KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR SIRKULASI
ADE WAHYUNI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK ADE WAHYUNI. Karakterisasi Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan Reaktor Sirkulasi. Dibimbing oleh HENDRA ADIJUWANA dan RIZAL ALAMSYAH. Karakterisasi mutu biodiesel dari minyak kelapa sawit berdasarkan perlakuan tingkat suhu yang berbeda menggunakan reaktor sirkulasi telah diteliti. Penelitian dilakukan 2 tahap. Uji pendahuluan dilakukan untuk karakterisasi bahan baku sehingga dapat diputuskan tahapan reaksi. Penelitian utama dilakukan dalam 3 kondisi suhu, yaitu 50, 60, dan 70 oC dengan waktu 1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90 menit. Nisbah stoikiometri metanol dan minyak 6:1 dan katalis KOH digunakan sebanyak 1% dari bobot minyak. Pengolahan data menggunakan analisis rancangan acak lengkap petak terpisah dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat perbedaan yang signifikan. Pembuatan biodiesel dilakukan dengan satu tahapan transesterifikasi karena kadar asam lemak bebasnya rendah (0,32%). Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan suhu dan lamanya waktu reaksi meningkatkan mutu biodiesel, yaitu menurunkan bilangan asam, viskositas, densitas, kadar gliserol total, dan terikat, serta meningkatkan kadar metil ester. Bilangan asam pada suhu 50, 60, dan 70 oC berturut-turut adalah 0,44; 0,41; dan 0,40 mg KOH/g, kadar gliserol total sebesar 0,33; 0,29; dan 0,26%, sedangkan gliserol terikat bernilai 0,32; 0,27; dan 0,25%. Viskositas yang diperoleh sebesar 13,59; 12,34; dan 11,94 cSt, densitas bernilai sebesar 864,5; 864,8; dan 862,7 kg/m3, serta kadar metil ester adalah 99,05; 99,13; dan 99,23%. Berdasarkan hasil pengolahan data, kondisi optimum reaktor sirkulasi adalah 15 menit untuk suhu 70 oC, 20 menit untuk suhu 60 oC, dan 30 menit untuk suhu 50 oC.
ABSTRACT ADE WAHYUNI. Characterization of Biodiesel Quality from Palm Oil Based on Different Set of Temperature Level by Using Circulation Reactor. Supervised by HENDRA ADIJUWANA and RIZAL ALAMSYAH. The characterization of biodiesel quality from palm oil based on different set of temperature level by using circulation reactor has been investigated. The research was done in 2 phases. The first experiment was done to characterize raw material to decide the following reaction step. The main research was done in 3 temperature conditions (50, 60, and 70 oC) with interval of 1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, and 90 minutes. Molar ratio of methanol to oil at 6:1 and KOH catalyst was 1% of oil weights. Data processing used split plot randomized complete design and continued by Duncan test as necessary. Biodiesel preparation was done with one transesterification step, since free fatty acid contents of palm oil was low (0,32%). The result indicated that the higher the temperature and reaction time the higher the biodiesel quality, based on the lower the acid value, viscosity, total and combined glycerol, and high on methyl esters content. The acid value on temperature 50, 60, and 70 oC was 0,44; 0,41; and 0,40 mg KOH/g, the value of total glycerol was 0,33; 0,29; and 0,26%, and combined glycerol was 0,32; 0,27; and 0,25%, the viscosity was 13,59; 12,34; and 11,94 cSt, the density was 864,5; 864,8; and 862,7 kg/m3, and methyl esters content was 99,05; 99,13; and 99,23%, respectively. Based on data analysis, the optimum condition of circulation reactor was 15 minutes for 70 oC, 20 minutes for 60 oC, and 30 minutes for 50 oC.
KARAKTERISASI MUTU BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERLAKUAN TINGKAT SUHU YANG BERBEDA MENGGUNAKAN REAKTOR SIRKULASI
ADE WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Karakterisasi Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan Reaktor Sirkulasi Nama : Ade Wahyuni NIM : G44076032
Disetujui
Ir. Hendra Adijuwana, MST Pembimbing I
Ir. Rizal Alamsyah, M.Sc Pembimbing II
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor ini adalah biodiesel, dengan judul Karakterisasi Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Berdasarkan Perlakuan Tingkat Suhu yang Berbeda Menggunakan Reaktor Sirkulasi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian S3 yang dilakukan oleh Bapak Ir. Rizal Alamsyah, MSc pada jurusan Keteknikan Pertanian (TEP) Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Hendra Adijuwana, MST dan Bapak Ir. Rizal Alamsyah, M.Sc (BBIA Bogor) selaku pembimbing, serta Bapak Agus Ginanjar (BBIA Bogor) yang telah banyak memberikan bantuan. Terima kasih juga kepada Bapak Budi Arifin, S.Si, Bapak Drs. Ahmad Sjahriza, Bapak Drs. Muhamad Farid, dan Pajri Syamsi Nasution, A.Md yang meluangkan waktu untuk berdiskusi, serta Attika atas kerja samanya dalam penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2009 Ade Wahyuni
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah Drs. Ermen Jamal dan ibu Dra. Asmar. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Solok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada program diploma III. Penulis memilih Program Studi Analisis Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kegiatan praktik kerja lapangan penulis berjudul Studi Korelasi Pengaruh Kadar Air Tepung dan Proses Produksi terhadap Kadar Air Mi Instan yang dilakukan pada tahun 2007 di PT Jakarana Tama dan penulis lulus di tahun yang sama. Pada tahun tersebut penulis juga diterima di Program Sarjana Kimia Penyelenggaraan Khusus, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2008 penulis diterima sebagai staf pengajar di Bimbingan Belajar Focus dan terus berlanjut sampai sekarang. Selain itu, penulis juga menjadi guru freelance di Bimbingan Belajar Ultima Science terhitung bulan Desember 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... vi PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Biodiesel ................................................................................................... 1 Pembuatan Biodiesel .................................................................................................... 2 Reaktor Sirkulasi .......................................................................................................... 3 Standar Mutu Biodiesel ................................................................................................. 3 Parameter Utama Mutu Biodiesel ................................................................................. 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .............................................................................................................. 5 Metode Penelitian .......................................................................................................... 5 Pengolahan Data ........................................................................................................... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak Kelapa Sawit............................................................................... 6 Karakteristik Biodiesel .................................................................................................. 7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................................................... 13 Saran ............................................................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13 LAMPIRAN..................................................................................................................... 15
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ............................................................ 2 Standar mutu biodiesel di Indonesia .......................................................................... 3 Matriks rancangan percobaan .................................................................................... 4 Karakteristik minyak kelapa sawit ............................................................................. 5 Bilangan asam biodiesel (mg KOH/g) ....................................................................... 6 Kadar gliserol bebas biodiesel (%) ............................................................................ 7 Kadar gliserol terikat biodiesel (%) ........................................................................... 8 Kadar gliserol total biodiesel (%) .............................................................................. 9 Kadar metil ester biodiesel (%).................................................................................. 10 Kadar air biodiesel (%) .............................................................................................. 11 Densitas biodiesel (40 oC) (kg/m3)............................................................................. 12 Viskositas biodiesel (40 oC) (cSt) ..............................................................................
2 4 6 6 8 8 9 10 11 11 12 13
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur umum trigliserida (a) dan monoalkil ester (b) ............................................. 2 Reaksi pembentukan metil ester ................................................................................ 3 Reaksi transesterifikasi bertahap................................................................................ 4 Bagan reaktor sirkulasi biodiesel ............................................................................... 5 Perbandingan antara minyak kelapa sawit (A), biodiesel (B), dan metil ester (C) .... 6 Hubungan antara waktu (menit) dan bilangan asam (mg KOH/g) ............................ 7 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol bebas (%) .................................. 8 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol terikat (%) ................................. 9 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol total (%) .................................... 10 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar metil ester (%) ....................................... 11 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar air (%) .................................................... 12 Hubungan antara waktu (menit) dan densitas (kg/m3) ............................................... 13 Hubungan antara waktu (menit) dan viskositas (cSt) ................................................
1 2 2 3 7 7 8 9 9 10 11 12 12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Metode analisis contoh minyak kelapa sawit dan biodiesel ...................................... 2 Perhitungan jumlah reaktan pada transesterifikasi..................................................... 3 Diagram proses transesterifikasi ................................................................................ 4 Diagram alir pengolahan data .................................................................................... 5 Hasil pengolahan data bilangan asam biodiesel......................................................... 6 Hasil pengolahan data kadar gliserol bebas biodiesel................................................ 7 Hasil pengolahan data kadar gliserol terikat biodiesel............................................... 8 Hasil pengolahan data kadar gliserol total biodiesel.................................................. 9 Hasil pengolahan data kadar metil ester biodiesel ..................................................... 10 Hasil pengolahan data kadar air biodiesel ................................................................. 11 Hasil pengolahan data densitas biodiesel................................................................... 12 Hasil pengolahan data viskositas biodiesel ................................................................
15 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
9
PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy Outlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan minyak dunia diperkirakan akan habis dalam waktu 36,5 tahun terhitung sejak tahun 2002 (Walisiewicz 2005). Indonesia juga dihadapkan pada masalah yang sama, yaitu cadangan minyak mentah diperkirakan hanya cukup untuk memenuhi konsumsi selama 18 tahun mendatang (Prihandana & Hendroko 2008). Bersamaan dengan itu juga muncul permasalahan lain, yaitu meningkatnya pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi gas hasil pembakaran produk minyak bumi, pemanasan global, hujan asam, dan lain-lain. Oleh karena itu, penggunaan sektor energi yang berbasis bahan bakar fosil harus dikurangi dengan cara mengoptimumkan penggunaan sumber energi terbarukan dan mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Biodiesel dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif terbarukan karena tidak menghasilkan emisi sulfur, mudah terurai secara biologi, dan memiliki efisiensi pembakaran yang lebih baik dibanding solar (Hambali et al. 2008). Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah kelapa sawit (CPO). Luas area dan produksi CPO pada pada tahun 2004 masingmasing sebesar 5,5 juta hektar dan 12 juta ton sehingga Indonesia menjadi produsen dan eksportir CPO terbesar kedua di dunia setelah Malaysia (Prihandana & Hendroko 2008). Proses pembuatan biodiesel secara katalitik dalam skala laboratorium dan reaktor dirasa kurang optimum karena waktu produksi biodiesel relatif cukup lama. Hal ini mengakibatkan jumlah produksi biodiesel yang dihasilkan per satuan waktu belum optimum. Oleh karena itu, dibutuhkan metode baru dalam produksi biodiesel, sehingga dapat menghasilkan produk alkil ester dalam waktu lebih cepat dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pencampuran reaktan secara mekanik diharapkan tidak hanya berasal dari pengadukan campuran, tapi proses lain yang ikut meningkatkan terjadinya tumbukan. Reaktor sirkulasi digunakan pada penelitian ini. Penggunaanya diharapkan dapat menghasilkan biodiesel dalam waktu yang lebih cepat karena pencampuran tidak hanya mengandalkan pemutaran aliran. Sebuah static
mixer dirancang khusus pada pembuatan reaktor untuk memperbesar tumbukan partikel-partikel reaktan secara mekanik. Kinerja reaktor sirkulasi pada mutu biodiesel yang dihasilkan dilihat dari ragam suhu, mengacu pada parameter-parameter mutu biodiesel yang tertera dalam SNI 04-71822006. Pada penelitian ini pengaruh perubahan suhu pembuatan biodiesel pada mutu biodiesel dari minyak kelapa sawit, meliputi kadar metil ester, kadar gliserol, viskositas, kadar air, bilangan asam, dan densitas menggunakan reaktor sirkulasi diteliti, sehingga dapat diketahui kondisi optimum alat.
TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Biodiesel The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai monoalkil ester yang terdiri atas asam lemak rantai panjang dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Bahan baku pembuatan biodiesel yang paling umum adalah minyak nabati. Biodiesel dan minyak nabati tergolong ke dalam kelas besar senyawaan organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol atau disebut trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoalkil ester asam-asam lemak dengan metanol (Zandy et al. 2007). Struktur umum kedua senyawa ini dapat dilihat pada Gambar 1. O CH2
O
C
R1
O HC
O
O
C
R2
CH3
O
C
R
O CH2
O
a
C
R3
b
Gambar 1 Struktur umum trigliserida (a) dan monoalkil ester (b). Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil namun dengan proses pengolahan tertentu. Minyak tersebut di antaranya adalah minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapas, dan zaitun (Hambali et al. 2008). Minyak kelapa sawit dengan jumlah produksi yang sangat besar di Indonesia berpotensi untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel. Badan Standardisasi Nasional (BSN) (1995) mendefinisikan minyak kelapa sawit
sebagai minyak berwarna kuning jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan daging buah tanaman Elaeis guineensis Jacg. Terdapat 2 jenis minyak kelapa sawit, yaitu crude palm oil (CPO) yang didapat dari daging buah kelapa sawit dan crude palm kernel oil yang didapat dari inti biji (Hambali et al. 2008). Refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), yaitu fraksi minyak sawit turunan CPO yang telah dimurnikan sehingga kandungan asam lemak bebasnya lebih rendah (Zandy et al. 2007). Kandungan asam lemak dalam minyak kelapa sawit sangat beragam, baik panjang maupun struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon dalam minyak kelapa sawit C12–C20. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisis asam lemak minyak kelapa sawit Asam Lemak Jumlah (%) Asam laurat 0,1–1,0 Asam miristat 0,9–1,5 Asam palmitat 41,8–46,8 Asam palmitoleat 0,1–0,3 Asam stearat 4,2–5,1 Asam oleat 37,3–40,8 Asam linoleat 9,0 –11,0 Sumber: Hui (1996)
Komponen nontrigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah kecil, yaitu sekitar 1%, seperti sterol, karotenoid, tokoferol, tokotrienol, fosfatida, dan alkohol alifatik. Karoten, tokoferol, dan tokotrienol merupakan agen antioksidan alami yang menjaga minyak dari kerusakan akibat oksidasi (Hambali et al. 2008). Keunggulan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi sehingga mampu menghasilkan angka setana yang tinggi (Hambali et al. 2008). Bahan bakar dapat menyala pada suhu yang relatif rendah dengan semakin tingginya angka setana (Prihandana et al. 2006).
Pembuatan Biodiesel Produksi biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati dengan metanol atau esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati dengan metanol. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat, atau resin
penukar kation asam kuat (Soerawidjaja 2006). Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi. Pada tahap ini, asam lemak bebas akan diubah menjadi metil ester. Tahap transesterifikasi dilakukan setelah esterifikasi. Transesterifikasi adalah reaksi yang mengubah suatu ester menjadi ester baru melalui penukaran posisi asam lemak (Swern 1982). Metanol adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan karena harganya murah, mudah digunakan, dan jumlah yang dibutuhkan lebih sedikit daripada etanol (Susilo 2006). Oleh karena itu, biodiesel praktis identik dengan metil ester asam lemak di sebagian besar negara di dunia. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester asam lemak dapat dilihat pada Gambar 2. O CH2
O
C
O R1
CH2 OH
O CH
O
R2
+ 3 H3COH
C
R1 O
katalis
C
O
CH3
HC
OH
+
CH3 O
C
CH2
O
C
R2 O
O CH2
R3
OH
CH3 O
C
R3
Gambar 2 Reaksi pembentukan metil ester. Reaksi antara metanol dan trigliserida menghasilkan metil ester melalui pembentukan berturut-turut didan monogliserida (Mao et al. 2004). Tahapan reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3. 1. Trigliserida + H3COH
O
katalis Digliserida + CH3 O
C
R1 O
katalis 2. Digliserida + H3COH
Monogliserida + CH3 O
C
R2
O
3. Monogliserida + H3COH
katalis
Gliserol + CH3 O
C
R3
Gambar 3 Reaksi transesterifikasi bertahap. Agar reaksi bisa berlangsung sempurna, metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih serta air dan gliserol sebagai produk samping harus disingkirkan. Selain itu, reaksi dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester asam lemak bertujuan memodifikasi minyak nabati menjadi produk dengan kentalan mirip solar, angka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan (Zandy et al. 2007). Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah kondisi yang berasal dari minyak, seperti kandungan air, asam lemak bebas, dan zat terlarut/tak terlarut. Faktor eksternal adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat memengaruhi reaksi. Contohnya ialah waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu, nisbah stoikiometri metanol–minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis. Pengaruh suhu pada transesterifikasi diamati berdasarkan selang waktu tertentu pada penelitian ini. Semakin tinggi suhu yang digunakan, konversi gliserida menjadi metil ester yang diperoleh akan semakin tinggi dalam waktu yang lebih singkat (Zandy et al. 2007). Reaksi transesterifikasi juga dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar dengan waktu reaksi yang cukup lama. Umumnya suhu reaksi yang terjadi mengikuti titik didih metanol (60–70 oC) pada tekanan atmosfer. Hasil reaksi yang maksimum didapatkan pada kisaran suhu reaksi 60–80 oC dengan nisbah mol alkohol–minyak 6:1 pada bahan baku CPO (Srivastava 1999). Katalis dalam reaksi transesterifikasi diperlukan untuk menurunkan energi aktivasi sehingga mempercepat reaksi. Produksi biodiesel dapat berkataliskan asam, basa, atau enzim. Katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfonat dan asam sulfat sedangkan katalis basa dapat menggunakan NaOH, KOH, dan NaOCH3. Sementara enzim yang lazim digunakan adalah lipase atau enzim pemecah lemak. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa lebih cepat 4000 kali dibandingkan katalis asam. Selain itu katalis alkali tidak sekorosif katalis asam (Srivastava 1999). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan katalis basa, yaitu KOH yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kalium setelah produk yang diinginkan (biodiesel) diperoleh.
Reaktor Sirkulasi Reaktor sirkulasi yang dirancang dalam pembuatan biodiesel diharapkan dapat menghasilkan rendemen yang tinggi dalam waktu singkat. Alamsyah et al. (2008) merancang reaktor biodiesel yang digunakan pada penelitian dengan kapasitas 20 liter pada tangki utama. Mekanisme pencampuran terjadi tanpa proses pengadukan, hanya pengaruh aliran dari atas ke bagian bawah dan pengaruh panas. Pencampuran secara mekanik diharapkan terjadi pada saluran dengan static mixer. Hal ini berbeda dengan reaktor pada umumnya yang dilengkapi sebuah pengaduk di dalam
tangki. Ketika digunakan, mixer dalam keadaan diam dan pencampuran terjadi dari proses aliran yang melewati mixer. Pemanas dipasang dalam reaktor untuk mempercepat pencampuran reaktan. Kondensor digunakan sebagai pendingin dan penukar panas untuk mengubah uap metanol menjadi cair kembali jika dilakukan pada suhu tinggi (Ismail 2008). Di samping itu, alat ini dilengkapi sebuah pompa yang dapat mendorong campuran reaktan melewati suatu sirkulasi dari bawah ke atas secara terus-menerus. Hasil transesterifikasi ditampung dalam sebuah tangki pencucian untuk proses purifikasi. Bagan reaktor sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Bagan reaktor sirkulasi biodiesel. Keterangan: 1. kran sampel 2. tempat memasukkan reaktan 3. pipa sirkulasi 4. static mixer 5. motor listrik (pompa) 6. kondensor 7. sprayer distributor 8. reaktor (tangki utama) 9. pemanas 10. outlet produk 11. kaca duga tangki utama 12. tangki pencucian 13. kaca duga tangki pencucian 14. kran hasil pencucian
Standar Mutu Biodiesel Produksi biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Standar mutu biodiesel di Indonesia
sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2. Parameter yang dianalisis dan ikut menentukan mutu biodiesel adalah kadar gliserol total, kadar gliserol bebas, bilangan asam, dan kadar air. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula. Tabel 2 Standar mutu biodiesel di Indonesia Parameter Satuan Nilai Densitas (40 °C) Viskositas kinematik (40°C) Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup) Titik kabut Korosi lempeng tembaga (3 jam, 50 °C) Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10 % ampas distilasi Air dan sedimen Suhu distilasi 90% Abu tersulfatkan Belerang Fosfor Bilangan asam Gliserol bebas Gliserol total Kadar alkil ester Angka iodium Uji Halphen
kg/m3 cSt (mm2/s) °C
°C
850 – 890 2,30 – 6,00 min. 51 min. 100
maks. 18 maks. no 3
% bobot maks 0,05 maks. 0,3 % vol. °C % bobot ppm ppm mg KOH/g % bobot % bobot % bobot % bobot
maks. 0,05* maks. 360 maks.0,02 maks. 100 maks. 10 maks.0,80 maks. 0,02 maks. 0,24 min. 96,50 maks. 115 negatif
* dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01% vol. Sumber: BSN (2006)
Parameter Utama Mutu Biodiesel Parameter mutu biodiesel yang dianalisis adalah kadar metil ester, bilangan asam, kadar gliserol, viskositas, densitas, dan kadar air. Uji-uji ini dilakukan dengan metode kerja yang telah ditetapkan dalam SNI 04-71822006, yaitu mengacu pada ASTM dan American Oil Chemists’ Society (AOCS) Official Method. Uji pendahuluan pada
minyak kelapa sawit mengacu pada SNI 012901-1995, yang meliputi kadar asam lemak bebas, angka penyabunan, kadar air, densitas, dan viskositas. Bilangan Asam. Asam lemak bebas dan asam mineral bereaksi dengan KOH membentuk sabun dan garam. Jadi, banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas dalam 1 g contoh ditentukan (AOCS 1993). Bilangan asam yang tinggi dapat meningkatkan korosi mesin. Prihandana et al. (2006) menjelaskan bahwa biodiesel yang memiliki asam lemak bebas bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel. Kadar Gliserol. Senyawa gliserida dalam fatty acid metil ester disebabkan oleh konversi minyak nabati yang kurang sempurna selama proses transesterifikasi atau reaksi balik antara gliserol dan metil ester. Dalam AOCS (1993) disebutkan bahwa kadar gliserol total ditentukan setelah saponifikasi contoh. Gliserol bebas merupakan gliserol yang terdapat di dalam sampel, sedangkan gliserol terikat adalah selisih dari keduanya. Gliserol terikat terdapat dalam bentuk mono, di, dan trigliserida di dalam sampel. Prihandana et al. (2006) menjelaskan bahwa keberadaan gliserol sebagai produk samping pembuatan biodiesel dan sisa senyawa gliserida (mono-, di-, dan tri-) dapat membahayakan mesin diesel. Jika gliserol terlalu tinggi dalam biodiesel dapat menyebabkan penyumbatan tangki penyimpanan bahan bakar dan mesin. Kadar Metil Ester. Persentase jumlah metil ester yang terbentuk dalam proses pembuatan biodiesel dapat ditentukan dengan perhitungan setelah diketahui bilangan penyabunan, bilangan asam, dan kadar gliserol total biodiesel (BSN 2006). Bilangan penyabunan adalah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g contoh (AOCS 1993). Nilai ini menunjukkan proporsi asam lemak yang terikat dengan gliserol, metil ester, atau asam lemak bebas. Nilai bilangan penyabunan bergantung pada panjang atau pendeknya rantai karbon asam lemak atau dapat dikatakan bergantung pada bobot molekul (Poedjiadi 1994). Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105–110 oC sampai didapat bobot yang konstan. Selisih bobot contoh sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno 1997). Pengeringan biasanya dilakukan di dalam oven. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa keberadaan air dalam minyak dapat menyebabkan hidrolisis
trigliserida menjadi asam lemak bebas. Demikan juga pada biodiesel, keberadaan air mengakibatkan metil ester yang terbentuk akan terhidrolisis menghasilkan asam lemak dan gliserol. Densitas. Perbandingan antara bobot dan volume, yaitu sifat yang tidak bergantung pada banyaknya bahan. Prihandana et al. (2006) menerangkan bahwa nilai ini juga berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar serta berkaitan dengan viskositas. Penurunan nilai densitas akan menyebabkan nilai viskositas semakin kecil. Viskositas. Tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler pada gaya gravitasi atau daya alir dinyatakan dengan viskositas. Kecepatan mengalir juga tergantung pada bobot jenis maka pengukuran demikian dinyatakan sebagai viskositas kinematik. Parameter ini berkaitan dengan kandungan senyawa gliserida yang menentukan apakah bahan bakar biodiesel dapat diaplikasikan dalam bilik pembakaran mesin diesel atau tidak. Viskositas yang tinggi menyebabkan bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang besar dan momentum yang tinggi serta memiliki kecenderungan bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Akibatnya pompa penginjeksi bahan bakar tidak bisa melakukan pengkabutan yang baik jika disemprot ke kamar pembakaran (Prihandana et al. 2006). Kadar Asam Lemak Bebas. Parameter ini ditentukan pada uji pendahuluan minyak kelapa sawit (bahan awal) untuk menentukan tahapan proses pembuatan biodiesel. Asam lemak bebas merupakan banyaknya asam lemak yang terdapat dalam 100 g minyak. Penentuan kadar asam lemak bebas ini penting karena pada proses transesterifikasi dapat terjadi reaksi pengikatan asam lemak bebas dengan basa sebagai katalis membentuk sabun. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya rendemen metil ester yang dihasilkan. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat karena merupakan golongan asam lemak terbanyak dalam kelapa minyak sawit.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama dalam pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit. Peralatan yang digunakan adalah reaktor sirkulasi, alat kaca, penangas air, neraca analitik, dan viskometer Ostwald.
Metode Penelitian Uji Pendahuluan. Karakterisasi minyak sawit dilakukan meliputi viskositas, bilangan penyabunan, kadar asam lemak bebas, densitas, dan kadar air. Metode analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian Utama. Pembuatan biodiesel dilakukan dengan proses transesterifikasi dari minyak sawit dengan metanol menggunakan reaktor sirkulasi. Jumlah minyak kelapa sawit dan metanol yang digunakan adalah pada nisbah molar 1:6, karena pada perbandingan ini dapat memberikan konversi yang maksimum setelah 1 jam (Zandy et al. 2007). Jumlah KOH yang digunakan sebanyak 1% dari jumlah minyak kelapa sawit (Yubaidah 2007). Perhitungan jumlah masing-masing reaktan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tahap pertama dalam pembuatan biodiesel adalah pemanasan minyak kelapa sawit dalam reaktor pada suhu yang ditentukan dan pencampuran metanol dengan KOH. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, campuran KOH-metanol dimasukkan ke dalam alat, kemudian pengadukan dimulai dan pompa dinyalakan sehingga campuran melewati reaktor sirkulasi. Pengambilan alikuot dilakukan pada selang waktu menit ke1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90. Pembuatan biodiesel dilakukan pada 3 kondisi suhu, yaitu 50, 60, dan 70 oC. Setelah menit ke-90, campuran produk dialirkan ke dalam sebuah tangki pemisahan (settling tank). Produk yang terbentuk didiamkan selama 24 jam sehingga membentuk lapisan gliserol di bagian bawah dan lapisan metil ester di bagian atas. Gliserol yang terbentuk dipisahkan dan metil ester di bagian atas dicuci dengan air hangat bersuhu 80 °C. Air dan sisa gliserol di bagian bawah kemudian dibuang. Pencucian diulang 5–6 kali hingga air buangan jernih. Metil ester dipanaskan pada suhu 110 °C selama 30 menit atau sampai tidak terdapat gelembung. Sampel tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Diagram proses transesterifikasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Karakterisasi mutu utama biodiesel yang dihasilkan meliputi analisis kadar gliserol total, bebas, dan terikat (AOCS 1993), kadar metil ester (BSN 2006), bilangan asam (AOCS 1993), kadar air (BSN 1998), densitas metode piknometer (Ketaren 1986), serta metode ostwald (ASTM 1998).
Pengolahan Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan rancangan acak lengkap petak terpisah (split plot design), merupakan bentuk khusus dari rancangan faktorial dengan kombinasi perlakuan tidak diacak sempurna pada unit-unit percobaan. Rancangan ini terdiri dari petak utama dan anak petak, pada petak utama diterapkan taraf-taraf dari 1 atau lebih faktor, dibagi menjadi anak petak, yaitu tempat dikenakannya taraf-taraf dari faktor lainnya. Faktor yang lebih penting atau membutuhkan ketepatan yang lebih tinggi diberikan kepada anak petak (Mattjik & Sumertajaya 2002). Pada penelitian ini ragam suhu yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dijadikan sebagai anak petak karena penelitian difokuskan pada pengaruh suhu, sedangkan waktu reaksi dijadikan sebagai sebagai petak utama. Model linear dari rancangan ini adalah
dengan Yijk adalah nilai pengamatan pada suhu ke-i, waktu taraf ke-j, dan ulangan ke-k. merupakan komponen aditif dari rataan, αi adalah pengaruh utama suhu, dan βj adalah pengaruh utama waktu. (αβ)ij merupakan komponen interaksi dari suhu dan waktu, sedangkan δik adalah komponen acak dari suhu yang menyebar normal, dan εijk adalah pengaruh acak dari waktu yang juga menyebar normal (0, σ2) (Mattjik & Sumertajaya 2002). Suhu pada anak petak memiliki 3 ragam, yaitu 50, 60, dan 70 oC. Ragam waktu pada petak utama adalah menit ke-1, 5, 10, 15, 20, 30, 60, dan 90. Ulangan untuk setiap parameter pengamatan disesuaikan dengan prosedur analisis. Pengaruh suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada tiap parameter mutu biodiesel dianalisis. Jika pada hasil pengolahan data terdapat pengaruh yang signifikan dari parameter yang diamati, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan multiple range test). Uji ini memberikan segugus nilai pembanding yang nilainya meningkat sejalan dengan jarak peringkat 2 buah perlakuan yang akan dibandingkan. Nilai pembanding (RP) ini dapat dihitung dengan rumus:
dengan r;p;dbg adalah nilai tabel Duncan pada taraf , jarak peringkat 2 perlakuan p, derajat bebas galat sebesar dbg, serta KTG adalah kuadrat tengah galat dan r merupakan ulangan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Diagram alir pengolahan data terdapat pada Lampiran 4, sedangkan matriks rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Matriks rancangan percobaan Suhu (oC) Waktu Ulangan (menit) 50 60 1 1 Y50,1,1 Y60,1,1 2 Y50,1,2 Y60,1,2 5 1 Y50,5,1 Y60,5,1 2 Y50,5,2 Y60,5,2 10 1 Y50,10,1 Y60,10,1 2 Y50,10,2 Y60,10,2 15 1 Y50,15,1 Y60,15,1 2 Y50,15,2 Y60,15,2 20 1 Y50,20,1 Y60,20,1 2 Y50,20,2 Y60,20,2 30 1 Y50,30,1 Y60,30,1 2 Y50,30,2 Y60,30,2 60 1 Y50,60,1 Y60,60,1 2 Y50,60,2 Y60,60,2 90 1 Y50,90,1 Y60,90,1 2 Y50,90,2 Y60,90,2
70 Y70,1,1 Y70,1,2 Y70,5,1 Y70,5,2 Y70,10,1 Y70,10,2 Y70,15,1 Y70,15,2 Y70,20,1 Y70,20,2 Y70,30,1 Y70,30,2 Y70,60,1 Y70,60,2 Y70,90,1 Y70,90,2
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Bahan baku utama dalam pembuatan biodiesel adalah minyak kelapa sawit yang diperoleh dari PT Royal Industries, Karawang. Hasil analisis minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit diperoleh sebesar 0,32%. Kadar tersebut telah memenuhi SNI01-2901-1995 untuk minyak kelapa sawit mutu II. Kadar air contoh juga cukup kecil (0,36%), sehingga kemungkinan hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas relatif rendah. Tabel 4 Karakteristik minyak kelapa sawit Hasil Parameter Standar analisis Asam lemak 0,32 maks. 5,00* bebas (%) maks. 2,00* Kadar air (%) 0,36 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) Viskositas (40 o C) (cSt) Densitas (40 o C) (kg/m3)
212,9
199–217**
44,38
-
893,8
-
Keterangan : * BSN (1995) ** Zandy et al. (2007)
Viskositas minyak kelapa sawit (44,38 cSt) jauh lebih besar dibandingkan standar mutu biodiesel, yaitu 2,3–6,0 cSt. Hal ini terlihat dari fisik minyak yang lebih kental dan transesterifikasi diharapkan dapat menurunkan kekentalan minyak. Nilai densitas digunakan untuk konversi jumlah minyak kelapa sawit dari dalam bentuk bobot ke satuan volume. Bilangan penyabunan digunakan untuk memperkirakan bobot molekul minyak kelapa sawit sehingga jumlah metanol dapat ditentukan. Sebanyak 11 liter minyak kelapa sawit membutuhkan metanol sebanyak 3,01 liter pada penggunaan 2 kali nisbah stoikiometri minyak-metanol 1:6. Perhitungannya terdapat pada Lampiran 2.
Karakteristik Biodiesel Biodiesel yang dihasilkan secara visual memiliki warna kuning jernih dan terlihat encer. Penampakan biodiesel ini berbeda dengan minyak kelapa sawit yang berwarna lebih pekat dan terlihat kental. Hasil samping reaksi transesterifikasi adalah gliserol yang berwarna cokelat gelap dan lebih kental dibanding metil ester seta terdapat di lapisan bagian bawah. Perbandingan secara visual dapat dilihat pada Gambar 5.
A
B
C
Parmeter utama dalam penelitian ini adalah kadar metil ester karena menunjukkan besarnya perubahan reaktan menjadi kompleks teraktifkan. Dalam penentuannya dibutuhkan nilai bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar gliserol total. Selain itu, keberhasilan produksi biodiesel dilihat dari viskositas karena tujuan transesterifikasi adalah memperoleh ester dengan kekentalan yang menyerupai solar. Viskositas sendiri berkaitan erat dengan densitas. Oleh karena itu, pengujian sifat fisik dan kimia pada biodiesel yang telah dimurnikan meliputi bilangan asam, kadar gliserol bebas, kadar gliserol terikat, kadar gliserol total, kadar metil ester, kadar air, densitas, dan viskositas. Bilangan Asam. Hasil transesterifikasi minyak kelapa sawit secara umum memiliki bilangan asam yang rendah dan memenuhi standar biodiesel berdasarkan SNI 04-71822006 (0,80 mg KOH/g). Perolehan bilangan asam yang rendah ini dikarenakan karakteristik minyak kelapa sawit yang digunakan sudah cukup baik dengan kadar asam lemak bebas yang kecil (0,32%). Nilai bilangan asam pada contoh biodiesel ini secara umum mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu reaksi pada semua kisaran suhu seperti terlihat pada Gambar 6. Pada suhu yang lebih tinggi bilangan asam juga menunjukkan nilai yang lebih kecil.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Gambar 5 Perbandingan antara minyak kelapa sawit (A), biodiesel kasar (B), dan metil ester (C). Biodiesel kasar yang masih mengandung gliserol dimurnikan. Pencucian dengan air hangat bertujuan menghilangkan gliserol, katalis, dan metanol yang masih tersisa. Saat air kembali jernih pencucian dihentikan karena diperkirakan lapisan atas adalah biodiesel murni. Pemanasan kemudian dilakukan untuk menguapkan air sisa pencucian. Ketika tidak terdapat gelembung udara pemanasan dihentikan karena dapat dipastikan air telah menguap. Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih mungkin terdapat dalam biodiesel.
Gambar 6 Hubungan antara waktu (menit) dan bilangan asam (mg KOH/g). keterangan: maks. bilangan asam (BSN 2006) Uji statistika RAL petak terpisah pada Lampiran 5 menunjukkan minimal terdapat 1 suhu, 1 waktu, serta 1 interaksi antara suhu dan waktu yang berpengaruh secara signifikan pada bilangan asam (Pr <0,05). Pengelompokan pada uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Bilangan asam biodiesel (mg KOH/g) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 0,56a 0,55a,b 0,54a,b 0,551 5 0,52b,c 0,50c,d 0,50d,e 0,512 10 0,50c,d 0,47e,f 0,44g 0,473 d,e g h 15 0,48 0,42 0,39 0,434 f,g h,i i,j 20 0,45 0,37 0,36 0,395 h,i h,i i,j 30 0,37 0,36 0,35 0,366 j,k j,k k 60 0,33 0,33 0,31 0,327 k k k 90 0,31 0,31 0,31 0,318 Rerata 0,44x 0,41y 0.40z suhu a-k 1-8 x,y,z
proses pemisahan dan pencucian yang kurang baik.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Bilangan asam terkecil diperoleh pada suhu 70 oC dan menit ke-90, yaitu suhu tertinggi dengan waktu reaksi terlama. Hal ini terjadi karena asam lemak bebas ataupun asam-asam mineral semakin banyak yang bereaksi dengan KOH dan membentuk sabun dengan semakin lamanya waktu reaksi. Sabun yang dihasilkan akan terpisah dan terbuang pada proses pencucian metil ester dengan air hangat. Bilangan asam juga semakin kecil dengan peningkatan suhu karena panas dapat mempercepat reaksi yang terjadi. Interaksi antara waktu dan suhu pada uji Duncan menunjukkan bahwa bilangan asam memiliki nilai yang sama setelah menit ke-15 pada suhu 70 oC, menit ke-20 pada suhu 60 o C, dan menit ke-30 pada suhu 50 oC. Hal ini membuktikan bahwa jumlah asam-asam bebas dalam biodiesel sama pada suhu yang berbeda setelah waktu tertentu. Sebelumnya bilangan asam memiliki nilai yang lebih rendah pada waktu yang lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi. Kadar Gliserol. Gliserol bebas yang terdapat di dalam contoh biodiesel adalah sisa-sisa pencucian pada tahap pemurnian atau hasil samping hidrolisis ester karena terdapat air. Pencucian biodiesel tidak bisa dilakukan dengan jumlah air dan waktu yang sama. Hal ini disebabkan oleh jumlah air hangat untuk pencucian biodiesel kasar kemungkinan berbeda untuk tiap contoh, tergantung kejernihan air buangan tersebut. Walaupun dengan jumlah yang berbeda, kejernihan air bisa menjadi petunjuk hilangnya gliserol bebas. Pada Gambar 7 tidak terlihat pengaruh waktu atau suhu pada kadar gliserol bebas, karena bentuk kurva yang naik turun. Terdapat beberapa contoh biodiesel dengan kadar gliserol bebas yang cukup besar karena
Gambar 7 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol bebas (%). keterangan: maks. gliserol bebas (BSN 2006) Uji RAL petak terpisah pada kadar gliserol bebas pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa minimal terdapat 1 suhu, 1 waktu, serta 1 interaksi antara suhu dan waktu yang memberikan respons berbeda pada kadar gliserol bebas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05). Uji Duncan menunjukkan kadar gliserol bebas terbesar diperoleh pada suhu 60 o C dan waktu 15 menit, serta ketika interaksi antara suhu dan waktu pada suhu 60 oC menit ke-10 dan suhu 50 oC menit ke-15 seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kadar gliserol bebas biodiesel (%) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 0,022b 0,019c 0,009g 0,0172 5 0,008g,h 0,015d 0,008g,h 0,0114 10 0,001j 0,023a 0,007h 0,0114 15 0,024a 0,018c 0,018c 0,0201 20 0,008g,h 0,013e 0,008g,h 0,0105 30 0,009g 0,007h 0,015d 0,0114 60 0,007h 0,011f 0,005i 0,0076 90 0,007h 0,022a,b 0,014d,e 0,0153 Rerata 0,011y 0,016x 0,011y suhu a-j 1-6 x,y
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Pengaruh suhu pada kadar gliserol bebas tidak begitu terlihat karena nilainya sama pada suhu 50 dan 70 oC. Hasil uji menunjukkan tidak adanya hubungan yang linear dari suhu atau waktu pada kadar gliserol bebas karena
perolehan nilai terbesar bukan dengan semakin lama reaksi atau semakin tingginya suhu. Kadar gliserol bebas dapat dikatakan seragam, karena secara umum interaksi antara suhu dan waktu pada kadar gliserol bebas biodiesel menunjukkan nilai yang sama. Perolehan gliserol bebas yang berbeda secara nyata hanya pada suhu 50 oC menit ke-10, 60 o C menit ke-60, dan 70 oC menit ke-60. Gliserol terikat, yaitu mono-, di-, dan trigliserida yang masih terdapat dalam produk biodiesel. Nilai ini mengalami penurunan dengan semakin tingginya suhu pada waktu yang sama dan semakil lamanya waktu reaksi pada suhu yang sama seperti terlihat pada Gambar 8.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Kadar gliserol terikat terkecil diperoleh pada suhu 70 oC serta menit ke-90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan gliserol terikat terkecil pada suhu 70 oC menit ke-30 dan 90. Penurunan nilai kadar gliserol terikat menunjukkan bahwa jumlah mono-, di, dan trigliserida dalam produk biodiesel yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini terjadi karena peningkatan suhu menyebabkan reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat, sebagai akibat meningkatnya energi kinetik reaktan, sehingga tumbukan antar reaktan lebih sering dan efektif. Waktu reaksi yang semakin lama juga akan menyebabkan trigliserida pada minyak makin banyak yang terkonversi menjadi metil ester. Hal ini disebabkan oleh jumlah trigliserida dalam contoh yang berkurang dan bereaksi dengan metanol membentuk asam lemak metil ester. Gliserol total semakin rendah dengan lamanya waktu reaksi dan peningkatan suhu seperti terlihat pada Gambar 9. Hal ini terjadi karena jumlah gliserol terikat dalam contoh biodiesel yang semakin mengecil.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC Gambar 8 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol terikat (%). Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 7) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada kadar gliserol terikat contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr <0,05. Uji Duncan pada pengaruh suhu dan waktu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kadar gliserol terikat biodiesel (%) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 0,49 a 0,47 b 0,45 d 0,471 5 0,46 c 0,38 e 0,36 f 0,402 f 10 0,36 0,27 h 0,27 i 0,303 g 15 0,29 0,24 j 0,21 m 0,254 i 20 0,27 0,22 l 0,19 o 0,235 k 30 0,23 0,22 l 0,18 r 0,216 l 60 0,22 0,20 n 0,19 p 0,217 o 90 0,20 0,18 q 0,18 r 0,198 Rerata 0,31 x 0,27 y 0,25 z suhu a-r 1-8 x,y,z
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Gambar 9 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar gliserol total (%). keterangan: maks. gliserol total (BSN 2006) Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 8) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada kadar gliserol total contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05). Uji Duncan pada pengaruh suhu dan waktu menunjukkan gliserol total terkecil diperoleh pada suhu 70 oC serta menit ke-90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan gliserol total terkecil setelah menit ke-30 pada suhu 70 oC. Pengelompokan uji Duncan pada kadar gliserol total dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kadar gliserol total biodiesel (%) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 0,51 a 0,48 b 0,46 d 0,48 1 5 0,47 c 0,40 e 0,37 f 0,41 2 g i j 10 0,36 0,30 0,27 0,31 3 h k n 15 0,32 0,26 0,23 0,27 4 j m q 20 0,27 0,23 0,20 0,24 5 l n r 30 0,24 0,23 0,20 0,22 6 n o r,s 60 0,23 0,22 0,19 0,21 7 q p s 90 0,20 0,21 0,19 0,20 8 Rerata 0,33 x 0,29 y 0,26 z suhu a-s 1-8 x,y,z
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Beberapa contoh biodiesel memiliki kadar gliserol total yang tinggi, yaitu melewati batas maksimum untuk gliseol total SNI 04-71822006 (0,24%). Kadar gliserol total memenuhi standar dimulai pada menit ke-30, 20, dan 15 untuk suhu 50, 60, dan 70 oC secara berurutan. Hal ini terjadi karena pada awal reaksi masih banyak trigliserida dalam minyak kelapa sawit yang belum terkonversi menjadi metil ester. Konversi tersebut memenuhi standar pada waktu reaksi yang lebih cepat namun dengan kondisi suhu yang lebih tinggi. Kadar Metil Ester. Biodiesel yang dihasilkan berupa metil ester karena dalam reaksi transesterifikasi menngunakan metanol. Kadar metil ester tidak dapat langsung ditentukan, tapi dihitung melalui perolehan bilangan penyabunan, bilangan asam, dan kadar gliserol total sehingga analisis penentuan bilangan penyabunan juga dilakukan. Gambar 10 menunjukkan adanya pengaruh suhu dan waktu pada kadar metil ester.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Gambar 10 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar metil ester (%).
Pada Gambar 10 dapat dilihat peningkatan kadar metil ester terjadi dengan semakin tingginya suhu pada waktu reaksi yang sama. Konversi yang semakin besar juga didapat dengan semakin lamanya waktu reaksi. Peningkatan yang tajam terlihat pada awal reaksi dan beranjak landai atau cenderung stabil pada waktu transesterifikasi yang lebih lama. Pada suhu 50 oC kurva terlihat tidak selandai suhu 60 dan 70 oC karena proses terbentuknya metil esternya lebih lama dibanding suhu yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perolehan metil ester akan cenderung stabil pada waktu yang lebih lama. Hal ini mengindikasikan pada tahap awal reaksi kecenderungan tumbukan antara ion metoksida molekul trigliserida lebih besar sehingga laju pembentukan metil ester terjadi dengan cepat. Peningkatan suhu akan meningkatkan energi kinetik reaktan-reaktan untuk mengatasi energi aktivasi. Hal ini sesuai dengan hukum Arrhenius yang menyatakan bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi, ketika suhu reaksi semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju reaksi juga semakin besar. Peningkatan kadar metil ester terjadi karena tumbukan antar-reaktan semakin sering terjadi dengan semakin lamanya reaksi, sehingga produk yang terbentuk semakin bertambah. Pada saat tertentu jumlah metil ester cenderung tetap karena salah satu reaktan telah habis bereaksi, kemungkinan adalah trigliserida, karena metanol disediakan dalam keadaan berlebih. Metil ester yang terdapat dalam biodiesel memiliki kisaran yang cukup besar, yaitu 98,64–99,43%. Perolehan ini berada di atas standar biodiesel SNI-7182-2006 (96,50%). Rendemen metil ester yang tinggi pada pembuatan biodiesel dapat disimpulkan karena berasal dari bahan baku dengan karakteristik yang baik, yaitu nilai bilangan asam minyak kelapa sawit yang rendah (0,32%). Dalam skala laboratorium, produksi metil ester dengan rendemen tertinggi diperoleh pada suhu 60 oC setelah 1 jam menggunakan katalis basa (Vicente et al. 2004, Meher et al. 2006, Hazkil 2008). Pembentukan metil ester pada penelitian ini lebih cepat dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan reaktor sirkulasi yang telah dirancang khusus agar interaksi antarmolekul lebih sering dengan adanya static mixer yang dilewati oleh campuran reaktan. Dalam static mixer reaktan dicampur dengan mekanisme
(1) pemecahan, (2) pemutaran, (3) pembalikan, dan (4) pengadukan aliran. Keadaan ini menyebabkan laju reaksi transesterifikasi yang lebih tinggi dibanding dengan mekanisme pengadukan konvensional yang hanya mengandalkan pemutaran aliran. Penyebab lain adalah adanya proses pemurnian mengakibatkan biodiesel tidak lagi atau hanya sedikit mengandung air dan gliserol. Metanol yang digunakan dalam kondisi berlebih (2 kali stoikiometri) dan katalis KOH juga bekerja dengan baik dalam mempercepat laju transesterifikasi (Zandy et al. 2007). Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 9) menunjukkan setidaknya terdapat 1 suhu, 1 waktu, dan 1 interaksi antara suhu dan waktu yang berpengaruh secara signifikan pada kadar metil ester (Pr <0,05). Pengelompokan uji Duncan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa waktu pembuatan biodiesel terbaik adalah pada menit ke-90 dan suhu 70 oC. Pencapaian rendemen metil ester yang sama terjadi pada suhu 70 oC menit ke-10 dan suhu 60 oC menit ke-15. Pada suhu 60 dan 70 oC perolehan metil ester menit ke-20 sama dengan menit ke-30, sedangkan pada suhu 50 oC perolehan rendemen metil ester di menit ke-60 sama dengan suhu 70 oC menit ke-15, dan pada suhu 50 oC menit ke-90 rendemennya sama dengan suhu 60 oC menit ke-90. Tabel 9 Kadar metil ester biodiesel (%) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 98,64s 98,65r 98,68q 98,651 5 98,74p 98,85o 98,99m 98,862 10 98,91n 99,09k 99,19i 99,063 l i e,f 15 99,05 99,19 99,40 99,214 j g c 20 99,16 99,28 99,39 99,285 h g c 30 99,24 99,29 99,43 99,326 f e a 60 99,31 99,33 99,41 99,357 d d b 90 99,38 99,38 99,42 99,398 Rerata 99,05x 99,13y 99,24z suhu a-s
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda x,y,z Pengaruh suhu berbeda 1-8
Kadar Air. Biodiesel yang dihasilkan secara umum memiliki kadar air yang kecil dan memenuhi SNI-04-7182-2006 (0,05%), kecuali beberapa contoh dengan nilai yang melewati garis batas maksimum seperti terlihat pada Gambar 11. Suhu dan waktu tidak berpengaruh pada kadar air karena bentuk kurva yang naik turun. Lama waktu pemanasan tidak bisa ditentukan karena
pemanasan dihentikan saat contoh sudah tidak terlihat memiliki gelembung udara. Oleh karena itu tiap contoh biodiesel memiliki waktu pemanasan yang berbeda-beda. Nilai kadar air yang agak besar terjadi karena pemanasan contoh setelah dicuci mungkin dilakukan kurang lama sehingga air sisa pencucian masih terdapat dalam contoh. Hal ini tidak berkaitan dengan kualitas bahan baku atau biodiesel yang diproduksi, tapi lebih pada pemrosesan tahap akhir (purifikasi) yang kurang baik. : 50 oC : 60 oC : 70 oC
Gambar 11 Hubungan antara waktu (menit) dan kadar air (%). keterangan: maks. kadar air (BSN 2006) Uji statistika RAL petak terpisah pada kadar air pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 1 interaksi antara suhu dan waktu yang memberikan respon berbeda pada kadar air. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05), namun pengaruh suhu pada kadar air tidak signifikan (Pr >0,05). Pengelompokan uji Duncan sebagai uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kadar air biodiesel (%) Suhu (oC) Waktu (menit) 50 60 70 1 0,043d,e,f,g,h 0,043c,d,e,f,g 0,038g,h,i,j 5 0,037i,j 0,047b,c,d,e,f 0,044c,d,e,f,g g,h,i 10 0,040 0,051a,b 0,047b,c,d,e,f b,c,d b,c 15 0,048 0,048 0,042f,g,h a h,i,j 20 0,055 0,038 0,048b,c,d h,i,j d,e,f,g,h 30 0,038 0,043 0,036i,j b,c,d,e,f i,j 60 0,046 0,035 0,034j e,f,g,h b,c,d,e 90 0,042 0,047 0,050b Rerata 0,044x 0,044x,y 0,042y suhu a-j 1-4 x,y
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Rerata waktu 0,0422,3 0 ,0422 0 ,0461 0 ,0461 0 ,0471 0,0393,4 0,0394 0,0461
Pengaruh suhu dan waktu pada kadar air tidak berbeda nyata karena termasuk dalam 1 kelompok yang sama. Interaksi antara suhu dan waktu tidak berpengaruh pada kadar air karena semua interaksi memiliki nilai rataan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar air pada contoh biodiesel seragam. Densitas. Biodiesel yang dihasilkan secara umum memenuhi kisaran densitas SNI-047182-2006, yaitu 850,0–890,0 kg/m3, kecuali beberapa contoh pada menit-menit awal reaksi berlangsung seperti terlihat pada Gambar 12. Nilai densitas biodiesel mengalami penurunan dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu reaksi.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Gambar 12 Hubungan antara waktu (menit) dan densitas (kg/m3). keterangan: kisaran densitas (BSN 2006)
Uji Duncan pada pengaruh suhu dan pengaruh waktu menunjukkan densitas terbesar pada suhu 50 oC serta menit ke-1. Interaksi antara waktu dan suhu dengan densitas terbesar adalah menit ke-1 pada suhu 50 oC juga. Nilai densitas pada menit ke-1 tidak memenuhi standar SNI-04-7182-2006. Hal ini karena waktu yang pendek menyebabkan reaktan yang terkonversi masih sedikit. Dengan demikian, proporsi trigliserida yang berbobot molekul besar dalam produk lebih banyak dibanding metil ester dengan bobot molekul lebih kecil. Viskositas. Biodiesel harus memiliki kisaran viskositas 2,30–6,00 cSt pada suhu 40 o C (BSN 2006), dan biodiesel yang dihasilkan memiliki viskositas yang beragam pada berbagai macam waktu dan suhu seperti pada Gambar 13. Beberapa contoh memiliki viskositas yang besar, terutama pada awal reaksi, sehingga nilainya tidak memenuhi standar biodiesel. Namun, nilai viskositas biodiesel mengalami penurunan dengan semakin lamanya waktu reaksi dan semakin meningkatnya suhu.
: 50 oC : 60 oC : 70 oC
Analisis RAL petak terpisah (Lampiran 11) menunjukkan pengaruh yang signifikan dari suhu, waktu, serta interaksi suhu dan waktu pada densitas contoh biodiesel . Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (<0,05). Pengelompokan berdasarkan uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Densitas biodiesel (40 oC) (kg/m3) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) 50 waktu 60 70 1 892,0 a 891,7 a 891,3 b 891,7 1 5 889,2 c 885,5 d 880,8 e 885,2 2 10 876,1 f 868,6 h 862,8 j 869,2 3 g k l,m 15 871,4 856,1 855,4 860,9 4 i l,m n 20 864,6 855,4 853,7 857,9 5 l m n,o 30 855,5 855,1 853,5 854,7 6 n o p 60 853,7 853,3 852,9 853,3 7 o p q 90 853,3 852,8 850,9 852,3 8 Rerata 869,5 x 864,8 y 862,7 z suhu a-q 1-8 x,y,z
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Gambar 13 Hubungan antara waktu (menit) dan viskositas (cSt). keterangan: kisaran viskositas (BSN 2006) Uji RAL petak terpisah pada Lampiran 12 menunjukkan setidaknya terdapat 1 suhu, 1 waktu, dan 1 interaksi antara suhu dengan waktu yang memberikan pengaruh pada viskositas contoh biodiesel. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Pr (0,0001) yang lebih kecil dibanding nilai α (0,05). Uji Duncan pada pengaruh suhu dan pengaruh waktu menunjukkan viskositas terbesar dan terkecil secara berturut-turut adalah pada suhu 50 oC dan menit ke-1 serta suhu 70 oC dan menit ke90. Interaksi antara waktu dan suhu dengan perolehan viskositas terbesar adalah menit ke-
1 pada suhu 50 oC dan nilai ini sama setelah menit ke-15 pada suhu 70 oC, menit ke-20 pada suhu 60 oC, dan menit ke-30 pada suhu 50 oC.Pengelompokan hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Viskositas biodiesel pada 40 oC (cSt) Suhu (oC) Waktu Rerata (menit) waktu 50 60 70 1 40,66 a 38,18 b 37,38 c 38,741 5 23,36 d 20,51 e 19,13 f 21,002 10 14,16 g 11,17 h 10,51 i 11,953 15 7,45 j 6,28 k 5,91 l 6,554 k l l,m,n 20 6,13 5,91 5,77 5,945 l,m l,m l 30 5,84 5,84 5,91 5,866 m,n o,p n,o 60 5,69 5,48 5,62 5,607 p p p 90 5,40 5,33 5,33 5,358 Rerata 13,59 x 12,34 y 11,94 z suhu a-p 1-8 x,y,z
Interaksi suhu dan waktu berbeda Pengaruh waktu berbeda Pengaruh suhu berbeda
Nilai viskositas memenuhi standar SNI 047182-2006 dimulai pada menit ke-15, 20, 30 pada suhu 70, 60, dan 50 oC secara berturutturut. Perolehan ini menunjukkan bahwa pada waktu yang lama, biodiesel akan lebih encer pada semua kisaran suhu, karena semakin banyak minyak kelapa sawit yang bereaksi dengan metanol. Nilai viskositas tinggi pada menit ke-1 dan suhu 50 oC karena waktu yang pendek dan suhu yang rendah menyebabkan trigliserida masih banyak yang belum terkonversi menjadi metil ester.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu pada proses transesterifikasi dari minyak kelapa sawit menggunakan reaktor sirkulasi dapat meningkatkan kualitas biodiesel secara umum. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kadar metil ester. Beberapa parameter yang diharapkan berkurang juga mengalami penurunan, yaitu bilangan asam, kadar gliserol total, kadar gliserol terikat, densitas, dan viskositas. Berdasarkan hasil pengolahan data, kondisi optimum reaktor sirkulasi untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi beberapa parameter mutu biodiesel SNI 047182-2006 dengan waktu tercepat adalah menit ke-15 untuk suhu 70 oC, menit ke-20 untuk suhu 60 oC, dan menit ke-30 untuk suhu 50 oC.
Saran Kinetika reaksi metil ester yang terbentuk dengan menggunakan reaktor sirkulasi perlu di lakukan dengan variasi suhu yang lebih rendah (kurang dari 50 oC) untuk mengetahui efisiensi reaktor dari segi energi yang dibutuhkan untuk memulai reaksi. Percobaan perlakuan variasi jenis bahan baku (feedstock), kecepatan alir reaktan, nisbah stoikiometri, dan konsentrasi katalis yang berbeda juga perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah R, Tambunan AH, Priyanto YA, Kusdiana D. 2008. Desain dan uji teknis reaktor transesterifikasi dengan sistem static mixer. Disampaikan pada: Seminar Nasional Teknologi Pertanian. Perteta Cabang Yogyakarta, 28 Nov 2008. [ASTM] American Standard Technical Material. 1998. Standard Test Method of Petroleum Products. Philadelphia: ASTM. [AOCS] American Oil Chemist’ Society. 1993. Official Method and Recommended Practices of The American Oil Chemist’ Society. Washington: AOCS Pr. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil). Standar Nasional Indonesia (SNI) 012901-1995. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3555-1998. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Biodiesel. Standar Nasional Indonesia (SNI) 04-7182-2006. Jakarta: BSN. Hambali E, Mudjalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2008. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hazkil. 2008. Pengaruh suhu dan waktu esterifikasi - Transesterifikasi pada pembuatan biodiesel dari minyak jelantah [skripsi]. Bogor: Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan, Universitas Djuanda. Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products: Edible Oil and Fat Products
Proceesing Technology. Volume ke-2. Ed ke-5. New York: J Wiley. Ismail. 2008. Uji kinerja dan analisis energi reaktor tipe static mixer untuk produksi biodiesel secara katalitik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr. Mao V, Konar SK, Boocock DGB. 2004. The pseudo-single-phase base-catalyzed transmethylation of soybean oil. J Am Oil Chem Soc 81:803-808. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Volume ke-1. Bogor: IPB Pr. Meher LC, Sager DV, Naik SN. 2006. Technical aspects of biodiesel production by transesterification – A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10:248-268. Poedjiadi A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Pr. Prihandana R, Hendroko R. 2008. Energi Hijau, Pilihan Bijak Menuju Negeri Mandiri Energi. Jakarta: Penebar Swadaya. Prihandana R, Hendroko R, Nuramin. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah, Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. Jakarta: Agromedia Pustaka. Soerawidjaja TH. 2006. Fondasi-fondasi ilmiah dan keteknikan dari teknologi pembuatan biodiesel. Disampaikan pada: seminar nasional ”Biodiesel sebagai Energi Alternatif Masa Depan”. UGM Yogyakarta, 15 Apr 2006. Srivastava A, Prasad R. 1999. Trigliseridesbased diesel fuels. Renewable and Sustainable Energy Reviews 4:111-133. Susilo. 2006. Biodiesel. Surabaya: Trubus Agrisarana. Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume ke-2. Ed ke-4. New York: J Wiley.
Vicente G, Martinez M, Aracil J. 2004. Integrated biodiesel production: A comparison of different homogeneous catalyst systems. Bioresource Technology 92:297-305. Walisiewicz M. 2005. Energi Alternatif. Palupi DS, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Essential Science Alternative Energy. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yubaidah S. 2007. Petunjuk Sintesa Biodiesel: Transesterifikasi Esterifikasi. Tangerang: BTMP-BPP Teknologi Serpong. Zandy A, Destianna M, Nazef, Puspasari F. 2007. Intensifikasi proses produksi biodiesel [makalah]. Bandung: ITB.
Lampiran 1 Metode analisis contoh minyak kelapa sawit dan biodiesel 1. Bilangan Asam (AOCS Cd 3d-63) Standarsisasi larutan KOH 0,1 N beralkohol dilakukan dengan cara sebanyak 5 mL HCl 0,1 N dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 100 mL akuades, kemudian ditambahkan 0,50 mL indikator fenolftalein. Larutan dititrasi dengan KOH beralkohol sampai terbentuk warna merah muda. Volume titran yang dibutuhkan dicatat. Sebanyak 20 g contoh ditimbang didalam sebuah labu Erlenmeyer dan ditambahkan 100 mL campuran pelarut etanol dan toluen dengan perbandingan volume 1:1, campuran ini sebelumnya ditambahkan indikator fenolftalein dan dinetralkan dengan larutan KOH beralkohol. Dalam keadaan teraduk kuat, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N beralkohol yang telah distandardisasi sampai terbentuk warna merah muda yang tetap bertahan selama 15 detik. Volume titran yang dibutuhkan dicatat. Bilangan asam dihitung sebagai:
dengan pengertian: V : volume KOH yang dibutuhkan (mL) N : normalitas larutan HCl (N) M : bobot contoh (g) 56,1 : bobot molekul KOH (g/mol) 2. Bilangan Penyabunan (AOCS Cd 3-25) Standardisasi larutan HCl 0,5 N dilakukan dengan cara sebanyak 0,75 g boraks ditimbang dalam kaca arloji, kemudian dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, dan dilarutkan dengan akuades. Sebanyak tiga tetes indikator merah metil ditambahkan ke dalam larutan. Larutan dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna larutan berubah menjadi merah muda. Sebanyak 5 g contoh ditimbang dalam sebuah labu Erlenmeyer asah dan ditambahkan dengan 50 mL larutan KOH 0,5 N beralkohol. Labu Erlenmeyer dihubungkan dengan kondensor dan didihkan perlahan tapi mantap sampai contoh tersabunkan semua (kurang lebih 1 jam), yaitu ketika larutan sudah jernih dan homogen, jika belum waktu penyabunan diperpanjang. Labu dilepas dari kondensor setelah cukup dingin, kemudian ditambahkan 1mL indikator fenolftalein dan dititrasi dengan HCl 0,5 N yang telah distandardisasi sampai warna merah muda persis sirna. Volume titran yang dipakai dicatat. Penetapan blangko dilakukan dengan perlakuan yang sama tanpa menambahkan contoh biodiesel. Bilangan penyabunan dihitung sebagai:
dengan pengertian: V : selisih volume HCl pada titrasi blangko dan titrasi contoh (mL) N : normalitas larutan HCl (N) M : bobot contoh (g) 56,1 : bobot molekul KOH (g/mol) 3. Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat (AOCS Ca 14-56) Standardisasi Na2S2O3 0,01 N dilakukan dengan cara sebanyak 5 mL larutan kalium dikromat dipipet ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan1 mL HCl pekat dan 2 mL larutan KI, kemudian diaduk. Larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruangan gelap, kemudian ditambah 100 mL akuades dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang. Sebanyak 1 mL indikator pati ditambahkan dan titrasi diteruskan perlahan sampai warna biru sirna. Volume titran yang terpakai dicatat. Kadar gliserol total ditentukan dengan cara sebanyak 10 g contoh biodiesel ditimbang dalam labu Erlenmeyer asah dan ditambahkan 100 mL KOH 0,5 N beralkohol. Labu disambungkan dengan kondensor dan larutan dididihkan perlahan selama 30 menit. Setelah itu, kondensor dilepaskan dari labu Erlenmeyer, larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1 L yang telah berisi 91 mL kloroform dan 25 mL asam asetat glasial. Sebanyak 500 mL akuades ditambahkan, kemudian
Lanjutan Lampiran1 labu ditutup rapat dan dikocok kuat selama 1 menit, dan ditera dengan akuades. Larutan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Sebanyak 100 mL lapisan bagian atas dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 6 mL larutan asam periodat, kemudian dikocok dan didiamkan selama 30 menit di ruang gelap. Sebanyak 3 mL KI ditambahkan ke dalam campuran dan dibiarkan selama 1 menit di ruang gelap. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang. Sebanyak 1 mL indikator pati ditambahkan dan titrasi diteruskan perlahan sampai warna biru sirna. Volume titran yang terpakai dicatat. Penetapan blangko dilakukan dengan cara sebanyak 50 mL akuades dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 6 mL asam periodat, kemudian ditambahkan 3 mL KI dan didiamkan selama 1 menit diruang gelap. Blangko dititrasi dengan cara yang sama dengan analisis contoh. Kadar gliserol bebas ditentukan dengan cara sebanyak 10 g contoh biodiesel ditimbang dalam gelas piala, kemudian dilarutkan dengan 91 mL kloroform dalam labu takar 1 L. Sebanyak 500 mL akuades ditambahkan ke dalam labu takar, kemudian ditutup rapat dan dikocok kuat selama 1 menit. Larutan ditera dengan akuades dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Sebanyak 300 mL lapisan bagian atas dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 2 mL larutan asam periodat, kemudian dikocok dan didiamkan selama 30 menit di ruang gelap. Sebanyak 2 mL KI ditambahkan ke dalam campuran dan dibiarkan selama 1 menit di ruang gelap. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang. Sebanyak 1,00 mL indikator pati ditambahkan ke dalam larutan dan titrasi diteruskan perlahan sampai warna biru sirna. Volume titran yang terpakai dicatat. Penetapan blangko dilakukan dengan cara sebanyak 100 mL akuades dipipet ke dalam labu Erlenmeyer yang telah berisi 2 mL asam periodat, kemudian ditambahkan 2 mL KI dan didiamkan selama 1 menit diruang gelap. Blangko dititrasi dengan cara yang sama dengan analisis contoh. Kadar gliserol dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
dengan keterangan: GT : kadar gliserol total (% b) GB : kadar gliserol bebas (% b/v) Gtr : kadar gliserol terikat (% b/v) M : bobot contoh (g) V : selisih volume Na2S2O3 pada titrasi blangko dan titrasi contoh (L) N : normalitas larutan Na2S2O3 (N) 23,03 : bobot ekivalen gliserol (g/ekv) 4. Kadar Metil Ester (SNI 04-7128-2006) Metil ester dalam contoh biodiesel dapat ditentukan melalui perhitungan setelah diperoleh kadar gliserol total, bilangan penyabunan, dan bilangan asam. Kadar metil ester dihitung dengan rumus:
dengan keterangan: bs : bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) ba : bilangan asam (mg KOH/g contoh) GT : kadar gliserol total (%-b)
Lanjutan Lampiran 1 5. Kadar Air (SNI-01-3555-1998) Botol timbang yang berisi pasir laut kering dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam deksikator selama ½ jam dan ditimbang serta dicatat bobotnya. Sampel ditimbang sebanyak 5 g pada botol timbang dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam deksikator selama ½ jam dan ditimbang serta dicatat bobotnya. Proses pemanasan dan penimbangan diulang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
dengan keterangan : Mc : Bobot contoh (g) Ma : Bobot air (g) 6. Densitas Metode Piknometer (Ketaren 1986) Piknometer 25 mL yang bersih dan kering ditimbang bobotnya, kemudian diisi dengan akuades yang didinginkan pada suhu 20–23 oC hingga penuh dan tidak terbentuk gelembung udara. Setelah ditutup, piknometer direndam dalam wadah berisi air dengan suhu 25 oC dan dibiarkan sampai suhu konstan (kurang lebih 30 menit). Piknometer diangkat, dikeringkan bagian luarnya, dan ditimbang. Piknometer dibersihkan dan dikeringkan kembali untuk mengukur densitas minyak dengan cara yang sama seperti perlakuan pada akuades. Densitas dihitung sebagai:
dengan pengertian: : densitas pada suhu 25 oC (g/cm3) : densitas pada suhu 40 oC (g/cm3) Mi : bobot piknometer yang berisi minyak (g) Mk : bobot piknometer kosong (g) : volume air pada suhu 25 oC (cm3) 7. Viskositas Metode Ostwald (ASTM D445) Viskometer Ostwald dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi akuades diatas penangas air bersuhu 40 oC. Asam oleat sebagai standar dengan suhu yang sama dimasukkan ke dalam viskometer. Waktu alir akuades diukur menggunakan stopwatch. Hal yang sama dilakukan untuk contoh biodiesel. Viskositas dihitung dengan cara:
dengan pengertian: V : viskositas kinematik (cSt) k : konstanta kapiler (mm2/s2) t : waktu alir contoh (s) 8. Kadar Asam Lemak Bebas (SNI 01-2901-1995) Standardisasi NaOH 0,1 N dilakukan dengan cara sebanyak 10 mL larutan oksalat dipipet ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein. Larutan dititrasi dengan NaOH sampai warna merah jambu muncul dan titrasi dihentikan. Volume NaOH yang dibutuhkan dicatat.
Sebanyak 5 g contoh ditimbang didalam sebuah labu Erlenmeyer dan ditambah 50 mL etanol 95% netral. Etanol 95% netral diperoleh dengan cara ditetesi indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda. Beberpa tetes
Lanjutan Lampiran 1 indikator fenolftalein ditambahkan ke dalam campuran dan larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang tetap bertahan selama 15 detik. Volume titran yang dibutuhkan dicatat. Titrasi blangko dilakukan dengan cara yang sama seperti prosedur diatas tanpa menambahkan contoh. Asam lemak bebas dapat ditentukan dengan rumus:
dengan pengertian: V : selisih volume NaOH antara contoh dan blangko (L) N : normalitas NaOH yang digunakan (N) 256 : bobot molekul asam palmitat (g/mol) M : bobot contoh (g)
Lampiran 2 Perhitungan jumlah reaktan pada transesterifikasi 1. Perhitungan Jumlah Metanol Bilangan penyabunan = 212,87 mg KOH/g minyak Densitas = 893,77 kg/m3 Volume minyak = 11 L Nisbah stoikiometri = 2 kali
2. Perhitungan Jumlah KOH Jumlah KOH = 1% dari bobot minyak Bobot minyak = 9,8315 kg
Lampiran 3 Diagram proses transesterifikasi Minyak kelapa sawit
Uji pendahuluan Metanol
KOH
Bahan baku ALB < 5%
Pencampuran
Pemanasan (T1 = 50 C, T2 = 60 oC, T3 = 70 oC) o
Transesterifikasi Waktu pengambilan sampel t1 = 1 menit t4 = 20 menit t2 = 5 menit t5 = 30 menit t3 = 10 menit t6 = 60 menit t4 = 15 menit t8 = 90 menit
Produk
Separasi
Gliserol kasar
Metil ester kasar
Pencucian
Pemanasan T = 110 oC, t = 30 menit
Penyaringan
Metil ester 1. Bilangan asam 2. Kadar metil ester 3. Densitas 4. Viskositas 5. Kadar air 6. Kadar Gliserol
Analisis
Lampiran 4 Diagran alir pengolahan data Data analisis
Uji F
hipotesis
H0 : α 1 = α 2 = … = 0 H1 : paling sedikit ada satu i dengan αi ≠ 0
RAL petak terpisah
H0 : ditolak
Uji lanjut Duncan
hipotesis H0 : Iyi. - y.jI = Rp H1 : Iyi. - y.jI > Rp
H0 : diterima
Lampiran 5 Hasil pengolahan data bilangan asam biodiesel BILANGAN ASAM The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
0,34517937
0,01113482
63,53
<,0001
Error
16
0,00280423
0,00017526
Corrected Total
47
0,34798360
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,991941
3,167604
0,013239
0,417942
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,01454151 0,32003160 0,00072101 0,00988525
0,00727075 0,04571880 0,00009013 0,00070609
41,48 260,86 0,51 4,03
<,0001 <,0001 0,8287 0,0047
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,01454151 0,32003160 0,00072101 0,00988525
0,00727075 0,04571880 0,00009013 0,00070609
41,48 260,86 0,51 4,03
<,0001 <,0001 0,8287 0,0047
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
0,32003160
0,04571880
507,27
<,0001
Lampiran 6 Hasil pengolahan data kadar gliserol bebas biodiesel GLISEROL BEBAS The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
0,00190854
0,00006157
119,40
<,0001
Error
16
0,00000825
0,00000052
Corrected Total
47
0,00191679
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,995696
5,750313
0,000718
0,012488
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,00031982 0,00072527 0,00000328 0,00086018
0,00015991 0,00010361 0,00000041 0,00006144
310,13 200,94 0,80 119,16
<,0001 <,0001 0,6150 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,00031982 0,00072527 0,00000328 0,00086018
0,00015991 0,00010361 0,00000041 0,00006144
310,13 200,94 0,80 119,16
<,0001 <,0001 0,6150 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
0,00072527
0,00010361
252,71
<,0001
Lampiran 7 Hasil pengolahan data kadar gliserol terikat biodiesel GLISEROL TERIKAT The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
0,47479040
0,01531582
6910,69
<,0001
Error
16
0,00003546
0,00000222
Corrected Total
47
0,47482586
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,999925
0,529891
0,001489
0,280946
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,03135017 0,43432355 0,00002212 0,00909456
0,01567508 0,06204622 0,00000277 0,00064961
7072,80 27996,0 1,25 293,11
<,0001 <,0001 0,3349 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,03135017 0,43432355 0,00002212 0,00909456
0,01567508 0,06204622 0,00000277 0,00064961
7072,80 27996,0 1,25 293,11
<,0001 <,0001 0,3349 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
0,43432355
0,06204622
22439,9
<,0001
Lampiran 8 Hasil pengolahan data kadar gliserol total biodiesel GLISEROL TOTAL The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
0,48307898
0,01558319
9745,84
<,0001
Error
16
0,00002558
0,00000160
Corrected Total
47
0,48310456
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,999947
0,430908
0,001264
0,293450
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,03064527 0,44439400 0,00001235 0,00802736
0,01532264 0,06348486 0,00000154 0,00057338
9582,89 39703,9 0,97 358,60
<,0001 <,0001 0,4951 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,03064527 0,44439400 0,00001235 0,00802736
0,01532264 0,06348486 0,00000154 0,00057338
9582,89 39703,9 0,97 358,60
<,0001 <,0001 0,4951 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
0,44439400
0,06348486
41134,9
<,0001
Lampiran 9 Hasil pengolahan data kadar metil ester biodiesel KADAR METIL ESTER The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
3,20909913
0,10351933
2522,38
<,0001
Error
16
0,00065665
0,00004104
Corrected Total
47
3,20975578
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,999795
0,006462
0,006406
99,13691
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,24285015 2,89010967 0,00007447 0,07606484
0,12142508 0,41287281 0,00000931 0,00543320
2958,67 10060,2 0,23 132,39
<,0001 <,0001 0,9803 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,24285015 2,89010967 0,00007447 0,07606484
0,12142508 0,41287281 0,00000931 0,00543320
2958,67 10060,2 0,23 132,39
<,0001 <,0001 0,9803 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
2,89010967
0,41287281
44354,2
<,0001
Lampiran 10 Hasil pengolahan data kadar air biodiesel KADAR AIR The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
0,00141060
0,00004550
9,38
<,0001
Error
16
0,00007766
0,00000485
Corrected Total
47
0,00148826
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,947820
5,075236
0,002203
0,043408
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,00003151 0,00049978 0,00003223 0,00084708
0,00001576 0,00007140 0,00000403 0,00006051
3,25 14,71 0,83 12,47
0,0656 <,0001 0,5892 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
0,00003151 0,00049978 0,00003223 0,00084708
0,00001576 0,00007140 0,00000403 0,00006051
3,25 14,71 0,83 12,47
0,0656 <,0001 0,5892 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
0,00049978
0,00007140
17,72
0,0003
Lampiran 11 Hasil pengolahan data densitas biodiesel DENSITAS The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
2
1 2
Number of Observations Read Number of Observations Used
48 48
Dependent Variable: respon
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
31
10351,89190
333,93200
16211,3
<,0001
Error
16
0,32958
0,02060
Corrected Total
47
10352,22148
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,999968
0,016580
0,143523
865,6526
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
384,605936 9629,639250 0,209409 337,437303
192,302968 1375,662750 0,026176 24,102665
9335,68 66783,9 1,27 1170,11
<,0001 <,0001 0,3241 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 8 14
384,605936 9629,639250 0,209409 337,437303
192,302968 1375,662750 0,026176 24,102665
9335,68 66783,9 1,27 1170,11
<,0001 <,0001 0,3241 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
9629,639250
1375,662750
52554,1
<,0001
Lampiran 12 Hasil pengolahan data viskositas biodiesel VISKOSITAS The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
suhu
3
50 60 70
waktu
8
1 5 10 15 20 30 60 90
r
3
1 2 3
Number of Observations Read Number of Observations Used
72 72
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
39
8912,195619
228,517836
22132,6
<,0001
Error
32
0,330398
0,010325
Corrected Total
71
8912,526017
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0,999963
0,804978
0,101612
12,62292
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 16 14
35,316615 8839,635955 0,149212 37,093837
17,658308 1262,805136 0,009326 2,649560
1710,26 122306 0,90 256,62
<,0001 <,0001 0,5725 <,0001
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
suhu waktu r(waktu) suhu*waktu
2 7 16 14
35,316615 8839,635956 0,149212 37,093837
17,658308 1262,805137 0,009326 2,649560
1710,26 122306 0,90 256,62
<,0001 <,0001 0,5725 <,0001
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(waktu) as an Error Term Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
waktu
7
8839,635956
1262,805137
135411
<,0001