Kandungan Unsur Tanah Jarang di Perairan Kampar, Riau (D. Setiady, et.al.)
Kandungan Unsur Tanah Jarang Sedimen Permukaan Dasar Laut di Perairan Kampar, Propinsi Riau D. Setiady, A. Sianipar, R. Rahardiawan, Y. Adam dan Sunartono Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174
Abstract The paper describes distribution and rare earth element contents in surface and sub surface sediments of Kuala Kampar waters area. To find out the distribution of rare earth element in the study area, forty-five samples have been analysed. According to REE analysis the sediments in Kuala Kampar area consist of Thantalum (Ta), Neobium (Nb), Zirconium (Zr) and Ytrium (Y). Zirconium found in all samples of surficial sea bottom sediment. Zirconium content ranged between 2,8 ppm and130 ppm. On the other hand subsurface seabottom sediment from core data shows zirconium content between 20,1 ppm and 75 ppm. Ytrium found in all samples analysed and the content range between 4,1 ppm and 39,3 ppm, while from core data ytrium content between 8,6 ppm and 17 ppm. Neobium found in thirtythree samples chemically analysed, the content range between 0,06 ppm and 15,3 ppm, where the highest content occur in MKP-69. From the core neobium found.in BH-2 core data (11 m – 12m) 5,5 ppm and BH-3 the content range between 2,6 ppm and 6,9 ppm. Thantalum found in 23 samples and the content range between 1,43 ppm and 19,30 ppm, where the highest content occur in MKP-69. From the core (BH-1, BH-2 and BH-3) thantalum is not found Most of Rare earth element generally found in sea bottom sediment: sand, silty sand and sandy silt. .
Sari Makalah ini membahas tentang sebaran dan kandungan unsur tanah jarang, di Perairan dan pantai Kuala Kampar baik dalam sedimen permukaan maupun di bawah permukaan. Untuk mengetahui dan memahami sebaran unsur tanah jarang di daerah selidikan, empat puluh lima contoh sedimen telah dilakukan analisis unsur tanah jarang. Berdasarkan analisis REE, maka unsur tanah jarang di Perairan Kuala Kampar dan sekitarnya terdiri dari Thantalum (Ta), Neobium (Nb), Zirkonium (Zr) Ytrium (Y) Zirkonium ditemukan dalam seluruh contoh yang dilakukan analisa kimia.. Dalam percontoh sedimen permukaan dasar laut sebaran zirkonium mempunyai kandungan antara 2,8 ppm –130 ppm. Sedangkan dibawah permukaan sedimen dasar laut berdasarkan data bor zirkonium ditemukan dengan kandungan antara 20,1 ppm – 75 ppm. Ytrium ditemukan pada seluruh contoh yang dianalisis kimia. Pada sedimen permukaan dasar laut sebaran ytrium mempunyai kandungan antara 4,1 ppm –39,3 ppm. Sedangkan dibawah permukaan sedimen dasar laut dari data bor ytrium ditemukan dengan kandungan antara 8,6 ppm – 17 ppm. Neobium ditemukan pada 33 percontoh yang dianalisa kimia dengan kandungan antara 0,06 ppm 15,3 ppm dalam sedimen permukaan dasar laut perairan Kuala Kampar.dengan kandungan tertinggi pada MKP-69 (15,3) ppm. Dari contoh bor neobium ditemukan dalam BH-2 kedalaman bor (11-12m) 5,5 ppm dan BH-3 kandungan kisaran antara 2,6 ppm – 6,9 ppm Thantalum ditemukan dalam 23 percontoh yang dianalisa kimia dengan kandungan antara 1,43 ppm dan 19,3 ppm dengan kandungan tertinggi pada MKP-69. Dari contoh bor (BH-1, BH-2 and BH-3) thantalum tidak ditemukan. Unsur tanah jarang kebanyakan terdapat pada sedimen dasar laut pasir, pasir lanauan dan lanau pasiran.
1
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 1 - 7 Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut sebanyak 76 lokasi contoh sedimen dibantu dengan pemeruman untuk mengetahui kedalaman dasar laut. Pengambilan contoh sedimen dasar laut menggunakan pemercontoh comot (grab sampler) sebanyak 42 contoh, penginti gaya berat (gravity corer) sebanyak 34 contoh. Pengambilan contoh sedimen dengan menggunakan bor mesin sebanyak 3 lokasi dengan kedalaman lubang bor 1(BH-1) sedalam 21 meter, BH-2 sedalam 20 meter dan BH-3 sedalam 18 meter. Analisis besar butir dilakukan sebanyak 105 contoh untuk penamaan tekstur dan sebaran sedimen di permukaan dasar laut. didasarkan klasifikasi Folk (1980). Analisis kimia dilakukan untuk menentukan unsur-unsur tanah jarang, dengan menggunakan alat ICP.
PENDAHULUAN Bahan galian merupakan salah satu dari banyak jenis sumber daya alam yang berpotensi untuk peningkatan perekonomian suatu daerah. Penyelidikan bahan galian sampai saat ini belum dilakukan secara optimal, baik terhadap kandungan mineral utamanya maupun terhadap kandungan mineral sekundernya. Sebagai contoh endapan bahan galian pasir laut yang ditemukan sampai saat ini belum mempunyai nilai yang ekonomis dilihat dari segi pasirnya, namun apabila dilihat dari kandungan lainnya berupa unsur tanah jarang dan mineral. kemungkinan akan menjadi sesuatu yang potensial untuk ditambang Berdasarkan keterangan di atas, maksud penulisan makalah ini dititik beratkan pada kandungan unsur tanah jarang yang terdapat pada sedimen pasir, sehingga nilai ekonomis dari pasir tersebut bertambah, berdasarkan indikasi adanya potensi bahan galian yang diendapkan baik dari darat melalui Sungai Kampar, Kepulauan Riau, maupun dari pulaupulau granit di sekitarnya. Daerah penyelidikan terletak di wilayah pantai dan lepas pantai Kuala Kampar, yang secara geografis terletak di antara koordinat 0°25’00” 0º 40'00” LU dan 103º 00'00”- 103º 17' 00”BT. Luas dari daerah penyelidikan lebih kurang 480 km² dengan panjang garis pantai lebih kurang 117 Km. Daerah penyelidikan dibatasi oleh Pulau Mendol di sebelah timur dan Pulau Sumatera di bagian barat dan selatan. Penelitian ini merupakan bagian dari penyelidikan Geologi dan Geofisika wilayah Pantai Perairan Kuala Kampar dan sekitarnya (Sianipar drr, 2000). Pemakaian unsur tanah jarang yang terpenting adalah katalis sebagai pengaktif, campuran khlorida seperti halnya lanthanium, sedangkan neodymium dan praseodymium digunakan untuk katalis pemurnian minyak dengan konsentrasi antara 1% - 5%. Campuran khlorida logam tanah jarang ini ditambahkan dalam katalis zeolit untuk menaikkan efisiensi perubahan minyak mentah (crude oil) menjadi bahan-bahan hasil dari minyak. Diproyeksikan untuk pemakaian katalis logam tanah jarang di dalam industri perminyakan akan lebih meningkat lagi dimasa mendatang (A. Sianipar drr, 2000).
Hasil Penelitian Analisis Kimia Dari hasil analisis kimia 33 contoh terpilih sedimen permukaan dasar laut dan 12 terpilih contoh hasil pemboran, diperoleh unsur-unsur sebagai berikut : Zirkonium Zirkonium merupakan unsur tanah jarang dengan nomor atam 40. Di daerah selidikan zirkonium ditemukan dalam seluruh contoh yang dianalisa (45 contoh). Dalam sedimen permukaan dasar laut kandungan zirkonium antara 2,8 ppm dan130 ppm. Dalam Peta Kandungan Zirkonium (Gambar 1) unsur tanah jarang ini dibagi menjadi 4 kelompok: Kandungan zirkonium antara 0,1 ppm – 30 ppm ditemukan di 1 lokasi yaitu di P. Lebu, terdapat dalam sedimen pasir. Kandungan zirkonium antara 30,1 ppm – 60 ppm ditemukan di 11 lokasi contoh dengan sebaran di dekat Pulau Sumatera, Pulau Serapung dan Pulau Lebu. Kandungan zirkonium antara 60,1 ppm – 90 ppm ditemukan dalam 15 lokasi contoh dengan sebaran mulai dari S. Kampar menerus ke arah utara sampai Pulau Lebu.. Kandungan zirkonium di atas 90 ppm, ditemukan pada 6 lokasi contoh yaitu di S. Kampar, di utara Tg. Kiandan dan utara P. Lebu, dengan kandungan tertinggi terdapat dalam MKP-62 dengan kadar 130 ppm. Dari data bor kandungan zirkonium ditemukan dalam 12 contoh yang dianalisa dengan kandungan antara 20,1 ppm dan 85 ppm dalam kedalaman hingga 10 meter.
Metoda Penelitian Metoda penelitian meliputi penentuan posisi, perekaman data geofisika (pemeruman), pemerian geologi (pemercontoh sedimen), serta analisis laboratorium.
2
Kandungan Unsur Tanah Jarang di Perairan Kampar, Riau (D. Setiady, et.al.)
Gambar 1. Peta lokasi kandungan Zirconium di perairan Kuala Kampar, Riau. • Kandungan ytrium antara 10,1 ppm – 20 ppm terdapat di 21 lokasi yang tersebar mulai dari Sungai Kampar sampai kearah utara P. Lebu dan P. Serapung. • Kandungan ytrium > 20 ppm terdapat di 8 lokasi dengan kandungan terbesar dalam MKP-39 sebesar 39,3 ppm. Dengan sebaran di S. Kampar dan di utara P. Lebu. Dari data bor (BH-1, BH-2, BH-3) terdapat kandungan antara 8,6 ppm sampai 18,4 ppm, dengan kandungan tertinggi dalam BH-3 pada kedalaman bor 5 – 5,5 meter
Berdasarkan data tersebut, maka kandungan zirkonium yang tinggi yaitu diatas 60 ppm terdapat di sekitar Muara Kampar dan P. Lebuh, dengan butiran sedimen dominan pasir lanauan sampai pasir menandakan bahwa pada daerah tersebut merupakan daerah yang dekat dengan batuan induk dari unsur tanah jarang tersebut yaitu P. Sumatera Ytrium Ytrium (nomor atom 90) dikelompokkan dalam unsur tanah jarang karena sering terdapat bersama-sama dengan lanthanum. Ytrium terdapat dalam semua contoh yang dilakukan analisa kimianya dengan kisaran antara 4,1 ppm – 39,3 ppm. Ytrium dapat digunakan sebagai bahan keramik berwarna, sensor oksigen, lapisan pelindung karat dan panas.
Dari data tersebut ytrium relatif lebih zirkonium. Seperti dengan kandungan mulut sungai Muara
terlihat bahwa kandungan kecil dibandingkan dengan halnya zirkonium, ytrium yang tinggi ditemukan di kampar dan P. Lebuh .
Neobium
Kandungan Ytrium (Gambar 2) dibagi menjadi tiga kelompok:
Neobium merupakan unsur tanah jarang dengan nomor atom 93, berdasarkan hasil analisa kimia Neobium terdapat dalam 39 contoh yang dianalisa dengan kandungan yang tinggi terdapat dalam MKP –12, MKP-43, MKP-44, MKP-48, MKP-54, MKP-59, MKP-61, MKP-
• Kandungan ytrium 0,1 ppm - 10 ppm terdapat di 2 lokasi yaitu MKP-75 dekat Pulau Sumatera dan MKP-68 di P. Lebu, dan terdapat dalam sedimen pasir dan dalam sedimen pasir lanauan. 3
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 1 - 7
Gambar 2. Peta lokasi kandungan Ytrium di perairan Kuala Kampar, Riau. 69, MKP-70, MKP-71, MKP-72, dengan kandungan antara 10,2 ppm sampai 15,3 ppm. Kandungan Neobium (Gambar 3) dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
Neobium ini lebih kecil baik di permukaan maupun di bawah permukaan dari hasil data bor. Kandungan Neobium yang tinggi hanya ditemukan disebelah utara daerah selidikan yaitu P. Lebuh dan P. Serapung. Sedangkan di mulut Sungai Kuala Kampar hanya sedikit, menandakan bahwa sumber dari neobium adalah dari sebelah utara yaitu P. Sumatera dan P. Bengkalis
• Kandungan neobium 0,1 ppm – 5 ppm terdapat di 3 lokasi contoh yaitu S. Kampar dan P. Lebu. Dalam MKP-15 dan MKP-28 neobium ditemukan dalam sedimen pasir lanauan, sedangkan dalam MKP-68 neobium ditemukan dalam sedimen pasir. • Kandungan neobium antara 5,1 ppm – 10 ppm terdapat di 14 lokasi contoh, yang tersebar mulai dari S. Kampar menerus ke utara daerah telitian sampai Pulau serapung. • Kandungan neobium lebih dari 10 ppm terdapat di 12 lokasi contoh yang sebagian besar terdapat di sebelah utara sekitar Pulau Serapung dan Pulau Lebu. Kandungan Neobium yang paling tinggi terdapat dalam MKP-69 yaitu sebesar 15,3 ppm.
Tantalum Tantalum merupakan unsur tanah jarang dengan nomor atom 181. Berdasarkan analisa kimia tantalum yang terdapat pada 23 contoh dengan kandungan yang tinggi pada MKP-43, MKP-44, MKP-48, MKP-61, MKP-69, MKP-70, MKP-72 dengan kandungan antara 10,92 ppm dan 19,30 ppm. Kandungan tantalum dibagi dalam 3 kelompok (Gambar 4) yaitu: • Kandungan tantalum 0,1 ppm – 5 ppm terdapat pada 7 lokasi contoh yang sebagian besar terdapat di bagian tengah daerah selidikan. • Kandungan tantalum antara 5,1 ppm – 10 ppm terdapat di 8 lokasi contoh yang tersebar mulai dari tengah ke utara.
Secara vertikal berdasarkan data bor kandungan Neobium antara 2ppm - 6,9 ppm Dibandingkan dengan unsur tanah jarang yang telah disebutkan sebelumnya, kandungan 4
Kandungan Unsur Tanah Jarang di Perairan Kampar, Riau (D. Setiady, et.al.)
Gambar 3. Peta lokasi kandungan Neobium di perairan Kuala Kampar, Riau. • Kandungan tantalum lebih dari 10 ppm terdapat di 8 lokasi contoh yang tersebar sekitar P. Serapung dan P. Lebu. Dari data bor tantalum tidak ditemukan sehingga penyebarannya hanya secara lateral saja.
Sungai Kampar dan menerus ke arah utara di sepanjang pantai Sumatera, juga di sepanjang pantai sebelah barat P. Mendol. Secara setempat-setempat, di bagian utara dan selatan P. Serapung - sebelah utara daerah penyelidikan, serta di daerah selat sebelah selatan P. Mendol. Sebaran sedimen bertekstur lanau pasiran menempati daerah yang paling luas dibandingkan dengan sebaran tekstur sedimen lainnya, yang terdapat secara lateral hampir di seluruh bagian daerah penyelidikan. Sedimen bertekstur lanau menempati daerah penyelidikan secara setempat-setempat, yaitu di bagian utara P.Lebu, sebelah barat bagian utara P.Mendol, di selat antara selatan P. Serapung dan P. Mendol, dan di sepanjang tanjung sebelah selatan P. Mendol. Sedimen bertekstur lumpur pasiran hanya menempati di satu daerah saja, yaitu di sebelah selatan P. Lebu.
Analisis besar butir Berdasarkan hasil analisis besar butir terhadap contoh sedimen dasar laut di 76 lokasi pengambilan contoh, diperoleh lima jenis tekstur sedimen, yaitu : pasir, pasir lanauan, lanau pasiran, lanau, dan lumpur pasiran. Sedimen bertekstur pasir terdapat hanya setempat-setempat, yaitu di sebelah selatan P. Lebu, di sebelah utara mulut Sungai Kampar (Tg. Datu), dan di selat sebelah selatan P. Mendol.(Tg. Silukup) Tekstur sedimen pasir ini umumnya berukuran sangat halus menengah, berwarna kuning kecoklatan, mengandung mineral hitam dan sisa tumbuhan.
Data Bor Lokasi pemboran BH 1 terdapat di Desa Sokoi, Kecamatan Muara Kampar, dengan perolehan inti core sepanjang 21m, terdiri dari lumpur (0-
Sedimen bertekstur pasir lanauan yang paling luas sebarannya terdapat di sekitar mulut 5
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 1 - 7
Gambar 4. Peta lokasi kandungan Tantalum di perairan Kuala Kampar, Riau.
6m) dan lempung (6-21m). Berdasarkan analisa kimia unsur tanah jarang zirkonium dan ytrium ditemukan pada kedalaman 3 – 4 m dengan kandungan 45,2 ppm dan 12,9 ppm.
Diskusi Dari data di atas, terlihat bahwa sebaran zirkonium hampir merata di perairan Kuala Kampar dengan kandungan yang bervariasi, baik secara horizontal dalam sedimen permukaan dasar laut, maupun secara vertikal di bawah permukaan permukaan dasar laut. Zirkonium dominan terdapat dalam sedimen pasir lanauan dan lanau pasiran. Kandungan Zorkonium yang besar yaitu: Zirkonium dengan kandungan yang sangat besar > 90 ppm, tersebar pada lokasi 10, 12, 27, 39, 62, & 64 (Gambar 1.)
Lokasi pemboran BH 2 terdapat di Desa Teluk Dalam, Kecamatan Kuala Kampar, dengan perolehan inti core sepanjang 20 meter, terdiri atas lumpur (0-4,5m) dan lempung (4,5–20m). Berdasarkan analisa kimia ditemukan unsur tanah jarang neobium, zirkonium dan ytrium pada kedalaman 11 – 12 meter dengan kandungan 5,5 ppm, 61,3 ppm dan 15,8 ppm. Lokasi pemboran BH 3 terletak di Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, dengan perolehan inti core sepanjang 18 meter, terdiri dari pasir (0-4m), perselingan pasir lanauan dan lanau (4-10m). Berdasarkan analisa kimia unsur tanah jarang zirkonium dan ytrium ditemukan dalam setiap contoh yang dianalisis dengan interval 0,5 meter dengan kandungan zirconium antara 20,1 ppm sampai 85 dan yttrium kandungan antara 8,6 ppm sampai 16,9 ppm, sedangkan neobium ditemukan pada kedalaman 4 – 5,5 m dan 9,5 – 10 m dengan kandungan antara 2 ppm sampai 6,3 ppm.
Sebaran ytrium hampir merata di perairan Kuala Kampar dengan kandungan yang bervariasi, baik secara horizontal di permukaan dasar laut, maupun secara vertikal di bawah permukaan dasar laut. Unsur Ytrium dominan terdapat dalam sedimen pasir lanauan dan lanau pasiran. Gambar 2. memperlihatkan Ytrium dengan kadar > 20 ppm terdapat pada lokasi 10, 12, 24, 27, 33, 39, 62, dan 64. Neobium terdapat hampir merata diseluruh permukaan dasar laut Perairan Kuala Kampar dengan kandungan yang bervariasi. Kandungan
6
Kandungan Unsur Tanah Jarang di Perairan Kampar, Riau (D. Setiady, et.al.) kandungan yang paling tinggi terdapat dalam MKP-69 sebesar 15,3 ppm, Kandungan tantalum lebih dari 10 ppm terdapat dalam 8 lokasi contoh
neobium yang rendah (<5ppm) terdapat dalam sedimen pasir dan pasir lanauan, sedangkan kandungan neobium yang tinggi (10 – 15,3) ppm dominan terdapat dalam sedimen lanau pasiran dan pasir. Sehingga pasir yang terdapat di Perairan Kuala Kampar banyak mengandung unsur tanah jarang niobium. Pada gambar 3, Neobium dengan kadar >10 ppm, terdapat pada lokasi: 12, 43, 44, 48, 54, 58, 61, 66, 69, 70, 71, dan 72.
Unsur tanah jarang (zirkonium, ytrium, neobium dan tantalum) terdapat dalam sedimen permukaan dasar laut pasir, pasir lanauan, lanau pasiran, lanau, dan lumpur pasiran. Unsur tanah jarang diperkirakan berasal dari singkapan intrusi granit, diendapkan bagian pada bagian mulut Muara Sungai Kampar dan Muara Selat Panjang, sehingga disimpulkan energi arus laut di daerah penyelidikan lebih besar dibandingkan dengan energi arus Sungai Kampar.
Tantalum banyak ditemukan dalam sedimen permukaan dasar laur yaitu: pasir, pasir lanauan, dan lanau pasiran, sedangkan berdasarkan data bor tantalum tidak ditemukan. Tantalum dengan kadar 10 ppm terdapat pada lokasi 43, 44, 48, 54, 61, 69, 70 dan 72.
UCAPAN TERIMA KASIH
Berdasarkan data tersebut, maka kandungan unsur tanah jarang yang besar, dominan terdapat di sebelah utara yaitu sekitar P. Lebu dan P. Serapung, sedangkan di Selatan hanya setempat saja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena batuan induk pembawa mineral yang mengandung unsur tanah jarang yaitu granit, berasal dari P. Karimun dan P. Kundur, sedangkan di selatan dipengaruhi oleh sedimentasi dari P. Sumatera yaitu Muara S. Kampar.
Ucapan terimakasih kami sampaikan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, dan Anggota Tim lainnya serta kedalam para penyunting yang telah membantu selesainya tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks, Hamphill Publishing Company Austin, Texas. 170P. Hartono, 1996, Panduan Analisis mineral Berat dan sayatan Oles (laporan intern). Sianipar, A. Setiady, Rahardiawan, R., Adam, Sunartono, 2000, Penyelidikan Geologi Wilayah Pantai Perairan Kuala Kampar, Riau, Laporan intern, Puslitbang Geologi Kelautan (PPGL).
KESIMPULAN Kandungan unsur tanah jarang zirkonium lebih dari 90 ppm terdapat dalam 6 lokasi dengan kandungan terbesar 130ppm, yttrium derngan kandungan > 20 ppm terdapat 8 lokasi contoh dengan kandungan terbesar dalam MKP-39 sebesar 39,3 ppm, Kandungan neobium lebih dari 10 ppm terdapat dalam 12 lokasi dengan
7
Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta (Yudhicara, et.al.)
Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta Yudhicara, A. Yuningsih, A. Mustafa, N.A. Kristanto dan Y. Noviadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan No. 236 Bandung – 40174
Sari Hasil penyelidikan geologi dan geofisika kelautan di kawasan pesisir dan perairan selatan Yogyakarta, menunjukkan bahwa kawasan Pesisir Yogyakarta perlu diwaspadai terhadap bencana geologi seperti tsunami, abrasi, dan sedimentasi/pendangkalan. Adanya perbedaan parameter oseanografi, karakteristik pantai dan jenis litologi, menjadikan hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tata ruang pantai.Upaya pemeliharaan kelestarian pelindung alami dan buatan sangat membantu pengembangan wilayah, khususnya di kawasan pesisir Yogyakarta.
Abstract The result of marine geological and geophysical investigation in southern coastal areaand waters of Yogyakarta indicates that this area has to be paid attention from the geological hazards, such as tsunami, abrasion and sedimentation. The differences of oceanographical parameters, coastal characteristics and lithologies, has to be mentioned in coastal development planning. The natural and artificial protection will support in coastal development especially in Yogyakarta coastal area. tsunami, namun tanpa disertai dengan bencana lainnya seperti longsoran ataupun pelulukan tanah seperti halnya gempabumi yang berpusat di lantai Samudera Pasifik, (Gempabumi Biak, 1996).
PENDAHULUAN Secara sederhana, penulis mendefinisikan, bahwa bencana geologi mengandung pengertian kejadian fisik alam yang berasosiasi dengan kondisi geologi yang mengarah pada kerugian baik ekonomi maupun jiwa manusia. Sedangkan resiko adalah keboleh jadian (probability) dari kerugian ekonomi dan korban manusia akibat bencana geologi serta mengubah tatanan sosial.
Perairan Pantai Yogyakarta termasuk kategori perairan terbuka (open sea) dengan horizon pantai yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Oleh karena itu energi gelombang menuju pantai sangat berpengaruh terhadap dinamika pantai di daerah tersebut. Energi gelombang selain menimbulkan abrasi, juga berfungsi sebagai komponen pembangkit arus sejajar pantai (longshore current) yang dapat menyebabkan sedimentasi di daerahdaerah tertentu (Bird & Ongkosongo, 1980).
Kondisi tektonik yang berkembang di selatan Pulau Jawa, adalah adanya lajur penunjaman aktif lempeng samudera Indo-Australia ke bawah lempeng benua Eurasia, menyebabkan kawasan ini memiliki aktifitas kegempaan yang tinggi. Aktifitas tersebut dicerminkan oleh sebaran pusat gempabumi baik di darat maupun di lautan.
METODA PENYELIDIKAN
Gempabumi dangkal berkekuatan lebih besar atau sama dengan 6 Skala Richter berpeluang besar terjadi di perairan selatan Pulau Jawa, sedangkan gempabumi berkekuatan lebih atau sama dengan 7 Skala Richter dapat terjadi di lantai Samudera Hindia (Hamilton, 1979). Umumnya gempa tersebut dapat menimbulkan
Metoda penyelidikan geologi dan geofisika kelautan yang dilakukan adalah pengukuran kedalaman dasar laut, pengamatan oseanografi, seismik, dan pemetaan karakteristik pantai, serta pengambilan contoh sedimen dasar laut.
9
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 9 - 14 Data kedalaman dasar laut yang diperoleh akan digunakan untuk mengetahui morfologi dasar laut yang akan berpengaruh terhadap kecepatan rambat gelombang tsunami, yang merupakan akar kuadrat dari kedalaman dasar laut dikali percepatan gravitasi bumi. Relief topografi lantai samudera dapat mempengaruhi sifat penjalaran gelombang tsunami.
gelombang yang relatif tinggi dan seragam, yaitu berkisar antara 17 hingga 23 Nm/det/m. Perbedaan nilai energi gelombang tersebut, menunjukkan bahwa proses pantai yang berkembang di kawasan pantai Yogyakarta cenderung didominasi oleh faktor klimatologi musim timur dengan arah angin dominan dari arah timur dan tenggara yang juga menyebabkan komponen arus sejajar pantai (longshore current) cenderung bergerak ke arah barat. Pengamatan karakteristik pantai memperlihatkan adanya dua jenis pantai yang berbeda di daerah penyelidikan. Pantai yang bermorfologi tinggi, tersusun oleh tebing-tebing batugamping yang menghasilkan kantongkantong pantai (pocket beach) dengan pasir putih sebagai rombakan batugamping terumbu tersebut, yang dijumpai di bagian timur daerah penyelidikan. Sedangkan Pantai yang bermorfologi landai, tersusun oleh hamparan pasir berwarna hitam, dengan gumuk-gumuk pasir (sand dune) di belakang pantai, dijumpai di bagian barat daerah penyelidikan. Data seismik menunjukkan adanya struktur geologi pada sekuen B, yaitu pola patahan normal antara lain pada lintasan L-2, L-5 dan L6, di beberapa lintasan seperti L-5 juga dijumpai adanya indikasi patahan anjak (step fault). Jika dikorelasikan dengan geologi darat berdasarkan hasil interpretasi rekaman seismik patahan ini merupakan patahan lampau yang diduga berumur Tesier, (Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta & LPM Universitas Padjadjaran, 2002, Gambar 1).
Pengamatan oseanografi dilakukan untuk mengetahui parameter oseanografi yang diperlukan dalam perhitungan penghitungan energi fluks gelombang dalam menentukan abrasi maupun sedimentasi. Pengamatan karakteristik pantai dilakukan untuk menginventarisasi kondisi lapangan, seperti morfologi, geologi, karakteristik garis pantai dan penggunaan lahan untuk mengetahui dampak/resiko yang ditimbulkan apabila terjadi bencana. Pengambilan contoh sedimen dilakukan untuk mengetahui jenis litologi penyusun di daerah penyelidikan, apakah bersifat resisten maupun rentan terhadap potensi bencana yang ada di daerah ini. Penyelidikan seismik dasar laut, dilakukan untuk mengetahui struktur geologi bawah permukaan dasar laut. Pengolahan data seismik dilakukan dengan mengidentifikasi berdasarkan pola eksternal dan internal refleksi dari semua rekaman seismik.
HASIL DAN ANALISIS Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kedalaman dasar laut di perairan selatan Yogyakarta hingga batas 12 mil ke arah laut lepas, berkisar antara 5 m hingga 350 meter, dengan kenaikan nilai kontur berangsur meninggi dengan pola sejajar pantai. Perairan selatan Yogyakarta memiliki tipe pasang surut mixed tide predominantly semi diurnal atau pasang campuran yang condong ke harian ganda. Ini berarti dalam satu hari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut. Data angin yang dikorelasikan dengan bentuk garis pantai daerah penyelidikan menunjukkan, bahwa frekuensi angin yang paling berpengaruh adalah berasal dari arah tenggara, selatan, baratdaya dan barat. Hasil perhitungan energi fluks gelombang tahunan menunjukkan, bahwa bagian timur daerah penyelidikan, mulai dari daerah Sadeng hingga Parangendog, energi gelombang relatif tinggi dan berfluktuasi dengan nilai energi berkisar antara 5.1 hingga 29.7 Nm/det/m. Sedangkan bagian barat mulai dari daerah Parangtritis hingga pantai Congot mempunyai potensi abrasi yang cukup besar, yang ditunjukkan dengan nilai energi
Potensi Bencana Geologi Data yang diperoleh dari USGS (1916-2002) dan ERI-Jepang (1995-2002) menunjukkan bahwa solusi mekanisme fokal dari beberapa gempabumi merusak yang pernah terjadi di selatan Pulau Jawa (Gambar 2). Arah kompresi maksimum umumnya dominan berarah timurlaut-baratdaya, sebagian kecil utaraselatan, barat-timur dan baratlaut-tenggara. Hal ini menunjukkan gempabumi yang terjadi di daerah ini umumnya berasosiasi dengan lajur penunjaman (subduksi) di selatan Pulau Jawa. Sifat gempabumi yang berasosiasi dengan lajur penunjaman di selatan Jawa, umumnya memiliki karakteristik tersendiri, misalnya di sebelah selatan Pulau Jawa, pusat gempabumi umumnya berkedalaman dangkal (0-90 km), sedangkan makin ke utara pusat gempabumi berkedalaman menengah (91-150 km) hingga dalam (151-700 km). Gempabumi berkedalaman dangkal (0-90 km) umumnya berbahaya dan dampaknya sangat merusak, karena kadang disertai oleh bencana tsunami. 10
Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta (Yudhicara, et.al.)
Gambar 1. Hasil Interpretasi Seismik yang memperlihatkan Struktur Patahan Normal
Gambar 2. Peta sebaran gempabumi, solusi mekanisme Fokal dan lokasi kejadian Tsunami (sumber: Soloviev, CH.N.Go, 1974; Hamilton, 1979; USGS, 1916-2002, ERI-Jepang, 1996-2002) 11
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 9 - 14 Kawasan pantai dari Parangendog ke arah timur hingga Sadeng, yang memiliki bentuk pantai berteluk, berpotensi sebagai tempat pengakumulasian energi tsunami.
Bentuk morfologi pantai sangat berpengaruh terhadap dampak kerusakan yang akan ditimbulkan oleh bencana tsunami. Bentuk pantai berteluk umumnya memiliki kecenderungan untuk diwaspadai (bagian timur daerah penyelidikan), karena bentuk pantai seperti ini memiliki kecenderungan untuk mengakumulasikan energi tsunami dan akan mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya yang memiliki garis pantai lurus. Kemiringan muka pantai landai lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk muka pantai yang mempunyai kemiringan curam.
Lokasi pemukiman yang umumnya terlalu dekat dengan garis pantai, penataan bangunan pantai dengan konstruksi yang kurang memadai dan jarang dijumpainya pelindung alami maupun buatan (pepohonan keras dan penghalang pantai), menyebabkan daerah ini cukup beresiko mengalami kerusakan cukup berarti. Penempatan perahu nelayan tanpa diikat, akan menambah jumlah kerugian yang mungkin akan ditimbulkan (Gambar 3). Meskipun jumlah penduduk yang bermukim di tepi pantai masih sedikit, namun penataan ruang pantai sangat perlu diperhatikan dan diwaspadai, mengingat sepanjang pantai Yogyakarta merupakan kawasan wisata yang berkembang dan banyak dikunjungi wisatawan.
Letak pemukiman dan aktifitas manusia juga sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan yang akan dialami oleh suatu daerah, apabila terjadi tsunami. Dari hasil penyelidikan, diperoleh bahwa di bagian timur letak pemukiman relatif sangat dekat dengan garis pantai (kurang dari 100 m), dengan konstruksi bangunan yang kurang memadai (mis.: Ngerenehan). Sedangkan di bagian barat (mis.: Parangtritis), dengan konstruksi yang sama, letak pemukiman relatif jauh dengan garis pantai.
Kawasan Pantai dari Parangtritis ke arah barat, yang memiliki morfologi landai, dengan gumuk-gumuk pasir, yang didominasi oleh garis pantai lurus. Letak pemukiman umumnya berada di belakang gumuk pasir, membuat daerah ini relatif aman terhadap landaan gelombang tsunami. Hal ini ditunjang dengan keberadaan pelindung alami maupun buatan sangat membantu dalam rangka menjaga kelestarian kawasan pantai sekitarnya. Seperti keberadaan hamparan terumbu karang, gumukgumuk pasir, bangunan penghalang (seawall), dinding pantai dan pemecah gelombang.
Jenis Bencana Berdasarkan hasil penyelidikan dan sejarah kebencanaan geologi yang pernah dialami oleh kawasan pantai Yogyakarta, maka dapat dikelompokkan jenis bencana geologi yang berpotensi terjadi di daerah ini, yaitu : Tsunami, abrasi dan sedimentasi/pendangkalan (Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta, LPM Universitas Padjadjaran, 2002).
Tsunami Tsunami dikenal sebagai gelombang pasang berdimensi gunung, yang bergerak sepanjang samudera dengan kecepatan yang dapat mencapai 500 km/jam, yang dapat menerjang kawasan pantai dan merusak infrastruktur masyarakat terkadang tanpa suatu peringatan atau tanda-tanda yang teramati. (Prasetyo, H., dalam Kumpulan Makalah Tsunami, 1994) Kecepatan perjalanan tsunami dipengaruhi oleh kedalaman relief topografi dasar laut. Tinggi tsunami bisa mencapai kurang dari 5 meter di tengah lautan, namun dapat mencapai 30 meter pada kedalaman dangkal atau mendekati pantai. Pada pantai berbentuk teluk atau corong, umumnya terjadi akumulasi massa air laut yang menambah kecepatan rambat dan tinggi tsunami, sehingga seolah-olah merayap naik ke daratan (run up). Tsunami akan menimbulkan pula arus sejajar pantai (longshore current) yang disebabkan karena bentuk pantai.
Gambar 3. Daerah berpotensi tsunami (Lokasi: Teluk Ngerenehan, 2002)
Abrasi Berdasarkan penyelidikan energi fluks gelombang, di beberapa lokasi perlu diwaspadai adanya proses abrasi. Secara setempat, di antara pantai Parangendog hingga Pantai Sadeng, dapat dijumpai proses abrasi ini berkembang. 12
Potensi Kebencanaan Geologi di Kawasan Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta (Yudhicara, et.al.)
Gambar 4. Jatuhan Batuan Akibat Pengikisan Air laut (Lokasi: Kukup, 2002)
Gambar 6. Bangunan penghalang pantai yang menyebabkan pendangkalan (Lokasi : Teluk Sadeng, 2002)
Batuan penyusun pantai di kawasan ini umumnya adalah batugamping terumbu yang bersifat masif, namun adanya pengikisan air laut terhadap batugamping tersebut, meninggalkan lubang di bagian tengah batuan, yang kadang terpotong sebagian (Gambar 4).
yang memasuki kawasan Pelabuhan Teluk Sadeng.
Sedimentasi/Pendangkalan
• Kawasan pantai bagian timur daerah penyelidikan dicirikan oleh pantai bertebing dan berteluk kecil. Kawasan ini perlu diwaspadai dari kemungkinan terakumulasinya gelombang tsunami ke dalam teluk. • Kawasan pantai bagian barat, yang merupakan pantai landai memiliki sedimen yang bersifat lepas dan mudah tergerus oleh arus dan gelombang. • Energi fluks gelombang yang tinggi mendominasi kawasan pantai di bagian timur daerah penyelidikan, menandakan tingkat abrasi yang cukup tinggi, ditandai oleh adanya pengikisan batugamping terumbu penyusun morfologi pantai di kawasan tersebut, dan material hasil gerusannya terangkutkan oleh arus sejajar pantai dan terakumulasi di teluk-teluk tersebut. • Di kawasan pantai bagian barat sedimen asal darat dan laut dapat terendapkan secara bersamaan di pantai. • Sedimentasi/pendangkalan bisa diakibatkan oleh proses alami maupun akibat ulah manusia, yang dampaknya bisa merugikan bagi pengembangan wilayah di kawasan pantai Yogyakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Ke arah barat, dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Congot teramati proses dinamika pantai maju (akrasi). Aktifitas gelombang dan angin lebih berperan di kawasan ini, ditandai dengan keterdapatan gumuk-gumuk pasir, tampak terlihat bangunan wisata, yang tertutupi oleh pasir akibat aktifitas angin (Gambar 5). Proses sedimentasi/pendangkalan juga dijumpai di Teluk Sadeng. Pendangkalan tersebut disebabkan oleh aktifitas manusia, yaitu adanya penghalang gelombang yang dibuat di mulut teluk, menyebabkan sedimen terperangkap di sekitar kolam pelabuhan (Gambar 6). Oleh sebab itu, penataan pendangkalan di Teluk Sadeng harus dilakukan dengan menanggulangi proses erosi dan transportasi sedimen asal darat
Saran • Pemahaman terhadap ciri-ciri parameter oseanografi, kondisi fisik dan jenis litologi di daerah penyelidikan sangat dibutuhkan untuk pengembangan wilayah dan tata ruang pantai di kawasan ini.
Gambar 5. Gumuk Pasir yang Menutupi Bangunan Pantai (Lokasi : Pandansimo, 2002) 13
Jurnal Geologi Kelautan, vol. 1, no. 1, April 2003 : 9 - 14 • Adanya perubahan muka laut yang signifikan dan mendadak perlu diwaspadai sebagai indikasi bencana tsunami, dan hal ini perlu disosialisasikan oleh aparat kepada penduduk setempat maupun pendatang, baik secara penyuluhan maupun rambu-rambu peringatan, khususnya di beberapa lokasi yang rawan bencana. • Perlunya kesadaran akan pelestarian bangunan penghalang pantai baik bersifat alami maupun buatan, seperti terumbu karang, tanaman pantai, dinding pantai dan bangunan lainnya, perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan. • Hendaknya pembuatan bangunan pantai dan infrastruktur lainnya, perlu memperhatikan dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan pantai sekitarnya.
Daftar Pustaka Bapekoinda Prop. D.I. Yogyakarta, LPM Universitas Padjadjaran, 2002, Pemetaan Geologi dan Potensi Sumberdaya Mineral D.I. yogyakarta Bird, E.C.F. & Ongkosongo, O.S.R., 1980, Environmental Changes on the Coast of Indonesia, The United Nations University, printed in Japan. Earthquake Research Institute, 1995-2002, Real Time Earthquake and Mekanism Focal Solution of South of Java, www.eri.utokyo.ac.jp Hamilton, W., 1979, Tectonic Map of Indonesian Region, Geol. Survey Professional Paper 1078, US. Gov. Printing Office, Washington. Prasetyo, H., 1994, Geodinamika dan Tsunami di Indonesia dalam Kumpulan Makalah Tsunami, Seminar Sehari tentang masalah Tsunami di Indonesia dan Aspekaspeknya, Bandung. Soloviev & Ch. N. Go, 1974, Catalogue of Tsunami in Western Pacific Region. U.S. Geological Survey, 1916-2002, Preliminary Determination of Epicenters, U.S. Department of the Interior, www.usgs.gov
Ucapan terima kasih Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pengembangan Perekonomian dan Investasi Daerah (Bapekoinda), yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelenggarakan penyelidikan ini. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan dan Koordinator Program Geotenik dan Kebencanaan Geologi Kelautan, yang telah memberikan ijin dan dorongan, sehingga penyelidikan ini dapat terlaksana. Kepada Kepala Tim beserta seluruh anggotanya.
14
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.)
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya A. Faturachman dan P. Raharjo Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung - 40174
Abstract Bottom sediments bearing capacity on Cirebon harbor development planning are focused on Geotechnique, geophysical and oceanographically aspects. During tidal spring, current tend to the south and southwest wards and during the neap tide tend to the north and northeast with mean maximum velocity was 0.11 m/sec and minimum velocity was 0.08 m/sec. The sea floor morphology in the Cirebon harbor waters is slightly gentle and the water depth varies from –6.5 to 8.5 m (LWS), while the depth of the pond itself are between 0.00 to –2.00 meters. The bearing capacity from SPT (Standard Penetration Test) at depth between 18.00 – 27.00 m are composed of loose sand to sandy clay, soft, with (N) SPT values about 22 to 32 blows. Sondir data obtained at depth 2.00 – 11.50 and Qc value about 2 – 4 kg/cm2 while at depth 14.00 m to 15.50 m Qc value data about more > 150 kg/cm2 was found at depth more than 20.00 meters. The lower part layers in Astanajapura are composed of sand, dense, hard, with SPT value data obtained are 35 to more than 50 blows. Clay mineral analysis showed montmorilonite is dominant in this survey area. So that very easy to swell and will influenced the foundation structure construction.
Sari Daya dukung sedimen dasar laut dan aspek keteknikan pada perencanaan pengembangan pelabuhan Cirebon lebih ditekankan pada faktor geoteknik, geofisika dan oseanografi. Pada saat pasang arah arus cenderung ke arah selatan dan baratdaya, sedangkan pada saat surut cenderung ke arah utara dan timurlaut dengan kecepatan rata-rata maksimum 0.11 m/detik dan minimum 0.08 m/detik. Morfologi dasar laut di perairan pelabuhan Cirebon sangat landai bervariasi antara – 6,5 m (LWS) dan –8.00 m, sedangkan kolamnya sendiri antara 0.00 -2.00 m, Daya dukung tanah pada kedalaman 18.00 – 27.00 m dari LWS di bagian atas diselingi oleh pasir lepas hingga lempung pasiran merupakan tanah bersifat lunak (soft) dengan N SPT = 22 hingga 32 tumbukan (blows). Data sondir di sekitar lokasi dermaga menunjukan nilai harga Qc = 2-4 kg/cm2 pada kedalaman 2.00-11.50 m dan nilai Qc > 150 kg/cm2 dijumpai pada kedalaman 14.00-15.50 m. Sedangkan lapisan bawah di daerah Astanajapura pada kedalaman lebih dari 20.00 meter tertumpu pada pasir, padat, keras, nilai SPT antara 35 hingga lebih dari 50 tumbukan. Analisis mineral lempung yang ada di daerah selidikan memperlihatkan bahwa lempung monmorilonite sangat dominan dan diketahui bahwa tanah yang mengandung monmorilonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air sehingga tekanan pengembangannya dapat merusak struktur bangunan pondasi. Kendala yang dihadapi di kawasan ini adalah daya dukung sedimen di bawah permukaan dasar laut pada kedalaman tertentu tidak mapan. Hal ini disebabkan oleh sifat fisik sedimen yang tidak menunjang. Di lain pihak sungai-sungai yang mengalir umumnya ke laut mengangkut beban sedimen yang cukup tinggi. Hasil survey yang telah dilakukan oleh PT. Pelindo menunjukan bahwa di daerah alur pelayarannya sendiri kadar sedimen dalam air bervariasi antara 11.0 hingga 24.0 mg/l dengan perkiraan laju sedimentasi dalam 6 bulan
PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan Cirebon diklasifikasikan sebagai pelabuhan Indonesia II, merupakan pelabuhan paling besar yang terletak di Jawa Barat dan sekaligus sebagai pintu gerbang keluar masuknya arus komiditi barang ekspor impor yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan industri serta wisatawan domestik maupun asing ke Jawa Barat khususnya Cirebon. 15
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29 adalah sebesar 127.080 m3, terutama di mulut alur dengan pengerukan sedimen setiap 1 atau 2 tahun sekali (PT. Pelindo II, Cirebon, tahun1995).
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini meliputi penentuan posisi, pengamatan perekaman data geofisika (pemeruman dan seismik), pengambilan sedimen dasar laut, pemboran teknik dan pengamatan parameter oseanografi. Untuk mendapatkan kedalaman air digunakan metode pemeruman, sedangkan untuk mendapatkan keadaan geologi bawah dasar laut digunakan metode seismik pantul dangkal saluran tunggal.
Maksud dan Tujuan Kajian aspek geoteknik dan proses sedimentasi pantai perairan Pelabuhan Cirebon, dilaksanakan dalam rangka pengumpulan data dan informasi geologi, geologi teknik, geofisika dan oseanografi wilayah perairan pantai dan lepas pantai khususnya untuk pengembangan pelabuhan Cirebon dan pesisir pantai (Gambar. 1).
Pemboran teknik dilakukan sebanyak 3 lokasi (BH-1, BH-2, BH-3) DI sekitar daerah perairan pantai Kecamatan Astanajapura (Gambar 1). Total kedalaman mencapai 20.00 m sedangkan untuk menguji jumlah perlawanan konus dan kelekatan tanah itu sendiri dari data bor teknik dan sondir pada kedalaman dangkal. Data bor teknik yang didapat dari PT.Pelindo, Cirebon diperoleh di sekitar Dermaga Cirebon yaitu
Dari hasil data geologi, geofisika, geoteknik dan oseanografi yang diperoleh akan menjadi acuan bagi perencanaan pembangunan pengembangan pelabuhan dan potensi wilayah pesisir pantai daerah Cirebon dan sekitarnya.
16
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.) lokasi DH-1, DH-2, dan DH-3. Disamping pengambilan contoh tanah terganggu (disturb sample) dilakukan juga pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample) dari tabung shelby (shelby tube) dan uji insitu SPT (Standar Penetration Test) yang diperoleh pada interval kedalaman tertentu di tiap lokasi. sebanyak 9 buah contoh tabung dari lokasi bor serta contoh sedimen tersebut dinalisis di laboratorium. Untuk mengetahui daya dukung tanah di lapangan, dilakukan uji insitu SPT dengan interval 3 meter, berdasarkan jumlah tumbukan setiap penetrasi kedalaman bor.
pemboran inti telah dilakukan beberapa pengujian di laboraturium mekanika tanah meliputi index Properties dan engineering Properties (Terzaghi and Peck, 1967). Pengujian index Properties memberikan informasi sebenarnya dari contoh sedimen terpilih yang mewakili litologi (kadar air, berat satuan, berat jenis, batas Atterberg, ukuran butir, analisis mineral lempung) dari contoh tanah/sedimen pemboran terpilih yang mewakili unit litologi. Hubungan secara empiris telah dikembangkan antara beberapa index properties dan sifat fisik umum tanah di darat. Sebagian besar hubungan empiris tersebut dapat diterapkan untuk jenis sedimen di laut (terrigenous) karena pada dasarnya jenis sedimen terrigenous tersebut mirip dengan sedimen yang dipasok dari kawasan pantai menuju kawasan laut atau akibat proses susut laut dan genang laut.
Untuk menghitung tinggi muka air rata-rata (mean sea level) di lakukan pengamatan pasang surut selama 15 hari di dermaga pelabuhan Cirebon. Data ini juga digunakan untuk koreksi pembuatan peta batimetri dan titik tetap (benchmark). Data arus yang digunakan sebagai acuan yang lain adalah data untuk mengatahui pola arus permukaan dengan cara pengamatan pergerakan pelampung (float tracking) selama 24 jam. Bersamaan dengan pengamatan tersebut dilakukan pula pengamatan arus pada kedalaman 0.6 hingga 1.8 meter di perairan Citemu, Astanajapura.
Penentuan Kadar Air (Wn %) Untuk memperoleh nilai kadar yang akurat dibutuhkan koreksi kadar garam yang dimasukkan kedalam persamaan perhitungan kadar air (Wn %) seperti dibawah ini. Oleh karena koreksi kadar garam tersebut relatif kecil maka faktor koreksi ini dapat diabaikan. Untuk menentukan kadar air digunakan rumus :
ANALISIS LABORATORIUM GEOTEKNIK Analisis Mineral Lempung
Kadar air tanah (W) =
Mineral lempung merupakan hasil pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok pertikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0.002 mm. Tanah lempung sangat mudah dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Jenis mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung terdiri dari kelompok motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite (Kerr,1959). Analisis tanah lempung dimaksudkan untuk mengetahui kelompok-kelompok dari mineral lempung tersebut.
W2 – W3 ___________
,
W2 – W3 dimana : W 2 – W 3 = berat air W 3 – W 1 = berat tanah kering Cara menentukan kadar air, yaitu dengan menimbang berat tara (W1) kemudian menimbang berat tara dan contoh tanah (W2) dan simpan di dalam oven pada temperatur 110°C (± 5°C) lebihkurang 8 jam, kemudian berat tara dan contoh tanah ditimbang lagi (W3).
Preparasi contoh tanah dilakukan dengan pemecahan contoh sesuai pecahan aslinya untuk mendapatkan mikrostrukturnya, dengan memberi lapisan tipis (coating) gold-paladium (Au :80% dan Pd :20%), Dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC-1100 dan didapatkan tebal lapisan sebesar 400 amstrong. Lapisan tipis ini menjadi penghantar listrik bila dilakukan pemotretan.
Berat Satuan (γ gr/cm3) Berat satuan basah dan kering ditentukan dari contoh tanah relatif tak terganggu (undisturb) dengan mengacu kepada aturan uji yaitu ASTM D-2937-76, D-698. Cara menentukan berat satuan sedimen adalah dengan mengukur berat sedimen yang isinya diketahui dengan menggunakan sebuah cincin yang dimasukan kedalam tanah sampai terisi penuh, kemudian diratakan dan ditimbang. Apabila isi dan berat cincin diketahui, maka berat satuan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Analisis Mekanika Tanah Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan dari contoh sedimen hasil 17
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29 1, sedang, jika Wn sama dengan PL indeks cair sama dengan 0.Dari formulasi tersebut diatas jika Wn lebih kecil dari pada PL dan Ll maka sedimen bersangkutan adalam kondisi kenyal.
W2 – W1 = _____________ I dimana γ adalah berat satuan, w2 adalah berat cincin + sedimen, w1 adalah berat cincin, w2 - w1 adalah berat tanah, I adalah isi cincin. γ
Secara umum nilai indeks cair akan bervariasi antara 0 hingga 1 dan apabila sedimen mempunyai Wn lebih besar dari LL maka indeks cairnya lebih besar dari 1 seperti halnya sedimen permukaan dasar laut di daerah telitian.
Berat Jenis (SG) Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan berat jenis, yang pertama adalah untuk sedimen fraksi halus ( lebih kecil dari saringan 4,76 mm) dengan menggunakan metode pignometer yang mengacu pada ASTM D 854-58.
HASIL PENELITIAN Kondisi Angin dan Pasang Surut
Saat pengujian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan kadar garam dari contoh tanah yang bersangkutan. Selanjutnya contoh ditempatkan di atas kertas saringan pada corong Buchner dimana sebelumnya contoh dicuci dengan air.
Lingkungan pantai dan lepas pantai perairan Cirebon dan sekitarnya secara umum di pengaruhi oleh angin musim barat dan timur yang berlangsung pada bulan Nopember hingga Mei dan dari Juni hingga Oktober, curah hujan berkisar antara 2000 s/d 2500 mm. Sebagian besar curah hujan terjadi pada musim Barat. Arah angin dominan sepanjang tahun yang mempengaruhi pembentukan gelombang laut yang menuju ke arah pantai Teluk Cirebon. Ketinggian gelombang di laut Jawa umumnya disebabkan oleh angin biasanya mencapai lebih dari 2 meter dan merupakan gelombang laut dalam.
Berat jenis sedimen dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Gs
=
(W 2 - W 1) ________________________________ (W 4 – W 1) - (W 3 - W 2)
Dimana W 1 adalah berat picnometer, W2 adalah berat picnometer dan bahan kering, W3 adalah berat picnometer dan air.
Tipe pasang surut perairan Pelabuhan Cirebon termasuk kedalam pasang campuran berganda (mixed tide, predominantly semi diurnal).
Batas Atterberg (LL,PL,PI,LI,SL) Konsistensi (kekerasan) dan plastistas (kekenyalan) dari tanah lempung maupun dari tanah kohesif (kekompakan) sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Tanah mungkin akan berbentuk cair, plastis, kurang padat dan padat. Sifat fisik tanah seperti pada batas Atterberg sangat tergantung dari kadar air, jenis tanah dan jenis mineral lempung.
Morfologi dan Fluktuasi Arus Dasar Laut Dari hasil pemeruman yang disajikan dalam peta batimetri. memperlihatkan bahwa kontur kedalaman laut di sekitar daerah penelitian berkisar antara -6.00 m hingga -8.00 m, sedangkan di daerah Astanajapura morfologi dasar laut sangat landai dengan kedalaman dasar laut berkisar –2.00 hingga – 10.00 meter (Gambar 2), Morfologi dasar laut di pelabuhan Cirebon sendiri berundulasi rendah hingga tinggi yang diduga erat kaitannya dengan aktifitas pasang surut di perairan tersebut. Morfologi dasar laut tersebut juga sangat landai, bervariasi antara –6,5 m LWS dan –8.00 m LWS, sedangkan di kolam nya sendiri antara -.00 m – -2.00 m LWS. Morfologi ini ditempati oleh sedimen permukaan dasar laut berupa lanau dan lanau pasiran (lumpur). Ke arah lepas pantai endapan sedimen di dominasi oleh pasir lanauan dengan sebaran yang cukup luas. Dibuktikan dengan hasil analisis contoh air yang diambil dari S. Sukalila, pada saat surut kadar sedimen suspensi mencapai 328,0 mg/l.
Untuk menentukan batas atterberg tersebut, menghacu pada aturan uji yaitu ASTM D-293776, D-4318. Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas sifat fisik atau konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya Batas-batas tersebut di formulasikan sebagai berikut : W n - PL W n - PL LI = ____________ = _______________ LL - PL PI Dari persamaan tersebut di atas apabila Wn sama dengan LL, maka indeks cair sama dengan 18
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.)
perairan Cirebon. Kondisi ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh tim Amdal Pelindo pada bulan Maret 1975 yang berlokasi di muara S. Sukalila dan di perairan alur dalam. Dapat disimpulkan bahwa kecepatan arus bervariasi antara 0.1 s/d 0.7 cm/detik. Kecepatan maksimum terjadi pada saat pasang (spring tide) dengan arah 230odan 45o . Secara umum arus permukaan di perairan Pelabuhan Cirebon pada bulan Februari bergerak ke arah tenggara dengan kecepatan 1225 cm/detik. Pada bulan Oktober arus permukaan bergerak umumnya ke arah utara. Selanjutnya P3GL juga telah melakukan pengukuran arus di lokasi muara Citemu, Astanajapura dengan mengamati pergerakan pelampung dan pengukuran kecepatan arus selama 24 jam pada bulan Mei 2002.
Pada saat pasang kadar sedimen suspensi berkisar antara 41.0 s/d 54,0 mg/l dan pada alur pelayaran dalam bervariasi antara 11,0 dan 24,0 mg/l. Proses sedimentasi yang mencolok dijumpai pada lokasi kira-kira 500 m dari mulut arah luar, yang parah kira-kira sepanjang 1000 s/d 1500 m. Akumulasi sedimen lumpur atau lanau pasiran hingga lempungan mencapai ketebalan 1 hingga 15 m. Kondisi ini berdampak terhadap pendangkalan di sekitar pelabuhan Cirebon. Berdasarkan hasil penelitian dinamika angkutan sedimen yang dilakukan oleh BATAN (1991 dan 1993) perkiraan laju sedimen yang mengisi alur pelayaran selama 6 bulan adalah sebesar 127.080 m3. Dari data yang dibahas sangat berkaitan dengan sistim alur pelayaran di kawasan pelabuhan Cirebon.
Dari data arus menunjukan bahwa pada saat pasang kecepatan arus maksimum pada kedalaman 0,6 meter sebesar 0.142 m/detik dan minimum sebesar 0,029 m/det, dengan kecepatan rata-rata adalah sebesar 0,072 m /det.
Untuk menanggulanginya perlu dilakukan pengerukan dan membuat sistim proteksi gelombang laut disesuaikan dengan pola arus dan arah gelombang yang terjadi di daerah 19
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29 Sedangkan pada kedalaman 1,78 meter kecepatan maksimum sebesar 0.121 m/detik, minimum sebesar 0,027 m/detik dengan kecepatan rata2 sebesar 0,056 m/detik. Menjelang surut kecepatan arus maksimum pada kedalaman 0,6 meter adalah sebesar 0,116 m/detik, minimum sebesar 0.028 m/detik dengan kecepatan rata-rata 0,075 m/detik, sedangkan pada kedalaman 1,8 m arus maksimum 0,106 m/detk, minimum 0,03 m/detik dengan kecepatan rata-rata 0,055 m/detik. Dari hasil analisis arus permukaan khususnya daerah dekat pantai menunjukkan pola arus permukaan relatif sama dengan pola arah angin dominan yang bertiup di daerah tersebut yaitu berarah timurlaut-baratdaya. Hal ini menunjukkan bahwa selain akibat fluktuasi muka air (pasang surut), pengaruh angin permukaan cukup berperan dalam pembentukan pola arus di daerah ini, faktor lain yang yang mempengaruhi pola arus daerah telitian adalah sirkulasi massa air akibat dari banyaknya sungai yang bermuara di daerah ini.
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut Untuk rencana pengembangan pelabuhan berupa pembangunan infrastruktur daya dukung sedimen dasar laut di daerah pantai dan perairan Cirebon dan sekitarnya mutlak diperlukan. Hal ini dapat di evaluasi dari hasil korelasi pemboran teknik. Dari korelasi ke tiga lokasi bor di daerah Astanajapura (Gambar 3 ) lebih dari 20.00 meter nilai SPT mencapai lebih dari 50 tumbukan ( Tabel 1), juga hasil di 3 lokasi bor dari data sekunder di daerah kawasan dermaga (Pelindo, 1995). Hasil uji SPT di daerah pelabuhan Cirebon menunjukkan bahwa kontruksi berat dapat diletakkan pada kedalaman lebih besar dari 30 meter, sampai kedalaman 30.00 m, hasil SPT masih relatif kurang stabil terlihat pada kedalaman lebih kecil dari 30 meter sifat fisik tanah relatif lunak. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai SPT seperti pada Tabel 2. Sedangkan pada kedalaman lebih dari 8.00 meter mempunyai nilai Qc dari data sondir berkisar antara 32 kg/cm2 hingga lebih besar 150 kg/cm2 (Tabel 3).
20
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.)
Tabel 1. Nilai Standart Penetration Test (SPT) di lokasi BH-1, BH-2 dan BH-3 Perairan Astanajapura, Cirebon-Jawa Barat No.
Lokasi
Kedalaman (m)
Nilai SPT (tumbukan)
Keterangan
1
BH-1
0.00 - 10.00 10.00 - 13.00
0-8 19.00 - 28.00
13.00 - 20.00
42 - > 50
Lempung lanauan, sangat lunak, Lempung, kenyal (stiff), plastisitas tinggi. Pasir lempungan, padat, keras
2
BH-2
0.00 - 18.00 18.00 - 20.00
0-5 12 - > 50
Lempung, lunak-agak kenyal Pasir lempungan, padat, keras
3
BH-3
0.00 - 16.00 16.00 - 20.00
0-7 35 - > 50
Pasir, padat, keras Pasir, padat, sangat keras (Sumber : PPPGL, 2002)
Tabel 2. Nilai Standart Penetration Test (SPT) di lokasi BH-1, BH-2 dan BH-3 di Pelabuhan Cirebon-Jawa Barat No.
Lokasi
Kedalaman (m)
Nilai SPT (tumbukan)
Keterangan
1
DH-1
0.00 - 10.00 10.00 - 25.00
0 - 12 15.00 - 26.00
Lempung, lunak Lempung lanauan, lunak hingga kenyal (stiff).
2
DH-2
0.00 - 10.00 10.00 - 25.00
0 - 10 15 - 25
Lempung, lunak Lempung lanauan, hingga pasir lunak hingga keras, kenyal (stiff)
3
DH-3
0.00 - 18.00 18.00 - 27.00
0-6 22 - 32
Pasir lepas, sangat halus Lempung lanauan, lunak, kenyal, plastisitas tinggi (CH) (Sumber : PT. Pelindo Cirebon, 1995)
Tabel 3. Nilai Qc dan lokasi Sondir S1, S2, S3 di Pelabuhan Cirebon-Jawa Barat No.
Lokasi
Kedalaman (m)
Qc (perlawanan konus) kg/cm2
1
S1
0.00 - 8.00 8.00 - 12.00 > 12.00
2.00 - 4.00 30.00 - 62.00 > 150
2
S2
0.00 - 11.00 > 11.50
1.00 - 8.00 > 150
3
S3
0.00 - 8.00 > 12.00 - 14.00 > 14.00
1.00 - 8.00 22 - 32 > 150 (Sumber : PT. Pelindo Cirebon, 1995)
21
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29
Analisis Mineral Lempung Indeks tanah selain ditentukan oleh proporsi berat fraksi butiran kasar dan halus, juga sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah mineral lempung penyusun masa tanah. Lempung terbentuk dari batuan sedimen yang dapat berupa endapan residu ataupun endapan sedimen. Endapan residu terbentuk karena adanya pelapukan fisik dan kimia, sedangkan endapan sedimen yang terbentuk karena proses diagenesis. Mineral penyusun batuan asal yang berubah menjadi mineral lempung adalah feldspar ortoklas, feldspar plagioklas, olivin, piroksen, amfibole, dan mika seperti di jumpai dalam foto (Gambar 4). Apabila proses pelapukan terjadi tidak sempurna pada batuan basa, maka akan terbentuk mineral kaolinit, karena pada lingkungan ini sangat reaktif dan proses pelapukan akan lebih intensif (Humbert, dalam Mhor, 1960), menurut Hardiyatmo (1992) dalam bukunya Mekanika Tanah 1 dan 2.
Contoh B
Analisis mineral lempung penyusun endapan dasar laut di daerah telitian dilakukan dengan menggunakan SEM. Analisa mineral lempung ini dilakukan terhadap tiga contoh sedimen yang mewakili dari pemboran inti dari BH 1 (UD 2) dengan simbol A1 dan A2 (7.50-8.00 m), BH 2 (UD 4) dengan simbol B (15.50-16.00 m), BH 3 (UD 3) dengan simbol C (13.00-13.50 m). Berdasarkan analisis SEM sedimen lempung di daerah umumnya mengandung unsur mineral smectite atau montmorilonit , dan mineral kaolinit. (Tabel 4. ). Lempung smectite (montmorilonit) umumnya tak beraturan (disaveraged), tetapi sebagian menunjukkan orientasi, selain mineral lempung juga hadir mineral lain akan tetap jumlahnya sedikit seperti pirit , hematit (iron oxide), kalsit dan terdapat juga fosil (polen, pecahan foram).. Lempung ini bersifat kurang padat hingga cukup padat, yang menunjukkan bahwa mineral tersebut belum mengalami pembebanan (burial) secara berarti. Lempung ini juga merupakan unsur asli yang diduga berasal dari bahan vulkanik dan diendapkan di lingkungan pengaruh air laut. Lempung kaolinit (vermiculite) merupakan bentukan sekunder dan kebanyakan mempunyai berstruktur buku (book structure). Bentuk kristal kaolinit menunjukkan bahwa kaolinit merupakan bentukan sekunder atau awal diagenesis yang kemungkinan berasal dari pelapukan mineral feldspar. Terdapatnya kaolinit sering terlihat di dalam masa dasar smectite ( montmorilonite ) yang berarti terbentuk setelah keberadaan masa dasar smectite itu sendiri. Hadirnya unsur lain yaitu pirit (framboidal pyrite) dan hematite atau oksida besi (iron oxide), kalsit, dan fosil juga
Contoh C Gambar 4. Foto analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) pada mineral lempung memperkuat dugaan bahwa pengaruh air laut dan bahan organik yaitu pada contoh B dan C menunjukkan adanya reaksi biokimia dan pengaruh sirkulasi udara setelah lempung diendapkan. Kalsit dan cangkang fosil (polen, foram) dapat diamati juga unsur ini memperkuat dugaan bahwa pengendapan lempung dipengaruhi oleh kondisi air laut. Analisis mineral lempung yang ada di daerah telitian memperlihatkan bahwa lempung smectite (montmorilonite) sangat dominan dan menunjukkan bahwa tanah yang mengandung montmorillonit sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air sehingga tekanan pengembangannya dapat merusak struktur bangunan ringan.
Analisis Difraksi Sinar X (XRD) Hasil XRD endapan dasar laut daerah telitian terdiri dari lempung kaolinit, illit,e dan montmorilonit, mineral kuarsa, klorit,. Hal ini berbeda dengan hasil SEM dimana tidak terlihat adanya lempung illite. Pekerjaan difraksi sinar 22
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.)
Tabel 4. Hasil Analisis XR-Difraksi di lokasi BH-1, BH-2, BH-3 di Perairan Cirebon No. Contoh
Identifikasi Mineral
BH-1 UD 2 (7,5-8,0 m)
1. Quartz 2. Kaolinite 3. Calcite 4. Montmorillonite (Trace)
BH-2 UD 4 (15,15-16,0 m)
1. Cristohalite 2. Quartz 3. Calcite 4. Kaolinite 5. Montmorillonite
BH-3 UD 3 (13,5-14,0 m)
1. Quartz 2. Illite 3. Kaolinite 4. Calcite 5. Montmorillonite (Trace)
dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada BH 2, UD 3 kedalaman 15.50-16.00 m.
X pada mineral lempung mempunyai kendala yaitu adanya kandungan molekul air di antara lapisan lempung pada beberapa contoh sedimen yang berubah-ubah dan kandungan kationnya dapat tertukar. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada pola refleksinya. Gabungan lapisan beberapa jenis mineral lempung yang terjadi pada proporsi yang berbeda-beda antara dua jenis mineral lempung (seperti illitemontmorilonite atau klorit-kaolinit dan lainlain) dapat menghasilkan pelebaran refleksinya (Zussman, 1967). Dapat diperlihatkan pada hasil grafik difraksi sinar X ( X ray difraction chart) pada Gambar 5.
• BH 3 nilai kadar air tertinggi (114.21 %) dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada BH 3, UD.2 kedalaman 9.50-10.00 m, sedangkan yang terendah (59.38 %) dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada BH 3, UD 3 kedalaman 13.00-16.00 m.
Berat Satuan (γ gr/cm3) Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka nilai berat satuan pada masing–masing lokasi bor dan kedalaman terpilih sebagai berikut :
Kadar Air (Wn %)
• BH 1 nilai berat satuan tertinggi (1.6060 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada UD 2, kedalaman 7.508.00 m, sedangkan yang terendah (1.3410 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada UD 1, kedalaman 3.504.00 m.
Hasil pengujian kadarair pada masing-masing titik bor dapat ditunjukkan dalam tabel : • BH 1 nilai kadar air tertinggi ( 106.81 % ) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada BH 1, UD 1 kedalaman 3.50-4.00 m, sedangkan yang terendah (70.44 %) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada BH 1, UD 2 kedalaman 7.50-8.00 m.
• BH 2 nilai berat satuan tertinggi (1.7620 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada UD 1, kedalaman 3.504.00 m, sedangkan yang terendah (1.4920 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung lanauan (CL) pada UD 2, kedalaman 3.504.00 m.
• BH 2 nilai kadar air tertinggi (105.65 %) dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada BH 2, UD 3 kedalaman 11.50-12.00 m, sedangkan yang terendah (54.08 %)
23
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29
Gambar 5. Grafik difraksi sinar X (X ray difraction chart) • BH 2 nilai berat jenis di seluruh contoh tanah sedimen yang terambil berkisar antara 2.5700 hingga 2.6700 6000 gr/cm3.
• BH 3 nilai berat satuan tertinggi (1.6180 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada UD 3, kedalaman 13.00-13.50 m, sedangkan yang terendah (1.3600 ton/m3) dipunyai oleh sedimen lempung (CH) pada UD 2, kedalaman 9.50-10.00 m.
• BH 3 nilai berat jenis di seluruh contoh tanah sedimen yang terambil berkisar antara 2.5900 hingga 2.6800 gr/cm3.
Dari data-data tersebut diatas, dapat diukur nilai kepadatan tanah berdasarkan hubungan antara berat volume kering (γd) dengan berat volume basah (γb) dan kadar air (w) pada persamaan Proctor, (1933) sebagai berikut : γd =
Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2.65 gr/cm3 sampai 2.75 gr/cm3. Nilai berat jenis sebesar 2.67 gr/cm3 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak berkohesi. Sedang untuk tanah kohesif tidak organik berkisar antara 2.68 gr/cm3 sampai 2.72 gr/cm3. Dapat dikatakan bahwa kondisi tanah/sedimen di daerah telitian ada yang bersifat tidak kohesif dan kohesif. Seperti disebutkan diatas bahwa nilai berat jenis ini diperlukan untuk perhitungan pemadatan tanah.
γb 1+w
Dari persamaan ini menunjukkan bahwa berat volume tanah kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air dan usaha dari alat pemadatnya.
Pengujian Batas-Batas Atterberg Nilai batas Atterberg pada masing–masing lokasi bor dan kedalaman terpilih sebagai berikut :
Berat Jenis (SG) Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka nilai berat jenis pada masing– masing lokasi bor dan kedalaman terpilih sebagai berikut :
Nilai Batas Cair (LL) Nilai batas cair dan batas plastis tentunya tidak secara langsung dapat dipakai dalam perhitungan (design). Umumnya tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk, yaitu kekuatanya rendah,
• BH 1 nilai berat jenis di seluruh contoh tanah sedimen yang terambil berkisar antara 2.5800 hingga 2.6000 gr/cm3.
24
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.) Secara umum nilai indeks cair (LI) berkisar antara 0 – 1, jika LI kecil yaitu mendekati nol , maka kemungkinan besar tanah tersebut agak keras dan jika LI besar yaitu mendekati satu maka kemungkinan tanah tersebut adalah tanah lembek.
Compressibility-nya tinggi dan sulit dipadatkan (L.D. Wesley, 1977). Nilai batas cair (LL) di daerah telitian memperlihatkan bahwa pada masing-masing kedalaman dari masing-masing titik bor bervariasi. Pada BH 1 nilai batas cair memiliki rentang 69.50 % - 95.24 %, BH 2 nilai batas cair memiliki rentang 77.95 % - 94.35 %, BH 3 nilai batas cair memiliki rentang 82.50 % 96.44 %. Hubungan antara nilai batas cair dengan indeks plastisitas secara empiris akan memberikan gambaran.
Dari nilai indeks cair hasil uji laboraturium dapat dikatakan bahwa sebagian besar jenis tanah lempung lanauan/lempung pada BH 1 umumnya bersifat lembek. BH 2 secara keseluruhan jenis tanah lempung lanauan/ lempung bersifat agak keras dan lembek. BH 3 secara keseluruhan jenis tanah lempung lanauan/lempung bersifat lembek dan ada juga bersifat agak keras.
Nilai Batas Plastis (PL) Nilai batas plastis (PL) di daerah telitian berbeda pada setiap kedalaman pada masingmasing titik bor. Pada titik BH 1 nilai batas plastis memiliki rentang 34.08 % - 36.25 %, BH 2 nilai batas plastis memiliki rentang 27.67 % 35.49 %, BH 3 nilai batas plastis memiliki rentang 33.58 % - 38.10 %.
Pengujian Konsolidasi Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan/perubahan volume. Pengujian konsolidasi ini dilakukan hanya pada contoh tanah/sedimen tidak terganggu (undisturbed sample) dengan maksud mendapatkan harga parametar konsolidasi sesungguhnya. Indeks pemampatan (Cc) berhubungan dengan berapa besarnya konsolidasi atau penurunan yang akan terjadi, sedangkan koefisien konsolidasi (Cv) berhubungan dengan berapa lama suatu konsolidasi tertentu akan terjadi. Hasil uji konsolidasi dapat dilihat pada Tabel. 5.
Nilai Indeks Plastisitas (PI) Indeks plastis akan merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Oleh karena itu indeks plastis mencerminkan kondisi keplastisan tanah/sedimen. Apabila tanah/ sedimen mempunyai interval kadar air di daerah plastisitas yang kecil, maka kondisi tanahnya disebut tanah kurus, dan sebaliknya apabila interval kadar airnya terletak di daerah dengan plastisitas besar disebut tanah gemuk (Hardiyatmo, 1992). Selanjutnya Atterberg (1911) membagi batasan indeks plastis dan macam.
Berdasarkan nilai indeks pemampatan (Cc) dan batas cair (LL), Terzaghi & Peck (1967) memberikan tingkat kompresibilitas tanah, dapat dikatakan bahwa contoh tanah lempung lanauan/lempung (CL/CH) yang diuji memiliki tingkat kompresibilitas tanah yang tinggi. Berdasarkan uji sifat indeks dari contoh pemboran yang lain memperlihatkan pada sedimen dengan fraksi halus yaitu lempung lanauan/lempung (CL/CH) memiliki ciri dan sifat yang sama. Dapat dikatakan bahwa secara umum tanah/sedimen daerah telitian yang berfraksi halus memiliki tingkat kompresibilitas tanah yang tinggi. Selanjutnya data hasil pengujian konsolidasi inii dapat digunakan dalam perhitungan penurunan tanah akibat beban bangunan/pondasi berdasarkan persamaan Skempton dan Bjerrum (1957).
Nilai indeks plastisitas di daerah selidikan berbeda dari masing-masing kedalaman dimana pada BH 1 nilai indeks plastisitas memiliki rentang 33.25 % - 61.16 %, BH 2 nilai indeks plastisitas memiliki rentang 50.28 % - 60.63 %, dan BH 3 nilai indeks plastisitas memiliki rentang 44.40 % - 62.86 %. Dari nilai indeks plastisitas tersebut diatas menurut Atterberg 1911 dapat dikatakan bahwa jenis tanah lempung lanauan/lempung (CL/CH) di daerah telitian memiliki sifat plastisitas tinggi dan kohesif.
Nilai Indeks Cair (LI)
Pengujian Kuat Geser (Triaxial Compressive Test)
Di daerah telitian nilai indeks cair berbeda dari masing-masing kedalaman dimana pada BH 1 nilai indeks cair memiliki rentang 1.0273 1.1891 , BH 2 nilai indeks cair memiliki rentang 0.5252 - 1.1863 , BH 3 nilai indeks cair memiliki rentang 0.4956 - 1.3603.
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh kohesi tanah dan tergantung pada 25
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29
Tabel 5. Hasil uji triaxial di lokasi BH-1, BH-2 dan BH-3 di Perairan Astanajapura, Cirebon-Jawa Barat Contoh Sample
Kedalaman (m)
Nilai Kohesi (C) kg/cm2
Sudut Geser θ
BH-1
UD-1 UD-2
3.50 - 4.00 7.50 - 8.00
0,03 0,023
3.5° 4°
Lempung lanauan Lempung lanauan
2
BH-2
UD-1 UD-2 UD-3
3.50 - 4.00 7.50 - 8.00 11.50 - 12.00
0,038 0,01 0,012
6° 6° 6°
Lempung lanauan Lempung lanauan Lempung
3
BH-3
UD-2 UD-3
9.50 - 10.00 13.00 - 13.50
0,018 0,024
5° 10°
Lempung Lempung
No.
Lokasi
1
Keterangan
(Sumber : PPPGL, 2002)
Selanjutnya data kuat geser tanah lempung jenuh seperti di daerah telitian dapat dipakai dalam perhitungan daya dukung ultimate pada pondasi bujur sangkar, lingkaran, dan pondasi memanjang berdasarkan persamaan Skempton (1951). Hasil pengujian unconsolidated undrained (UU) digunakan pada kasus dimana kondisi pembebanan terjadi begitu cepat, sehingga belum terjadi konsolidasi atau drainasi pada lapisan tanahnya. Contoh-contoh kondisi tanpa konsolidasi dan tanpa drainasi (UU), yaitu akhir pelaksanaan dari pembangunan bendungan urugan, pondasi untuk tanah timbunan, tiang pancang dan pondasi pada tanah lempung normally consolidated.
jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang gesernya. Gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya. Kuat geser tidak memiliki satu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Keadaan tanah, angka pori ukuran butir dan bentuk butir.Jenis tanah seperti, pasir, berpasir, kerikil, lempung, atau jumlah relatif dari bahan-bahan yang ada.Kadar air, terutama untuk lempung (sering berkisar dari sangat lunak sampai kaku, tergantung pada nilai kadar air (W).Jenis beban dan tingkatnya, beban yang cepat akan menghasilkan tekanan pori yang berlebih.Anisotropis, kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar akan berbeda jika jika dibandingkan dengan kekuatan yang sejajar dengan bidang tersebut.
PEMBAHASAN Dari hasil kajian daerah penelitian secara umum dapat di kelompokan menjadi 2 (dua) bagian yang mewakili seluruh daerah penelitian.
Pengujian triaxial ini dilakukan hanya pada contoh tanah/sedimen tidak terganggu dengan maksud mendapatkan harga parametar konsolidasi sesungguhnya. Data yang diperoleh dari uji kuat geser disajikan dalam bentuk kriteria keruntuhan atau kegagalan MohrCoulomb yang tergambar dalam bentuk kurva. Selanjutnya kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai kohesi tanah (c) dan sudut gesek dalam tanah (θ). Hasil uji kuat geser dapat dilihat pada Tabel. 6. Umumnya harga kuat geser ini dapat dikorelasikan terhadap nilai kadar air. Dari data tersebut diatas dapat dikatakan dengan bertambahnya nilai kadar air mengakibatkan terjadinya penurunan kuat geser.
I. Kawasan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya Lingkungan pantai dan lepas pantai perairan Cirebon mempunyai morfologi dasar laut sangat landai, bervariasi antara –6,5 m LWS dan –8.00 m LWS, sedangkan di kolam nya sendiri antara -.00 m – -2.00 m LWS. Morfologi ini ditempati oleh sedimen permukaan dasar laut berupa lanau dan lanau pasiran (lumpur). Kearah lepas pantai endapan sedimen di dominasi oleh pasir lanauan dengan sebaran yang cukup luas. pada saat surut kadar sedimen suspensi mencapai 328,0 mg/l. Pada saat pasang kadar sedimen suspensi berkisar antara 41.0 s/d 26
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.) 54,0 mg/l dan pada alur pelayaran dalam bervariasi antara 11,0 dan 24,0 mg/l. Proses sedimentasi yang mencolok dijumpai pada lokasi kira-kira 500 m dari mulut arah luar, yang parah kira-kira sepanjang 1000 s/d 1500 m. Akumulasi sedimen lumpur atau lanau pasiran hingga lempungan hiungga mencapai ketebalan 1 hingga 15 m. Kondisi ini berdampak terhadap pendangkalan di sekitar pelabuhan Cirebon. Selama ini perkiraan laju sedimen yang mengisi alur pelayaran selama 6 bulan adalah kuranglebih sebesar 127.080 m3.
konsolidasi normal (normally consolidated) dan dari pertimbangan analisis kuat geser perlu di kaji lebih jauh lagi. Hasil analisis mineral lempung yang di lakukan di daerah telitian lokasi bor menunjukkan bahwa lempung smectite (montmorilonite) sangat dominan dan diketahui bahwa tanah yang mengandung montmorillonit sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, sehingga tekanan pengembangannya dapat memicu amblesan atau penurunan yang akan merusak struktur bangunan ringan dan berat.
Daya dukung tanah dari nilai SPT pada kedalaman lebih dari 30.00 meter kurang begitu menunjang yaitu nilai tumbukan masih berkisar 22-32 tumbukan sehingga beban pondasi berat perlu dipertimbangkan.
Kadar air rendah terdapat pada kedalaman antara 7.00 m hingga 16.00 m sehingga diperlukan pemadatan guna mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat mengurangi permeabilitas dan mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air. Hasil uji yang telah dilakukan memperlihatkan tanah lempung lanauan (CL) dan lempung (CH) di daerah telitian mempunyai kadar air cukup tinggi. Dari hasil alisis mineral lempung di daerah telitian memperlihatkan bahwa lempung smectite (montmorilonite) sangat dominan dan menunjukkan bahwa tanah yang mengandung montmorillonit sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air sehingga tekanan pengembangannya dapat merusak struktur bangunan ringan. Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan dan perubahan volume.
Dari data yang dibahas sangat berkaitan dengan sistim alur pelayaran di kawasan pelabuhan Cirebon. Untuk menanggulanginya perlu dilakukan pengerukan dan membuat sistim proteksi gelombang laut disesuaikan dengan pola arus dan arah gelombang yang terdapat di daerah perairan Cirebon.
II. Kawasan Astanajapura dan Sekitarnya Morfologi dasar laut Astana Japura dan sekitarnya sangat landai dengan kedalaman dasar laut antara - 2,00 m hingga - 10.00 m dari muka air rata-rata (mean sea level). Di daerah ini rencananya akan dibangun pelabuhan baru oleh Pemda Kabupaten Cirebon yang letaknya tidak terlalu jauh dari pelabuhan Nusantara Cirebon yang berjarak kuranglebih 10 km ke arah timur. Saat ini sedang dibangun fasilitas jalan layang dari Palimanan yang dihubungkan dengan Pelabuhan Cirebon. Berdasarkan hasil penelitian bahwa yang menjadi pokok permasalahan adalah proses pendangkalan akibat sedimentasi dari sungai-sungai sekitarnya. Rata-rata kecepatan sedimentasi berdasarkan contoh Pb-01 adalah 1.4 cm/tahun (Raharjo. P, drr, 2002).
Selanjutnya data kuat geser tanah lempung jenuh seperti di daerah telitian dapat dipakai dalam perhitungan daya dukung ultimate pada pondasi bujur sangkar, lingkaran, dan pondasi memanjang berdasarkan persamaan Skempton (1951). Hasil pengujian unconsolidated undrained digunakan pada kasus dimana kondisi pembebanan terjadi begitu cepat, sehingga belum terjadi konsolidasi atau drainasi pada lapisan tanahnya. Contoh-contoh kondisi tanpa konsolidasi dan tanpa drainasi (UU), yaitu akhir pelaksanaan dari pembangunan bendungan urugan, pondasi untuk tanah timbunan, tiang pancang dan pondasi pada tanah lempung normally consolidated. Umumnya harga kuat geser ini dapat dikorelasikan terhadap nilai kadar air. Dari data tersebut diatas dapat dikatakan dengan bertambahnya nilai kadar air mengakibatkan terjadinya penurunan kuat geser.
Hasil kajian dari aspek daya dukung tanah cukup menunjang bila dilihat dari hasil evaluasi nilai N SPT akan tetapi hal ini perlu dipertimbangkan lebih jauh walaupun daya dukung tanah dibawah dasar laut dari data N (SPT) lebih dari 50 tumbukan. Nilai ini cukup mendukung kontruksi pondasi beban berat bila diletakan pada kedalaman diatas 20.00 m. Tertumpu pada litologi pasir, padat, keras hingga sangat keras, dengan tingkat
27
Jurnal Geologi Kelautan, 2003, vol. 1, no. 1, April 2003 : 15 – 29 akar tanaman. Umumnya harga kuat geser ini dapat dikorelasikan terhadap nilai kadar air yaitu dengan bertambahnya nilai kadar air mengakibatkan terjadinya penurunan kuat geser. Selanjutnya data kuat geser tanah lempung jenuh seperti di daerah telitian dapat dipakai dalam perhitungan daya dukung ultimate pada pondasi bujur sangkar, lingkaran, dan pondasi memanjang berdasarkan persamaan Skempton (1951). Hasil pengujian unconsolidated undrained (UU) digunakan pada kasus dimana kondisi pembebanan terjadi begitu cepat, sehingga belum terjadi konsolidasi atau drainasi pada lapisan tanahnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Daerah kawasan daratan pantai pelabuhan secara morfologi merupakan daerah pedataran dengan ketinggian +0.090 m sampai dengan 2,338 m yang terletak di zona dataran pantai utara Jawa Barat. Secara geologi wilayah pantai pelabuhan Cirebon mempunyai litologi endapan alluvial pantai yang terdiri dari selang seling endapan lempung dan pasir. Morfologi dasar laut perairan pelabuhan Cirebon sangat landai dan hingga tinggi yang diduga erat kaitannya dengan aktifitas pasang surut di perairan tersebut. Dengan kedalaman dasar laut antara 2,00 m hingga - 10.00 m dari muka air ratarata relief datar hingga bergelombang lemah.
Saran Di kawasan Pelabuhan Cirebon perlu dilakukan pemboran teknik yang penetrasi kedalamannya lebih dalam lagi terutama untuk mengetahui daya dukung tanah yang nilai SPTnya lebih dari 50 tumbukan yang dianggap cukup menunjang untuk beban konstruksi pondasi bangunan berat. Untuk mengantisipasi sedimentasi hendaknya dibangun penahan gelombang (sea wall), Pier atau bronjong kawat,. baik di kawasan pelabuhan Cirebon maupun di Astanajapura dengan posisi sesuai dengan pola arah arus setempat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian oseanografi lebih rinci.
Susunan litologi perairan pelabuhan Cirebon dari bawah ke atas antara kedalaman 16.00 m – 22.00 meter di bagian atas terdiri dari lempung pasiran hingga lempung kerikilan dengan ketebalan lapisan 12.00 m – 14.00 m. Lapisan ini mempunyai sifat fisik lunak dengan N SPTsama dengan 1 pada N lebih besar dari 50 tumbukan. Di bagian bawah merupakan tanah yang bersifat tegar (firm) hingga kenyal (stiff) dengan ketebalan antra 3.00 – 10.00 meter disusun oleh lempung lanauan dan lempung pasiran, dengan konsistensi kenyal-sangat kenyal ( stiff to very stiff), nilai N SPT = 10 – 42 tumbukan, ketebalan lapisan 8 m. Di sekitar lokasi dermaga data sondir diperoleh nilai Qc antara 2 – 4 kg/cm2 yang dijumpai pada kedalaman 21.00 – 24.00 m. Lapisan ketiga terletak pada kedalaman > 30 meter pada umumnya lapisan lempung dengan konsistensi sangat kenyal, plastisitas tinggi.
Dari hasil analisis mineral lempung memperlihatkan bahwa lempung smectite (montmorilonite) sangat dominan dan diketahui bahwa tanah yang mengandung montmorillonit sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air sehingga tekanan pengembangannya dapat memicu amblesan atau penurunan (subsidence/ settlement) yang akan merusak struktur bangunan ringan dan berat. Oleh karena itu perlu dikaji lebih rinci lagi analisis mineral lempungnya.
Di daerah Astanajapura kondisi litologi atau lapisan sedimen di daerah ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dari hasil korelasi ke 3 (tiga) lokasi bor yaitu lapisan pertama terletak di bagian paling bawah antara kedalaman 16.00 – 22.00 m dari MSL yang di bagian atas diselingi oleh lempung pasiran (sandy clay) atau lempung kerikilan (gravely clay) dengan ketebalan 12.00 m hingga 14.00 m merupakan tanah konsistensi lunak (soft). Pada kedalaman 16.00 – 18.00 m konsistensi lunak, sedimen lempung , abu-abu kecoklatan, lembab (moist) plastisitas tinggi, agak kenyal (medium stiff), banyak mengandung moluska, merupakan endapan dekat pantai (nearshore deposits). Lapisan ke 3 (tiga) pada kedalaman 0.00 – 10.00 m merupakan lapisan paling atas, disusun oleh lempung lanauan, abu-abu hingga abu kecoklatan hingga kehitaman, jenuh air (saturated), sangat lunak (very soft), mengandung cangkang kerang, moluska dan
Berdasarkan nilai indeks pemampatan (Cc) dan batas cair (LL), dapat dikatakan bahwa secara umum tanah/sedimen daerah selidikan yang berfraksi halus memiliki tingkat kompresibilitas tanah yang tinggi. Pengujian konsolidasi dapat digunakan untuk menghitung penurunan tanah akibat beban bangunan/pondasi berdasarkan persamaan Skempton dan Bjerrum (1957).
DAFTAR PUSTAKA Faturachman A., Raharjo P., Rahardiawan R., Purwanto C., Noviadi Y., 2002, Kajian Proses Sedimentasi Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat. Laporan intern P3GL, Bandung. 28
Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya (A. Faturachman, et.al.) Casagrande, 1950, Notes on Design of Earth Dams, Boston, Soc – Civil – Eng Jour. V37 p. 405-429. Gunawan Rudy, 1985, Pengantar Teknik Pondasi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hardiyatmo, H. C., 1992, Mekanika Tanah 1,2, PT. Gramedia Pustaka Utama. Kumpulan makalah Seminar., 1989. Pekerjaan Geoteknik pada Tanah lunak.
Pelindo II, Cirebon, 1995, Pekerjaan Penelitian dan Perencanaan Pembangunan Dermaga Batubara dan Sarana Lainnya di Pelabuhan Cirebon (Draft Final Report), Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta 1995. Terzagthi and Peck., 1967, Soil Mechanics in Engineering Practice, USA.
29