruk purut dalam bentuk segar tentu tidak memiliki umur simpan yang lama. Oleh karena itu, daun jeruk purut dapat diolah menjadi bubuk dengan menggunakan pengeringan dengan energi panas. Kamsiati (2006) menambahkan bahwa produk bubuk lebih awet dan memiliki volume yang kecil sehingga mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan serta produk bubuk dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk makanan. Salah satu metode pengeringan yang dapat digunakan dalam pembuatan bubuk dengan menggunakan energi panas adalah foam mat drying. Pengeringan foam mat drying merupakan pengeringan dengan membentuk busa stabil. Pengeringan dengan mengunakan metode ini memiliki kelebihan dalam hal mempertahankan karakteristik fungsional bahan karena suhu yang digunakan relatif rendah (50-700C) dan waktu pengeringan yang relatif singkat (Kadam et al., 2010) Metode pengeringan foam mat drying dapat dipengaruhi oleh bahan pembusa dan waktu pengeringan.. Dewi (2014) melaporkan bahwa konsentrasi bahan pembusa sebesar 1,5% dan pengeringan selama 2 jam merupakan kombinasi perlakuan tebaik dalam pengeringan bubuk daun pandan sedangkan Retnowati (2015) dengan konsentrasi pembusa 3% dapat menghasilkan bubuk daun belimbing wuluh terbaik dengan pengeringan selama 4 jam Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang konsentrasi bahan pembusa dan waktu pengeringan untuk menghasilkan karakteristik bubuk daun jeruk purut yang terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bahan pembusa dan lama pengeringan yang optimum bubuk daun jeruk purut dan karateristik bubuk yang dihasilkan. Konsentrasi bahan pembusa dan lama pengeringan diduga berpengaruh nyata terhadap karakteristik bubuk daun jeruk purut.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Laboratorium Sensoris Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Agustus 2015 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) baskom, 2) blender merek Philips, 3) cawan aluminium, 4) color reader merek Nippon, 5) cawan petri, 6) cuvet, 7) desikator, 8) gelas Beaker 100 mL, 9) gelas ukur 10 mL, 10) mixer merek Philip, 11) oven, 12) oven kabinet listrik, 13) pipet tetes, 14) pisau, 15) plastik PE, 16) rak tabung, 17) saringan 80 Mesh, 18) sendok makan, 19) sentrifuse, 20) spatula, 21) spektrofotometer, 22) tabung reaksi, 23) tabung sentrifuse kapasitas 10 mL, 24) neraca analitik, 25) vortex. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) air bersih, 2) aquades, 3) daun jeruk purut , 4) etanol, 5) maltodextrin, 6) telur ayam negeri.
2
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan 2 faktor perlakuan, yaitu konsentrasi putih telur (A) dan waktu pengeringan (B). Faktor perlakuan (A) terdiri dari 3 taraf, sedangkan faktor perlakuan (B) terdiri dari 4 taraf Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Adapun rincian faktor perlakuannya adalah sebagai berikut : 1. Konsentrasi putih telur (A) A1 = 5% (b/b) A2 = 10% (b/b) A3 = 15% (b/b) 2. Lama waktu pengeringan (B) : B1 = 2 jam B2 = 3 jam B3 = 4 jam B4 = 5 jam Parameter Parameter yang diamati meliputi rendemen (Lubis, 2007), densitas kamba (Singh et al., 2011), warna (Andarwulan et al., 2011), indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air (Pounchandang et al., 2009), kadar air (AOAC, 2005), indeks kecoklatan (Cohen et al., 1994); uji organoleptik: uji hedonik (aroma dan warna) (Pratama, 2011), uji perbedaan dengan kontrol (Pratama, 2011). Cara Kerja Cara kerja pembuatan bubuk daun jeruk purut modifikasi pada Rahayu et al., (2013) yaitu sebagai berikut: 1. Daun jeruk purut disortir dicuci dengan air bersih sebanyak 2 kali kemudian ditiriskan. 2. Bagian tulang daun dibuang lalu ditimbang 50 g daun jeruk purut 3. Daun jeruk purut dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan air (1:2) dengan kecepatan 3000 rpm (tombol nomor 2). 4. Daun kemudian ditambahkan bahan pembusa sesuai perlakuan dan maltodekstrin (10% b/b), campuran diaduk dengan menggunakan mixer selama 10 menit. 5. Campuran ini kemudian diratakan pada wadah yang telah dilapisi plastik dengan ketebalan 1-3 mm. 6. Campuran dikeringkan didalam oven pada suhu 55±30C dengan lama waktu pengeringan sesuai perlakuan. 7. Hasil pengeringan dihaluskan dengan menggunakan blender dengan kecepatan 3000 rpm (tombol 2). 8. Campuran disaring dengan menggunakan saringan 80 mesh. Bubuk yang tidak lolos saringan 80 mesh dihancurkan kembali menggunakan blender hingga lolos. 9. Bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan dikemas dan dianalisis sesuai dengan parameter yang ditentukan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Rendemen Nilai rendemen rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 31,52% sampai 34,70%. Nilai rendemen terendah 31,52% terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam) sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada
3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 1 jam). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur (A), waktu pengeringan (B), dan interaksi keduanya (AB) berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen bubuk daun purut yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan disajikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 Tabel 1. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap rendemen bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rata-rata (%) BNJ 5% = 0,15 A3 (15%) 31,71 a A2 (10%) 32,51 b A1 (5%) 33,80 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ pada tabel 3.1 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur A1, A2, A3 berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai rendemen bubuk jeruk purut. Penurunan nilai rendemen diakibatkan oleh bertambahnya konsentrasi putih telur. Busa yang dihasilkan oleh putih telur dapat membantu mempercepat proses pengeluaran air dalam bahan sehingga rendemen bahan dapat berkurang. Busa yang stabil akan menambah luas permukaan bahan yang dikeringkan sehingga dengan semakin tinggi konsentrasi putih telur yang digunakan maka akan menghasilkan busa yang banyak dan mempercepat proses pengeringan. Menurut Dewi (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi putih telur yang ditambahkan maka akan mengurangi nilai rendemen pada bubuk daun pandan. Putih telur merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk menghasilkan busa. Tabel 2. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh waktu pengeringan terhadap rendemen bubuk daun jeruk purut Perlakuan rerata BNJ 5%=0,19 B4 (5 jam) 32,26 A B3 (4 jam) 32,45 A B2 (3 jam) 32,71 b B1 (2 jam) 33,27 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 3.2 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengeringan B1, B2, B3 dan B4 berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai rendemen bubuk daun jeruk purut. Nilai rendemen dipengaruhi oleh penurunan jumlah air pada sampel akibat jumlah air yang dikeluarkan selama proses pengeringan. Air yang terkandung dalam sampel mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Selama proses pengeringan, air akan menguap dan menurunkan berat sampel sehingga berpengaruh terhadap penurunan nilai rendemen sampel. Semakin lama waktu pengeringan maka rendemen sampel akan berkurang. Halim (2015) menunjukkan bahwa waktu pengeringan memberikan penurunan terhadap rendemen bubuk daun kembang bulan. Interaksi konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan waktu pengeringan 5 jam) berbeda tidak nyata dengan perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan waktu pengeringan 2 jam), tetapi berbeda nyata dengan interaksi perlakuan lainnya. Interaksi perlakuan umumnya berpengaruh pada
4
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 rendemen bubuk daun jeruk purut. Semakin tinggi konsentrasi putih telur yang digunakan dan semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan rendemen diperoleh makin rendah. 2. Densitas Kamba Nilai densitas kamba rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 0,30 g/mL sampai 0,44 g/mL. Nilai densitas kamba terendah sebesar 0,30 g/mL terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2jam) sedangkan densitas kamba tertinggi sebesar 0,44 g/mL terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Menurut Jittanit et al., (2011) densitas kamba erat kaitannya dalam hal proses pengemasan produk bubuk. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur (A), waktu pengeringan (B), dan interaksi keduanya (AB) berpengaruh nyata terhadap nilai densitas kamba bubuk daun purut yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4. Tabel 3. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap densitas kamba bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata (g/mL) BNJ 5%= 0,004 A1 (5%) 0,32 a A2 (10%) 0,36 b A3 (15%) 0,42 c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi putih telur terhadap densitas kamba disajikan pada Tabel 3.3. Hasil uji lanjut BNJ pada taraf 5% pada tabel 3.3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur A1, A2, A3 berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai densitas kamba bubuk jeruk purut. Berdasarkan tabel 3.3, densitas kamba akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi putih telur yang diberikan. Pembentukan busa akan semakin tinggi seiring dengan penambahan konsentrasi bahan pembusa. Busa yang banyak dapat mempercepat penguapan air dalam proses pengeringan sehingga dapat menghasilkan bubuk daun jeruk purut dengan kadar air yang rendah. Bubuk daun jeruk purut yang memiliki kadar air yang rendah memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga memiliki volume yang lebih rapat dan mengahasilkan nilai densitas kamba yang kecil. Shrama et al.,(2013) dan Nabil (2005) dalam Cucikodana (2012) menyatakan bahwa ukuran partikel dapat mempengaruhi nilai densitas kamba suatu produk. Tabel 4. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh waktu pengeringan terhadap densitas kamba bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata (g/mL) BNJ 5%= 0,005 B1 (2 jam) 0,35 a B2 (3 jam) 0,36 b B3 (4 jam) 0,37 c B4 (5 jam) 0,38 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ pengaruh waktu pengeringan terhadap densitas kamba disajikan pada Tabel 3.4. Hasil uji lanjut BNJ pada taraf 5% pada tabel 3.4 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengeringan B1, B2, B3 dan B4 berbeda nyata satu sama lain nilai densitas
5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 kamba bubuk jeruk purut. Waktu pengeringan merupakan waktu yang optimal untuk mengeringkan suatu bahan. Berdasarkan tabel 3.4, semakin lama waktu pengeringan menghasilkan nilai densitas kamba yang semakin besar. Densitas kamba dipengaruhi oleh kadar air bahan, semakin lama pengeringan yang dilakukan maka laju penguapan air akan terus berlanjut dan menyebabkan penguapan air semakin cepat (Rosidin et al., 2012). Interaksi perlakuan konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan waktu pengeringan 5 jam) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan lainnya. Makin tinggi konsentrasi putih telur dan semakin lama waktu pengeringan maka nilai densitas kamba produk bubuk daun jeruk purut semakin besar. Pembusaan yang semakin tinggi menyebabkan proses penguapan berlangsung cepat seiring dengan dikombinasikan dengan waktu pengeringan yang lama sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki kadar air rendah dan memiliki densitas kamba yang besar. Hal ini didukung oleh pernyataan Retnowati (2015) dan Dewi (2012) semakin lama pengeringan akan menghasilkan nilai densitas kamba yang besar. 3. Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air Indeks Penyerapan Air Nilai indeks penyerapan air rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 72,27% sampai 94,26%. Nilai indeks penyerapan air terendah sebesar 72,27% terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2 jam) sedangkan indeks penyerapan air tertinggi sebesar 94,26% terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Indeks penyerapan air merupakan kemampuan suatu produk dalam menyerap air (Hardjanti, 2008). Produk dengan kadar air rendah terutama bubuk memiliki daya serap air yang cukup tinggi, hal ini menyebabkan produk bubuk yang tidak dikemas akan cepat rusak dan mempengaruhi bubuk itu sendiri. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur (A) dan waktu pengeringan (B) berpengaruh nyata sedangkan interaksi kedua perlakuan (AB) berpengaruh tidak nyata terhadap nilai indeks penyerapan air bubuk daun purut yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan disajikan pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6. Tabel 5. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap indeks penyerapan air (%) bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata BNJ 5%= 4,70 A1 (5%) 81,39 a A2 (10%) 84,17 ab A3 (15%) 87,01 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ Tabel 3.5 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur A1 (5%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2 (10%) tetapi berbeda nyata dengan A3 (5%). Putih telur yang merupakan bahan pembusa akan menciptakan busa yang menyebabkan luas permukaan sampel besar sehingga membantu mempercepat proses pengeringan (Thaisong dan Rajanakorn, 2011). Busa yang sudah menguap akan meninggalkan pori-pori pada permukaan sehingga membantu mempercepat proses pengeringan (Kamsiati, 2006). Produk kering akan lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan produk yang basah. Oleh karena itu, konsentrasi telur yang semakin tinggi akan menghasilkan produk yang kering dan memiliki daya serap air yang semakin tinggi.
6
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Tabel 6. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh waktu pengeringan terhadap indeks penyerapan air (%) bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata BNJ 5%= 5,99 B1 (2 jam) 75,48 a B2 (3 jam) 80,79 a B3 (4 jam) 89,72 b B4 (5 jam) 90,78 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Tabel 3.6 menunjukkan bahwa perlakuan B1 (waktu pengeringan 2 jam) berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2 (waktu pengeringan 3 jam) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil menunjukkan perlakuan B4 (waktu pengeringan 5 jam) memiliki nilai indeks penyerapan yang tertinggi. Indeks penyerapan air berbanding terbaik dengan kadar air produk. Lama waktu pengeringan menyebabkan kadar air bahan berkurang, semakin rendah kadar air dalam suatu bahan maka daya serap air akan semakin besar (Phisut, 2012). 4. Indeks Kelarutan Air Nilai indeks kelarutan air rerata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 7,28% sampai 9,05%. Nilai indeks kelarutan air terendah sebesar 7,28% terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2 jam) sedangkan indeks kelarutan air tertinggi sebesar 9,05% terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur (A), waktu pengeringan (B) dan interaksi kedua perlakuan (AB) berpengaruh tidak nyata terhadap nilai indeks kelarutan air bubuk daun purut yang dihasilkan. Berdasarkan nilai rata-rata kelarutan, nilai indeks kelarutan air rata-rata bubuk daun jeruk purut mengalami peningkatan seiring meningkatnya lama waktu pengeringan dan konsentrasi putih telur. Hasil analisis keragaman pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan, konsentrasi putih telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap indeks kelarutan air bubuk daun jeruk purut. Indeks kelarutan air merupakan kemampuan bubuk untuk larut dalam air sehingga dapat larut dengan sempurna dalam air. Semakin tinggi nilai kelarutan produk bubuk maka akan semakin baik karena kelarutan yang sempurna tidak terapung dipermukaan air (Phoungchandang dan Sertwasana, 2010). Nilai indeks kelarutan air rata-rata bubuk daun jeruk purut memperlihatkan bahwa bubuk daun jeruk purut tidak memiliki daya kelarutan yang tinggi karena rata-rata kelarutan bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan masih relatif kecil. 5. Warna Warna berperan dalam hal penerimaan secara langsung bagi konsumen. Menurut Desrosier (2008), warna bahan pangan dipengaruhi oleh penampakan bahan yang dapat memantulkan, menyerap dan meneneruskan sinar yang nampak sehingga menghasilkan spektrum dengan panjang gelombang tertentu yang dapat dilihat oleh manusia. Pengukuran warna dilakukan dengan mengukur dalam besaran lightness (L*), redness (a*), dan yellowness (b*).
7
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 6. Lightness (L*) Nilai lightness (L*) rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 55,97% sampai 62,30%. Nilai Lightness (L*) terendah sebesar 55,97% terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2 jam) sedangkan lightness (L*) tertinggi sebesar 62,30% terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Hasil analisis keragaman pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan dan konsentrasi putih telur berpengaruh nyata sedangkan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap lightness (L*) bubuk daun jeruk purut. Nilai lightness (L*) menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Tingkat kecerahan suatu bahan nilai berkisar antara 0 sampai dengan 100 (Hutching, 1999). Nilai Lightness (L*) yang mendekati angka 0 mengindikasikan bahwa kecerahan dari sampel menurun (gelap) sedangkan apabila nilai lightness (L*) mendekati angka 100 menunjukkan bahwa kecerahan sampel tinggi (terang). Hasil uji lanjut BNJ pengaruh konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 3.8. Tabel 7. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh konsentrasi putih telur terhadap lightness (L*) (%) bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata BNJ 5%= 1,92 A1 (5%) 58,22 a A2 (10%) 29,36 ab A3 (15%) 60,65 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Tabel 7. menunjukkan bahwa perlakuan A1 (konsentrasi putih telur 5%) berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2 (konsentrasi putih telur 10%) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Nilai kecerahan bubuk daun jeruk purut mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi putih telur yang ditambahkan. Menurut Abu-Ghoust et al., (2008) menyatakan bahwa proses pembusaan yang menggunakan putih telur dapat meningkatkan kecerahan pada produk yang dihasilkan. Pemberian putih telur yang banyak dapat mempercepat proses pengeringan tetapi dengan meningkatnya pemberian putih telur berindikasi memberikan lapisan film yang dapat menambahkan kecerahan pada bubuk yang dihasilkan. Pernyataan ini didukung oleh Jafarpour et al., (2011) menyatakan bahwa penambahan putih telur pada pengolahan gel surimi mempengaruhi kenaikkan nilai lightness. Tabel 8. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh waktu pengeringan terhadap lightness (L*) (%) bubuk daun jeruk purut Perlakuan Rerata BNJ 5% = 2,45 B1 (2 jam) 57,44 a B2 (3 jam) 58,94 ab B3 (4 jam) 60,08 b B4 (5 jam) 61,17 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan B1 (waktu pengeringan 2 jam) berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2 (waktu pengeringan 3 jam) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Nilai kecerahan bubuk daun jeruk purut mengalami peningkatan dengan meningkatnya waktu pengeringan. Pengeringan dilakukan untuk menguapkan
8
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 seluruh air yang ada dibahan selain dengan bantuan menggunakan busa dari putih telur. pengeringan dengan waktu yang lama dapat menyebabkan warna hijau pada bubur daun jeruk purut pada saat pengeringan terdegradasi oleh panas sehingga warna hijau pada bubuk yang dihasilkan sedikit pudar (Noviyanti, 2012). Walaupun demikian, bubuk yang dihasilkan mengalami peningkatan kecerahan seiring dengan dengan bertambahnya waktu pengeringan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan putih telur dan waktu pengeringan meningkatkan kecerahan bubuk daun jeruk purut. 7. Redness (a*) Nilai redness (a*) menunjukkan nilai warna merah (+) sampai hijau (-) pada suatu bahan (Anjani et al., 2015). Nilai redness (a*) rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 1,9 sampai 2,13. Nilai redness (a*) terendah sebesar 1,8 terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2 jam) sedangkan redness (a*) tertinggi sebesar 2,13 terdapat pada perlakuan A2B4 (konsentrasi putih telur 10% dengan pengeringan selama 5 jam). Hasil analisis keragaman pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan, konsentrasi putih telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap redness (a*) bubuk daun jeruk purut. Hali ini menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan tidak mengubah warna kemerahan bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan. 8. Yellowness (b*) Nilai yellowness (b*) menunjukkan nilai warna kuning (+) sampai biru (-) pada suatu bahan (Anjani et al., 2015). Nilai yellowness (b*) rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 20,03 sampai 21,10. Nilai yellowness (b*) terendah sebesar 20,70 terdapat pada perlakuan A1B2 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 3 jam) sedangkan yellowness (b*) tertinggi sebesar 2,23 terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Hasil analisis keragaman pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan, konsentrasi putih telur dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap yellowness (b*) bubuk daun jeruk purut. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan tidak mengubah warna kekuningan bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan. 9. Kadar Air Nilai kadar air rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 5,02% sampai 7,54%. Nilai kadar air terendah sebesar 5,02% terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam) sedangkan kadar air tertinggi sebesar 7,54% terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2jam). Menurut SNI 01-3709-1995 syarat kadar air maksimal bubuk rempah-rempah adalah sebesar 12%. Nilai kadar air rerata bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan <12% sehingga bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa waktu pengeringan (B) berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen bubuk daun purut yang dihasilkan,sedangkan perlakuan konsentrasi putih telur (A) dan interaksi interaksi kedua perlakuan (AB) berpengaruh tidak nyata. Hasil uji BNJ pengaruh waktu pengeringan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh waktu pengeringan terhadap kadar air(%) bubuk daun jeruk purut
9
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Perlakuan Rerata BNJ 5%= 1,20 B4 (5 jam) 5,10 a B3 (4 jam) 6,22 ab B2 (3 jam) 7,12 b B1 (2 jam) 7,35 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata Hasil uji lanjut BNJ Tabel 3.9 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengeringan B4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan B3 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Nilai kadar air rata-rata tertinggi diperoleh pada waktu pengeringan selama 2 jam (B1) sebesar 7,35% sedangkan nilai kadar air rata-rata terendah ditunjukkan pada waktu pengeringan 5 jam (B4) sebesar 5,10%. Kadar air bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu pengeringan. Pengeringan terjadi karena adanya penguapan yang terjadi pada sampel yang diakibatkan oleh suhu dan lama waktu pengeringan (Histifarina et al., 2004). Penguapan air dalam bahan akan semakin cepat dengan bertambahnya waktu pengeringan yang digunakan (Desrosier (1988) dalam Rosidin et al., 2012). 10. Indeks Kecoklatan Nilai indeks kecoklatan rata-rata bubuk daun jeruk purut berkisar antara 0,45 sampai 0,64. Nilai indeks kecoklatan terendah sebesar 0,45 terdapat pada perlakuan A1B1 (konsentrasi putih telur 5% dengan pengeringan selama 2 jam). sedangkan indeks kecoklatan tertinggi sebesar 0,64 terdapat pada perlakuan A3B4 (konsentrasi putih telur 15% dengan pengeringan selama 5 jam). Berdasarkan nilai rata-rata, nilai indeks kecoklatan rata-rata bubuk daun jeruk purut mengalami peningkatan seiring meningkatnya lama waktu pengeringan dan konsentrasi putih telur. Indeks kecoklatan merupakan indikator pembentukan warna coklat pada produk. Priyanto et al., (2005) menyatakan bahwa prekusor warna coklat berasal dari kelompok karbohidrat, protein maupun lemak. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur, waktu pengeringan dan interaksi perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap indeks kecoklatan bubuk daun jeruk purut. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan tidak mengubah indeks kecoklatan bubuk daun jeruk purut. 11. Uji Organoleptik Uji Hedonik (Aroma) Hasil uji kesukaan terhadap aroma menunjukkan tingkat kesukaan panelis berkisar antara 2,32 (tidak suka) sampai 2,96 (suka). Skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A2B1 sedangkan skor terendah pada perlakuan A3B3. Berdasarkan penilaian panelis, skor penilaian rata-rata panelis kurang dari 3. Hal ini menunjukkan bahwa panelis tidak menyukai aroma bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan. Aroma bubuk daun jeruk purut dapat hilang karena pada saat proses penghancuran daun jeruk purut dan proses pengeringan. Penghancuran daun menyebabkan senyawa volatil pada daun menguap sehingga dapat mengurangi aroma khas daun jeruk purut segar.. Pengeringan dengan menggunakan suhu tinggi dan lama waktu pengeringan memberikan dampak pada aroma bubuk yang dihasilkan sehingga aroma yang hilang akibat penghancuran daun akan semakin berkurang seiring lama waktu pengeringan yang digunakan. Wirakartakusumah et al., (1992) dalam Syafriani et al., (2013) menyatakan bahwa perlakuan dengan pengeringan cenderung akan membuat beberapa senyawa-
10
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 senyawa volatil hilang pada saat pengeringan. Ketika air menguap dari permukaan bahan pangan sejumlah kecil zat yang mudah menguap akan terbawa. Uji Hedonik (Warna) Warna produk sangat berperan dalam menentukan penerimaan konsumen (Pratama, 2013). Selain sebagai penentu penerimaan konsumen, warna dapat berperandalam menentukan mutu suatu produk pangan (Winarno, 1997). Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan tingkat kesukaan panelis berkisar antara 2,76 (tidak suka) sampai 3,32 (suka). Skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A3B1, sedangkan skor terendah pada perlakuan A1B3. Hasil uji Friedman conover untuk uji hedonik warna menunjukkan bahwa perlakuan A1B1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A1B2, A1B3, A1B4, A2B1, A2B2 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen karena skor penilaian warna rata-rata secara keseluruhan adalah 3 yang merupakan skor terhadap nilai suka. Konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan memberikan kontribusi terhadap warna bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan. Hal ini berarti semakin tinggi konsentrasi putih telur dan lama waktu pengeringan menghasilkan warna yang dapat disukai oleh konsumen. Uji Perbedaan dengan Kontrol Hasil uji perbedaan dengan kontrol terhadap aroma menunjukkan tingkat perbedaan berkisar antara 3,56 (sedang perbedaan) sampai 4,16 (banyak perbedaan). Skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A1B4, sedangkan skor terendah pada perlakuan A2B3. Uji perbedaan dengan kontrol dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan diantara sampel dengan cara memberikan penilaian terhadap seberapa besar perbedaan antara sampel yang disajikan dengan sampel baku (kontrol) (Pratama, 2013). Hasil perbedaan sampel uji dengan sampel baku menunjukkan bahwa semua sampel bubuk daun jeruk purut berbeda dengan sampel baku. Pengujian perbedaan dengan kontrol memberikan kontribusi terhadap perbedaan yang besar terhadap masing-masing sampel (Pratama, 2013). Sampel baku yang beraroma netral berfungsi sebagai kontrol untuk menilai tingkat perbedaan aroma bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan. Bubuk daun jeruk purut yang dihasilkan diharapkan menghasilkan aroma yang tidak sama dengan sampel baku yang berbau netral. Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa bubuk daun jeruk purut masih memiliki aroma khas daun jeruk purut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Perlakuan konsentrasi putih telur berpengaruh nyata terhadap rendemen, densitas kamba, indeks penyerapan air, dan lightness (L*). 2. Perlakuan waktu pengeringan bepepengaruh nyata terhadap rendemen, densitas kamba, kadar air, indeks penyerapan air, dan lightness (L*). 3. Interaksi perlakuan antara konsentrasi putih telur dan waktu pengeringan berpengaruh terhadap rendemen dan densitas kamba. 4. Aroma bubuk daun jeruk purut tidak disukai panelis sedangkan warna bubuk daun jeruk purut disukai panelis. 5. Bubuk daun jeruk purut berbeda dengan sampel kontrol (baku). 6. Sampel A3B1 (15%;2jam) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rendemen 32,57%, densitas kamba 0,4%, Lightness (L) 59,20, Redness (a*) 1,80, Yellowness (b*) 20,73, indeks penyerapan air 78,86%, indeks kelarutan air 8,02%, kadar air 7,07%, indeks kecoklatan 0,50, uji hedonic aroma dan warna sebesar 2,68 dan 3,32 serta uji perbedaan dengan kontrol untuk aroma sebesar 3,68.
11
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu diterapkan sistem recovery flavor yang dapat mempertahankan aroma daun jeruk purut dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengemasan dan penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA Abu-Ghoush M., M., T. J. Herald dan F. M. Aramouni. 2008. Comparative Study of Egg White Protein and Egg Alternatives Used in an Angel Food Cake System. J. Food Processing and Preservation :1-15. Andarwulan, N.F., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisi Pangan. PT. Dian Rakyat, Jakarta. Anjani, P. P., S. Andrianty., dan T. D. Widyaningsih. 2015. Pengaruh Penambahan Pandan Wangi dan Kayu Manis pada The Herbal Kulit Salak Bagi Penderita Diabetes. J.Pangan dan Agroindustri. 3 (1) : 203-214. AOAC. 2005. Official Methods of Analytical Chemistry. Washington D.C., University of America. Cohen, E., Y. Birk., C.H. Mannhein dan I. Saguy. 1994. Kinetic Parameter For Quality Change Thermal Processing Grape Fruit. J. Food Sci, 59 (I): 155- 158. Cucikodana, Y., Supriadi, A., Purwanto, B. 2012. Pengaruh Perbedaan Suhu Perebusan dan Konsentrasi Naoh Terhadap Kualitas Bubuk Tulang Ikan Gabus (Channa striata). J. Fistech, 1(1): 1-12. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh M. Muljohardjo. Universitas Indonesia. Jakarta. Dewi, P.S. 2014. Karakteristik Fisikokimia Bubuk Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius) dengan Metode Pengeringan Foam Mat Drying. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya. Halim, F. I. 2015. Karateristik Bubuk daun Kembang Bulan sebagi Obat Tradisonal. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Indralaya. Hardjanti, S. 2008. Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Jurnal Penelitian Saitek. 13 (1): 1-18. Histifarina, D., D. Musaddad dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan dalam Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. J. Hort. 14(2):107-112. Hutching, J. B. 1999. Food Colour and Appereance. Aspen Publisher Inc, Marylan. Jafarpour A., H. Hajiduon dan M. Rez aie. 2012. A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel. J Food Process Technol. 3(11):1-6. Jittanit, W., M.Chantara-In, T. Deying dan W. Ratanavong. 2011. Production of tamarind powder by drum dryer using maltodextrin and Arabic gum as adjuncts. Songklanakarin. J. Sci. Technol.33 (1), 33-41. Kadam, D.M., R.T. Patil dan P. Kaushik. 2010. Drying of Foods, Vegetables and Fruits : Foam Mat Drying of Fruit and Vegetable Products. TPR Group, Singapore. Kamsiati, E. 2006. Pembuatan Bubuk Sari Buah Tomat (Licopersicon esculentum Mill.) dengan Metode “Foam Mat Drying”. J. Teknologi Pertanian. 7(2) : 113-119. Lubis, I.H. 2007. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pandan. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara.
12
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Munawaroh, S dan P.A. Handayani. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus histrix DC) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. J. Kompetensi Teknik. 2(1): 7378. Noviyanti, T., P. Ardiningsih dan W. Rahmalia. 2012. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Protease Dari Daun Sansakng (Pycnarrhena cauliflora Phisut, N. 2012. Spray drying technique of fruit juice powder: some factors influencing the properties of product. Int. Food Res. J. 19(4): 1297-1306. Phoungchandang, S., A. Sertwasana., P. Sanchai dan P. Pasuwan. 2009. Development of a Small Scale Processing System for Concentrated Ginger Powders. W. Appl. Sci. J. 6 (4): 488-493. Pratama, F. 2013. Evaluasi Sensoris. Unsri Press 2013. Palembang. Priyanto, G., L. Septaina, dan B. Hamzah. 2012. Model Kinetika Perubahan Mutu Selama Penyimpanan pada Chips Berbahan Dasar Tmun Suri dan Tapioka. SemNas: Kedaulatan Pangan dan Energi. Rahayu, R., E.M. Taslim dan Sumarno. 2013. Pembuatan Bubuk Cincau Hijau Rambat (Cyclea Barbata L. MIers) menggunakan Proses Maserasi dan Foam Mat Drying. J. Tek. Kimia dan Industri. 2(4): 24-31. Rahmi, U., Y. Manjang dan A. Santoni. 2013. Profil Fitokimia Metabolit Sekunder dan Uji Aktivitas Antioksidan Tanaman Jeruk Purut (Citrus histrix DC) dan Jeruk Bali (Citrus maxima (Burm.f.) Merr). J. Kimia Unand. 2(2): 109-114. Retnowati, R. 2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Bubuk Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi l.) Berdasarkan Tingkat Ketuaan Daun dan Lama Pengeringan. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya. Rosidin, K. Yuliati dan S.H. Rachmawati. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama pengeringan terhadap Mutu Silase Limbah Pengolahan Kodok Beku (Rana sp.) yang Dikeringkan dengan Penabahan Dedak Padi. Fishtech 1 (1): 78-90. Syafriani, N., R. Moulana., dan Ferizal. 2013. Pemanfaatan Pati Suku (Artocarpus altilis) pada Pembuatn Mi Kering. J. Teknologi dan Industri Pertanian. 5 (2): 17-24 Singh, N., Kaur, L., N.S. Sodhi dan K.S. Sekhon. 2005. Physicochemical Cooking and Textural Properties of Milled Rice From Different Indian Rice Cultivars. Food Chem. 89: 253-259. Thaisong, P. N. and T. Rojanakorn. 2011. Foam Mat Drying of Mango cv. Chok Anan. The Graduate Research Conference. 742-749
13