AgroinovasI
5
Kambing Peranakan Etawah Sumberdaya Ternak Penuh Berkah
K
ambing merupakan bagian penting dari sistem usahatani bagi sebagian petani di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia, dan tersebar luas menelusuk masuk ke dalam berbagai kondisi agroeko-sistem, dari daerah dataran rendah di pinggir pantai sampai dataran tinggi di pegunungan. Demikian pula tidak jarang ditemui pemeliharaan ternak kambing di pinggiran kota dan bahkan di tengah-tengah kota. Hal ini didukung oleh karena ternak kambing adaptif dengan berbagai kondisi agro-sistem dan tidak mempunyai hambatan sosial, artinya dapat diterima oleh semua golongan masyarakat. Walaupun demikian, masih banyak orang yang menganggap kambing adalah ternaknya orang miskin dan sering membuat susah, perusak tanaman dan penyebab erosi (perusak lingkungan). Persepsi negatif ini sangat tidak menguntungkan dalam perspektif pengembangan ternak kambing untuk kesejahteraan masyarakat. Pandangan negatif ini terus berkembang sampai pada masalah kesehatan di mana ada pendapat mengkonsumsi daging kambing dan/ atau susu kambing erat kaitannya dengan tingginya kadar kolesterol darah dan berbahaya bagi kesehatan. Namun kalau dilihat secara mendalam dan penuh kejujuran, ternak kambing dapat memberi manfaat yang begitu besar bagi manusia bila dikelola dengan baik melalui penyediaan daging, susu, kulit dan pupuk organik. Menurut produk yang dihasilkan, ternak kambing dikelompokkan menjadi 4 yaitu penghasil daging (tipe pedaging), penghasil susu (tipe perah), penghasil bulu (tipe bulu/ mohair/cashmere), dan penghasil daging dan susu (tipe dwi guna). Kambing Peranakan Etawah (PE) adalah termasuk dalam kelompok kambing dwiguna. Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) di masa lalu (zaman kolonial Belanda). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di Indonesia. Sistem perkawinan yang tak terkontrol dan tanpa diikuti seleksi yang terarah menyebabkan besarnya variasi penotipe (penampakan luar) dan genotipe (genetik) dari kambing PE ini. Beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu: bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina. Diakui ataupun tidak, daerah kawasan pegunungan Menoreh di perbatasan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sejak dulu adalah sentra kambing PE di Indonesia, dan dari sinilah kambing PE menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Keunggulan Ternak Kambing Dari data biologis yang tersedia, dapat diketahui potensi dan karakter-karakter penting dari kambing mendukung keunggulannya. Ukuran tubuh yang kecil secara ekonomis berarti Badan Litbang Pertanian
Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
6
AgroinovasI
diperlukan investasi awal yang lebih kecil, dan kerugian karena kematian atau kehilangan juga lebih kecil. Akan tetapi hal ini dapat berdampak pada kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap ternak ini, tetapi sifat ini sebenarnya sangat sesuai dan menarik bagi petani miskin di pedesaan. Dari sudut manajemen pemeliharaan, kambing dapat dikelola oleh anak-anak atau ibu rumah tangga, memerlukan lahan dan kandang yang tidak luas, dapat menghasilkan daging dan susu dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan keluarga petani di pedesaan di mana tempat penyimpanan (refrigerator) tidak tersedia. Secara biologis satu – dua ekor kambing dapat dipelihara dalam kondisi ketersediaan pakan terbatas, bahkan tidak cukup untuk seekor sapi. Sifat selektif yang tinggi yang dimiliki ternak kambing mendukung kemampuannya untuk hidup dan berkembang pada daerah yang relatif marginal. Kambing dalam keadaan bebas (digembalakan) mempunyai kemampuan untuk memilih pakan atau bagian tanaman yang lebih bergizi. Kambing lebih suka “browsing” dari pada merumput sehingga infeksi cacing dapat dihindari. Demikian pula, ternak kambing mempunyai efisiensi tinggi dalam mencerna serat. Kambing adalah ternak yang fertil dengan generasi interval yang relatif pendek. Lama kebuntingan hanya 5 bulan sehingga produksi susu sudah dapat diperoleh pada umur 15 – 18 bulan, dan untuk produksi daging ternak sudah dapat dipotong pada umur kurang dari satu tahun. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara efektif untuk mengembangkan kambing ini. Secara biologis sudah dijelaskan bahwa kambing dapat tumbuh dan berkembang baik pada berbagai agoekosistem. Daya adaptasi yang cukup tinggi serta lebih banyak mengkonsumsi dedaunan memudahkan pemeliharaan. Pengembangan kambing berbasis pada ternak rakyat yang sudah tersedia di petani, pemerintah dapat terfokus pada penyediaan bibit pejantan unggul untuk memperbaiki ternak rakyat. Walaupun ternak kambing dapat diterima oleh semua golongan etnis, agama dan tatanan sosial lainnya, persepsi negatif terhadap kambing seperti dijelaskan sebelumnya masih merupakan penghambat pengembangan ternak ini. Demikian pula menumbuhkan kebiasaan untuk minum susu kambing suatu persoalan tersendiri. Pendidikan dan penyuluhan secara berkelanjutan akan membantu menumbuhkan kebiasaan minum susu, dan ini dapat dimulai dari anak-anak sekolah di samping melalui media masa (cetak dan elektronik). Managemen Pemeliharaan Ternak Kambing Bibit ternak unggul merupakan faktor produksi utama dalam usaha peternakan. Sebaik apapun manajemen yang diberikan jika kualitas bibit ternak rendah (jelek) maka usaha peternakan akan menjadi kurang efisien. Dalam hal ini unit usaha pembibitan memegang peran penting dalam penyediaan bibit unggul. Sayangnya usaha pembibitan kambing PE di Indonesia secara ekonomis belum begitu menarik untuk dilakukan, sehingga bibitan ternak kambing dan menerapkan prinsif-prinsif seleksi yang benar dan terarah masih terbatas dilakukan oleh instansi pemerintah. Ada banyak metode/pola pembibitan salah satunya adalah pola village breeding Centre (VBC). Pada pola ini petani diikut sertakan dalam usaha pembibitan bersama-sama dengan pemerintah/swasta. Faktor produksi kedua adalah pakan ternak. Konsumsi pakan yang cukup (jumlah dan kualitasnya) akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut mengekpresikan potensi genetik yang dimilikinya. Bagi ternak yang digembalakan pemenuhan gizi sebagian besar/ semuanya tergantung dari ternak itu sendiri. Tapi bagi ternak yang dikandangkan, pemenuhan gizinya tergantung dari petani. Setiap ekor kambing harus mendapat pakan hijauan segar sekitar 10% berat badannya. Pakan hijauan tersebut dapat berupa rumput, legum, dan limbah hasil pertanian (jerami kedelai, kacang panjang, kacang tanah, daun jagung dll). Walaupun demikian ternak kambing perlu diberi pakan penguat (konsentrat dan pakan imbuhan/ Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
7
suplemen) untuk menutupi kekurangan zat gizi pada pakan hijauan. Makin banyak variasi campuran pakan hijauan yang diberikan makin baik, untuk saling melengkapi sehingga ternak mengkonsumsi zat gizi yang cukup. Sama dengan ternak lainnya, kambing juga memerlukan 5 gizi utama yaitu: energi, protein, mineral, vitamin dan air dalam jumlah yang cukup agar dapat tumbuh, berkembang biak dan berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya. Bagi ternak yang digembalakan secara terus menerus seperti peternakan di negara Australia, New Zealand dll, kandang ternak boleh dibilang tidak diperlukan. Namun di Indonesia di mana penggembalaan jarang dilakukan dan kalaupun ada sangat terbatas, faktor kandang menjadi penting. Kandang adalah rumahnya ternak dan oleh karenanya kandang hendaknya dibangun sebaik mungkin agar nyaman bagi ternak dan pengelolanya (peternak). Kandang panggung adalah tipe kandang yang paling populer di Jawa, di samping kandang lantai tanah. Kandang panggung menjamin kondisi kandang dan ternak menjadi lebih bersih. Faktor produksi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah kesehatan ternak. Sehat merupakan kata kunci menuju produktivitas tinggi setiap makhluk hidup. Hal sebaliknya akan terjadi bila kondisi kesehatan terganggu (sakit). Penyakit pada kambing dapat dibedakan atas 2 yaitu penyakit menular (disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu) dan penyakit tidak menular (antara lain karena kurang gizi, kurang mineral, tanaman beracun, dan racun). Adapun cara penularan penyakit adalah (1) Kontak langsung dengan hewan sakit, tanaman beracun, racun; (2) Kontak dengan bahan tercemar penyakit/racun, dan (3) Dibawa serangga, pekerja kandang, angin. Ada berbagai macam jenis penyakit pada ternak kambing, tiga diataranya yaitu mastitis, scabies dan bloat adalah paling sering dijumpai, khususnya pada kambing perah. Mastitis adalah penyakit infeksi pada ambing oleh bakteri. Menjaga kebersihan/sanitasi merupakan cara terbaik mencegah mastitis, termasuk melakukan “teat dip” setiap kali pemerahan. Teat dip (larutan celup puting susu): 250 ml chlorohexadine 2% + 45 ml gliserin + air sehingga menjadi 1 liter larutan. Tanda-tanda mastitis antara lain ambing terasa panas, sakit dan membengkak, dan bila diraba terasa ada yang mengeras pada ambing; Warna dan kualitas air susu abnormal, seperti ada warna kemerahan (darah), pucat seperti air, kental kekuningan atau kehijauan. Mastitis dapat diobati dengan antibiotik. Pengobatan dilakukan dengan memasukkan antibiotik melalui puting susu, setelah ambing dikosongkan (diperah) terlebih dahulu. Pengobatan dapat dilakukan 2-3 kali per hari, sampai ternak benar-benar sembuh. Scabies (Gudugan/Gatal) adalah penyakit kulit yang paling sering dan serius terjadi pada kambing. Cara penularannya adalah dengan kontak langsung dengan ternak yang terinfeksi (sakit), atau kontak dengan alat atau kandang yang tercemar (bekas ternak sakit). Pengobatannya adalah dengan injeksi invermectin (sub-cutan/bawah kulit) atau cara tradisional dengan mengoleskan campuran belerang dengan oli. Pencegahan terhadap penyakit selalu lebih baik dari pengobatan. Menjaga kebersihan kandang, peralatan dan ternaknya harus selalu dilakukan, dan jika terjadi penyakit ini ternak terjangkit harus diisolasi (dipisahkan) dari ternak yang sehat. Ternak yang terkena penyakit scabies akan selalu menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang terinfeksi karena gatal. Bagian kulit yang terinfeksi mengalami penebalan, nafsu makan berkurang dan ternak jadi kurus, bulu kusam dan berdiri dan rontok, serta produktivitas menurun. Pada penyakit yang akut tidak jarang akan berakhir dengan kematian. Bloat/Tympani (Kembung Perut) terjadi akibat pembentukan gas dalam lambung secara berlebihan dan dalam waktu yang cepat. Kadang-kadang penyakit ini terjadi secara mendadak. Pencegahan adalah hindari memberikan hijauan muda secara berlebihan, atau hijauan yang masih mengandung embun pagi, dan ternak cukup mendapat ”exercise”. Hindari pemberian Badan Litbang Pertanian
Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
8
AgroinovasI
hijauan satu jenis/macam, terutama hijauan leguminosa. Berikan rumput kering sebelum memberikan legum. Pengalaman di lapang, pengobatan dengan berbagai macam cara dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi antara lain dengan menggunakan minuman sprit, minyak nabati/goreng, asam jawa, obat antangin (obat untuk manusia) dll. Jika cara di atas gagal, cara terakhir adalah dengan menusukkan jarum besar/trocar/canula atau alat sejenisnya ke dalam lambung sebelah kiri. Tingkat kesuksesan cara ini adalah rendah, karena 60-80% dari ternak yang diperlakukan demikian akan mati karena infeksi. Perkembangbiakan Kambing Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu populasi ternak, maka ternak tersebut harus melakukan reproduksi/perkembangbiakan. Secara fisiologis, aktivitas reproduksi pada kambing sudah mulai sejak usia dini (muda), namun ekspresi tingkah laku seksual (birahi/ estrus) yang sebenarnya baru nampak pada saat pubertas yaitu sekitar umur 6-12 bulan. Walaupun demikian perkawinan pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak mencapai dewasa tubuh atau telah mempunyai berat badan sekitar 60-70% dari berat badan dewasanya. Ekspresi seksual dan kinerja reproduksi dipengaruhi oleh kerja hormon, seperti FSH, LH, estrogen, progesteron dan/atau testosteron. Mekanisme kerja hormon tersebut sangat komplek, dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk iklim. Pada daerah sub-tropis yang mempunyai empat musim, di mana perbedaan antara lamanya siang dan malam sangat mencolok, kambing menunjukkan aktifitas seksual musiman, dan beranak sekali dalam setahun. Lain halnya di daerah tropis, termasuk Indonesia, kambing di daerah ini tidak menunjukkan aktivitas seksual musiman, artinya ternak tersebut dapat dikawinkan sepanjang tahun. Dengan manajemen perkawinan yang baik, beranak tiga kali dalam 2 tahun adalah sangat mungkin terjadi. Potensi ini adalah peluang untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing. Walaupun demikian disarankan untuk melakukan penjadwalan perkawinan agar pada saat beranak dan laktasi pakan hijauan cukup tersedia. Kambing betina hanya mau kawin pada saat periode birahi (estrus) yang relatif singkat (12 – 48 jam), dan ini berulang (siklus) setiap 18 - 24 hari (rataan 20 hari). Berbeda halnya dengan kambing jantan, aktivitas seksualnya dapat terjadi sepanjang tahun. Kambing jantan, sering kurang disukai karena baunya yang kurang sedap (prengus) dan agresif. Demikian juga ada anggapan bahwa pejantan tidak menghasilkan anak sehingga banyak petani enggan memelihara pejantan. Padahal tanpa pejantan, petani sudah pasti tidak akan dapat hasil (anak dan susu) dari ternak betina yang dipeliharanya. Kambing anak jantan yang pertumbuhannya baik akan mulai dapat kawin pada umur yang relatif muda 6 – 10 bulan, namun sebaiknya pejantan muda tersebut mulai dipakai sebagai pemacek pada umur sekitar 15-18 bulan. Tabel 1. Beberapa parameter reproduksi pada ternak kambing No. Parameter Reproduksi Rataan (Kisaran) 1 Tipe siklus birahi Polyestrus dan tidak terpengaruh musim 2 Panjang siklus birahi 20 hari (18 – 24 hari 3 Lama birahi 36 jam ( 12 – 48 jam) 4 Lonjakan sekresi LH (LH surge) 3-6 jam setelah onset birahi 12 – 24 jam setelah lonjakan LH atau 30 – 36 jam 5 Ovulasi setelah onset birahi 6 Waktu kawin yang optimal 24 – 36 jam setelah onset birahi 7 Lama bunting 150 hari (147 – 155 hari) Sumber hormon progesteron 8 Corpus luteum (CL) selama kebuntingan 9 Tipe plasenta Kotiledon 10 Umur pubertas 6 – 12 bulan Kemampuan kawin pejantan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti breed, kondisi tubuh Edisi 19-26 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
9
dan kesehatan. Beberapa pejantan juga ada yang menunjukkan kesukaannya (preference) terhadap betina tertentu. Pada perkawinan secara alami disertai dengan pengaturan perkawinan yang baik setiap pejantan dapat mengawini 3-4 ekor induk per minggu (12-16 ekor per bulan). Maka bila interval beranak adalah 8 bulan, sebenarnya secara teoritis rasio jantan/ betina dapat mencapai 1: 74-112. Penggunaan pejantan untuk breeding harus diikuti dengan pencatatan (rekording) yang baik agar jangan terjadi perkawinan kerabat dekat (inbreeding). Untuk tujuan kawin secara inseminasi buatan (IB), pejantan perlu dilatih untuk dapat ejakulasi dalam vagina buatan. Pejantan yang sangat aktif akan mudah dan mau menaiki betina, bahkan ternak jantan, serta ejakulasi pada vagina buatan. Volume ejakulat 0.5 – 2 ml, konsentrasi sperm 1 – 3 milyar/ml, skor motilitas > 70%, abnormal sperm 8 – 15%. Sebagai Kambing Perah Sebagai kambing tipe dwiguna, kemampuan produksi susu kambing PE relatif tinggi, yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh petani tanpa mengganggu pertumbuhan anak kambingnya. Dewasa ini telah banyak usaha peternakan kambing PE yang secara tegas memfokuskan usahanya untuk produksi susu (kambing perah). Perkembangan usaha peternakan kambing perah di Indonesia selama 10 tahun terakhir menunjukkan tren yang positif baik dilihat dari jumlah usaha peternakan kambing perah yang dikelola secara komersial maupun dari populasi ternak kambing yang dipelihara di setiap unit usaha. Peningkatan jumlah ini tidak terlepas dari sambutan positif dari pasar terhadap susu kambing, walaupun masih fluktuatif dari waktu ke waktu. Saat ini belum ada data yang terdokumentasi tentang total produksi dan pangsa pasar susu kambing di Indonesia. Informasi dari beberapa peternak kambing perah menunjukkan bahwa permintaan akan susu kambing cukup tinggi khususnya di perkotaan. Kepercayaaan konsumen terhadap susu kambing yang diyakini mampu membantu dalam mengatasi masalah kesehatan memberi andil besar dalam perkembangan usaha kambing perah di Indonesia. Keunikan susu kambing dibandingkan susu sapi juga mempunyai nilai tersendiri. Susu kambing mudah dicerna dan sangat baik untuk mereka yang alergi akan susu sapi, dan dapat diberikan pada semua golongan umur. Kelebihan ternak kambing perah, khususnya kambing perah PE yang merupakan ternak lokal Indonesia, adalah kemampuan adaptasinya yang tinggi terhadap berbagai kondisi agro-ekosistem di Indonesia, sehingga mempermudah penyebarannya. Ternak ini juga tidak mengalami hambatan sosial dalam perkembangannya, dalam artian ternak ini dapat diterima oleh semua golongan. Oleh karenanya mengembangkan ternak ini secara luas akan dapat membantu meningkatkan kualitas konsumsi gizi masyarakat khususnya mereka yang tinggal di pedesaan melalui konsumsi susu kambing produksi petani sendiri. Kendala yang mungkin terjadi adalah keengganan masyarakat untuk mengkonsumsi susu kambing dengan berbagai alasan di antaranya karena susu kambing mempunyai bau khas yang kurang sedap. Namun ini sebenarnya lebih banyak karena pengaruh psikologis atau persepsi negatif masyarakat terhadap kambing yaitu ternak ini adalah ternak yang bau (prengus). Pada hal dengan pengelolaan yang benar masalah bau tersebut dapat dihindari. Adalah tugas kita semua untuk memberikan informasi yang benar, guna membantu mereka yang ada jauh di pedesaan. Ternak sudah tersebar atau ada pada petani dan kini tinggal diperlukan diseminasi teknologi yang ada untuk meningkatkan produktivitas ternak dan memanfaatkan produk (dalam hal ini susu kambing) semaksimal mungkin untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, khususnya bagi mereka yang ada di pedesaan.
Badan Litbang Pertanian
Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
10 AgroinovasI Mengapa Beternak Kambing Perah Bagi petani gurem, ternak kambing dapat menjadi pilihan tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk dapat memiliki seekor ternak perah. Oleh karenanya kambing perah sering disebut dengan sapi perahnya orang miskin, dan memberi manfaat/berkah yang begitu banyak baginya. Ada berbagai tujuan beternak kambing dan semuanya ingin memperoleh keuntungan baik itu keuntungan secara materiil maupun non-materiil. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari beternak kambing perah antara lain: Sebagai Sumber Gizi: Susu secara umum adalah sumber gizi yang paling sempurna/ lengkap. Masyarakat Indonesia khususnya yang di pedesaan belum terbiasa minum susu segar, bukan hanya karena tidak mampu membeli, tapi juga susu segar sulit diperoleh. Susu kambing mempunyai beberapa kelebihan di antaranya butir-butir lemaknya lebih kecil dari butir-butir lemak susu sapi dan oleh karena itu susu kambing mudah dicerna. Susu kambing dengan kandungan gizi yang seimbang, sangat baik untuk bayi dan bagi penderita sakit maag. Susu kambing dapat membantu penyembuhan penyakit pernafasan (ashma, bronchitis, TBC). Satu atau dua ekor kambing sudah cukup memberikan susu untuk konsumsi satu keluarga dalam sehari, dan hal ini tidak harus tersedia referigerator untuk menyimpannya. Tabel 2. Kandungan gizi susu kambing Komposisi
Nilai
Bahan Kering (%)
12,1
Gizi: - Energi (Kcal/lt)
670
- Protein (%)
3,3 – 4,9
- Lemak (%)
4.0 – 7.3
- Laktosa (%)
4,1
- Ca (mg/lt)
1290
- P (mg/lt)
1060
- Vit A (iu/lt)
2074
Sumber Pendapatan: Kambing PE bila dipelihara dengan baik diberi pakan hijauan yang cukup banyak (secara bebas) maka kambing tersebut akan dapat menghasilkan susu 0.5 – 1 liter per hari selama 3-5 bulan masa laktasi. Kambing tersebut juga akan menghasilkan anak 1-2 ekor setiap kelahiran. Di samping untuk konsumsi sendiri, susu dan anak kambing dapat dijual. Jadi kambing perah dapat sebagai sumber penghasilan rutin petani. Harga susu kambing di pasaran relatif tinggi (Rp. 15.000 – Rp. 20.000/liter), namun konsumennya masih terbatas dan di perkotaan. Oleh karenanya diperlukan adanya kelembagaan petani yang dapat Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
11
membantu petani dalam memasarkan produknya dan sekaligus untuk memudahkan untuk melakukan pembinaan petani terkait dengan usaha peternakan kambing perah. Sumber Pupuk Organik: Setiap ekor kambing dewasa akan menghasilkan feses 300-500 g/hari, dan urine sebanyak 0.5 -1 liter/hari. Feses dan urine dapat digunakan sebagai pupuk untuk kebun/sawah, guna meningkatkan kesuburan tanah, dan akhirnya meningkatkan produksi tanaman. Sebelum dipakai sebaiknya feses/urine diproses terlebih dahulu. Manfaat pengomposan antara lain manfaat dari pupuk lebih baik, pencemaran lingkungan dapat dihindari/dikurangi. Sebagai Ternak Hiburan: Kambing ternak yang bersih, dan jika dipelihara dengan baik akan sangat jinak dan manja. Bagi yang suka kambing, bermain atau sekedar mengawasi atau memandang kambing di kandang atau di tempat penggembalaan akan sangat menyenangkan dan terasa sangat rilex (menghilangkan stres). Namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kambing tersebut dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya antara lain: • Kambing perah harus diberi pakan hijauan yang cukup 2 kali sehari (bila memungkinkan perlu pakan tambahan) agar ternak tersebut dapat menghasilkan susu yang banyak. • Kambing perah memerlukan banyak air minum. • Pada saat laktasi, ternak perlu diperah 2 kali sehari (pagi dan sore). Produksi susu lebih banyak bila diperah 2 kali dari pada sekali sehari. • Ternak harus dikandangkan atau diikat atau dikurung/dipagari agar tidak mengganggu tanaman. • Kesehatan ternak harus dijaga. • Kawinkan dengan pejantan unggul agar produksi tetap tinggi. • Harus selalu ada yang menjaga. Diperlukan adanya tenaga pengganti bila pemilik hendak bepergian untuk beberapa lama. Arah dan Strategi Pengembangan Kambing Perah PE Pengembangan kambing PE ke depan dapat difokuskan kepada tiga sasaran utama yaitu: (1) penyebar-luasan penerapan inovasi teknologi produksi dalam upaya peningkatan produktivitas kambing lokal di tingkat petani, (2) sebagai sumber pendapatan utama petani, (3) sebagai salah satu upaya diversifikasi sumber susu mendukung peningkatan gizi masyarakat pedesaan. Dalam upaya pencapaian arah pengembangan kambing tersebut, maka diperlukan strategi yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan pengguna di antaranya: 1. Pemanfaatan Pejantan Unggul Penjantan unggul dapat diperoleh dari populasi ternak yang ada, melalui seleksi menggunakan metode yang benar, tepat dan terarah. Atau dapat juga diperoleh dari pusat pembibitan yang telah terakreditasi. Agar pejantan dapat melayani betina dalam jumlah besar, sistem perkawinan yang diterapkan haruslah secara inseminasi buatan (IB). Semen pejantan unggul ditampung dengan menggunakan vagina buatan. Semen yang berkualitas baik selanjutnya diproses dan disimpan sebagai semen beku (suhu minus 192oC) atau semen cair (suhu 3-5oC). Semen beku dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama (beberapa tahun) dan masih layak dipergunakan untuk IB. Sedangkan semen cair umumnya harus sudah diinseminasikan dalam waktu 3-7 hari. Walaupun demikian semen cair lebih praktis, lebih murah, dan teknis pembuatannya lebih sederhana. Di tingkat lapang, pelaksanaan IB akan lebih mudah bila petani melakukan usaha peternakan kambing secara berkelompok. Cara ini akan memudahkan pendeteksian birahi Badan Litbang Pertanian
Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
12
AgroinovasI
dan pengaturan perkawinan dan/atau pelaksanaan IB. Penerapan sinkronisasi birahi akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan IB. Melalui sinkronisasi, IB dapat dilakukan pada saat yang hampir bersamaan, sehingga akan terjadi kelahiran pada waktu yang relatif bersamaan. Sinkronisasi birahi dapat pula dipadukan dengan teknologi superovulasi untuk meningkatkan ovulasi dan anak yang lahir. Namun kedua teknologi tersebut relatif mahal, karena bahan yang digunakan masih produk impor. Pemanfaatan progesteron nabati, yang kini masih dalam penelitian di Balai Penelitian Ternak diharapkan dapat menekan biaya sikronisasi birahi. 2. Pemanfaatan Ternak Prolifik Prolifikasi adalah suatu karakter atau sifat yang menunjukkan kemampuan seekor induk untuk menghasilkan anak dalam jumlah tertentu pada setiap kelahiran. Prolifikasi adalah bersifat menurun, sehingga gen prolifikasi ini memberi kesempatan untuk meningkatkan produktivitas secara permanen. Pada populasi kambing PE dalam proporsi tetentu dijumpai induk yang beranak lebih dari satu. Seleksi terhadap ternak yang mempunyai prolifikasi lebih tinggi diikuti dengan program breeding yang benar akan dapat meningkatkan produktivitasnya. Akan tetapi, ternak prolifik membutuhan asupan nutrisi yang lebih banyak daripada ternak non-prolifik. Oleh karena itu, prolifikasi yang sesuai untuk setiap petani ditentukan oleh tingkat ketersediaan pakan yang dapat diberikan oleh petani. Di samping jumlah anak yang lahir lebih banyak, ternak prolifik mempunyai produksi susu yang lebih tinggi daripada induk beranak tunggal. Dengan demikian ternak yang lebih prolifik akan memberi manfaat yang lebih besar bagi petani. 3. Penerapan Sistem Perkawinan yang Efisien Pada sistem perkawinan alami, diperlukan strategi perkawinan yang tepat mengingat kemampuan seekor pejantan untuk mengawini sejumlah betina per satuan waktu sangat terbatas. Perkawinan alami secara kelompok, dalam batas tertentu sangat efektif untuk mendapatkan tingkat kebuntingan yang tinggi. Tapi pada perkawinan kelompok sering terjadi seekor pejantan hanya mengawini betina tertentu, karena adanya faktor memilih (preference) dari pejantan bersangkutan. Akibatnya betina lain yang sedang birahi dalam kelompok tersebut tidak dikawini sampai masa birahinya berakhir. Penempatan lebih dari satu pejantan dalam satu kelompok dapat menjadi solusi. Namun hal ini dapat berbahaya karena pejantan akan berkelahi sesamanya, kecuali perkawinan kelompok dilakukan di padang penggembalaan yang luas. Pada usaha peternakan rakyat dengan skala pemilikan ternak yang rendah (2-3 ekor Edisi 19-26 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13 induk/petani), sangatlah tidak efisien bila setiap petani memiliki pejantan. Namun bila tidak ada pejantan maka kebuntingan dan kelahiran tidak akan terjadi yang berarti kerugian. Untuk mengatasi hal ini petani dapat bergabung dan membangun areal peternakan bersama (perkampungan ternak) dan pejantan menjadi milik bersama. Untuk menghindari kemungkinan kawin kerabat dekat (inbreeding), pergantian pejantan hendaknya dilakukan secara terencana dan teratur. Pada perkawinan secara dituntun (hand mating), deteksi birahi menjadi sangat penting. Deteksi birahi dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku ternak atau perubahan pada organ sekual luar. Secara alami, pejantan sangat efektif dalam deteksi birahi. Bagi ternak yang birahi, sebaiknya dikawinkan dua kali selama periode birahi. 4. Konsolidasi Kelembagaan yang Kuat dalam Kesetaraan Bergabungnya petani dalam suatu kelompok tani atau koperasi akan mempunyai banyak keuntungan bagi petani dalam mengembangkan usahanya. Petani melalui kelompok tani/ koperasi dapat bermitra dengan perusahaan/lembaga lain yang lebih berpengalaman dalam peternakan kambing perah. Petani dan mitra usahanya bekerjasama mulai dari proses produksi (hulu) sampai ke pemasaran produk (hilir). Keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan dalam transfer teknologi atau inovasi baru di bidang peternakan kambing perah. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kelembagaan yang bersifat pelayanan yang dapat melayani petani dengan tenaga penyuluh lapangan dan kesehatan hewan. Pengenalan teknologi dan atau informasi pasar yang dapat memacu dan meningkatkan produktivitas ternak dan efisiensi usaha merupakan peran penting yang harus dilakukan oleh petugas pelayanan di lapangan. 5. Diseminasi Dalam upaya percepatan diseminasi inovasi teknologi reproduksi kambing perah diperlukan beberapa pra-kondisi antara lain: (1) teknologi harus efisien dan kualitas produk yang dihasilkan lebih baik (quality-cost measure), (2) tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan pengguna (timing know-how) and (3) adanya jejaring kerjasama antara sumber teknologi, diseminator dan pengguna (research-extension-user lingkage). Kebijakan Pengembangan kambing perah PE akan terwujud dengan baik bila diikuti dengan kebijakan yang tepat: (1) Dalam upaya akselerasi penerapan inovasi teknologi produksi kambing perah PE di lapangan, diperlukan kebijakan pemerintah dalam pembentukan kawasan sentra produksi kambing perah di setiap provinsi yang dikelola oleh petani bekerjasama dengan pusat-pusat pembibitan pemerintah. (2) Pemerintah hendaknya memfasilitasi dan mengawasi pembentukan jejaring kerja (net-working) antara swasta dan petani dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan dan berbagi resiko secara adil. (3) Keberadaan industri pengolahan susu (IPS) modern akan menjadi harapan petani dalam kelangsungan berproduksi karena kepastian penyerapan susu dari swasta akan menjadi jaminan pasar bagi petani. (4) Pemerintah hendaknya memacu pengembangan kambing perah secara luas melalui perangkat kebijakan yang kondusif bagi pengembangan IPTEK, mitra usaha dan petani. I Ketut Sutama Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor
Badan Litbang Pertanian
Edisi 19-25 Oktober 2011 No.3427 Tahun XLII