JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
ISSN 2303-1077
KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KESUM (Polygonum minus Huds) Diasyti Pramita1*, Harlia1, Endah Sayekti1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H.Hadari Nawawi
1
Email:
[email protected]
ABSTRAK Isolat yang relatif murni telah diisolasi dari 1 kg daun Polygonum minus Huds. (Polygonaceae). Isolat diperoleh dari fraksi etil asetat berbentuk padatan amorf berwarna hijau tua (19 mg), mempunyai titik leleh 85-87oC (tidak terkoreksi) dan uji fitokimia menunjukan positif alkaloid. Kemurnian senyawa diuji dengan kromatografi lapis tipis satu dan dua dimensi yang menampakan satu noda pada KLT. Spektrum UV-Vis memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 210 nm menunjukan adanya serapan khas dari kerangka cincin furan yang dimiliki oleh alkaloid indol, serta adanya serapan pada panjang gelombang maksimum sebesar 270 nm dan 285 nm mengindikasikan bahwa isolat B5 tersebut termasuk dalam golongan alkaloid indol. Panjang gelombang 220, 250, 270 dan 285 nm menunjukan adanya transisi elektronik - * dan memiliki kromofor C=C. Puncak serapan pada λmaks 285 nm menunjukkan adanya kromofor benzena. Spektrum IM menunjukan adanya pita serapan pada (cm-1) 3483-3610 (uluran N-H), 3311 (uluran O-H), 2860-2925 (uluran C-H), 1735 (uluran C=O), 1458-1546 (uluran C=C), 1379 (uluran C-N), 1168-1259 (uluran C-O). Spektrum RMI-1H memperlihatkan adanya sinyal triplet pada δH 0,89 (J= 3 Hz) , sinyal multiplet pada δH 1,35 (J= 13 Hz), sinyal singlet pada δH 3,60 (J= 0,25 Hz), sinyal kuartet pada δH 3,98 (J= 1 Hz) dan sinyal singlet pada δH 8,14 (J= 0,1 Hz). Spektrum RMI-13C memperlihatkan 14 sinyal karbon yang terdiri dari; C, CH, CH2, CH3, CH-OH dan C=O. Berdasarkan data spektrum tersebut diprediksi bahwa isolat merupakan senyawa alkaloid jenis indol yang tersubstitusi pada cincin pirol. Kata kunci : Polygonum minus Huds, Alkaloid, Fraksi Etil Asetat PENDAHULUAN Polygonaceae merupakan salah satu famili dari keanekaragaman hayati hutan Indonesia yang berpotensi besar untuk dikembangkan, karena tumbuhan dari famili tersebut dapat menghasilkan berbagai jenis senyawa kimia, sebagian diantaranya memperlihatkan berbagai bioaktivitas dan efek farmakologi yang menarik. Salah satu klasifikasi Polygonaceae adalah Polygonum. Tumbuhan dari genus Polygonum terdiri atas 300 spesies yang sudah dikenali dan tersebar di berbagai Negara, salah satu spesiesnya adalah tumbuhan kesum (Polygonum minus Huds) (Haraldson, 1978). Tumbuhan kesum dikenal secara luas oleh masyarakat Kalimantan Barat sebagai salah satu kekayaan hayati yang potensial. Daun tanaman ini dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap berbagai jenis masakan khas karena memberikan aroma yang sedap dan rasa yang nikmat pada makanan (Wibowo et al., 2008). Beberapa penelitian fitokimia yang telah dilakukan terhadap spesies Polygonum minus menunjukkan adanya kandungan senyawasenyawa golongan alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Urones et al. (1990) telah mengisolasi
dua komponen terbaru dari ekstrak tumbuhan kesum yaitu; flavon (6,7-metilendioksi-5,3′,4′,5′tetrametoksiflavon) dan metil flavonol (6,7-4′,5′dimetilendioksi-3,5,3′-trimetoksiflavon). Yacoob (1987) telah melaporkan sepuluh komponen kimia minyak atsiri dari bagian daun tumbuhan kesum yaitu diantaranya decanal (24,36%) dan dodecanal (48,18%) keduanya merupakan aldehid utama yang berperan memberikan rasa pada daun kesum. Berdasarkan skrining fitokimia yang telah dilakukan Wibowo (2009) terhadap fraksi etil asetat ekstrak daun kesum yang tumbuh di daerah Kalimantan Barat menunjukkan bahwa dalam fraksi etil asetat terdapat senyawa golongan fenolik dan alkaloid. Senyawa kimia seperti alkaloid dan fenolik banyak diminati karena memperlihatkan berbagai bioaktivitas dan efek farmakologi yang menarik seperti antimikroba, antibakteri, antijamur, antioksidan, antiradikal dan antikanker. Penelitian tentang aktivitas antioksidan daun kesum telah dilaporkan oleh Huda-Faujan et al. (2007) dan Vimala et al. (2008) yang melaporkan bahwa ekstrak daun kesum memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Penelitian tentang potensi kesum sebagai antikanker 142
JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
ISSN 2303-1077
telah dilaporkan oleh Mackeen (1997). Salama dan Marraiki (2009) juga melakukan penelitian terhadap aktivitas antimikroba dan analisis fitokimia terhadap Polygonum Aviculare L. yang secara alami tumbuh di Mesir. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh senyawa alkaloid panicudine (6-hydroxy-11-deoxy-13 dehydrohetisane) dari fraksi kloroform. Penelitian terhadap senyawa alkaloid dari daun kesum di daerah Kalimantan Barat belum pernah dilaporkan sebelumnya. Oleh kerena itu perlu dilakukan penelitian terhadap karakteristik senyawa alkaloid dari daun kesum tersebut. Isolat relatif murni yang diperoleh kemudian diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi ultraviolet, inframerah dan RMI-1H serta RMI13 C.
jam. Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian diuapkan di bawah tekanan rendah pada temperatur 40oC menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak metanol kental hasil maserasi yang diperoleh kemudian ditimbang selanjutnya dimasukkan dalam corong pisah, difraksinasi berturut-turut secara ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksan dan etil asetat. Ekstraksi setiap fraksi dilakukan sebanyak tiga kali dengan menggunakan 50 ml pelarut untuk sekali penyarian. Fraksi metanol, n-heksan dan etil asetat yang diperoleh kemudian diuji alkaloid dengan pereaksi Mayer, Dragendroff dan Wagner. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Alkaloid Fraksi etil asetat yang positif menunjukkan adanya senyawa alkaloid kemudian diteruskan dan dilakukan pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan teknik kromatografi. Sejumlah kecil fraksi etil asetat dilarutkan dalam pelarut etil asetat, kemudian dianalisis dengan plat kromatografi lapis tipis silika gel G60 F245 (tebal 0,2 mm; ukuran 5 x 1 cm; jarak elusi 4 cm) untuk mencari eluen yang tepat yang akan digunakan dalam proses pemisahan selanjutnya. Pertama dilakukan impregnasi terhadap fraksi etil asetat, selanjutnya difraksinasi dengan teknik Kromatografi Vakum Cair (KVC) dengan menggunakan fasa diam silika G60 (230-400 mesh, 100 g), panjang kolom 7cm, diameter 10 cm. Kolom kemudian dielusi berturut-turut secara bergradien menggunakan fasa gerak nheksana, n-heksana : etil asetat (7:3), nheksana : etil asetat (6:4), n-heksana : etil asetat (5:5), n-heksana : etil asetat (4:6), n-heksana : etil asetat (3:7) dan metanol. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari tahapan diatas dilanjutkan dengan analisis KLT silika gel G60 F254 untuk melihat pola noda yang dapat digabungkan. Berdasarkan pola pemisahan yang dihasilkan, diperoleh sebanyak 5 fraksi gabungan (A-E). Pada fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan uji alkaloid dan selanjutnya fraksi yang positif mengandung alkaloid kemudian dilakukan pemurnian lagi dengan menggunakan Kromatografi Kolom Tekan (KKT) dengan fasa diam silika gel G60 (70-230 mesh). Berdasarkan hasil uji alkaloid diperoleh fraksi B kemudian diteruskan pada tahap KKT. Namun sebelumnya, fraksi B dianalisis terlebih dahulu pada plat KLT untuk menentukan eluen yang akan digunakan untuk memisahkan fraksi B. Setelah diperoleh eluen yang tepat, sebanyak 0,1914 g fraksi B yang telah diimpregnasi dengan 0,4 g silika gel G60 (70-230 mesh) dimasukan ke dalam kolom (diameter 1 cm,
METODOLOGI Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah chamber, corong pisah, lampu UV, seperangkat alat maserator, melting point apparatus, neraca digital, pipet tetes, pipet volum, rotary evaporator, seperangkat alat kromatografi kolom, spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UVVis) Genesis 6, spektrofotometer Inframerah (IM) FTIR_8400S Shimadzu. Spektrometer Resonansi Magnetik Proton (Jeol JNM PNX-500 MHz) dan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti (Unity Plus Variant-500 MHz). Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades (H2O), etil asetat (teknis), kloroform (merck p.a), metanol (teknis), n-heksan (teknis), reagen Mayer, reagen Wagner, reagen Dragendroff, silika gel G60 (230-400 mesh) dan silika gel G60 (70-230 mesh) untuk kromatografi kolom serta plat kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel G60 F254 (E. Merck). Preparasi Sampel Sampel yang diperoleh berasal dari pasar tradisional di Kalimantan Barat. Sebelum digunakan, sampel tanaman kesum dipisahkan daun dan batangnya, kemudian bagian yang diambil adalah daunnya. Sampel daun kesum yang sudah terpisah tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam ruangan selama 4-5 hari hingga kering dan berwarna kecoklatan kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk. Maserasi dan Partisi Sampel berupa serbuk halus daun kesum sebanyak 1 kg diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan metanol yang telah diredestilasi. Maserasi dilakukan selama 3x 24 143
JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
ISSN 2303-1077
panjang kolom 16 cm). Selanjutnya sampel dielusi dengan eluen n-heksana, n-heksana : etil asetat (9:1), n-heksana : etil asetat (8:2), nheksana : etil asetat (7:3) dan metanol. Eluat ditampung setiap 5 mL dalam tiap-tiap fraksi. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan plat KLT. Berdasarkan pola pemisahan pada plat KLT diperoleh sebanyak 7 fraksi gabungan (B1-B7).
an putih, kemudian endapan jingga dengan reagen Dragendroff dan endapan cokelat dengan reagen Wagner. Berdasarkan uji alkaloid terhadap fraksi metanol, n-heksana dan etil asetat diketahui bahwa fraksi metanol dan etil asetat menunjukkan hasil positif mengandung senyawa alkaloid. Sementara fraksi n-heksana memberi hasil negatif, hal ini dikarenakan senyawa alkaloid terdistribusi pada pelarut yang bersifat polar. Pada penelitian ini, fraksi yang dipilih untuk diteruskan tidak hanya berdasarkan hasil uji alkaloid saja. Faktor pertimbangan lainnya adalah berat fraksi. Hal ini disebabkan banyaknya tahapan pemisahan dan pemurnian yang harus dilakukan. Jika jumlah fraksi terlalu sedikit dikhawatirkan akan habis sebelum diperoleh isolat yang relatif murni. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih fraksi etil asetat yang diteruskan untuk dilakukan pemurnian dan pemisahan. Pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi vakum cair dan Kromatografi Kolom Tekan (KKT). Pada tahap awal Pemisahan dilakukan proses Kromatografi Vakum Cair (KVC) dengan eluen yang bergradien. Eluen yang digunakan dalam KVC merupakan eluen yang mampu mengelusi sampel. Pemilihan eluen dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Proses elusi pada KVC menggunakan beberapa sistem eluen yang meningkat kepolarannya. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi kerja dan biaya. Penggunaan hanya satu sistem eluen akan menghabiskan volume eluen jauh lebih banyak untuk mengeluarkan seluruh komponen dari kolom silika gel. Dari hasil KVC diperoleh 5 fraksi gabungan (A-E), kemudian dilakukan uji alkaloid. Berdasarkan uji alkaloid tersebut maka fraksi B dipilih untuk diteruskan ke tahap pemurnian selanjutnya dengan teknik kromatografi kolom tekan. Hasil akhir KKT didapat 7 fraksi gabungan (B1-B7) kemudian diuji alkaloidnya. Berdasarkan hasil KLT dan uji alkaloid didapatkan fraksi B5 yang mengandung senyawa alkaloid dan memperlihatkan pola noda tunggal. Fraksi B5 sebanyak 19 mg berbentuk amorf berwarna hijau tua. Fraksi B5 yang dipilih untuk dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji kemurnian yang meliputi analisis KLT satu dan dua dimensi serta uji titik leleh. Analisis KLT satu dimensi dilakukan dengan menggunakan beberapa eluen, yaitu : n-heksana : etil asetat (8:2), nheksana : aseton (7:3) dan kloroform 100%. Kromatogram KLT satu dimensi fraksi B5 ditunjukan pada Gambar 1.
Uji Kemurnian Uji kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis menggunakan beberapa macam eluen, yaitu n-heksana : etil asetat (8:2), n-heksana : aseton (7:3). Kemudian menggunakan KLT dua dimensi dengan eluen n-heksana : etil asetat (8:2). Jika kromatogram menunjukkan satu pola noda, maka dapat dikatakan isolat tersebut relatif murni. Titik leleh isolat ditentukan menggunakan alat pengukur titik leleh (melting point apparatus). Karakterisasi Senyawa Isolat relatif murni yang diperoleh kemudian dianalisis dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis, IM dan spektrometer RMI-1H dan RMI13 C. Data yang diperoleh diinterpretasi untuk mengkarakterisasi dan menentukan struktur senyawa yang terkandung di dalam daun kesum (Polygonum minus Huds) HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk daun kesum sebanyak 1 kg dimaserasi menggunakan metanol hingga filtratnya jernih. Maserasi ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang ada pada daun kesum. Pada proses maserasi diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 28,576 g berwarna hijau pekat kehitaman. Ekstrak kental metanol masih mengandung banyak senyawa kimia (multi compound) dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Senyawa-senyawa tersebut dapat dipisahkan secara partisi berdasarkan kemampuannya untuk terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses partisi dilakukan berulang-ulang dengan tujuan agar jumlah senyawa yang terpartisi optimal. Proses partisi daun kesum menggunakan beberapa pelarut organik dengan kepolaran yang semakin meningkat yaitu n-heksana dan etil asetat. Dari proses tersebut diperoleh fraksi etil asetat (6,799 g), n-heksana (11,573 g) dan fraksi metanol (2,648 g), ketiga fraksi tersebut kemudian diuji kandungan alkaloidnya menggunakan reagen Mayer dimana Adanya alkaloid ditunjukkan dengan munculnya endap144
JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
a
b
ISSN 2303-1077
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
c
250
285
220
210
200
Gambar 1. Profil kromatogram satu dimensi fraksi B5 dengan menggunakan eluen (a) nheksana : etil asetat (8:2), (b) n-heksana : aseton (7:3) dan (c) kloroform 100%
270
250
300
350
400
Gambar 3. Spektrum UV isolat B5 (metanol) Berdasarkan spektrum isolat B5 dikarakterisasi adanya puncak serapan pada panjang gelombang 210 nm yang merupakan kerangka dasar dari cincin furan yang dimiliki oleh alkaloid indol (Kong et al., 1985). Panjang gelombang 220 nm merupakan serapan maksimum untuk kromofor (C=C) aromatik. Adapun transisi yang terjadi adalah transisi *. Serapan pada 270 nm menunjukan adanya serapan karbonil yang terjadi pada 270-300 nm. Puncak serapan pada λmaks 285 nm menunjukkan adanya kromofor benzena. Panjang gelombang maksimum sebesar 270 nm dan 285 nm mengindikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk dalam golongan alkaloid indol. Menurut Nassel, 2008 terbentuknya dua buah serapan yang berdekatan menunjukkan ciri khas dari senyawa alkaloid indol. Spektrum IM isolat B5 memperlihatkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 3483 cm-1 (N-H), 3311 cm-1 (O-H), 2925 cm-1 (C-H), 1735 cm-1 (C=O), 1458 cm-1 (C=C), 1379 cm-1 (C-N), 1168 cm-1 (C–O) (Hart dkk., 2003). Spektrum IM isolat B5 dapat dilihat pada Gambar 4.
Uji kemurnian dari fraksi B5 selanjutnya dilakukan dengan KLT dua dimensi menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (8:2). Profil kromatogram fraksi B5 secara KLT dua dimensi ditunjukkan pada Gambar 2. II
I
Gambar 2. Profil kromatogram dua dimensi fraksi B5. Bagian yang dilingkar merupakan penampakan noda tunggal fraksi B5. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 dapat diketahui bahwa isolat dari fraksi B5 menampakkan noda berbentuk tunggal pada kromatogram. Bentuk noda tunggal tersebut menunjukan bahwa isolat B5 hasil isolasi relatif murni. Isolat B5 yang diperoleh berupa padatan amorf berwarna hijau tua dan mempunyai titik leleh 85-87 (tidak terkoreksi). Isolat B5 relatif murni yang didapat kemudian diteruskan ke tahap identifikasi. Isolat dianalisis dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis, IM dan spektrometer RMI-1H dan RMI-13C. Spektrum UV isolat B5 memberikan serapan pada panjang gelombang 210, 220, 250, 270 dan 285 nm. Seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Spektrum Inframerah isolat B5. Data spektrum IM isolat B5 menunjukan bahwa terdapat gugus fungsi utama yaitu gugus amida (-CO-NR2) dan gugus metil (C-H). berdasarkan analisis spektrum IM maka dapat 145
JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
ISSN 2303-1077
kuat pada bilangan gelombang 3483-3610 cm-1 untuk vibrasi ulur (N-H) (Hart dkk., 2003). Puncak serapan pada λmaks 285 nm menunjukkan isolat B5 mengandung kromofor benzena. Posisi substitusi pada suatu cincin benzena dapat dilihat dari spektrum inframerahnya. Cincin-cincin benzena yang tersubstitusi mempunyai karakteristik absorpsi pada 680-900 cm-1 (Fessenden & Fessenden, 1986). Spektrum IM isolat B5 tidak menampakan adanya serapan pada rentang tersebut, sehingga dapat diduga bahwa senyawa alkaloid pada isolat B5 memiliki cincin benzen yang tidak tersubstitusi. Berdasarkan analisis tersebut maka diprediksi struktur dari isolat B5 adalah senyawa alkaloid Indol dengan struktur terlihat pada Gambar 7.
diasumsikan bahwa isolat B5 merupakan senyawa alkaloid, karena senyawa ini memiliki gugus fungsi NH pada strukturnya. Spektrum (RMI-1H) Isolat B5 menunjuk- an adanya sinyal triplet pada δH 0,89 (J= 3 Hz), sinyal multiplet pada δH 1,35 (J= 13 Hz), sinyal singlet pada δH 3,60 (J= 0,25 Hz), sinyal kuartet pada δH 3,98 (J= 1 Hz) dan sinyal singlet pada δH 8,14 (J= 0,1 Hz). Spektrum (RMI-1H) Isolat B5 dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Spektrum (RMI-1H) isolat B5
OMe
Spektrum (RMI-13C) menunjukkan bahwa terdapat 14 sinyal karbon yang terdiri dari sinyalsinyal untuk sebuah karbon kwarterner (C), tujuh buah karbon metin (CH), dua buah karbon metilen (CH2), dua buah karbon metil (CH3). Kemudian terdapat pula sinyal untuk CHOH dan sebuah sinyal untuk C=O. Spektrum (RMI-13C) Isolat B5 dapat dilihat pada gambar 6 .
Gambar 7. Prediksi Struktur alkaloid indol yang tersubstitusi pada cincin pirol. SIMPULAN Senyawa isolat B5 yang diperoleh sebanyak 19 mg berupa padatan amorf berwarna hijau tua dan mempunyai titik leleh sebesar 86-87oC. Berdasarkan analisis UV, IM dan spektrometri RMI-1H dan RMI-13C maka diprediksi bahwa isolat B5 adalah senyawa alkaloid golongan indol yang tersubstitusi pada cincin pirol. DAFTAR PUSTAKA Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S., 1986, Kimia Organik, Jilid I, Ed ke-3, a.b : A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta. Haraldson, Kerstin. 1987. Anatomy and Taxonomy In Polygonaceae Subfam Polygonoideae Meisn Emend. New York. Hart, Harold., Craine., David J. Hart., 2003, Kimia Organik, Jilid I, Ed ke-3, a.b : Suminar Setiati, Erlangga, Jakarta. Huda-Faujan, N., A. Noriham, A.S. Norrakiah, and A.S. Babji. 2007. Antioxidative activities of water extracts of some Malaysian herbs. Asean Food Journal. 14(1):61-68.
Gambar 6. Spektrum (RMI-13C) Isolat B5 Berdasarkan data spektrum UV dan IM dapat diperoleh asumsi awal bahwa isolat B5 merupakan senyawa alkaloid indol yang tersubstitusi pada cincin pirol. Keberadaan alkaloid pada isolat B5 juga diperkuat dengan adanya gugus amida yang memberikan serapan
146
JKK, tahun 2013, volume 2(3), halaman 142-147
ISSN 2303-1077
Kong, Y.C., K.F. Cheng, R.C. Combie and G. Waterman, 1985, Yuehchukene: A Novel Indole Alkaloid With Antiimplantation Activity, J. Chem. Soc. Commun. 47-48. Mackeen, M.M., A.M. Ali, S.H. El-Sharkawy, M.Y. Manap, K.M. Salleh, N.H. Lajis, and K. Kawazu. 1997. Antimicrobial and cytotoxic properties of some Malaysian traditional vegetables (Ulam). Pharmaceutical Biology. 35(3):174-178. Salama Hediat M.H., dan Marraiki Najat., 2009, Antimicrobial activity and phytochemical analyses of Polygonum aviculare L. (Polygonaceae) naturally growing in Egypt, Saudi Journal of Biological Sciences, 17,57–63. Urones JG, Marcos IS, Pérez BG, Barcala PB, 1990, Flavonoid from Polygonum minus. Phytochemistry, 29: 3687-3689.
Vimala, S., Adenan, M.L., Ahmad, A.R. and Shahdan, R. 2003. Nature’s choice to wellness: antioxidant, vegetables/ulam. Malaysia. Forest Research Institute. Wibowo, M.A., 2008, Uji Antimikroba Fraksi Metanol dan Dietil-eter Daun Tanaman Kesum (Polygonum cf minus Huds), Agripura, 4, 26-31. Wibowo, M.A., M. Sofwan Anwari, Aulanni’am dan Farid., 2009, Skrining Fitokimia Fraksi Metanol, Dietil eter dan n-heksana Ekstrak Daun Kesum (Polygonum minus), Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura, Volume XVI No. 4. 410411. Yacoob, K.B., 1987, Kesom oil: A natural source of aliphatic aldehydes. Perfumer Flavorist, 12, 27-30.
147