KAJIAN TRANSFORMASI LOGARITMA UNTUK PENDUGA SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION PADA PENDUGAAN AREA KECIL
HAZAN AZHARI ZAINUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Transformasi Logaritma untuk Penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction pada Pendugaan Area Kecil” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Hazan Azhari Zainuddin NIM G151130301
RINGKASAN HAZAN AZHARI ZAINUDDIN. Kajian Transformasi Logaritma untuk Penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction pada Pendugaan Area Kecil. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO dan KUSMAN SADIK. Berbagai survei umumnya dirancang untuk menduga parameter populasi berskala nasional. Masalah akan timbul jika dari survei tersebut ingin diperoleh informasi untuk area yang lebih kecil, misalnya pada level propinsi,level kabupaten atau level kecematan. Ukuran contoh pada level area tersebut biasanya sangat kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar. Guna mengatasi hal ini, dikembangkan sebuah metode pendugaan parameter yang dikenal metode pendugaan area kecil (small area estimation, SAE). Salah satu metode dalam pendugaan area kecil adalah Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP). Metode Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) telah banyak digunakan untuk Small Area Estimation. Beberapa tahun kemudian pendekatan EBLUP dikembangkan dengan memasukkan pengaruh spasial ke dalam model. Penduga EBLUP dengan memperhatikan pengaruh acak area yang berkorelasi spasial dikenal dengan istilah penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction (SEBLUP). Penduga SEBLUP maupun EBLUP menggunakan model campuran linier dalam pendugaannya. Model campuran linier memiliki asumsi distribusi normal sehingga data (peubah yang menjadi perhatian) yang digunakan pada penduga SEBLUP maupun EBLUP harus memilki distribusi normal. Pada kenyataanya, data yang ditemukan dilapangan memiliki distribusi tidak normal sehingga model yang digunakan untuk pendugaan akan memberikan hasil yang kurang baik. Salah satu dari metode untuk menangani masalah tersebut adalah dengan menggunakan transformasi logaritma pada peubah yang menjadi perhatian agar distribusinya mendekati distribusi normal. Pada kenyataannya, ada juga data yang memilki distribusi tidak normal sekaligus memilki pengaruh spasial sehingga diperlukan metode pendugaan yang tepat untuk menangani masalah tersebut. Pada penelitian ini, transformasi logaritma dilakukan pada metode SEBLUP. Penduga ini diharapkan dapat menghasilkan penduga dengan presisi dan akurasi yang lebih baik. Penduga transformasi logaritma SEBLUP juga diharapkan dapat mengatasi data yang memilki distribusi tidak normal sekaligus memiliki pengaruh spasial. Hasil dari kajian simulasi menunjukkan bahwa penduga transformasi logaritma SEBLUP memiliki nilai rata-rata BR dan nilai rata-rata AKTGR yang hampir sama jika dibandingkan dengan penduga transformasi logaritma EBLUP. Hasil simulasi ini sejalan dengan hasil studi kasus rata-rata pengeluaran per kapita tingkat kecamatan di kota atau kabupaten Bogor 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduga transformasi logaritma SEBLUP dan penduga transformasi logaritma EBLUP sama baiknya. Kedua penduga tersebut memiliki performa yang sama dalam melakukan pendugaan area kecil. Kata kuci: EBLUP, SAE, SEBLUP
SUMMARY HAZAN AZHARI ZAINUDDIN. A Study of Logarithmic Transformation on Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction Estimator in Small Area Estimation. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and KUSMAN SADIK. Various surveys have been generally designed to estimate population parameters in nationwide scale. Problems appear if any information for smaller areas from the survey needs to be obtained, for example at the provincial level, district level or sub district level. The sample size at the level of the area is usually very small the estimates have a large variances. To overcome this problem, a parameter estimation method called Small Area Estimation (SAE) has been developed. One of the methods in small area estimation is Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP). Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) method has been widely used for small area estimation. A few years later the EBLUP approach has been developed by incorporating spatial effect into the model. The estimator concerns with the random effect of the area which was spatially correlated known as Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction (SEBLUP). EBLUP and SEBLUP estimators are basically obtained from linear mixed models. Linear mixed models have assume normal distribution assumption of the data. In fact, it is often that the data are not normally distributed. One of the methods to deal with the problem is to use a logarithm transformation on the variables of interest so that the distribution approaches a normal distribution. In fact, it is also often that the data is not normally distribut nor spatially independent. In this study, methods of logarithmic transformation on SEBLUP were discussed. The results of simulation studies showed that the logarithmic transformation on SEBLUP estimator produced an average relative bias (RB) and the average relative root mean square error (RRMSE) almost the same in each scenario of simulations when compared to logarithmic transformation on EBLUP estimator. The application of this method to estimate average per capita expenditure in the sub-district of Bogor in 2010 showed similar results with the simulation results. It can be concluded that the logarithmic transformation on SEBLUP estimator and the logarithmic transformation on EBLUP estimator have the same performance in small area estimation Keywords: EBLUP, SAE, SEBLUP
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN TRANSFORMASI LOGARITMA UNTUK PENDUGA SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION PADA PENDUGAAN AREA KECIL
HAZAN AZHARI ZAINUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Anang Kurnia,S.Si, M.Si
Judul Tesis : Nama NIM
Kajian Transformasi Logaritma untuk Penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction pada Pendugaan Area Kecil : Hazan Azhari Zainuddin : G151130301
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Ketua
Dr. Ir. Kusman Sadik, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua program Studi Statistika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Kusman Sadik, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 21 Januari 2016
Tanggal Lulus :
4
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Kajian Transformasi Logaritma untuk Penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction p ada Pendugaan Area Kecil.”. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Kusman Sadik M,Si sebagai aggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada orang tua, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan dan pengertiannya. Terima kasih pula kepada seluruh staf Jurusan Statistika, teman teman statistika (S2 dan S3) atas bantuannya dan kebersamaannya. Terima kasih tak lupa pula penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan sangat penulis harapkan demi terlaksananya penelitian yang absah dan benar. Semoga penelitian ini dapat segera terlaksana sehingga dapat menghasilkan karya ilmiah yang bermanfaat. Bogor, April 2016
Hazan Azhari Zainuddin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
vi vi vi 1 1 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Area Kecil (Small Area Estimation) Pendugaan Langsung (Direct Estimation) Pendugaan Tidak Langsung (Indirect Estimation) Empirical Best Linear Unbiased Predictor (EBLUP) Spatial Empirical Best Linear Unbiased Predictor (SEBLUP) Matriks Contiguity Transformasi Logaritma EBLUP Transformasi Logaritma SEBLUP
3 3 3 3 4 4 6 6 7
3 METODE PENELITIAN Kajian Simulasi Penerapan
8 8 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Simulasi Penerapan
13 13 15
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
20 20 20
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
21 22
RIWAYAT HIDUP
27
6
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kombinasi simulasi Nilai rata-rata bias relatif (BR) (%) Nilai rata- rata AKTG (%) Hasil Uji Autokorelasi Spasial dengan Indeks Moran Jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah pertanian 6 Dugaan Area Kecil untuk rata-rata Pengeluaran Per Kapita Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor (Ribu Rupiah) 2010 7 Dugaan area kecil untuk selang kepercayaan 95% rata-rata Pengeluaran Per Kapita Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor (Ribu Rupiah) 2010
10 13 14 16 16
17
18
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi matriks Contiguity tipe rook (a) , bishop (b), queen (c) 2 Peta simulasi 3 Diagram alir tahapan kajian simulasi 4 Diagram alir tahapan studi kasus 5 Normal quantile quantile plot (a) Y, pengeluaran per kapita per bulan (Rupiah) dan (b) bentuk transformasi logaritma peubah Y
6 8 11 12
15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Keterangan komponen komponen pada penduga MSE SEBLUP 2 Peubah penyerta dari data PODES 2011 3 penduga RMSE untuk untuk rata-rata Pengeluaran Per Kapita SUSENAS 2010 Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor 4 Matriks pembobot spasial contiguity queen pada peta Kabupaten dan Kota Bogor
22 23 24 26
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Berbagai survei umumnya dirancang untuk menduga parameter populasi berskala nasional. Masalah akan timbul jika dari survei tersebut ingin diperoleh informasi untuk area yang lebih kecil, misalnya pada level propinsi,level kabupaten atau level kecamatan. Ukuran contoh pada level area tersebut biasanya sangat kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar. Guna mengatasi hal ini, dikembangkan sebuah metode pendugaan parameter yang dikenal metode pendugaan area kecil (small area estimation, SAE). Statistik area kecil (small area statistics) saat ini telah menjadi perhatian para statistisi dunia secara sangat serius. Telah banyak penelitian yang dikembangkan baik untuk perbaikan teknik dan pengembangan metode maupun aplikasi dalam berbagai kasus dan persoalan nyata yang dihadapi. Fay dan Herriot merupakan peneliti pertama yang mengembangkan pendugaan area kecil berbasis model. Model yang dikembangkannya kemudian menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian pendugaan area kecil lebih lanjut sampai dengan saat ini. Ada dua asumsi dasar dalam mengembangkan model SAE, yaitu keragaman di dalam sub populasi peubah respon dapat diterangkan seluruhnya oleh hubungan keragaman yang bersesuaian pada informasi tambahan yang disebut pengaruh tetap (fixed effect) dan asumsi keragaman spesifik sub populasi tidak dapat diterangkan oleh informasi tambahan dan merupakan pengaruh acak sub populasi (random effect). Gabungan dari kedua asumsi tersebut membentuk model pengaruh campuran (mixed model). Salah satu sifat menarik dari model linier campuran adalah kemampuannya dalam menduga kombinasi linear dari pengaruh tetap dan pengaruh acak. Salah satu metode penyelesaian model linier campuran yang sering digunakan adalah prediksi tak bias linier terbaik empiris (Empirical Best Linear Unbiased Prediction, EBLUP). Dalam metode ini dilakukan pendugaan komponen ragam terlebih dahulu dengan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood) atau kemungkinan maksimum terkendala (restricted maximum likelihood). Pada perkembangannya pendekatan EBLUP dikembangkan dengan memasukkan pengaruh spasial ke dalam model. Penduga EBLUP dengan memperhatikan pengaruh acak area yang berkorelasi spasial dikenal dengan istilah penduga SEBLUP (spatial empirical best linear unbiased prediction). Metode SEBLUP dapat memperbaiki struktur ragam dari model pendugaan area kecil yang memiliki korelasi spasial antar area. Model yang digunakan dalam metode SEBLUP berbasis area karena pemodelan spasial yang dimasukkan ke dalam model SAE adalah pemodelan tipe data spasial area. Penduga SEBLUP telah digunakan oleh Petrucci & Salvati (2004), Chandra , Salvati & Chambers (2007) dan Pratesi & Salvati (2007) dengan memasukkan matriks spasial pembobot spasial tetangga terdekat (nearest neighbors) ke dalam metode SEBLUP.
2
Penduga SEBLUP maupun EBLUP menggunakan model campuran linier dalam pendugaannya. Model campuran linier memiliki asumsi distribusi normal sehingga data (peubah yang menjadi perhatian) yang digunakan pada penduga SEBLUP maupun EBLUP harus memilki distribusi normal. Pada kenyataanya, data yang ditemukan dilapangan memiliki distribusi tidak normal sehingga model yang digunakan untuk pendugaan akan memberikan hasil yang kurang baik. Kurnia (2009) menemukan beberapa metode pendugaan area kecil ketika datanya memilki distribusi yang tidak normal. Salah satu dari metode tersebut menggunakan transformasi logaritma pada peubah yang menjadi perhatian agar distribusinya mendekati distribusi normal. Pada kenyataannya, ada juga data yang memilki distribusi tidak normal sekaligus memilki pengaruh spasial sehingga diperlukan metode pendugaan yang tepat untuk menangani masalah tersebut. Pada penelitian ini, transformasi logaritma dilakukan pada metode SEBLUP. Penduga ini diharapkan dapat menghasilkan penduga dengan presisi dan akurasi yang lebih baik. Penduga transformasi logaritma SEBLUP juga diharapkan dapat mengatasi data yang memilki distribusi tidak normal sekaligus memiliki pengaruh spasial. Tesis ini ditulis dalam lima bab. Bab 1 menjelaskan tentang motivasi dan tujuan dari penelitian ini. Bab 2 merupakan tinjauan atas literatur terkini yang terkait erat dengan topik penelitian ini. Bab ini juga memperjelas posisi penelitian ini di antara penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan. Bab 3 menjelaskan data dan metodologi yang digunakan di dalam tesis ini. Selanjutnya hasil simulasi beserta penerapan metode yang dikembangkan disajikan pada Bab 4. Tesis ini ditutup dengan kesimpulan dan saran yang dicantumkan pada Bab 5. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan metode pendugaan area kecil pada data yang memiliki distribusi tidak normal dan memilki pengaruh spasial 2. Mencari pendugaan area kecil terbaik melalui simulasi
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Area Kecil (Small Area Estimation) Menurut Rao (2003), suatu area dikatakan besar apabila ukuran contoh pada area tersebut mampu menghasilkan presisi pendugaan yang baik dengan penduga langsung. Sebaliknya, suatu area dikatakan “kecil” apabila ukuran contoh pada area tersebut tidak cukup untuk menunjang penduga langsung agar mampu menghasilkan presisi pendugaan yang baik. Pendekatan lain seringkali diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah penduga tak langsung. Penduga tak langsung “meminjam informasi” dengan menggunakan nilai peubah dari contoh pada area lain yang terkait dengan area yang diamati. Pendugaan Langsung (Direct Estimation) Pelaksanaan survei ditujukan untuk menduga parameter populasi. Pendekatan klasik untuk menduga parameter populasi didasarkan pada aplikasi model disain penarikan contoh (design based) dan penduga yang dihasilkan dari pendekatan itu disebut penduga langsung (direct estimation). Data hasil survei ini dapat digunakan untuk mendapatkan penduga yang terpercaya dari total maupun rata-rata populasi suatu area atau domain dengan jumlah contoh yang besar. Namun, jika penduga langsung tersebut digunakan untuk suatu area yang kecil maka akan menimbulkan galat baku yang besar (Gosh & Rao, 1994). Pendugaan Tidak Langsung (Indirect estimation) Pada pendugaan area kecil terdapat dua jenis model dasar yang digunakan, yaitu model level area dan model level unit (Rao 2003). a) Model level area Model level area merupakan model yang didasarkan pada ketersediaan data pendukung yang hanya ada untuk level area tertentu, misalkan 𝒙𝒊 = (𝑥𝑖1 , 𝑥𝑖2 , … , 𝑥𝑖𝑝 )𝑇 dengan parameter yang akan diduga adalah 𝜃𝑖 yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan 𝒙𝒊 . Data pendukung tersebut digunakan untuk membangun model 𝜃𝑖 = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 + 𝑧𝑖 𝑣𝑖 , dengan i= 1,2,3,....,m dan 𝑣𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎𝑣2 ) ,sebagai pengaruh acak yang menyebar normal. Kesimpulan mengenai 𝜃𝑖 dapat diketahui dengan mengasumsikan bahwa model penduga langsung 𝑦𝑖 telah tersedia, yaitu 𝑦𝑖 = 𝜃𝑖 + 𝑒𝑖 , dengan i= 1,2,3,...,m. dan sampling error 𝑒𝑖 ~𝑁(0, 𝜎𝑖2 ) dengan 𝜎𝑖2 diketahui. Selanjutnya kedua model tersebut digabung sehingga diperoleh model gabungan : 𝑦𝑖 = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 + 𝑧𝑖 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖 dengan i=1,2,3,....,m. Model tersebut merupakan bentuk khusus dari model linier campuran. b) Model level unit
Model level unit merupakan suatu model dengan data pendukung yang tersedia bersesuaian secara individu dengan data respon, misalnya 𝒙𝒊𝒋 = (𝑥𝑖𝑗1 , 𝑥𝑖𝑗2 , … , 𝑥𝑖𝑗𝑝 )𝑇 sehingga diperoleh suatu model regresi tersarang 𝑦𝑖𝑗 = 𝒙𝒊𝒋 𝑻 𝜷 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖𝑗 dengan i= 1,2,3,...,m. dan j=1,2,3,....𝑛𝑖 , 𝑣𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎𝑣2 ) dan 𝑒𝑖𝑗 ~𝑁(0, 𝜎𝑖2 ).
4
Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Model berikut merupakan model tingkat area yaitu: 𝜃̂𝑖 = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 + 𝑧𝑖 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖
untuk i= 1,2, ....., m.
(1)
dengan 𝒙𝒊 adalah peubah penyerta tingkat area dan 𝑧𝑖 adalah matriks rancangan. Teknik penyelesaian model tersebut untuk memperoleh BLUP bagi 𝜃𝑖 = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 + 𝑧𝑖 𝑣𝑖 telah dikembangkan oleh Henderson (1953), dengan asumsi 𝜎𝑣2 diketahui. Penduga BLUP dari 𝜃𝑖 berdasarkan persamaan (1) adalah ̂ + 𝛾𝑖 (𝜃̂𝑖 − 𝒙𝒊 𝑇 𝜷 ̂) 𝜃̂𝑖𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝒙𝒊 𝑇 𝜷 ̂ 𝜃̂𝑖𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝛾𝑖 𝜃̂𝑖 + (1 − 𝛾𝑖 ) 𝒙𝒊 𝑇 𝜷
(2)
̂ adalah koefisien regresi yang diduga dengan dengan 𝛾𝑖 = 𝜎𝑣2 ⁄(𝜎𝑣2 + 𝜎𝑖2 ) dan 𝜷 ̂ = (𝑿𝑻 𝑽−𝟏 𝑿)−𝟏 𝑿𝑻 𝑽−𝟏 𝜽 ̂ . Metode BLUP generalized least squares (GLS) yaitu, 𝜷 yang dikembangkan Henderson mengasumsikan diketahuinya komponen ragam pengaruh acak dalam model campuran linier, padahal pada kenyataannya komponen ragam ini tidak diketahui sebagai akibatnya, ragam pengaruh acaknya harus diduga. Harville (1977) dalam makalahnya menulis tentang pendugaan komponen ragam dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood, ML) dan metode kemungkinan maksimum terkendala (restricted maximum likelihood, REML). Pendugaan 𝜎𝑣2 baik dengan metode ML maupun REML dilakukan dengan alogaritma Fisher scoring. Penduga EBLUP dengan mengganti nilai 𝜎𝑣2 dengan penduganya 𝜎̂𝜈2 dari penduga EBLUP (2) adalah sebagai berikut: ̂. 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝛾̂𝑖 𝜃̂𝑖 + (1 − 𝛾̂𝑖 ) 𝒙𝒊 𝑇 𝜷
(3)
Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction (SEBLUP) ̂ = (𝜃̂1 , … , 𝜃̂𝑚 )𝑇 , 𝒗 = (𝑣1 , … , 𝑣𝑚 )𝑇 dan Misalkan didefinisikan vektor 𝜽 𝑇
𝒆 = (𝑒1 , … , 𝑒𝑚 )𝑇 , dan matriks 𝑿 = (𝒙𝑻𝟏 , … , 𝒙𝑻𝒎 ) dan Z= diag (𝑧1 , … , 𝑧𝑚 )Berdasarkan definisi vektor dan matriks tersebut, maka persamaan (4) dalam notasi matriks adalah : 𝜽̂ = 𝑿𝜷 + 𝒁𝒗 + 𝒆 . (4) Model pada persamaan (4) mengasumsikan bahwa terdapat pengaruh acak area, namun pengaruh tersebut saling bebas antar area. Pada kenyataannya, sangat beralasan untuk mengatakan bahwa ada korelasi antar area yang berdekatan. Korelasi tersebut akan semakin berkurang seiring dengan jarak yang bertambah. Hal ini sesuai dengan hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh Tobler (Tobler’s first low of geography) dalam Schabenberger dan Gotway (2005) yang merupakan pilar kajian analisis data spasial, yaitu “everything is related to everything else, but near things are more related then distant things”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Model SAE dengan memasukkan korelasi spasial antar area pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991), dengan mengasumsikan ketergantungan spasial mengikuti proses
5
Conditional Autoregressive (Autoregresif bersyarat, CAR). Model SAE ini kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa peneliti, diantaranya salvati (2004), Candra, Salvati, dan Chambers (2007), Pratesi dan Salvati (2007), dengan mengasumsikan bahwa ketergantungan spatial yang dimasukkan kedalam komponen galat dari faktor acak mengikuti proses Simultaneous Autoregressive (Simultan otoregresif, SAR). Model SAR sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Anselin (Anselin 1992) dimana vektor pengaruh acak area 𝒗 memenuhi : 𝒗= ρW𝒗+ u (5) koefisien ρ dalam persamaan (5) adalah koefisien otoregresi spasial yang menunjukkan kekuatan dari hubungan spasial antar pengaruh acak. Nilai ρ berkisar antara -1 sampai 1. Nilai ρ > 0 menunjukkan bahwa suatu area dengan nilai parameter yang tinggi cenderung dikelilingi oleh area lain dengan nilai parameter yang tinggi pula dan sebuah area dengan nilai parameter yang rendah pula. Disisi lain, ρ < 0 menunjukkan bahwa suatu area dengan nilai parameter yang tinggi dikelilingi oleh area lain dengan nilai parameter yang rendah, atau sebaliknya (Savitz dan Raudenbush 2009). W adalah matriks pembobot spasial, 𝒗 adalah pengaruh acak area dan u adalah vektor galat dari pengaruh acak area dengan ratarata sama dengan nol dan ragam 𝜎𝑢2 Im Persamaan (5) dapat ditulis kembali sebagai berikut : 𝒗= ( I – ρW)-1 u (6) dengan I adalah matriks identitas berukuran m × m. Dari persamaan (6) terlihat bahwa rata-rata 𝒗 adalah 0 dan matriks koragam 𝒗 (G) adalah sebagai berikut : G = 𝜎𝑢2 [(I – ρW)(I - ρWT)]-1
(7)
persamaan (6) disubtitusikan ke persamaan (4) menghasilkan : ̂ = 𝑿𝜷 + 𝒁(𝑰 – 𝜌𝑾)−1 𝒖 + 𝒆 𝜽
(8)
̂ dengan R = diag (𝜎𝑖2 ) adalah : matriks koragam dari 𝜽 𝑽 = 𝑹 + 𝒁𝑮𝒁𝑻 = 𝑑𝑖𝑎𝑔 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝝈𝟐𝒖 [(𝑰 − 𝜌𝑾)(𝑰 − 𝜌𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 .
(9)
Penduga Spasial BLUP untuk parameter 𝜃𝑖 dengan 𝜎𝑢2 , 𝜎𝑖2 dan 𝜌 diketahui adalah: ̂ + 𝒃𝑇𝑖 {𝜎𝑢2 (𝑰 − 𝜌𝑾)(𝑰 − 𝜌𝑾𝑇 )−1 }𝒁𝑇 𝜃̂𝑖𝑠 (𝜎𝑢2 , 𝜌) = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 ̂ ) (10) ̂ − 𝑿𝜷 ×{𝒅𝒊𝒂𝒈 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎𝒖𝟐 [(𝑰 − 𝜌𝑾)(𝑰 − 𝜌𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 (𝜽 ̂ = (𝑿𝑻 𝑽−𝟏 𝑿)−𝟏 𝑿𝑻 𝑽−𝟏 𝜽 ̂ dan 𝐛Ti adalah vektor berukuran 1 × m dimana 𝜷 (0, 0, … 0, 1, 0, … .0) dengan 1 menunjuk pada lokasi ke-i. Penduga Spasial BLUP tersebut diperoleh dengan memasukkan matriks koragam pada persamaan (7) ke dalam penduga BLUP. Spasial BLUP akan sama dengan BLUP jika 𝜌 = 0. Seperti halnya dengan penduga EBLUP, penduga SEBLUP (𝜃̂𝑖𝑆 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂)) diperoleh dari Spasial BLUP dengan mengganti nilai 𝜎𝑢2 , 𝜌 dengan penduganya. Asumsi kenormalan dari pengaruh acak digunakan untuk menduga 𝜎𝑢2 dan 𝜌 dengan menggunakan prosedur baik ML maupun REML dengan fungsi log-likelihood .(Candra, Salvati, Chambers 2007). Penduga tersebut dapat diperoleh secara iteratif
6
dengan menggunakan algoritma scoring. Hasil pendugaan tersebut kemudian digunakan untuk melakukan penduga terhadap SEBLUP, dengan rumus penduga EBLUP adalah : ̂ + 𝒃𝑇𝑖 {𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )−1 }𝒁𝑇 𝜃̂𝑖𝑠 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) = 𝒙𝒊 𝑻 𝜷 ̂ ) (11) ×{𝒅𝒊𝒂𝒈 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 (𝜃̂ − 𝑿𝜷 penduga KTG untuk penduga SEBLUP adalah sebagai berikut: (12) KTG[𝜃̂𝑖𝑠 , (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂)] ≈ 𝑔1𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) + 𝑔2𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) + 2𝑔3𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) dengan 𝑔1𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂), 𝑔2𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) dan 2𝑔3𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) dapat dilihat pada Lampiran 1. Matriks Contiguity Matriks contiguity (kedekatan) merupakan matriks pembobot spasial yang menunjukan hubungan spasial suatu lokasi dengan lokasi lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika lokasi-i bertetangga langsung dengan lokasi-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika lokasi-i tidak bertetangga dengan lokasi-j. Ada beberapa jenis matriks contiguity antara lain sebagai berikut, yaitu Rook Contiguity, Bishop Contiguity dan Queen Contiguity (Dubin,2009). Rook
Bishop
* *
I * (a)
* *
Queen *
i *
* (b)
*
*
*
*
i
*
*
*
*
(c)
Gambar 1. Ilustrasi matriks Contiguity tipe rook (a) , bishop (b), queen (c). Matriks contiguity tipe rook mendefinisikan suatu lokasi i bertetangga dengan lokasi j jika lokasi i bersinggungan sisi dengan lokasi j (Gambar 1(a)). Matriks contiguity tipe Bishop mendefinisikan suatu lokasi i bertetangga dengan lokasi j jika lokasi i bersinggungan sudut dengan lokasi j (Gambar 1(b)). Matriks contiguity tipe queen mendefinisikan suatu lokasi i bertetangga dengan lokasi j jika lokasi i bersinggungan sisi atau bersinggungan sudut dengan lokasi j (Gambar 1(c)). Pada bentuk peta yang sebenarnya terkadang kita menemukan kesulitan dalam mengidentifikasi kedekatan suatu lokasi apakah bersinggungan secara sudut saja atau bersinggungan secara sisi saja. Matriks contiguity tipe queen merupakan matriks yang efektif jika diterapkan pada peta sebenarnya karena matriks tersebut hanya melihat apakah suatu lokasi bersinggungan atau tidak. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan matriks contiguity tipe queen.
Transformasi Logaritma EBLUP Didefinisikan suatu transformasi logaritma dalam model campuran linier sebagai berikut: 𝜃̂𝑖𝐿 = 𝒙𝒊 𝑇 𝜷 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖
(13)
7
1 dengan 𝜃̂𝑖𝐿 = 𝑛 ∑𝑗∈𝑠(𝑖) log(𝑦𝑖𝑗 ) , galat penarikan contoh 𝑒𝑖 ~ N(0, 𝜎𝑖2 ), pengaruh 𝑖
acak area 𝑣𝑖 ~ N(0, 𝜎𝑣2 ) tetapi jika terdapat pengaruh spasial maka 𝒗 = (𝑣1 , … , 𝑣𝑚 )𝑇 menyebar MVN(0,G). Kurnia (2009) memaparkan bahwa dengan mengikuti teori EBLUP baku untuk model (13) , yaitu EBLUP untuk nilai tengah dari log(𝑦𝑖𝑗 ), maka penduga bagi 𝜃𝑖 dapat ditulis sebagai berikut ̂ 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ = 𝛾̂𝑖 𝜃̂𝑖𝐿 + (1 − 𝛾̂𝑖 ) 𝒙𝒊 𝑇 𝜷
(14)
̂ diperoleh berdasarkan metode kuadrat terkecil terboboti untuk parameter dengan 𝜷 regresi 𝜷 dari model campuran linier, dimana 𝛾̂𝑖 = 𝜎̂𝜈2 ⁄(𝜎̂𝜈2 + 𝜎̂𝑖2 ) . Karena yang diinginkan adalah suatu penduga aktual untuk nilai tengah pada setiap area ke-i, maka digunakan sifat sebaran lognormal untuk melakukan transformasi-balik dari model (14). Lebih lanjut, diasumsikan bahwa 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ menyebar normal. Dengan demikian, peduga nilai aktual untuk nilai tengah atau penduga transformasi logaritma EBLUP ( 𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) untuk area ke-i adalah 1 𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝑒𝑥𝑝 (𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ + 𝑉̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) (15) 2
dengan 𝑉̂𝑖 (𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) adalah penduga kuadrat tengah galat (KTG) dari 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ . Kemudian penduga KTG bagi penduga nilai tengah pada persamaan (15) dapat didekati sebagai berikut: ̂ 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) ̂ 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) ̂ 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ 𝑉̂𝑖 (𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) = 𝑒 𝑉̂𝑖 (𝜃𝑖 (𝑒 𝑉̂𝑖 (𝜃𝑖 − 1) 𝑒 2𝜃𝑖 . (16)
Transformasi Logaritma SEBLUP Dalam penelitian ini, akan diterapakan model campuran linier ke dalam metode SEBLUP yaitu SEBLUP untuk nilai tengah dari log(𝑦𝑖𝑗 ), maka penduga bagi 𝜃𝑖 dapat ditulis sebagai berikut: ̂ + 𝒃𝑇𝑖 {𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )−1 }𝒁𝑇 𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ = 𝒙𝒊 𝑇 𝜷 ̂ ) (17) ̂ 𝑳 − 𝑿𝜷 ×{𝑑𝑖𝑎𝑔 (𝜎̂𝑖2 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 (𝜽 1 𝐿 ̂ 𝑳 )𝑇 : (𝜃̂1𝐿 , 𝜃̂2𝐿 , 𝜃̂3𝐿 , … . . 𝜃̂𝑚 dengan, (𝜽 ) dan 𝜃̂𝑖𝐿 = 𝑛 ∑𝑗∈𝑠(𝑖) log(𝑦𝑖𝑗 ) . sama halnya 𝑖
dengan EBLUP, pada metode SEBLUP ini diinginkan juga penduga aktual untuk nilai tengah atau penduga transformasi logaritma EBLUP ( 𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) pada setiap area ke-i, sehingga dperoleh: 1 𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = 𝑒𝑥𝑝 (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ + 2 𝑉̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) (18) dengan 𝑉̂𝑖 (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) adalah penduga MSE dari 𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ . Kemudian penduga MSE bagi penduga nilai tengah pada persamaan (18) dapat didekati sebagai berikut: ̂𝑉𝑖 (𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) = 𝑒 𝑉̂𝑖 (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗) (𝑒 𝑉̂𝑖 (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ ) − 1) 𝑒 2𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃∗ .
(19)
8
3 METODE PENELITIAN Kajian Simulasi Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi kebaikan model yang dikembangkan. Proses simulasi dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut ini. 1. Membuat peta buatan berbentuk seperti berikut:
Gambar 2. Peta simulasi
2. 3. 4.
5.
Berdasarkan Gambar 2 maka jumlah area (m) dalam simulasi ini adalah 49 Menentukan ukuran contoh di tiap area kecil. Carilah matriks pembobot spasial contiguity Queen (W) berdasarkan peta yang telah dibuat. Simulasi ini menggunakan satu peubah yang diperhatikan (𝒚) dan satu peubah penyerta 𝒙. Model yang digunakan untuk memperoleh nilai logaritma peubah yang diperhatikan (log(𝑦𝑖𝑗 )). untuk area kecil ke-i dan unit ke-j adalah sebagai berikut: 𝑙𝑜𝑔(𝑦𝑖𝑗 ) = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥𝑖𝑗 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖𝑗 , 𝑖 = 1,2, … ,49, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛𝑖 (20) Dimana 𝑥𝑖𝑗 adalah peubah penyerta, 𝑣𝑖 adalah pengaruh acak area, dan 𝑒𝑖𝑗 adalah galat penarikan contoh. a. Nilai 𝑥𝑖𝑗 dibangkitkan dengan menyebar normal N(2,1). Nilai 𝑥𝑖𝑗 yang diperoleh digunakan untuk seluruh skenario pada proses simulasi. b. Menetapkan 𝜷 = (1 , 1)𝑇 sehingga persamaan (20) menjadi : log(𝑦𝑖𝑗 ) = 1 + 𝑥𝑖𝑗 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖𝑗 , 𝑖 = 1,2, … ,49, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛𝑖 . (21) c. Membangkitkan 𝑣𝑖 dengan cara: 1) Membangkitkan 𝑢𝑖 menyebar N(0, 𝜎𝑢2 ) dengan 𝜎𝑢2 = 0.5 . Merupakan komponen error pada persamaan (6) 2) Menetapkan nilai 𝜌 = 0.75 3) Mencari nilai 𝑣𝑖 dengan memasukkan nilai 𝑢𝑖 dengan 𝑖 = 1,2, … ,49 dan nilai 𝜌 ke persamaan (6) d. membangkitkan 𝑒𝑖𝑗 menyebar normal N(0, 0.3). e. Menentukan nilai log(𝑦𝑖𝑗 ) dengan memasukkan nilai 𝑥𝑖𝑗 , 𝑣𝑖 dan 𝑒𝑖𝑗 ke persamaan (21) f. Mencari nilai aktual 𝑦𝑖𝑗 dengan 𝑦𝑖𝑗 = 𝑒 log(𝑦𝑖𝑗) , sehingga dapat dikatakan 𝑦𝑖𝑗 dibangkitkan dengan sebaran log-normal Melakukan aggregasi di tiap area dengan cara:
9
a. Menghitung nilai tengah peubah yang diperhatikan untuk contoh di tiap area kecil sebagai penduga langsung 1 𝑛𝑖 𝑦𝑖𝑗 , untuk 𝑖 = 1,2, … ,49, , 𝜃̂𝑖 = 𝑛 ∑𝑗=1 𝑗 = 1,2, … , 𝑛𝑖 𝑖
b. Kemudian menghitung nilai tengah peubah penyerta contoh di tiap area kecil 1 𝑛𝑖 𝑥𝑖 = 𝑛 ∑𝑗=1 𝑥𝑖𝑗 , untuk 𝑖 = 1,2, … ,49, , 𝑗 = 1,2, … , 𝑛𝑖 𝑖
c. Menghitung nilai tengah peubah yang diperhatikan berskala logaritma untuk contoh di tiap area kecil sebagai penduga langsung berskala logaritma 1 𝑛𝑖 𝜃̂𝑖𝐿 = 𝑛 ∑𝑗=1 log(𝑦𝑖𝑗 ), untuk 𝑖 = 1,2, … ,49, , 𝑗 = 1,2, … , 𝑛𝑖 𝑖 6. Mencari nilai penduga EBLUP ( 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) dengan memasukkan 𝜃̂𝑖 ke persamaan (2) 7. Mencari nilai penduga SEBLUP (𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) dengan memasukkan 𝜃̂𝑖 ke persamaan (10) 8. Mencari nilai penduga transformasi logaritma EBLUP (𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) dengan memasukkan 𝜃̂𝑖𝐿 ke persamaan (14). Setelah itu dilakukan transformasi balik sesuai persamaan (15) 9. Mencari nilai penduga transformasi logaritma SEBLUP (𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 ) dengan memasukkan 𝜃̂𝑖𝐿 ke persamaan (17). Setelah itu dilakukan transformasi balik sesuai persamaan (18) 10. Mengulangi langkah (4) sampai langkah (9) kecuali langkah (4a) sebanyak B = 1000 sehingga dapat dihitung nilai bias relatif (BR) tiap area, akar kuadrat tengah galat relatif (AKTGR), rata-rata bias relatif dan rata-rata akar kuadrat tengah galat relatif dari hasil pendugaan parameter sebagai berikut: 𝐵 1 𝜃̂𝑖𝑙 − 𝜃𝑖 BR (𝑖) = ∑ ( ) × 100% 𝐵 𝜃𝑖 𝑙=1
𝐵
AKTG(𝑖)
1 2 = √ ∑(𝜃̂𝑖𝑙 − 𝜃𝑖 ) 𝐵 𝑙=1
Rata- rata BR =
1 𝑚
∑𝑚 𝑖=1 BR (𝑖) 1
Rata- rata AKTG = 𝑚 ∑𝑚 𝑖=1 AKTG(𝑖) Keterangan: a. 𝜃𝑖 adalah parameter pada area kecil ke-i b. 𝜃̂𝑖𝑙 adalah penduga area kecil pada area kecil ke-i dan iterasi ke-l c. B adalah banyaknya iterasi, dalam penelitian ini B=1000 d. Bias adalah selisih antara nilai harapan dari penduga dengan parameter. Bias bertujuan untuk melihat seberapa jauh suatu penduga dengan parameternya (akurasi). Nilai bias yang mendekati nol menunjukkan bahwa penduga tersebut memilki akurasi yang baik. Dalam penelitian ini, biasnya tidak dimutlakkan dengan tujuan untuk melihat apakah penduganya bias ke bawah (underestimate) atau bias ke atas (overestimate).
10
e. f. g. h.
Bias relatif (BR) adalah persentasi bias terhadap parameternya BR (𝑖) adalah bias relatif pada area kecil ke i Rata-rata bias relatif (BR) adalah rata-rata bias relatif dari seluruh area Kuadrat tengah galat adalah nilai harapan dari kuadrat selisih antara penduga dengan parameternya. Secara formulasi, kuadrat tengah galat mengandung dua komponen, yakni ragam penduga dan bias. Ragam penduga untuk mengukur presisi. Presisi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah ukuran sejauh mana pengulangan suatu pendugaan akan memberikan hasil yang sama. Semakin kecil nilai dari kuadrat tengah galat maka kombinasi antara ragam penduga dan bias semakin kecil. Ragam penduga dan bias semakin kecil menunjukkan presisi dan akurasi dari suatu penduga semakin baik. i. AKTG(𝑖) adalah akar kuadrat tengah galat pada area ke i j. Rata-rata akar kuadrat tengah galat (AKTG) adalah rata-rata akar kuadrat tengah galat dari seluruh area 11. Membandingkan nilai rata-rata bias relatif BR dan rata-rata akar kuadrat tengah galat (AKTG) antara penduga EBLUP, penduga transformasi logaritma EBLUP, penduga transformasi logaritma SEBLUP. 12. Mengulangi langkah (4) sampai langkah (11) kecuali langkah (4a) dengan nilai 𝜎𝑢2 = 1, 2, 3 dan nilai 𝜌= 0.5, 0.25 sehingga banyaknya skenario dalam simulasi ini adalah 12.
Autokorelasi spasial (𝜌)
Tabel 1 Kombinasi simulasi 𝜎𝑢2 0.5 1 2 0.75 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 0.5 Simulasi 5 Simulasi 6 Simulasi 7 0.25 Simulasi 9 Simulasi 10 Simulasi 11
3 Simulasi 4 Simulasi 8 Simulasi 12
Penerapan Studi kasus pada penelitian ini menggunakan data SUSENAS tahun 2010 dan PODES tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk kecamatan di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Data yang tersedia pada SUSENAS tidak mendukung pendugaan langsung pada tingkat kecamatan. Hal ini dikarenakan contoh pada tingkat kecamatan berukuran kecil. Model yang dikembangkan pada penelitian ini digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari peubah yang dipilih dari data PODES sebagai peubah penyerta. Data PODES dan SUSENAS yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan eksplorasi data, yaitu dengan memeriksa distribusi data pada data rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk kecamatan di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor SUSENAS 2010 kemudian memeriksa pengaruh spasialnya 2. Mencari matriks pembobot spasial wilayah Kota dan Kabupaten Bogor dengan menggunakan matriks contiguity queen
11
3. Memilih peubah peubah penyerta dari data PODES 2011 4. Menduga rata-rata pengeluaran per kapita per bulan setiap kecamatan di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor dengan pendugaan langsung dan teknikteknik pendugaan yang dilakukan pada kajian simulasi 5. Mengevaluasi hasil pendugaan dengan membandingkan penduga average root mean square error (ARMSE)
m = 49 area
Menentukan ukuran contoh di tiap area
Contiguity queen (W )
log(𝑦𝑖𝑗 ) dan 𝑦𝑖𝑗
𝜃̂𝑖 𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
𝜃̂𝑖𝐷
𝑥𝑖
𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
Mengulangi sebanyak B = 1000 BR dan AKTG
Membandingkan hasil penduga
Gambar 3 Diagram alir tahapan kajian simulasi
𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
12
Memriksa distribusi peubah y
Memriksa autokorelasi spasial peubah y
Contiguity queen (W )
Memilih peubah penyerta x
𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝜃̂𝑖
𝜃̂𝑖𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
𝜃̂𝑖𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
Mengevaluasi penduga dengan penduga AKTG
Gambar 4 Diagram alir tahapan studi kasus
𝜃̂𝑖𝑇𝐿 𝑆𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Simulasi Kajian simulasi ini dilakukan dengan empat penduga yaitu : (1) EBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖 (EBLUP), (2) SEBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖 (SEBLUP) , (3) transfromasi balik EBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖𝐷 (Transformasi Logaritma EBLUP), (4) transformasi balik SEBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖𝐷 (Transformasi Logaritma SEBLUP) dan adapun hasilnya sebagai berikut: Tabel 2 Nilai rata-rata bias relatif (BR) (%) 𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
61.38 61.38 61.63 61.86
61.55 61.53 61.61 61.84
𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
61.38 61.43 61.37 61.58
61.49 61.54 61.47 61.53
𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
61.39 61.39 61.45 61.40
61.46 61.53 61.51 61.46
𝜌=0,75 Transformasi Logaritma EBLUP -15.26 -15.26 -15.26 -15.26 𝜌=0.5 Transformasi Logaritma EBLUP -15.24 -15.25 -15.26 -15.26 𝜌=0.25 Transformasi Logaritma EBLUP -15.23 -15.24 -15.25 -15.25
Transformasi Logaritma SEBLUP -15.20 -15.22 -15.23 -15.23 Transformasi Logaritma SEBLUP -15.21 -15.22 -15.23 -15.24 Transformasi Logaritma SEBLUP -15.21 -15.23 -15.24 -15.24
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata BR dengan 𝜌=0.75 dan 𝜎𝑢2 = 0.5 pada penduga transformasi logaritma EBLUP dan transformasi logaritma SEBLUP sekitar 15.2% dan untuk penduga EBLUP dan SEBLUP sekitar 61%. Perbedaan yang cukup besar antara penduga yang ditransformasi dengan penduga yang tanpa dilakukan transformasi dimana rata-rata BR pada penduga yang ditransformasi jauh lebih kecil. Ketika 𝜎𝑢2 diganti dengan 1 ,2, dan 3 , maka akan menghasilkan nilai rata-rata BR yang hampir sama dengan 𝜎𝑢2 = 0.5. Kemudian, ketika nilai autokorelasinya (𝜌) diganti dengan 0.5 atau 0,25, hasilnya juga akan hampir sama dengan 𝜌=0.75 untuk nilai rata-rata BR . Meskipun nilai rata-rata BR pada penduga yang dilakukan transformasi lebih kecil yakni sekitar 15.2 %, akan tetapi nilai 15.2 % masih berbias. Masalah bias tersebut belum diketahui penyebabnya oleh peneliti sampai saat ini. Untuk arah biasnya, penduga EBLUP
14
dan SEBLUP mengalami overestimate . Penduga transformasi logaritma EBLUP dan penduga transformasi logaritma SEBLUP menghasilkan penduga yang underestimate. Tabel 3 Nilai rata- rata AKTG 𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
23.48 23.70 23.97 24.23
23.57 23.76 23.97 24.21
𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
23.41 23.60 23.81 23.96
23.48 23.65 23.80 23.92
𝑢𝑖
EBLUP
SEBLUP
N(0 , 0.5) N(0 , 1) N(0 , 2) N(0 , 3)
23.38 23.57 23.73 23.84
23.44 23.61 23.74 22.83
𝜌=0.75 Transformasi Logaritma EBLUP 6.67 6.67 6.68 6.68 𝜌=0.5 Transformasi Logaritma EBLUP 6.65 6.66 6.67 6.67 𝜌=0.25 Transformasi Logaritma EBLUP 6.63 6.65 6.66 6.67
Transformasi Logaritma SEBLUP 6.61 6.63 6.65 6.65 Transformasi Logaritma SEBLUP 6.62 6.64 6.65 6.66 Transformasi Logaritma SEBLUP 6.62 6.64 6.66 6.66
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata- rata AKTG dengan 𝜌=0.75 dan = 0.5 pada penduga transformasi logaritma EBLUP dan transformasi logaritma SEBLUP sekitar 6.6 dan untuk penduga EBLUP dan SEBLUP sekitar 23. Perbedaan yang cukup besar antara penduga yang ditransformasi dengan penduga yang tanpa dilakukan transformasi dimana rata- rata AKTG pada penduga yang ditransformasi jauh lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa peubah yang diperhatikan yang memiliki distribusi tidak normal akan lebih baik jika dilakukan transformasi logaritma terlebih dahulu lalu. Langkah berikutnya adalah memasukkan hasil transformasi ke metode pendugaan area kecil lalu dilakukan transformasi balik. Dampak dari melakukan transformasi logaritma yaitu galat yang dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan metode yang tanpa dilakukan transformasi . Ketika 𝜎𝑢2 diganti dengan 1 ,2, dan 3 , maka akan menghasilkan nilai rata- rata AKTG yang hampir sama dengan 𝜎𝑢2 = 0.5 .Kemudian, ketika nilai autokorelasinya (𝜌) diganti dengan 0.5 atau 0.25 maka hasilnya juga akan hampir sama dengan 𝜌=0.75 untuk nilai rata- rata AKTGR. Pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa nilai rata- rata AKTGR dengan 𝜌=0.75 dan 𝜎𝑢2 = 0.5 pada penduga transformasi logaritma SEBLUP yaitu, 6.61. Nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga transformasi logaritma EBLUP yang nilai rata- rata AKTG nya sebesar 6.67 . Hal yang serupa juga terjadi 𝜎𝑢2
15
ketika 𝜎𝑢2 sama dengan 1 ,2, atau 3 dan nilai autokorelasinya (𝜌) sama dengan 0.5 atau 0.25. Akan tetapi khusus untuk 𝜎𝑢2 = 2 dan 𝜌=0.25 nilai rata-rata AKTG antara penduga transformasi logaritma SEBLUP dan penduga transformasi logaritma EBLUP hampir sama yakni 6.66 . Meskipun nilai rata-rata AKTG pada penduga transformasi logaritma SEBLUP lebih kecil dibandingkan dengan penduga transformasi logaritma EBLUP tetapi selisihnya sangat kecil. Oleh karena itu, penduga transformasi logaritma SEBLUP dan penduga transformasi logaritma EBLUP memiliki presisi dan akurasi yang hampir sama baiknya. Penerapan Metode yang telah dikembangkan ini diterapkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 dan Potensi Desa (PODES) tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk kecamatan di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor.
(a)
(b)
Gambar 5 Normal quantile quantile plot (a) Y, pengeluaran per kapita per bulan (Rupiah) dan (b) bentuk transformasi logaritma peubah Y Peubah pengeluaran per kapita pada data SUSENAS 2010 digunakan sebagai peubah yang diperhatikan (Y), yaitu rata-rata pengeluaran per kapita per bulan. Data SUSENAS 2010 mencakup 44 tersurvei kecamatan dan 111 desa/kelurahan di Kota dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan plot, secara visual dapat terlihat pada Gambar 5(a) bahwa pada sebaran datanya banyak titik yang tidak berada pada persekitaran garis. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa asumsi kenormalan belum terpenuhi. Setelah dilakukan transformasi logaritma pada peubah Y maka asumsi kenormalan terpenuhi dan hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5(b), sebaran data berada disekitar garis. Selanjutnya pada peubah yang diperhatikan (Y) akan dilihat ketergantungan spasialnya atau dengan kata lain, apakah terdapat autokorelasi spasial atau tidak. Pengukuran autokorelasi spasial dapat dihitung menggunakan metode Moran’s Index (Indeks Moran) yaitu:
16
𝐼=
𝑛 ∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑦𝑖 − 𝑦̅)(𝑦𝑗 − 𝑦̅) (∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ) ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑖 − 𝑦̅)2
Untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi spasial atau tidak, dilakukan uji signifikansi indeks Moran. Tabel 4 Hasil Uji Autokorelasi Spasial dengan Indeks Moran Peubah 𝑌 ∗ = 𝐿𝑜𝑔(𝑌) 𝑌 Indeks Moran 0.28 0.44 3.51 5.05 𝑍(𝐼) Uji signifikansi indeks Moran didekati dengan distribusi normal baku sehingga menghasilkan 𝑍(𝐼). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa uji autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran terhadap peubah yang diperhatikan (Y) menghasilkan nilai 𝑍(𝐼) = 3.51. Nilai 𝑍(𝐼) = 3.51 > 𝑍1−𝛼 = 1.645 sehingga pada taraf 5% dapat dikatakan bahwa data tersebut memiliki autokorelasi spasial. Kemudian untuk transformasi logaritma peubah yang diperhatikan (Y) menghasilkan 𝑍(𝐼) = 5.05. Nilai 𝑍(𝐼) = 5.05 > 𝑍1−𝛼 = 1.645 sehingga pada taraf 5% dapat dikatakan bahwa transformasi logaritma peubah yang diperhatikan (Y) memiliki autokorelasi spasial. Kemudian untuk pemilihan peubah penyerta pada penelitian ini, dipilih beberapa peubah yang relevan (Lampiran 2). Peubah tersebut dianggap bisa mempengaruhi transformasi logaritma dari rata-rata pengeluaran per kapita per bulan (rupiah) (Log Y). Lalu dilakukan seleksi lagi dengan menggunakan regresi stepwise pada peubah penyerta. Tujuannya untuk mencari model terbaik sehingga bisa dijadikan model yang tepat untuk melakukan pendugaan area kecil. Peubah penyerta yang terpilih adalah jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah pertanian (X1). Tabel 5 Jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah pertanian (X1) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal
X1 10 7 15 11 5 7 1 3 8 7 8 5 4 7 6 4 10 9 10 12 5 6
No. 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kecamatan Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
X1 0 3 0 0 1 6 5 2 10 7 10 11 9 12 7 3 3 0 0 0 2 0
17
Setelah melalui proses eksplorasi data, pendugaan area kecil dilakukan dengan lima penduga yaitu : (1) Penduga Langsung, (2) EBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖 (EBLUP), (3) SEBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖 (SEBLUP) , (4) transfromasi balik EBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖𝐷 (Transformasi Logaritma EBLUP), (5) transformasi balik SEBLUP dengan menggunakan 𝜃̂𝑖𝐷 (Transformasi Logaritma SEBLUP) dan adapun hasilnya sebagai berikut: Tabel 6 Dugaan Area Kecil untuk rata-rata Pengeluaran Per Kapita Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor (Ribu Rupiah) 2010 Penduga NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
KEC Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa nunggal Gunung putri Citeureup Cibinong Bojong gede Tajur halang Kemang Ranca bungur Parung Ciseeng Gunung sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung panjang Bogor selatan Bogor timur Bogor utara Bogor tengah Bogor barat Tanah sereal
Langsung 194.56 359.44 255.51 292.93 472.09 465.98 961.73 463.16 483.18 406.61 586.33 613.77 557.76 499.37 661.43 983.40 291.76 306.95 325.55 363.68 740.22 256.29 1607.44 519.88 764.40 715.99 943.12 730.15 293.12 579.79 391.18 574.27 394.96 363.28 315.04 442.95 311.82 248.64 633.36 961.36 746.92 773.64 568.22 556.25
EBLUP 194.64 361.22 255.56 293.31 475.68 465.60 940.88 464.11 481.36 406.66 581.98 613.04 558.16 486.11 658.96 759.63 291.77 307.28 325.07 363.71 736.70 256.81 1357.89 523.81 764.87 718.50 917.75 706.99 294.49 582.12 390.98 566.89 395.01 363.95 314.80 442.46 312.31 250.13 634.58 941.35 748.43 774.73 569.16 559.05
SEBLUP 194.64 361.00 255.54 293.28 475.39 465.51 939.24 464.20 481.39 406.98 582.18 614.31 558.27 487.24 658.99 758.46 291.78 307.32 325.10 363.73 737.20 256.93 1353.59 524.26 765.09 718.65 917.40 706.32 294.50 582.67 391.00 566.86 394.95 363.73 314.77 442.34 312.19 250.09 634.83 940.43 748.25 774.10 569.15 559.00
TL EBLUP 188.38 309.50 245.01 280.88 422.77 414.34 813.63 439.41 457.75 365.46 485.34 490.12 509.43 404.03 596.48 577.05 282.10 294.25 298.61 343.33 663.43 247.57 946.33 472.01 718.45 657.48 837.78 653.30 270.32 552.83 383.77 503.12 375.30 325.59 294.61 403.57 282.48 242.16 528.60 703.55 614.44 658.60 509.80 483.22
TL SEBLUP 188.40 307.55 244.91 280.61 421.32 414.75 809.70 439.99 458.19 368.84 486.05 494.69 509.05 408.19 597.93 578.81 282.25 294.60 298.29 343.39 662.89 248.44 940.53 472.16 718.63 658.70 838.27 650.66 272.55 557.42 383.94 503.44 374.54 323.26 293.72 401.57 281.68 241.78 529.25 706.61 613.84 656.37 509.86 483.50
18
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa seluruh penduga memperlihatkan kecamatan Gunung Putri memiliki rata-rata pengeluaran per kapita tertinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Sedangkan, kecamatan yang diduga memilki rata-rata pengeluaran per kapita terendah adalah kecamatan Nanggung. Hal tersebut dikarenakan oleh pengaruh jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah pertanian pada kecamatan Nanggung cukup tinggi sedangkan pada kecamatan Gunung Putri jumlah desa untuk peubah tersebut adalah nol. Tabel 7 Dugaan area kecil untuk selang kepercayaan 95% rata-rata Pengeluaran Per Kapita Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor (Ribu Rupiah) 2010 Selang kepercayaan 95% No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kec. Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
Langsung BA BB 203.23 185.90 404.92 313.95 266.39 244.63 309.65 276.21 524.47 419.70 511.52 420.43 1067.84 855.61 491.21 435.12 520.85 445.52 464.17 349.04 647.18 525.48 723.35 504.19 604.14 511.38 601.69 397.04 713.60 609.26 1333.55 633.24 305.19 278.33 335.91 277.98 365.96 285.14 387.78 339.58 789.39 691.06 277.81 234.77 1819.39 1395.48 568.11 471.64 800.56 728.23 771.08 660.91 1059.21 827.04 820.44 639.85 323.86 262.38 626.47 533.12 405.52 376.84 653.06 495.49 412.58 377.33 394.97 331.59 350.95 279.13 492.65 393.25 334.36 289.27 267.59 229.70 688.52 578.19 1080.98 841.74 800.46 693.37 837.86 709.42 592.52 543.92 590.27 522.24
EBLUP BA 203.25 404.85 266.45 309.72 523.75 511.21 1056.46 490.94 520.69 463.87 646.32 718.09 603.27 599.50 712.48 1223.64 305.23 336.02 366.22 387.92 788.07 277.83 1741.48 567.14 799.47 768.69 1045.81 816.36 323.80 625.31 405.54 651.33 412.61 395.15 351.11 492.99 334.38 267.55 686.88 1065.73 798.11 834.35 592.22 589.56
BB 185.92 313.97 244.69 276.29 419.11 420.21 845.37 434.86 445.42 348.91 524.83 500.19 510.61 395.86 608.27 561.65 278.37 278.12 285.46 339.73 689.85 234.79 1326.53 470.78 727.19 658.68 815.14 636.47 262.35 532.06 376.86 494.23 377.37 331.80 279.33 393.70 289.30 229.66 576.70 828.12 691.17 706.17 543.64 521.57
SEBLUP BA BB 203.61 185.66 398.43 319.37 257.23 253.76 298.70 287.17 498.96 442.47 469.02 466.40 972.59 877.05 488.68 440.09 502.04 463.12 455.87 360.97 640.15 525.10 674.01 568.50 574.65 538.47 824.12 186.62 693.97 628.79 918.90 572.39 300.03 283.73 328.00 286.62 343.02 306.08 379.39 346.92 767.01 713.49 328.71 187.86 1523.13 1127.23 546.18 503.19 787.20 746.13 786.89 649.69 955.38 876.28 750.27 679.74 303.84 285.92 638.56 529.23 397.49 385.02 658.34 475.06 409.93 379.50 398.04 326.11 352.13 279.26 479.96 398.41 326.19 297.90 256.81 241.64 710.80 564.13 978.30 897.29 785.16 709.45 828.91 713.37 583.39 554.03 573.33 542.80
TL EBLUP BA BB 196.18 179.60 336.39 280.40 254.32 235.50 294.64 266.18 453.49 390.81 448.82 383.47 903.64 743.50 463.20 415.63 497.29 427.29 416.17 320.57 541.12 441.83 570.82 416.89 545.11 476.69 471.86 355.41 649.81 553.44 691.73 497.90 295.56 268.91 320.04 268.68 334.52 266.14 360.63 326.94 704.86 628.89 261.46 232.29 1068.98 859.16 508.83 432.63 752.04 686.32 699.47 616.24 963.49 752.43 746.08 601.10 294.52 241.05 597.79 509.37 396.21 372.38 568.64 455.73 393.78 357.82 350.56 300.33 321.65 269.32 449.33 365.04 298.50 265.43 256.75 219.04 555.71 501.87 779.15 634.01 648.97 579.42 714.85 603.75 528.68 490.40 506.56 457.19
TL SEBLUP BA BB 197.74 179.44 316.33 293.95 247.49 242.36 288.56 271.82 433.11 404.54 444.17 392.00 848.11 762.26 453.11 427.06 502.28 420.07 447.63 306.20 570.76 413.23 526.33 468.45 523.41 492.08 439.99 392.31 630.95 566.78 666.84 496.91 287.08 277.88 304.59 283.75 301.87 291.38 365.79 321.34 695.21 631.77 256.23 243.11 1033.62 845.96 534.62 413.91 767.28 674.08 689.56 628.67 991.85 710.31 678.50 636.43 283.12 262.02 569.06 543.19 397.56 371.31 521.28 488.70 396.00 354.08 339.60 304.91 323.21 268.16 419.65 378.17 311.15 255.57 256.27 224.23 552.58 507.44 779.39 629.38 663.29 567.68 749.70 571.33 513.09 505.71 485.98 480.32
19
Pada tabel 7 disajikan selang kepercayaan 95% untuk rata-rata pengeluaran per kapita. Selang kepercayaan 95% untuk penduga yang tanpa transformasi logaritma didekati dengan memasukkan hasil pendugaan dan ragamnya ke selang kepercayaan sebaran normal. Selang kepercayaan 95% untuk penduga transformasi logaritma didekati dengan memasukkan hasil pendugaan dan ragam yang berskala logaritma ke selang kepercayaan sebaran normal. Setelah itu selang kepercayaan berskala logaritma dieksponenkan dengan tujuan untuk mengembalikan selang kepercayaan ke skala yang sebenarnya. Pada tabel 7 juga dapat dilihat bahwa penduga dengan transfromasi logaritma memiliki selang kepercayaan yang lebih pendek dibandingkan dengan penduga yang tidak dilakukan transformasi. Hal ini mengindikasikan bahwa penduga dengan transformasi lebih dapat dipercaya untuk pendugaan area kecil pada data SUSENAS 2010. Evaluasi metode pendugaan area kecil yang terbaik pada penerapan data ini dapat dinilai dengan melihat rata-rata penduga akar kuadrat tengah galat (AKTG). Diketahui bahwa nilai AKTG pada penduga langsung sebesar 29.72, penduga EBLUP sebesar 27.57 dan penduga SEBLUP sebesar 22.28. Kemudian nilai AKTG untuk penduga transformasi logaritma EBLUP sebesar 19.65 dan penduga transformasi logaritma SEBLUP sebesar 18.36. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa penduga rata-rata akar kuadrat tengah galat (AKTG) pada penduga yang ditransformasi logaritma lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga yang tidak ditransformasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduga transformasi logaritma lebih baik daripada penduga yang tidak ditransformasi pada data SUSENAS 2010. Kemudian untuk nilai penduga rata-rata AKTG pada penduga transformasi logaritma SEBLUP lebih kecil dari penduga transformasi logaritma EBLUP tetapi selisihnya cukup kecil. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat kita katakan bahwa hasil penduga transformasi logaritma SEBLUP dan transformasi logaritma EBLUP memiliki hasil yang sama pada data SUSENAS 2010.
20
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pendugaan area kecil yang memiliki pengaruh spasial biasanya dilakukan dengan menggunakan metode SEBLUP (Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction). Sementara peubah yang menjadi perhatian biasanya memiliki distribusi yang tidak normal sehingga pola hubungan peubah yang menjadi perhatian dan peubah penyerta menjadi tidak linear. Dengan demikian dibutuhkan suatu metode pendugaan yang dapat mengatasi masalah tersebut yakni metode transformasi logaritma SEBLUP. Metode ini merupakan metode transformasi logaritma terhadap peubah yang menjadi perhatian kemudian diterapkan pada metode SEBLUP. Setelah melakukan hal terebut maka langkah selanjutnya adalah transformasi balik. Hasil dari kajian simulasi menunjukkan bahwa penduga transformasi logaritma SEBLUP memiliki nilai rata-rata BR dan nilai rata-rata AKTG yang hampir sama jika dibandingkan dengan penduga transformasi logaritma EBLUP. Hasil simulasi ini sejalan dengan hasil studi kasus rata-rata pengeluaran per kapita tingkat kecamatan di kota atau kabupaten Bogor 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk data yang berdistribusi tidak normal sekaligus memiliki pengaruh spasial sebaiknya melakukan transformasi logaritma EBLUP saja. Hal ini dikarenakan hasil penduga transformasi logaritma EBLUP sama dengan hasil penduga transformasi logaritma SEBLUP. Di sisi lain teknik penduga transformasi logaritma EBLUP lebih mudah karena tak perlu mencari matriks pembobot spasial seperti pada penduga transformasi logaritma SEBLUP. Saran Penelitian ini masih menggunakan model satu periode atau dengan kata lain belum memperhatikan pengaruh waktu, sehingga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan pengaruh waktu dengan tujuan untuk memperoleh penduga dengan presisi yang lebih baik.
21
DAFTAR PUSTAKA Anselin L (1992) Spatial econometrics: method and models. Kluwer, Boston Chandra H, Salvati N, Chambers R. 2007. Small Area Estiamtion for Spatially correlated populations a comparison of direct and indirect model-based methodes. Statistics in transition 8:887-906. Cressie N.1991.Small-area prediction of undercount using the general linear model. In: Proceedings of the statistic symposium 90: measurement and improvement of data quality. Statistics Canada, Ottawa,pp 93–105 Dubin R. 2009. Spatial Weights. Fotheringham AS, PA Rogerson, editor, Handbook of Spatial Analysis. London : Sage Publications. Fay,R.E., & Herriot, R.A. (1979), Estimation of Income from Small Places: An Aplication of James –Stein Procedures to Census Data, Journal of American Statistical Association, 74, 269-277. Ghosh M, Rao JNK (1994) Small area estimation: an appraisal (with discussion). Stat Sci 9(1):55–93 Harville, D.A. (1977), Maximum Likelihood Approaches to Variance Component Estimation and to Related Problems, Journal of the American Statistical Association, 72, 322-340. Henderson, C.R. (1953), Estimation of Variance and Covariance Components, Biometrics, 9, 226-252. Grasa, A. A. 1989. Econometric Model Selection: A New Approach, Kluwer. Rao JNK.2003. Small Area Estiamtion. London : Wiley. Kurnia A. 2009. Prediksi Terbaik Empirik untuk Model Transformasi Logaritma di Dalam Pendugaan Area Kecil dengan Penerapan pada Data SUSENAS. Disertasi, Institut Pertanian Bogor. Petrucci A, Salvati N. 2004a. Small area estimation using spatial information. The rathbun lake watershed case study. Dipartimento di Statistica “G.Parenti” viale morgagani, 59-50134. Petrucci A, Salvati N. 2004a. Small area estimation considering spatially Pratesi M, Salvati N. 2007. Small area estimation: the EBLUP estimator based on spatially correlated random area effects. Statistical methods and applications, Stat. Meth. & Appl. 17: 113-141. Schabenberger O, Gotway CA. 2005. Statistical Methodes for Spatial Data Anlysis Chapman & Hall /CRC.
22
Lampiran 1
Keterangan komponen komponen pada penduga MSE SEBLUP
𝑔1𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) = 𝒃𝑇𝑖 {𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )−1 − 𝜎̂𝑢2 (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )−1 𝒁𝑇 × {𝒅𝒊𝒂𝒈 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 𝒁𝜎̂𝑢2 × [(𝐼 − 𝜌̂𝑊)(𝐼 − 𝜌̂𝑊 𝑇 )]−1 }𝒃𝒊 𝑔2𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) = (𝒙𝒊 − 𝒃𝑇𝑖 𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 × {𝑑𝑖𝑎𝑔 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 𝑿 ) × (𝑿𝑇 {𝒅𝒊𝒂𝒈 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 𝑿)−1 × (𝒙𝒊 − 𝒃𝑇𝑖 𝜎̂𝑢2 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 × {𝒅𝒊𝒂𝒈 (𝜎𝑖2 ) + 𝒁𝜎𝒖𝟐 [(𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )]−1 𝒁𝑇 }−1 𝑿 )𝑻
𝒃𝑻 (𝑪−1 𝒁𝑇 𝑽−1 + 𝜎̂𝑢2 𝑪−1 𝒁𝑇 (−𝑽−1 𝒁𝑪−1 𝒁𝑇 𝑽−1 )) 𝑔3𝑖 (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂) = 𝑡𝑟 {[ 𝒊 𝑻 𝑇 −1 ]𝑽 𝒃𝒊 𝑨𝒁 𝑽 + 𝜎̂𝑢2 𝑪−1 𝒁𝑇 (−𝑽−1 𝒁𝑨𝒁𝑇 𝑽−1 )
× [
𝑇
𝒃𝑻𝒊 (𝑪−𝟏 𝒁𝑻 𝑉 −𝟏 + 𝜎̂𝑢2 𝑪−𝟏 𝒁𝑻 (−𝑽−𝟏 𝒁𝑪−𝟏 𝒁𝑻 𝑽−𝟏 )) 𝒃𝑻𝒊 (𝑨𝒁𝑻 𝑽−𝟏
+
𝜎̂𝑢2 𝑪−𝟏 𝒁𝑻 (−𝑽−𝟏 𝒁𝑨𝒁𝑻 𝑽−𝟏 ))
Dimana , 𝑨 = 𝜎̂𝑢2 [−𝑪−𝟏 (2𝜌̂𝑾𝑾𝑇 − 2𝑾)𝑪−1 ] 𝑪 = (𝑰 − 𝜌̂𝑾)(𝑰 − 𝜌̂𝑾𝑇 )
̅ (𝜎̂𝑢2 , 𝜌̂)} ] 𝑽
23
Lampiran 2 Peubah penyerta dari data PODES 2011 1) Jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama bidang pertanian (X1) 2) Jumlah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah bidang pertambangan dan penggalian (X2) 3) Jumlah desa sumber mata pencaharian utama bidang industri pengolahan (pabrik, kerajinan, dll) (X3) 4) Jumlah desa dengan sumber mata pencaharian utama bidang perdagangan besar/eceran dan rumah makan (X4) 5) Jumlah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah bidang angkutan, pergudangan, komunikasi (X5) 6) sumber mata pencaharian utama bidang jasa (X6) 7) Jumlah poliklinik (unit) (X7) 8) Jumlah tempat praktek dokter (unit) (X9) 9) Jumlah minimarket (unit) (X10)
24
Lampiran 3 Penduga RMSE untuk untuk rata-rata Pengeluaran Per Kapita SUSENAS 2010 Tingkat Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor Penduga NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Kecamatan Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang
Langsung 4.42 23.21 5.55 8.53 26.73 23.24 54.14 14.31 19.22 29.37 31.05 55.91 23.66 52.21 26.62 178.65 6.85 14.78 20.62 12.30 25.08 10.98 108.14 24.61 18.45 28.10 59.23 46.07 15.68 23.81 7.32 40.19 8.99 16.17 18.32 25.36 11.50 9.67
EBLUP 4.42 23.00 5.55 8.52 26.41 23.03 51.73 14.26 19.10 28.96 30.55 53.16 23.44 49.99 26.31 122.10 6.85 14.73 20.48 12.27 24.82 10.96 91.93 24.37 18.35 27.76 56.08 44.51 15.62 23.59 7.31 39.14 8.98 16.10 18.22 25.09 11.48 9.65
SEBLUP 0.89 14.47 8.04 5.58 12.47 18.44 54.75 5.82 7.56 88.72 10.30 27.07 13.32 32.75 18.50 88.85 10.21 6.17 18.26 7.63 23.99 8.70 76.68 37.27 58.31 24.18 32.07 27.76 10.94 8.95 4.76 37.42 7.79 20.84 24.17 6.00 4.80 5.86
TL EBLUP 4.23 14.18 4.79 7.25 15.90 16.47 39.89 12.09 17.55 23.68 24.69 37.78 17.30 28.31 24.17 46.36 6.78 12.97 17.07 8.56 19.20 7.43 51.80 19.33 16.70 21.12 51.60 35.34 13.59 22.34 6.06 27.85 9.14 12.72 13.18 21.02 8.42 9.72
TL SEBLUP 1.29 16.96 3.76 8.52 7.64 16.55 41.60 5.24 20.35 16.51 15.12 23.52 2.54 32.75 49.30 61.99 8.63 14.03 15.56 9.48 6.45 9.25 40.84 10.01 6.70 21.88 41.30 22.02 27.45 36.15 3.14 10.88 7.53 3.69 9.63 2.05 3.61 4.68
25
Lampiran 3 (Lanjutan) Penduga No 39 40 41 42 43 44
Kecamatan Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
Langsung
EBLUP
SEBLUP
TL EBLUP
TL SEBLUP
28.15 61.03 27.32 32.76 12.40 17.35
27.79 57.69 27.00 32.22 12.37 17.27
22.47 31.02 12.44 17.89 7.82 18.45
13.69 36.41 17.68 28.07 9.75 12.59
15.79 87.18 6.69 37.42 11.75 10.44
26
Lampiran 4 Matriks pembobot spasial contiguity queen pada peta Kabupaten dan Kota Bogor 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 7 Agustus 1990 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sainuddin dan Halifah. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Inpres Mallengkeri Bertingkat I Makassar, dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan sekolah menengah pertama di tempuh di MTSN Model Makassar, lulus pada tahun 2005. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di MAN 2 Model Makassar, lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi pendidikan Matematika Universitas Negeri Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 2012. Selanjutnya, penulis melanjutkan program magister (S2) pada Program Studi Statistika, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2013 dengan program Beasiswa BPPDN dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti).