Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah
KANDUNGAN BEBERAPA ION DI DALAM SUMBER AIR DI SUB DAS CITARIK DAN DAS KALIGARANG
8
Selected Ion Concentrations in Water Resources of Citarik Sub Watershed and Kaligarang Watershed Dedi Nursyamsi, Sulaeman, Mangku E. Suryadi, dan Frans G. Berelaka (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor)
ABSTRAK Aktivitas pemupukan, penggunaan pestisida, dan lain-lain di lahan-lahan pertanian memberikan kontribusi terhadap polusi nitrat pada air permukaan (surface water) dan air bawah tanah (groundwater). Penelitian kandungan nitrat dalam air di sub daerah aliran sungai (Sub DAS) Citarik dan Kaligarang dilaksanakan untuk membuktikan hipotesis bahwa pencemaran nitrat di sumber-sumber air akibat pencucian di sistem lahan sawah lebih rendah dibandingkan di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan lain-lain). Pengambilan contoh air dilaksanakan pada MH 2000/2001, yaitu bulan Januari - Februari 2001. Contoh air dianalisis untuk menetapkan kadar nitrat, amonium, dan sulfat masing-masing dengan metode brucine, biru indofenol, dan BaCl2-tween. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat air sumur sekitar lahan sawah lebih rendah daripada lahan kering (tegalan dan kebun campuran) baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang. Namun variasi kadar nitrat pada lahan kering sangat tinggi yang ditandai dengan standar deviasi yang hampir sama dengan nilai tengah. Air yang berasal dari beberapa sumber air di lahan kering (tegalan) DAS Kaligarang tidak layak untuk dikonsumsi karena kadar nitrat melebihi ambang batas kualitas air untuk air minum (10 mg/L). Kadar amonium air dari sumber air di lahan sawah lebih tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan) dan air sungai baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang. ABSTRACT Fertilization, application of pesticide, and other activities on agricultural lands correlate positively with nitrate pollution of surface and ground waters. A study on nitrate content in Citarik and Kaligarang watersheds was conducted to proof a hypothesis that nitrate pollution caused by leaching in the lowland condition is less than in the upland condition. Water samples were taken during wet season of January-February 2001 and analysed for their nitrate, ammonium, and sulphate contents using brucine, blue indofenol, and BaCl2-tween methods, respectively. Results showed that nitrate content in well water of lowland rice field areas was lower than that of upland in both Citarik and Kaligarang watersheds. In a few places, water from wells of annual upland farms of Kaligarang watershed is not feasible for drinking water because its nitrate content is greater than 10 mg/L. Water nitrate content under annual upland however, is highly variable as indicated by the standard deviation value of about the same as the mean. Ammonium content in well water of lowland rice field areas was higher than in upland (annual garden, mixed garden, and forest) and rivers of both watersheds.
ISBN 979-9474-06-X
103
Nursyamsi et al
PENDAHULUAN Tingginya kadar nitrat dalam sumber air atau perairan dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, dan ikan. Kadar nitrat yang tinggi di dalam air minum dapat menyebabkan terganggunya sistem pencernaan manusia. Apabila kadarnya melebihi 1,0 mg/L di dalam makanan bayi maka hal ini dapat menyebabkan gejala blue baby yang dapat menyebabkan kematian. Untuk keperluan konsumsi sehari-hari kadar nitrat dalam air tidak boleh lebih dari 10 mg/L. Sumber air untuk perikanan akan turun kualitasnya apabila kadar nitrat lebih dari 0,5 mg/L (Adams et al., 1999). Sumber pencemaran nitrat dalam tubuh air umumnya berasal dari limbah industri, septic tanks, limbah hewan (misalnya burung dan ikan), dan limbah dari angkutan air (perahu kapal, dan lain-lain). Selain itu limbah dari lahan-lahan pertanian akibat aktivitas pemupukan, penggunaan pestisida, dan lain-lain memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi nitrat di dalam air permukaan (surface water) dan air bawah tanah (groundwater) (Steenvoorden, 1989). Nitrat yang terdapat di dalam sumber air seperti air sumur dan sungai umumnya berasal dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea, ZA, dan lain-lain) di bagian hulu. Pencemaran ini disebabkan oleh tingkat kehilangan pupuk N yang tinggi, diantaranya melalui proses pencucian dan aliran permukaan. Besarnya kehilangan dari pupuk N yang diberikan, diperkirakan sekitar 20-40 % di India, 37 % di California, 68 % di Lousiana, 25 % di Filipina, dan 52-71 % di Indonesia (Ismunadji dan Roechan, 1988). Bahan pencemar yang berasal dari lahan-lahan pertanian bukan hanya nitrat saja melainkan juga sulfat. Polusi sulfat di perairan diantaranya berasal dari bahan-bahan kimia yang mengandung sulfat seperti pupuk ZA, pestisida, dan lain-lain. Seperti halnya nitrat, sulfat juga sangat mudah larut dalam air sehingga akan mudah pula terbawa air cucian dan aliran permukaan. Untuk keperluan air minum, sumber air harus mempunyai kadar sulfat tidak lebih dari 200 mg/L (Adams et al., 1999). Kadar nitrat dalam mata air tergantung aktivitas sumber pencemar di bagian hulu, aktivitas penggunaan air sumur itu sendiri, dan tingkat pencucian serta aliran permukaan. Selain itu, kadar nitrat tersebut juga tergantung potensial redok (Eh). Apabila nilai Eh turun (reduktif), nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O dan atau N2 melalui proses denitrifikasi. Pada kondisi reduktif, N-amonium lebih dominan daripada N-nitrat, namun sebaliknya dalam kondisi oksidatif N-amonium bisa berubah menjadi N-nitrat melalui proses nitrifikasi. Dengan demikian maka pencucian N dalam sistem yang reduktif akan menghasilkan NH4+, sedangkan dalam sistem yang oksidatif akan menghasilkan NO3-. Kehilangan N dari lahan pertanian dapat dikurangi dengan cara mengurangi pencucian, aliran permukaan, dan jumlah N yang diberikan (pupuk dan pestisida). Aplikasi di lapang biasanya dengan cara: penanaman cover crops, penggunaan green manures sebagai catch crops (Muller et al., 1989), perbaikan pengelolaan tanah dan air, dan mengurangi takaran pupuk atau meningkatkan efisiensi pemupukan N. Selain itu perubahan sistem usaha tani seperti dari sistem lahan kering ke sawah juga dapat mengurangi kehilangan N terutama kehilangan N dalam bentuk nitrat.
104
Kandungan Beberapa Ion di dalam Sumber Air
Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa pencemaran nitrat pada sumber-sumber air sebagai akibat dari pencucian pada sistem lahan sawah lebih rendah dibandingkan di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan lain-lain). BAHAN DAN METODE Penelitian kandungan nitrat dalam sumber air telah dilaksanakan di Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang. Sub DAS Citarik meliputi Kabupaten Garut, Sumedang, dan Bandung, Propinsi Jawa Barat, sedangkan DAS Kaligarang meliputi Kabupaten Semarang, Ungaran, dan Kodya Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Pengambilan contoh air dilaksanakan pada MH 2000/2001, yaitu bulan Januari - Februari 2001. Selanjutnya contoh air dianalisis di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Kadar nitrat, amonium, dan sulfat dalam air ditetapkan masing-masing dengan metode brucine, biru indofenol, dan BaCl2-tween (Sudjadi dan Widjik, 1972). Pengambilan contoh air di lapang Contoh air diambil dari sumber-sumber air seperti sumur dan mata air yang berada di sekitar sawah, tegalan, kebun campuran, dan hutan. Sebagai penunjang, contoh air dari sungai utama juga diambil di bagian hulu, tengah, dan hilir. Pengambilan contoh air dilakukan berdasarkan peta landuse Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang skala 1:50.000 tahun 1990. Pengambilan contoh air prinsipnya harus mewakili, oleh karena itu untuk badan air yang besar/luas, pengambilan contoh dilakukan secara komposit, yakni beberapa sub contoh diambil, dicampurkan sampai homogen dan diambil sekitar 1 liter untuk analisis. Sedangkan untuk badan air yang kecil/sempit, cukup diambil satu contoh saja dari titik tengah badan air itu sendiri. Contoh air diisikan ke dalam kontainer hingga penuh (tidak ada rongga udara), ditetesi tiga tetes asam klorida pekat, kontainer ditutup hingga rapat, serta dikocok tiga kali secara vertikal agar asam larut secara homogen (Sudjadi dan Widjik, 1972). Contoh air diambil dari berbagai sumber air pada lahan sawah, tegalan, kebun campuran, hutan, dan sungai di Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang masing-masing sebanyak 59 contoh (Tabel 1). Tabel 1. Jumlah contoh air yang diambil dari berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarik dan Kaligarang. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah contoh air
Tipe penggunaan lahan Sumur sekitar persawahan Sumur sekitar tegalan Sumur sekitar kebun campuran Sumur sekitar hutan Air sungai Jumlah
Sub DAS Citarik
DAS Kaligarang
26 16 9 2 6 59
11 4 25 1 18 59
105
Nursyamsi et al
Penetapan nitrat (NO3-) Contoh air disaring dengan menggunakan kertas saring whatman, diambil 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam contoh ditambahkan berturut-turut 0,5 ml larutan brucine 2% dan 5 ml H2SO4 pekat p.a. sambil dikocok. Selanjutnya contoh dikocok lagi dengan tabung pengocok sampai homogen dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah 30 menit larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm. Penetapan amonium (NH4+) Contoh air disaring dengan kertas saring whatman, diambil 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam contoh ditambahkan berturut-turut larutan sangga tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, contoh dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya ke dalam contoh ditambahkan 4 ml NaOCl 5 %, dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Ekstraktan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm. Bila warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil, maka diupayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar dan contoh. Penetapan sulfat (SO42-) Contoh air disaring dengan kertas saring whatman, diambil 5 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam contoh ditambahkan masing-masing 7 ml asam campur dan 2,5 ml larutan BaCl2-tween, lalu dikocok dengan tabung pengocok sampai homogen dan dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya ekstraktan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata kadar nitrat, amonium, dan sulfat air yang diambil dari tipe penggunaan lahan yang berbeda di Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang disajikan pada Tabel 2. Nilai standar deviasi dari kadar nitrat, amonium, dan sulfat air yang sangat tinggi menunjukkan bahwa kisaran nilai parameter-parameter tersebut sangat lebar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang berpengaruh terhadap nitrat, amonium, dan sulfat air, selain faktor tipe penggunaan lahan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah: jarak sumber air ke sumber pencemar dan aktivitas sumber pencemar seperti intensitas pemupukan dan penggunaan pestisida, tingkat kehilangan pupuk N dan S, tingkat pencucian dan aliran permukaan. Selain itu kadar nitrat juga tergantung nilai potensial redok (Eh) dimana bila Eh turun (reduktif) nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O dan atau N2 melalui proses denitrifikasi. Sebaliknya amonium pada kondisi reduktif relatif stabil, tapi bila Eh naik atau kondisi oksidatif amonium akan berubah menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi.
106
Kandungan Beberapa Ion di dalam Sumber Air
Tabel 2. Kadar nitrat, amonium, dan sulfat air serta standar deviasinya dari berbagai sumber air di Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang Tipe penggunaan lahan
Nitrat
Amonium
Sulfat
mg/L Sub DAS Citarik: Sumur sekitar persawahan Sumur sekitar tegalan Sumur sekitar kebun campuran Sumur sekitar hutan Sungai
4,61 10,31 7,79 0,94 2,46
+ + + + +
4,53 12,44 10,95 0,35 2,41
3,18 0,20 0,02 0,18 1,06
+ + + + +
5,81 0,29 0,05 0,25 1,73
17,6 8,37 1,54 0,96 42,9
+ + + + +
17,86 10,28 1,77 1,36 82,34
DAS Kaligarang: Sumur sekitar persawahan Sumur sekitar tegalan Sumur sekitar kebun campuran Sumur sekitar hutan Sungai
1,11 26,48 8,13 0,92 3,90
+ + + + +
1,42 26,87 5,63 0,00 1,39
0,48 0,13 0,08 0,00 0,20
+ + + + +
0,45 0,13 0,13 0,00 0,26
8,90 5,20 1,97 1,28 3,52
+ + + + +
15,07 4,60 2,02 0,00 3,15
Nitrat Kadar nitrat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik hanya 4,61 mg/L, lebih rendah daripada yang di lahan kering (tegalan dan kebun campuran masing-masing 10,61 dan 7,79 mg/L). Demikian pula di DAS Kaligarang kadar nitrat air sumur di lahan sawah hanya 1,11 mg/L jauh lebih rendah daripada yang di tegalan (26,48), kebun campuran (8,13), dan sungai (3,90 mg/L) (Tabel 2). Sawah mempunyai lapisan kedap air sehingga tingkat pencucian hara rendah atau bahkan nihil. Selain itu kondisi sawah yang tergenang air mengakibatkan nilai Eh turun sehingga nitrat berubah menjadi gas N2O dan N2 melalui proses denitrifikasi. Sistem hutan mempunyai kadar nitrat dalam air paling rendah baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang. Sumber pencemar N di hutan relatif rendah sehingga kadar nitrat pada sumber-sumber air di hutan juga rendah. Nitrat air di lahan kering terutama di tegalan DAS Kaligarang lebih tinggi daripada Sub DAS Citarik. Rata-rata kadar nitrat di tegalan DAS Kaligarang 26,48 mg/L dan tergolong sangat tinggi (Tabel 2). Nilai tersebut jauh di atas nilai ambang batas kadar nitrat air minum (Adams et al., 1989 dan Direktorat Penyelidikan Masalah Air, 1981 dalam Alaerts dan Santika, 1987) yaitu 10 mg/L. Dengan demikian maka sebagian sumur di lahan kering DAS Kaligarang tidak layak untuk konsumsi manusia. Bahkan contoh air yang diambil dari daerah pemukiman dekat pabrik bumbu masak di Desa Temugiri, Kecamatan Banyumanik, Kodya Semarang mempunyai kadar nitrat 42,48 mg/L (data tidak ditunjukkan). Namun demikian standar deviasi data ini tinggi yang menunjukkan variasi konsentrasi nitrat dalam air sumur juga tinggi. Selain itu jumlah contoh air yang diambil hanya empat contoh sehingga belum dapat disimpulkan.
107
Nursyamsi et al
Amonium Kadar amonium dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik yakni 3,18 mg/L, lebih tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 0,20, 0,02 dan 0,18 mg/L). Demikian pula di DAS Kaligarang, kadar amonium air di lahan sawah (0,48 mg/L) lebih tinggi daripada di tegalan (0,13), kebun campuran (0,08), hutan (0,0) dan sungai (0,20 mg/L) (Tabel 2). Kondisi sawah yang selalu tergenang air dan relatif statis mengakibatkan nilai Eh turun atau kondisi lingkungan reduktif. Pada kondisi ini amonium relatif stabil dan proses nitrifikasi yang menghasilkan nitrat juga tertekan karena ketersediaan oksigen yang rendah. Seperti halnya nitrat, sistem hutan di DAS Kaligarang mempunyai kadar amonium dalam air tanah paling rendah (Tabel 2). Sumber pencemar N di hutan relatif sedikit sehingga polusi amonium pada sumber-sumber air di hutan juga rendah. Kadar amonium dalam air sungai baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang juga termasuk rendah. Hal ini menunjukkan bahwa polusi amonium di sumber-sumber air baik di kedua DAS tergolong tidak serius. Sulfat Kadar sulfat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik (17,6 mg/L) lebih tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 8,37, 1,54, dan 0,96 mg/L). Demikian pula di DAS Kaligarang, kadar sulfat air di lahan sawah (8,90 mg/L) lebih tinggi daripada di tegalan (5,20), kebun campuran (1,97), dan hutan (1,28 mg/L) (Tabel 2). Data tersebut menunjukkan bahwa polusi sulfat lebih banyak terjadi di lahan sawah daripada di lahan kering. Sumber pencemar sulfat di lahan pertanian umumnya berasal dari pupuk ZA. Dengan demikian maka dapat diduga bahwa penggunaan pupuk ZA di lahan sawah lebih intensif daripada di lahan kering. Namun demikian secara keseluruhan, polusi sulfat pada lahan pertanian tergolong tidak termasuk serius. Seperti halnya nitrat dan amonium sistem hutan di Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang mempunyai kadar sulfat dalam air paling rendah (Tabel 2). Sumber pencemar S di hutan relatif sedikit sehingga polusi sulfat pada sumber-sumber air di hutan juga rendah. Kadar sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik termasuk tinggi (sebesar 42,9 mg/L). Hal ini menunjukkan bahwa polusi sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik perlu mendapat perhatian. Sumber pencemar sulfat di sungai bukan hanya berasal dari lahan pertanian, melainkan juga berasal dari limbah industri. Analisis air sungai Cibodas Hilir, Desa Bojong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung menunjukkan konsentrasi sulfat yang sangat tinggi, yaitu sebesar 245,30 mg/L (data tidak ditunjukkan).
108
Kandungan Beberapa Ion di dalam Sumber Air
KESIMPULAN 1. 2.
3.
Kadar nitrat dari air sumur di areal lahan sawah lebih rendah daripada di lahan kering (tegalan dan kebun campuran) baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang. Air yang berasal dari sumber air di lahan kering (tegalan) DAS Kaligarang umumnya tidak layak untuk dikonsumsi karena kadar nitratnya melebihi ambang batas kualitas air untuk air minum (10 mg/L). Kadar amonium dari sumber air di lahan sawah lebih tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan) dan di air sungai baik di Sub DAS Citarik maupun DAS Kaligarang. DAFTAR PUSTAKA
Adams, H.P., K.J. Peterson, and F.W. Adams. 1999. Nitrates in Cattle Feeding. Oregon State University. Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya, Indonesia. Ismunadji, M. dan S. Roechan. 1988. Hara mineral tanaman padi. hlm. 231-270 dalam Padi, Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis. Food and Agriculture Organization, United Nations Development Program. Palembang. Muller, J.C., D. Dennys, G. Morlet, and A. Mariotti. 1989. Influence of catch crops on mineral nitrogen leaching and its subsequent plant use. Management Systems to Reduce Impact of Nitrate. Elsevier Applied Science, London and New York. Steenvoorden, J.H.A.M. 1989. Agricultural practices to reduce nitrogen losses via leaching and surface runoff. Management Systems to Reduce Impact of Nitrate. Elsevier Applied Science, London and New York. Sudjadi, M. dan I M. Widjik. 1972. Metoda Analisa Air Irigasi. Publikasi No. 8/72. Bagian Kesuburan Tanah, Lembaga PenelitianTanah, Bogor.
109