SAWERIGADING Volume 20
No. 3, Desember 2014
Halaman 395—401
KALIMAT IMPERATIF BAHASA MASSENREMPULU (ImperativeSentence of Massenrempulu Language) Syamsul Rijal
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat Jalan Sultan Alauddin Km 7 /Tala Salapang, Makassar, 90221 Telepon (0411) 882401, Faksimile (0411) 882403 Pos-el:
[email protected] Diterima: 6 Juli 2014; Direvisi: 8 Agustus 2014; Disetujui: 5 Oktober 2014 Abstract The research aims at describing imperative sentence in Massenrempulu language. Method used is descriptive with noting and recording technique. In addition, documentation analysis of previous study about Massenrempulu language and literature is also done. Data analysis applies structural linguistic theory. Result of research shows that imperative sentence of Massenrempulu language has falling intonation at the end of sentence, its pattern is [2]3 2 //[2]1#. Based on its type, imperative sentence of Massenrempulu language is divided into seven groups, they are intransitive imperative sentence, transitive imperative sentence, requesting imperative sentence, prohibitive imperative sentence, permission imperative sentence, indirect imperative sentence, and offering imperative sentence. Keywords: syntax, imperative sentence, Massenrempulu language Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kalimat imperatif bahasa Massenrempulu. Metode yang digunakan metode deskriptif dengan teknik catat dan teknik rekam. Selain itu dilakukan pula analisis dokumentasi melalui naskah laporan hasil penelitian bahasa dan sastra Massenrempulu. Analisis data dilakukan berdasarkan teori linguistik struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalimat imperatif bahasa Massenrempulu memiliki intonasi menurun pada akhir kalimat dengan pola [2]3 2 //[2]1#. Berdasarkan jenisnya, kalimat imperatif bahasa Massenrempulu dibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu kalimat imperatif taktransitif, kalimat imperatif transitif, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif pembiaran, kalimat imperatif halus, dan kalimat imperatif ajakan atau harapan. Kata kunci: sintaksis, kalimat imperatif, bahasa Massenrempulu
PENDAHULUAN Dari sekian banyak bahasa daerah di Indonesia, salah satu di antaranya adalah bahasa Massenrempulu yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Penutur bahasa ini jumlahnya lebih kecil bila dibandingkan dengan bahasa daerah lain yang terdapat di Sulawesi Selatan seperti Bugis dan Makassar. Pelenkahu (dalam Sikki, 1997:2-3) mengatakan bahwa pemakaian bahasa Massenrempulu tersebar di beberapa wilayah kabupaten
dan kotamadya, yakni seluruh Kabupaten Enrekang, beberapa tempat di Kabupaten Pinrang, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Polewali Mamasa, Kotamadya Pare-Pare, Kotamadya Ujung Pandang, serta beberapa pemukiman warga Massenrempulu di tempat lain, seperti di Kalimantan Timur, Irian Jaya, dan Malaysia. Dalam pergaulan antarwarga, bahasa Massenrempulu memegang peran yang penting. Peran ini sebagai alat komunikasi utama dapat 395
Sawerigading, Vol. 20, No. 3, Desember 2014: 395—401
terlihat, baik dalam berbagai aktifitas sehari-hari maupun perwujudannya dalam bentuk budaya daerah seperti acara-acara adat dan kesenian. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, bahasa Massenrempulu telah mendapat perhatian, yakni dengan adanya beberapa penelitian yang telah dihasilkan. Penelitian itu mencakup berbagai aspek kebahasaan, antara lain, (1) “Struktur Bahasa Massenrempulu” (Pelenkahu,1997), (2) Morfologi dan Sintaksis Bahasa Massenrempulu (Hanafie, 1983), dan (3) Tata Bahasa Massenrempulu (Sikki, 1997). Setelah diadakan telaah mengenai hasil-hasil penelitian tersebut, ternyata belum diperoleh deskripsi yang memadai tentang kalimat imperatif bahasa Massenrempulu. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang membahas aspek-aspek sintaksis secara umum, kalimat imperatif belum disinggung sama sekali. Kalimat imperatif hanya disinggung pada Tata Bahasa Massenrempulu. Itu pun sebatas bentuk dan jenisnya, masalah yang menyangkut ciri, struktur, dan makna kalimat imperatif belum disinggung sama sekali. Dengan melihat kenyataan-kenyataan tersebut, tepatlah jika penelitian terhadap kalimat imperatif bahasa Massenrempulu perlu segera dilaksanakan agar pemerolehan data mengenai berbagai aspeknya lebih lengkap. Di samping itu, penelitian ini dapat memberi sumbangan positif dalam pembinaan dan pengembangan bahasa serta dapat menjadi acuan dalam penyusunan bahan ajar bahasa Massenrempulu. Alwi (1993:399) menyatakan bahwa kalimat yang dapat mempunyai bentuk imperatif, terbatas pada kalimat deklaratif yang predikatnya berupa verbal dan adjektiva atau frase adjektival tertentu seperti diam, tenang dan (jangan) rebut. Selanjutnya, dikatakan bahwa dalam bentuk tulis, kalimat imperatif seringkali diakhiri dengan tanda seru (!) walaupun tanda titik dapat juga digunakan. Dalam bentuk lisan, kalimat imperatif diakhiri dengan suara turun (↓) atau suara turun lalu sedikit naik ( ↑ ). Tanda seru dan 396
suara turun dikaitkan dengan kadar suruhan yang tinggi, sedangkan tanda titik dan suara turun naik dikaitkan dengan kadar suruhan yang biasa atau rendah. KERANGKA TEORI Untuk mencapai tujuan penelitian ini diperlukan prinsip-prinsip pendekatan dan prosedur-prosedur pemecahan masalah yang cukup relevan. Untuk keperluan itu penelitian pada dasarnya menggunakan teori linguistik struktural. Teori ini memandang dalam bentuk unit-unit yang tersusun, baik secara linear atau sintagmatik, maupun secara asosiatif atau paradigmatik. Meskipun yang menjadi landasan utama dalam penelitian kalimat imperatif bahasa Massenrempulu ini adalah teori linguistik struktural, tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam penganalisisan data, teori itu mendapat perluasan. Kajian sintaksis yang digunakan dalam penelitian ini lebih ditentukan pada kalimat. Kalimat itu sendiri memiliki batasan yang berbedabeda sesuai pendapat para pakar linguistik. Keraf (1984:140) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasi menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. Pendapat lain mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara kreatif dapat berdiri sendiri yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri atas klausa (Tarigan, 1985:5). Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 1993:349). Berbeda halnya dengan Ramlan (1983:5) yang mengatakan bahwa kalimat merupakan satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Adapun unsur langsung sebuah kalimat di antaranya terdiri atas klausa yang merupakan bentuk dasar kalimat tersebut. Dalam kamus linguistik (Kridalaksana, 1982:71) dinyatakan bahwa kalimat adalah (1) satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,
Syamsul Rijal: Kalimat Imperatif Bahasa Massenrempulu
mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa; (2) klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa yang membentuk satuan yang bebas, jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya; (3) konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola yang tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satusatuan. Dalam penelitian ini, pembicaraan akan difokuskan hanya pada kalimat imperatif sesuai dengan objek penelitian. Sebelum masuk pada tahap analisis kalimat imperatif bahasa Massenrempulu, terlebih dahulu dikemukakan pendapat para pakar bahasa mengenai batasan kalimat imperatif. Kridalaksana (1982:63) menyebutkan bahwa imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan. Konsep gramatikal ini harus dibedakan dari perintah yang merupakan konsep semantik. Selanjutnya, dikatakan bahwa perintah adalah makna ujaran yang dipakai untuk menuntut atau melarang pelaksanaan sesuatu perbuatan. Jadi, di sini dibedakan antara konsep semantik dan konsep gramatikal. Sejalan dengan pendapat tersebut, Keraf (1987:157) menyatakan bahwa perintah adalah menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. Berbeda halnya dengan Ramlan (1981:21) menyatakan bahwa kalimat perintah mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Kalimat perintah biasanya memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita dan kalimat tanya. Hal tersebut dipertegas oleh Ramlan (1981:21) yang membedakan kalimat perintah berdasarkan fungsinya dan berdasarkan ciri formalnya. Selanjutnya, dikatakan bahwa berdasarkan ciri formalnya, kalimat perintah memiliki pola intonasi berita dan tanya. Pola intonasinya adalah (2) 3 # atau [2] 3 2 # jika diikuti partikel –i ‘lah’ pada P-nya, seperti Ala!’ Ambil!’ ([2] 3#) dan Alai
‘Ambillah’ ([2] 3 2 #). Batasan kalimat perintah yang dikemukakan oleh ketiga pakar tata bahasa itu pada dasarnya mengharapkan adanya tindakan atau respon yang harus dilakukan oleh orang kedua. Meskipun demikian, ada kalimat perintah selain mengacu pada orang kedua, acuannya juga ditujukan kepada orang pertama yang terlibat langsung dalam kegiatan yang disebutkan. Ramlan (1981:24) menyebut kalimat seperti itu dengan sebutan kalimat ajakan. Kalimat seperti itu selalu ditandai dengan satuan lingual mai ‘ayo’. Pemakaian kata mai tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus diikuti oleh kata ganti persona seperti contoh berikut. (1) Maikiq, kiponjo manguma. ‘ayo Kanda kita kita pergi berkebun’ ‘Ayo(lah) kita pergi berkebun.’ (2) Maiko kiponjo manguma ‘ayolah kamu kita pergi berkebun’ ‘Ayolah (kamu) kita pergi berkebun.’ Kata ganti persona –kiq ‘Anda’ Kanda pada contoh (1) adalah kata ganti persona yang menunjukkan sapaan yang takzim. Sebaliknya, kata ganti persona –ko ‘kamu’ pada contoh (2) adalah kata ganti persona yang biasanya diucapkan oleh orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda. Herawati (1993:73) menyebutkan bahwa kalimat perintah memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita dan pola intonasi kalimat tanya. Simaklah contoh berikut. (3) Bacai tijio boq. ‘baca ia itu buku’ ‘Bacalah buku itu.’ (4) Ponjoi ‘pergi dia’ ‘Dia pergi.’ (5) Ponjo rakai? ‘pergi apakah dia’ (Apakah dia pergi?.) Kalimat perintah dalam kalimat (3) mempunyai pola intonasi [2] 3 2 // [2] 1 # sedangkan kalimat berita dalam kalimat (4) 397
Sawerigading, Vol. 20, No. 3, Desember 2014: 395—401
mempunyai pola intonasi [2] 3 // [2]3 #, dan kalimat tanya dalam kalimat (5) mempunyai pola intonasi [2] 3 // [2] 3 // [2] 3 2 #. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa kalimat perintah memiliki bentuk yang berbeda dengan kalimat berita maupun kalimat tanya. Tanda yang terlihat pada contoh tersebut seperti tanda // menandai jeda sedang, tanda # menandai jeda panjang, tanda v menandai jeda akhir turun, tanda ^ menandai jeda akhir naik, dan tanda [ ] menandai bahwa yang terdapat kurung itu mewakili suara-suara yang sama (Ramlan, 1981). Selanjutnya, dikatakan bahwa berdasarkan fungsi dalam hubungan situasi, kalimat berita umumnya berfungsi untuk memberitahukan kepada orang lain hingga tanggapan yang diharapkan hanya berupa perhatian. Kalimat tanya pada umumnya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Adapun mengenai intonasinya, ketiga jenis kalimat tersebut memiliki perbedaan seperti yang dicontohkan terdahulu berdasarkan ciri formalnya. Analisis kalimat imperatif bahasa Massenrempulu didasarkan pada pendapat Alwi (1993:378) yang membagi kalimat berdasarkan bentuk dan kategori sintaksisnya atas (1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya; dan (4) kalimat eksklamatif atau kalimat seru. Selanjutnya, Alwi (1993:399) mengatakan bahwa kalimat imperatif, yang juga dikenal dengan kalimat perintah, memiliki ciri-ciri formal sebagai berikut. a. Kata-kata (penghalus) seperti tolong, coba silahkan, ayo, dan mari dapat mengawali kalimat, dan kata-kata itu dapat ditempeli partikel (penghalus) lah. b. Subjek kalimat, berupa pronomina persona kedua atau pronomina persona pertama jamak inklusif, cenderung tidak hadir. c. Predikat kalimat tidak mengandung bentuk-bentuk seperti ingin, mau, mungkin, boleh, sudah, 398
belum, sedang, atau akan. d. Predikat berupa verba transitif tidak mendapat prefiks menge. Predikat dapat dilekati partikel –lah. METODE Metode dasar yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini berusaha untuk menemukan dan mencatat data yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Deskripsi yang berdasarkan data diusahakan sampai kepada interpretasi kualitatifnya. Sesuai dengan metode serta objek sasaran penelitian, yaitu kalimat imperatif dalam bahasa Massenrempulu, penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi. Peneliti lebih banyak mengambil data dari berbagai pustaka bahasa dan sastra Massenrempulu yang telah ada. Telaah pustaka ini dilakukan dengan cara mengumpulkan, kemudian mengklasifikasi, mendeskripsi, dan mengkaji jenis, ciri, dan makna kalimat imperatif bahasa Massenrempulu. PEMBAHASAN Pembicaraan tentang kalimat imperatif sudah pernah disinggung secara sepintas dalam buku “Tata Bahasa Massenrempulu”. Dalam buku ini disebutkan bahwa kalimat imperatif yang juga dikenal dengan sebutan kalimat perintah adalah kalimat yang maknanya memberikan suatu perintah atau permintaan kepada orang lain. Kalimat yang memiliki bentuk perintah pada umumnya adalah kalimat verbal atau adjektival. Sebaliknya, kalimat yang bukan verbal atau adjektival tidak memiliki bentuk perintah. Dalam bentuk tulis, kalimat perintah seringkali diakhiri dengan tanda seru (!) meskipun tanda titik (.) biasa pula dipakai. Dalam bentuk lisan, nadanya sedikit agak naik. Selanjutnya, disebutkan pula bahwa berdasarkan jenis kalimat imperatif terdiri atas (1) kalimat imperatif taktransitif, (2) kalimat imperatif transitif, (6) kalimat imperatif halus, dan (3) kalimat imperatif permintaan, (4) kalimat imperatif larangan, (5) kalimat imperatif
Syamsul Rijal: Kalimat Imperatif Bahasa Massenrempulu
pembicara, dan (7) kalimat imperatif ajakan. Berikut diuraikan satu per satu. Kalimat Imperatif Taktransitif Kalimat Imperatif Taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat verba dasar, frasa adjektival, dan frasa verbal ataupun frasa preposisional. Perhatikan contoh berikut. (1) a. Mittamako (Iko mittama). ‘Engkau masuk.’ b. Mittama! ‘Masuk!’ (2) a. Soroqkiq (Kitaq soroq.) ‘Anda mundur’ b. Soroq! ‘Mundur!’ Kalimat imperatif (1b) dan (2b) dapat pula dilengkapi dengan kata panggilan atau vokatif. (3) a. Mittamako, Muna! ‘masuk kamu, Muna’ ‘Masuk, Muna!’ b. Mittama, Muna! (4) a. Soroqkiq, Buta! ‘mundur Anda, si Buta’ (Mundur, si Buta!) b. *Soroq ‘Buta! Bentuk kalimat imperatif (3b) dan (4b) merupakan bentuk yang tidak lazim digunakan dalam pemakaian bahasa Massenrempulu. Meskipun demikian, bentuk tersebut kadangkadang digunakan dalam ragam lisan atau ragam tidak resmi. Kalimat imperatif taktransitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratif (tak transitif) dengan menghilangkan klitika pronomina persona kedua mu- pada verba. Dengan demikian, diperoleh kalimat imperatif (5) dari kalimat deklaratif (5) seperti pada contoh berikut. (5) a. Musolaankan torro jio di bola. kami temani kami tinggal sama di rumah ‘Kamu temani kami tinggal di rumah’ b. Solaankan torro jio di bola.
temani kami tinggal sama di rumah ‘Temani kami tinggal di rumah.’. Kalimat deklaratif taktransitif yang predikatnya berupa adjektif dibentuk dengan mengikuti kaidah (a) mengganti prefiks mamenjadi prefiks pa- pada adjektif, dan (b) menambahkan klitika pronomina persona –i pada adjektiva. Dengan demikian akan diperoleh kalimat imperatif (6b) dari kalimat deklaratif (6a) seperti contoh berikut. (6) a. Mapaccing umamu. bersih kebunmu ‘Bersih kebunmu.’ b. Papaccinngi umamu. bersihkan kebunmu ‘Bersihkan kebunmu.’ Kalimat Imperatif Transitif Kalimat imperatif transitif dapat dibentuk dengan menanggalkan klitika pronominal persona ketiga mu- pada predikat yang berupa verba atau adjektif. Dengan demikian, diperoleh kalimat (7b) dan kalimat deklaratif (7a) sebagai berikut. (7) a. Mupatandei betteng umamu. kamu tinggikan ia pagar kebunmu ‘Kamu tinggikan pagar kebunmu.’! b. Patandei betteng umamu. tinggikan ia pagar kebunmu ‘Tinggikan pagar kebunmu’! (8) a. Mukiringanngi laqseq anaqmu. kamu kirimi ia langsat anakmu ‘Kamu mengirimi anakmu langsat.’! b. Kiringanngi laqseq anaqmu. kirimi ia langsat anak kamu ‘Kirimilah anakmu langsat’! Kalimat Imperatif Permintaan Kalimat imperatif dapat pula digunakan untuk mengungkapkan permintaan yang ditandai oleh kata mitaqda ‘minta’. Subjek pelaku kalimat imperatif permintaan ialah pembicara yang pelesapan subjek (dilesapkan) seperti terlihat pada contoh berikut. (9) a. Mitaqda tulung, Andiq! minta tolong Adik 399
Sawerigading, Vol. 20, No. 3, Desember 2014: 395—401
‘Minta tolong, Adik!’ b. Mitaqda paqdampang, Pak! minta maaf Pak ‘Minta maaf, Pak!’ Kalimat Imperatif Larangan Kalimat imperatif larangan dibentuk dengan memakai kata dau ‘jangan’ dan daura ‘janganlah’ yang biasa ditempatkan pada posisi awal kalimat serta mendahului verba atau frasa verbal. Verba predikat biasa hadir dengan atau tanpa klitikan pronomina persona seperti contoh berikut. (10) a. Dau (mu-) minennge.! jangan naik ‘Jangan (kamu) naik.’ b. Daura (mu-) minnennge.! janganlah naik ‘Janganlah (kamu) naik.’ c. Dau (ta-) ponjo teq allo !. Jangan pergi ini hari ‘Jangan (Anda) pergi hari ini.’ d. Daura (ta-) ponjo teq allo.! Janganlah pagi ini hari ‘Jagalah (Anda) pergi hari ini.’ Kalimat Imperatif Pembiaran Kalimat imperatif pembiaran dinyatakan dengan kata maqna ‘biar’ atau maqnamo ‘biarlah’. Pada dasarnya, kalimat itu menyuruh membiarkan agar sesuatu terjadi atau berlangsung. Jadi, sebenarnya pembiaran berarti meminta izin agar sesuatu tindakan jangan dihalangi seperti pada contoh berikut. (11) a. Maqnamo ponjoaq joloq, cumadokkomako inde teqe.! biarlah pergi saya dulu duduklah kamu sini ini. ‘Biarlah saya pergi dulu, kamu duduk di sini.’ b. Maqna iyakuqmo mannasu utan.! biar sayalah memasak sayur ‘Biar sayalah memasak sayur.’ Kalimat Imperatif Halus Untuk menghaluskan perintah atau menyatakan rasa hormat kepada yang diberi 400
perintah, biasa digunakan klitika pronomina persona kedua ta- ‘kamu (takzim)’. Perhatikan contoh yang berikut. (12) Taalai boqkuq masian.! kamu ambil ia bukuku besok ‘Ambillah buku saya besok.’ Kalimat imperatif dapat pula diperluas dengan menggunakan tulung ‘tolong’, macegeq ‘baik kiranya’, dan cobia ‘cobalah’. Perhatikan contoh berikut. (13) a. Tulunngaq mubawai otokuq.! tolong saya engkau bawa ia mobil saya ‘Tolong bawakan mobil saya.’ b. Tulungi mendaiqi doiq.! tolong ia engkau beri ia uang ‘Tolong ia diberikan uang.’ c. Tulungkan muakkagi barangki.! tolong kami kamu angkat ia barang kami ‘Tolong angkatkan barang kami.’ Pemakaian kata tulang ‘tolong’ pada kalimat imperatif (13a), (13b ), dan (13c) masingmasing diikuti oleh klitika pronominal persona – aq ‘saya’, -i ‘ia’, dan –kan ‘kami’. Perhatikan pula pemakaian kata macegeqi ‘baik kiranya’ dan cobia ‘cobalah’ dalam kalimat imperatif berikut. (14 ) Macegeq mubajaq jolo indammu.! baik engkau bayar dahulu utang kamu ‘Baik kiranya kamu bayar dahulu utangmu.’ (15) Cobai musukaq landona.! cobalah engkau ukur panjangnya ‘Cobalah ukur panjangnya.’ Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan Di dalam kalimat imperatif ajakan dan harapan tergolong kalimat yang biasanya didahului kata mai ‘mari, marilah’ yang diikuti oleh klitika pronominal persona –ko ‘kamu’ dan –kiq ‘Anda (takzim)’. Perhatikan contoh berikut. (16) Maiko kikumande.! mari kamu kita makan ‘Mari (lah) kita makan.’
Syamsul Rijal: Kalimat Imperatif Bahasa Massenrempulu
(17) Maikiq kimammesaq.! mari Anda kita bersatu ‘Mari (lah) kita bersatu.’
PENUTUP
Dari hasil penelitian terhadap kalimat imperatif bahasa Massenrempulu, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, kalimat imperatif bahasa Massenrempulu dapat dibagi berdasarkan jenisnya menjadi tujuh macam, yakni kalimat imperatif taktransitif, kalimat imperatif transitif, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif larangan, kalimat imperatif pembiaraan, kalimat imperatif halus, serta kalimat imperatif ajakan dan harapan. Kedua, kalimat imperatif bahasa Massenrempulu memiliki ciri formal yaitu bernada tinggi pada akhir kalimat yang ditandai dengan tanda intonasi berupa tanda seru (!). Ciri yang lain adalah untuk mengubah kalimat deklaratif taktransitif menjadi kalimat imperatif dilakukan dengan cara mengganti prefiks ma- menjadi pa- pada adjektiva serta menambahkan klitika pronominal persona –i pada adjektiva seperti ma- + paccing (mapaccing ‘bersih’) menjadi pa- + paccing + -I (papaccinngi ‘bersihkan’). Selain itu, ditemukan pula penggunaan partikel –i ‘lah’ dan penggunaan klitika pronominal kedua ta- ‘kamu’ sebagai penanda takzim pada kalimat imperatif halus. Kalimat imperatif permintaan ditandai oleh kata mitaqda ‘minta’, kalimat imperatif larangan ditandai oleh kata dan ‘jangan’ atau daura ‘jagalah’, kalimat imperatif pembiaran ditandai oleh kata maqna ‘biar’ atau maqnamo ‘biarlah’, dan kalimat imperatif ajakan atau harapan ditandai dengan penggunaan kata mai ‘mari(lah)’ yang diikuti oleh pronomina persona –ko ‘kamu’ atau kiq ‘Anda
(Takzim)’. Ketiga, kalimat imperatif bahasa Massenrempulu umumnya memiliki makna menyuruh, meminta, melarang, membiarkan atau member izin dan permakluman, permintaan halus, serta ajakan dan harapan. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan et al. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hanafie, Sitti Hawang et al. 1983. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Massenrempulu. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Herawati. 1993. “Kalimat Perintah dalam Bahasa Jawa”. Dalam Widyaparwa, Nomor 40, Maret 1993. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa. Keraf, Gorys. 1987. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Kurniati, Ai et al. 2005. Kalimat Imperatif Bahasa Melayu Sambas. Pontianak: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat. Pelenkahu, R.A. et al. 1997. “Struktur Bahasa Massenrempulu” Ujung Pandang: Laporan Penelitian untuk Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia Daerah Sulawesi Selatan. Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono. Sikki, Muhammad et al. 1997. Tata Bahasa Massenrempulu. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Tarigan, Henny Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.
401