JURNAL AGROTEKNOS Maret 2012 Vol.2. No.1. hal. 50-56 ISSN: 2087-7706
KARAKTERISASI MORFOLOGI KETAHANAN KEKERINGAN PLASMA NUTFAH PADI GOGO LOKAL ASAL SULAWESI TENGGARA Morphological Characterization on Drought Resistance of Upland Rice Germplasm from Southeast Sulawesi GUSTI RAY SADIMANTARA*) MUHIDIN Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
ABSTRACT Efforts to increase rice production to achieve sustainable production faced a serious challenge. Rice demand is increasing due to population growth, changing consumption patterns of non-rice to rice, and the improvement of the local economy. On the other hand the national rice production is more limited. One alternative way to secure national rice production is through development of sub-optimal land, in the form of dry land, for upland rice cultivation. Potency of dry land for upland rice is big enough though constrained by such factors of soil fertility, rainfall and the presence of blast attacks. Test for drought stress was conducted using the Standard Evaluation System (SES) for Rice developed by the International Rice Researh Institute (IRRI). The results of the study on 24 local upland rice cultivars, based on the degrees of curl leaf and shoot dry index, it was known that there were two varieties that are very resistant to drought stress, i.e. cultivar Sala Bali and cultivar Wangkariri, and as many as six cultivars i.e. Paebiu Kolopua, Paebiu Tamalaki, Wangko'ito, and Wa Mengkale that were resistant to drought. Keyword: drought resistant, germplasm, upland rice 1PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi padi guna melestarikan swasembada beras menghadapi tantangan yang berat. Pada satu sisi permintaan akan beras senantiasa meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi, perubahan pola konsumsi pangan pokok tradisional sebagian masyarakat dari non-beras ke beras. Sementara di lain pihak, tekanan hama, penyakit dan lingkungan serta menyusutnya lahan sawah potensial di Jawa yang cenderung meningkat setiap tahunnya, menyebabkan peningkatan produksi beras untuk mencapai tingkat produksi lestari dan mengimbangi peningkatan permintaan akan sulit dilakukan. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas sawah yang ada dan pengembangan padi gogo pada lahan sub-optimal terutama pada lahan kering. Potensi lahan kering dataran rendah *)
Alamat Korespondensi:
[email protected]
terdapat lebih dari 50 juta hektar dan yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan mencapai 35 juta hektar. Namun yang dapat dikembangkan untuk pengambangan padi gogo hanya sekitar 5 juta hektar (Hidayat et al., 1997). Secara potensi pengembangan padi gogo berada di Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Namun lahan potensial pengembangan padi gogo ini umumnya berupa lahan kering marginal dan didominasi tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) dan berada pada daerah beriklim kering (Setyorini dan Abdulrahman, 2008). Rendahnya produktivitas padi gogo disebabkan oleh beratnya kendala pada budidaya padi gogo. Kendala tersebut antara lain karena umumnya padi gogo ditanam pada tanah masam yang secara kimiawi memiliki tingkat ketersediaan aluminium dan mangan yang tinggi dan ketersediaan unsur hara terutama N, P, K, Ca, Mg dan Mo yang rendah (Lubis et al., 2008). Secara fisik tanah ini memiliki kapasitas menahan air yang rendah
Vol. 2 No.1, 2012
Karakterisasi Morfologi Ketahanan Kekeringan
dan mudah tererosi. Faktor lain yang juga menyebabkan rendahnya produksi padi gogo adalah kurangnya galur-galur yang adaptif, yang memiliki kualitas beras yang baik, dengan potensi hasil tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, dan toleran terhadap tekanan mineral (Ponnamperuma, 1986) sehingga perlu dilakukan seleksi dan karakterisasi terhadap kultivar-kultivar padi gogo lokal yang toleran terhadap kekeringan. Potensi pengembangan padi gogo di Sulawesi Tenggara masih terbuka dan terdapat hampir 600.000 ribu hektar lahan kering, yang dapat dikembangkan untuk padi gogo. Luas pertanaman padi di Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 menurut BPS Sulawesi Tenggara (2012) mencapai 118.916 ha dengan produksi sebesar 491.567 ton. Kontribusi padi gogo terhadap luas pertanaman padi di Sulawesi Tenggara hanya sekitar 7 % atau seluas 8.175 ha dari total penanaman padi yang ada. Sementara kontribusi produksi baru mencapai 5 % atau 25.034 ton. Sulawesi Tenggara. Produktivitas padi gogo di Sulawesi Tenggara hanya sebesar 1,85 ton/ha juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas padi gogo nasional 2,53 ton/ha. Kendala utama pengembangan padi gogo di Sulawesi Tenggara adalah terkait dengan masalah tingkat kesuburan tanah yang rendah dan ketersediaan air yang terbatas. Oleh karena itu untuk meningkatkan pemanfaataan potensi lahan kering dan sekaligus untuk meningkatkan produksi padi di Sulawesi Tenggara, perlu dilakukan perakitan varietas padi gogo unggul dengan potensi produksi tinggi dan tahan terhadap cekaman kekeringan. Pengembangan padi gogo berpotensi produksi tinggi ini juga dimaksudkan untuk melestarikan potensi genetik padi gogo lokal yang sudah mengalami erosi genetik. Apalagi padi gogo lokal ini dari segi aroma dan citarasa lebih disukai masyarakat (Sadimantara, 2006, 2007) serta penerimaan pasar terhadap produk padi gogo juga lebih tinggi dibandingkan dengan produksi padi sawah. Kebutuhan air setiap jenis tanaman berbeda, baik total maupun fase pertumbuhannya, tergantung pada jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam, kandungan air tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien
51
tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif, perkolasi dan kebutuhan air untuk tanaman (Radjulaini, 2003). Cekaman kekeringan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses metabolisme tanaman yang diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan air (Sutoro dan Samadiredja, 1989). Hal ini karena air memegang peranan penting dalam proses transportasi dan translokasi unsure hara antara sel dan antar jaringan, dalam pembelahan dan pembesaran sel, serta peranannya dalam proses fisiologis dan metabolisme tanaman (Hsiao, 1973). Mekanisme membuka dan menutupnya stomata akan mengontrol pertukaran gas oleh daun tanaman terhadap lingkungannya, sehingga akan berpengaruh pada proses metabolisme pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Bahrun et al., 2002). Pada kondisi kekurangan air, akan terjadi penurunan fotosintesis tanaman akibat terjadinya penurunan tekanan potensial daun, aktifitas metabolisme, jumlah daun dan luas daun. Penurunan aktifitas metabolisme selain disebabkan oleh penurunan jumlah dan luas daun, juga akibat penutupan stomata sehingga menyebabkan penurunan biomassa (Rumani, 2003). Semakin tinggi cekaman air mengakibatkan makin rendahnya transpirasi dan meningkatkan difusi daun (Sutoro dan Somadiredjo, 1989). Cekaman kekeringan yang berlangsung lama dapat meningkatkan ketebalan dan kepadatan kutikula dan mengganggu metabolisme dalam tubuh tanaman. Kelayuan pada tanaman akibat kekeringan dapat menyebabkan kutikula kurang permeabel pada air. Status ini menimbulkan kelambatan pada pertumbuhan batang dan daun, mengurangi kecepatan transport ion, menurunkan respirasi, menurunkan aktifitas enzim, menghambat pembelahan sel dan mengurangi sintesa protein (Jumin, 1992).
Menurut Bohnet dan Jensen (1996), tanggap tanaman terhadap cekaman kekeringan dibedakan atas toleran dan peka. Tanaman toleran mampu mengakumulasi senyawa terlarut dalam jumlah banyak, sedangkan tanaman peka kurang atau tidak mampu mengakumulasi senyawa terlarut tersebut. Pengetahuan tentang saat fase kritis tanaman sangat
52
SADIMANTARA ET AL.
penting bagi pemuliaan tanaman dalam kaitannya dengan penentuan saat yang tepat untuk memberikan cekaman kekeringan dalam program seleksi untuk menentukan genotipe-genotipe yang tahan terhadap kekeringan. Pada beberapa varietas padi, kriteria ketahanan tanaman terhadap kekeringan juga dapat dilihat dari sifat perakaran yang dimiliki (Sudarmawan, 2010; Nio et al., 2010; Kadir, 2011) atau melalui uji daya tembus akar (Hanum, 2011). Karena respons genotipe tanaman terhadap cekaman kekeringan pada saat tersebut menjadi maksimum, sehingga perbedaan keragaan antar genotipe pun menjadi maksimum (Kasno dan Jusuf, 1994). Oleh karena itu perlu dilakukan core collection (Silitonga dan Risliawati, 2011), seleksi dan karakterisasi terhadap plasma nutfah padi gogo dalam rangka perakitan kultivar toleran kekeringan.
J. AGROTEKNOS
BAHAN DAN METODE Pengujian terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan menggunakan metode Standard Evaluation System (SES) for Rice yang dikembangkan oleh International Rice Researh Institute (IRRI) Los Banos Filipina pada tahun 1996. Benih setiap jenis klon atau aksesi dikecambahkan pada bak kecambah berukuran 100cm x 50 cm x 50 cm, yang berisi media campuran tanah, pasir dan pupuk kandang. Kemudian setelah tanaman muda berumur 40 hari setelah tanam (HST) diberi perlakuan kekeringan dan tanaman padi tidak ditam selama 14 hari. Kemudian pada hari ke15 dilakukan pengamatan untuk Derajat Tingkat Penggulungan Daun dan indeks kering pucuk. Kemudian tanaman padi gogo diuji, disirami kembali dan hari ke-14 setelah penyiraman dilakukan pengujian dan pengamatan kembali variabel penyembuhan. Gejala dan skala derajat penggulungan daun, Indeks kering pucuk dan tingkat sembuh terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Gejala dan skala derajat penggulungan daun (DPD), Indeks kering pucuk (IKP), dan daya penyembuhan (TS) Skala 0 1 3 5 7 9
Gejala Derajat Penggulungan Daun Daun sehat Daun mulai terlipat Daun mulai tergulung Daun tergulung Daun tergulung penuh, tidak rapat Daun tergulung penuh dan rapat
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisi gerombol (Cluster Analysis) sehingga varietas padi gogo hasil koleksi dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok atas dasar ketahanannya terhadap cekaman kekeringan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dan Pengujian Ketahananan Padi Gogo Lokal Terhadap Kekeringan Seluruh kultivar hasil eksplorasi (51 kultivar) diuji daya tumbuhnya dengan mengecambahkan benihnya. Sebahagian besar kultivar hasil eksplorasi memiliki kualitas benih buruk sehingga tidak tumbuh, hanya 24 kultivar terpilih yang mempunyai daya tumbuh baik. Dengan demikian, maka jumlah kultivar yang diuji ketahanannya terhadap cekaman
Indeks Kering Pucuk Tidak ada gejala Ujung daun ¼ bagian daun ¼ - ½ bagian daun 2/3 daun Semua daun
Daya Penyembuhan 90 – 100% 70 – 89% 40 – 69% 20 – 39% 0 – 19%
kekeringan adalah sebanyak 24 kultivar meliputi 11 kultivar asal kabupaten Konawe Selatan, 9 kultivar asal kabupaten Buton Utara, dan 4 kultivar asal kabupaten Buton, sebagimana terlihat pada Tabel 2. Hasil analisis gerombol dari 24 kultivar (Tabel 2) yang diuji ketahanannya terhadap cekaman kekeringan. Derajat Penggulungan Daun, Indeks Kering Pucuk, dan Tingkat Penyembuhan Nilai rata-rata ragam hasil pengamatan dari ke-24 varietas yang diuji ketahanannya terhadap cekaman kekeringan berdasarkan variabel derajat penggulungan daun (DPD) dan indeks kering pucuk (IKP) pada hari ke-11 pengeringan serta tingkat penyembuhan (TP) pada hari ke-4 setelah penyiraman kembali.
Vol. 2 No.1, 2012
Karakterisasi Morfologi Ketahanan Kekeringan
Hasil analisis gerombol dari 24 kultivar berdasarkan variabel tersebut ditampilkan pada Gambar 1, sedangkan pengelompokan tingkat ketahanannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Kultivar padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara hasil koleksi yang diuji ketahanannya terhadap cekaman kekeringan
No.
NamaKultivar
Asal Daerah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
PaebiuKolopua PaebiuSitoro PaebiuSitoro PaebiuSitoro PaebiuTamalaki PaebiuKolopua PaebiuTamalaki PaebiuTamalaki PaebiuKolopua PaebiuSitoro PaebiuAngata Bulo-Bulo Apolo Wagamba Sala Bali Wangko’ito Wakawondu WaMengkale Wangkariri Ereke-1 X-Guali Celerang Y-Bungi Z-Lapodidi
Angata Motaha Puao Benua Angata Aopa Pewutaa Mataiwoi Kosebo Angata Angata Kulisusu Barat Kulisusu Barat Kulisusu Barat Kulisusu Barat Kulisusu Barat Kulisusu Kulisusu Kulisusu Ereke Guali PoleangTimur Bungi Lapodidi
53
Gambar 1 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa kultivar yang termasuk dalam kelompok sangat tahan adalah kultivar nomor 8 (Paebiu Tamalaki), kelompok tahan adalah kultivar nomor 22 (Celerang), sedangkan kultivar lainnya termasuk dalam kelompok sedang, rentan, dan sangat rentan. Perbedaan ketahanan antar kultivar terhadap cekaman kekeringan seperti indikasi di atas merupakan ekspresi dari sifat atau potensi genetik dari kultivar-kultivar tersebut. Sejalan dengan hal ini, Jumin (1992) menyatakan bahwa setiap varietas memberikan respon yang berbeda terhadap faktor lingkungan yang sama. Tanaman membutuhkan keadaan lingkungan yang optimum untuk mengekspresikan potensi genetiknya secara utuh dan penuh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa keadaan lingkungan yang optimum dapat berbeda diantara jenis tanaman tergantung pada keragaman susunan genetiknya. Ketahanan tanaman terhadap cekaman tertentu dipengaruhi oleh sifat-sifat varietas tersebut, baik morfologi maupun fisiologi. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa selain kultivar nomor 8, juga terdapat kultivar nomor 13, 15, 19, 21, dan 24 yang termasuk dalam kelompok sangat tahan, sedangkan kultivar yang termasuk dalam kelompok tahan adalah nomor 3 dan 18 (Gambar 2 dan Tabel 4).
1 14 2 7 3 10 16 18 5 12 9 4 13 20 21 17 23 6 8 11 15 22 19 24 0.87
0.90
0.93
0.97
1.00
Coefficient
Gambar 1. Pengelompokan kultivar berdasarkan variabel DPD dan IKP hari Ke-11 pengeringan serta TP hari Ke-4 setelah penyiraman kembali.
54
SADIMANTARA ET AL.
J. AGROTEKNOS
Tabel 3. Tingkat ketahanan padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara terhadap cekaman kekeringan berdasarkan variabel DPD dan IKP hari Ke-11 pengeringan dan TP hari Ke-4 setelah penyiraman kembali
No. 1. 2. 3.
Tingkat Ketahanan Sangat Tahan Tahan Sedang
4.
Rentan
5.
Sangat Rentan
Nomor Kultivar 8 22 6, 20, 23, 13, 17, 18, 21, 15, 19, 24
Nama Kultivar Paebiu Tamalaki Cerelang Paebiu Kolopua, Ereke-1, Y-Bungi, Apolo, Wakawondu, Wa mengkale, XGuali, Sala Bali, Wangkariri, Z-Lapodidi 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 12, Paebiu Kolopua, Paebiu Sitoro, Paebiu 14, 10, 11 Sitoro, Paebiu Sitoro, Paebiu Tamalaki, Paebiu Kolopua, Bulo-Bulo, Wagamba, Paebiu Sitoro, Paebiu Angata 16 Wangko’ito 1 5 9 2 3 10 22 6 17 21 7 11 14 20 8 12 23 4 13 16 24 19 15 18
-0.02
0.24
0.49
0.75
1.00
Coefficient
Gambar 2. Pengelompokan kultivar berdasarkan variabel DPD dan IKP hari Ke-13 pengeringan dan TP hari Ke-8 setelah penyiraman kembali.
Tabel 4. Tingkat ketahanan padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara terhadap cekaman kekeringan berdasarkan variabel DPD dan IKP hari Ke-13 pengeringan dan TP hari Ke-8 setelah penyiraman kembali
No. 1.
Tingkat Ketahanan Nomor Kultivar Sangat Tahan 15, 19, 8, 13, 24, 21
Nama Kultivar Sala Bali, Wangkariri, Paebiu Tamalaki, Apolo, Z-Lapodidi, X-Guali 3, 18 Paebiu Sitoro, Wa Mengkale 2, 6, 20, 22, 23, 17 Paebiu Sitoro, Paebiu Kolopua, Ereke-1, Celerang, Y-Bungi, Wakawondu 1, 14, 10, 4, 7, 11, 5, Paebiu Kolopua, Wagamba, Paebiu 9, 19 Sitoro, Paebiu Tamalaki, Paebiu Angata, Paebiu Tamalaki, Paebiu Kolopua, Wangkariri 16 Wangko’ito
2. 3.
Tahan Sedang
4.
Rentan
5.
Sangat Rentan
Vol. 2 No.1, 2012
Karakterisasi Morfologi Ketahanan Kekeringan
55
1 5 21 7 9 2 3 4 6 8 13 12 22 11 24 14 23 16 10 17 18 20 15 19 0.44
0.58
0.72
0.86
1.00
Coefficient
Gambar 3. Pengelompokan kultivar berdasarkan variabel DPD dan IKP hari Ke-15 pengeringan dan TP Hari Ke-11 setelah penyiraman kembali.
Tabel 5. Tingkat ketahanan padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara terhadap cekaman kekeringan berdasarkan variabel DPD dan IKP Hari Ke-15 pengeringan dan TP Hari Ke-11 setelah penyiraman kembali
No. 1. 2.
Tingkat Ketahanan Nomor Kultivar Sangat Tahan 15, 19 Tahan 8, 13, 23, 24
Nama Kultivar Sala Bali, Wangkariri Paebiu Tamalaki, Apolo, Y-Bungi, ZLapodidi 2, 3, 16, 21, 6, 20, 17, Paebiu Sitoro, Paebiu Sitoro, 18, 22 Wangko’ito, X-Guali, Paebiu Kolopua, Ereke-1, Wakawondu, Wa Mengkale, Celerang 1, 4, 11, 7, 14, 19, 10, Paebiu Kolopua, Paebiu Sitoro, Paebiu 9 Angata, Paebiu Tamalaki, Wagamba, Wangkariri, Paebiu Sitoro, Paebiu Kolopua 5 Paebiu Tamalaki
3.
Sedang
4.
Rentan
5.
Sangat Rentan
Hasil analisis gerombol terhadap variabel tersebut ditampilkan pada Gambar 3, sedangkan pengelompokan tingkat ketahanannya dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa kultivar Sala Bali dan Wangkariri adalah kultivar yang responnya cukup konstan yaitu sangat tahan terhadap cekaman kekeringan. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua kultivar tersebut memiliki kemampuan dalam mempertahankan pertumbuhannya dalam kondisi tercekam air (kekeringan). Menurut Jumin (1992) bahwa varietas yang dapat mempertahankan proses pertumbuhannya selama keadaan air terbatas merupakan
varietas yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan kekurangan air.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa (1) Terdapat cukup banyak kultivar padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat, yaitu sebanyak 51 kultivar dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan sebanyak 25 kultivar, Kabupaten Konawe 3 kultivar, Kabupaten Buton 4 kultivar, dan Kabupaten Buton Utara 19 kultivar, (2) Kultivar padi gogo lokal asal
56
SADIMANTARA ET AL.
Sulawesi Tenggara yang diuji sebanyak 24 kultivar menunjukkan tingkat ketahanan yang berbeda terhadap cekaman kekeringan, berdasarkan uji derajat penggulungan daun dan indeks kering pucuk, (3) Terdapat dua kultivar padi gogo lokal asal Sulawesi Tenggara yang sangat tahan terhadap cekaman kekeringan yaitu kultivar Sala Bali dan kultivar Wangkariri. Sedangkan yang tahan sebanyak enam kultivar yaitu Paebiu Kolopua, Paebiu Tamalaki, Wangko’ito, dan Wa Mengkale.
DAFTAR PUSTAKA Bahrun, A., C.R. Jensen, F. Asch and V.O. Mogensen. 2002. Drought Induced Changes In Xylem pH, Ionic Composition and ABA Concentration act As Early Signals In Field Grown Maize (Zea mays L.). Journal Of Experimental Botany. 53:1-3. Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra. 2011. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. Bohnert, H.J. and R.G. Jensen. 1996. Strategies for engineering water stress tolerance in plants. TIBTECH. 14:89-97. Hanum, T., E. Swasti dan Sutoyo. 2010. Uji Toleransi Beberapa Genotipe Padi Beras Merah Lokal (Oryza Sativa L) Terhadap Kekeringan Selama Fase Semai. Jurnal Jerami Universitas Andalas Padang. 3(3). Hidayat, A., M. Sukardi dan B.H. Prasetyo. 1997. Ketersediaan Sumber Daya Alam dan Arahan pemanfaatan untuk Beberapa Komoditas. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.120p Hsiao, T.C. 1973. Plant Responon Water Stress. Ann.Rev.Plant Physiol. 24:519-570. Jumin, H.B. 1989. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press. Jakarta. Kadir, A. 2011. Respons Genotipe Padi Mutan Hasil Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman Kekeringan J. Agrivigor. 10(3):235-246. Kasno, A. dan M. Jusuf. 1994. Evaluasi Plasma Nutfah Kedelai untuk Daya Adaptasi Terhadap Kekeringan. J. II. Pert.Indon. 4(1):12-15. Lubis, E., R. Hermanasari, Sunaryo, A. Santika dan E. Suoarman. 2008. Toleransi padi gogo terhadap
J. AGROTEKNOS cekaman abiotik. Prosiding Seminar Apresiiasi Hasil Hasil penelitian Padi Menunjang P2BN Buku 2. Balai Besar Penelitian tanaman padiu badan Litbang Departemen Pertanian. 962 hal. Nio, S.A., S.M. Tondais dan R. Butarbutar. 2010. Evaluasi Indikator Toleransi Cekaman Kekeringan Pada Fase Perkecambahan Padi. Jurnal Biologi. (1) 50-54. Ponnamperuma, F.N. 1986. Role of Phosforus in Globalk Food Production in Glopbal Aspects Food Production. Tycooly publishing Ltd. London. Radjulaini. 2003. Pemakaian Tiga Metode Water Requirement untuk Memprediksi Luas Sawah Maksimum yang Dapat Diairi (Studi Kasus DAS Cikaduen-Jabar). Institut Pertanian Bogor. Bogorhttp://www.google.com/tumoutou.net/G -Sem2/radjulaini.htm. Rumani. 2003. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Gogo (Oryza sativa L.) Lokal Asal Muna dan Buton Terhadap Cekaman Kekeringan. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo kendari. Kendari. Sadimantara. 2006. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Gogo lokal Asal Kabupaten Muna Terhadap Cekaman Aluminium. Fakultas Pertanian Unhalu Kendari Sadimantara. 2007. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Gogo lokal Asal Kabupaten Muna Terhadap Cekaman Kekeringan. Fakultas Pertanian Unhalu Kendari Silitonga, T. S. dan A. Risliawati. 2011. Pembentukan Core Collection untuk Sumber Daya Genetik Padi Toleran Kekeringan. Buletin Plasma Nutfah. 17(2). Sudharmawan, A. 2010. Analisis Rerata Generasi Hasil Persilangan Dua Varietas Padi Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan. Journal Crop Agro. 3(1). Sutoro, I. dan Samadiredja. 1989. Reaksi Pemuliaan Tanaman Jagung dan Sorghum pada Fase Pertumbuhan Vegetatif. Penelitian Palawija. 9(4):146-151. Setyorini, A. dan S. Abdulrahman. 2008. Pengelolaan Hara Mineral Tanaman Padi. Dalam Suyamto (eds). 2008. Padi Inovasi Teknologi dan ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman padi Badan Litbang Departemen Pertanian. 499 hal.