Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas Campuran Air dan Minyak Nabati Untuk Aplikasi Sebagai Refigeran Sekunder M. Irsyad1,2, a *, Yuli S. Indartono1b, Aryadi Suwono1c, Ari D. Pasek1d, M. Akbar Pradipta1e 1
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung 2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Lampung
a
[email protected],
[email protected],
[email protected], d
[email protected],
[email protected]
Abstrak Salah satu metode untuk menurunkan konsumsi enerrgi pada sistem pengondisian udara jenis chiller adalah dengan menggunakan bahan berubah fasa (phase change material disngkat PCM). Beberapa PCM yang sudah diteliti seperti; trimethylolethane (TME), dan tetra-n-butylammonium bromide (TBAB) chlatrate hydrate menunjukkan adanya penurunan konsumsi energi pada kompresor chiller. Potensi untuk mendapatkan PCM baru yang murah dan tersedia di Indonesia masih banyak, salah satunya adalah berasal dari minyak nabati. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan minyak Nyamplung memiliki rentang temperatur perubahan fasa yang cocok dengan temperatur kerja evaporator yakni 5 – 12oC. Panas latennya cukup tinggi yakni; 184,5 kJ/kg. Dalam aplikasi sebagai refrigeran sekunder, bahan ini dicampurkan dalam air menjadi larutan sebagai PCM slurry. Untuk mengetahui pengaruh campuran ini terhadap karakteristik aliran dan perpindahan panas dilakukan pengujian. Perbedaan kerapatan, viskositas dan tegangan permukaan antara campuran ini dengan air mempengaruhi pressure drop dan koefisien gesek yang terjadi di dalam pipa. Sedangkan konduktivitas termal, panas laten yang dimiliki partikel dari minyak nabati, dan interaksi yang terjadi dalam aliran mempengaruhi laju perpindahan panas. Karakteristik aliran dan perpindahan panas yang terjadi, diuraikan pada pembahasan artikel ini. Kata kunci : minyak Nyamplung, PCM, koefisien gesek, koefisien perpindahan panas campuran minyak biji Jarak dan biodisesl, serta campuran minyak Kelapa sawit dan biodisel [4]. Bahan-bahan ini memenuhi kriteria sebagai PCM untuk aplikasi pada refrigeran sekunder diantaranya adalah, temperatur perubahan fasa berada pada temperatur 5 – 12oC, dan memiliki panas laten yang tinggi [5]. Minyak biji-bijian ini memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan produksi minyak yang dihasilkan, seperti diperlihatkan pada Tabel 1.Tabel 1. Potensi minyak non pangan sebagai kandidat PCM untuk refrigeran sekunder
Pendahuluan
Salah satu metode untuk meminimalkan penggunaan energi pada sistem pengondisian udara jenis chiller adalah penggunaan bahan berubah fasa pada refrigeran sekunder. Beberapa penelitian menunjukan penggunaan bahan beruba fasa dapat menurunkan konsumsi energi chiller seperti; Trimethyloethane (TME) [1], dan tribhutil amonium bromide chatrate hydrate slurry (TBAB CHS) [2]. Berapa bahan dari minyak nabati dapat dijadikan kandidat bahan berbua fasa untuk aplikasi pada refrigeran sekunder seperti; minyak biji Nyampling, minyak biji Karet [3], Produksi Biji Kandungan minyak Produksi minyak Tanaman [ton/(ha.tahun] dalam biji [%] [kg/(ha.tahun] Nyamplung (Calophyllum inophyllum) 16[6] 40 - 73 [7] 4680[7] Jarak pagar (Jatropha curcas) 0.1 - 15[7] 37 - 45[8] 1900 - 2500[7] KE-42
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Karet (Hevea braziliensis) 0.15[9] Dalam mengaplikasikan pada refrigeran sekunder, campuran PCM dan air pada temperatur perubahaan fasanya membentuk aliran sluri, sehingga perlu dipertimbangkan karakteristik perpindahan panas dan pengaruh aliran terhadap penurunan tekanan (pressure drop). Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan penggunaan PCM pada refrigeran sekunder dapat meningkatkan koefisien perpindahan panas, seperti yang dilakukan Indartono dkk tahun 2010 [4], dan Suzuki dkk, tahun 2013 [11]. Aliran sluri akibat penambahan PCM ini memberkan pengaruh terhadap pressure drop pada pipa. Penambahan PCM daru garam hidrat meningkatkan pressure drop seperti penggunaan TBAB CHS [12]. Metodologi Penelitian ini merupakan kajian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik aliran dan perpindahan panas. Bahan yang diteliti adalah minyak Nyamplung yang dicampur ke dalam air sebanyak 20%. Untuk melarutkan minyak
40 - 50[10] 40 - 50[10] dalam air ditambahkan surfaktan Texapon sebanyak 500 ppm. Minyak Nyamplung, air dan hasil pencampurannya diperlihatkan pada Gambar 1. Minyak ini memiliki temperatur perubahan fasa dari 5,26 sampai 12,77oC, dan nilai panas latennya adalah 184,5 kJ/kg [3]. Sedangkan kerapatan dan viskositasnya sebagi berikut; 896 kg/m3 dan 71,98 cSt [10]. Pengujian dilakukan pada alat uji dengan skema alat uji diperlihatkan pada Gambar 2. Temperatur fluida masuk dan keluar baik untuk fluida dingin maupun fluida panas diukur dengan menggunakan sensor termokopel jenis K serta dibaca dan disimpan menggunakan datalogger temperatur Omega dengn tipe OM-DAQ-USB-2401. Penurunan tekanan diukur dengan menggunakan manometer air raksa. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan debit aliran fluida dingin. Sedangkan debit aliran fluida panas dipertahankan pada debit 200Gph. Temperatur fluida dingin dan panas pada saat memulai pengujian masing-masing adalah 4oC dan 40oC.
Gambar 1. Minyak Nyamplung dan hsil pencampurannya
Tc in
Th out
Alat Penukar exchanger
Tc out P2
P1 Th in
Heater Data logger temperatur
h
Cooler
Gambar 2. Skema alat uji karakteristik aliran dan perpindahan panas KE-42
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
pada Gambar 3. Partikel padat yang membentuk aliran sluri merupakan salah satu penyebab peningkatan ini. Peningkatan konsentrasi massa padat memperbesar penurunan tekanan [13].
Hasil dan Pembahasan Analisis hasil penelitian dibagi atas dua bagian yakni; karakteristik aliran dan karakteristik perpindahan panas. Karakteristik aliran Penambahan minyak Nyamplung pada air sebagai refrigeran sekunder mempengaruhi densitas dan viskositas refrigeran sekunder. Selain itu juga pada saat temperatur fluida berkisar antara 4 – 12oC aliran menjadi dua fasa yakni padat cair. Beberapa fakor ini mempengaruhi penurunan tekanan yang terjadi pada pipa. Faktor gesek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penrunan tekanan dapat dihitung menggunakan persaman Darcy Weisbach, seperti diperlihatkan oleh Persamaan 1. Karena campuran minyak Nyamplung dan air ini pada saat pengujian membentuk aliran dua fasa padat cair atau sluri maka dapat dibandingkan dengan persamaan Thomas yang berlaku untuk fluida non Newtonian, seperti diperlihatkan oleh Persamaan 2.
Gambar 4. Faktor gesek fungsi laju aliran massa Nilai faktor gesek meningkat dengan penggunaan campuran air dan minyak nabati ini. Perhitungan faktor gesek menggunakan persaman Darcy Weisbach, yang merupakan fungsi kecepatan dan geometri pipa. Menurut Matousek (2002) gesekan yang terjadi pada aliran sluri disebabkan oleh gesekan mekanik akibat interaksi partikel padat dengan dinding pipa dan gesekan vikous akbat nilai viskositas fluida yang mengalir [14].
…..……………(1) .........................(2)
Karakteristik perpindahan panas Karakteristik perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor jenis double pipe counter flow dapat dihitung dari persamaan-persamaan berikut ini. Koefisien perpindahan panas total dapat dihitung dari persamaan laju perpindahan panas seperti diperlihatkan oleh Persamaan 3. Koefisien perpindahan panas total juga dapat dihitung menggunakan Persamaan 4. Pada persamaan ini faktor fouling diabaikan. Perbedaan temperatur pada persamaan 3 dihitung menggunakan Persamaan 5. Kendala dalam menghitung laju perpindahan panas pada sluri disebabkan oleh sulitnya mengukur
Gambar 3. Penurunan tekanan pada pipa fungsi dari laju aliran massa Penambahan minyak Nyamplung pada air mengakibatkan penurunan tekanan yang pada pipa menjadi meningkat, seperti diperlihatkan KE-42
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
konsentrasi massa padat yang terbentuk. Untuk memudahkan perhitungan pada alat penukar kalor diasumsikan energi yang dilepaskan fluida panas sama dengan energi yang diterima oleh fluida dingin dan dapat dihitung menggunakan persamaan 6.
Laju perpindahan panas dari fluida panas meningkat dengan menggunakan campuran air dan minyak nabati ini, seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Peningkatan ini disebabkan oleh interaksi sesama patikel padat, partikel dengan fluida pembawa, serta dinding. Selain itu juga interaksi fluida cair dengan dinding. Peningkatan laju aliran massa mengakibatkan turbulensi aliran bertambah sehingga interaksi tadi menjadi meningkat. Hal ini mengakibatkan laju perpindahan panas menjadi meningkat. Persentase peningkatan laju perpindahan panas campuran air dan minyak Nyamplung ini dibandingan air juga turut meningkat.
.........................................(3) ...(4)
......................(5) .....................................(6) Untuk membandingkan perpindahan panas antara air an campuran air dan minyak nabati ini, digunakan laju perpidahan panas pada fluida panas. Dalam penelitian ini ada kesulitan untuk membandingkan langsung perpindahan panas pada fluida dingin karena konsentrasi massa padat campuran air dan minyak nabati sulit diukur pada saat pengujian, sedangkan fluida panas sama-sama menggunakan air sehingga dapat dibandingkan. Dengan asumsi tidak ada energi yang keluar sistem, sehingga kalor yang dilepaskan fluida panas sama dengan kalor yang diterima fluida dingin, dan perpindahan panas dapat dihitung menggunakan persaman 6.
Gambar 6.Koefisien perpindahan panas total fungsi laju aliran massa. Koefisien perpindahan panas total (U) menunjukkan karakteristik perpindahan panas pada alat penukr kalor ini secara keseluruhan. Gambar 6 menunjukkan penggunaan campuran air dan minyak Nyamplung dapat meningkatkan koefisien perpindahan panas total. Peningkatan laju aliran massa pada peralatan yang sama mengakibatkan kontak pada titik tertentu lebih cepat, sehingga nilai koefisen perpindahan panas total berkurang. Meskipun terjadi penurunan nilai koefisein perpindahan panas total dengan bertambahnya laju aliran massa, laju perpindahan panas tetap meningkat, karena laju aliran massa juga berbanding lurus dengan laju perpindahan panas. Pengembangan penggunaan campuran air dan minyak nabati ini, perlu memperhatikan kestabilan homogenitas campuran. Hal ini
Gambar 5. Perpindahan panas pada fluida panas KE-42
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
disebabkan pada saat campuran ini didiamkan dalam waktu yang lama, terjadi pemisahan antara air dan minyak, dan apabila diaduk kembali maka akan tercampur kembali, namun pabila kondisi diam saat temperatur perubahan fasa, akan terjadi penggumpalan minyak nabati. Selain itu juga perlu diperhatikan juga pelapisan pada permukaan pipa, yang juga akan mengurangi laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Namun hal ini sangat bagus untuk pipa penghubung karena dapat mengurangi perpidahan panas ke luar pipa.
Materials Science and Engineering 88 (2015) 012051 [4] Y.S. Indartono, A. Suwono, Ari D. Pasek, D. Mujahidin, I. rizal, Thermal characteristics evaluation of vegetables oil to be used as phase change material in air conditioning system, Jurnal Teknik Mesin Vol. 12, No. 2. Oktober 2010, 119-124 [5] G. Li, Y. Hwang, R. Radermacher, Review of cold storage materials for air conditioning application, International Journal of Refrigeration, xxx(2012) I-25 [6] MI. Jahirul, J.R. Brown, W. Senadeera, N. Ashwath, C. Laing, J.L. Taylor and M.G. Rasul, Optimisation of Bio-Oil Extraction Process from Beauty Leaf (Calophyllum Inophyllum) Oil Seed as a Second Generation Biodiesel Source, Procedia Engineering 56 (2013) 619 – 624 [7] A. Kumar and S.Sharma, Potential nonedible oil resources as biodiesel feedstock: An Indian perspective, Renewable and Sustainable Energy Reviews 15 (2011) 1791– 1800
Kesimpulan Penggunaan minyak nabati dari Nyamplung pada refrigeran sekunder mempengaruhi karakteristik aliran dan perpindahan panas. Penurunan tekanan pada pipa meningkat dengan penggunaan campuran air dan minyak Nyamplung. Sedangkan laju perpindahan panas meningkat dengan menggunakan campuran ini Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih pada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mendukung pendanaan penelitian ini pada skim Riset Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2015
[8] Y. Zhu, J. Xu, Q. Li, and P.E. Mortimer, Investigation of rubber seed yield in Xishuangbanna and estimation of rubber seed oil based biodiesel potential in Southeast Asia Energy 69 (2014) 837-842
Referensi
[9] C.H. Tan, H.M. Ghazali, A. Kuntom, C.P. Tan, and A.A. Ariffin, Extraction and physicochemical properties of low free fatty acid crude palm oil, Food Chemistry 113 (2009) 645–650 [10] J. Rodrigues, I. Miranda, J. Gominho, M. Vasconcelos, G. Barradas, H. Pereira, F.B. Aguuiar and F.S. Dias, Variability in oil content and composition and storage stability of seeds from Jatropha curcas L. grown in Mozambique, Industrial Crops and Products 50 (2013) 828– 837
[1] Y.S. Indartono, N.T. Setioputro, N.P Tandian, A.D. Pasek, A. Suwono, Devlopment of Energy Saving Air Conditioning Sistem by Subsituting Primary and Secondary Refrigerants, Proceeding of International Conference on Cooling and Heating Technologies, Jinhae, Korea, 28-31 October 2008. [2] O. Hidemasa, T. Shingo, Air-Conditioning Sistem Using Clathrate Hydrate Slurry, JFE Technical Report, 2004, No. 3 [3] M. Irsyad, Y.S. Indartono, A. Suwono, A.D. Pasek, Thermal characteristics of nonedible oils as phase change materials candidate to application of air conditioning chilled water system, IOP Conf. Series:
[11] Suzuki H., Konaka T., Komoda Y., Ishigami T., 2013, Flow and heat transfer characteristics of ammonium alum hydrate KE-42
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
slurries, International Journal of Refrigeration 36 (2013) 81-87 [12] Z.W. Maa, P. Zhang, Wang , S. Furui, G.N. Xi, Forced flow and convective melting heat transfer of clathrate hydrate slurry in tubes, International Journal of Heat and Mass Transfer, 53 (2010) 3745–3757 [13] W. Wang, S. Fan, D. Liang, Y. Li, Experimental study on flow characteristics of tetrahydrofuran hydrate slurry in pipelines, Journal of Natural Gas Chemistry 19 (2010) 318-322
[14] V. Matousek, Pressure drops and flow patterns in sand-mixture pipes, Exp. Therm. Fluid Sci. 26 (2002) 693–702.
KE-42