perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DAN THERMAL KACA TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO
TESIS Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Fisika
Oleh: WAHYUDI NIM. S911102006
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2013 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DAN THERMAL KACA TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO Wahyudi Prodi Ilmu Fisika Program Pascasarjana UNS
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menfabrikasi serta mengetahui karaterisasi sifat thermal dan sifat optik dari kaca Tellurite Zinc Bismuth Plumbum (TBZP). Komposisi kaca yang digunakan adalah 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan variasi PbO (x=1, 2, 3, 4, 5). Fabrikasi kaca dilakukan dengan metode melt quanching menggunakan furnace CARBOLITETM. Hasil uji XRD menunjukkan kaca TBZP hasil fabrikasi merupakan padatan amorf. Penambahan konsentrasi ion Pb2+ dapat meningkatkan polarisabilitas kaca sehingga indek bias kaca TBZP meningkat (1,9492,011). Absorbansi pada daerah UV-Vis meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Nilai absorbansi menurun drastis pada daerah cahaya tampak setelah melewati UV edge (sekitar 380 nm). Energi band gap optik kaca TBZP menurun seiring dengan penambahan konsentrasi ion Pb2+. Absorbansi pada daerah infrared menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP dan IR edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Minimum loss kaca TBZP terendah sekitar 2,31 dB/km pada =5848,9 nm. Penambahan ion Pb2+ dapat meningkatkan rentang transmitansi pada kaca TBZP. Suhu transisi kaca (Tg) memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan meningkatnya laju pemanasan () secara nonisothermal. Stabilitas kaca tertinggi pada TBZP2 dan terendah pada TBZP4. Energi aktivasi kristalisasi (Ec) berkisar antara 177,06 KJ/mol hingga 307,46 KJ/mol. Energi aktivasi kristalisasi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam kaca TBZP. Penumbuhan kristal terjadi secara volumetrik dan mengalami perubahan dari tiga dimensi menjadi dua dimensi. Kata kunci: kaca, sifat optik, sifat thermal, tellurite.
ABSTRACT The tellurite zinc bismuth plumbum (TBZP) glass with molar composition 55TeO2-(43x)ZnO-2Bi2O3-xPbO (x=1, 2, 3, 4, 5) have been fabricated and their thermal and optical properties were investigated. The TBZP glass were prepared by melt quanching method using a CARBOLITETM furnace. XRD test results demonstrate the TBZP glass has an amorphous solid. The addition of Pb2+ ion concentration was increase the refractive index of the glass so polarizability TBZP glass increased (1.9492.011). Absorbance in the UV-Vis region increases with increasing concentration of Pb2+ ions in the TBZP glass. Absorbance values plummeted in the visible region after passing through the UV edge (about 380 nm). Optical band gap energy of TBZP glass declines with the addition of Pb2+ ion concentration. Absorbance in the infrared region decreased with increasing concentration of Pb2+ ions in the glass and IR edge shifted towards longer wavelengths. Theoretical minimum loss of glass TBZP about 2,31 dB/km at =5848,9 nm. The commit to user 2+ addition of Pb ions can increase the range of transmittance of the TBZP glass. Glass
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
transition temperature (Tg) have a tendency to increase with increasing heating rate (). Glass Stability highest and lowest were TBZP2 and TBZP4. Activation energy of crystallization (Ec) ranged between 177,06 KJ/mol to 307,46 KJ/mol. Activation energy of crystallization increases with increasing concentration of Pb2+ ions in the TBZP glass. Crystal growth occurs and volumetric changes from three dimensions into two dimensions. Key Word: Glasses, optical properties, thermal properties, tellurite. PENDAHULUAN Peranan material kaca di dunia modern menjadi penting mengingat kaca banyak digunakan dalam berbagai piranti rumah tangga, benda seni dan teknologi lanjut. Kaca umumnya dibuat dari bahan silika (soda lime-silicate) dengan komposisi 72% SiO2, 14% Na2O, 11% CaO dan 3% bahan campuran lainnya (Shelby, 2006). Namun, di bidang teknologi khususnya teknologi di bidang optik dan fotonik, bahan pembuat kaca sudah menggunakan berbagai bahan yang disesuaikan dengan aplikasi yang diinginkan. Kaca merupakan salah satu elemen dasar dari instrumen optik yang dapat mentransmisikan cahaya. Kaca telah dikembangkan selama bertahun-tahun sebagai material untuk berbagai aplikasi di bidang optik dan fotonik diantaranya fiber optik (Yu and Yin, 2008; Massera et.al, 2010), laser (Sudhakar et.al, 2008; Raju et.al, 2013), planar vaweguide (Lavers et.al, 2000; Madden and Vu, 2009), ultrafast optical switching (Padilha et.al, 2005; Ciolek et.al, 2006), Photodetectors (Diemel et.al, 2002; Lu et.al, 2006), integrated optic (Shechter et.al, 2001; Poffo, 2009), dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi tersebut membutuhkan kaca dengan spesifikasi tertentu sehingga dapat bekerja dengan baik. Salah satu contoh aplikasi kaca di bidang optik yang marak dikembangkan adalah fiber optik. Sampai saat ini, sebagian besar fiber optik terbuat dari bahan utama silika (SiO2). Bahan silika memiliki kelebihan antara lain memiliki transparansi yang baik pada rentang 0,2 µm hingga 2 µm, memiliki sifat mekanis (uji tarik dan bending) yang kuat. Namun, Kaca silika pada dasarnya memiliki non-lineritas yang rendah sehingga menjadikannya kurang baik dibandingkan dengan material yang ideal untuk aplikasi non-lineritas seperti optoelektronik (Manning, 2011). Selama 25 tahun terakhir ini, penelitian tentang material fiber optik terus mengalami perkembangan. Material fiber optik dikembangkan untuk mendapatkan sifat mekanik dan optik yang menyamai kaca silika namun lebih dapat bekerja pada gelombang infrared. Hal ini tentu menjadi keterbatasan bagi kaca silika yang hanya dapat mentransmisikan cahaya dengan baik pada panjang gelombang 0,2 µm hingga 2 µm. Sehingga untuk aplikasi yang menggunakan gelombang mid-infrared seperti sensor infrared, kaca silika tidak dapat digunakan dengan baik. Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari material fiber optik yang dapat bekerja pada gelombang infrared. Salah satu pilihan untuk menjawab permasalahan tersebut yaitu digunakannya kaca fluoride. Kaca fluoride dapat mentransmisikan cahaya hingga 4,5 µm, namun kaca fluoride belum bisa diterima secara luas oleh industri karena sifatnya relatif tidak stabil terhadap kristalisasi. Salah satu material kaca yang menjanjikan untuk dapat mentransmisikan cahaya pada daerah infrared namun lebih stabil dari kaca fluoride adalah kaca tellurite. Kaca commit to user mid-infrared yakni sekitar 5 µm. tellurite dapat bekerja hingga pada panjang gelombang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kaca tellurite memiliki stabilitas yang baik, homogenitas tinggi dan konduktivitas listrik yang relatif tinggi (Rajendran, 2000). Berbeda dengan kaca silika, fosfat dan borat, kaca tellurite memiliki titik leleh yang rendah dan tidak higroskopis. Kaca tellurite juga memiliki densitas tinggi dan temperatur transformasi yang rendah (Mallawany, 1998). Indeks bias kaca ini sekitar 2,0. Telurite juga memiliki ultraviolet cut off wavelength sekitar 418 nm hingga 445 nm (Mallawany et.al., 2008). Menurut Sharaf et.al. (2008), kaca tellurite juga memiliki kekuatan mekanik yang baik dan transmisi yang optimum dari sinar tampak hingga mid-infrared (4,5 µm). Kaca tellurite juga baik untuk aplikasi laser jika dibandingkan dengan kaca silika dan kaca fluoride. Kaca silika secara signifikan lebih kuat daripada kaca fluoride, namun memiliki energi fonon yang tinggi (1100 cm-1), nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kaca fluoride (550 cm-1). Untuk aplikasi laser, kaca tellurite memiliki sifat yang baik karena memiliki energi fonon yang lebih rendah (750 cm -1) daripada kaca silika dan lebih stabil daripada kaca fluoride (Richards and Jha, 2011). Puncak energi fonon kaca tellurite juga lebih kecil dibandingkan dengan kaca pospat, germanat dan borat (Sharaf et.al., 2008). Sifat-sifat tersebut memungkinkan dapat dibuatnya generasi laser kaca pada panjang gelombang infra merah. Kaca tellurite telah dipelajari selama lebih dari 150 tahun tetapi hanya baru-baru ini kaca tellurite dapat dibuat dengan kemurnian lebih dari 98,5% mol (Mallawany, 1998). Struktur kaca tellurite pertama kali diteliti oleh Barady pada tahun 1956-1957. Penelitian mengenai formasi kaca tellurite dilakukan oleh Winter (1957), Mochida dan Kozhokaro (1978). Selanjutnya pada tahun 1984, Burger meneliti sifat dan struktur pembentuk kaca pada sistem kaca TeO2-B2O3 (Mallawany, 2002). Penelitian kaca tellurite sudah banyak dikembangkan dengan bermacam-macam komposisi. Rosmawati (2008) mendesain dan mengkaji sifat-sifat elestis, optik dan termal kaca tellurite dengan komposisi (TeO2)1-x–(ZnO)x. Hasil penelitiannya menunjukkan indeks bias kaca tellurite yang didesain berkisar antara 1,99 hingga 2,07. Penambahan konsentrasi ZnO dalam bahan menyebabkan pengurangan nilai energi band gap optik kaca tellurite. Penelitian yang dilakukan Massera (2009) dengan mendesain kaca tellurite dengan komposisi (90-x)TeO2-xZnO-10Bi2O3 sebagai bahan untuk membuat fiber optik yang bekerja pada cahaya infrared. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan ZnO dalam bahan mengakibatkan penurunan indeks bias dan densitas kaca tellurite. Fiber optik yang berhasil di fabrikasi memiliki loss (3,20,1) dB/m pada =632 nm dan (2,10,1) dB/m pada =1,5 µm. Komposisi kaca tellurite lainnya juga diteliti oleh Oo et.al (2012) dengan komposisi (Bi2O3)x-(TeO2)100-x. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa densitas meningkat (5,43 g/cm3 hingga 6,26 g/cm3) seiring meningkatnya konsentrasi bismuth dalam bahan. Begitu juga dengan indeks bias yang diukur dengan =632,8 nm yang meningkat dari 1,97 hingga 2,12 seiring meningkatnya konsentrasi bismut dalam bahan. Ozdanova, Ticha dan Tichy (2007) membuat kaca tellurite dengan komposisi (100x)TeO2-5Bi2O3-xZnO dengan x=15 dan 25 serta (100-x)TeO2-10Bi2O3-xZnO dengan x=15 dan 25. Hasil penelitian tersebut menunjukkan baik penambahan ZnO maupun Bi2O3 menyebabkan meningkatnya densitas kaca tellurite serta menurunkan energi band gap optik kaca tellurite. Penambahan Bi2O3 pada kaca tellurite dapat menaikkan viskositas kaca (Suri et.al., 2006) dan indeks bias kaca tellurite (Yousef et.al., 2007). Viskositas bahan kaca yang relatif tinggi akan menjadikan kaca stabil pada saat proses fabrikasi sehingga kaca commit to user lebih mudah terbentuk. Sedangkan penambahan bahan dengan kemampuan polarisasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang tinggi seperti PbO`dapat menaikkan non-lineritas optik kaca (Kim, 1993). Hal serupa dikemukakan oleh Eraiah (2010) bahwa dengan densitas yang tinggi dengan dispersi yang rendah akan memiliki indeks bias non-liner yang tinggi pula. Kaca yang mengandung oksida logam berat (heavy metal oxide) seperti Bi2O3 dan PbO memiliki densitas dan indek bias yang tinggi serta memiliki sifat non-lineritas yang sangat baik. Namun, penambahan Bi2O3 dalam bahan akan menurunkan energi band gap optik pada kaca tellurite. Berdasar penelitian-penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini dibuat kaca berbasis tellurite dengan bahan tellurite, bismut, zinc dan plumbum dengan komposisi 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan variasi konsentrasi PbO dalam bahan (x=1, 2, 3, 4, dan 5). Diharapkan dengan adanya penambahan konsentrasi PbO dalam bahan kaca didapatkan kaca tellurite dengan indeks bias yang tinggi serta energi band gap optik kaca yang relatif rendah. Selain itu, diharapkan kaca berbasis tellurite yang dihasilkan memiliki minimum loss pada daerah infrared sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan fiber optik infrared, sensor infrared, host material yang baik untuk penguat laser dan aplikasi-aplikasi lainnya. Dengan memperhatikan latar belakang di atas komposisi kaca tellurite yang digunakan dalam penelitian ini adalah 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan x= 1, 2, 3, 4, 5. Penelitian ini diarahkan untuk mempelajari sifat optik dan sifat thermal kaca tellurite. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi PbO (% mol) dalam kaca terhadap sifat thermal yang berkaitan dengan kinetika kristalisasi kaca dan sifat optik yang meliputi indeks bias, profil absorbansi pada daerah UV-Vis dan IR, energi band gap optik, minimum loss serta rentang transmitansi pada kaca telluirte. Sehingga kemanfaatan dari kaca dapat diperoleh. METODE Kaca difabrikasi dengan teknik melt quenching dengan komposisi kaca 55TeO2– 2Bi2O3–[43-x]ZnO–xPbO (%mol) dengan x= 2, 3, 4, 5. Tingkat kemurnian bahan Tellurite (IV) Oxide 99,99%, Bismuth (III) Oxide 99,9%, Zinc Oxide 99,9% dan Lead (II) Oxide 99%. Campuran bahan sebanyak 8 gram ditumbuk di dalam lumpang keramik kemudian dimasukkan ke dalam crucible platinum dan dilebur menggunakan furnace CARBOLITETM pada suhu 9000C selama 1,5 jam. Leburan diaduk (shake) setiap 20 menit. Sampel kaca dicetak di dalam mold berukuran (3,5x2,5x0,5)cm yang telah dipanaskan pada suhu 2500C. Setelah dicetak kaca didinginkan secara natural cooling. Salah satu sampel kaca TBZP diuji DTA untuk menentukan kisaran suhu anealing. Sampel dianealing dengan furnace NABERTHERMTM pada suhu 3750C selama 6 jam kemudian didinginkan dengan colling rate 20C/menit hingga mencapai suhu kamar. Permukaan sampel kaca dihaluskan menggunakan polishing machine secara tertahap dengan sand paper 1000, 2000 dan 4000. Uji XRD dilakukan untuk mengetahui fase amorf pada kaca. Indek bias diukur dengan peralatan sudut Brewster, absorbansi pada daerah UV-Vis diuji dengan Spektrofotometer Perkin-Elmer UV-VISNIR Lambda-25, absorbansi pada daerah IR diuji dengan Spektrofotometer FT-IR Shimadzu. Sifat thermal diuji secara non-isothermal dengan menggunakan DTA. HASIL DAN PEMBAHASAN Fabrikasi kaca tellurite quarterly dengan sistem TBZP (TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO) telah dilakukan dalam penelitian ini dengan metode melt quenching. Proses melt commitbaku to user quenching didasarkan pada peleburan bahan kristalin menjadi cairan kental yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diikuti dengan pembentukan lelehan menjadi kaca. Komposisi kaca yang difabrikasi dalam penelitian ini yaitu 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan variasi PbO (x= 1, 2, 3, 4, 5). Kaca hasil fabrikasi tampak pada Gambar 1.
Gambar 1. Kaca tellurite TBZP dengan komposisi 55TeO2-42ZnO-2Bi2O3-1PbO
Kaca TBZP hasil fabrikasi seperti tampak pada Gambar 4.1 terlihat transparan. Fase amorf atau kristal pada kaca dapat dilihat dari sifat transparan kaca. Bahan tellurite yang bersifat transparan memiliki fase amorf. Sedangkan fase padatan dari bahan tellurite yang tidak transparan adalah fase kristal (Mallawany, 2002). Semuan sampel kaca yang terbentuk berwarna kuning transparan. Tidak ada pengaruh penambahan PbO dalam bahan terhadap gradasi warna masing-masing sampel. Hal ini dikarenakan ion Pb2+ tidak termsuk ion dari unsur yang menyebabkan perubahan warna pada kaca. Menurut Konishi et.al (2003), warna pada kaca dapat disebabkan oleh penambahan ion logam transisi, ion tanah jarang atau suspensi koloid partikel logam. Efek warna pada kaca secara umum dibuat dengan mencampurkan bahan kaca dengan ion logam transisi 3d atau ion tanah jarang transisi 4f (lantanida), dimana warna muncul dari sebuah efek yang disebut efek medan ligan (Shelby, 2005). Namun dalam penelitian ini, bahan baku kaca (telllurite) tidak menggunakan logam transisi dan ion tanah jarang sehingga warna kuning pada kaca TBZP lebih disebabkan oleh suspensi koloid partikel Te. Partikel tersebut memiliki ukuran yang bersesuaian dengan panjang gelombang kuning sehingga ketika seberkas cahaya polikromatik masuk ke dalam kaca maka panjang gelombang kuning diserap sedangkan panjang gelombang lainnya akan dibiaskan. Hal ini menjadikan kaca TBZP berwarna kuning. Uji DTA dilakukan terhadap sampel kaca TBZP hasil fabrikasi. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan apakah padatan tersebut (kaca TBZP) mencirikan sebuah kaca yang memiliki fase kaca transisi (Tg) seperti yang dikemukakan Doremus (1994) dan Shelby (2005). Uji DTA juga dilakukan untuk mengetahui suhu puncak kristalisasi kaca yang akan memberikan informasi batasan suhu annealing kaca sebelum dikarakterisasi. Hasil uji DTA terlihat pada Gambar 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Exothermal ---->
DTA signal (V)
20 0
Tc=472,43 C
o
Tg=332,43 C
o
Tx=453,67 C
12
8 320
400
480
Temperatur (oC)
560
Gambar 2. Kurva hasil uji DTA kaca TBZP0
Hasil uji DTA seperti terlihat pada Gambar 2 menunjukkan adanya fase kaca transisi (Tg) pada kaca TBZP. Fase kaca transisi ditunjukkan pada kurva DTA dengan adanya lekukan endothermal pada suhu transisi kaca sekitar 332,43oC. Fase kaca transisi terjadi sebelum terjadinya fase kristalisasi yang ditandai dengan adanya puncak eksothermal yang tajam (Tp). Hasil ini menjadi salah satu keterangan bahwa kaca hasil fabrikasi dalam penelitian ini adalah padatan amorf yang memiliki fase kaca transisi. Uji XRD juga dilakukan untuk memastikan bahwa kaca TBZP hasil fabrikasi dalam penelitian ini merupakan padatan amorf. Sebelum dilakukan uji XRD, sampel kaca TBZP seperti pada Gambar 4.3a dipotong menjadi dua bagian. Kemudian dari kedua bagian tersebut, satu bagian panaskan menggunakan furnace pada suhu sekitar suhu kristalisasi (510oC) selama 10 jam, sedangkan satu bagian lainnya tidak diberikan perlakukan apapun. Setelah proses kristalisasi selesai kedua bagian dibandingkan kembali dan tampak pada Gambar 4.3b.
X
(a)
Y
(b)
Gambar 3. (a) Sampel kaca TBZP yang transparan dipotong menjadi dua bagian. (b) Sampel kaca TBZP setelah salah satu bagian dikristalkan.
Pada Gambar 3a kedua bagian potongan kaca tampak transparan. Namun setelah bagian kaca Y dikristalkan (Gambar 3b), terlihat bagian kaca Y menjadi tidak commit to user transparan dan berwarna keruh. Kedua bagian sampel X dan Y sama-sama diuji XRD
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
1200
25
1000
20
800
Intensity (a.u)
Intensity (a.u)
untuk mengetahui bahwa kedua bagian tersebut merupakan padatan amorf (X) dan padatan kristal (Y). Uji XRD dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA UGM, dengan sudut difraksi 20o-80o dengan interval sudut 0,02o. Grafik hasil uji XRD dapat dilihat pada Gambar 4.
15 10 5 0 20
600 400 200
30
40
2 Theta (deg)
50
60
0 20
30
40
2 Theta (deg)
50
60
(b)
(a)
Gambar 4 Grafik hasil uji XRD kaca TBZP yang menunjukkan padatan (a) amorf dan (b) kristal.
Hasil uji XRD (Gambar 4) memperlihatkan adanya perbedaan tipikal grafik antara bagian sampel kaca (a) dan bagian sampel kristal (b). Bentuk grafik XRD bagain kaca yang transparan (a) tidak memperlihatkan adanya puncak-puncak kristalisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bagian sampel kaca yang transparan (a) merupakan padatan amorf. Sedangkan grafik XRD pada bagaian kaca yang tidak transparan (b) menunjukkan adanya puncak-puncak kristalisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bagian sampel kaca yang tidak transparan (b) bukan padatan amorf tetapi padatan kristal. Berdasarkan evaluasi hasil pra-laboratorium, tidak semua komposisi dari bahanbahan yang digunakan menghasilkan kaca yang transparan. Pada penelitian ini, untuk mendapatkan komposisi kaca yang sesuai dan transparan, telah dilakukan beberapa kali pembuatan kaca dengan berbagai komposisi. Komposisi dan hasil kaca yang terbentuk tampak pada Gambar 5.
(a) 60TeO2-40PbO
(b) 60TeO2-40ZnO
(c) 75TeO2-10ZnO-10PbO-5K2HPO4 (d) 75TeO2-10Bi2O3-15ZnO Gambar 5. Sampel leburan tellurite dengan kombinasi bahan lainnya yang commit to user tidak membentuk kaca yang transparan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fabrikasi kaca tellurite TBZP diawali dengan perhitungan gram masing-masing bahan secara stoikiometri, sehingga didapatkan jumlah gram pada masing-masing bahan kaca TBZP dengan komposisi 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan x= 1, 2, 3, 4, 5 seperti terlihat pada Tabel 3.1 pada Bab 3. Masing-masing campuran sampel (x=1 hingga x=5) ditumbuk menggunakan lumpang dan alu yang terbuat dari keramik selama 15 menit. Kemudian, bahan dimasukkan ke dalam cruicible platinum yang dipanaskan di dalam furnace dengan suhu melting 900oC selama 1 jam. Furnace akan mulai bekerja dengan kenaikan suhu secara fluktuatif dan akan stabil pada suhu yang telah diset. Pada saat suhu telah mencapai 900oC, bahan diaduk-aduk (shake) hingga leburan terlihat mengental. Tujuan pengadukan adalah untuk meningkatkan homogenitas bahan leburan melalui konveksi dan inter difusi dari atom-atom penyusunnya. Pada saat diaduk, leburan terlihat bening. Hal ini ditandai dengan terlihatnya bagian dasar crucible. Pengadukan ini dilakukan berulang-ulang pada suhu maksimum yang stabil (900oC). Pada saat pengadukan, seringkali terlihat adanya gelembung-gelembung di dasar crucible. Jika gelembung-gelembung tersebut tidak hilang maka suhu leburan dinaikkan menjadi 950oC, dan ketika sudah gelembung tersebut hilang, suhu furnace dikembalikan menjadi 900oC. Setelah peleburan selesai kemudian dilakukan pencetakan sampel ke dalam mold. Crucible yang berisi leburan dari dalam furnace bersuhu 900oC dikeluarkan, kemudian crucible dishake beberapa detik lalu dituangkan ke dalam mold yang bersuhu 300oC. Tujuan leburan dishake sebelum dituangkan ke dalam mold adalah supaya kaca yang terbentuk tidak pecah. Jika leburan yang bersuhu 900oC dituangkan langsung ke dalam mold bersuhu 300oC maka kaca yang terbentuk akan pecah. Kemudian jika suhu mold lebih dari 300oC maka kaca yang terbentuk akan menempel pada mold dan sebagian terbentuk kristal. Pembentukan kristal pada kaca dapat dihindari dengan menjaga tingkat viskositas kaca. Dalam hal ini digunakan senyawa Bi2O3 karena memiliki massa senyawa relatif cukup besar. Senyawa Bi2O3 juga dapat menurunkan stabilitas termal terhadap kristalisasi dan dapat menaikkan viskositas kaca (Suri, 2006). Sehingga lelehan kaca tidak terkristalisasi ketika proses pencetakan. Tingkat viskositas yang tinggi sangat berpengaruh pada proses pendinginan dan pembentukan kaca. Semakin tinggi viskositas bahan makan proses pendinginan akan semakin cepat dan dalam hal ini akan menghambat proses terbentuknya kristalisasi. Setelah sampel kaca terbentuk, salah satu sampel yakni TBZP0 yang merupakan kaca tellurite-bismuth-zinc yang tidak mengandung plumbum di uji DTA. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui suhu kristalisasi kaca TBZP. Hasil uji DTA menunjukkan suhu kaca transisi (Tg) sebesar 332,43oC. Suhu kaca transisi merupakan suhu dimana suatu kaca mengalami transformasi dari padatan yang rigid menjadi cairan supercooled dan sangat viscous. Titik transisi kaca merupakan sifat penting dari kaca karena sifat ini merepresentasikan batas suhu atas dimana suatu kaca dapat digunakan. Suhu kristalisasi (Tc) diketahui sebesar 472,43oC dan suhu awal kristalisasi (Tx) sebesar 453,67oC. Suhu annealing seluruh sampel TBZP tidak boleh melebihi suhu awal kristalisasi (Tx) karena akan menyebabkan tumbuhnya kristal pada kaca. Dari informasi tersebut maka suhu annealing seluruh sampel TBZP yang digunakan sebesar 375oC. Proses annealing dilakukan menggunakan furnace Computerized Nabertherm. Annealing dilakukan bertujuan agar atom-atom penyusun kaca dapat terdifusi secara merata, sehingga terbentuk keseragaman rapat zat pada kaca. Annealing dilakukan pada suhu 375oC selama 6 jam, kemudian dilakukan pendinginan dengan cooling rate sebesar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2oC/menit hingga mencapai suhu 100oC. Selanjutnya didinginkan secara natural cooling. Setelah proses annealing, selanjutnya dilaukan polishing. Polishing dilakukan pada kedua sisi sampel kaca. Polishing dilakukan secara bertahap. Polishing dengan sand paper berukuran 1000 digunakan untuk meratakan permukaan kaca yang bergelombang dan untuk merapikan tepi kaca. Kaca yang dipolish dengan sand paper 1000 menjadi tidak transparan karena tekstur kaca agak kasar. Setelah permukaan kaca rata dan bentuknya sudah teratur, polishing dilanjutkan dengan sand paper 2000. Pada tahap ini kaca menjadi transparan kembali namun masih terdapat goresan. Selanjutnya polish terakhir menggunakan sand paper 4000. Pada tahap ini kaca menjadi sangat transparan dan permukaannya sudah tidak terdapat goresan. Setelah semua kaca melaui proses polishing, selanjutnya kaca siap dikarakterisasi sifat optik dan sifat thermalnya. Reflektansi dan Indek Bias Pada peristiwa pemantulan dan pembiasan, reflektansi merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang dipantulkan dengan intensitas cahaya yang datang. Sedangkan transmisi merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang diteruskan dengan intensitas cahaya yang datang. Kaca yang baik memiliki kemampuan tinggi dalam mentransmisikan cahaya. Kemampuan mentransmisikan cahaya yang tinggi ditunjukkan dengan nilai reflektansi yang kecil. Ketika cahaya mengenai sebuah permukaan material dielektrik (non-conducting) dalam hal ini kaca, maka sebagian cahaya datang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan. Fraksi dari cahaya datang yang dipantulkan bergantung dari sudut datang dan arah polarisasi dari cahaya datang. Cahaya secara natural merupakan gelombang elektromagnetik yang tidak terpolarisasi yang terdiri dari medan listrik dan medan magnetik yang saling tegal lurus. Cahaya datang dapat direpresentasikan menjadi dua komponen yaitu komponen polarisasi sejajar bidang datang dan komponen tegak lurus bidang datang. Komponen polarisasi sejajar bidang datang merupakan mode Tranverse Magnetic (TM) dan komponen polarisasi tegak lurus bidang datang merupakan mode Tranverse Electric (TM). Grafik hasil pengukuran reflektansi masing-masing sampel kaca TBZP pada mode TE dan TM tampak pada Gambar 4.6. Nilai reflektansi mode TE terus meningkat seiring meningkatnya sudut datang pada semua sampel kaca TBZP. Namun pada mode TM, nilai reflektansi menurun seiring meningkatnya sudut datang sampai sekitar sudut 60o-65o, setelah itu nilai reflektansi meningkat kembali pada semua sampel kaca TBZP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
0,6
digilib.uns.ac.id
0,6
TE1 TM1
Reflectance (%)
0,4
0,4
0,3
0,3
0,2
0,2
0,1
0,1 0,0
0,0
0
TE2 TM2
0,5
Reflectance (%)
0,5
10
20
30
40
50
60
70
Angle of Incidence ()
80
90
0
10
20
0,6
0,6
TE3 TM3
70
80
90
Reflectance (%)
Reflectance (%)
0,3 0,2
0,2
0,1
0,1
0,0
10
20
30
40
50
60
70
Angle of Incidence ()
80
90
0
10
0,6
TE5 TM5
30
40
50
60
70
Angle of Incidence ()
80
90
TM2 TM4 TM5 TM3 TM1
0,016
Reflectance (%)
0,5
20
(d)
(c)
Reflectance (%)
0,4
0,012
0,3
0,008
0,2 0,1 0,0
60
0,4
0,3
0
50
TE4 TM4
0,5
0,4
0,0
40
(b)
(a)
0,5
30
Angle of Insidence ()
0,004
0
10
20
30
40
50
60
70
Angle of Incidence ()
(e)
80
90
55
60
65
Angle of Incidence ()
70
(f)
Gambar 6. Kurva reflektansi vs sudut datang pada mode TE dan TM pada kaca, (a) TBZP1, (b) TBZP2, (c) TBZP3, (d) TBZP4 dan (e) TBZP5. Serta mode TM semua sampel (f).
Kecenderungan kurva reflektansi baik mode TE dan mode TM hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pedroti (1993) bahwa pada mode TE nilai reflektansi menngkat seiring dengan semakin besarnya sudut datang. Namun pada mode TM, nilai reflektansi menurun hingga mendekati nol pada sudut datang tertentu (sudut commit to user Dari grafik mode TM tersebut, Brewster) kemudian setelah itu kembali meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat diindikasikan bahwa sudut brewster masing-masing sampel kaca berada sekitar sudut 60o-65o (Gambar 4.6f). Informasi sudut brewster diperlukan untuk menentukan besar indek bias kaca. Sehingga dilakukan pengukuran ulang reflektansi pada mode TM dengan memperkecil sudut datang pada rentang dari 61,5o-64,5o dan dilakukan sebanyak tiga kali pengukuran pada masing-masing sampel. Grafik hasil pengukuran reflektansi pada mode TM di sekitar sudut brewster tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. 4,9
3,8
st
st
4,7
3,6 3,5
4,6
3,4
4,5
3,3
3,2 62,0
1 Measurement nd 2 Measurement
4,8
Reflectance TM2 (%)
Reflectance TM1 (%)
3,7
1 Measurement nd 2 Measurement
4,4
62,5
63,0
63,5
64,0
4,3 62,0
64,5
Angle of Incidence ()
62,5
(a)
5,0
5,0
Reflektansi TM4 (%)
Reflectance TM3 (%)
64,0
64,5
63,5
64,0
64,5
4,9 4,8
4,8
4,7
4,7
4,6
4,6
4,5
st
1 Measurement nd 2 Measurement
62,5
63,0
63,5
64,0
64,5
Angle of Incidence ()
4,4 62,0
st
1 Measurement nd 2 Measurement 62,5
63,0
Angle of Incidence ()
(d)
(c)
4,7 4,6
Reflectance TM5 (%)
4,4 62,0
63,5
(b)
4,9
4,5
63,0
Angle of Incidence ()
4,5 4,4 4,3 4,2
4,1 62,0
st
1 Measurement nd 2 Measurement
62,5
63,0
63,5
64,0
Angle of Incidence ()
64,5
(e)
Gambar 7 Kurva reflektansi vs sudut datang pada kaca TBZP mode TM untuk menentukan sudut brewster
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada Gambar 7, pengukuran reflektansi pada mode TM disekitar sudut brewster dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing sampel kaca TBZP. Sudut brewster dapat diketahui dari nilai reflektansi terkecil pada grafik. Hasil pengulangan pengukuran menunjukkan nilai sudut brewster yang diperoleh pada TM1 hingga TM3 selalu sama dan pada TM4 dan TM5 terdapat satu kali pengukuran yang berbeda sehingga diambil nilai reratanya. Dapat dilihat pada Gambar 4.7, bahwa kisaran sudut brewster dari pengukuran reflektansi TM1 (sampel TBZP1) hingga TM5 (sampel TBZP5) terus meningkat. Secara spesifik nilai reflektansi terkecil pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data tersebut dapat diketahui besar sudut brewster pada masing-masing sampel. Dengan menggunakan Persamaan (2.7) pada Bab 2, dapat dihitung besar indek bias secara eksperimen masing-masing sampel kaca TBZP yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai indek bias kaca TBZP secara eksperimen dan teoritis Sampel
%mol PbO
(n±n) experimen
n teoritis
TBZP1
1
1,949±0,000
2,234
TBZP2
2
1,963±0,000
2,242
TBZP3
3
1,977±0,000
2,249
TBZP4
4
1,986±0,008
2,256
TBZP5
5
2,011±0,008
2,264
Refractive Index (n)
2,265
Experiment Theoretical
2,250 2,235 2,000 1,975 1,950 1,925
1
2
3
4
Concentration of PbO (mol%)
5
Gambar 8 Kurva pengaruh konsentrasi PbO (%mol) terhadap indek bias kaca TBZP secara eksperimen dan teoritis
Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran indek bias kaca secara eksperimen (kolom ketiga) dan secara teoritis atau perhitungan berdasarkan komposisi (kolom keempat). Berdasarkan Tabel 4.1, dan Gambar 4.8 diketahui bahwa indek bias kaca TBZP secara commit to userkonsentrasi ion Pb 2+ dalam bahan eksperimen meningkat seiring dengan meningkatnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kaca. Indek bias kaca TBZP ini sedikit lebih rendah dengan indek bias kaca TBZ dengan nilai 2,149 (Massera, 2009). Indek bias teoritis kaca TBZP pada Tabel 4.1 (kolom keempat) diperoleh secara perhitungan dengan menggunakan Persamaan (2.12) dan data standar Tabel Unsur Periodik (Freshney, 2009) sehingga tidak memiliki ralat pengukuran. Indek bias kaca TBZP secara teoritis berdasarkan komposisi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi PbO dalam kaca TBZP (Gambar 4.8). Kecenderungan seperti ini sama dengan hasil indek bias berdasarkan eksperimen. Namun, jika dibandingkan antara indek bias berdasarkan hasil eksperimen dengan indek bias teoritis, dapat diketahui bahwa indek bias teoritis jauh lebih besar dibandingkan dengan indek bias hasil eksperimen. Hasil temuan Ticha et.al (2004) juga menunjukkan bahwa indek bias teoritis lebih besar daripada indek bias secara eksperimen. Jika dikaitkan dengan susunan atom penyusun kaca, indek bias kaca secara teoritis mengasumsikan susunan atom penyusun kaca lebih stabil atau teratur sehingga memiliki kepadatan yang lebih rapat. Sementara kaca yang sesungguhnya (hasil fabrikasi) merupakan padatan amorf (susunan atomnya tidak teratur) dan memiliki kepadatan yang lebih rendah dari kondisi stabilnya (teoritis). Begitu juga dengan volum kaca, diasumsikan bahwa volum kaca secara teoritis lebih kecil daripada volum kaca hasil fabrikasi. Semakin besar kepadatan kaca (volum kecil) semakin besar pula indek bias kaca tersebut. Hal ini yang menjadikan indek bias secara teoritis lebih besar daripada indek bias real atau secara eksperimen. Indek bias kaca TBZP secara eksperimen dan teoritis meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Hasil penelitian ini memperkuat apa yang telah diteliti oleh Eraiah (2010) bahwa penambahan ion Pb2+ dalam bahan akan memutuskan ikatan Te-O-Te dan membentuk membentuk nonbridging oxygen (NBO) baru seperti Te-O-Pb2+ dalam struktur kaca tellurite. Peningkatan jumlah non-bridging oxygen (NBO) ini akan meningkatkan indek bias kaca karena non-bridging oxygen (NBO) lebih bersifat polarisabilitas daripada bridging oxygen (BO) sehingga terdapat hubungan yang proporsional antara polarisabilitas dengan indek bias (Mallawany et.al., 2008). Karena non-bridging oxygen (NBO) lebih dapat terpolarisasi daripada bridging oxygen (BO), perubahan komposisi kaca yang menyebabkan meningkatnya non-bridging oxygen (NBO) akan meningkatkan indek bias kaca, namun jika perubahan komposisi kaca menyebabkan menurunya nonbridging oxygen (NBO) maka indek bias kaca juga akan menurun. Indek bias kaca ditentukan oleh interaksi cahaya dengan elektron dari atom unsur dari kaca. Peningkatan kerapatan elektron maupun polarisabilitas dari ion dalam kaca dapat meningkatkan indek bias. Penambahan ion Pb2+ yang memiliki sifat polarisabilitas yang besar dalam bahan kaca TBZP akan meningkatkan awan elektron dan menurunkan bilangan oksidasi sehingga dapat meningkatkan indek bias kaca. Jenis ion yang meniliki polarisabilitas yang tinggi dalam kaca, seperti Pb 2+ dapat menahan perambatan cahaya yang masuk ke dalam kaca (Ticha et.al, 2004). Hal ini menjadikan kecepatan cahaya dalam kaca menjadi menurun sehingga indek bias kaca menjadi semakin besar. Shelby (2005), juga memaparkan bahwa bahan kaca yang mengandung konsentrasi PbO yang tinggi akan memiliki indek bias kaca yang tinggi pula. Peningkatan indek bias kaca TBZP yang dipengaruhi oleh polarisabilitas juga dapat dianalisis dari Persamaan Lorentz-Lorenz seperti ditulisakan pada Persamaan (2.12) hingga Persamaan (2.15) di Bab 2, yang menunjukkan jika polarisabilitas commit user molekul (m) meningkat maka indek bias kacato(n) juga akan meningkat. Penambahan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsentrasi ion Pb2+ dalam kaca TBZP dapat menggantikan posisi Zn2+. Ion polarisabilitas (i) Pb2+ (3,632) lebih besar dari ion polarsabilitas Zn2+ (0,283) sehingga terjadi peningkatan polarisabilitas kaca. Dengan meningkatknya polarisabilitas kaca, maka perambatan cahaya dalam kaca akan menurun sehingga indek bias kaca TBZP meningkat. Kaca dengan indek bias yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat fiber optik dengan indek bias yang tinggi. Fiber optik yang memiliki indek bias yang tinggi akan memiliki numerical aperture (NA) yang besar pula. Dengan numerical aperature yang besar, intensitas cahaya (intensitas awal) dapat masuk ke dalam fiber optik dengan jumlah yang lebih besar sehingga dapat diaplikasikan untuk fibre sensor evanescence.
Absorbansi pada daerah UV-Vis Pengukuran absorbansi dilakukan pada daerah UV-VIS menggunakan Spektrofotometer Perkin-Elmer UV-VIS-NIR Lambda-25. Hasil pengukuran absorbansi pada daerah UV-VIS ditampilkan pada Gambar 9 dan hasil koefisien absorbansi ditampilkan pada Gambar 10. Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa spekrtum absorbansi optik tidak memiliki puncak yang tajam yang merupakan karakteristik dari sebuah kaca (Subrahmanyam, 2000). Dapat dilihat bahwa pada daerah ultraviolet (<380 nm) cahaya memiliki nilai absorbansi yang besar. Nilai absorbansi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Namun nilai absorbansi tersebut menurun ketika panjang gelombang memasuki daerah cahaya tampak (visible light) setelah melewati UV edge (sekitar 380 nm). Pada daerah cahaya tampak, yakni pada rentang panjang gelombang dari 380 nm hingga 780 nm, cahaya memiliki nilai absorbansi yang sangat kecil. Dengan kata lain pada daerah tersebut cahaya lebih banyak ditransmisikan. 15 X=1 X=2 X=3 X=4 X=5
Absorption (a.u)
12 9 6 3 0 400
500
600
(nm)
700
Gambar 9 Kurva absorbansi vs panjang gelombang pada kaca TBZP pada daerah UV-Vis
commit to user
800
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
-1
Coefficience of Absorption (cm )
30 TBZP1 TBZP2 TBZP3 TBZP4 TBZP5
25 20 15 10 5 0 350
400
450
500
550
nm) Gambar 10 Kurva koefisien absorbansi vs panjang gelombang yang menunjukkan pergeseran UV edge pada kaca TBZP
Walaupun transparan atau tidak berwarna, kaca tidak dapat mentransmisikan radiasi pada panjang gelombang melampaui UV edge (Shelby, 2005). Hal ini terlihat pada Gambar 10, nilai absorbansi meningkat drastis setelah melewati UV edge pada daerah ultraviolet untuk semua variasi kaca TBZP. Meningkatnya nilai absorbansi menjadikan cahaya tidak dapat ditansmisikan pada daerah UV. Frekuensi pada daerah tersbut disebabkan oleh transisi elektron valensi dari anion jaringan ke keadaan tereksitasi. Pertukaran anion jaringan dari keadaan terikat (bridging state) ke keadaan tak-terikat (non-bridging state) akan menurunkan energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektronik dan menggeser UV edge ke arah frekuensi yang lebih rendah atau ke arah panjang gelombang yang lebih panjang (Gambar 10). Hasil ini serupa dengan temuan Lezal et.al. (2001) dimana penambahan ion Pb2+ pada kaca tellurite akan menggeser kurva absorbansi UV edge menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Energi Band Gap Optik Absorbansi pada daerah UV-Vis lebih diakibatkan oleh adanya transisi elektron dari ground state ke excitation state. Sehingga dengan menggunakan data absorbansi pada daerah UV-Vis, dapat ditentukan besarnya energi band gap optik secara transisi tidak langsung (indirect transition). Energi band gap optik secara indirect transition ditentukan dengan metode touch plot pada kurva (hv)1/2 versus (hv) seperti pada Gambar 11 dan nilainya ditampilkan pada Tabel 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
TBZP1
7
1/2
5
4
4
3
3
2
2
3,0
3,1
3,2
hv [eV]
3,3
3,4
TBZP2
6
hv)
1/2
6 5
hv)
8
[cm eV]
7
-1
[cm eV]
1/2
8
1/2
9
-1
9
10
3,5
3,0
3,1
3,2
hv [eV]
3,3
3,4
3,5
3,3
3,4
3,5
3,3
3,4
3,5
(b) (a) 10
TBZP3
9 [cm eV]
-1
7
1/2
5
hv)
1/2
hv)
6
4 3 2
TBZP4
8
1/2
8
-1
[cm eV]
1/2
9
10
7 6 5 4 3
3,0
3,1
3,2
hv [eV]
3,3
3,4
2
3,5
3,0
3,1
(d)
(c) 10
10
TBZP5 [cm eV]
1/2
8
-1
7
1/2
5
hv)
1/2
hv)
6
4
8 7 6 5 4 3
3 2
x=1 x=2 x=3 x=4 x=5
9
-1
[cm eV]
1/2
9
3,2
hv [eV]
3,0
3,1
3,2
hv [eV]
3,3
3,4
3,5
2
3,0
3,1
3,2
hv [eV]
(f) (e) Gambar 11 Kurva (hv)1/2 vs (hv) untuk menentukan energi band gap optik secara indirect transition pada kaca; (a) TBZP1, (b) TBZP2, (c) TBZP3, (d) TBZP4, (e) TBZP5, dan (f) gabungan TBZP1-TBZP5 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2 Nilai energi band gap optik secara indirect transition pada kaca TBZP Energi band gap (eV) Sampel indirect transition TBZP1
3,24 0,05
TBZP2
3,18 0,05
TBZP3
3,12 0,05
TBZP4
3,10 0,05
TBZP5
3,25 0,05
Pada Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa nilai energi band gap secara indirect transition menurun seiring dengan bertambahnya PbO dalam kaca TBZP. Lebar celah antara pita konduksi dan pita valensi menentukan besarnya energi band gap optik pada kaca. Semakin besar celah antar pita tersebut maka energi band gap yang diperlukan elektron untuk tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi juga semakin besar. Penambahan ion Pb2+ pada bahan kaca TBZP menjadikan celah antara pita konduksi dan pita valensi semakin kecil, sehingga energi band gap optik pada kaca TBZP semakin menurun. Hal ini terlihat pada Tabel 2, energi band gap optik kaca TBZP menurun dari TBZP1 hingga TBZP4. Hal serupa yang ditemukan oleh Eraiah (2010), bahwa penambahan ion Pb2+ dalam bahan kaca tellurite menjadikan energi band gap optik menurun. Tidak hanya pada kaca tellurite, Saddek et.al. (2010) menemukan hasil dalam penelitiannya bahwa penambahan ion Pb2+ dalam kaca borosilikate dapat menaikkan indek bias kaca namun juga menurunkan energi gap optik kaca. Penurunan energi band gap karena penambahan network modifier (oksida logam/oksida alkali) seperti PbO dapat dipahami karena adanya perubahan struktur dalam kaca tellurite. Penambahan network modifier di dalam matriks TeO2 merubah koordinasi Te dari TeO4 trigonal bipyramid (tbp) menjadi TeO3 trigonal pyramid (tp) melalui perantara polyhedral TeO3+1 (Silva, et.al. 2001). Hal ini akan mengubah struktur bridging oxygen (O-Te-O) menjadi struktur non-bridging oxygen baru (O-TePb2+) dalam matriks kaca tellurite. Menurut Hooi Ming Oo et.al. (2012), meningkatnya non-bridging oxygen menjadikan kurang rapatnya anion oksigen, dan membentuk ikatan kovalen Te-O yang kuat di dalam unit TeO3 sehingga menyebabkan anion oksigen kurang rapat dalam jaringan kaca. Oleh karena itu, semakin meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ maka ikatan anion oksigen (elektron valensi) semakin kurang rapat dan semakin besar pula penurunan energi band gap optik pada kaca tellurite. Pada Tabel 2, energi band gap kaca TBZP kembali meningkat pada TBZP5 setelah menurun dari TBZP1 hingga TBZP4. Energi band gap minimum terdapat pada TBZP4. Hal ini menunjukkan bahwa kaca TBZP4 lebih tidak stabil dari kristalisasi atau lebih dekat dengan fase kristalisasi. Semakin mendekati fase kristal maka energi band gap kaca semakin kecil. Kristal memiliki susunan atom yang rapat dan teratur memiliki energi band gap yang besar daripada amorf yang memiliki susunan atom yang lebih renggang dan tidak teratur. Ketidakstabilan kaca TBZP4 juga diperkuat dengan hasil pengukuran stabilitas kaca pada Gambar 4.20. Pada proses pembentukan kaca, kondisi kestabilan kaca tidak menunjukkan adanya keteraturan seiring dengan meningkatnya penambahan bahan tertentu namun lebih ditentukan berdsarkan daerah pembentukan to user daerah pembentukan kaca. kaca seperti yang sudah dijelaskan padacommit Bab 2 mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Absorbansi pada daerah infrared Pengukuran absorbansi dilakukan pada daerah IR menggunakan Shimadzu FTIR. Hasil pengukuran absorbansi pada daerah IR ditampilkan pada Gambar 12 dan hasil koefisien absorbansi pada daerah IR ditampilkan pada Gambar 13. 2,0
Absorption (a.u)
1,5
x=1 x=2 x=3 x=4 x=5
1,0
0,5
0,0 5000
5500
6000
6500
(nm)
7000
7500
8000
Gambar 12 Kurva absorbansi vs panjang gelombang kaca TBZP pada daerah infrared
Pada daerah infrared (Gambar 12), cahaya lebih banyak ditransmisikan pada rentang panjang gelombang kurang dari 6000 nm. Sedangkan cahaya lebih banyak mengalami absorbansi pada panjang gelombang lebih dari 6500 nm setelah melewati IR edge yang berada pada panjang gelombang sekitar 6250 nm. Pada daerah infrared nilai absorbansi menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Absorbansi spektrum cahaya pada daerah UV-Vis disebabkan oleh adanya transisi elektronik. Namun, pada daerah infrared, absorbansi optik lebih diakibatkan oleh adanya transisi vibrasi, walaupun masih terdapat energi transisi elektronik, namun energi tersebut sangat lemah. Menurut Shelby (2005), absorbansi pada daerah infrared dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: pertama, absorbansi karena impurity yang disebabkan oleh gas atau ikatan isotop hidrogen; kedua, adanya infrared cuttoff atau multiphonon edge; dan ketiga, karena vibrasi struktur dasar. Absorbansi daerah infrared terjadi akibat adanya vibrasi atom dari molekulmolekul penyusunya. Ketika sumber sinar laser pada spectrophotometer memancarkan radiasi yang bersesuaian dengan panjang gelombang infrared dan mengenai sampel kaca maka terjadi interaksi yang menyebabkan molekul-molekul penyusun sampel kaca bergetar yang akan meningkatkan amplitudonya. Peningkatan amplitudo ini juga akan meningkatkan energi vibrasinya akibat adanya absorbansi pada frekuensi tertentu. Frekuensi penyerapan pada infrered ini adalah frekuensi yang bersesuaian dengan frekuensi dari vibrasi molekul-molekul tersebut.
commit to user
-1
Coefficience of Absorption (cm )
perpustakaan.uns.ac.id
9 8 7
digilib.uns.ac.id
TBZP1 TBZP2 TBZP3 TBZP4 TBZP5
6 5 4 3 5000
5500
6000
nm
6500
7000
Gambar 13 Kurva koefisien absorbansi vs panjang gelombang yang menunjukkan pergeseran kurva absorbansi pada IR edge pada kaca TBZP
Melalui Persamaan (2.19) dan Persamaan (2.20), dapat diprediksikan bahwa absorbansi vibrasional akan bergeser menuju daerah infrared jika gaya ikat semakin lemah atau massa atom semakin besar. Pada Gambar 4.13, dapat dilihat bahwa penambahan ion Pb2+ dalam kaca TBZP menjadikan kurva absorbansi pada IR edge atau multiphonon edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan penambahan ion Pb2+ menjadikan massa reduksi total (µ) molekul penyusun bahan kaca TBZP akan bertambah. Bahan PbO yang digunakan untuk membuat kaca TBZP memiliki massa molekul relatif yang cukup besar yakni 223,20 gram/mol. Bertambahnya massa reduksi total (µ) molekul penyusun bahan kaca TBZP menjadikan frekuensi vibrasi atom semakin rendah. Karena frekuensi berbanding terbalik dengan panjang gelombang, makan kurva absorbansi vibrasional pada IR edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih tinggi. Infrared edge (infrared cutoff) atau disebut multiphonon edge pada kaca disebabkan oleh adanya kombinasi getaran infrared dasar antara kation dan anion yang membentuk struktur kaca (Shelby, 2005). Pita absorbansi yang sangat intens ini mencegah aplikasi praktis dari kaca untuk mentransformasi cahaya pada panjang gelombang yang lebih panjang. Hal ini terlihat pada Gambar 4.16, bahwa cahaya mengalami penyerapan yang sangat besar setelah melewati batas multiphonon edge menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Posisi tepian (edge) ini dikontrol oleh kekuatan ikatan antar atom dalam kaca dan massa atom tersebut. Prediksi Minimum loss Atenuasi pada kaca dapat disebabkan oleh loss secara intrinsik dan loss secara ekstrinsik (Feng et.al, 2008). Loss secara ekstrinsik diakibatkan adanya beberapa pengotor atau ketidakmurnian dalam bahan baku kaca (Mallawany, 2002), serta cacat seperti gelembung pada kaca (Saad, 2009). Ketidakmurnian bahan secara ekstrinsik yang paling besar pengaruhnya berasal dari ion OH- yang masuk kedalam bahan melalui uap air (Karmakar et.al, 1999). Selain ion OH-, ketidakmurnian juga disebabkan adanya commit to user elemen logam transisi, elemen tanah jarang dan gas terlarut seperti CO 2 (Saad, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Loss secara ekstrinsik lebih disebabkan oleh adanya penyerapan ultraviolet, penyerapan infrared dan rayleight scattering (Saat, 2009). Prediksi intrinsik loss kaca secara teoritis didapat dari perpotongan kurva IR edge dengan kurva rayleigh scattering pada grafik loss (dB/m) versus panjang gelombang (Brady et.al, 1998). Dari titik perpotongan tersebut diperoleh informasi panjang gelombang dengan loss yang terendah atau minimum loss. Dalam penelitian ini, kurva rayleigh scattering diadopsi dalam jurnal penelitian Bardy et.al (1998) yang merupakan kurva rayleigh scattering pada daerah infrared. Hasil grafik penentuan minimum loss secara teoritis pada kaca TBZP dapat dilihat pada Gambar 14 dan gambar selengkapnya pada Lampiran 3. Informasi nilai minimum loss secara teoritis dengan panjang gelombang tertentu ditampilkan pada Tabel 3. 1000 100
X=4
IR edge
-1
Loss (dB.m )
10 1 0,1
Rayleigh Scattering
0,01 1E-3 1E-4 4500
4800
5100
5400
5700
6000
(nm) Gambar 14. Kurva loss (dB/m) vs (nm) untuk menentukan minimum loss teoritis kaca tellurite (TBZP4)
Tabel 3 Nilai loss dan panjang gelombang pada prediksi minimum loss teoritis kaca TBZP Prediksi Loss Sampel Nilai Loss (dB/m) (nm) TBZP1 TBZP2 TBZP3 TBZP4 TBZP5
2,31 x 10-3 2,94 x 10-3 2,65 x 10-3 2,51 x 10-3 2,35 x 10-3
5848,9 5534,2 5663,7 5727,4 5821,2
Pada Tabel 3 dapat diketahui nilai loss kaca tellurite berkisar antara 2,31·10-3 dB/m hingga 2,94·10-3 dB/m pada panjang gelombang () 5534,2 nm hingga 5848,9 nm. Nilai loss kaca menurun dari TBZP2 hingga TBZP5. Nilai loss terbesar terdapat pada kaca TBZP2 yakni 2,94·10-3 dB/m (=5534,2 nm) sedangkan loss terendah (minimum loss) terdapat pada kaca TBZP1 yakni 2,31·10-3 dB/m (=5848,9 nm). Hasil ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan nilai minimum loss pada jenis kaca yang sering digunakan seperti kaca silika. Menurut Lancry et.al, (2009), minimum loss teoritis kaca silika murni sebesar 0,115·10-3 dB/m pada panjang gelombang 1550 to nmuser dan menurut Simpson (2008) sekitar commit -3 0,1·10 dB/m pada panjang gelombang sekitar 1640 nm. Jika dibandingan nilai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minimum loss teoritis kaca TBZP dengan kaca standar yakni kaca silika, maka dapat disimpulkan bahwa nilai minimum loss teoritis kaca silika jauh lebih kecil dibandingkan dengan kaca TBZP. Namun, minimum loss teoritis kaca silika lebih berada pada daerah near-infrared sedangkan minimum loss kaca TBZP lebih berada pada daerah midinfrared. Nilai loss secara teoritis juga berbeda dengan nilai loss secara eksperimen. Pada kaca silika, nilai minimum loss teoritis sebesar 0,115·10-3 dB/m pada panjang gelombang 1550 nm, sedangkan secara eksperimen nilai minimum loss kaca silika didapat sebesar 0,15·10-3 dB/m pada panjang gelombang yang sama (Lancry et.al, 2009). Jika dibandingkan, nilai loss secara eksperimen lebih besar daripada nilai loss secara teoritis. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya ektrinsik loss yang mempengaruhi proses fabrikasi kaca. Rentang Transmitansi Rentang transmitansi kaca TBZP dapat dicari dengan menggabungkan kurva absorbansi pada daerah UV-Vis dan daerah infrared. Absorbansi terendah menunjukkan nilai transmitansi yang tertinggi. Rentang transmitansi ditampilkan pada Gambar 15. Rentang transmitansi yang diperoleh dengan menggabungkan kurva UV edge dengan kurva IR edge. Nilai rentang transmitansi ditampilkan pada Tabel 4. 1,5
Absorption (a.u)
TBZP1
1,0
IR edge
UV edge
0,5
0,0
1000
2000
3000
4000
nm
5000
6000
Gambar 15 Rentang transmitansi berdasarkan kurva UV edge dan IR edge pada kaca TBZP1
Tabe 4 Nilai rentang transmisi berdasarkan UV-Vis edge dan IR edge kaca TBZP Sampel
(UV-Vis edge) nm
(IR edge) nm
Rentang Transmitansi () nm
TBZP1 TBZP2 TBZP3 TBZP4 TBZP5
376,95 390,21 380,72 380,83 377,66
6408,22 7145,76 7160,84 7183,78 7181,16
6031,27 6755,55 6780,12 6802,95 6803,50
Pada Gambar 15, dapat diamati bahwa setelah melewati UV edge cahaya lebih banyak ditransmisikan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai absorbansi pada daerah tersebut. Pada daerah IR, cahaya lebih banyak ditransmisikan sebelum melewari IR edge. Dengan menggabungkan kurva absorbansi pada daerah UV-Vis dan IR maka commit to user didapatkan rentang tranmitansi kaca TBZP yang ditandai dengan menurunnya nilai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
absorbansi. Pada Tabel 4.4, dapat dilihat adanya efek penambahan PbO terhadap rentang transmitansi kaca TBZP. Penambahan ion Pb2+ dapat meningkatkan rentang transmitansi pada kaca TBZP. Hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya rentang transmitansi kaca mulai dari TBZP1 hingga TBZP5. Hasil ini berbeda dengan nilai rentarng transmitansi pada kaca standar yaitu kaca silika. Kaca silika meniliki rentang transmitansi yang baik mulai dari 200 nm hingga 2000 nm atau dengan kata lain sekitar 1800 nm (Manning, 2011). Dari perbandingan tersebut dapat diketahu bahwa kaca silika lebih dapat bekerja pada daerah cahaya tampak hingga near-infrared sedangkan kaca tellurite dapar bekerja hingga mencapai daerah mid-infrared.
Heat Flow
120 116 112
Exothermic ------->
Data Hasil Uji DTA Hasil uji DTA menunjukkan adanya puncak-puncak yang menunjukkan suhu transisi kaca, suhu awal kristalisasi kaca, suhu puncak kristalisasi dan suhu akhir kristalisasi. Pada Gambar 16 dan Gambar 17 ditampilkan kurva hasil uji DTA untuk sampel TBZP3. 124 o
TBZP3, =15 C/min
Tg
108 104 200
Tp
Tl
Tx
300
400
500
o
Temperature ( C)
600
700
Gambar 4.16. Grafik hasil uji DTA untuk TBZP3 dengan =15oC/min yang menunjukkan adanya suhu transisi kaca (Tg), suhu awal kristalisasi (Tx) dan suhu puncak kristalisasi (Tp).
Suhu transisi kaca (Tg) diambil pada posisi kurva yang mulai menurun pada daerah suhu transisi kaca seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. Suhu awal kristalisasi (Tx) diambil dari perpotongan dua buah garis bantuan dengan garis pertama berposisi horizontal dan garis kedua berposisi vertikal mengikuti yang disesuikan dengan bentuk kurva. Suhu puncak kristalisasi (Tp) diambil dari puncak exothermik maksimum (Gambar 17). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 17. Grafik hasil uji DTA untuk TBZP3 secara non-isothermal dengan laju pemanasan dari =10, 15, 20, 25oC/min
Grafik DTA pada Gambar 17 merupakan grafik DTA untuk sampel TBZP3 yang menunjukkan adanya puncak suhu kristalisasi yang diberi pemanasan secara nonisothermal (Gambar selengkapnya pada Lampiran 5). Pemanasan secara non-isothermal dilakukan dengan memberikan laju pemanasan (hearting rate) mulai dari =10oC/min hingga =25oC/min dengan interval 5oC/min. Efek dari laju pemanasan terhadap suhu transisi kaca dapat dilihat pada Gambar 18. Data nilai suhu transisi kaca (Tg), suhu awal kristalisasi (Tx), suhu puncak kristalisasi (Tp), dann stabilias kaca (S) ditampilkan pada Tabel 5.
commit to user Gambar 4.18 Kurva pengaruh laju pmanasan terhadap suhu transisi kaca (Tg)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 19. Kurva suhu kaca transisi (Tg) terhadap laju pemanasan () pada kaca TBZP
Hasil temuan Sehly (2002), Rao et.al (2008) dan Agel (2010) pada kaca chalcogenide juga menunjukkan adanya peningkatan suhu transisi kaca (Tg) seiring dengan meningkatnya laju pemanasan () pada proses non-isothermal. Peningkatan suhu kaca transisi disebabkan adanya peningkatan kepadatan (rigiditas) dalam jaringan kaca (Kamalaker et.al, 2012). Besarnya nilai suhu transisi kaca (Tg) dipengaruhi oleh kekuatan ikatan kimia dalam struktur jaringan kaca. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Bale dan Rahman (2012), bahwa peningkatan suhu transisi kaca (Tg) terjadi karena adanya subtitusi ion Pb2+ terhdapa ion Zn2+, dengan radius ion Pb2+ (1.32 Å) lebih besar daripada radius ion Zn2+ (0.83 Å). Adanya subtitusi tersebut menjadikan polarizabilitas jaringan kaca meningkat karena polarizabilitas proporsional terhadap radius ion. Hal ini menjadikan ikatan jaringan kaca semakin kuat sehingga suhu transisi kaca (Tg) juga meningkat.
Gambar 20 Kurva stabilitas vs konsentrasi PbO pada kaca TBZP
Pada Gambar 20, dapat diketahui bahwa stabilitas kaca TBZP terhadap kristalisasi commit to user tidak mengalami kenaikan atau penurunan secara linear seiring dengan bertambahnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsentrasi PbO dalam kaca TBZP. Kaca TBZP dengan konsentrasi 2% mol PbO memiliki stabilitas yang paling baik terhadap kristalisasi. Sedangkan Kaca TBZP dengan konsentrasi 4% mol PbO memiliki stabilitas yang paling rendah terhadap kristalisasi. Pada konsentrasi 2% mol PbO, stabilitas kaca terhadap kristalisasi merupakan stabilitas tertinggi dengan kata lain pada komposisi tersebut penumbuhan kristal sangat kecil terjadi. Sedangkan pada konsentrasi 4% mol PbO, stabilitas kaca terhadap kristalisasi merupakan stabilitas terendah dengan kata lain pada komposisi tersebut laju penumbuhan kristal sangat besar. Fenomena tinggi-rendahnya stabilitas terhadap kristalisasi pada kaca merupakan hal yang wajar mengingat kaca merupakan amorf. Tidak semua komposisi kaca akan membentuk kaca yang baik dan stabil terhadap kristalisasi. Hal tersebut bergantung pada daerah pembentukan kaca (glass forming area) pada komposisi kaca. Komposisi terbentuknya kaca dibatasi oleh daerah pembentukan kristal. Semakin mendekati daerah batasan kristal, maka stabilitas kaca terhadap kristalisasi semakin menurun. Namun, semakin jauh dari daerah batasan kristal, maka kaca semakin stabil dari kristalisasi. Gejala tersebut juga ditemukan dalam penelitian ini, dimana konsentrasi kaca TBZP dengan konsentrasi 2% mol PbO memilki stabilitas yang tinggi terhadap kristalisasi, sementara kaca TBZP dengan konsentrasi 4% mol PbO memilki kecenderungan mudah membentuk kristal dibanding dengan komposisi lainnya. Energi Aktivasi dan Ekponen Avrami Kurva ln (Tp2/) terhadap 1000/Tp yang digunakan dalam penentuan energi aktivasi kristalisasi (Ec) berdasarkan Persamaan (26) pada kaca TBZP dapat dilihat pada Gambar 4.22 dan gambar selengkapnya pada Lampiran 6. Nilai eksponen Avrami (n) yang dihitung menggunakan Persamaan (27) dan nilai energi aktivasi (Ec) pada kaca TBZP dapat dilihat pada Tabel 6.
Gambar 22 Kurva ln (Tp2/) vs 1000/Tp untuk menentukan energi aktivasi kristalisasi (Ec) pada kaca TBZP
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Kaca
digilib.uns.ac.id
Tabel 6 Nilai Energi Aktivasi Kristalisasi (Ec), Eksponen Avrami (n) dan Faktor Frekuensi (K0) pada Kaca TBZP (% mol) PbO Ec (KJ/mol) ln K0
n
TBZP1
1
206,30
25,74
4,89
TBZP2
2
177,06
21,04
5,05
TBZP3
3
307,46
42,52
2,99
TBZP4
4
266,70
37,76
2,39
TBZP5
5
250,27
34,37
2,93
Pada Tabel 6, dapat diketahui nilai energi aktivasi kristalisasi (Ec) terendah terdapat pada kaca TBZP2 dengan konsentrasi PbO sebesar 2% mol. Sedangkan nilai aktivasi kristalisasi tertinggi terdapat pada kaca TBZP3 dengan konsentrasi PbO sebesar 3% mol. Hasil ini menunjukkan pertambahan konsentrasi PbO dalam kaca TBZP tidak menjadikan energi aktivasi kristalisasi pada kaca menjadi naik atau turun secara linier (Gambar 23). Terdapat konsentrasi PbO tertentu yang menunjukkan nilai energi aktivasi tertinggi atau terendah pada kaca TBZP.
Gambar 23 Kurva energi aktivasi (Ec) vs konsentrasi PbO (% mol) pada Kaca TBZP
Pada Gambar 23, dapat diketahui bahwa nilai energi aktivasi kristalisasi terendah pada kaca TBZP pada saat konsentrasi PbO sebesar 2% mol. Sedangkan energi aktivasi kristalisasi tertinggi pada kaca TBZP pada saat konsentrasi PbO sebesar 3% mol dan energi aktivasi kristalisasi menurun dari konsentrasi PbO 3% mol, 4% mol hingga 5% mol. Namun secara keseluruhan, energi aktivasi cenderung naik. Energi aktivasi kristalisasi merupakan energi yang melibatkan gerakan molekul dan penyusunan ulang (rearrangement) atom penyusun kaca pada sekitar suhu puncak kristalisasi. Energi aktivasi diperlukan dalam penumbuhan kristal. Energi aktivasi yang tinggi akan membatasi penumbuhan kristal dan menghasilkan kristalinitas yang rendah pada kaca (Guo et.al, 2006). Dalam rentang suhu yang lebih tinggi, penumbuhan kristal hanya membutuhkan energi atom yang berdifusi dari interfese kaca-kristal dan energi aktivasi yang rendah menyebabkan pertumbuhan kristal yang cepat sehingga kristalinitas kaca semakin tinggi. Hubungan antara energi aktivasicommit (E) dengan laju penumbuhan kristal (U) juga to user dapat dipahami dari Persamaan (4.1) sebagai berikut (Marzuki dan Jha, 2007),
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
=
exp −
∆
1 − exp
∆
(1)
dengan a0 merupakan jarak separasi interatomik, v merupakan frekuensi vibrasional, G merupakan thermodynamic barriers dan Ec merupakan kinetic barriers yang selanjutnya disebut energi aktivasi kristalisasi. Berdasarkan Persamaan (4.1), dapat diketahui bahwa jika energi aktivasi tinggi maka laju penumbuhan kristal akan semakin rendah dan sebaliknya. Jika Persamaan (1) dikomparasikan dengan data energi aktivasi pada Tabel 4.6, maka dapat diketahui bahwa laju penumbuhan kristal (U) pada kaca TBZP meningkat dari konsentrasi 1% mol PbO ke 2% mol PbO, kemudian menurun seiring penambahan konsentrasi PbO menjadi 3% mol. Laju penumbuhan kristal kembali mengalami kenaikan seiring dengan penambahan konsentrasi PbO hingga mencapai 5% mol.
Gambar 24 Kurva eksponen Avrami (n) vs konsentrasi PbO (% mol) pada Kaca TBZP
Mekanisme kristalisasi juga dapat dipahamai dari jenis nukleasi dan dimensi penumbuhan kristal. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai eksponen Avrami (n). Gambar 24. secara umum menunjukkan adanya penurunan nilai eksponen Avrami (n). Pada kaca TBZP dengan konsentrasi PbO 1% mol dan 2% mol, eksponen Avrami bernilai 5 yang menunjukkan mekanisme penumbuhan kristal terjadi secara tiga dimensi dengan peningkatan laju nukleasi diikuti dengan penumbuhan kristal yang terkendali (penumbuhan kristal yang teratur). Kemudian pada konsentrasi PbO 3% mol, nilai eksponen Avrami berubah menjadi 3 yang menunjukkan mekanisme penumbuhan kristalisasi terjadi secara dua-dimensi. Kaca dengan konsentrasi PbO 4% mol memiliki nilai eksponen Avrami 2 yang menunjukkan mekanisme penumbuhan kristal terjadi secara satu dimensi dan kembali menjadi dua dimensi pada konsentrasi PbO sebesar 5% mol. Semua kaca mengalami penumbuhan kristal secara volumetric (homogen) dan kristalisasi tidak terjadi secara suferficial (permukaan). Hubungan antara energi aktivasi (Ec) dengan fraksi volume () kristalisasi dapat dipahami berdasarkan Persamaan Johsnson-Mehl-Avrami (JMA) dan Persamaan Arrhenus. Berdasarkan hubungan Persamaan tersebut, jika energi aktivasi kristalisasi semakin besar maka fraksi volume kristalisasi akan semakin rendah. Sebaliknya, energi aktivasi yang rendah akan menjadikan fraksi volume kristalisasi menjadi semakin tinggi. Hasil penelitian ini, energi aktivasi pada kaca TBZP cenderung meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi ionto user PbO dalam kaca, sehingga dapat commit diprediksikan fraksi volume kristal yang dihasilkan semakin kecil. Hasil temuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Marzuki dan Jha (2007), juga menunjukkan gejala yang sama pada kaca Alumunium Fluoride dengan variasi penambahan konsentrasi ion Pb2+ dalam kaca. Tabel 7 Persamaan Kinetika Kristalisasi Kaca TBZP Sampel TBZP1
=
−
[−( . )
,
=
−
[−( . )
,
−
[−( . )
,
=
TBZP2 TBZP3
=
TBZP4
=
TBZP5 1,2
Volume Fraction of Crystalization ()
Konstanta Laju Reaksi (K)
Fraksi Volum ()
−
−
−( . )
,
[−( . )
,
]
=
,
−
]
=
,
−
=
]
=
]
=
,
, ,
−
− −
, , , , ,
Heating Rate = 10degC/min Heating Rate = 15degC/min Heating Rate = 20degC/min Heating Rate = 25degC/min
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 520
540
560
580
600
620
Temperature (C) Gambar 25 Kurva fraksi volum kristalisasi () vs suhu kaca TBZP
Berdasarkan data Tabel 6, diperoleh model persamaan-persamaan yang menggambarkan kinetika kristalisasi kaca TBZP yang terlihat pada Tabel 7. Gambar 25 merupakan grafik hasil penentuan fraksi volum kristalisasi pada kaca TBZP5. Fraksi kristalisasi () mendeskripsikan proses kristalisasi mulai dari tingkat pengintian yang konstant (=0) hingga penumbuhan kristal dengan laju penumbuhan yang konstan (=1) (Alemany et.al, 2001). Pada kaca TBZP5, dengan laju pemanasan 10oC/min, kecepatan pengintian kristal konstant pada suhu kurang dari 550oC. Proses pengintian berubah menjadi prose penumbuhan setelah melewati suhu 550oC. Kecepatan proses penumbuhan kristal kembali menjadi konstan pada suhu sekitar 580oC. Suhu terjadinya proses pengintian dan penumbuhan kristal secara konstan bergeser menuju ke suhu yang lebih tinggi seiring dengan bertambahnya laju pemanasan (heating rate) pada saat commit to user proses pemanasan secara non-isothermal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENUTUP Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa indeks bias kaca TBZP meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca. Indeks bias kaca naik mulai dari 1,949 hingga 2,011. Absorbansi kaca pada daerah ultraviolet (<380 nm) cahaya memiliki nilai yang besar. Nilai absorbansi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. UV edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang seiring dengaan penambahan ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Pada daerah infrared, cahaya lebih banyak ditransmisikan pada rentang panjang gelombang kurang dari 6000 nm. IR edge atau multiphonon edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang seiring dengaan penambahan ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Energi band gap optik secara indirect transition pada kaca TBZP menurun seiring dengan penambahan ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Kaca TBZP4 memiliki energi band gap optik yang minimum. Loss kaca TBZP menurun dari TBZP2 hingga TBZP5 seiring dengan penambahan konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Minimum loss kaca TBZP terdapat pada kaca dengan konsentrasi PbO sebesar 1% mol. Hasil menunjukkan minimum loss pada kaca TBZP lebih berada pada daerah mid-infrared (MIR). Rentang transmitansi kaca TBZP bertambah besar seiring dengan ion Pb 2+ dalam bahan kaca TBZP. Laju penumbuhan kristal (U) pada kaca TBZP meningkat dari konsentrasi 1% mol PbO ke 2% mol PbO, kemudian menurun seiring penambahan konsentrasi PbO menjadi 3% mol. Laju penumbuhan kristal kembali mengalami kenaikan seiring dengan penambahan konsentrasi PbO hingga mencapai 5% mol. Suhu proses pengintian dan penumbuhan kristal meningkat seiring dengan peningkatan laju pemanasan. Kristalisasi terjadi secara homogen.
DAFTAR PUSTAKA Al-Agel, F.A. 2010. Kinetics Of Non-Isothermal Crystallization In Ga10Se90 Chalcogenide Glass. Chalcogenide Letters. Vol. 7(9): 539-546. Ameida, Rui. 2005. Optical dan Glass Photonic: Lec7. Structures of Glass III and Phase Separation. Book Chapter. Lehigh University: Bethlehem. Araujo, E.B., and Indalgo, E. 2009. Non-Isothermal Studies On Crystallization Kinetics Of Tellurite 20Li2O-80TeO2 Glass. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Vol. 95(1): 37-42. Bale, S., and Rahman, S. 2012. Research Article: Spectroscopic and Physical Properties of Bi2O3-B2O3-ZnO-Li2O Glasses. International Scholarly Research Network ISRN Spectroscopy. Vol. 2012: 1-7. Brady, D.J., Schweizer, T., Wang, J., Hewak, D.W. 1998. Minimum Loss Predictions and Measurements in Gallium Lanthanum Sulphide based Glasses and Fibre. Journal of Non-Crystalline Solid. Elsevier. No.242: 92-98. Burtan, B., M. Reben, J. Cisowskia, J. Wasylak, N. Nosidlaka,J. Jaglarza and B. Jarząbek. 2011. Influence Of Rare Earth Ion The Optical Properties Of Tellurite Glass. Jurnal Acta Physica Polonica. Vol.120(4): 579-581. Cheng, Y., Xiao, H., Guo, W., Guo, W. 2007. Structure and Crystallization Kinetics of PbO–B2O3 Glasses. Ceramics International Journal. Elvesier. Vol.33: 1341-1347. Churbanov, M.F., Snopatin, G.E., Zorin, E.V., Smetanin, S.V., Dianov, E.M., commit to user E.B., Grishin, I.A., Butsin G.G. Plotnichenko, V.G., Koltashev, V.V., Kryukova,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2005. Glasses of TeO2-WO3 and TeO2-WO3-La2O3 Systems for Fiber Optics. Journal of Optoelectronics and Advanced Materials. Vol.7(4): 1765-1772. Ciolek, R., Ratusznik, G.J., Swillo, R., Pura, B., Zadrozna, I., Piramidowicz, E., Zagorski, A. 2006. Ultrafast Optical Switching for Polyarylates with Allylic Group by Nd:YAG Sagnac Interferometer. Optica Applicata. Vol.36 (2-3): 381-387. Conti, G.N., Berneschi, S., Bettinelli, M., Brenci, M., Chen, B., Pelli, S., Speghini, A., Righini, G.C. 2004. Rare-Earth doped Tungsten Tellurite Glasses and Waveguides: Fabrication and Characterization. Journal of Non-Crystalline Solids. Elsevier. No. 345&346: 343–348. Dai, S., Zhang, J., Yu, C., Zhou, G., Wang, G., Hu, L. 2005. Effect of Hydroxyl Groups on Nonradiative Decay Of Er3+: 4I13/24I15/2 Transition In Zinc Tellurite Glasses. Materials Letters. Elsevier. No.59: 2333-2336. Diemel, P.P., Heimhofer, B.B., Krotz, G., Lilienhof, H.J., Wind, J., Muller, G., Voges, E. 2002. Amorphous SiGe:H Photodetectors on Glass Optical Waveguides. Photonics Technology Letters, IEEE. Vol.2(7): 499-501. Tersedia di: IEEE Xplore Digital Library, diakses tanggal 16 Februari 2013. Dimitrov, V., and Komatsu, T. 2010. An Interpretation of Optical Properties of Oxides and Oxide Glasses In Terms of The Electronic Ion Polarizability and Average Single Bond Strength (Review). Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy. Vol.45(3): 219-250. Doremus, R.H. 1994. Glass Science 2th Edition. New York City: Jhon Willey & Sons, Inc. El-Deen, L.M.S., Al-Salhi, M.S., Elkholy, M.M. 2008. IR and UV Spectral Studies For Rare Earths-Doped Tellurite Glasses. Journal of Alloys and Compounds. Elsevier. No.465: 333-339. El-Mallawany, R. 2002. Tellurite Glasses Handbook: Physics Properties and Data. CRC Press: USA. pp.376. El-Mallawany, R., Abdallah, M.D., Ahmed, I.A. 2008. New Tellurite Glass: Optical Properties. Journal Material Chemistry and Physics. Elsevier. No.109: 291296. El-Mallawany. R. 1995. Devitrification Glasses and Vitrification of Tellurite Glass. Journal Of Materials Science: Materials In Electronics. No.6: 1-3. El-Mallawany. R., Kader, A.A., El-Hawary, M., El-Khoshkhany, N. 2002. UV-IR Spectra of New Tellurite Glasses. European Physics Journal Applied Physics. No.19: 165-172. Eraiah, B. 2006. Optical Properties of Samarium Doped Zinc-Tellurite Glass Journal Bullk Material Science. No.29(4): 391-394. Eraiah, B. 2010. Optical Properties of Lead–Tellurite Glasses doped with Samarium Trioxide. Journal Bullk Material Science. No.33(4): 391-394. Faizal, M.N., Sidek, H.A.A., Zaidan, A.W., Yusoff, W.M.D.W. 2005. Kesan PbO Ke Atas Ciri Fizik Dan Suhu Transformasi Bagi Kaca TeO2-B2O3. J. Solid St. Sci. and Technol. Letters. Vol.12(1-2): 157-162. Feng, X., Loh, W.H., Flanagan, J.C., Camerlingo, A., Dasgupta, S., Petropoulus, P., Horak, P., Frampton, K.E., White, N.M., Price, J.H.V., Rutt, H.N., Richardson, D.J. 2008. Single-Mode Tellurite Glass Holey Fiber With Extremely Large Mode Area For Infrared Nonlinear Applications. Optic Express. Vol. 16(18): commit to user 13651-13656.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fusari, F. 2010. Continuous wave and Modelocked femtosecond novel bulk glass lasers operating around 2000 nm. Thesis Submitted for the Degree of PhD: University of St. Andrews. Skotlandia. pp.35-38. Guo, X.Z., Yang, H., Cao, M., Han, C., Song, F.F. 2006. Crystallinity and Crystallization Mechanism of Lithium Aluminosilicate Glass by X-ray Diffractometry. Transaction of Nonferrous Metal Society of China. Vol. 16: 593-597. Halimah, M.K., Daud, W.M., Sidek, H.A.A., Zaidan, A.W., Zainal, A.S. 2010. Optical Properties of Ternary Tellurite Glasses. Materials Science-Poland. Vol.28(1): 173-180. Hooi Ming Oo, Halimah M. K., Yusoff, W.M.D.W. 2012. Optical Properties of Bismuth Tellurite based Glasses. International Journal of Molecular Science. No.13: 4623-4631. Hoppe, U., Yousef, E., Russel, C., Neuefeind, J., Hannon, A.C. 2002. Structure Of Vanadium Tellurite Glasses Studied by Neutron and X-Ray Diffraction. Solid State Communications Journal. Vol.123: 273-278. Inam, F. 2009. Theoretical Studies of Structure and Dynamic of Chalcogenide Glass. Thesis Submitted for the Degree of PhD Depertment of Physics and Astronomy: University of Ohio. United States. Jain, R.K., Deepika, Rathore, K.S., Jain, N., Saxena, N.S. 2009. Activation Energy of Crystallization and Enthalpy Released of Se90In10-xSbx (x=0, 2, 4, 6, 8, 10) Chalcogenide Glasses. Chalcogenide Letters. Vol.6(3): 97-107. Jun, H.G., Kwon, M.H., Kang, D., Lee, D., Kim, K.B. 2011. New Method of Evaluating the Crystallization Activation Energy of Ge2Sb2Te5 by In situ Resistance Measurement. Japanese Journal of Applied Physics. No.50: 0202141-0202143. Kamalaker, V., Upender, G., Ramesh, Ch., Mouli, C. 2012. Raman spectroscopy, Termal and Optical Properties of TeO2–ZnO–Nb2O5–Nd2O3 glasses. Spectrochimica Acta Part A. No.89: 149-154. Kim, S.H., Yoko, T., Sakka, S. 1993. Nonlinear Optical Properties of TeO2-Based Glasses: La2O3-TeO2 Binary Glasses. Journal American Ceram Society. No.76: 865-869. Kittel, C. 1996. Introduction to Solid State Physics 7th Edition. New York City: Jhon Willey & Sons, Inc. Konishi, T., Hondo, T., Araki, T., Nishio, K., Tsuchiya, T., Matsumoto, T., Suehara, S., Todoroki, Si., Inoue, S. 2003. Investigation of Glass Formation and Color Properties in The P2O5–TeO2–ZnO System. Journal of Non-Crystalline Solids. Elsevier. No.324: 58–66. Kumalaker, V., Upender, G., Prasad, M., Mouli, C. 2010. Infrared, ESR and Optical Absorption Studies of Cu2+ Ion doped in TeO2-ZnO- NaF Glass System. Indian Journal of Pure and Applied Physics. Vol. 48: 709-715. Kumar, K.U., Prathyusha, V.A., Babu, P., Jayasankar, C.K., Joshi, A.S., Speghini, A., Bettinelli, M. 2007. Fluorescence Properties of Nd3+-doped Tellurite Glasses. Spectrochimica Acta Part A. Elvesier. No.67: 702–708. Lancry, M., Regnier, E., Poumellec, B. 2009. Fictive Temperature Mearuseremnt in Silica-besed Optical Fibers and Its Applications to Rayleigh Loss Reduction. Optical Fibre New Development. InTech Publisher: Croatia. Lasaga, A.C., and Cygan, R.T. 1982. Electronic and Ionic Polarizabilities of Silicate commit to user Minerals. American Mineralogist Journal. Vol67: 328-334.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lavers, C.R., Itoh, K., Wu, S.C., Murbayashi, M., Muchline, I., Stewart, G., Stout, T. 2000. Planar Optical Waveguides for Sensing Applications. Sensors and Actuators B. Elvesier. No. 69: 85–95. Lezal, D., Jitka, P., Petr, K., Jana, B., Marcel, P., Jiri, Z. (2001). Heavy Metal Oxide Glasses: Preparation and Physical Properties. Journal of Non-Crystalline Solid. Elsevier. No.284: 288-295. Li, K., Zhang, G., Wang, X., Hu, L., Kuan, P., Cheng, D., Wang, M. 2012. Tm3+ and Tm3+-Ho3+ co-doped Tungsten Tellurite Glass Single Mode Fiber Laser. Optic Express. Vol. 20(9): 10115-1021. Lu, C.Y., Chang, S.J., Chang, S.P., Lee, C.T., Kuo, C.F., Chang, H.M., Chiou, Y.Z., Hsu, C.L., Chen. I.C. 2006. Ultraviolet Photodetectors with ZnO Nanowires Prepared on ZnO:Ga/Glass Templates. Applied Physics Letters. Vol.89(15): 15310_1- 15310_3. Tersedia di Applied Physics Letters online, diakses pada tanggal 16 Februari 2013. Madeen, S.J., and Vu, K.T. 2009. Very Low Loss Reactively Ion Etched Tellurium Dioxide Planar rib Waveguides for Linear and Non-linear Optics. Optic Express. Vol. 17(20): 17645-17651. Maharajan, N.B., Saxena, N.S., Bhandari, D., Imran, M.M., Paudyal, D.D. 2000. Differential Scanning Calorimetry Studies of Se85Te15–xPbx (x = 4, 6, 8 and 10) Glasses. Bull. Mater Science. Vol.23(5): 369–375. Manning, S. 2011. A Study of Tellurite Glass for Electro-Optic Optical Fibre Devices. Thesis Submitted for the Degree of PhD Faculty of Science: University of Adelaide. Australia. Marzuki, A., and Jha, A. 2007. Effect of Pb-Ions on The Kinetics of Devitrifi cation and Viscosities of AlF3-based Glasses for Waveguide Fabrication. Journal of NonCrystalline Solids. Elvesier. No.353: 1283-1286. Massera, J. 2009. Nucleation and Growth Behavior of Tellurite-based Glasses Suitable for MID-Infrared Applications. A Thesis Doctor of Philosophy of Material Science and Engeneering: Clemson University. United States. Massera, J., Haldem, A., Milanese, D., Gevabi, H., Ferraris, M., Foy, P., Hawkins, W., Ballato, J., Stolen, R., Petit, L., Richardson, K. 2010. Processing and Characterization of Core–Clad Tellurite Glass Preforms and Fibers Fabricated by Rotational Casting. Optical Materials. Elvesier. No.32: 582–588. Mitachi, S., and Miyashita, T. 2007. Preparation of Low-Loss Fluoride Glass Fibre. Electronic Letters. Vol.18(4): 170-171. Nowosielski, R., and Babilas, R. 2010. Glass-Forming Ability Analysis of Selected Febased Bulk Amorphous Alloys. Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering. Vol.24(1-2): 66-72. Ozawa, T. 1999. Thermal Analysis-Review and Prospect. Thermochimica Acta. Elsevier. No.355: 35-42. Ozdanova, J., Ticha, H., Tichy, L. 2007. Remark on the Optical Gap in ZnO–Bi2O3– TeO2 Glasses. Journal of Non-Crystalline Solids. No.353: 2799–2802. Padilha, L.A., Neves, A.A.R., Rodrigues, E., Cesar, C.L. 2005. Ultrafast Optical Switching with CdTe Nanocrystals in a Glass Matrix. Applied Physics Letters. No.86: 161111_1-161111_3. Pedrotti, F.L., and Pedrotti, L.S. (1993). Introduction to Optic. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Poffo, L., Auger, P.L., Philippe, B., Pierre B. 2009. Determination of Refractive Index Variation of a Glass-Integrated Optical Waveguide by the Acousto-Optic Effect. Measurement Science and Technology. Vol.20(4). Tersedia di: www.iopsciense.com. diakses pada tanggal 18 Februari 2013. Prakash, G.V., Rao, D.N., Bhatnagar, A.K., 2010. Linear Optical Properties of Niobium-based Tellurite Glasses. Journal Solid State Commun. No.119: 39-44. Raju, K.V., Raju, C.N., Sailaja, S., Reddy, B.S. 2013. Judde-Ofelt Analysis and Photoluminescence Properties of RE3+ (RE=Er&Nd): Cadmium Lithium Boro Tellurite Glasses. Solid State Sciences. Elsevier. No. 15: 102-109. Rao, T.L.S., Dhurandhar, H.D., Lad, K.N., Pratap, A. 2008. Kinetic Analysis of Crystallization in Amorphous 2826A (Ni36Fe32Cr14P12B6) Metallic Glass. Indian Journal of Pure and Applied Physics. Vol. 46: 390-393. Richards, B.D.O., and Jha A. 2011. Oxide Glasses for Mid-Infrared Lasers. Artikel tersedia di http://spie.org/x47665.xml?pf=true&ArticleID=x47665, diakses pada tanggal 29 Nov 2012. Rosmawati, B.H. 2008. Elastic, Optical And Thermal Properties Of TeO2-ZnO And TeO2-ZnO-AlF3 Glass Systems. Thesis Submitted for the Degree of PhD: University of Putra Malaysia. Malaysia. Saddeek, Y.B., Aly, K.A., Bashier, S.A. 2010. Optical Study of Lead Borosilicate Glasses. Journal of Physica B. Elsevier. Vol. 405: 2407–2412. Saddek, Y.B., Aly, K.A., Bashier, S.A. 2010. Optical Study of Lead Borosilicate Glasses. Journal Physica B. Elsevier. No.405: 2407-2412. Saleh, B. E. A., Teich, M.C. 2007. Fundamental of Photonic. Second Edition. New Jersey: Jhon Willey & Sons, Inc. Sanz, O., Poniatowski, E.H., Gonzalo, J., Navarro, J.M.F. 2006. Influence of The Melting Conditions of Heavy Metal Oxide Glasses Containing Bismuth Oxide on Their Optical Absorption. Journal of Non-Crystalline Solids. Elsevier. No.352: 761-768. Savelii, I., Jules, J.C., Gadret, G., Kibler, B., Fatome, J., El-Amraoui, M., Manikandan, N., Zheng, X., Desevedavy, F., Dudley, J.M., Troles, J., Brilland, L., Renversez, G., Smektala, F. 2011. Suspended Core Tellurite Glass Optical fibers for Infrared Supercontinuum Generation. Optical Materials Journal. Elsevier. No.33: 1661–1666. Sehly, A.A.A. 2002. Study of The Kinetics of Non-Isothermal Crystallization In Ge20Te80 Chalcogenide Glass. Journal of Physica B. Elsevier. No.325: 372379. Serway, R.A., and Jewett, J.J. 2004. Physics for Scientists and Engineers 6th Edition. Thomson Brooks/Cole, Australia. Sharaf El-Deen, L.M., Al-Salhi, M.S., Ekholy, M.M. 2008. IR and UV Spectral Studies for Rare Earths-doped Tellurite Glasses. Journal of Alloys and Compounds. Elsevier. No.465: 333-339. Shechter, R., Millul, E., Amitai, Y., Friesem, A.A., Weiss, V. Hybrid Polimer on Glass Integrated Optical Diffractive Structures for Wavelength Discrimination. Optical Materials. Elvesier. No.17: 165-167. Shelby, J.E. 2005. Introduction to Glass Science and Technology 2nd edition. The Royal Society Of Chemistry: USA. pp.202-221. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sidel, S.M., Santos, F.A., Gordo, V.O., Indalgo, E., Monteiro, A.A., moraes, J.C.S., Yukimitu, K. 2011. Avrami Exponent of Crystallization In Tellurite Glasses. Journal of Thermal Analysis Calorimetric. No. 106: 613-618. Silva, M.A.P., Messaddeq, Y., Ribeiro, S.J.L., Poulain, M., Villain, F., Brioris, V. 2001. Structural Studies on TeO2-PbO Glasses. Journal of Physics and Chemistry of Solid. Elsevier. No.62: 1055-1060. Silva, M.A.P., Messaddeq, Y., Ribeiro, S.J.L., Poulain, M., Villain, F., Briois, V. 2000. Structural Studies on TeO2-PbO Glasses. Journal of Physics and Chemistry of Solids. Elsevier. No.62: 1055-1060. Simpson, D.A. 2008. Spectroscopy of Thulium Doped Silica Glass. Thesis Submitted for the Degree of PhD Optical Technology Research Laboratory School of Electrical Engineering: University of Victoria. Australia. Souri, D. 2011. DSC and Elastic Moduli Studies on Tellurite-Vanadate Glasses Containing Antimony Oxide. European Physical Journal B. Vol.84: 47-51. Subrahmanyam, K., Salagram, M. 2000. Optical Band Gap Studies on (55-x)Na2OxPbO-45P2O5 (SLP) Glass. Journal Optical Materials. Elsevier. No.15: 181186. Sudhakar, K.S.V., Reddy, M.S., Rao, L.S., Veeraiah, N. 2008. Influence of Modifier Oxide on Spectroscopic and Thermoluminescence Characteristics of Sm3+ Ion in Antimony Borate Glass System. Journal of Luminescence. Elvesier. No.128: 1791-1798. Suri, N., Bindra, K.S., Kumar, P., Kamboj, M.S., Thangaraj, R. 2006. Thermal Investigations Ion Bulk Se(80-x) Te2O-Bix Chalcogenide Glass. Journal of Ovonic Research. Vol.2(6): 111-118. Tang, B., Yuan, X., Xue, T., Li, J., Fan, Y., Hu, H. 2006. Devitrification of TeO 2-doped Fluoroaluminate Glass. Journal Mater Science Technology. Vol.22(4): 565568. Thomas, L.C. 2003. An Introduction to the Techniques of Differential Scanning Calorimetry (DSC) and Modulated DSC. pp.9-26. dalam R.A. Diaz (edt.). Thermal Analysis. Fundamentals and Applications to Material Characterization. Proceedings of the International Seminar: Thermal Analysis and Rheology. Ferrol, Spain. Tichá, H., Schwarz, J., Tichý L., Mertens. 2004. Physical Properties Of PbO-ZnO-P2O5 Glasses II. Refractive Index And Optical Properties. Journal of Optoelectronics and Advanced Materials. Vol.6(3): 747-753. Yakine, I., Chagraoui, A., Moussaoui, A., Tairi, A. 2012. Synthesis And Characterization of New Amorphous And Crystalline Phases In Bi2O3-Ta2O5TeO2 System. Journal Mater Environ Science. Vol3(4): 776-785. Yamane, M., and asahara Y. 2000. Glasses for Phononics. Cambridge University Press: United Kingdom. Yang, J., Dai, N., Dai, S., Wen, L., Hu, L., Jiang, Z. 2003. Enhancement of Upconversion Luminescence In Er3+ doped Tellurite Glasses Due to The Introduction of PbCl2. Chemical Physics Letters. Elsevier. Vol.376: 671-675. Yousef, E., Houtzel, M., Rüssel, C. 2007. Effect of ZnO and Bi2O3 Addition on Linear and Non-linear Optical Properties of Tellurite Glasses. Journal of NonCrystalline Solid. Elsevier. No.353: 333-338. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yousef, E.S., Al-Salami, A.E., Shaaban, E.R. 2010. A TEM Study and Non-Isothermal Crystallization Kinetic of Tellurite Glass-Ceramics. Journal Matter Science. No.45: 5929–5936. Yu, F.T.S., Yin, S. 2008. Fiber Optic Sensors. New York: CRC Press. ISBN: 978-14200-5365-4. Zayas, M.E., Arizpe, H., Castillo, S.J. 2005. Glass Formation Area and Structure of Glassy Materials Obtained From The ZnO–CdO–TeO2 Ternary System. Phys. Chem. Glasses. No.46(1): 46–50.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DAN THERMAL KACA TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO TESIS
Disusun Oleh WAHYUDI S911102006
Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
20 Februari 2013 Pembimbing I
Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D NIP. 19680508 199702 1001
......................
20 Februari 2013 Pembimbing II
Drs. Cari, M.A. M.Sc, Ph.D NIP. 19610306 198503 1002
.......................
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 20 Februari 2013
Disahkan Oleh, Ketua Program Studi Ilmu Fisika Pascarasjana UNS
Drs. Cari, M.A. M.Sc, Ph.D NIP. 19610306 commit to198503 user 1002
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DAN THERMAL KACA TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO TESIS Oleh WAHYUDI S911102006 Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dr. Youfentina Iriani, M.Si NIP. 19711227 199702 1001
........................... 20 Februari 2013
Dr. Agus Supriyanto, M.Si NIP. 19690826 199903 1001
........................... 20 Februari 2013
Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D NIP. 19680508 199702 1001
........................... 20 Februari 2013
Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D NIP.19610306 198503 1002
........................... 20 Februari 2013
Sekretaris
Anggota Penguji
Tanggal
Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 20 Februari 2013 Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Ketua Program Studi Ilmu Fisika
Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP. 19610717 198601 1001
Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D NIP.19610306 198503 100201
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa; 1. Tesis yang berjudul Karakterisasi Sifat Optik dan Thermal Kaca TeO2-ZnOBi2O3-PbO” ini adalah karya penelitian saya sendiri dengan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebut dalam sumber acuan dan daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan (Permendiknas No.17 tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruahan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dengan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka PPs UNS berhak mempublikasikan pada jurnal ilmiah yang diterbitkan PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 20 Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan
Wahyudi NIM. S911102006
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Wahyudi. S911102006. “Characterization of Thermal and Optical Properties TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO Glass”. Theses: Physics Program, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, 2013. Advisor: 1) Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D, 2) Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D. The tellurite zinc bismuth plumbum (TBZP) glass with molar composition 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO (x=1, 2, 3, 4, 5) have been fabricated and their thermal and optical properties were investigated. The TBZP glass were prepared by melt quanching method using a CARBOLITETM furnace. The material was melted in platinum crucible at a temperature of 900oC for 1.5 hours, and printed in the preheating mold with sized (3,5x2,5x0,5) cm. The glass were annealed at a temperature below the crystallization temperature then polished. XRD test performed to determine the amorphous phase on the glass. Refractive index of these glass was measured by using the Brewster angle apparatus, absorbance in the UV-Vis region was recorded by using Perkin-Elmer UV-VIS-NIR Lambda-25 Spectrophotometer and absorbance in the IR region was recorded by using FT-IR Shimadzu Spectrophotometer. Non-isothermal properties of these glass were recorded using the DTA. XRD test results demonstrate the TBZP glass has an amorphous solid. The addition of Pb2+ ion concentration was increase the refractive index of the glass so polarizability TBZP glass increased (1.9492.011). Absorbance in the UV-Vis region increases with increasing concentration of Pb2+ ions in the TBZP glass. Absorbance values plummeted in the visible region after passing through the UV edge (about 380 nm). Optical band gap energy of TBZP glass declines with the addition of Pb2+ ion concentration. Absorbance in the infrared region decreased with increasing concentration of Pb2+ ions in the glass and IR edge shifted towards longer wavelengths. Theoretical minimum loss of glass TBZP about 2,31 dB/km at =5848,9 nm. The addition of Pb2+ ions can increase the range of transmittance of the TBZP glass. Glass transition temperature (Tg) have a tendency to increase with increasing heating rate (). Glass Stability highest and lowest were TBZP2 and TBZP4. Activation energy of crystallization (Ec) ranged between 177,06 KJ/mol to 307,46 KJ/mol. Activation energy of crystallization increases with increasing concentration of Pb2+ ions in the TBZP glass. Crystal growth occurs and volumetric changes from three dimensions into two dimensions. Key Word: Glasses, optical properties, thermal properties, tellurite.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wahyudi. S911102006. “Karakterisasi Sifat Optik dan Thermal Kaca TeO2-ZnOBi2O3-PbO”. Tesis: Program Studi Ilmu Fisika Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret, 2013. Pembimbing: 1) Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D, 2) Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D. Penelitian ini bertujuan untuk menfabrikasi serta mengetahui karaterisasi sifat thermal dan sifat optik dari kaca Tellurite Zinc Bismuth Plumbum (TBZP). Komposisi kaca yang digunakan adalah 55TeO2-(43-x)ZnO-2Bi2O3-xPbO dengan variasi PbO (x=1, 2, 3, 4, 5). Fabrikasi kaca dilakukan dengan metode melt quanching menggunakan furnace CARBOLITETM. Bahan dalam crucible platinum dilebur pada suhu 900oC selama 1,5 jam dan dicetak dalam preheating mold berukuran (3,5x2,5x0,5) cm. Kaca diannealing pada suhu dibawah suhu kristalisasi kemudian dipolish. Uji XRD dilakukan untuk mengetahui fase amorf pada kaca. Indek bias diukur dengan peralatan sudut Brewster, absorbansi pada daerah UV-Vis diuji dengan Spektrofotometer Perkin-Elmer UV-VIS-NIR Lambda-25, absorbansi pada daerah IR diuji dengan Spektrofotometer FT-IR Shimadzu. Sifat thermal diuji secara non-isothermal dengan menggunakan DTA. Hasil uji XRD menunjukkan kaca TBZP hasil fabrikasi merupakan padatan amorf. Penambahan konsentrasi ion Pb2+ dapat meningkatkan polarisabilitas kaca sehingga indek bias kaca TBZP meningkat (1,9492,011). Absorbansi pada daerah UV-Vis meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP. Nilai absorbansi menurun drastis pada daerah cahaya tampak setelah melewati UV edge (sekitar 380 nm). Energi band gap optik kaca TBZP menurun seiring dengan penambahan konsentrasi ion Pb2+. Absorbansi pada daerah infrared menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb2+ dalam bahan kaca TBZP dan IR edge bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Minimum loss kaca TBZP terendah sekitar 2,31 dB/km pada =5848,9 nm. Penambahan ion Pb2+ dapat meningkatkan rentang transmitansi pada kaca TBZP. Suhu transisi kaca (Tg) memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan meningkatnya laju pemanasan () secara nonisothermal. Stabilitas kaca tertinggi pada TBZP2 dan terendah pada TBZP4. Energi aktivasi kristalisasi (Ec) berkisar antara 177,06 KJ/mol hingga 307,46 KJ/mol. Energi aktivasi kristalisasi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Pb 2+ dalam kaca TBZP. Penumbuhan kristal terjadi secara volumetrik dan mengalami perubahan dari tiga dimensi menjadi dua dimensi. Kata kunci: kaca, sifat optik, sifat thermal, tellurite.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis yang berjudul “Karakterisasi Sifat Optik dan Thermal Kaca TeO2-ZnO-Bi2O3-PbO” ini dapat diselesaikan. Penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan proposal ini, terutama kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bantuan berupa segala sarana dan fasilitas dalam menempuh pendidikan program pascasarjana. 2. Bapak Drs. Cari, M.A, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Fisika Program
Pascasarjana
Universitas
Sebelas
Maret
sekaligus
sebagai
Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di program pascasarjana. 3. Bapak Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D, selaku Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi yang sangat beharga kepada penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Para Tim Penguji Tesis, Ibu Dr. Yofentina Iriani, M.Si selaku Ketua Tim Penguji dan Bapak Dr. Agus Supriyanto, M.Si selaku Sekretaris Tim Penguji, yang telah memberikan banyak masukkan dalam perbaikan tesis ini. 5. Dirjen Dikti atas Hibah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret tahun 2012 yang telah membiayai penelitian tesis ini. 6. Segenap Dosen Program Studi Ilmu Fisika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan masukkan, bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian. 7. Kedua orang tua dan istriku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan semangat yang tiada hentinya dalam menempuh pendidikan di program pascasarjana. 8. Teman-teman Magister Ilmu Fisika angkatan Februari 2011 dan adik-adik mahasiswa S-1 fisika FMIPA UNS yang banyak memberikan masukan pada setiap kesempatan untuk belajar bersama. 9. Serta semua pihak yang turut membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Surakarta, 20 Februari 2013 commit to user
vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................
iii
ABSTRACT...............................................................................................
v
ABSTRAK...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................
vii
DAFTAR ISI ............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
x
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
7
D. Batasan Masalah ....................................................................
7
E. Manfaat Penelitian ................................................................
7
BAB II. KAJIAN TEORI A. Pengertian Kaca .......................................................................
9
B. Kaca Tellurium Oksida ............................................................
14
C. Daerah Pembentukan Kaca ......................................................
17
D. Sifat Optik Kaca ......................................................................
19
E. Sifat Thermal Kaca ..................................................................
34
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ commit to user
viii
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Alat dan Bahan Penelitian.......................................................
40
C. Prosedur Penelitian dan Pengambilan Data............................
41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Fabrikasi Kaca Tellurite .........................................................
50
B. Karakterisasi Sifat Optik Kaca Tellurite ................................
57
1. Reflektansi dan Indek Bias ..............................................
57
2. Analisis Hasil Uji UV-Vis Spectrophotometer ...............
65
a. Absorbansi pada Daerah UV-Vis...............................
65
b. Energi Band Gap Optik Kaca .........................................
67
3. Analisis Hasil Uji FTIR Spectrophotometer ..................
71
a. Absorbansi pada Daerah Infrared ............................
71
b. Prediksi Minimum Loss Kaca .................................
73
c. Rentang Transmitansi Kaca .....................................
76
C. Karakterisasi Sifat Thermal Kaca Tellurite .........................
77
1. Data Hasil Uji DTA .......................................................
78
2. Energi Aktivasi dan Eksponen Avrami .........................
84
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
91
B. Saran .......................................................................................
92
REFERENSI ….........................................................................................
93
LAMPIRAN ..............................................................................................
101
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Ilustrasi skema dua dimensi susunan atom dalam (a) kristal dan (b) kaca dari SiO2 ...........................................
10
Pengaruh temperatur terhadap volume yang membentuk kaca dan kristal ................................................................
11
Hasil Uji XRD yang menunjukkan perbedaan antara (a) kristal 80Te-20Ge dengan (b) kaca 80Te-20Ge. ...........
12
Prinsip terjadinya difraksi Bragg pada kristal. Difraksi dapat menyebabkan terjadinya interferensi konstruktif pada kedua sinar pantul ....................................................
13
Kurva transmisi optik dari kaca (a) kaca silika, (b) kaca (mol%) 57HfF4-36BaF2-2LaF3-4AlF3, (c) kaca (mol%) 19BaF2-27ZnF2-27LuF3-27ThF4, (d) kaca As2Se3, (e) kaca (mol%) 10Ge-50As-40Te. .......................................
15
Grafik jumlah publikasi mengenai kaca tellurite dari tahun 1952 hingga pertengahan 2011 .............................
16
Gambar 2.7
Diagram Glass Forming Area kaca TeO2-Bi2O3-ZnO .....
18
Gambar 2.8
Diagram Glass Forming Area kaca TeO2-Bi2O3-Ta2O5 ..
18
Gambar 2.9
(a) Seberkas cahaya mengenai suatu bahan dimana sinar pantul dan sinar bias mengalami polarisasi sebagian (partially polarized). (b) Sinar pantul mengalami polarisasi sempurna (completely polarized) dengan sudut datang merupakan sudut polarisasi (P). ..............
20
Pemantulan TE, medan listrik tegak lurus dengan bidang datang ...............................................................................
22
Pemantulan TM, medan magnetik tegak lurus dengan bidang datang ...................................................................
22
Grafik reflektansi versus sudut datang dengan indek bias relatif n=1,50 ....................................................................
23
Gambar 2.13
Indek bias kaca TeO2-Bi2O3-ZnO ..................................
25
Gambar 2.14
Skema pita untuk konduktivitas intrinsik pada sebuah semikonduktor .................................................................
30
Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12
Gambar 2.15
Grafik absorbsi optik-energi photon. (a) direct photon transition, (b) indirect commitphoton to usertransition ........................
x
31
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.16
digilib.uns.ac.id
Lintasan wavevector pada (a) direct photon transition, (b) indirect photon transition ...........................................
32
Grafik penentuan energi gap optik pada kaca tellurite secara (a) direct transition dan (b) indirect transition ....
33
Gambar 2.18
Grafik hasil uji DSC pada kaca .......................................
35
Gambar 2.19
Efek dari heating rete terhadap suhu transisi kaca ..........
36
Gambar 2.20
Kissinger plot untuk menentukan Ec dan K0 pada kaca ...
38
Gambar 3.1
Bagan alur penelitian .......................................................
42
Gambar 3.2
Cara mengukur reflektansi dan indek bias sampel kaca ..
45
Gambar 3.3
Grafik reflektansi versus sudut datang pada pengukuran reflektansi menggunakan metode sudut brewster ...........
46
Kaca tellurite TBZP dengan komposisi 55TeO2-42ZnO2Bi2O3-1PbO ............................................................
50
Gambar 4.2
Kurva hasil uji DTA kaca TBZP0 ..................................
52
Gambar 4.3
(a) Sampel kaca TBZP yang transparan dipotong menjadi dua bagian. (b) Sampel kaca TBZP setelah salah satu bagian dikristalkan ..........................................
53
Grafik hasil uji XRD kaca TBZP yang menunjukkan padatan (X) amorf dan (Y) kristal ....................................
53
Sampel leburan tellurite dengan kombinasi bahan lainnya yang tidak membentuk kaca yang transparan .....
54
Kurva reflektansi vs sudut datang pada mode TE dan TM pada kaca, (a) TBZP1, (b) TBZP2, (c) TBZP3, (d) TBZP4 dan (e) TBZP5. Serta mode TM semua sampel (f) .....................................................................................
59
Kurva reflektansi vs sudut datang pada kaca TBZP Mode TM untuk menentukan sudut brewster .............
61
Kurva pengaruh konsentrasi PbO (% mol) terhadap indeks bias kaca TBZP secara eksperimen dan teoritis.
62
Kurva absorbansi vs panjang gelombang kaca TBZP pada daerah UV-VIS ........................................................
66
Gambar 2.17
Gambar 4.1
Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6
Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10
Kurva koefisien absorbansi vs panjang gelombang yang menunjukkan pergeseran edge pada kaca TBZP ...... commit toUV user
xi
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kurva (hv)1/2 vs (hv) untuk menentukan energi band gap optik secara indirect transition pada kaca; (a) TBZP1, (b) TBZP2, (c) TBZP3, (d) TBZP4, (e) TBZP5, dan (f) gabungan TBZP1-TBZP5 ....................................
68
Kurva absorbansi vs panjang gelombnag pada kaca TBZP pada daerah infrared .............................................
71
Kurva koefisien absorbansi vs panjnag gelombang yang menunjukkan pergeseran kurva absorbansi pada IR edge pada kaca TBZP ...............................................................
72
Kurva loss (dB/m) vs (nm) untuk menentukan minimum loss teoritis kaca tellurite (TBZP4) .................
74
Rentang transmitansi berdasarkan kurva UV edge dan IR edge pada kaca TBZP1 ...............................................
76
Grafik Hasil Uji DTA untuk TBZP3 dengan =15oC/min yang Menunjukkan adanya suhu transisi kaca (Tg), suhu awal kristalisasi (Tx) dan suhu puncak kristalisasi (Tp) .................................................................
78
Grafik hasil uji DTA untuk TBZP3 secara nonisothermal dengan laju pemanasan dari =10, 15, 20, 25oC/min ..........................................................................
79
Kurva pengaruh laju pemanasan terhadap suhu transisi kaca (Tg) ...........................................................................
80
Kurva suhu kaca transisi (Tg) terhadap laju pemanasan () pada kaca TBZP .........................................................
81
Gambar 4.20
Kurva stabilitas vs konsentrasi PbO pada Kaca TBZP .
82
Gambar 4.21
Plot kurva stabilitas vs Pb %wt untuk 85Se-(15-x)TexPb (x=4,6,8,10), dengan laju pemanasan (●) 5K/min, (■) 10K/min, (▲) 15K/min, (X) 20K/min ......................
83
Kurva ln (Tp2/) vs 1000/Tp untuk menentukan energi aktivasi kristalisasi (Ec) pada kaca TBZP ......................
85
Kurva energi aktivasi (Ec) vs konsentrasi PbO (% mol) pada Kaca TBZP ..............................................................
86
Kurva eksponen Avrami (n) vs konsentrasi PbO (% mol) pada Kaca TBZP ..............................................................
87
Kurva fraksi volum kristalisasi commit to user() vs suhu kaca TBZP ..
89
Gambar 4.11
Gambar 4.12 Gambar 4.13
Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18 Gambar 4.19
Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Perbandingan nilai beberapa sifat yang ditemukan pada kaca tellurite, silika dan flouride ......................................
15
Tabel 2.2
Penelitian kaca tellurite selama sepuluh tahun terakhir ...
17
Tabel 3.1
Massa bahan kaca berdasarkan komposisi .......................
43
Tabel 4.1
Nilai indeks bias kaca TBZP secara eksperimen dan teoritis.............................................................................
62
Nilai energi band gap optik secara indirect transition pada kaca TBZP ...............................................................
69
Nilai loss dan panjang gelombang pada prediksi minimum loss teoritis kaca TBZP ....................................
75
Nilai rentang transmisi berdasarkan UV-Vis edge dan IR edge kaca TBZP ..........................................................
76
Suhu transisi kaca (Tg), suhu awal kristalisasi (Tx), suhu puncak kristalisasi (Tp) dan stabilitas kaca TBZP ...........
80
Nilai energi aktivasi kristalisasi (Ec), Avrami eksponen (n) dan faktor frekuensi (K0) pada kaca TBZP ...............
85
Persamaan kinetika kristalisasi Kaca TBZP ................
89
Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabe 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7
commit to user
xiii