Karakterisasi Mekanik Rifani Magrissa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang, Padang
Abstrak Characterization is something that is important in determining the properties of a material. One characterization is used the mechanical characterization. This paper describes the mechanical characterization of a material. Mechanical characterization is a trait that related with elastic or non-elastic properties of a material, if given a stress, such as stress, strain, hardness, etc. Each material has mechanical properties that are different. Some mechanical properties of such materials, stress, strain, hardness, ductility, toughness, elastic modulus, creep, fatigue, etc. Each of the mechanical properties of the material can be determined through standarized testing. Tests commonly performed is tensile test, hardness test, creep test, fatigue test and impact test. Testing is done through existing methods, and assisted with machine tools that support. Keywords: Mechanical characterization
1. Pendahuluan Banyak material yang terdapat di alam, dan telah menjadi bagian dari pola berpikir manusia. Material yang terdapat di alam merupakan bagian dari alam semesta. Setiap material memiliki sifat-sifatnya khas yang dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk, seperti logam, keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu dan berbagai komposit lainnya. [11] Penentuan karakter struktural material, baik dalam bentuk pejal atau partikel, kristalin atau mirip gelas, merupakan kegiatan inti dari ilmu material. Berbagai cara yang digunakan oleh ilmuwan untuk menentukan karakter suatu material. Salah satu yang digunakan melalui sifat-sifat mekanik yang dimiliki oleh material. [1] 1.1. Definisi Karakterisasi Mekanik Karakterisasi mekanik adalah sesuatu yang berhubungan plastis dari suatu material terhadap pembebanan yang diberikan. membahas tentang sifat-sifat mekanik dari suatu material, terbentuknya material tersebut, serta proses untuk mengetahui tersebut.
dengan sifat elastis maupun Ilmu metalurgi dari material bagaimana bentuknya atau sifat-sifat mekanik material
Sumber yang lainya menyebutkan, bahwa karakterisasi mekanik adalah suatu sifat yang berhubungaan dengan sifat elastis atau non elastis dari suatu material, apabila diberikan suatu 1
tekanan, seperti tegangan, regangan, kekerasan, dll. Beberapa dari sifat tersebut berhubungan dengan tegangan dan regangan, elastisitas, kekuatan, ductility, malleability, kekerasan, kerapuhan, creep dan ketangguhan. Penentuan karakteristik mekanik dari material diperlukan pengujian melalui metode-metode yang sering diterapkan. Berbagai tes dan alat yang digunakan untuk menentukan sifat mekaniknya. Tes tersebut seringkali bersifat destruktif yang nantinya dapat merusak spesimen yang diuji. [2] 1.2. Jenis-jenis Karakterisasi Mekanik Suatu material, mempunyai sifat-sifat mekanik yang beragam. Penentuan sifat tersebut dilakukan melalui karakterisasi mekanik berdasarkan sifat-sifat yang ingin ditentukan. Berikut jenis-jenis karakterisasi mekanik yang dilakukan untuk memberikan informasi mekanik material. 1.2.1. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik atau kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan material. Untuk logam ulet, kekuatan tariknya harus berkaitan dengan beban maksimum, dimana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Pada tegangan yang lebih kompleks, kaitan nilai tersebut dengan kekuatan logam, kecil sekali kegunaannya. Kecenderungan yang banyak ditemui adalah, mendasarkan rancangan statis logam ulet pada kekuatan luluhnya. Tetapi karena jauh lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak dipakai. Kekuatan tarik adalah besarnya beban maksimum dibagi dengan luas penampang lintang awal benda uji. Kekuatan tarik sangat erat hubungannya dengan elastisitas, tegangan, regangan, serta plastisitas. Umumnya, untuk menentukan sifat-sifat itu dibutuhkan suatu pengujian. Pengujian dilakukan menggunakan alat melalui uji tarik. Uji tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan akan segera diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Instron dan Dartec. Pada uji tarik, kedua ujung benda uji dijepit; salah satu ujung dihubungkan dengan perangkat pengukur beban dari mesin uji dan ujung lainnya dihubungkan ke perangkat peregang. Regangan diterapkan melalui kepala-silang yang digerakkan motor dan elongasi benda uji ditunjukkan dengan pergerakan relatif dari benda uji. Beban yang diperlukan untuk menghasilkan regangan tersebut ditentukan dari defleksi elastis suatu balok atau proving ring, yang diukur dengan menggunakan metode hidrolik, optik, atau elektromekanik. Tegangan (beban per satuan luas, P/A) terhadap regangan (perubahan panjang per satuan panjang, dl/l) dapat diperoleh setelah mengetahui dimensi benda uji. Pada tegangan rendah deformasi bersifat elastis, mampu balik (reversible), dan mengikuti hukum hooke, yaitu tegangan berbanding lurus dengan regangan. Konstanta proporsional yang mengaitkan tegangan dengan regangan disebut modulus elastisitas dan dapat berupa (a) modulus elastisitas atau modulus Young, E, (b) kekakuan atau modulus geser, ยต, atau (c) modulus curah, K, bergantung apakah regangan 2
bersifat tarik, geser, atau kompresi hidrostatik. Hubungan dari ketiga modulus serta rasio Poisson v untuk tegangan tarik uniaksial, mempunyai hubungan sebagai berikut: ๐ฒ=
๐ฌ
,ยต= ๐(๐โ๐๐)
๐ฌ
,๐ฌ= ๐(๐+๐๐)
๐๐ฒยต ๐๐ฒ+ ยต
....( 1 )
Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas, tetapi pada besitidak-murni dan baja-karbon-rendah, titik awal terjadinya deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang menunjukkan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Prilaku luluh ini merupakan karakteristik berbagai jenis logam, khususnya yang memiliki struktur bcc dan mengandung sejumlah kecil elemen larut. Untuk material yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 %. Di sini ditarik garis sejajar dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,1 %. Spesimen tarik juga memberikan informasi mengenai jenis perpatahan yang terjadi. Biasanya logam polikristalin mengalami perpatahan transgranular (yaitu permukaan perpatahannya menembus butir) dan tipe perpatahan โcup and coneโ sering dijumpai pada logam ulet, seperti tembaga. Pada tipe perpatahan ini, perpatahan benda uji dimulai di pusat daerah yang mengalami penciutan dan mula-mula tumbuh tegak lurus pada sumbu tarik. Dengan demikian terbentuk โcupโ, akan tetapi mendekati permukaan luar, perpatahan berubah menjadi โconeโ dan permukaan patahan membentuk sudut 45o dengan sumbu tarik. Kadang-kadang terjadi perpatahan interkristalin, dan seringkali tidak diiringi deformasi yang berarti. Tipe perpatahan ini biasanya ditimbulkan oleh fasa presipitasi kedua yang getas di sekitar batas butir, seperti yang dialami tembaga yang mengandung bismut atau antimon. [9] Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang distandarisasikan, dieratkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahanlahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus menerus beban dan regangan batang. Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam daN/mm2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan) yang bersangkutan dalam persentasi panjang awalnya. [11]
3
Grafik 1. Tegangan-Regangan pada Uji Tarik [11]
Gambar 1. Alat Uji Tarik [4]
4
Gambar 2. Bagian Alat Uji Tarik [6] Pertama-tama lengkungan memperlihatkan garis lurus miring, ini berarti bahwa tegangan dan regangan naik sebanding. Pada batas kesebandingan jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas elastisitas dengan tegangan. Jika pada saat batang dilepaskan dari tegangan, maka akan kembali pada kedudukan awalnya tanpa meninggalkan bentuk yang berarti. Jika beban dinaikkan melampaui batas elastisitas, maka regangan membesar relatif lebih pesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas, semakin ulet bahan itu. Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya sekaligus mempercepat regangan batang. Apabila bahan telah mencapai pada pembebanan tertinggi, maka akan terjadinya penyusutan dan terus meregang hingga putus pada batas titik z. Pada pengujian tarik, pengukuran dilaksanakan berdasarkan tegangan yang diperlukan untuk menarik benda uji dengan penambahan tegangan konstan. Bila suatu logam dibebani dengan beban tarik, maka akan mengalami deformasi. Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan kepadanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis atau plastis. Melalui kurva dari uji tarik dapat didapatkan sifat-sifat mekanik dari suatu material seperti kekuatan, yield point, ductility,elongation, dan modulus elastisitas. [11] Kekuatan tarik dapat dihitung dengan persamaan: ๐๐ =
๐ญ ๐จ๐
....( 2 )
5
Dimana: ๐๐ = tegangan teknik (Mpa) F = beban (N) ๐ด๐ = luas penampang awal (mm2) Regangan dapat dihitung melalui persamaan: ๐บ๐ =
๐ณโ ๐ณ๐ ๐ณ๐
=
โ๐ณ ๐ณ๐
....( 3 )
Sehingga, modulus elastis dapat ditentukan melalui persamaan: ๐ฌ๐ =
๐ ๐บ๐
....( 4 ) [12]
Uji tarik dilakukan untuk mengetahui: a. Kekuatan maksimum logam (kg/mm2 atau N/mm2) terhadap beban yang bekerja pada logam tersebut. b. Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar. c. Ketangguhan logam, dinilai dari ๏ณ๏ dan ๏ฅ๏ฎ๏ Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar, dengan ujungujung tebal untuk pemasangan pada mesin tarik. Ditengah-tengah batangnya (bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya, dimana panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo dari daerah ukur ini mempunyai perbandingan tertentu lo diameter do dari batang itu, yang banyak dipakai ialah perbandingan do = 10 atau 5. Batang yang memenuhi syarat perbandingan tetap disebut dengan batang uji tarik proporsional. [11]
Gambar 3. Bentuk Batang Uji Tarik [11]
6
Stress (Tegangan) Stress didefinisikan sebagai perubahan gaya terhadap luas penampang daerah yang dikenai gaya tersebut. Dalam satuan internasional, stress memiliki lambang S dan satuan N/m. Gaya yang bekerja pada benda menyebabkan terjadinya perubahan ukuran benda. Pengaruh vektor gaya terhadap sumbu x menghasilkan besaran tensile stress dengan lambang ๐. Strain (Regangan) Strain atau regangan didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang benda terhadap panjang mula-mula akibat suatu gaya dengan arah sejajar perubahan panjang tersebut. Dalam satuan internasional, strain memiliki lambang e dengan satuan mm/mm atau % Kekuatan Luluh Kekuatan luluh menyatakan besarnya tegangan yang dibutuhkan tegangan untuk berdeformasi plastis material. Pengukuran besarnya tegangan pada saat mulai terjadi deformasi plastis atau batas luluh, tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar material mengalami perubahan sifat dari elastis menjadi plastis, yang berlangsung sedikit demi sedikit dan titik saat deformasi plastis mulai terjadi, sukar ditentukan secara teliti. Sehingga kekuatan luluh sering dinyatakan sebagai kekuatan luluh offset, yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Kekuatan luluh offset ditentukan tegangan pada perpotongan antara kurva tegangan-regangan dengan garis sejajar dengan kemiringan kurva pada regangan tertentu. Modulus Elastisitas Gradien bagian linear awal kurva tegangan-regangan adalah modulus elastisitas atau modulus Young. Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu bahan. Makin besar modulus elastisitas makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Kelentingan Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada waktu berdeformasi secara elastis dan kembali ke bentuk awal apabila bebannya dihilangkan. Kelentingan biasa dinyatakan sebagai modulus kelentingan, yaitu energi regangan tiap satuan volume yang dibutuhkan untuk menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan luluh. Keuletan (ductility) Keuletan adalah suatu besaran kualitatif dan sifat subyektif suatu bahan, yang secara umum pengukurannya dilakukan untuk memenuhi tiga kepentingan, yaitu: a. Menyatakan besarnya deformasi yang mampu dialami suatu material, tanpa terjadi patah. Hal ini penting untuk proses pembentukan logam seperti pengerolan dan ekstruksi. b. Menunjukkan kemampuan logam untuk mengalir secara plastis sebelum patah Keuletan logam yang tinggi menunjukkan kemungkinan yang besar untuk berdeformasi secara lokal tanpa terjadi perpatahan. c. Sebagai petunjuk adanya perubahan kondisi pengolahan. Ukuran keuletan dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas suatu bahan walaupun tidak ada hubungan langsung antara keuletan dengan perilaku dalam pemakaian bahan. Cara untuk menentukan keuletan yang diperoleh dari uji tarik adalah regangan teknis pada saat patah (e), yang biasa disebut perpanjangan dan pengukuran luas penampang pada patahan (q). Kedua sifat ini 7
didapat setelaah terjadi patah, dengan cara menaruh uji kembali, kemudian diukur panjang akhir benda uji (Lf) dan diameter pada patahan (D), untuk menghitung luas penampang patahan (A). [7] Plastisitas Plastisitas adalah sifat yang dimiliki oleh suatu material, yaitu ketika beban yang diberikan kepada suatu benda/ material hingga mengalami perubahan bentuk kemudian dihilangkan lalu benda tidak bisa kembali sepenuhnya ke bentuk semula. Peningkatan pembebanan yang melebihi kekuatan luluh (yield strength) yang dimiliki mengakibatkan aliran deformasi permanen yang disebut plastisitas. [9] Elastisitas Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan melampaui batas maka perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban dihilangkan. [8] Prinsip pengujian adalah dengan memberikan gaya satu arah atau uniaxial pada sampel uji yang memiliki bentuk dan dimensi tertentu. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin tarik. Sampel ditarik dengan gaya yang membesar secara kontinu. Akan terjadi perpanjangan bahan logam pada setiap penambahan gaya yang diberikan. Uji dilakukan sampai sampel putus. [1] Data yang diperoleh dari hasil uji tarik adalah: 1. Kekuatan (kekuatan luluh dan kekuatan tarik) 2. Keuletan (perpanjangan dan reduksi penampang) 3. Modulus elastisitas 4. Modulus kelentingan 5. Modulus ketangguhan [8] Uji tarik terhadap logam dilakukan dalam beberapa metoda pembebanan di antaranya tarik (tension), tekan (compression), geser (shear), dan puntir (torsion), uji torsion digunakan untuk mengukur tenaga putaran suatu material. Beberapa logam mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang berdekatan, tetapi logam besi mempunyai kekuatan tarik yang rendah dibandingkan kekuatan tekan. Kekuatan geser untuk logam lebih rendah dari kekuatan tarik pada faktanya untuk semua logam. [2]
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4. (a) Tension (b) Compression (c) Shear (d) Torsion [2] 8
Gambar 5. Alat Torque Testing [2] Tabel 1. Kekuatan Material [2] Allowable Working Unit Stress Tarik Tekan Geser (shear) (tension) (compression)
Material
Modulus Elastisitas
Cast iron Wrought iron Steel Structural Tungsten carbide
15,000,000 25,000,000 29,000,000 50,000,000
3,000 12,000 20,000
Elastic Limit (PSI) Tarik Tekan (tension) (compression) 6,000 20,000 Cast iron 25,000 25,000 Wrought iron 36,000 36,000 Steel Structural 80,000 120,000 Tungsten carbide Material
15,000 12,000 20,000
Tarik (tension) 20,000 50,000 65,000 100,000
3,000 9,000 13,000
Extreme Fiber in Bending 12,000 20,000
Limit Strength (PSI) Tekan Geser (shear) (compression) 80,000 20,000 50,000 40,000 65,000 50,000 400,000 70,000
1.2.2. Kekerasan Kekerasan logam, didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai prilaku deformasi. Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida, atau kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida intan Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi dengan luas permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm2; dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan-kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN)
9
didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, dimana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi: ๐
๐ฉ๐ฏ๐ต = ๐ท/ { ๐ ๐ซ๐ } {๐ โ [๐ โ (๐
/๐ซ)๐ ]๐/๐ } ....( 5 ) Dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang konsisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan kondisi seperti ini maka nilai BHN dan VPN untuk material lunak adalah sama. Pengujian-kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya diperlukan informasi mengenai material getas pada temperatur tinggi. [9] Uji kekerasan yang menggunakan tekanan dan suatu penetrasi atau identasi secara luas digunakan untuk aplikasi di industri karena mudah dalam pengoperasiannya. Alat seperti Rockwell dan Brinell umum digunakan. Microhardness testers yang area pengujian lebih luas dengan sebuah mikroskop yang sering digunakan dalam laboratorium matalurgi. [2] Kekerasan adalah ukuran ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis lokal. Nilai kekerasan tersebut dihitung hanya pada tempat dilakukannya pengujian tersebut (lokal), sedangkan pada tempat lain bisa jadi kekerasan suatu material berbeda dengan tempat lainnya. Tetapi nilai kekerasan suatu material adalah homogen dan belum dipanaskan secara teoritik akan sama untuk tiap-tiap titik. Pengujian kekerasan sering sekali dilakukan karena mengetahui kekerasan suatu material maka secara umum juga dapat diketahui beberapa sifar mekanik lainnya, seperti kekuatan. Pada pengujian kekerasan dengan metoda penekanan, penekanan kecil ditekankan pada permukaan bahan yang akan diuji dengan penekanan tertentu. Kedalaman atau hasil penekanan merupakan fungsi dari nilai kekerasan, makin lunak suatu bahan makin luas dan makin dalam akibat penekanan tersebut, dan makin rendah nilai kekerasannya. [11] Metode Pengujian Kekerasan 1. Metode Gores Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Tabel 2. Urutan Nilai Kekerasan Skala Mohs [11] 1. 3. 5. 7. 9.
Talc Calcite Apatite Quartz Corundum
2. Gipsum 4. Fluorite 6. Orthoclase 8. Topaz 10. Diamond (Intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. 10
Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilai berkisar 1-9 saja, sedangkan 9-10 memiliki rentang yang besar. 2. Metode Elastik/Pantul (Rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. 3. Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Pengukuran nilai kekerasan suatu material ditentukan melalui rumus pada persamaan (5).
Gambar 6. Skema Prinsip Indentasi dengan Metode Brinell [11] Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logamlogam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan โHBโ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian. Contoh 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik. 11
Gambar 7. Hasil Indentasi Brinell Berupa Jejak Lingkaran [11] 2) Metode Vickers Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh: ๐ฝ๐ฏ๐ต =
๐๐๐๐ ๐ท ๐
๐
....( 6 )
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 8. Skema Prinsip Indentasi dengan Metode Vickers [11]
12
Gambar 9. Alat Uji Vickers [11] 3) Metode Rockwell Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (directreading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. [11] Tabel 3. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell [11]
13
Gambar 10. Alat Uji Rockwell [11] Pengujian kekerasan ini bertujuan: 1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam 2. Untuk mengetahui perubahan sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah perlakuan pemanasan 3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan 4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin [15] Tabel 4. Skema Uji Keras [9]
14
1.2.3. Ketangguhan (Impak) Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil saat terjadinya tumbukan kecelakaan. [11]
Gambar 11. Ilustrasi Skematis Uji Impak [11]
15
(a)
(b)
Gambar 12. (a) Pendulum Impact Tester HIT50P; (b) Charpy Spesimen Tested [3] Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material berstruktur bcc pada temperatur rendah. Sebagai contoh, baja karbon memiliki temperatur transisi ulet-getas yang relatif tinggi. Oleh karena itu, baja jenis ini dapat digunakan dengan aman pada temperatur di bawah nol hanya jika temperatur transisi diturunkan dengan cara menambahkan paduan yang sesuai atau dengan memperluas ukuran butir. [9] Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah 0o C, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalanya dari temperatur di bawah 0o C hingga temperatur tinggi di atas 100oC, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal fcc seperti tembaga dan alumunium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang
16
tinggi bersifat rapuh. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, dan jaringan pipa bersifat rapuh pada temperatur rendah.
Grafik 2. Efek Temperatur Uji Impak [11] Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh: ๐ฏ๐ฐ =
๐ฌ ๐จ
....( 7 )
dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm4. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu: batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod, yaitu:
Gambar 13. Ilustrasi Skematik Pembebanan Impak Uji Charpy dan Izod [11]
17
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan material-material yang didesain untuk berfungsi sebagai cantilever, takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci. Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: Perpatahan Berserat Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) dan ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan Granular/Kristalin Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar dan mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). Perpatahan Campuran Kombinasi dua jenis perpatahan di atas. [11] 1.2.4. Fatik Fatik merupakan ketahanan suatu material menerima pembebanan dinamik. Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pada kondisi pembebanan dinamik (beban berfluktuasi). Mengalami kegagalan (patah) pada tegangan jauh di bawah tegangan diperlukan untuk membuatnya patah pada pembebanan tunggul (statis). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch. Tidak ada indikasi awal terjadinya patah fatik dan retakan fatik yang terjadi bersifat halus, maka patah fatik sulit untuk dideteksi dari awal. [11]
Gambar 14. Permukaan Patahan Fatik dari Ujung yang Tajam dari Tempat Pasak [11]
18
Gambar 15. Benda Alat Uji Fatik Standar ASTM E 466 [10] Faktor-faktor Penyebab Patah Fatik Berdasarkan penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah fatik tergantung pada: 1. Besarnya tegangan maksimum yang bekerja 2. Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan-tegangan yang bekerja. 3. Siklus tegangan yang bekerja, yaitu banyaknya periode pembebanan yang terjadi Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah fatik, antara lain: 1. Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda 2. Terdapatnya porositas 3. Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda [5] Kondisi lingkungan dapat menimbulkan terjadinya retakan-retakan pada permukaan benda. Sedangkan proses penyelesaian permukaan seperti coating yang dapat melindungi permukaan juga dapat mempengaruhi terjadinya retakan-retakan. Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi nilai kekuatan fatik dari material. Untuk menentukan kefatikan suatu material, dilakukan suatu pengujian fatik. Tujuan dari uji fatik adalah untuk mengetahui karakteristik material yang berhubungan dengan beban dinamis yaitu kekuatan fatik atau fatik limit. Kegunaan dari uji fatik adalah hasil dari pengujian nantinya akan digunakan dalam perancangan produk, yaitu sebagai faktor pertimbangan dalam memilih material yang tepat untuk suatu rancangan. [11] Metode standar untuk mempelajari fatik diawali dengan mempersiapkan sejumlah besar spesimen cacat, dan dilaksanakan pengujian dengan rentang tegangan, S yang berbeda untuk setiap kelompok spesimen. Jumlah siklus tegangan N, yang dibebankan dengan level tegangan tertentu pada setiap spesimen dicatat dan digambar. Pada material ferrous tertentu yang digunakan dalam lingkungan bebas korosi dibenarkan untuk menerapkan tentang tegangan kerja yang aman. Tetapi hal ini tidak berlaku untuk material non-ferrous dan baja dalam lingkungan korosif, untuk logam ini tidak dapat ditentukan batas ketahanan fatik. [9]
19
1.2.5. Creep Definisi creep adalah aliran plastis yang dialami material pada tegangan tetap. Meskipun sebagian besar pengujian dilakukan dengan kondisi beban tetap, tersedia peralatan yang mampu mengurangi pembebanan selama pengujian sebagai kompensasi terhadap pengurangan penampang benda uji. Pada temperatur yang relatif tinggi, creep terjadi pada semua level tegangan, tetapi pada temperatur tertentu laju creep bertambah dengan meningkatnya tegangan. Untuk pengkajian sifat creep dengan teliti, maka spesimen harus berada pada temperatur konstan, dan perubahan dimensi yang relatif kecil harus dapat diukur. Pengukuran dimensi memerlukan kehati-hatian, karena dengan peningkatan temperatur beberapa persepuluh derajat sudah terjadi penggandaan laju creep. [9] Logam-logam yang berada pada suhu tinggi, mengalami sejumlah deformasi sekunder. Proses ini terdiri dari proses pergelinciran ganda, pembentukan pita gelincir yang sangat kasar, pita-pita tertekuk, pembentukan lipatan pada batas-batas butir dan migrasi batas-batas butir. Mekanisme deformasi mulur utama dapat dikelompokkan, sebagai berikut: 1. Pergelinciran dislokasi yang mencakup pergerakan dislokasi sepanjang bidang slip dan melintasi hambatan oleh energi aktivasi. 2. Mulur dislokasi mencakup pergerakan dislokasi yang dapat melampaui hambatan oleh mekanisme termal termasuk difusi kekosongan. 3. Mulur difusi mencakup aliran kekosongan dan interstisi melalui kristal di bawah pengaruh tegangan luar. [5] Tabel 5. Creep Strength for Several Alloys [2] Alloy
20% Carbon Steel 50% Molybdenum 0,8%-20% Carbon steel 1% Chromium 60% Molybdenum 20% Carbon steel 304 Stainless steel 19% Chromium 9% Nickel
70o F Tensile Strength 62,000 64,000
Creep Strength (PSI) 800o Stress for 1% Elongation per 10,000 Hr 35,100 39,000
1200o F Stress for 1% Elongation per 10,000 Hr 200 500
1500o F Stress to Failure 1,500 2,600
75,000
40,000
1,500
3,500
85,000
28,000
7,000
15,000
20
Grafik 3. Kurva Creep yang Lazim Dijumpai [9]
Gambar 16. Alat Uji Creep [2]
21
2. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai karakterisasi mekanik, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu: 1. Karakterisasi mekanik adalah suatu sifat yang berhubungan dengan sifat elastis atau non elastis dari suatu material, apabila diberikan suatu tekanan, seperti tegangan, regangan, kekerasan, dll. 2. Setiap material memiliki sifat-sifat mekanik, diantaranya: a) Kekuatan (strength) b) Keuletan (ductility) c) Modulus Elastisitas d) Modulus Kelentingan e) Modulus Ketangguhan f) Kekerasan (hardness) g) Impak h) Fatik i) Creep 3. Untuk Mengetahui sifat mekanik dari material, maka dilakukan beberapa pengujian, yaitu: a) Pengujian Tarik b) Pengujian Kekerasan c) Pengujian Impak d) Pengujian Fatik e) Pengujian Creep
Ucapan Terimakasih Alhamdulillah segala syukur diberikan kepada Allah SWT karena memberikan kemudahan untuk menyelesaikan tugas paper ini. Terimakasih kepada Rahadian, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya hingga paper ini terselesaikan. Tidak lupa terimakasih kepada rekan-rekan jurusan kimia yang telah membantu dalam proses pengerjaan paper ini.
22
Referensi [1] Ardra, http://ardra.biz.wordpress.com, "Karakteristik Sifat Material Bahan Logam". [2] Bruce, R Gregg, dkk. (1987), Modern Materials and Manufacturing Processes, Second Edition, USA, Prentice Hall International Inc, Hal 53-63. [3] Camelia Cerbu. (2014), Mechanical Characterization of The Flex/Epoxy Composite Material, Romania, ELSEVIER. [4] D.T Disalvo, E.E Sackett, RE Johnston, D. Thomson, P. Andrews, M.R. Bache. (2015), Mechanical Characterisation of a Fibre Reinforced Oxide/Oxide Ceramic Matrix Composite, United Kingdom, ELSEVIER. [5] Poppy, EP. (1996), Mekanika Bahan, Jakarta, Erlangga, Hal 30-35. [6] Salindeho, Robert Denti, Jan Soukota, Rudy Poeng. (2005), Pemodelan Pengujian Tarik untuk Menganalisis Sifat Material, Sulawesi, Universitas Sam Ratulangi. [7] Sastranegara, Azhari. (2007), Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam, Jakarta, Universitas Indonesia, Hal 1-6. [8] Sihombing, Suhardy. (2007), Pengaruh Proses Pemanasan dan Pendinginan Terhadap Sifat Mekanik Logam, Medan, Universitas HKBP Nommensen, Hal 7-17. [9] Smallman, RE dan R.J Bishop. (2000), Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa Material, Jakarta, Erlangga, Hal 214-218. [10] Sugiarto, Teguh, Zulhanif, Sugiyanto. (2013), Analisis Uji Ketahanan Lelah Baja Karbon Sedang AISI 1045 dengan Heat Treatment dengan Menggunakan Alat Rotary Bending, Lampung, Universitsas Negeri Lampung. [11] Surdia Tata. (1989), Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta, PT. Pradian Paramita, Hal 1-11. [12] Yeremias M.Pell. (2012), Pengaruh Fraksi Volume Terhadap Karakterisasi Mekanik Green Composite Widuri-Epoxy, Kupang, Universitas Negeri Nusa Cendana.
23
Soal Pertanyaan dan Solusi 1. Apakah yang dimaksud dengan karakterisasi mekanik pada material? Solusi: karakterisasi mekanik adalah suatu sifat yang berhubungaan dengan sifat elastis atau non elastis dari suatu material, apabila diberikan suatu tekanan, seperti tegangan, regangan, kekerasan, dll (Sumber: Bruce, R Gregg, dkk. (1987), Modern Materials and Manufacturing Processes, Second Edition, USA, Prentice Hall International Inc, Hal 5363.) 2. Suatu material memiliki sifat-sifat mekanik yang dapat ditentukan melalui pengujian. Salah satu pengujian yang dapat dilakukan terhadap material adalah kekerasan. Jelaskanlah metode-metode yang digunakan dalam metode indentasi! Solusi: 1) Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Pengukuran nilai kekerasan suatu material ditentukan melalui rumus. Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logamlogam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan โHBโ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian. Contoh 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik. 2) Metode Vickers Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh: ๐ฝ๐ฏ๐ต =
๐๐๐๐ ๐ท ๐
๐
....( 6 )
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar. 3) Metode Rockwell Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (directreading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. (Sumber:Surdia Tata. (1989), Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta, PT. Pradian Paramita, Hal 1-11.)
24
3. Sebutkan data yang diperoleh setelah melakukan uji tarik suatu bahan! Solusi: 1) Kekuatan (kekuatan luluh dan kekuatan tarik) 2) Keuletan (perpanjangan dan reduksi penampang) 3) Modulus elastisitas 4) Modulus kelentingan 5) Modulus ketangguhan (Sumber: Sihombing, Suhardy. (2007), Pengaruh Proses Pemanasan dan Pendinginan Terhadap Sifat Mekanik Logam, Medan, Universitas HKBP Nommensen, Hal 7-17.)
25