Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri sebagai Agens Antagonis Colletotrichum capsici dan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman Cabai Physiological Characters and Effectiveness of Rhizobacteria Isolates as Colletotrichum capsici Antagonist Agents and Plant Growth Promoting Rhizobacteria of Hot Pepper Gusti Ayu Kade Sutariati1, Widodo2, Sudarsono3, Satriyas Ilyas3 Pengajar di Jurusan Budidaya Pertanian, FAPERTA Universitas Haluoleo 2 Pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, dan 3 Pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura FAPERTA, Institut Pertanian Bogor Diterima 12 November 2005/Disetujui 21 April 2006 1
Abstract The objectives of this experiment were to evaluate the ability of 25 isolates of Bacillus spp., Pseudomonas spp., and Serratia spp. to produce chitinase, cellulase and protease, syderophore, Hydrogen Cyanide (HCN) and solubilize phosphate. The experiments were also conducted to evaluate the effectiveness of the isolates as antagonist agents against Colletotrichum capsici as well as plant growth promoting rhizobacteria of hot pepper seedlings. Result of the experiments showed those rhizobacteria isolates had different ability to produce extracelluler enzymes, syderophore and Hydrogen Cyanide (HCN), and to solubilize phosphate. However, those ability of the rhizobacteria were not the only determinant of antagonist agents against C. capsici, and the ability to solubilize phosphate was not the only determinant as PGPR. Of 25 isolates tested, BG25 from Bacillus spp., P. fluorescens PG01 from Pseudomonas spp. and SG01 from Serratia spp. gave better effects on inhibiting colony growth of Colletotrichum capsici and or improving seedling growth of hot pepper compared with other isolates in the same group. Keywords: chitinase, cellulase, protease, HCN, syderophore, phosphate-solubilizing, PGPR Abstrak Percobaan yang dilakukan bertujuan mengevaluasi kemampuan 25 isolat Bacillus spp., Pseudomonas spp., and Serratia spp. untuk memproduksi enzim kitinase, selulase dan protease, senyawa siderofor, hidrogen sianida (HCN), serta melarutkan fosfat. Selain itu, evaluasi juga dilakukan untuk menentukan keefektifan isolat rizobakteri uji sebagai agens antagonis terhadap Colletotrichum capsici dan sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai. Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan tidak semua isolat rizobakteri mampu memproduksi kitinase, selulase dan protease, senyawa HCN dan senyawa siderofor, serta melarutkan fosfat. Kemampuan memproduksi enzim ekstra-seluler, HCN dan siderofor bukan satu-satunya penentu keefektifan daya hambat isolat rizobakteri terhadap pertumbuhan koloni C. capsici, sedangkan kemampuan melarutkan fosfat bukan satu-satunya penentu kemampuan isolat rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan. Dari 25 isolat uji, isolat BG25 dari kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok Serratia spp. memberikan efek yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan koloni C. capsici dan/atau meningkatkan pertumbuhan bibit cabai dibandingkan dengan isolat lainnya dalam kelompok yang sama. Kata kunci: kitinase, selulase, protease, HCN, siderofor, pelarut fosfat, PGPR
Pendahuluan Rizosfer tanaman merupakan habitat berbagai spesies bakteri yang secara
28
umum dikenal sebagai rizobakteri. Isolat rizobakteri dapat berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau plant growth
Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri
promoting rhizobacteria (PGPR) dan sebagai agens antagonis terhadap patogen tanaman (Timmusk, 2003). Kemampuan untuk memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, memproduksi senyawa siderofor dan hidrogen sianida (HCN), enzim kitinase, protease, dan selulase merupakan karakteristik rizobakteri yang diinginkan (Zhang, 2004). Oleh karena itu untuk memperoleh rizobakteri yang berpotensi perlu dievaluasi berbagai karakter tersebut. Salah satu kemampuan rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. yang telah dilaporkan ialah mampu melarutkan fosfat (Faccini et al., 2004), sedangkan rizobakteri dari kelompok Serratia sp. mampu memfiksasi nitrogen (Bai et al., 2003). Dari percobaan sebelumnya, telah berhasil diisolasi 16 isolat Bacillus spp., 5 isolat Pseudomonas spp., dan 4 isolat Serratia spp. dari rizosfer tanaman cabai sehat di Sukabumi (Sutariati et al., 2005). Percobaan yang dilakukan bertujuan mengevaluasi kemampuan isolat rizobakteri tersebut untuk memproduksi berbagai enzim ekstra-seluler (kitinase, selulase, dan protease), memproduksi senyawa siderofor dan hidrogen sianida (HCN), serta melarutkan fosfat. Selain itu, evaluasi juga dilakukan untuk menentukan keefektifan isolat rizobakteri uji sebagai agens antagonis terhadap Colletotrichum capsici penyebab antraknosa dan pemacu pertumbuhan bibit cabai.
Bahan dan Metoda Dalam percobaan ini dievaluasi 16 isolat Bacillus spp., 5 isolat Pseudomonas spp. dan 4 isolat Serratia spp. dari percobaan sebelumnya (Sutariati et al., 2005). Isolat rizobakteri diisolasi dari rizosfer tanaman cabai sehat yang tumbuh di antara tanaman terserang C. capsici penyebab antraknosa pada buah cabai di pertanaman cabai rakyat di Sukabumi, Jawa Barat.
Produksi kitinase, protease, dan selulase dievaluasi secara kualitatif dengan mengamati terbentuknya halo di sekitar suspensi bakteri yang ditumbuhkan pada media uji. Kultur isolat Bacillus sp. dan Serratia sp. ditumbuhkan dalam media TSA dan isolat Pseudomonas sp. dalam media King’s B selama 48 jam. Untuk menguji aktivitas kitinase digunakan media uji agarkitin 0,2% (Munif, 2001), selulase menggunakan media uji dengan substrat carboxy-methylcellulose (CMC) (Andro et al., 1984), sedangkan protease menggunakan media uji dengan substrat gelatin (Munif, 2001). Produksi senyawa HCN dianalisis secara kualitatif dengan metoda Bakker & Schipper (Munif, 2001). Isolat rizobakteri uji ditumbuhkan pada media glisin dalam cawan petri. Pada bagian tengah tutup cawan petri ditempelkan potongan kertas saring yang telah direndam dalam larutan pendeteksi HCN (asam pikrat 2 g, natrium karbonat 8 g, dalam 200 ml air). Selanjutnya, kultur bakteri diinkubasikan selama 4 hari pada suhu 240 C. Warna kertas saring yang tetap kuning mengindikasikan isolat uji tidak memproduksi HCN sedangkan warna coklat muda, coklat tua, dan merah bata mengindikasikan produksi HCN yang semakin meningkat. Kemampuan produksi siderofor dianalisis dengan menumbuhkan isolat rizobakteri dalam media uji (sukrosa 20 g/l, L-asparagin 2 g/l, K2HPO4 1 g/l, MgSO4.7H2O 0.5 g/l) dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 270 C untuk mengetahui produksi siderofor. Suspensi rizobakteri dipanen dan disentrifugasi dengan kecepatan 11.000 rpm selama 30 menit, lalu supernatannya disaring dengan membran nitroselulosa berporositas 0,2 mm. Produksi siderofor dideteksi melalui pengukuran absorbansi supernatan (3 ml) dengan atau tanpa penambahan 0,01 M FeCl3 (1 ml) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm (Dirmawati, 2003).
29
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
Pengujian kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat dilakukan dengan menggunakan media uji Pikovskaya’s agar yang ditambah tri-calcium phosphate (TCP) sebagai sumber fosfat (Thakuria et al., 2004). Prosedur pengujian yang dilakukan sama dengan uji keefektifan enzim ekstraseluler. Uji antagonis secara in vitro dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan agens biokontrol terhadap C. capsici penyebab antraknosa pada buah cabai, menggunakan metoda uji ganda. Sedangkan untuk menganalisis rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai, dilakukan percobaan dengan cara menginokulasi benih cabai kultivar Tit Super dengan masing-masing isolat rizobakteri uji. Benih yang telah diinokulasi lalu dikecambahkan pada media arang sekam steril. Setelah berumur 2 minggu, individu kecambah dipindah-tanam (transplant) ke pot plastik berdiameter 7 cm dan tinggi 10 cm yang berisi 500 g media tanam campuran tanah dan pupuk kandang (4:1). Bibit cabai ditumbuhkan di rumah pembibitan dan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan bibit yang normal dilakukan penyiraman hingga kapasitas lapang setiap pagi dan sore hari. Unit percobaan terdiri atas 9 bibit cabai per perlakuan dan untuk setiap perlakuan diulang tiga kali (menggunakan rancangan acak lengkap). Pengamatan dilakukan terhadap tinggi bibit dan jumlah daun hingga umur 4 minggu setelah pindahtanam (msp).
Hasil dan Pembahasan Hasil evaluasi berbagai karakter fisiologis isolat rizobakteri yang dilakukan menunjukkan setiap isolat uji mempunyai perbedaan kemampuan dalam memproduksi enzim ekstra-seluler (kitinase, protease, atau selulase), senyawa HCN dan siderofor, serta melarutkan fosfat. Enzim kitinase hanya disekresikan oleh B. alvei BG07, BG12 dan
30
B. cereus BG35, dan isolat Serratia sp. Sebaliknya, enzim protease dan selulase dihasilkan oleh hampir semua isolat uji, kecuali Bacillus isolat BG05. Kecuali Bacillus isolat BG03, BG05, BG33, B. cereus BG35, dan P. fluorescens PG22, isolat rizobakteri uji lainnya mampu memproduksi enzim selulase (Tabel 1). Sementara itu berdasarkan hasil uji daya hambat isolat rizobakteri terhadap pertumbuhan koloni C. capsici, ternyata isolat Serratia sp. yang diuji tidak bersifat antagonis terhadap C. capsici (daya hambat = 0%), sedangkan isolat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. bersifat antagonis (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan memproduksi enzim ekstra-seluler bukan satu-satunya karakteristik bakteri yang menjadi penentu keefektifan daya hambat. Berbagai isolat bakteri yang tidak memproduksi enzim ekstra-seluler ternyata mampu menghambat pertumbuhan koloni C. capsici, sebaliknya isolat yang memproduksi enzim ekstra-seluler tidak mempunyai daya hambat. Menurut Zhang et al. (2004), antagonisme antara rizobakteri dengan cendawan patogen dapat terjadi melalui mekanisme antibiosis, kompetisi, parasitisme/predatorisme, produksi enzim ekstra-seluler, atau induksi resistensi. Senyawa HCN merupakan senyawa metabolit sekunder yang umumnya dihasilkan oleh bakteri P. fluorescens dan bersifat toksik terhadap cendawan patogen (Ramamoorthy et al., 2002). Isolat P. fluorescens yang diuji dalam penelitian ini juga mampu memproduksi senyawa HCN (P. fluorescens PG01, PG02, dan PG04), tetapi kemampuan memproduksi HCN juga bukan merupakan satu-satunya karakteristik bakteri yang dapat menjelaskan keefektifan antagonisme rizobakteri yang dievaluasi terhadap C. capsici. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa semua isolat rizobakteri uji mampu menghasilkan senyawa siderofor dan isolat P. fluorescens
Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri
PG01 memproduksi siderofor terbanyak. Menurut Dwivedi & Johri (2003), senyawa siderofor yang diproduksi oleh bakteri dan cendawan tidak bersifat toksik terhadap patogen dan mempunyai kemampuan mengkelat besi dalam kondisi lingkungan yang kekurangan Fe. Isolat P. fluorescens dilaporkan mempunyai kemampuan mengkelat Fe yang tertinggi. Dijelaskan
pula bahwa kemampuan mengkelat Fe terkait dengan mekanisme antagonisme melalui kompetisi terhadap hara. Hal ini terlihat pada isolat PG01 yang mempunyai kemampuan memproduksi siderofor dalam jumlah terbanyak, namun hanya mampu menghambat pertumbuhan koloni C. capsici 35%.
Tabel 1. Kemampuan berbagai isolat Bacillus spp., Pseudomonas spp., atau Serratia spp. untuk memproduksi kitinase, protease, dan selulase, memproduksi senyawa hidrogen sianida (HCN), siderofor, dan menghambat pertumbuhan koloni C. capsici Kelompok rizobakteri
Nomor isolat
Aktivitas Enzim Ekstra-seluler:* Kitinase Protease Selulase
Produksi HCN**
Produksi Siderofor***
Daya hambat terhadap C.capsici (%) -
Tanpa rizobakteri (standar) Bacillus spp.: Bacillus sp. BG03 + 0.57 c-f 50 a B. polymixa BG25 + + 0.81 bc 50 a Bacillus sp. BG33 + 0.70 b-e 49 ab B. megaterium BG27 + + 0.26 g 48 a-c B. alvei BG07 + + + 0.30 g 46 a-d B. mycoides BG18 + + 0.71 b-e 46 a-d B. mycoides BG16 + + 0.66 b-e 46 a-d Bacillus sp. BG05 0.75 b-d 46 a-d B. mycoides BG11 + + 0.48 e-g 43 a-d B. alvei BG12 + + + 0.69 b-e 43 a-d B. subtilis BG21 + + 0.65 b-e 42 b-d B. subtilis BG13 + + 0.59 b-e 42 b-d Bacillus sp. BG14 + + 0.64 b-e 42 b-d B. subtilis BG23 + + 0.58 c-f 41 c-e B. cereus BG35 + + 0.35 fg 40 d-f B. megaterium BG20 + + 0.59 b-f 40 d-f Pseudomonas spp.: P. fluorescens PG22 + 0.69 b-e 41 c-e P. fluorescens PG04 + + ++ 0.54 def 41 c-e P. fluorescens PG07 + + + 0.69 b-e 40 d-f P. fluorescens PG01 + + +++ 1.16 a 35 ef P. fluorescens PG25 + + 0.70 b-e 34 f Serratia spp.: Serratia sp. SG04 + + + 0.55 def 0g Serratia sp. SG02 + + + 0.57 c-f 0g Serratia sp. SG03 + + + 0.76 b-d 0g S. liquefaciens SG01 + + + 0.83 b 0g Keterangan: *untuk aktivitas enzim ekstra-seluler: + reaksi positif, terbentuk halo, -reaksi negatif, tidak terbentuk halo. **untuk produksi HCN: warna kertas saring, +++merah bata, ++coklat tua, + coklat muda, kuning. ***untuk produksi siderofor: data merupakan nilai absorbansi pada panjang gelombang 410 nm. Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α=0.05.
31
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
Isolat rizobakteri Bacillus sp. BG14 dan BG33, Pseudomonas sp. PG22 dan PG25, serta Serratia sp. SG04 tidak mampu melarutkan fosfat dalam bentuk TCP (Tabel 2). Isolat Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Serratia sp. lainnya semua mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat yang disediakan dalam bentuk TCP (Tabel 2). Pertumbuhan bibit cabai diamati dalam bentuk perbedaan tinggi tanaman
dan jumlah daun. Inokulasi isolat Bacillus sp. BG03, BG20, dan BG25 secara nyata meningkatkan tinggi bibit dan jumlah daun pada 4 msp. Perlakuan dengan isolat P. fluorescens PG01, PG22, dan PG07 secara nyata meningkatkan tinggi dan jumlah daun bibit cabai dibandingkan dengan perlakuan standar. Semua isolat Serratia sp. yang diuji secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan standar (Tabel 2).
Tabel 2. Kemampuan isolat Bacillus spp., Pseudomonas spp., atau Serratia spp. untuk melarutkan fosfat dan meningkatkan pertumbuhan bibit cabai kultivar Tit Super Perlakuan benih
Isolat
Pelarut fosfat*
Bibit cabai saat umur 4 minggu Tinggi (cm) Jumlah daun 5.72 ef** 5.00 ef
Tanpa perlakuan (standar) Bacillus spp.: Bacillus sp. BG03 + 7.68 a-c 6.11 a-d Bacillus sp. BG05 + 7.31 a-e 6.11 a-d B. cereus BG35 + 7.21 a-e 6.00 a-d B. megaterium BG20 + 7.52 a-d 6.00 a-d B. polymixa BG25 + 7.54 a-d 6.00 a-d B. mycoides BG18 + 7.54 a-d 5.89 a-e Bacillus sp. BG33 7.40 a-d 5.89 a-e B. mycoides BG11 + 6.55 b-f 5.78 b-e B. mycoides BG16 + 7.13 a-e 5.78 b-e B. alvei BG07 + 7.22 a-e 5.67 b-e Bacillus sp. BG14 7.33 a-e 5.67 b-e B. megaterium BG27 + 5.94 d-f 5.33 c-f B. subtilis BG13 + 6.62 b-f 5.33 c-f B. subtilis BG21 + 6.25 c-f 5.22 d-f B. alvei BG12 + 5.68 ef 5.00 ef B. subtilis BG23 + 5.29 f 4.56 f Pseudomonas spp.: P. fluorescens PG01 + 7.83 a-c 6.33 ab P. fluorescens PG07 + 7.31 a-e 5.89 a-e P. fluorescens PG22 6.80 a-f 5.89 a-e P. fluorescens PG25 6.22 c-f 5.78 b-e P. fluorescens PG04 + 7.24 a-e 5.67 b-e Serratia spp.: S. liquefaciens SG01 + 8.06 a 6.78 a Serratia sp. SG04 8.32 a 6.33 ab Serratia sp. SG02 + 7.89 a-c 6.33 ab Serratia sp. SG03 + 7.44 a-d 6.22 a-c Keterangan: *untuk aktivitas pelarut fosfat: + reaksi positif, terbentuk halo, - reaksi negatif, tidak terbentuk halo. **Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α=0.05.
32
Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri
Dalam penelitian ini, perlakuan dengan isolat B. alvei BG12 dan B. subtilis BG23, yang terbukti mampu melarutkan fosfat, tidak dapat memacu pertumbuhan bibit cabai. Sebaliknya, perlakuan dengan Bacillus sp. isolat BG14 dan BG33, P. fluorescens PG22 dan PG25, serta Serratia sp. isolat SG04 yang semuanya tidak mempunyai kemampuan melarutkan fosfat mampu memacu pertumbuhan bibit cabai melebihi pertumbuhan bibit tanpa perlakuan rizobakteri. Dalam hal ini, pengaruh ketersediaan fosfat terhadap pertumbuhan bibit cabai sampai dengan 4 minggu diduga belum optimal karena fosfat tersedia/terlarut telah tercukupi oleh media tanam sehingga perlakuan isolat rizobakteri dengan atau tanpa kemampuan melarutkan fosfat bukan merupakan faktor utama. Selain itu, ketersediaan fosfat bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit cabai sehingga peranan berbagai faktor tersebut dapat menutup pengaruh positif rizobakteri pelarut fosfat terhadap pertumbuhan bibit cabai. Isolat rizobakteri uji dalam penelitian ini juga telah dilaporkan mampu memproduksi zat pengatur tumbuh IAA dalam penelitian sebelumnya (Sutariati et al., 2005). Di antara 25 isolat rizobakteri yang diuji, isolat BG25 dari kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok Serratia spp. berpotensi sebagai agens antagonis terhadap C. capsici sekaligus sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai berdasarkan karakter fisiologis yang dihubungkan dengan kemampuan dalam menghambat pertumbuhan koloni C. capsici dan atau memacu pertumbuhan bibit cabai.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa tidak semua isolat rizobakteri mampu memproduksi enzim ekstra-seluler (kitinase, protease, dan selulase), mensintesis senyawa HCN dan senyawa siderofor, serta melarutkan fosfat.
Kemampuan memproduksi enzim ekstraseluler, HCN, dan siderofor bukan satusatunya penentu keefektifan daya hambat isolat rizobakteri terhadap pertumbuhan koloni C. capsici. Kemampuan melarutkan fosfat juga bukan sebagai satu-satunya penentu kemampuan isolat rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai. Dari 25 isolat uji, isolat BG25 dari kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok Serratia spp. memberikan efek yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan koloni C. capsici dan/atau meningkatkan pertumbuhan bibit cabai dibandingkan dengan isolat lainnya dalam kelompok yang sama.
Saran
Informasi karakter fisiologis rizobakteri dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk memilih isolat yang berpotensi sebagai agens biokontrol. Perlu dilakukan uji pengendalian hayati menggunakan isolat rizobakteri BG25, PG01, dan SG01 pada kecambah cabai yang diinokulasi dengan C. capsici.
Daftar Pustaka
Andro, T., J. P. Chambost, A. Kotoujansky, J. Cattano, Y. Ertheau, F. Barras, F. Van Gijsegem and A. Coleno. 1984. Mutans of Erwinia chrysantemii defective in secretion of pectinase and cellulase. J. Bacteriol. 160:1119– 1023. Bai, Y., X. Zhou and D. L. Smith. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from coinoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci. 43:1774–1781. Dirmawati, S. R. 2003. Kajian Komponen Pengendalian Ramah Lingkungan Penyakit Pustul Bakteri pada Tanaman Kedelai [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
33
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
Dwivedi, D., B. N. Johri. 2003. Antifungal from fluorescens pseudomonads: biosynthesis and regulation. Current Sci. 85:1693–1703. Faccini, G., S. Garzon, M. Martines and A. Varela. 2004. Evaluation of the effects of a dual inoculum of phosphate-solubilizing bacteria and Azotobacter chroococcum, in creolo potato (Papa“Criolla”) (Solanum phureya) var ‘Yema de Huevo’. http:\www.ag.auburn.edu/argentina/ pdfmanuscripts/faccini.pdf [28 Okt 2004]. Munif, A. 2001. Studies on the Importance of Endophytic Bacteria for the Biological Control of the Root-knot Nematode Meloidogyne incognita on Tomato [Dissertation]. Bonn, Germany: Institute for Plant Diseases, University of Bonn. Ramamoorthy, V., T. Raguchander and R. Samiyappan. 2002. Induction of defence-related proteins in tomato roots treated with Pseudomonas fluorescens Pf1 and Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici. Plant and Soil 239:55–68.
34
Sutariati, G. A. K., Widodo, Sudarsono and S. Ilyas. 2005. Isolasi bakteri rizosfer dan karakterisasi kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan koloni cendawan patogen. Agriplus 15:272–281. Thakuria, D., N. C. Talukdar, C. Goswami, S. Hazarika, R. C. Boro and M. R. Khan. 2004. Characterization and screening of bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of Assam. Current Sci. 86:978–985. Timmusk, S. 2003. Mechanism of Actions of the The Plant-Growth-Promoting Rhizo Bacterium Paenibacillus polymixa [Dissertation]. Uppsala, Sweden: Departement of Cell and Molecular Biology, Uppsala University. Zhang, Y. 2004. Biocontrol of Sclerotinia Stem rot of Canola by Bacterial Antagonists and Study of biocontrol Mechanism Involved [Thesis]. Winnipeg, Canada: Departement of Plant Science, University of Manitoba.