KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN DITINJAU DARI PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON- PROVINSI BANTEN
TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Oleh
ALEX FRANSISCA NIM : 25408044
MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010
KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN DITINJAU DARI PEMANFAATAN RUANG DI WILA YAH PESISIR KOTA CILEGON- PROVINSI BANTEN
Oleh
ALEX FRANSISCA NIM : 25408044
~engetahui / ~enyetujui
Pembimbing
Drs. ARIEF ROSYIDIE, MSP., M.Arch., Ph.D
NIP. 131 474 018
MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010
11
KAJIAN TINGKA T PENCEMARAN PERAIRAN DITINJAU DARI PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON- PROVINSI BANTEN
Oleh
ALEX FRANSISCA NIM : 25408044
Mengetahui I Menyetujui Pembimbing
Drs. ARIEF ROSYIDIE, MSP., M.Arch., Ph.D
NIP. 131 474 018
Ketua Program Studi Magister dan Doktor eBCcmaan Wilayah dan Kota APPK- ITB
MAGISTER PERENCANAAN WILA YAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di lnstitut Teknologi Bandung.
Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbemya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah setzm Direktur Program Pascasrujana, Institut Teknologi Bandung.
lV
ABSTRAK KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN DITINJAU DARI PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON- PROVINSI HANTEN Oleh:
ALEX FRANSISCA NIM : 25408044 Wilayah pesisir Kota Cilegon saat ini berkembang sebagai kota industri dan jasa berskala besar. Perkembangan tersebut membawa pengaruh tidak hanya pada aspek ekonomi, melainkan juga terhadap perubahan pemanfaatan ruang serta berpotensi membawa dampak lingkungan seperti adanya pencemaran pesisir. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat pencemaran pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang di wilayab pesisir sebagai masukan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon. Tabap pertama adalab identifikasi indikator pencemaran. Hasil identifikasi menunjukkan babwa keberadaan pemukiman yang berdekatan dengan pantai maupun luasan laban pertanian berdampak pada tingginya kuantitas limbab. Adanya perubaban luas laban permukiman dan pertanian ternyata diikuti oleh perubaban kuantitas limbab. Hasil lainnya adalah bahwa industri kimia pada wilayah selatan menghasilkan limbab yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang sejenis di lokasi lainnya. Terdapat adanya kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas limbah yang bersumber dari industri. Tabap kedua adalab identifikasi tingkat pencemaran menurut baku mutu air laut (BMAL). Hasil identifikasi menunjukkan babwa pencemaran yang bersumber dari beberapa lokasi permukiman berada di ambang batas BMAL bagi peruntukkan wisata di mana justru pada lokasi tersebut terdapat adanya objek wisata. Sedangkan pencemaran yang bersumber dari pertanian dan industri berada di ambang batas BMAL bagi biota laut, padabal wilayah pesisir Kota Cilegon terdapat adanya ekosistem pesisir. Tabap ketiga adalab kajian terhadap tabapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan menurut RTRW. Hasil kajian menunjukkan babwa kebijakan prasarana limbab di wilayah pesisir cenderung pada pengendalian limbah dari kegiatan industri serta pengendalian limbah pemukiman tidak diprioritaskan. Masukan terhadap RTRW adalah perlu adanya pengendalian limbah pemukiman berupa adanya IP AL; perlu adanya upaya restorasi hutan pada lahan kritis; serta pengawasan dan pengendalian yang lebih intensif pada pengelolaan limbab industri Kata Kunci: tingkat pencemaran, pemanfaatan ruang pesisir, RTRW
v
ABSTRACT THE STUDY OF COASTAL-BASED POLLUTION LEVEL, BASIC FROM COASTAL LAND USE OF CILEGON CITYPROVINCE OF HANTEN By:
ALEX FRANSISCA NIM : 25408044 The coastal of Cilegon developing as larger industry and services city. That developing affect to economic sector and also affect to land use change and potentially to environment effect such coastal-based pollution. This study aim to identification of coastal-based pollution level, which based from Cilegon coastal land use. This study result will be input for Cilegon's land use planning (RTRW). First, was an identification of coastal-based pollution indicator. Identification showed that urban near coast and larger agriculture square connecting to higher quantity of sewage. The result also showed that urban and agriculture land usesquare changed connecting to fluctuation of sewage quantity. Identification showed that chemical industries at south of Cilegon coastal produced industrial waste as large as other location. The result showed decreased of industrial waste quantity. Second, was an identification of coastal-based pollution level, which based from seawater quality standard (BMAL). Identification showed that sewage from part of urban land use was larger than BMAL for tourism services, which a tourism located at that waters. Identification also showed that agriculture sewage and industrial waste was larger than BMAL for marine organism, which Cilegon had coastal ecosystem. Third, was study of implementation and program indication of developing based from RTRW. The result showed that waste installation program would be for industries than urban. Otherwise the urban sewage installation would be not priority. The input of this studied for RTRW were that the coastal of Cilegon would need sewage installation (IPAL) for urban; re-forestry at damaged land use; and more controlled for industrial waste.
Keyword: coastal-based pollution level, coastal land use, RTRW
VI
Bismi//ahi jil awwali wa/ akhiri
Most People find that live is circle, But for me- live is cyclic
Dipersembahkan kepada : Kedua Orangtuaku, H. Teddy Sujianur, SH dan Hj. Acih Budiningsih Karena ka/ian, aku berada;
/striku Kristina HS dan Anak-anakku: Aulia Sisca Keumalahayati dan Sazkia Febriana Noor Karena ka/ian, aku berharap;
Kedua adikku, Lena Mutiara dan Yakub P Setiadi, SP Karena ka/ian, aku berbagi;
Ternan dan sahabat seka/ian Karena ka/ian, aku berarti;
Guru-guruku Karena ka/ian, aku berhasil.
Vll
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukurillah, atas rahmat dan karunia dari Allah SWT, akhimya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : "Kajian Tingkat Pencemaran Perairan, Ditinjau dari Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Provinsi Banten." Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota pada Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan - Institut Teknologi Bandung.
Dalarn penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalarn kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besamya kepada: Drs. Arief Rosyidie, MSP., M.Arch., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Prof. Ir. Tommy Firman, M.Sc, Ph.D; Ir. Haryo Winarso, M.Eng, Ph.D serta Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D selaku dosen pembahas dan penguji yang telah memberikan masukan yang sangat berharga bagi penyempumaan tesis llll.
Ir. Tubagus Furqon Sofhani, M.A, PhD selaku Ketua Program Studi, serta segenap civitas akademika pada Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (MPWK) - ITB yang telah membantu dalam kelancaran perkuliahan hingga dapat terselesaikan dengan baik. Segenap dosen MPWK-ITB,
atas transfer
serta brainstorming ilmu
pengetahuannya, sehingga penulis mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai perencanaan wilayah dan kota.
Vlll
Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di MPWK-ITB. H. Drs. Edi Ariadi, M.Si (Sekda Kota Cilegon) dan H. Abdul Hakim Lubis, SH, M.Si (Kepala Bappeda Kota Cilegon), atas izin tugas belajar yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di MPWK-ITB. Ir. Endan Suwandana (Pemprov. Banten), Ibnu Syina ST, Restu Rahrujo ST (Pemkot Cilegon); atas bantuan data dan informasi yang berhubungan dengan tesis ini. Ternan-ternan MPWK-ITB angkatan 2008 atas kerjasama dan berbagi ilmunya serta persahabatan dan persaudaraannya. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan sehingga penyusunan tesis dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan penulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga tesis ini dapat
berguna bagi kita semua. Amiin.
Bandung, Januari 2010 Penulis
lX
DAFTAR lSI
HALAMAN JUDUL
......................................... ......................................... .. .
HALAMAN PENGESAHAN
......................................... ..............................
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
......................................... ..................
ABSTRAK
VI
HALAMAN PERSEMBAHAN
......................................... ...........................
KAT A PENGANT AR
v11 Vlll
DAFTAR lSI
X
DAFT AR LAMP IRAN
XI\'
DAFT AR GAMBAR
XV
DAFT AR T ABEL
X\.II
Pendahuluan ......................................... ......................................... ... .
1.1
La tar Belakang ......................................... ............................... .
1.2
Rumusan Masalah ......................................... .......................... .
2
1.3
Tujuan dan Sasaran ......................................... ........................ .
_)
1.4
Ruang Lingkup Pcnelitian .......................................... ............ .
4
1.5
Metodologi Penelitian ......................................... .................... .
6
1.5.1
Kcrangka Pemikiran .......................................... ...... .....
6
1.5.2
Metode Pengumpulan dan Analisis Data .....................
9
Sistematika Pembahasan . . . .... ... ............ .. . . .. . . . ... . .. .. . ... .... .... .. . . . ..
12
Pencemaran di Perairan Pesisir ...... ... . . ... ... . ... . .. ... .. . .. ...... ..... .. ... ..... ... .
14
11.1
Definisi Wilayah Pesisir .......................................... ................
14
11.2
Perkembangan Kota di Wilayah Pesisir ...................................
15
1.6
Bab II
IV
v
ABSTRACT
Bab I
11
II.2. I
Faktor -
faktor Perkembangan Kota di Wilayah
Pesisir ......................................... .................................. 11.2.2
..,
Permasalahan
pada
Perkembangan
Kota
15
di
Wilayah Pesisir ...................... ......................................
I7
X
IL3
IL4
Pencemaran di Wilayah Pesisir ...............................................
19
11.3.1
Jenis dan Sumber Pencemaran di Wilayah Pesisir ......
20
11.3.2 Dampak Pencemaran di Wilayah Pesisir .....................
22
11.3.3 Kasus- kasus Pencemaran di Wilayah Pesisir ............
23
Pembangunan Kota di Wilayah Pcsisir yang Berkclanjutan ...
25
11.4.1
25
Definisi Pembangunan Berkelanjutan ..........................
11.4.2 Pengendalian Pencemaran Perairan sebagai bagian dari Upaya/ Arahan dalam Pembangunan Kota di Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan ............................
27
Bab Ill Gambaran Umum Wilayah Pesisir Kota Cilegon .............................
29
111.1 Gambaran Umum Kota Cilegon ..............................................
29
IIL2 Delineasi Wilayah Pesisir Kota Cilegon ..................................
29
IIL3 Karaktetistik Fisik Wilayah Pesisir Kota Cilegon ... .. ...... ........
30
111.3.1 Geomorfologi ...............................................................
30
111.3.2 Hidrologi I Hidrogeologi ..............................................
33
111.3.3 Oseanologi dan Klimatologi ........................................
35
111.3.4 Tipologi Pantai dan Ekosistem di Wilayah Pesisir ......
37
111.4 Karakteristik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .....................................................................................
38
111.4.1 Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kota Cilegon ..
39
111.4.2 Jasa Lingkungan Perairan ............................................
41
111.4.3 Kondisi Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .........................................................................
42
111.5 Delineasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Menurut RTRW Kota Cilegon di Wilayah Pesisir ..............................................
45
XI
Bab IV Kajian Tingkat Pencemaran Perairan Pesisir Kota Cilegon ..............
48
IV.l ldentifikasi lndikator Pencemaran Perairan Pesisir Kota Cilegon .....................................................................................
49
IV.l.l Indikator Pcncemaran Perairan yang Berasal dari Pcmukiman ..................................................................
52
IV.l.2 lndikator Pencemaran Perairan yang Berasal dari Pertanian dan Lahan Terbuka Lainnya ........................
56
IV .1.3 lndikator Pencemaran Perairan yang Berasal dari Industri .. .. . ....... .. ....... ................ ...... .. .. ..... ................ .. ... IV.2 ldentifikasi Tingkat
Pencemaran
Perairan
Pesisir Kota
Cilcgon berdasarkan Kriteria Baku Mutu Lingkungan ........... IV .2 .I Tingkat Pencemaran
Perairan
yang
Berasal
68
Penccmaran Perairan yang Berasal dari
Pertanian dan La han T erbuka Lainnya .... .... ........... .. ... IV.2.3 Tingkat
66
dari
Pemukiman ................................................................ .. IV.2.2 Tingkat
61
69
Penccmaran Pcrairan yang Berasal dari
lndustri .. ... .. .. .. ...... ........................ ... .. .. .................. .......
70
IV.3 Masukan terhadap Pengcndalian pencemaran Perairan Pesisir pada Rcncana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilcgon ...
73
IV.3.1 Keterkaitan Tingkat Pcncemaran tcrhadap Aspek Lingkungan /Tata Ruang di Pcsisir Kota Cilcgon ....... IV.3.2 Pcngendalian Tahapan
pencemaran
Pelaksanaan
Perairan
dan
Pesisir
lndikasi
74
pada
Program
Pcmbangunan dalam RTRW Kota Cilcgon pada Kcgiatan Pcrmukiman ................................................ .. IV .3 .3 Pengendalian Tahapan
pcncemaran
Pelaksanaan
Perairan
dan
Pesisir
lndikasi
77
pada
Program
Pembangunan dalam RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Pertanian dan Lahan Terbuka Lainnya .........
79
XII
IV.3.4 Pengendalian Tahapan
pencemaran
Pelaksanaan
Perairan
dan
Pesisir
Indikasi
pada
Program
Pembangunan dalam RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Industri .. .. . . . .. . . .. .. ... .. .. . .. . . . . . . .. . . . .. . . . . . .. . ... .. .. ..
82
Bab. V Kesimpulan dan Saran ....................................................................
85
V.l
Temuan Studi ........................................................................
85
V.2
Kesimpulan Studi ..................................................................
86
V.3
Rekomendasi Studi ...............................................................
87
V.4
Kendala dan Saran Studi Selanjutnya ...................................
89
DAFT AR PUST AKA ..................................................................................
91
XIII
DAFT AR LAMPI RAN
Lampi ran A Parameter Hasil Pengukuran Pencemaran Air Laut ............. .... Lampiran B Parameter Hasil
95
Pengukuran Pencemar Surfactan anion
(MBAS) (dalam mg/l) ...............................................................
97
Lampiran C Parameter Hasil Pengukuran Pencemar Zat Padat Tersuspensi (dalam mg/l) ..............................................................................
98
Lampiran D Parameter Hasil Pengukuran Pencemar Amoniak, Nitrit dan Seng ..........................................................................................
99
XIV
DAFT AR GAMBAR
Gambar 1.1
Wilayah Pesisir Kota Cilegon sebagai Wilayah Penelitian ... .
5
Gambar 1.2
Kerangka Pemikiran ............................................................. .
8
Gambar II.1
Keterkaitan
Dampak
Kegiatan
terhadap
Wilayah
Pesisir .................................................................................... Gambar III.1
Contoh Karakteristik
Morfologi
Perbukitan Terjal
17
di
................. ...................... ......
31
Gambar III.2
Karakteristik Geomorfologi Wilayah Pesisir Kota Cilegon...
32
Gambar III.3
Sungai - Sungai di Wilayah Pesisir Kota Cilegon..................
34
Gambar III.4
Karakteristik Klimatologi dan Oseanografi Wilayah Pesisir
Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Kota Cilegon ...................................... ... .. ..............................
36
Gambar III.5
Hutan Mangrove pada kawasan PL TU Krakatau Steel .........
38
Gambar III.6
Tipologi Ekosistem Pesisir di Kota Cilegon .........................
39
Gambar III. 7
Salah Satu Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kota Cilegon ..................................................................................
40
Gambar 111.8
Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon ..........
41
Gambar III.9
Salah Satu Kegiatan Jasa Lingkungan di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .........................................................................
42
Gambar III.1 0 Objek Wisata Bahari Pulorida ...............................................
43
Cut and Fill di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .......................
44
Gambar III.l1
Gambar 111.12 Delineasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kota Cilegon di Wilayah Pesisir .................................. ... ............. ................
46
Gam bar IV .1
Peta Lokasi Pengukuran . ..... ..... ........ .. . .. . .. ...... ................... .. ..
50
Gam bar IV .2
Hasil
Pengukuran
Materi
Pencemar Surfactan Anion
(MBAS) di Wilayah Pesisir Kota Cilegon ............................ Gambar IV .3
Gambaran
Tingkat
Pencemaran
Deterjen
dan
55
Luas
Pemanfaatan Ruang Pemukiman Antara Tahun 2002 sampai 2006 ....................................................................................... Gambar IV .4
56
Hasil Pengukuran Materi Pencemar Zat Padat Tersuspensi di Wilayah Pesisir Kota Cilegon ............ ....... ................. .... ...
59
XV
Gambar IV.5
Gambaran Tingkat Pencemaran Materi Padat Tersuspensi dan Luas Pemanfaatan Ruang Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya Antara Tahun 2002 sampai 2006 ........... .................
Gambar IV .6
Hasil Pengukuran Materi
60
Pencemar Air Laut yang
Bersumber dari Kegiatan Industri di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .................................................................................. Gam bar IV. 7
64
Gambaran Tingkat Pencemaran Amoniak, Nitrit dan Seng Antara Tahun 2002 sampai 2006 ..........................................
66
XVI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Metode
Pengumpulan
dan
Analisis
Data
Penelitian
Berdasarkan Ketersediaan Data yang Ada I Relevan ... ......... .. ... Tabel Il.1
10
Beberapa Kegiatan Pembangunan pada Kota di Wilayah Pesisir .........................................................................................
17
Tabel. II.2
Sumber Pencemar di Wilayah Pesisir ..................... ........ .. ...... .. .
21
Tabel III.1
De1ineasi Wilayah Pesisir Kota Ci1egon ....................................
30
Tabel III.2
Sumber Air Bersih di Wilayah Pesisir Kota Cilegon .................
35
Tabel III.3
Jenis-jenis Biota Laut di Wilayah Pesisir Kota Ci1egon ............
37
Tabel III.4
Penggunaan Lahan di Wilayah Pesisir Kota Ci1egon ................
40
Tabel III.5
Delineasi Rencana Po1a Pemanfaatan Ruang Kota Ci1egon di Wi1ayah Pesisir ..........................................................................
Tabe1 IV.1
Tabe1 IV .2
45
Pengelompokkan Pemanfaatan Ruang Menurut Indikator Pencemaran Perairan Pesisir di Kota Cilegon .......... ..... ... .... ... .. .
52
Klasifikasi Industri di Wilayah Pesisir Kota Ci1egon ................
61
Tabel. IV.3 Hasil
Identifikasi
Parameter Pencemar Air Laut yang
Bersumber dari Kegiatan Industri yang mempunyai Ni1ai yang Sarna pada Semua Lokasi Pengukuran ... ..... ...... ............. .. ......... Tabel IV .4
63
Penge1ompokkan Status Pencemaran Perairan Pesisir di Kota Ci1egon .......................................................................................
67
Tabel IV.5
Baku Mutu Air Laut bagi Materi MBAS (dalam mg/1) .............
68
Tabe1 IV.6
Baku Mutu Air Laut bagi
Materi
Padat Tersuspensi
(da1am mg/1) ..............................................................................
69
Tabe1 IV.7
Baku Mutu Air Laut bagi Materi Amonia, Nitrit dan Seng .......
71
Tabe1 IV.8
Baku Mutu Air Laut bagi Materi Pencemaran Industri Lainnya .......................................................................................
72
xvu
Tabel IV.9
Perbandingan Antara Luas Laban pada Pemanfaatan Ruang di
Wilayab
Pesisir
menurut
RTRW
dan
Kondisi
Terakhir (2006) ........................... ... ........................ .. ................ .
78
Tabel IV.IO Kriteria Laban Kritis pada Laban Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya di Wilayab Pesisir Kota Cilegon ....... .... ................... ... .
80
Tabel IV.ll Lebar Minimum Zona Penyangga pada Kegiatan Pertanian ......
81
XVlll
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sebagian besar kota - kota penting di Indonesia terletak di wilayah pesisir di mana kota - kota tersebut berkembang pesat sebagaimana kota besar di dunia lainnya seiring perkembangan zaman. Pada mulanya keberadaan dan perkembangan kota di wilayah pesisir tidak lepas dari fungsinya sebagai suatu kawasan atau wilayah yang merupakan akses yang menghubungkan antara wilayah daratan (pedalaman) dengan dunia luar. Namun pada perkembangannya kota - kota tersebut tidak hanya berkembang sebagai wilayah akses saja, melainkan sesuai dengan keragaman
fungsi,
seperti
wilayah
administrasi
maupun sebagai
pusat
perdagangan, industri, jasa dan sebagainya (Hantoro, 2008). Beberapa kota besar di Indonesia terletak di wilayah pesisir seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, Makasar dan sebagainya mempunyai kedudukan sebagai pusat kegiatan berskala nasional, di mana salah satu penopang kegiatan ekonominya adalah memiliki pelabuhan laut berskala nasional dan intemasional. Kedudukan kota-kota tersebut juga berkaitan dengan kedudukannya sebagai pusat pemerintahan, sehingga berbagai sarana dan prasarana yang relatif lebih baik hila dibandingkan dengan kota - kota lainnya di Indonesia. Kota Cilegon yang merupakan salah satu Kota di Provinsi Banten yang terletak di wilayah pesisir dengan panjang garis pantai mencapai ± 25 km. Sebagai salah satu kota pesisir, Kota Cilegon dengan segenap potensi yang dimilikinya telah menjadi magnet yang menarik berbagai pihak untuk melakukan berbagai kegiatan perekonomian berdasarkan potensi wilayahnya.
1
Salah satu dampak negatif dari berbagai aktivitas pemanfaatan ruang adalah ancaman terhadap kelestarian wilayah pesisir. Ancaman tersebut dapat berupa pencemaran perairan pesisir sebagai dampak adanya limbah yang berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Umumnya kegiatan pemanfaatan ruang cenderung tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup sehingga dapat menimbulkan ancaman terhadap kelestarian lingkungan pesisir.
1.2. Rumusan Masalah
Pesatnya perkembangan kota - kota pesisir selain memberikan keuntungan ekonomis juga menimbulkan berbagai persoalan seperti adanya dampak lingkungan. Menurut Cicin-Sain dan Knecht (1998), pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang berkembang secara intensif mengakibatkan terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan dari ekosistem pesisir, seperti pencemaran,
overjishing, degradasi fisik habitat dan abrasi pantai terutama pada kawasan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya. Salah satu persoalan lingkungan adalah adanya potensi pencemaran pada perairan pesisir yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang. Menurut KP3K-DKP (2009), masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan perkotaan dan industri, penebangan kayu dan penambangan di daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (DAS) serta limbah rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Pembukaan lahan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan melalui aliran sungai.
Pesatnya
pengembangan perkotaan dan industri telah meningkatkan jumlah limbah terutama limbah cair yang sulit dikontrol. Menurut Cicin-Sain dan Knecht (1998), pencemaran pada perairan pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas ekonomi menjadi salah satu hal yang perlu ditangani dalam pengelolaan wilayah pesisir yang inovatif.
2
Kota Cilegon yang merupakan salah satu kota dengan tingginya aktivitas terutama sektor industri, pelabuhan maupun adanya pertambahan penduduk juga berpotensi menimbulkan permasalahan pencemaran. Adanya pencemaran memberikan dampak yang tidak diharapkan dari kondisi fisik pesisir yang dikenal sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
Masalah pencemaran pada perairan pesisir sebagai dampak dari pemanfaatan ruang perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini terkait dengan jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan ruang tersebut.
Mengacu pada rumusan permasalahan di atas, maka disusun pertanyaan penelitian yaitu: 1. bagaimana tingkat pencemaran pada perairan pesisir yang bersumber dari kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon 2. bagaimana upaya pengendalian pencemaran perairan peststr berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon 3. masukan atau upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan pengendalian pencemaran pada perairan pesisir Kota Cilegon.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat pencemaran pada perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon sebagai masukan terhadap upaya pengendalian pencemaran pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon.
3
Sasaran yang ditetapkan dalam mencapai tujuan penelitian adalah: a. Identifikasi indikator pencemaran pada perairan pesisir Kota Cilegon Merupakan identifikasi tingkat pencemaran perairan berdasarkan lokasi pengukuran pencemaran air laut
b. Identifikasi tingkat pencemaran peratran peststr Kota Cilegon berdasarkan kriteria baku mutu lingkungan Merupakan identifikasi tingkat pencemaran peratran peststr Kota Cilegon berdasarkan kriteria baku mutu lingkungan yang merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran
c. Teridentifikasinya penanganan pengendalian pencemaran perairan di wilayah pesisir pada RTRW Kota Cilegon Merupakan hasil kajian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTR W) Kota Cilegon dalam hal penanganan pengendalian pencemaran pada perairan pesisir
d. Memberi masukan terhadap upaya pengendalian pencemaran peratran di wilayah pesisir pada tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan RTRW Kota Cilegon.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Kota Cilegon, yaitu wilayah yang secara administrasi termasuk dalam kategori desa pantai 1 (Gambar 1.1)
1
Lihat pada bab Ill
4
Peta Wilayab Pesisir Kota Cilegon sebagai Wilayab PeneHtian
Batas Pantai Balas Administrasi Daratan Perairan
Daerah Studi (Kota Cilegon) ~-z;:J
Wilayah Studi (Pesisir Kota Cilegon)
4
-
r-v.
L __!_O!A CIL_J?90I:-!_:_ PRO~SI B~!f:~_
_j
--------
2
6 lan
-- 3
Jan
-- ~-
PROGRAMSTUDI MAGISTER ~WILAYAH DAN KOTA
INS'IllVfTI!KNOLOOI BANDUNO
•
--lO~-
Gambar 1.1. Wilayah Pesisir Kota Cilegon sebagai Wilayah Penelitian Lingk:up penelitian yang akan dilakukan adalah : Analisis sumber dan kuantitas pencernaran perairan yang berasal dari pernanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon - Analisis baku mutu lingk:ungan bagi perairan di pesisir Kota Cilegon - Analisis terhadap tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan dalarn pengendalian pencemaran pada RTRW - Perumusan masukan I upaya pengendalian pencemaran perairan di wilayah pesisir Kota Cilegon
5
1.5. Metodologi Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat pencemaran pada perairan pesisir Kota Cilegon, atau dengan kata lain merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Menurut Supriyadi (2005), Dalam penelitian deskriptif prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta anal isis dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat kualitatif yaitu informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian deskriptif.
Rumusan masukan atau upaya/arahan dalam penelitian ini didasarkan atas hasil kaj ianlstudi terhadap permasalahan berdasarkan kerangka pemikiran dengan menggunakan tahapan-tahapan analisis data yang telah diperoleh dalam mengidentifikasikan
tingkat
pencemaran
permran
yang
bersumber
dari
pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon.
1.5.1. Kerangka Pemikiran
Hasil dari penelaahan pustaka I kajian literatur didapati bahwa kegiatan pemanfaatan ruang di
wilayah pesisir, ternyata memunculkan
beberapa
permasalahan antara lain adanya pencemaran pada perairan pesisir. Kota Cilegon sebagai salah satu kota yang berada di wilayah pesisir, berpotensi dalam menyumbang pencemaran tersebut. Untuk itu perlu dikaji mengenai tingkat pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon.
Pada penelitian ini, identifikasi tingkat pencemaran pada perairan pesisir di Kota Cilegon meliputi identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir serta identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir berdasarkan kriteria baku mutu lingkungan. Identifikasi indikator pencemaran merupakan identifikasi tingkat pencemaran perairan berdasarkan lokasi pengukuran pencemaran air laut. Tujuannya adalah untuk mengetahui kuantitas pencemaran berdasarkan parameter yang diukur pada lokasi tertentu, sehingga dapat diidentifikasikan kegiatan
6
pemanfaatan ruang yang menjadi sumber pencemar pada lokasi pengukuran di mana diindikasikan telah terjadi pencemaran pada perairan Identifikasi tingkat pencemaran selanjutnya adalah tingkat pencemaran perairan pesisir yang merupakan identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir berdasarkan kriteria baku mutu lingkungan yang merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kualitas dari pcnccmamn perairan, dalam hubungannya dengan ukuran batas I kadar zat yang ditenggang keberadaannya di dalam perairan, sehingga dapat diidentifikasikan kegiatan pemanfaatan ruang yang menjadi sumber pencemar pada lokasi pengukuran di mana diindikasikan tingkat pencernarannya tclah melampaui ukuran batas I kadar zat yang ditenggang keberadaannya, dalam hal ini didasarkan pada baku mutu air laut. Hasil dari identifikasi tingkat pencemaran pada pcratran pcs1s1r mcrupakan informasi atau landasan penelitian dalam mengkaj i tahapan pclaksanaan dan indil.:asi prn~ram pcmbangunan mcnurut RTRW Kota Cilegon, sehingga dapat
dip('rokh masuk::!n Htau arahan bagi pcnanganan pcngcndalian pencemaran pada
perairan pesisir Kota Cilegon. Basil dari penelitian ini selanjutnya dirumuskan mengenai permasalahan yang tctjadi dengan mclihat kesimpulan, saran, temuan serta kelemahan studi.
7
[ Wilayah Pesisir Kota Cilegon J
------------------------ ,-------------------------
I
I
Pemanfaatan Ruang di wilayah Pesisir
I
I
Permasalahan Lingkungan
I
I
Pencemaran pada Perairan Pesisir
l
------------------------- -------------------------· Tingkat Pencemaran Perairan Ditinjau dari Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
------------------------------- ------------------------------ -,
I
I Identifikasi Indikator Pencemaran pada Perairan Pesisir
Identifikasi Tingkat Pencemaran pada Perairan Pesisir menurut Baku Mutu Lingkungan
~
~
Analisis Penanganan Pengendalian Pencemaran Perairan Pesisir pada R TRW Kota Cilegon
I I
I I I I_-
Masukan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon
------------------------------ -------------------------------
l
Kesimoulan
Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran
8
1.5.2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Untuk dapat mengidentifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir ditinjau dari pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon sebagai masukan terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan pesisir pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maka perlu adanya data yang mendukung tujuan tersebut. Menurut Ali (2006), pengadaan data dan informasi dalam bidang kelautan khususnya pesisir ditujukan untuk kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir termasuk didalamnya untuk perencanaan pemanfaatan ruang pesisir. Data dan informasi wilayah pesisir diperlukan dari berbagai aspek seperti penggunaan lahan dan berbagai aspeknya; kondisi fisik wilayah seperti kondisi geomorfologi dan geologi, hidro-oseanografi, administasi pesisir dan batimetri; data infrastruktur, ekosistem pesisir, sosial ekonomi dan budaya, resiko dan bencana pesisir, dan sebagainya.
Dengan
demikian
data-data
yang
telah
diperoleh
dapat
menggambarkan tingkat pencemaran pada perairan pesisir Kota Cilegon secara menyeluruh dan faktual. Namun dengan ketersediaan data yang ada, tidaklah mengurangi tujuan dari penelitian ini.
Adapun metode pengurnpulan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Tabel 1.1.
9
d. kan Ket dan Analisis Data Penelitian Berd Tabel 1.1. Metode P Tujuan : 1. Identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon Pengumpulan Data Metode Analisis data menggunakan - Identi fikasi indikator pencemaran Peta dasar hasil pengukuran pencemar air laut, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar yang Peta dan Data penggunaan lahan berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang. titik Data hasil pengukuran pencemar sebagai diasumsikan pengukuran - Lokasi air taut pembuangan akhir pencemar yang bersumber dari kegiatan pemanfaatan ruang berdasarkan delineasi daerah Peta daerah tangkapan air tangkapan air I daerah aliran sungai - Identifikasi indikator pencemaran merupakan identifikasi Site survey tingkat pencemaran secara kuantitatif ---
0
Tujuan : 2. ldentifikasi Tingkat Pencemaran Perairan di Pesisir Kota Cilegon Pengumpulan Data Metode Analisis - Identifikasi tingkat pencemaran perairan menggunakan Peta dasar data hasil pengukuran pencemar air !aut, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar yang Peta dan Data penggunaan lahan berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang. - Lokasi pengukuran diasumsikan sebagai titik Data hasil pengukuran pencemar pembuangan akhir pencemar yang bersumber dari air !aut kegiatan pemanfaatan ruang berdasarkan delineasi daerah Peta daerah tangkapan air tangkapan air I daerah aliran sungai - Nilai materi pencemar kemudian diperbandingkan dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut baku mutu air laut - ldentifikasi tingkat pencemaran pera1ran merupakan identifikasi tingkat pencemaran secara kualitatif Site survey
Dat
Ada /Rei Somber Data
Bakosurtanal Bappeda Kota Cilegon Badan LH Kota Cilegon R TRW Kota Cilegon Survey primer
Somber Data Bakosurtanal Bappeda Kota Cilegon Badan LH Kota Cilegon RTRW Kota Cilegon
- SK Meneg LH Nomor : KEP-02/MENKLHIV198 - SK Walikota Cilegon Nomor 6/ 2005 Survey primer
'
Tujuan : 3. Masukan terhadap pengendalian pencemaran perairan pesisir pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTR W) Kota Cilegon Sumber Data Pengumpulan Data Metode Analisis Pustaka Penelaahan penelitian hasil data Data berdasarkan - Kajian keterkaitan tingkat pencemaran analisis indikator dan status pencemaran terhadap aspek terdahulu (penelitian yang pemah dilakukan sebelumnya oleh lingkungan dan tata ruang di pesisir Kota Cilegon orang/kelompok lain) yang berkaitan pemanfaatan ruang maupun pencemaran di pesisir Kota Cilegon RTRW Kota Cilegon - Kajian terhadap tahapan pelaksanaan dan indikasi Produk Rencana Tata Ruang 2006Cilegon Kota (RTRW) program pembangunan dalam RTR W Kota Cilegon 2025 Penelaahan Pustaka Data- data hasil penelitian terdahulu (penelitian yang pemah dilakukan sebelumnya oleh oranglkelompok lain) yang berkaitan pemanfaatan ruang maupun pencemaran di pesisir Kota Cilegon Penelaahan Pustaka - Kajian terhadap strategi pengendalian pencemaran Kajian- kajian yang berkaitan . . . maupun ruang pemanfaatan peratran peststr pencemaran di pesisir Kota Cilegon
I
1.6. Sistematika Pembahasan
BABI
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup studi dan metodologi penelitian yang di dalamnya terdiri dari kerangka pemikiran, serta metode pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam menemukenali pennasalahan bagi analisis penelitian ini.
BAB II
PENCEMARAN PERAIRAN PESISIR
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi pesisir; perkembangan kota di wilayah pesisir tennasuk pennasalahannya; pencemaran pada kota di wilayah pesisir; konsep pembangunan kota di wilayah pesisir yang berkelanjutan; serta pengendalian pencemaran sebagai bagian dari konsep pembangunan berkelanjutan.
BAB Ill
GAMBA RAN UMUM WILA YAH PESISIR KOT A CILEGON
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum wilayah pesisir Kota Cilegon sebagai wilayah studi yaitu karakteristik wilayah pesisir Kota Cilegon, kondisi fisik dan lingkungan yang terkait, serta gambaran mengenai pemanfaatan ruang di wilayah peststr Kota Cilegon. Gambaran umum wilayah pesisir Kota Cilegon merupakan uraian dari data-data yang diperoleh. Adapun hasil pengolahan data akan dijabarkan pada bab selanjutnya.
12
BAB IV
KAJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN PESISIR DI KOTA CILEGON Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis identifikasi tingkat pencemaran perairan pada pesisir Kota Cilegon. Hasil analisis dihubungkan dengan pengendalian pencemaran perairan peststr menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon
BAB V
KESIMPULAN Kesimpulan akan diambil dari pembahasan secara keseluruhan serta akan dirumuskan mengenai pennasalahan yang dihadapi dengan melihat rangkuman serta saran berdasarkan hasil analisis
13
Dab II. Pencemaran di Perairan Pesisir
11.1. Definisi Wilayah Pesisir
Hingga saat ini belum ada definisi yang baku mengenai wilayab pesisir. Menurut UU No. 27/2007 wilayab pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubaban di darat dan laut. Daburi dkk. (200 1) mendefinisikan wilayab pesisir ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayab pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Batas wilayab pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara arbitrer dari rata rata pasut tinggi (Mean High Tide) dan batas ke arab laut umumnya adalab sesuai dengan batas juridiksi provinsi. Menurut Soegiarto (1979) dalam Dahuri dkk. (200 1), defmisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerab pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayab pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arab laut wilayab pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alarni yang tetjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Batas wilayab pesisi~ dalam MREP atau Marine Resource Evaluation and Planning (Daburi dkk. , 2001) telab menetapkan batas ke arab laut suatu wilayab pesisir adalab sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia, sedangkan batas ke arab darat adalab mencakup batas administrasi seluruh desa pantai. Sedangkan berdasarkan peraturan perundangundangan, batas wilayab pesisir menurut UU No. 27/2007, meliputi wilayab peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubaban di
Dalam penelitian ini, batas wilayah pesisir yang digunakan yaitu batas batas wilayah pesisir yang digunakan yaitu batas ke arah darat adalah mencakup batas administasi seluruh desa pantai di Kota Cilegon. Sedangkan batas ke arah laut adalah 4 millaut sesuai dengan RTRW Kota Cilegon Tahun 2
2006-2025.
14
darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Dan dalam hal pengelolaannya, terdapat pengaturan kewenangan daerah menurut UU No. 32/2004 yaitu pada wilayah yang diukur ke arah laut (jarak paling jauh 12 (dua belas) mil laut) diatur kewenangannya yaitu 113 (sepertiga) wilayah untuk kewenangan Kabupaten I Kota yang di diukur dari garis pantai, sedangkan 2/3 (dua pertiga) lainnya merupakan kewenangan Provinsi.
II. 2. Perkembangan Kota di Wilayah Pesisir 11.2.1. Faktor- faktor Perkembangan Kota di Wilayah Pesisir Kota3 merupakan wilayah atau kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU No. 26/2007)
Menurut Winarso (2007) 4 , kota merupakan perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan yang berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut menyebabkan jumlah penduduk dan luas wilayah yang sangat besar, dengan karakteristik dan persoalan yang spesifik. Oleh karenanya, suatu kota memerlukan pengelolaan tersendiri dalam hal pemecahan persoalan yang dihadapi, penyediaan prasarana dan layanan perkotaan, serta pengelolaan pembangunannya.
Menurut Zarsky dan Hunter ( 1999), Kota di wilayah pesisir umumnya merupakan kawasan yang dinamis bagi pertumbuhan penduduk dan industri. 80 persen aktivitas ekonomi di Asia Pasifik berada pada perkotaan di mana sebagian besar berada pada kota di wilayah pesisir. Sedangkan di Indonesia, menurut Ditjen Penataan Ruang (2007), kota-kota yang terletak pada tepi air seperti kota di wilayah pesisir cenderung lebih cepat tumbuh dan berkembang dibanding kota-
lstilah kota yang digunakan adalah kawasan perkotaan atau kota secara fungsional. Sedangkan istilah kota yang digunakan untuk Kota Cilegon merupakan kota otonom (UU No. 32/2004) 4 Tulisan Haryo Winarso tennuat pada Bab 2 (Definisi dan Struktur Metropolitan) dalam prosiding "Metropolitan di Indonesia" terbitan Direktorat Jendral Penataan Ruang tahun 2007 3
15
kota lainnya. Keunggulan letak geografis mendorong kota di wilayah pesisir lebih cepat berkembang karena berlokasi di dataran yang subur (daerah endapan), memiliki hubungan ke luar dan kemudahan transportasi, serta berfungsi sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor dan impor melalui pelabuhan laut/sungai.
Menurut Hantoro (2008), sebagian besar kota-kota penting di Indonesia terletak di wilayah pesisir yaitu kawasan pantai atau dekat dengan laut dan merupakan wilayah yang tumbuh dengan cepat sebagaimana kota besar di dunia lainnya seiring perkembangan zaman. Keberadaan dan perkembangan kota pantai tidak lepas dari fungsinya saat awal pembukaan dan didirikannya, yaitu sebagai akses hubungan antara pedalaman dengan dunia luar. Ciri utamanya adalah, diawali sebagai suatu pemukiman atau pos yang tumbuh di pantai yang terlindung disekitar muara sungai sebagai tempat berlabuh kapal dan alur-alur jalan yang menghubungkannya dengan pedalaman dari mana hasil bumi dihasilkan dari pertanian atau perambahan hutan.
Kota di wilayah pesisir mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian masyarakat dan pembangunan karena merupakan ruang yang menjembatani antara wilayah
daratan
(pedalaman)
dengan
wilayah
perairan
(taut).
lnteraksi
sumberdaya daratan dengan wilayah perairan dicerminkan oleh kegiatan-kegiatan sektor pertanian, dan perikanan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan, kelembagaan, kegiatan ekonomi sosial lainnya (Adisasmita, 2006). Menurut Ditjen Penataan Ruang (2007), potensi pemanfaatan ruang pada kota di wilayah pesisir secara umum merupakan potensi pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya seperti : kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan pariwisata, serta kawasan pelabuhan. Secara umum pada kota pesisir di dunia, khusunya di Asia Pasifik, menurut Zarsky dan Hunter ( 1999}, selain kepentingannya yang mtlak dalam hal industri dan penduduk, kota di wilayah pesisir merupakan titik awal (masuk) ke dalam ekonomi global, di mana terdapat adanya konsentrasi dari industri ekspor, jasa keuangan maupun perusahaan impor. Dan pada akhir abad 20, kota di wilayah pesisir telah muncul sebagai kota berskala nasional maupun intemasional.
16
Walau demikian, menurut Ditjen Penataan Ruang (2007), potensi pemanfaatan ruang pada kota di wilayah pesisir dapat pula berfungsi sebagai kawasan lindung seperti kawasan bergambut, kawasan sempadan pantai, kawasan pantai berhutan bakau, dan kawasan rawan bencana sebagai kawasan rawan bencana banjir.
..
. tan Pem bangunan pa da Kota d I· W"l Tabe I II 1 8 e berapa Keg1a 1 aya h Pesisir Sektor
Kegiatan Pembangunan
Konservasi
Rawa pesisir, M~g~ove _ . Satwa liar yang dilindungi, Taman Suaka Alam Laut Gua pantai Rekreasi I Wisata Renang/selam/olah raga mancing, Selancar air Pelabuhan Pelayaran ------------·------·--··---·---··-·-·-----------·- -----Navigasi -~~h.'::l_l1!:\YJg~i___ ___ _ ___ ______________ Transportasi Feri penumpang Perikanan Budidaya perikanan pantai, Pengunduhan rumput laut dan kerang Industri Pertambangan Pengerukan jalur pipa, Pasir/kerikil, Pengambilan karang, Penambangan timah, Produksi minyak dan gas Kegiatan yang Mencemari Saluran pembuangan limbah, Lingkungan Limbah industri, Penelitian Kelautan dan Ekosistem pesisir, Meteorologi Erosi pantai, Sedimentasi -·--·-·
Sumber : Robertson Group pic dan PT Agriconsult, 1992 dalam Dahuri dkk. , 2001 11.2.2. Permasalahan pada Perkembangan Kota di Wilayah Pesisir
Menurut Winarso (2007) bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pembangunan kota di negara maju sudah cukup kompleks, apalagi dalam pengelolaan dan pembangunan kota di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia.
17
Menurut Ditjen Penataan Ruang (2007), pertwnbuhan dan perkembangan kota terutama di wilayah pesisir yang relatif cepat menimbulkan berbagai masalah, seperti meningkatnya kebutuhan lahan untuk perumahan, industri, perdagangan dan jasa, pelabuhan, pergudangan, wisata bahari, sarana dan prasarana. Selain itu wilayah pesisir merupakan muara dari aliran sungai juga memiliki fungsi lingkungan hidup yang penting serta merupakan daerah yang rentan terhadap banjir, polusi dan abrasi air laut. Oleh karena itu perlu dilakukan pengaturan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang pada kota di wilayah pesisir. lsu permasalahan pemanfaatan ruang pada kota di wilayah pesisir, antara lain berkembangnya berbagai kegiatan budidaya pada kawasan konservasi atau pada kawasan budidaya untuk kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, sebagai akibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk kegiatan perkotaan. Pemanfaatan ruang pada kota di wilayah pesisir dimaksudkan sebagai perwujudan rencana tata ruang yang mencakup berbagai kegiatan pembangunan fisik, sosialekonomi dan budaya yang secara visual, historis atau fisik sebagai bagian ruang yang dipengaruhi oleh air laut (Ditjen Penataan Ruang, 2007).
Pemanfaatan ruang di satu sisi membawa manfaat bagi kesejahteraan manusia. Namun, adanya pemanfaatan ruang hila tidak diimbangi dengan pengendalian dan pengawasan, maka dapat muncul masalah - masalah yang justru dapat merugikan. Menurut (Cicin-Sain dan Knecht, 1998), dari sudut pandang pengelolaan pesisir dan lautan terpadu, pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang berkembang secara intensif mengakibatkan terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir, seperti pencemaran, overjishing, degradasi fisik habitat dan abrasi pantai terutama pada kawasan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya.
18
Swnber : Bapedal Provinsi Hanten, 2004 Gam bar 11.1. Keterkaitan Dampak Kegiatan terhadap Wilayah Pesisir 11.3. Pencemaran di Wilayah Pesisir
Definisi umum pencemaran menurut UU No. 32/2009, yaitu bahwa pencemaran lingkungan hidup merupakan masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia seingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sedangkan pencemaran pesisir menurut UU No. 27/2007 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat adanya kegiatan orang sehingga kualitas pesisir turon sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Masalah pencemaran pada wilayah pesisir disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan di daerah aliran sungai {DAS) serta limbah rwnah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Pengembangan kota dan industri merupakan swnber bahan sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan pemukiman kota telah meningkatkan
19
jumlah sampah atau limbah termasuk limbah cair yang merupakan sumber pencemaran pesisir maupun laut yang sulit dikontrol (KP3K-DKP, 2009). Pencemaran perairan pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas ekonomi menjadi salah satu hal yang perlu ditangani dalam pengelolaan zona pantai yang inovatif (Cicin-Sain dan Knecht, 1998).
11.3.1. Jenis dan Somber Pencemaran di Wilayah Pesisir
Menurut Lutfi (2009a), pada dasamya bahan pencemar yang mencemari perairan dapat dikelompokkan menjadi: a. bahan pencemar organik b. bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit c. bahan pencemar senyawa anorganik/mineral d. bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme e. bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan f.
bahan pencemar berupa zat radioaktif
g. bahan pencemar berupa endapan/sedimen h. bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas).
Kegiatan industri turut menyumbang limbah pada perairan. Menurut KLH (2005), pada industri kimia, proses dalam produksi umumnya membutuhkan air sangat besar, mengakibatkan pula besamya limbah cair yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya. Air limbahnya bersifat mencemari karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbentuk selama proses berlangsung. Pada industri sandang kulit dan aneka, dapat mengakibatkan pencemaran karena dalam proses pencucian memerlukan air sebagai mediumnya dalam jumlah yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan yang besar pula, dimana air buangan mengandung sisa-sisa wama, BOD tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun (mengandung limbah 83 yang tinggi). Sedangkan minyak pelumas yang merupakan buangan lainnya, dapat menghambat proses oksidasi biologi dari sistem lingkungan, hila bahan pencemar dialirkan kesungai, kolam atau sawah dan sebagainya. Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan larutan kimia, tetapi industri ini
20
memcemari air karena buanganya dapat mengandung minyak pelumas dan asamasam yang berasal dari proses pickling untuk membersihkan bahan plat, sedangkan bahan buangan padat dapat dimanfaatkan kembali.
Adanya kegiatan pemanfaatan ruang, baik darat maupun perairan, di satu sisi menghasilkan keuntungan bagi masyarakat, namun di sisi lain membawa konsekuensi pada adanya dampak bagi lingkungan, antara lain adanya pencemaran. Menurut Latifah (2004 ), dalam perspektif global, pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun kegiatan atau aktifitas dilautan
(sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi. Sedangkan menurut Dahuri dkk. (200 1), sumher pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan dalam 7 kelas yaitu industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Menurut UNEP (1990) dalam Dahuri dkk. (200 1), sebagian besar (kurang lebih 80%) bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land basic activity).
..
· · Tbiii2S a e. 1 aya h PCSISir um b er P encemar d.I w·• Sumber Pencemar (Pollutants) Sedimen Nutrien Logam beracun Zat kimia beracun Pestis ida Organisme eksotik Organisme pathogen Sampah Bahan-bahan penyebab turunnya oksigen terlarut Keterangan :
Limbah Cair
Limbah Cair Perkotaan
Pertambangan
000
00
000
000
000
000
00
0
()
()
000
0
00
0
0
000
()
0
Pertanian
Budidaya Perikanan
lndustri
()
()
00
0
0
000
0
00
()
0 0
000
0
0
0
000
0
000
00
ooo
sumber terbesar
Pelayaran
00 0 0
00
oo
sumber moderat
00
()
o
sumber terkectl
Sumber : Brodie, 1995 dalam Dahuri dkk., 2001
21
Dalam penataan ruang yang berkaitan dengan wilayab pesisir dan daerab aliran sungai (DAS), perlu diperhatikan keterkaitan antara pola penggunaan ruang dengan run-off sungai yang berhilir di pantai. Menurut Rais (2004
i, ketika sungai
mengalir melalui lahan pertanian, sungai akan menampung limpahan air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan mengalir ke sungai yang membawa residu dari pupuk, pestisida serta senyawa kotoran hewan. Kemudian apabila sungai mengalir melalui lahan perumahan, perkotaan dan industri, air sungai menerima limbab cair dan padat yang kadang toksik (beracun) melalui drainase perkotaan, perumahan
dan perindustrian, yang umumnya disebut limbab domestik. Dan ketika sungai mengalir melalui laban terbuka, ladang/perkebunan dan penggunaan laban yang tidak lestari atau penggundulan hutan, maka air sungai menerima masukan bahanbahan
kikisan
hara
dan
tanah
berupa
lumpur
serta
mengalir
dan
mengendapkannya di suatu titik dalam perjalanannnya sebagai bahan sedimentasi, sehingga aluran air menjadi menyempit.
11.3.2. Dampak Pencemaran di Wilayah Pesisir
Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membabayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir, serta dapat merugikan secara sosial ekonomi (Dahuri dkk, 2001 ). Lebih lanjut dikemukakan oleh Dahuri dkk, (200 1), dampak pencemaran perairan pesisir adalah sedimentasi, eutrofication, anoxia (kekurangan oksigen), masalah kesehatan umum, pengaruh terhadap perikanan, kontaminasi trace element dalam rantai makanan serta keberadaan spesies asing.
Tulisan Jacob Rais termuat pada Bab l (Menata Ruang Darat-Laut-Atmosfer Terpadu dengan Pendekatan lnteraksi Daerah Aliran Sungai) dalarn buku "Menata Ruang Laut Terpadu" terbitan Pradnya Pararnita tahun 2004
5
22
Menurut Lutfi (2009b ), apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar, maka akan terjadi: siklus makanan dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik akan terganggu pula. Misal organisme yang kecil/lemah seperti plankton banyak yang mati karena banyak keracunan bahan tercemar, ikan-ikan kecil pemakan plankton banyak yang mati karena kekurangan makanan, demikian pula ikanikan yang lebih besar pemakan ikan-ikan kecil hila kekurangan makanan akan mati perairan kekurangan kadar oksigen atau sinar matahari yang disebabkan air menjadi keruh oleh pencemaran tanah/lumpur permukaan perairan tertutup oleh lapisan bahan pencemar minyak atau busa deterjen, sehingga sinar matahari dan oksigen yang diperlukan untuk kehidupan akuatik tidak dapat menembus permukaan air masuk ke dalam air. berkurang/habisnya kadar oksigen dalam proses pengairan bahan pencemar senyawa organik permukaan air tertutup oleh tanaman air sebagai bahan pencemar yang tumbuh subur oleh adanya bahan pencemar berupa makanan penyubur tanaman seperti senyawa-senyawa fosfat, nitrat peningkatan suhu air karena adanya bahan pencemar panas dari industriindustri yang menggunakan air sebagai pendingin, atau sebagai air bangunan dari pembangkit tenaga listrik.
11.3.3. Kasus - kasus Pencemaran di Wilayah Pesisir Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut khususnya di Indonesia merupakan isu yang penting untuk ditangani mengingat besarnya ketergantungan penduduk Indonesia terhadap sumberdaya pesisir dan laut untuk kelangsungan hidupnya. Tuntutan penduduk yang semakin meningkat telah mengakibatkan pengekploitasian dan pemamfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut yang berlebihan di beberapa daerah pesisir. Disamping eksploitasi yang berlebihan, ancaman terhadap lingkungan pesisir dan laut juga datang akibat pencemaran, baik dari darat maupun dari laut, serta teknik pemamfaatan yang menyebabkan kerusakan (Latifah, 2004).
23
Menurut Latifah (2004), limbah cair domestik dan industri (domestic and
industrial sewage) merupakan masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia. Hal ini umumnya disebabkan karena tidak atau kurang memadainya fasilitas untuk menangani dan mengelola limbah cair domestik dan industri. Beberapa kasus pencemaran perairan pesisir terjadi misalnya pada wilayah pesisir Kota Bandar Lampung. Menurut Yudha (2009), wilayah pesisir Kota Bandar Lampung telah tercemar oleh logam berat Pb, Hg, Cu dan Cd dalam jumlah yang bervariasi.
Kandungan logam-logam berat tersebut dapat berasal dari limbah
industri maupun domestik yang berasal dari aktivitas manusia di daratan. Kadar logam berat Pb, Hg, Cu, dan Cd di tujuh sungai yang bermuara ke wilayah laut Kota Bandar Lampung pada umumnya masih berada pada kriteria yang ditetapkan berdasarkan PP No.82 tahun 2001 untuk Mutu Air Kelas III. Sebagian sumursumur penduduk yang terdapat di wilayah pesisir Kota Bandar Lampung juga telah tercemar oleh Pb dan Cu. Demikian juga halnya di perairan laut yang telah tercemar kandungan logam berat Pb, Hg, Cu, dan Cd.
Kasus pencemaran perairan terjadi pula di Teluk Jakarta, di mana setiap hari menampung pencemaran dari darat dalam jumlah yang besar, baik yang berasal dari kegiatan domestik, maupun industri di kota Jakarta (Latifah, 2004). Menurut Lestari dan Edward (2004), kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti muara Angke, kadar logam beratnya cenderung meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air laut, udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan yang hidup di muara Angke telah tercemar oleh merkuri (Hg), Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Sumber bahan pencemar tersebut berasal dari kegiatan di darat, khususnya industri yang membuang limbahnya ke Kali Angke. Kandungan logam berat di barat Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian timur teluk. Hal ini didasarkan pada sungai-sungai yang bermuara di bagian barat teluk lebih banyak mengandung logam berat di bandingkan sungai-sungai yang bermuara di timur teluk.
24
Contoh kasus pencemaran perairan pesisir lainnya teijadi di Pesisir Makassar (Pantai Losari Makassar). Menurut Simajuntak (2005), adanya kegiatan perkotaan di sekitar Pantai Losari seperti perhotelan, warung, dan perdagangan/perniagaan, serta permukiman pada umumnya membuang limbah ke perairan Pantai Losari baik langsung maupun melalui drainase kota (rio[). Menurut Harian Fajar (2007), kasus pencemaran yang terjadi di perairan pesisir Kota Makassar disebabkan oleh adanya limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal dan selanjutnya terbawa ke pantai. Limbah yang dibuang pada tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke kanal atau sungai dan selanjutnya juga bermuara ke pantai. Limbah yang berasal dari kawasan industri baik yang sudah diolah maupun yang belum, juga pada akhimya akan terbuang ke perairan pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Pantai Losari telah mengalami pencemaran, dengan tingkat yang berbeda-beda. Tingkat pencemaran ringansedang berasal dari kegiatan perhotelan dengan indikator pencemar coliform dan colitinja, pencemaran berat berasal dari permukiman dengan indikator pencemar coliform dan colitinja serta BOD dan COD. Sedangkan perdagangan (warung kaki lima dan pelelangan ikan) menyebabkan pencemaran tingkat berat dengan indikator pencemar coliform, colitinja, BOD dan COD serta TSS (Simanjuntak, 2005).
11.4. Pembangunan Kota di Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan 11.4.1. Definisi Pembangunan Berkelanjutan
Definisi pembangunan berkelanjutan menurut UU 32/2009 adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Konsep pembangunan berkelanjutan menurut WCED (1987) dalam BKTRN (200 1), merupakan kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek
lingkungan hidup, dimensi ekonomi dan aspek sosial politik sedemikian rupa
25
masing-masing terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia dapat menjamin kehidupan masa kini dan mendatang dan disertai akses pembangunan sosial
ekonomi
tanpa
melampaui
batas
ambang
lingkungan.
Menurut
Djajadinigrat dan Famiola (2004), prinsip dasar setiap elemen pembangunan berkelanjutan meliputi pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan persepektif jangka menghargai
panjang.
keanekaragaman
Prinsip
pembangunan
(diversity)
merupakan
berkelanjutan
untuk
persyaratan
untuk
memastikan bahwa sumberdaya alam untuk selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan tatanan lingkungan (ekosistem).
Dalam hal pembangunan berkelanjutan pada wilayah pesisir, perlu adanya dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu. Menurut (Cicin-Sain dan Knecht, 1998), pengelolaan pesisir dan lautan terpadu merupakan suatu proses dinamis dan kontinyu dalam membuat keputusan untuk pemanfaatan, pembangunan, dan perlindungan kawasan pesisir dan lautan beserta sumberdaya alam secara berkelanjutan. Menurut Sorensen dan Me Creary (1990)
dalam Dahuri dkk. (2001), perencanaan dan pengelolaan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir.
11.4.2. Pengendalian
Pencemaran
Perairan
sebagai
bagian
dari
Upaya/Arahan dalam Pembangunan Kota di Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan Pada wilayah pesisir, konsep pembangunan berkelanjutan lebih diarahkan pada upaya perlindungan atau konservasi terhadap wilayah pesisir, yang merupakan wilayah yang mendapat dampak dari adanya pembangunan, baik dampak pada lingkungan daratan pesisir maupun perairan pesisir. Upaya perlindungan atau konservasi terhadap wilayah pesisir dalam penataan ruang menurut Gunawan
26
(2004 )6 , merupakan upaya menyelamatkan, melindungi, melestarikan dan menyimpan sumberdaya alam sehingga ketersediaannya selalu terjaga.
Menurut UU No. 32/1009, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan,
penanggulangan
dan
pemulihan.
Pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup merupakan pengendalian terhadap antara lain pencemaran air, udara, dan laut serta kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim. Dalam upaya preventif pada pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.
Di dalam UU No. 32/2009, instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: -
KLHS
-
tata ruang
-
baku mutu lingkungan hidup
-
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
-
Amdal
-
UKL- UPL
-
penzman instrumen ekonomi lingkungan hidup peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
-
anggaran berbasis lingkungan hidup
-
analisis risiko lingkungan hidup
Tulisan Tiene Gunawan termuat pada Bah 4 (Konsep Perencanaan Konservas dalam Menata Ruang Darat-Laut Terpadu) dalarn buku "Menata Ruang Laut Terpadu" terbitan Pradnya Paramita tahun 2004
6
27
-
audit lingkungan hidup instrumen lain sesuat dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Salah satu instrument pencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah baku mutu lingkungan hidup. Menurut UU No. 32/2009, baku mutu merupakan penentuan teijadinya pencemaran lingkungan hidup yang meliputi : -
baku mutu air
-
baku mutu air limbah
-
baku mutu air laut
-
baku mutu udara ambien
-
baku mutu emisi
-
baku mutu gangguan
-
baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hubungannya dengan pencemaran perairan pesisir, baku mutu air laut menurut UU No. 32/2009 merupakan ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Dan dalam hubungannya dengan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir, terdapat adanya kriteria baku mutu air bagi kegiatan I peruntukkan antara lain : -
kawasan pariwisata dan rekreasi untuk mandi dan renang
-
kawasan pariwsata dan rekreasi untuk umum dan estetika
-
kawasan budidaya biota laut
-
kawasan taman laut dan konservasi
-
kawasan untuk bahan baku dan proses kegiatan pertambangan dan industri
-
kawasan sumber air pendingin untuk kegiatan pertambangan dan industri.
(SK Meneg LH Nomor : KEP-02/MENKLHII/1988)
28
Dab III. Gambaran Umum Wilayah Pesisir Kota Cilegon
111.1. Gambaran Umum Kota Cilegon
Kota Cilegon berada di bagian ujung sebelah Barat dari pulau Jawa dan termasuk dalam wilayah Provinsi Hanten. Berdasarkan letak geografis, Kota Cilegon terletak pada posisi :
-
5° 52' 24"- 6° 04' 07" Lintang Selatan (LS) dan
-
105° 54' 05"- 106° 05' 11" Bujur Timur (BT)
Kota Cilegon mempunyai batas-batas yaitu : -
utara
: Kecamatan Puloampel (Kabupaten Serang)
-
timur : Kecamatan Bojonegara dan Kramatwatu (Kabupaten Serang)
-
selatan : Kecamatan Mancak dan Anyer (Kabupaten Serang)
-
barat
: Selat Sunda
Kota Cilegon dibentuk berdasarkan UU No. 15/1999. Sebelumnya Kota Cilegon merupakan bagian dari Kabupaten Serang dengan status sebagai
Kota
Administratif. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Cilegon No. 15/2002 dan No. 12/2003, Kota Cilegon terbagi atas 8 Kecamatan (Ciwandan, Citangkil, Cilegon, Cibeber, Jombang, Purwakarta, Grogol, Pulomerak) dan 43 Kelurahan.
111.2. Delineasi Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Adapun wilayah dalam studi/penelitian didasarkan pada wilayah menurut MREP atau Marine Resource Evaluation and Planning (Dahuri dkk., 2001) mencakup batas administrasi seluruh desa pantai. Sedangkan batas ke arah laut sesuai dengan batas kewenangan Pemerintah Kota Cilegon yaitu 4 millaut.
29
.
. . K oa t Cilego n T a b e I III 1. Dermeas1. Wilaya b P eSISir Wilayab Pesisir Kota Cilegon Luas (Ha) Kecamatan Keluraban Ciwandan Gunungsugih 1.712 Kepuh 1.878 Randakari 461 Tegalratu 507 Kubangsari 396 Citangkil Wamasari 551 Samangraya 417 Grogol Rawaarum 419 Gerem 1203 Pulomerak Mekarsari 538 Tamansari 336 Lebakgede 537 Suralaya 575 Sumber: Bappeda Kota Cilegon, 2007
111.3. Karakteristik Fisik Wilayab Pesisir Kota Cilegon 111.3.1. Geomorfologi Wilayah daratan pada wilayah pesisir Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0- 553 meter di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan karakteristik morfologi daratan dan kerniringan lahan, secara garis besar karakteristik fisik wilayah pesisir Kota Cilegon dapat dibedakan ke dalam tiga bagian, yaitu : - Bentuk dataran (kemiringan lahan 0-2% hingga 2-7 %) tersebar di sepanjang pesisir pantai barat dan wilayah tengah. - Bentuk perbukitan-sedang (kerniringan lahan 7-15 %) terdapat di sebagian wilayah tengah dan selatan. - Bentuk perbukitan-terjal (kerniringan lahan 15-40 % hingga > 40 %) tersebar di bagian utara kota (Kecamatan Pulomerak) dan sebagian kecil wilayah barat Kecamatan Ciwandan (RTRW Kota Cilegon, 2006).
30
Sumber : Hasil Pengumpulan Data, 2009
Gambar m.t.
Contoh Karakteristik Morfologi Perbukitan Terjal di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Berdasarkan karakteristik geologi, jenis batuan di wilayah pesisir Kota Cilegon dikelompokkan menjadi 3 satuan batuan, yaitu : - Batuan Volkanik Kuarter Tua Satuan batuan ini terdapat di daerah utara (G. Gede), terdiri atas lahar, lava dan breksi termampatkan, berkomposisi andesit sampai basal dan berumur Plistosen Bawah; - Tufa Banten Satuan batuan ini terdapat sebagian besar di wilayah selatan, meliputi morfologi dataran dan perbukitan, di bagian bawah terdiri atas tufa breksi, aglomerat, tufa batu apung dan tufa lapili, sedangkan di bagian atas tersusun atas tufa pasiran. Satuan ini berumur Plistosen Tengah; - Endapan Aluvium Pantai Satuan ini sebagian besar terdapat di daerah pantai yang tersusun oleh perselingan antar lempung dan pasir, bersifat lepas, dan berumur Holosen {RTRW Kota Cilegon, 2006).
31
Peta Karakteristik Geomorfologi Wilayab Pesisir Kota Cilegon KETERANGAN Batas Pantai Batas Kota I Kabupaten Batas Kccamatan Batas Kelurahan Batas Wilayah Studi TOPOGRAFI c=:::::J TopogJllfi 0- 25%
c=:::::J
TopogJllfi 25 - 40 %
-
TopogJllfi > 40 %
JENISTANAH
[ _::J Lempung
c:::::::J
Lempung Berpasir
C-:::J Lempung Liat Berdebu
L __l
Liat Berpasir BATIMETRI c=:J Kedalaman 0 - 10m Kedalaman J0-20m ~ Kedalaman 20 - 30m Kedalaman 30 - 40 m Kedalaman 40- 50 m Kedalaman 50 - 60 m Kedalaman > 60 m
PROORAM STUDI IMOlS11!1l PI!RilNCANMN WILAYAH D AN KOTA
• [ __WILAy AHPE-~ISIR _K_ OTAC_!LEG -~~---=J~~=lNSTITIJT==TEKNOWOI="'-='" =BANOONO== - ~
Gambar ID.2. Karakteristik Geomorfologi Wilayah Pesisir Kota Cilegon Tekstur tanah di wilayah pesisir Kota Cilegon diklasifikasikan dalam 3 kelas, yaitu : Textur halus (liat), tersebar dari barat, timur dan sebagian di selatan. Textur sedang (lempung), tersebar di bagian utara Tekstur tanah kasar (pasir), tersebar di bagian barat daya (Sumber: RTRW Kota Cilegon, 2006).
Untuk keadaan bathimetri, wilayah perairan pesisir Kota Cilegon dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pantai dengan kedalaman rata-rata 20 meter dengan kemiringan dasar rata-rata 10%; dan bagian tengah dengan kedalaman rata-rata 30 meter selebar 4 kilometer. Dari data sounding, diketahui sampai kurang lebih
32
jarak I kilometer dari garis pantai, kedalaman laut rata-rata sekitar I 0 meter dengan kemiringan dasar laut slope rata-rata I 0% (RTRW Kota Cilegon, 2006). 111.3.2. Hidrologi I Hidrogeologi
Keadaan hidrogeologi di wilayah pesisir Kota Cilegon memperlihatkan ciri-ciri yaitu terdapatnya daerah aliran langka, potensi mata air langka dengan daerah penyebaran di wilayah utara dan tengah (DLHPE Kota Cilegon, 2003). Secara umum potensi air tanah pada wilayah pesisir Kota Cilegon terbagi pada 3 (tiga) zona potensi air tanah, yaitu : - Zona potensi tinggi dengan produktivitas sumur > 5 liter/detik - Zona potensi sedang dengan produktivitas sumur 2- 5 liter/detik - Zona potensi rendah dengan produktivitas sumur <2 liter/detik Debit mata air umumnya 1 (satu) liter/detik dengan cadangan air tanah sebesar 75.816.000 m 3/tahun (DLHPE Kota Cilegon, 2003). Di wilayah pesisir Kota Cilegon, terdapat 2 (dua) bagian sistem akuifer yaitu : - Sistem akuifer bebas semi tertekan kedalaman < 50 m Kondisi muka air tanah umumnya berada pada 1 - 8 m di atas permukaan laut - Sistem akuifer tertekan kedalaman > 50 m Kondisi muka air tanah umumnya berada pada I - l 0 m di atas permukaan laut, namun di beberapa lokasi, kondisi muka air tanah berada pada -5 m di bawah permukaan laut (DLHPE Kota Cilegon, 2003 ).
Secara umum, kualitas air tanah di wilayah pesisir Kota Cilegon memenuhi standar kualitas air minum. Namun di beberapa lokasi dekat pantai menunjukkan kualitas yang tidak memenuhi standar kesehatan seperti rasa air payau dan rasa asin. (DLHPE Kota Cilegon, 2003 ).
33
Peta Suogal - Suogal dl Wllayab Pesislr Kota Cllegoa KEfERANOAN
-
Batas Pantai Batas KOla I Kabupaten Batas Kecamatan Batas Kelurahan Batas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi
-.._
Sunpi
NamaSunpi
0
S..pi Citobal
(!) Kaii K~
G) Suopi Cioolllt
0
0
Suopi Cipola
@ Suapi Cibualu
0
Kali " -
0
Kali Cirop
Suapi Cilait
@ Kali M-a 0 s..p caa- @ Kali Sabak G) Kali GeRm @ Kali Ma1q @ Kali ~Jib
-
WILA YAH PESISIR KOTA CILEGON
Gam bar ill.3. Sungai - Sungai di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Sumber daya air pada wilayah pesisir Kota Cilegon pada umumnya merupakan sungai kecil (kali). Sungai kecil (kali) yang melintasi wilayah selatan (Kecamatan Ciwandan) bersumber dari luar Kota Cilegon. Hanya sungai kecil (kali) yang melintasi wilayah utara (Kecamatan Pulomerak) yang bersumber langsung dari dalam Kota Cilegon yaitu bersumber pada puncak Gunung Gede. Umumnya kali yang terdapat di wilayah pesisir hanya berfungsi sebagai saluran pembuangan air (drainase kota) yang bersifat alami dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan lain (DLHPE Kota Cilegon, 2003).
34
..
T a beI III 2 S um b er A'1r 8 ers1'h d'I W'l . . K oa t C'l 1 aya h P eSISir 1 ego n Wila vah Pesisir Somber Kategori Kecamatan Kelurahan Air Ciwandan Gunungsugih AirTanah Kritis Air Kepuh AirTanah Kritis Air Randakari AirTanah Kritis Air Tegalratu AirTanah Kubangsari AirTanah Citangkil Wamasari AirTanah Samangraya AirTanah Grogol Rawaarum AirTanah Gerem AirTanah Kritis Air Pulomerak Mekarsari Perpipaan Kritis Air Tamansari Perpipaan Kritis Air Lebakgede AirTanah Suralaya AirTanah Kritis Air Sumber: DPU Kota Cilegon, 2005 dalam Bappeda Kota Cilegon, 2007
111.3.3. Oseanologi dan Klimatologi Berdasarkan data pasang surut pada lokasi Pelabuhan Merak dan Ciwandan, tipe pasang surut di wilayah pesisir Kota Cilegon adalah 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam 24 jam, sedangkan tenggang pasang surut yang tertinggi adalah 1,2 meter. Arus perairan seperti Selat Sunda dapat dipengaruhi pasang surut. Kecepatan arus pada saat pasang kurang lebih 0,6 knot dengan arah timur laut, sedangkan pada saat surut 0, 7 knot dengan arah barat daya. Arah arus laut di perairan pesisir Kota Cilegon pada musim timur, lebih banyak mengarah ke timur atau timur laut sedangkan pada musim barat mengarah ke barat atau barat daya. Kecepatan arus berkisar antara 1,5-2,2 knot (RTRW Kota Cilegon, 2006).
Untuk keadaan klimatologi di wilayah pesisir Kota Cilegon secara umum adalah sebagai berikut : Pada musim penghujan curah hujan berkisar antara l 00--400 mm. Sedangkan pada musim kemarau curah hujan berkisar antara 50--150 mm. Kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Juni berkisar 3,7 m/det dan tertinggi pada bulan Desember berkisar 4,8 m/det.
35
Gaabar Peta Kllmatologi daa Oseaaografl Wllayab Paislr Kota aJegoe KETERANGAN Batas Pan1ai Batas Kota I Kabupaten
Batas Kccamatan
-
Batas Kelurahan Batas Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi
KONDISI ARUS LA'UT Arus Laut peda Bulan April - Seplember Arus Laut peda Bulan Olctober - Maret CURAHHUJAN Rata-rata Curah Hujan 1SOO - 2000 mmltahun Rata-rata Curah Hujan 2000 - 2500 mm/tahun TINGGI GELOMBANG -0,5-1,25 m (Desember-Maret) • 0,2-1,2 m (Juni-September) - Tenang (musim peralihan) -
: ·-z...IConiiH.... (DI'l.H Kalil~ 1003) · -IC.oodioiAJ.La~ 1003 Bopodol ....... ~ 11l04) ·Doll Tloal ae--.~.a ~ 2002- Bopodol ....... ~ 11l04)
1,5
1
3.0
4,5km
r===;..,
Gambar Ill.4. Karakteristik Klimatologi dan Oseanografi Wilayah Pesisir Kota Cilegon Suhu terendah 26,2° C yang terjadi pada Januari dan suhu tertinggi terjadi pada November yaitu 27,26° C. Keadaan tekanan udara terendah pada bulan Mei berkisar 1010,9 milibar (mb)
dan tertinggi pada bulan September berkisar 1012,3 mb. Penyinaran matahari rata-rata bulanan terendah terjadi pada Juli 8,0 % dan tertinggi pada Februari 40,6 %. Kelembaban nisbi rata-rata bulanan terendah terjadi pada Oktober berkisar 77,4% dan tertinggi terjadi pada Februari berkisar 84,2% (Bapeda Kota Cilegon, 2007).
36
111.3.4. Tipologi Pantai dan Ekosistem di Wilayah Pesisir Pada wilayah pesisir Kota Cilegon, tipologi pantai umumnya merupakan pantai berbatu (Rocky Beach), kecuali dibeberapa kawasan seperti sekitar pelabuhan Merak maupun kawasan wisata Pulorida yang bertipe pantai pasir (Sandy Beach). Pada wilayah pantai dijumpai adanya ekosistem pantai berupa formasi Baringtonia (rerumputan) dengan jenis spesies Casuarina equistifol, dan spesies
Callophyllum innopphyllum (Bapedal Provinsi Banten, 2004 ).
..
. o·10t a L aut d.I w·11 aya h P eSISir .. K oa t c·tegon Tabellll 3 J ems-Jems I Jenis Biota Spesies Marga lkan
Molusca
Terumbu Karang
Rumput Laut
Pomacentridae Serranidae Scaridae Gobiidae Siganidae Haemulidae Cerithidae Archidae Mytylidae Cypreaeidae Terebridae Acropora Goniopora Alcyonari Mantipora Pocillopora Glacillaria Ulva Caulerpa Sargassum
Abudefdufsexfasciatus Ephinepelus spp Chlorurus spp Scarus spp Amblygobitus spp Siganus spp Plectorinchus spp Cerithium spp Anadaraspp Mytilus spp Cypreaespp Terebraspp Acropora spp Ctenella spp Heliop_()ra spp Tubipora spp Mantipora spp Pocillopora spp Glacillaria spp Ulvaspp Caulerpa spp Sar~assum spp
Sumber: BLPL-STP Serang, 2000 dalam Bapedal Prov. Banten, 2004 Untuk tipologi ekosistem wilayah pesisir di Kota Cilegon didapati keberadaan hutan mangrove terkonsentrasi pada kawasan sekitar PL TU Krakatau Daya Listrik (KDL), pulau Merak Besar dan pulau Merak Kecil. Hutan mangrove umumnya merupakan spesies Rhizophora spp. Ekosistem lain berupa terumbu karang umumnya berada di perairan Selat Sunda. Terumbu karang di pulau Merak Besar' dan pulau Merak Kecil merupakan terumbu karang pantai (Fringing Reef) (Bapedal Provinsi Banten, 2004).
37
Sumber : Hasil Pengumpulan Data, 2009 Gambar m.S. Hutan Mangrove pada kawasan PLTU Krakatau Steel Ill.4. Karakteristik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Kota Cilegon yang memiliki garis pantai sepanjang 25 km memiliki potensi terutama dalam jasa-jasa lingkungan. Selain itu, adanya kewenangan di wilayah perairan
laut,
menjadikan
Kota Cilegon
memiliki
kewenangan
seperti
pemanfaatan maupun pengaturan wilayah pesisir yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan Kota Cilegon yang sangat potensial disamping sumber daya alam darat. Sumber daya wilayah pesisir diprediksi akan semakin meningkat peranannya dimasa-masa mendatang dalam mendukung pembangunan ekonomi baik nasional maupun regional.
Pemanfaatan ruang pada wilayah studi dapat dikelompokkan pada penggunaan permukiman termasuk kegiatan perdagangan dan jasa, industri termasuk kegiatan kepelabuhanan, kebun, rumput - tanah kosong tegalan - ladang, sawah irigasi dan
tadah hujan, serta adanya hutan lindung. Pada wilayah perairan, berdasarkan sumber dari PT. Pelindo IT (2007), terdapat pengelompokan kawasan perairan bagi kepentingan pelayaran yaitu DLKP (Daerah Lingkungan Kepentingan
38
P eta Tlpologi Ekoslstem Peslsir dl Kota CUegoa KETERANGAN
c=:J -
-
Ekosistern Mangrove Ekosistern Pantai Tebing Karang Terumbu Karang
-
Perikanan Padang Lamun
c:::J
L
Batas Pantai Batas Kota I Kabupaten Batas Kecamatan Batas Kelurahan Batas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi
WILAyAH PESISIR KOTA CILEGON Gam.bar ID.6. Tipologi Ekosistem Pesisir di Kota Cilegon
Pelabuhan), DLKR (Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan) dan eli luar DLKPDLKR. Berdasarkan basil pengamatan, pada wilayah stueli terdapat pula keberadaan hutan mangrove, rawa (situ Rawaarum), kegiatan pariwisata serta kegiatan nelayan (TPI dan permukiman nelayan).
Ill.4.1. Penggunaan Laban di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Penggunaan laban7 eli wilayah pesisir Kota Cilegon s/d tahun 2006 adalah sebagai berikut :
7
Jenis penggunaan laban dalam penelitian mengacu padajenis penggunaan lahan menurut RTRW Kota Cilegon 2006 - 2025
39
..
. . K 0 ta Cilegon Tabelffi4 P eneunaan L a h an d.1 WilalYlah P esuuPenggunaan Laban Ha % Pemukiman 550,21 9,29 Industri 976,84 16,50 Rutan Lindung 531,01 8,97 Kebun Kosong 1.055,53 17,83 Sawah Irigasi 653,51 11,04 Sawah Tadah Hujan . 528,38 8,92 Rumput - Tanah Kosong 727,92 12,30 Tegalan - Ladang 897,02 15,15 Sumber : RTRW Kota Cilego~ 2006 Pada wilayah pesisir Kota Cilegon, penggunaan lahan bagi kegiatan nelayan yaitu 3,29 ha, rawa/situ 8,13 ha dan hutan mangrove sebesar 11,51 ha. Penggunaan laban yang didominasi oleh laban terbangun, tidak terlepas dari keberadaan industri-industri besar berskala intemasional di Kota Cilegon. Kawasan pertanian yang sebagian besar merupakan sawah cukup potensial tersebar di wilayah selatan sekitar jalan regional Cilegon-Anyer dan di wilayah utara sekitar jalan regional Cilegon-Merak. Pola sebaran pennukiman dan perumahan penduduk di Kota Cilegon umumnya cenderung berkembang secara linier mengikuti pola jaringan jalan. Penggunaan lahannya cenderung bercampur dengan kegiatan lain seperti perdagangan dan perkantoran.
Sumber : Hasil Pengumpulan Data, 2009 Gam bar m.7. Salah Satu Penggunaan Laban di Wilayab Pesisir Kota Cilegon
40
Peta Pemaafutaa Raaaa dl WHayall Peslalr Kota Clqoa KETERANGAN
Balas Kota I Kabupaten Balas Kecamatan - - Balas Kelwaban
Batas Wilayah Studi POLAPE~AATANRUANG
DARATAN
-
Kawasan Pennukimln Kawasan Industri Kawasan Hutan Lindung Kebun Sawah lrigasi c:::::J Sawall Tadah Hujan -
c::J
Rumput- Tanah Kosong
Tcglllan - Ladang
POLAP~AATANRUANG
PERAlRAN c:::::J Wilayah DLKR [ I Wilayah DLKP c:.:=:J Wilayah di luar DLKR I
DLKP
SUaobor : • P«a RTRW Kola Cikp (Dl6) - P«a LiqlalpK
• HooiJ " - " " " 0... (l009)
Gambar Ill.8. Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Penggunaan laban untuk industri antara lain untuk kelompok industri baja yang sebagian besar berlokasi terpusat di sekitar kawasan industri terpadu PT. Krakatau Steel (KIEC). Kelompok industri non baja sebagian besar berkembang di sepanjang pantai Selat Sunda dengan memanfaatkan jasa angkutan laut untuk mendistribusikan dan memasarkan produknya.
ID.4.2. Jasa Lingkungan Perairan Jasa-jasa lingkungan perairan pada wilayah pesisir Kota Cilegon antara lain pariwisata (wisata Pantai), kegiatan kepelabuhanan serta perikanan.
41
Kondisi geografis pesisir Kota Cilegon yang berhadapan dengan Selat Sunda merupakan potensi wisata yang potensial untuk dikembangkan sebagai upaya dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Kegiatan pariwisata di Kota Cilegon umumnya didominasi oleh kegiatan wisata bahari yang banyak tersebar di sepanjang pesisir pantai. Obyek - obyek wisata bahari terdapat di Kecamatan Pulomerak, yaitu kawasan Pantai Pulorida dan Pantai Kelapa Tujuh.
Kegiatan jasa pelabuhan yang paling mencolok adalah kegiatan pada Pelabuhan Penyeberangan Merak, yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Bahkan Pelabuhan Penyeberangan Merak dapat disebut sebagai "jembatan laut" antara kedua pulau besar di Indonesia ini.
'
'
),
Sumber : Hasil Pengumpulan Data (2009)
Gambar 111.9. Salah Satu Kegiatan Jasa Lingkungan di Wilayab Pesisir Kota Cilegon III.4.3. Kondisi Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon Penggunaan laban pada kegiatan industri yang berbentuk kluster industri berada di Kecamatan Citangkil dan Ciwandan yang termasuk dalam Kawasan Krakatau
Industri Estate Cilegon (KIEC) dan Kawasan Pancapuri-Chandra Asri. Selain kluster industri, penggunaan laban pada kegiatan industri juga terdapat di Kecamatan Grogol dan Pulomerak. Penggunaan laban pada kegiatan industri berupa PLTU berada di Kawasan KIEC yaitu PT. Krakatau Daya Listrik (KDL)
42
dan di Keluraban Suralaya - Pulomerak yaitu PT. Indonesia Power (PLTU Suralaya). Klasifikasi industri yang ada merupakan industri besar dengan luasan pemanfaatan ruang yang cukup luas. Penggunaan lahan pada kegiatan industri pada wilayah pantai telah mengakibatkan tertutupnya akses masuk ke pantai (eksklusivisme kawasan industri). Umumnya keberadaan kawan industri di wilayah pantai juga dilengkapi dengan keberadaan pelabuhan-pelabuhan khusus (Dermaga untuk Kepentingan Sendiri I DUKS).
Kondisi geografis pesisir Kota Cilegon yang berhadapan dengan Selat Sunda merupakan potensi wisata yang potensial untuk dikembangkan sebagai upaya dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Pada wilayah pesisir Kota Cilegon, beberapa obyek wisata bahari terdapat di Kecamatan Pulomerak, yaitu kawasan Pantai Pulorida dan Pantai Kelapa Tujuh. Pada kawasan Pantai Pulorida, telah terdapat fasilitas berupa hotel berbintang. Kedua obyek wisata tersebut merupakan wisata yang memanfaatkan pemandangan alam laut.
Sumber : Hasil Pengumpulan Data, 2009 Gambar ID.lO. Objek Wisata Bahari Pulorida
Kegiatan Nelayan di Kota Cilegon berada di wilayah Pantai Mabak Kecamatan Pulomerak. Berdasarkan hasil pengamatan, pada wilayah tersebut, terdapat aktivitas nelayan berupa tempat pendaratan perahu, kegiatan pelelangan ikan serta
43
terdapat pennukiman nelayan. Menurut Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon, umumnya nelayan di Kota Cilegon menangkap ikan tidak di wilayah perairan Kota Cilegon. Umumnya mereka menangkap ikan di wilayah sekitar Pulau Sangiang (Kabupaten Serang), maupun memasuki wilayah Laut Jawa. Hal ini dapat disebabkan bahwa kawasan perairan Kota Cilegon merupakan kawasan
jalur pelayaran yang sangat sibuk, baik pelayaran lokal, regional maupun internasional. Walau demikian, terdapat pula aktivitas kecil nelayan yaitu mengail ikan pada sisi-sisi pantai.
Dengan makin sernpitnya lahan yang dirnanfaatkan serta dengan kondisi geornorfologi yang ada telah rnengakibatkan adanya "upaya" atau altematif lain dalarn hal penyediaan lahan berupa kegiatan reklamasi pantai ke arah laut dan kegiatan meratakan (cut and fill) perbukitan di darat. Pada wilayah perairan, kondisi ini akan berdampak pada perubahan ekosistern di wilayah pesisir serta dapat berdampak pada aktivitas nelayan yang secara perlahan akan kehilangan wilayah tangkapan ikan, terutama aktivitas mengail ikan di sisi pantai, sedangkan pada wilayah darat, kegiatan perataan perbukitan dikhawatirkan terjadinya erosi, tanah longsor serta run-off aliran air permukaan secara langsung yang dapat mengakibatkan banjir dan terbawanya sedimen hasil erosi tanah.
Surnber : Hasil Pengumpulan Data, 2009
Gambar Ill.ll. Cut and Fill di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
44
111.5.
Delineasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Menurut RTRW Kota Cilegon di Wilayah Pesisir
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon tahun 20062025, pola pemanfaatan ruang 8 di Kota Cilegon terdiri dari kawasan budidaya dan kawasan lindung. Adapun rencana pemanfaatan ruang yang termasuk pada kawasan budidaya dalam RTRW Kota Cilegon tahun 2006- 2025 yang ada di wilayah pesisir adalah : a. Perumahan!Permukiman Perkotaan b. Perdagangan dan jasa c. Pemerintahan dan bangunan umum d. Perindustrian (kawasan industri, zona industri, peruntukan industri) e. Pelabuhan dan pergudangan f.
Pariwisata
Berdasarkan RTRW Kota Cilegon tahun 2006-2025, rencana pemanfaatan ruang yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu kawasan lindung serta kawasan yang merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Rencana pemanfaatan ruang yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung pada wilayah pesisir adalah :
Tabel 111.5. Delineasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kota Cilegon di Wilayah Pesisir Pemanfaatan Ruang Perkotaan I Perumahan Perindustrian Perdagangan I Jasa Pelabuhan dan Pergudangan Kawasan Pariwisata Kawasan Terminal Terpadu Merak Hutan Lindung Sekitar Waduk RTH Sumber: RTRW Kota Cilegon, 2006
Ha 819,03 2.265,80 97,81 453,47 43,04 22,36 1.677,12 8,77 505,55
o/o 13,90 38,45 1,66 7,70 0,73 0,38 28,46 0,15 8,58
Pola pemanfaatan ruang dalam penelitian mengacu pada pola pemanfaatan ruang menurut RTRW Kota Cilegon 2006 - 2025
8
45
.-------------------------------------------------------------. Peta DeH•easi Reacaaa Pola Pema•faataa R•a•g Kota aJego• di WUayalt Pesisir KETERANGAN -
Batas Administtasi Batas Wilayah Studi --- Jalan - - RelKA Perairan Wilayah Studi KAWASANBUDIDAYA PERKOTAAN
Kawasan Perumahan r-1 Kawasan Perinduslrian -
Kawasan Perdagangan dan
Jasa
Kawasan Pelabuhan dan Pergudangan
Kawasan Pariwisata c..:.J Kawasan Terminal Terpadu Kawasan Perlambangan dan GalianC KAWASAN LINDUNG DAN RUANO TERBUKA HUAU -
Kawasan Hutan Lindung ~ Sekitar Waduk / ~wasan I Ruang Terbuka Hi ~au
-
Jalur Hijau lndustri Benteng AJam
WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON --------------
Gambar 111.12. Delineasi Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kota Cilegon di Wilayah Pesisir a. Kawasan Lindung, terdiri dari : kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya (hutan lindung) kawasan perlindungan setempat (kawasan sekitar waduk/danau/situ, sempadan kawasan lindung lainnya (kawasan rawan bencana) b. Ruang Terbuka Hijau (RTH), terdiri dari : RTH Kota, mencakup hutan kota, taman kota, jalur hijau (green belt kawasan industri,jalur hijau SUTET danjalan Kereta Api) RTH kawasan pertanian
46
- RTH Tempat Pemakaman Umum serta - lokasi mitigasi bencana.
Dalam RTRW Kota Cilegon tahun 2006 - 2025, pengembangan kawasan budidaya di Kota Cilegon diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan yang berdasarkan kesesuaian lahannya potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan (permukiman, industri dan kawasan fungsional lainnya). Pengelolaan kawasan budidaya perkotaan ini dilakukan dengan prinsip: membatasi perkembangan kawasan perkotaan untuk tidak meluas secara ekspansif dan secara tidak beraturan mengintegrasikan fungsi pengembangan dari kawasan-kawasan yang selama ini telah berkembang; dan mengantisipasi perkembangan kegiatan di masa mendatang yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstemal, termasuk wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Serang.
Secara umum, di dalam RTRW Kota Cilegon tahun 2006 - 2025, pengelolaan kawasan lindung di wilayah Kota Cilegon diarahkan untuk : mempertahankan/memantapkan fungsi lindung dari kawasan hutan lindung mempertahankan fungsi kawasan resapan air memberikan perlindungan terhadap sempadan sungai; dan memberikan perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk.
47
Bab IV. Kajian Tingkat Pencemaran Perairan Pesisir Kota Cilegon
Kota Cilegon merupakan salah satu kota industri di Indonesia, tercatat beberapa industri berskala besar seperti Krakatau Steel, Chandra Asri dan lain-lain. Selain sebagai kota industri, di Kota Cilegon terdapat pula kegiatan pemanfaatan ruang yang lain seperti adanya pemukiman, perkotaan, pertanian dan sebagainya. Kegiatan permukiman terutama permukiman perkotaan erat kaitannya dengan keberadaan kawasan industri, sehingga lokasi permukiman perkotaan umumnya dekat dengan kawasan industri. Selain berhubungan dengan kawasan industri, keberadaan kawasan permukiman perkotaan berhubungan juga dengan kedudukan Kota Cilegon sebagai pusat kegiatan jasa. Kegiatan jasa yang ada di Kota Cilegon meliputi kegiatan yang berhubungan dengan kepelabuhanan yang merupakan salah satu kegiatan penting di samping industri, jasa pendukung sektor industri seperti perbankan, perkantoran dan sebagainya, maupun sektor jasa yang melayani kegiatan perkotaan itu sendiri.
Di sampmg adanya pemanfaatan ruang seperti industri, kepelabuhanan, perdagangan dan jasa serta aktivitas perkotaan lainnya, di Kota Cilegon masih dijumpai adanya aktivitas seperti kegiatan pertanian, baik pertanian tadah hujan maupun pertanian yang memanfaatkan irigasi. Selain pertanian, pemanfaatan ruang di Kota Cilegon berupa pengolahan lahan terbuka seperti kebun ladang dan keberadaan hutan lindung.
Salah satu permasalahan umum yang terjadi pada kegiatan pemanfaatan ruang pada kota pesisir adalah pencemaran perairan. Pencemaran tersebut berupa limbah industri terutama limbah cair, limbah permukiman dan perkotaan, maupun limbah pertanian dan lahan terbuka lainnya berupa hasil erosi. Limbah tersebut masuk ke dalam aliran sungai atau saluran yang pada akhimya bermuara di laut. Adanya anggapan bahwa laut merupakan wilayah tempat pembuangan limbah yang mudah dan murah. Anggapan ini muncul karena laut merupakan perairan terbuka dan mempunyai hubungan yang luas dengan laut di seluruh dunia, sehingga adanya
48
pembuangan limbah tidak mempengaruhi permran laut dalam arti laut secara keseluruhan, karena sifat aliran air laut yang dinamis. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa walaupun laut bersifat terbuka, namun masukan limbah yang berasal dari kegiatan daratan (upland) tidak semuanya terbawa oleh arus ke laut lepas. Beberapa materi limbah mengendap di dasar laut dekat dengan lokasi pembuangan akhir (antara lain muara sungai), sehingga dapat mempengaruhi keberadaan ekosistem di bawahnya seperti ekosistem terumbu karang, padang lamun, maupun hutan mangrove pada garis pantai. Walaupun terdapat limbah yang tidak secara langsung mengendap di dekat lokasi pembuangannya, adanya arus litoral (arus yang menyusuri pantai) akan membawa limbah tersebut ke wilayah pesisir lainnya bahkan sangat jauh dari lokasi pembuangan terakhirnya.
Pada beberapa pesisir di Indonesia, diindikasikan terjadi adanya pencemaran pada perairan pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon. Hal ini penting mengingat Kota Cilegon merupakan salah satu kota pesisir di Indonesia yang memiliki garis pantai.
IV.l. Identifikasi lndikator Pencemaran Perairan Pesisir Kota Cilegon Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon berdasarkan lokasi pengukuran pencemaran air laut, dengan asumsi bahwa lokasi pengukuran merupakan muara sungai yang membawa limbah yang berasal dari pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Adapun parameter pencemaran yang digunakan sebagai indikator, didasarkan pada hasil pengukuran pencemaran air laut yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon9 terhadap lokasi-lokasi yang merupakan muara sungai di wilayah pesisir Kota Cilegon sebagaimana tersaji pada Gambar IV.l. Sedangkan parameter hasil pengukuran pencemaran air laut tersaji pada Lampiran A.
9
Sebelumnya bemama Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi (DLHPE) Kota Cilegon
49
Peta Lokui Peogukurao Materi Peneemarao Perairan Pesisir Kota Cilegon KETERANGAN Batas Pantai Batas Kota I Kabupaten Batas Kecamatan Batas Kelurahan Batas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi -.....J Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) I Wilayah Tangkapan Air Hujan Arab Aliran Air Hujan Lokasi Pengukuran
Q) Muara S. Cilcobot (6! Muara S. Cisalak I S. Cipala Q)Muara K. Langon
@ Muara S. Cilcuasa (1:) Muara K. Grogol @ Muara K. Kebonsari I S. Ciluit (j) Muara S. Cibuntu I K. Mancalc @ Muara K. Sakaak @ Muara K. Malang
® Muara K. Gunungsugih
---------
-·-·-------·-·----·----------------------] [____ ~~Y~~~~SIR ~Q!~-~!f:--~29J'i.._____
Gambar IV.l. Peta Lokasi Pengukuran Berdasarkan parameter pencemaran air laut yang diukur, maka dalam penelitian ini beberapa parameter pencemaran tersebut dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar yang berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang atau dengan kata lain merupakan indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang. Beberapa materi pencemaran air laut pada penelitian ini tidak digunakan sebagai indikator pencemaran perairan pesisir. Hal ini disebabkan antara lain bahwa terdapat parameter pencemaran air laut yang penguk.urannya didasarkan atas pengamatan secara visual. Di samping itu terdapat beberapa parameter pencemaran air laut yang merupakan indikator umum, di mana semua kegiatan pemanfaatan ruang merupakan sumber pencemar. Hal lainnya adalah terdapat
50
beberapa parameter pencemaran air laut yang berdasarkan hasil pengukuran temyata memiliki nilai (besaran) yang sama di semua lokasi pengukuran, sehingga menyulitkan dalam analisis (nilai sangat kecil). Landasan dalam pengelompokan parameter pencemaran air laut sebagai indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang adalah bahwa menurut Rais (2004 ), ketika sungai mengalir melalui lahan pertanian, sungai akan menampung limpahan air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan mengalir ke sungai yang membawa residu dari pupuk, pestisida serta senyawa kotoran temak. Demikian
halnya
apabila
sungat
mengalir
melalui
lahan
terbuka,
ladang/perkebunan dan penggunaan lahan yang tidak lestari atau penggundulan hutan, maka air sungai menerima masukan bahan-bahan kikisan hara dan tanah berupa lumpur serta mengalir dan mengendapkannya di suatu titik dalam perjalanannnya sebagai bahan sedimentasi. Dan ketika sungai mengalir melalui lahan perumahan, perkotaan dan industri, air sungai menerima limbah yang kadang
toksik
(beracun)
melalui
drainase
perkotaan,
perumahan
dan
perindustrian, yang umumnya disebut limbah domestik. Menurut KP3K-DKP (2009), pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Pengembangan kota dan industri merupakan sumber bahan sedimen dan pencemaran perairan pesisir. Pesatnya perkembangan pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah limbah baik padat maupun cair yang merupakan sumber pencemaran pesisir maupun laut yang sulit dikontrol. Berdasarkan pemanfaatan ruang di Kota Cilegon serta berdasarkan penelaahan pustaka yang dilakukan, maka identifikasi pencemaran perairan pesisir adalah identifikasi berdasarkan pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir Kota Cilegon yaitu pemanfaatan ruang pada kegiatan pemukiman, industri serta pertanian dan lahan terbuka lainnya.
51
Tabel IV.l.
Pengelompokkan Pemanfaatan Ruang Menurut Indikator Pencemaran pada Perairan Pesisir di Kota Cilegon
Pemanfaatan Ruang pada Wilayah Pesisir Kota Cilegon Pemukiman Kebun Kosong Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Rumput- Tanah Kosong Tegalan - Ladang Hutan Lindung Industri Sumber: RTRW Kota Cilegon,2006 IV.l.l.
Pengelompokkan Pemanfaatan Ruang Menurut lndikator Pencemaran Pemukiman
Pertanian dan Lahan Terbuka Lainnya
Industri
Indikator Pencemaran Perairan yang Berasal dari Pemukiman
Kegiatan permukiman terutama permukiman perkotaan, erat kaitannya dengan keberadaan kawasan industri, sehingga lokasi permukiman perkotaan umumnya dekat dengan kawasan industri. Selain berhubungan dengan kawasan industri, keberadaan kawasan permukiman perkotaan berhubungan pula dengan kedudukan Kota Cilegon sebagai pusat kegiatan jasa. Kegiatan jasa yang ada di Kota Cilegon meliputi kegiatan yang berhubungan dengan kepelabuhanan yang merupakan salah satu kegiatan penting di samping industri, jasa pendukung sektor industri seperti perbankan, perkantoran dan sebagainya, serta sektor jasa yang melayani kegiatan perkotaan Cilegon sendiri.
Berdasarkan hasil delineasi pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon, pemanfaatan ruang permukiman di Kota Cilegon adalah 550,21 ha atau 9,26 % dari jumlah keseluruhan (RTRW Kota Cilegon, 2006). Sebagian perrnukiman merupakan kegiatan permukiman perkotaan. Hal tersebut diamati berdasarkan lokasi permukiman, di mana sebagian besar permukiman perkotaan berdekatan dengan kegiatan seperti kawasan industri dan pelabuhan. Selain itu lokasi perrnukiman berada pada ruang jalan protokol seperti Jalan Raya Merak, Jalan Raya Serang dan Jalan Raya Anyer. Lokasi permukiman perkotaan umumnya berada pada dataran rendah (0 - 25%). Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan
52
permukiman perkotaan terdiri dari kegiatan jasa perdagangan, perumahan serta sarana sosial dan umum.
Selain permukiman perkotaan, terdapat pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman pedesaan, di mana permukiman pedesaan berada di sekitar pemanfaatan ruang seperti kegiatan pertanian maupun penggunaan lahan terbuka lainnya.
Berbeda dengan
permukiman perkotaan,
permukiman
pedesaan
umumnya terletak pada jalan kolektor maupun jalan desa I jalan lingkungan dan umumnya berada pada dataran dengan tingkat kemiringan 25 - 40%.
Dari parameter pencemaran air laut yang diukur, maka parameter pencemaran air laut yang digunakan sebagai indikator pencemaran pesisir yang berasal atau bersumber dari pemukiman adalah materi pencemar MBAS atau methylene blue active substances. MBAS merupakan materi pencemar yang lebih dikenal sebagai
deterjen.
Menurut Edukasinet (2009), deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat ini hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat sukar diuraikan oleh bakteri, sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama. Penggunaan deterjen secara besarbesaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air yang merangsang pertumbuhan
ganggang.
Pertumbuhan
ganggang
yang
tidak
terkendali
menyebabkan permukaan air tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan. Menurut AMPL (2008), deterjen dalam limbah pemukiman menurunkan kualitas air. Senyawa aktif pada deterjen tidak mudah didegradasikan oleh bakteri yang terdapat pada saluran air buangan.
Deterjen
merupakan campuran seJems senyawa bahan pembersih yang
berkandungan utama zat surfaktan (surfactant atau surface active agents) yang
53
senyawa kimia yang mudah larut dalam cairan yang memungkinkannya terserap pada zat lain sehingga zat tersebut menjadi mudah larut atau memiliki sifat kimia fisika tertentu dalam suatu cairan. Molekul surfaktan setidaknya berkandungan satu gugus yang memiliki afinitas pada permukaan cairan polar, yang umumnya dipaharni sebagai tingkat kelarutan dalam air, dan satu gugus lain yang tidak mudah berafinitas dengan air (AMPL, 2008).
Hasil identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang pemukiman tersaji pada Gambar IV.2. (data basil pengukuran terlampir pada Lampiran B).
Hasil identifikasi merupakan rata-rata dari data pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002 - 2006. Adapun basil identifikasi menunjukkan bahwa nilai pencemar berupa deterjen (MBAS) tertinggi yaitu pada lokasi pengukuran 2 yaitu pada Muara Sungai Cisalak I Sungai Cipala yaitu sebesar 0,433 ± 0,019 mg/l.
Hasil delineasi terbadap pemanfaatan ruang pemukiman terbadap daerah tangkapan air bujan menunjukkan babwa keberadaan pemukiman yang berdekatan dengan pantai berdampak terhadap masuknya limbah pemukiman, dalam hal ini limbah deterjen ke laut. Hal ini terindikasi pada tingginya nilai pencemar deterjen yaitu pada lokasi pengukuran 2 dan 3 (Muara Kali Langon). Pada kedua lokasi tersebut, pemukiman yang termasuk dalam daerah tangkapan air 2 dan 3 berada pada topografi dataran rendah (0 - 25%) yang berdekatan dengan pantai, sehingga limbah pemukiman (limbah deterjen) yang masuk ke dalam sungai langsung dialirkan menuju laut.
Indikasi lainnya adalah pada nilai pencemar deterjen yang lebih rendah pada lokasi pengukuran lainnya, di mana berdasarkan delineasi pemukiman terbadap daerah tangkapan air hujan umumnya terletak lebih jauh dari pantai, sehingga ada kemungkinan bahwa limbah deterjen yang masuk ke sungai telah mengendap terlebih dahulu. Menurut RTR W Kota Cilegon (2006), umumnya pembuangan
54
Peta Hasil Peogukuran Materi Surfac:tan Anion (MBAS) di Perairan Pesisir Kota Cilegon KE'IERANGAN
Batas Pantai Batas Kota I Kabupeten Batas Kecamatan Batas Kelurahan Balas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) I Wilayah Tang)capan Air Hujan Arah Ali ran Air Hujan
--..__j
CD
Saml>et :
Lokasi PcoguJruran
-ut
M o
~ 6
KocaCilep (2009)
1.5
3,0
4.5 1an
ian - - - - - -- - j
2
PIUXJRAM SlUDI MN:llSTI'l< PERENCANAAN WlLA YAH DAN KOTA
WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON
INSTT1UT Tf!ICNOLOGl BANOUNG •
2010
Gambar IV.2. Hasil Pengukuran Pencemar Surfactan Anion (MBAS) di Wilayah Pesisir Kota Cilegon limbah pada permukiman antara lain masuk ke dalam saluran-saluran air kecil yang kemudian masuk ke dalam sungai-sungai yang ada, yang pada akhimya akan bermuara di laut dan saluran pembuangan limbah dari pemukiman pada umumnya merupakan saluran terbuka
Pada penelitian juga diidentifikasikan perubahan nilai rata-rata dari pencemar deterjen antara tahun 2002 - 2006 (data hasil pengukuran terlampir pada
Lampiran B). Penelitian ini juga mengidentifikasikan perubahan luasan pemukiman pada periode tahun yang sama. Hasil identifikasi ini tersaji pada
Gambar IV.3.
55
.--------------------------------
;---::: .
~--------------~---------------
.
•
--·------'---·- -------------------
+ Materi Pencemar
I
- -------1------------------"l---:.-:::-~!---
Deterjen •
Luas Pemukiman
f-----' ------·-·------------·--·-·----·-···----··-·---------
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Gambar IV.3. Gambaran Tingkat Pencemaran Deterjen dan Luas Pemanfaatan Ruang Pemukiman Antara Tahun 2002 sampai 2006 Hasil identifikasi menunjukkan adanya kesamaan pola grafik yang menunjukkan bahwa perubahan luasan pemukiman diikuti oleh adanya perubahan nilai rata-rata dari pencemar deterjen. Adanya kegiatan pemukiman di wilayah pesisir Kota
Cilegon memberi dampak terhadap adanya pencemaran deterjen pada perairan pesisir. Menurut Dahuri dkk. (200 1), pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang berkembang secara intensif terutama pada kawasan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya mengakibatkan terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan wilayah pesisir yang mengakibatkan adanya dampak seperti pencemaran pada perairan pesisir.
IV.l.2.
lndikator Pencemaran Perairan yang Berasal dari Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya
W alaupun Kota Cilegon merupakan kota industri, namun pada wilayah pesisir masih dijumpai adanya kegiatan pertanian, di mana pada kegiatan pertanian (penggunaan laban sawah), terdapat 2 tipe persawahan, yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Luas sawah irigasi adalah 653,51 ha (11% dari wilayah studi) sedangkan luas sawah tadah hujan adalah 528,38 ha (8,89 % dari wilayah studi). Kegiatan pertanian berupa sawah irigasi berkonsentasi di wilayah utara, tengah dan selatan wilayah pesisir Kota Cilegon. Sedangkan sawah tadah hujan lebih
56
berkonsentrasi pada selatan wilayah pesisir Kota Cilegon yaitu di Kecamatan Ciwandan. Menurut Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cilegon, umumnya masa tanam hingga panen pada pertanian sawah irigasi adalah 2 kali dalam 1 tahun, sedangkan pada pertanian sawah tadah hujan adalah 1 kali dalam setahun mengikuti musim penghujan. Berdasarkan hasil pengamatan, didapati bahwa saluran irigasi yang mengaliri air pada sawah irigasi, telah bercampur dengan saluran pembuangan I drainase alami. Hal ini merupakan sebuah konsekuensi dari adanya perluasan permukiman, di mana permukiman tersebut memanfaatkan saluran tersebut bagi pembuangan limbah permukiman.
Selain kegiatan pertanian, di wilayah pesisir Kota Cilegon terdapat pemanfaatan ruang berupa lahan terbuka lainnya yang terdiri dari tanah kosong, tegalan ladang serta hutan lindung. Rumput tanah kosong mempunyai luas 727,92 ha (12,25% dari wilayah studi) merupakan lahan terbuka dan tersebar pada wilayah pesisir. Demikian pula halnya dengan lahan terbuka lainnya yaitu kebun dengan luas 1055,53 ha (17,76 % dari wilayah studi) serta tegalan ladang yang mempunyai luas 897,02 ha (15,09% dari wilayah studi). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa penggunaan lahan terbuka ini dijumpai pada lahan dekat permukiman dan lahan industri. Umumnya merupakan lahan yang belum termanfaatkan oleh pemiliknya (merupakan lahan tidur) serta kegiatan pemanfaatan ruang pada lahan terbuka ini hanya memanfatkan lahan sebagai kebun dan ladang saja.
Pemanfaatan ruang berupa lahan terbuka lainnya adalah hutan lindung. Kawasan hutan berada pada daratan dengan topografi di atas 40% dan terdapat pada sisi atas dari Gunung Gede di Kecamatan Pulomerak dan Grogol serta perbukitan di Kecamatan Ciwandan. Kawasan hutan di Gunung Gede merupakan kawasan hutan lindung, namun saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Adanya permukiman pedesaan maupun kegiatan pertambangan berupa galian C, menjadikan kawasan hutan menjadi kawasan yang kritis yaitu kawasan dengan tingkat penutupan vegetasinya yang rendah, sehingga kawasan tersebut merupakan kawasan yang rawan bencana seperti longsor.
57
Dari parameter pencemar air laut yang diukur, malca parameter pencemar air laut yang digunakan sebagai indikator pencemaran pesisir yang bersumber dari pertanian dan lahan terbuka lainnya adalah materi padat tersuspensi. Pendekatan indikator berupa materi padat tersuspensi yaitu menurut Clark ( 1996), padatan tersuspensi merupakan bagian dari lapisan tanah I sedimen berukuran halus (silt dan organic) sehingga mudah terbawa air air karena adanya turbulensi. Padatan
tersuspensi antara lain berasal dari adanya nm-off dari lahan pertanian, khususnya ketika lahan tersebut teraliri oleh air sehingga terjadi erosi tanah. Sedangkan menurut WSEC (2009), secara umum padatan tersuspensi sulit terlihat jelas. Aktivitas manusia seperti pengolahan lahan mengakibatkan adanya sedimentasi yang masuk ke badan air ketika terjadi adanya aliran air seperti hujan. Hasil identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang pertanian dan lahan terbuka lainnya tersaji pada Gambar IV.4. (data hasil pengukuran terlampir pada Lampiran C). Hasil identifikasi merupakan rata-rata dari data pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002 - 2006. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa nilai pencemar berupa materi padat tersuspensi tertinggi yaitu pada lokasi pengukuran 5 yaitu Muara Kali Grogol yaitu sebesar 9.9 ± 1.2 mgll. Hasil delineasi pada pemanfaatan ruang pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya terhadap daerah tangkapan air hujan menunjukkan bahwa luasan lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya berpengaruh terhadap tingginya materi pencemar zat padat tersuspensi, meskipun tingginya materi pencemar zat padat tersuspensi tidak dapat diasumsikan dengan luasan lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya, mengingat adanya tingkat intensitas kegiatan pertanian maupun pengolahan lahan terbuka yang berbeda-beda pada tiap-tiap daerah tangkapan air. Menurut RTRW Kota Cilegon (2006), limpasan air hujan yang mengalir pada lahan pertanian dan lahan terbuka umumnya terserap oleh tanah. Namun dengan meningkatnya kegiatan pada lahan pertanian dan lahan terbuka ini tidak menutup kemungkinan dapat membawa dampak berupa adanya pengikisan tanah, baik oleh adanya pengolahan tanah sehingga tanah I sedimen terbawa oleh aliran air, baik
58
Peta Basil Pengukunn Materl Padat Tersuspensi di Penlran Peslsir Kota Cllegon
KETERANGAN
-._ J
(l)
Balas Pantai Balas Kota I Kabupaten Balas Kecamatan Balas Kelurahan Balas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) I Wilayah Tangkapan Air Hujan Arab Aliran Air Hujan Lol
-= XE-
UJ KooaCil
~
-
If
1.5
-
3,0
4,5 lan
- J 2 lcm ------
WILA YAH PESISIR KOTA CILEGON ~--------------------------------------------------------
Gambar IV.4. Basil Pengukuran Pencemar Materi Padat Tersuspensi di Wilayah Pesisir Kota Cilegon air hujan maupun adanya masukan air tawar, mengingat pada lahan pertanian dan lahan terbuka ini potensi menjadi lahan kritis yang cukup besar. Adanya kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya di wilayah pesisir Kota Cilegon turut memberi dampak pada pencemaran berupa materi padat tersuspensi.
Selain itu, terdapat adanya fak:tor-faktor lain yang mengakibatkan tingkat pencemar materi padat tersuspensi tidak dapat diasumsikan dengan luasan lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya Faktor seperti adanya masukan materi padat tersuspensi yang berasal dari kegiatan lainnya (pemukiman, industri dan sebagainya) maupun karena adanya proses- proses yang berasal dari dinamika pantai itu sendiri mempengaruhi tingginya materi pencemar berupa zat padat
59
tersuspensi. Adanya proses dinamika pantai serta adanya perubahan garis pantai dapat mempengaruhi proses dinamika pantai. Perubahan garis pantai pada perairan dangkal menyebabkan adanya perubahan arus laut yang membawa sedimen, termasuk materi zat padat tersuspensi, ke tempat lainnya. Menurut WWNFF (2009), kegiatan pembangunan pelabuhan menyebabkan perubahan pola arus alamiah. Pada pembangunan dermaga dan jetty yang tegak lurus pantai, posisi tersebut mengakibatkan terperangkapnya sedimen yang bergerak mengikuti arus yang menyusuri pantai. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada pantai tertentu yang membutuhkan perpindahan sedimen, termasuk materi padat tersuspensi.
Pada penelitian juga diidentifikasikan perubahan nilai rata-rata dari pencemar materi padat tersuspensi antara tahun 2002 - 2006 (data basil pengukuran terlampir pada Lampiran C). Penelitian ini juga mengidentifikasikan perubahan luasan pemanfaatan ruang pertanian dan laban terbuka lainnya pada periode tahun yang sama. Hasil identifikasi ini tersaji pada Gambar IV.S.
.
•
•
+----~
~
"
+- -
•
.
r-------------~------ --- - - - - - -
"• ------------------------------~-
-- ----'·- - - - --- - --- --------
+ Materi Pencemar Padat Tersuspensi
-+-
Luas Pertanian dan Laban
Terbuka Lainnya
-----------------------2002
2003
2004
2005
, -2006---,
Sumber : Hasil Analisis, 2009 Gambar IV.S. Gambaran Tingkat Pencemaran Materi Padat
Tersuspensi dan Luas Pemanfaatan Ruang Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya Antara Tahun 2002 sampai 2006
60
Hasil identifikasi menunjukkan adanya kesamaan pola grafik yang menunjukkan bahwa perubahan luasan pertanian dan lahan terbuka lainnya diikuti oleh adanya perubahan nilai rata-rata dari pencemar materi padat tersuspensi. Adanya kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya di wilayah pesisir Kota Cilegon memberi dampak
terhadap
adanya
pencemaran
berupa pencemaran materi
padat
tersuspensi.
IV.l.3.
lndikator Pencemaran Perairan yang Berasal dari Industri
Berdasarkan hasil delineasi, pemanfaatan ruang bagi kegiatan industri di pesisir Kota Cilegon adalah 976,84 ha (16,44 % dari wilayah studi). Dari hasil analisis, didapati berbagai jenis atau klasifikasi industri yang ada, yaitu industri logam, industri kimia, maupun industri lainnya.
..
t c·1 . . K oa T a b eI IV 2 Kl as1.fik 1 aya h P es1s1r 1 egon 1 as1. I n d us t r1. d.I W"l Jenis lndustri Lokasi Lainnya Kimia Logam 20 2 4 Kawasan KIEC 15 Kel. Gunungsugih "'.) 2 2 Kel. Kepuh 2 Kel. Randakari 5 Kel. Wamasari 1 1 Kel. Kebonsari 3 Non KIEC 4 2 Kel. Rawaarum 2 17 Kel. Gerem 2 2 5 Kel. Lebakgede 3 1 Kel. Suralaya Sumber : Bapeda Kota Cilegon, 2007 Dari Tabel IV.2., industri logam sebagian besar berada di kawasan KIEC
(Krakatau lndustri Estate Cilegon). Sebagaimana diketahui bahwa kawaan KIEC merupakan kawasan industri dimana didalarnnya terdapat PT. Krakatau Steel dan anak perusahaannya, termasuk pula industri lainnya yang sejenis. Sedangkan industri kimia sebagian besar berada di Kelurahan Gunungsugih (Kec. Ciwandan) dan Kelurahan Gerem (Kec. Grogol). Industri-industri di Kelurahan Gunungsugih berada pada kawasan industri Pancapuri- Chandra Asri.
61
Umumnya keberadaan industri terletak pada kawasan pantai Kota Cilegon. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi, baik distribusi bahan baku maupun distribusi basil produksi. Pada kawasan pantai di mana terdapat pemanfaatan ruang bagi kegiatan industry, terdapat sarana transportasi laut berupa keberadaan pelabuhan, dermaga maupun jetty.
Identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari industri merupakan identifikasi terbadap basil pengukuran materi pencemar air laut yang terdapat pada pembuangan akhir. Hal ini didasarkan bahwa umumnya industri di wilayab pesisir Kota Cilegon tidak mengalirkan limbab melalui sungai, melainkan langsung menuju laut I perairan pesisir, sehingga pengukuran materi pencemar air laut berdekatan dengan outlet dari saluran pembuangan limbah industri, maka basil pengukuran tersebut digunakan sebagai indikator pencemar perairan pesisir yang berasal dari kegiatan industri di wilayah pesisir Kota Cilegon.
Dari parameter materi pencemar air laut yang diukur, terdapat 2 kelompok basil pengukuran. Kelompok pertama yang dimaksud adalah bahwa terdapat basil pengukuran materi pencemar air laut yang tidak dapat digunakan di dalam penelitian ini. Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu babwa pada beberapa parameter materi pencemar air laut yang berasal dari kegiatan industri ternyata memiliki nilai (besaran) yang sama di semua lokasi pengukuran, sebingga menyulitkan dalam analisis (nilai sangat kecil). Sedang pada kelompok kedua, terdapat beberapa materi pencemar yang diukur menunjukkan nilai yang berbeda antar lokasi pengukuran, yaitu amoniak bebas (NH3-N), nitrit (N02-N) dan seng (Zn), sehingga ketiga materi pencemar air laut tersebut digunakan sebagai indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang industri.
62
Tabel. IV.3.
No
Hasil Identifikasi Parameter Pencemar Air Laut yang Bersumber dari Kegiatan Industri yang mempunyai Nilai yang Sama pada Semua Lokasi Pengukuran
Paramater Pencemar Air Laut
Satuan
Keterangan
mg/1 Semua Nilai < 0,005 Sianida (CN) mg/1 Semua Nilai < 0,002 Sulfida (H2S) mg/1 Semua Nilai < 0,002 Fenol mg/l Semua Nilai < 0,001 Raksa(Hg) mg/l +) 6 (Cr VI Khromium Semua Nilai < 0,005 mg/l Semua Nilai < 0,002 Arsen (As) mg/1 Semua Nilai < 0,002 Selenium (Se) Semua Nilai < 0,0005 mg/1 Kadmium(Cd) mg/l Semua Nilai < 0,0005 Tembaga (Cu) mg/1 Semua Nilai < 0,005 Timbal (Pb} mg/l Semua Nilai < 0,002 11 Nikel (Ni) mg/1 (Ag) Perak Semua Nilai < 0,002 12 Sumber : Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon, 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Adapun hasil identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang industri tersaji pada Gambar IV.6. (data hasil pengukuran terlampir pada Lampiran D). Hasil identifikasi merupakan rata-rata dari data pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002 - 2006. Adapun hasil identifikasi menunjukkan bahwa nilai pencemar berupa amoniak bebas (NH3-N) tertinggi yaitu pada lokasi pengukuran 10 yaitu Muara Kali Gunungsugih yaitu sebesar 0,3143 ± 0,0611 mg/1. Sedangkan nilai pencemar berupa nitrit (N02-N) tertinggi yaitu pada lokasi pengukuran 8 yaitu Muara Kali Saksak yaitu sebesar 0,0862 ± 0,0239 mg/1. Demikian pula halnya dengan nilai pencemar berupa seng (Zn)
tertinggi
yaitu
pada
lokasi
pengukuran
8
yaitu
sebesar
0,03729 ± 0,00097 mg/l. Dari hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa secara umum pada 4 lokasi pengukuran yaitu lokasi 7 (Muara Sungai Cibuntu/Kali Mancak), 8, 9 (Muara Kali Malang) dan 10, tingkat pencemaran berupa amoniak bebas, nitrit dan seng lebih tinggi hila dibandingkan dengan lokasi pengukuran lainnya. Berdasarkan hasil delineasi terhadap pemanfaatan ruang pada kegiatan industri terhadap daerah tangkapan air hujan menunjukkan bahwa lokasi 7, 8,9,
63
Peta Huil Peogukurao Materi Peo«mar Peraino dari Kegiatan lndustri di Perairan Pesisir Kota Cilegoo K.ETERANOAN
-._
Ql
-
:-
Balas Pantai Balas Kota I Kabupatcn Balas Kecamatan Balas Kelurahan Balas Wilayah Studi Daratan Wilayah Studi Perairan Wilayah Studi Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) I Wilayah Tangbpan Air Hujan Arab AI iran Air Hujan Lobsi Pcngulruran
Ul K<>OI Cilep (2009)
AJ; ·: v-
4,.Hm
1-
WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON
Gambar IV.6. Hasil Pengukuran Materi Pencemar Air Laut yang Bersumber dari Kegiatan lndustri di Wilayah Pesisir Kota Cilegon dan 10 berada pada lokasi di mana terdapat industri kimia yaitu berada pada
selatan wilayah studi yaitu Kelurahan Gunungsugih, Kepuh dan Randakari. Hal ini telah dijelaskan terdahulu bahwa pada ke-3 kelurahan tersebut terdapat industri-industri kimia (Tabel IV.2.). Meski demikian, berdasarkan hasil pengukuran didapat bahwa pada lokasi 3 (Muara Kali Langon) dan 4 (Muara Sungai Cikuasa) yang berada pada Kelurahan Rawaarum dan Gerem di mana terdapat keberadaan industri kimia (Tabel IV.2.), temyata tingkat pencemaran perairan pesisir
berupa amoniak bebas, nitrit dan seng lebih rendah hila
dibandingkan dengan lokasi 7, 8,9, dan 10.
64
Berdasarkan hasil pengamatan didapat bahwa industri yang berada di wilayah pesisir wnumnya tersebut membuang limbah langsung ke laut melalui pipa atau kanal-kanal yang dibuat. Menurut Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon, limbah-limbah industri tersebut dibuang ke laut setelah melalui proses pengolahan lim bah (IP AL ). Keberadaan IP AL erat kaitannya dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri untuk dapat menjalankan aktivitasnya. Pensyaratan-persyaratan
tersebut
seperti
penzman
AMDAL,
UKLIUPL,
RKLIRPL. Hasil analisis menunjukkan bahwa umumnya materi pencemaran perairan pesisir yang berswnber dari kegiatan industri di wilayah pesisir Kota Cilegon termasuk dalam klasifikasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3 (PP No. 1811999 ; Lutfi, 2009a ; Rahayu, 2009). Menurut Rahayu (2009) bahan pencemar keluar bersama bahan buangan melalui media udara, air dan bahan padatan. Bahan buangan yang keluar dari pabrik masuk dalam lingkungan dapat diidentifikasi sebagai swnber pencemar. Sebagai sumber pencemar perlu diketahui jenis bahan pencemar yang keluar, jwnlah dan jangkauannya. Antaia pabrik satu dengan yang lain berbeda jenis, dan jumlahnya tergantung pada penggunaan bahan baku, sistem proses, dan cara kerja karyawan dalam pabrik.
Pada penelitian juga diidentifikasikan perubahan nilai rata-rata dari indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan industri antara tahun 2002 - 2006 (data hasil pengukuran terlampir pada Lampiran D). Hasil identifikasi ini tersaji pada Gambar IV.7.
65
0.3..,..-- - - - --- -- - - - - - - · - - · 0.25
0.2 0.15
_____
I -·------·---------~
---- -~-------. --·--------
- --- - - - -
- --
+
____\_________ \
0.1
0.05
0
•
Arnoniak
--+-- Nitrit + Seng
\
\
I
\
-.-:-----------------~·----- ---
•
~·
-2 002--.,--· 2~)3
,--
• ---- *
2~ T~ 2& 5
I
2&6
,
Sumber: Hasil Analisis, 2009 Gambar IV.7. Gambaran Tingkat Pencemaran Amoniak, Nitrit dan Seng Antara Tahun 2002 sampai 2006
Hasil identifik.asi menunjukkan adanya kecenderungan penurunan tingkat pencemaran. Ada kemungkinan terjadinya kecenderungan penurunan tersebut adalah karena adanya upaya pengelolaan limbah yang lebih baik dari industri yang ada di Kota Cilegon. Namun ada dugaan pula bahwa terjadinya kecenderungan penurunan tersebut adalah karena adanya upaya menurunkan tingkat pencemar dengan cara pengenceran. Dugaan ini didasarkan pada pendapat Rahayu (2009), bahwa volume air limbah akan menentukan konsentrasi bahan pencemar. Bahan pencemar dari suatu industri tergantung kepada banyaknya bahan-bahan yang terbuang. Penambahan volume air hanya menyebabkan konsentrasi turun. Dengan perkataan lain bahwa akibat pengenceran otomatis menyebabkan konsentrasi turun.
IV.2. Identif"Jkasi Tingkat Pencemaran Perairan Pesisir Kota Cilegon
berdasarkan Kriteria Baku Mutu Lingkungan Berbeda dengan analisis identifikasi indikator pencemaran yang didasarkan pada . analisis secara kuantitatif, maka pada identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir didasarkan pada analisis secara kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon berdasarkan
66
kriteria baku mutu lingkungan yang merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran, dengan kata lain bahwa tingkat pencemaran perairan terkait dengan kapasitas asimilasi perairan. Menurut Dahuri dkk. (2001), laju pembuangan limbah ke perairan pesisir hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi wilayah. Hal ini merupakan salah satu persyaratan agar pembangunan di wilayah pesisir dapat berlangsung secara berkelanjutan. Agar kapasitas asimilasi tetap terjaga, maka perlu adanya upaya pengendalian terhadap pencemaran perairan pesisir, di mana salah satu instrument atau alat pengendalian pencemaran adalah baku mutu lingkungan. Menurut UU No. 32/2009, baku mutu lingkungan hidup merupakan batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pada penelitian ini, kriteria baku mutu yang digunakan adalah baku mutu air !aut menurut SK Meneg LH Nomor KEP-02/MENKLHII/1988. Sebagai informasi, bahwa kriteria baku mutu air laut di Kota Cilegon didasarkan pada SK Walikota Cilegon Nomor 6/ 2005.
Berdasarkan kriteria baku mutu air !aut yang ditetapkan, di mana pada kriteria tersebut terdapat pengelompokkan berdasarkan peruntukkan perairan maka identifikasi tingkat pencemaran disesuaikan dengan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon maupun tipologi ekosistem perairan yang ada di wilayah pesisir Kota Cilegon. Tabe11V.4.
Pengelompokkan Tingkat Pencemaran Perairan Pesisir di Kota Cilegon
Peruntukkan Perairan*) Peruntukkan Pariwisata dan rekreasi
Biota !aut
Kegiatan Mandi, renang dan selam Umum dan estetika Budidaya perikanan Taman laut konservasi Bahan baku dan proses
Pemanfaatan Ruang dan Tipologi Ekosistem Perairan di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Wisata bahari Ekosistem perairan
Pertambangan Industri, yaitu PL TU Pendingin dan industri Ket: *) berdasarkan SK Meneg LH Nomor: KEP-02/MENKLH/I/1988
67
IV.2.l.
Tingkat Pencemaran Perairan yang Berasal dari Pemukiman
Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir berupa materi pencemar MBAS (deterjen) yang merupakan indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pemukiman adalah berdasarkan data pengukuran yang dilakukan an tara tahun 2002 - 2006 yang tersaj i pada Lampiran B. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa nilai
indikator pencemar perairan pesisir berupa materi MBAS (deterjen) dengan nilai tertinggi sebesar 0,64 mg/1 dan terendah sebesar 0,12 mg/1. Adapun hasil identifikasi tingkat pencemaran pesisir berupa materi pencemar MBAS (deterjen) tersaji pada Tabel IV.S. Tabel IV.S. Baku Mutu Air Laut bagi Materi MBAS _(dalam mg/1) Peruntukkan
Baku Mutu Air Laut *) Diin2inkan Di]l_erboleh ka n
Keterangan
Pariwisata dan rekreasi -
Mandi, renang dan selam
Umum dan estetika Biota /aut Budidaya perikanan Taman laut konservasi Bahan baku dan proses Pertambangan dan industri Pending in Keterangan: *) berdasarkan
::;0,5
Nihil
Hasil pengukuran : Lokasi 2, 5, 6 dan 7 di atas BMAL Lokasi 1,3,4,8, 9, dan 10 memenuhi BMAL
-
-
Hasil pengukuran memenuhi BMAL
:S I ,0
Nihil
Hasil pengukuran memenuhi BMAL
:s
1,0
Nihil
Hasil pengukuran memenuhi BMAL
:S I ,5
Nihil
Hasil pengukuran memenuhi BMAL
-
-
Hasil pengukuran memenuhi BMAL Nihil :S I ,5 kriteria menurut SK Meneg LH Nomor: KEP-02/MENKLH/1/1988
Sumber : Hasil analisis, 2009 Secara umum materi pencemar perairan pesisir berupa MBAS masih memenuhi baku mutu air laut yang ditetapkan. Namun pada beberapa lokasi pengukuran, nilai materi MBAS di atas baku mutu lingkungan bagi kegiatan pariwisata dan· rekreasi (mandi, renang dan selam) yaitu pada titik pengambilan 2, 5, 6 dan 7. Berdasarkan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon di mana terdapat adanya kegiatan berupa wisata bahari dan temyata kegiatan wisata bahari tersebut
68
berdekatan dengan lokasi pengukuran 2 yaitu Muara Sungai Cisalak I Sungai Cipala, sehingga pencemaran perairan berupa deterjen dapat mengganggu keberlanjutan dari kegiatan wisata bahari tersebut.
IV.2.2.
Tingkat Pencemaran Perairan yang Berasal dari Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya
Hasil identifikasi tingkat pencemaran peratran peststr berupa materi padat tersuspensi yang merupakan indikator pencemaran perairan pestsu yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya adalah berdasarkan data pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002 2006 yang tersaji pada Lampiran C. Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa nilai indikator pencemar perairan pesisir berupa materi padat tersuspensi dengan nilai tertinggi sebesar 27 mg/1 dan terendah sebesar 1 mg/1. Adapun hasil identifikasi tingkat pencemaran pesisir berupa materi pencemar zat padat tersuspensi tersaji pada Tabel IV.6. Tabel IV.6.
Peruntukkan -
-
Pariwisata dan rekreasi Mandi, renang dan selam Umum dan estetika
Baku Mutu Air Laut Tersuspensi (dalam mg/1) Baku Mutu Air Laut *) Diinginkan Diperboleh ka n
:s 23
:s 20
:s 28
:s 25
:s 30
:S5
:s 30
:S5
:s 200
:s 25
bagi
Materi Padat
Keterangan Hasil pengukuran memenuhi BMAL Hasil pengukuran memenuhi BMAL
Biota /aut -
Budidaya perikanan
Taman taut konservasi Bahan baku dan proses Pertambangan dan industri
-
Hasil pengukuran di atas BMAL yang diinginkan Hasil pengukuran di atas BMAL yang diinginkan Hasil pengukuran memenuhi BMAL
Hasil pengukuran memenuhi BMAL Keterangan: *) berdasarkan kntena menurut SK Meneg LH Nomor: KEP-02/MENKLH/111988 -
Pending in
:s 2500
:s 1000
Sumber: Hasil Analisis, 2009 Secara umum materi pencemar perairan pesisir berupa materi padat tersuspensi masih memenuhi baku mutu air laut yang ditetapkan. Namun apabila didasarkan
69
pada baku mutu air laut yang diinginkan, maka pada semua lokasi pengukuran nilai materi pencemar berupa materi padat tersuspensi berada di atas baku mutu (pada pengukuran waktu tertentu), terutama baku mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan biota laut (>5 mg/1). Berdasarkan tipologi ekosistem perairan di wilayah pesisir Kota Cilegon, nilai materi pencemar berada di atas baku mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan biota laut dapat membawa konsekuensi terhadap keberlangsungan kehidupan ekosistem perairan pesisir. Selain itu, terganggunya kehidupan ekosistem perairan pesisir dapat mempengaruhi sektor perikanan di mana keberlangsungan hidup dari ikan tergantung dari ekosistem perairan. Padahal sektor perikanan yaitu perikanan tangkap merupakan mata pencaharian bagi nelayan yang ada di Kota Cilegon dan sekitarnya.
IV.2.3.
Tingkat Pencemaran Perairan yang Berasal dari Industri
Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir yang merupakan indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan industri adalah berdasarkan data pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002 - 2006 yang tersaji pada Lampiran D. Adapun hasil identifikasi tingkat pencemaran pesisir yang merupakan indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan industri
tersaji pada Tabel
IV.7. dan Tabel IV.8.
70
AirL
Tabel IV.7. Baku M
bas!i M
.A
Nitrit danS
Baku Mutu Air Laut (dalam m!!ll) *) Parameter Materi Pencemar Perairan Pesisir
Kegiatan Pariwisata dan Rekreasi Mandi, Renangdan Selam (a) (b)
Budidaya perikanan
Taman laut konservasi
Bahan baku dan proses
(b)
(a)
(b)
_(a)
(b)
(a)
(b)
(a)
(b)
-<
0,3
:s 1
:S0,3
:S0,3
:s 0,1
-
-
-
-
:S4
Nihil
:S I
Nitrit ( N02-N )
Nihil
Nihil
-
-
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
-
-
-
-
Seng ( Zn)
:s 15
0,002
-
-
:s 0,1
0,002
:s 0,1
0,002
:s 15
0,002
-
-
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Keterangan
I'
I
(a)
(a) adalah baku mutu air laut yang diperbolehkan (b) adalah baku mutu air laut yang diinginkan •) berdasarkan kriteria menurut SK Meneg LH Nomor: KEP-02/MENKLHIV1988
i
Pendingin
Amonia ( NH3-N )
Keterangan :
-....)
Umum dan Estetika
Pertambang an dan industri
Biota laut
Hasil pengukuran di atas BMAL bagi biota laut Hasil pengukuran di atas BMAL bagi biota laut Hasil pengukuran di atas BMAL bagi biota laut
I
I I
I
Industri L ·
Tabel IV.S. Baku Mutu Air Laut bal!i Materi P
Baku Mutu Air Laut (dalam mg/1) 2) Parameter Materi Pencemar Perairan Pesisir
I 2 3 4
5 6
7
HasH Pengukuran 1) (dalam mg/1)
Mandi, Renang dan Selam (b) (a)
< 0,005
~0,02
~0,05
Sultida (H2S)
< 0,002
-
-
Fenol
< 0,002
0,002
Nihil
Sianida (CN)
< 0,001
Raksa (Hg)
~
~0,005
< 0,005
~
0,01
0,00004
Arsen (As)
< 0,002
~0,05
0,0026
< 0,002
Selenium (Se)
~0,06
8
Kadmium(Cd)
< 0,0005
~0,01
9
Tembaga (Cu)
< 0,0005
~1
Timbal (Pb)
< 0,005
~0,05
10
11
Nikel (Ni)
12 Perak (Ag) Keterangan :
< 0,002 < 0,002
~0,1
-
-
-
0,0001
Khromium VI (Cr 6+)
0,00045 0,00002
3)
3) 3)
3)
0,007
0,0004 3 ) (a) adalah baku mutu air taut yang diperbolehkan (b) adalah baku mutu air taut yang diinginkan ~0,05
-
0,001 0,00002
Umum dan Estetika (b) (a)
-
-
-
-
Budidaya perikanan (a)
(b)
(a)
(b)
0,2
~0,5
0,2
~0,5
~
~0,03 ~
0,002
:5 0,003 ~
~
O,QI
3)
0,01
0,00004
~0,01
0,0026
~0,005
~
0,0001
0,00045
3)
~0,01
0,00002
3)
~0,06
0,001
~
0,00002
0,01
~ 0,002 ~0,05
3)
3)
0,006
~
0,01
3)
-....! N
Nihil 0,0001
3) 3)
0,00001
0,01
0,00002
3)
~0,06
0,001
~
-
-
0,075 0,1
~0,05
0,00002
~
0,01
~
0,065
~0,01
~I 3)
~0,05 ~
0,007 0,0003
~0,005
~0,05
0,0026 0,00045
0,005
~
~0,5
3)
3)
~
0,007 0,0003
3)
~0,05
~
0,2
~0,01
O,o3
~ 0,002
Nihil
Bahan baku dan proses (b) (a)
Taman laut konservasi
1) nilai sama di semua lokasi pengukuran 2) berdasarkan kriteria menurut SK Meneg LH Nomor : KEP-02/MENKLH!V 1988 3 ) hasil pengukuran sama atau di atas BMAL, baik BMAL yang diperbolehkan maupun BMAL yang diinginkan
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Pertambangan dan industri
Biota laut
Kegiatan Pariwisata dan Rekreasi
3)
0,1
~0,05
0,0001
Pendingin (a)
(b)
-
-
3)
0,00004 3)
-
0,0026 0,00045
3)
-
0,00002
3)
-
-
0,001 0,00002
3)
0,007 0,0004 3)
-
-
-
-
Umumnya materi pencemar yang berasal dari kegiatan industri masih berada di bawah baku mutu air !aut bagi kegiatan pariwisata dan rekreasi. Namun apabila didasarkan pada baku mutu air !aut bagi peruntukkan bagi kehidupan biota !aut, maka pada semua lokasi pengukuran nilai materi pencemar yang berasal dari kegiatan industri tersebut berada di atas baku mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan biota !aut. Sarna halnya dengan hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir berupa materi pencemar zat padat tersuspensi yang merupakan indikator pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya, nilai materi pencemar berada di atas baku mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan biota !aut dapat membawa konsekuensi terhadap keberlangsungan kehidupan ekosistem peratran pestsir maupun keberlangsungan dari sektor perikanan tangkap.
IV.3.
Masukan terhadap Pengendalian pencemaran Perairan Pesisir pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir ditinjau dari pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kota Cilegon sebagai masukan terhadap
RTRW Kota Cilegon khususnya dalam pengendalian
pencemaran perauan pesisir, dengan kata lain bahwa hasil identifikasi tingkat pencemaran peratran pesisir Kota Cilegon merupakan informasi atau landasan penelitian untuk dapat memberi masukan terhadap RTRW Kota Cilegon berupa masukan terhadap tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan Kota Cilegon dalam pengendalian pencemaran perairan pesisir. Masukan terhadap RTRW Kota Cilegon merupakan arahan atau upaya yang in gin dicapai untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara berkelanjutan.
Menurut
Hudaidah (2009), dalam tiga dimensi pembangunan berkelanjutan (ekonomi, ekologi dan sosial), suatu wilayah pesisir secara ekologi dianggap berkelanjutan apabila wilayah tersebut mampu menciptakan tata ruang pembangunan yang harmonis antara kepentingan pembangunan dan konservasi, dan kepentingan antar sektor; mampu memelihara basis (ketersediaan stok) sumberdaya alam terbarukan secara lestari; mampu memelihara kualitas ekosistem dari pencemaran; serta
73
dalam pemanfaatan sumberdaya tidak dapat diperbaharui mampu diiringi dengan upaya pengembangan bahan substitusinya secara memadai. IV.3.1.
Keterkaitan Tingkat Pencemaran terhadap Aspek Lingkungan I Tata Ruang di Pesisir Kota Cilegon
Adanya indikasi tingkat pencemaran perairan pesisir yang dapat mempengaruhi keberlangsungan ekosistem pesisir maupun keberlangsungan terhadap kegiatan pariwisata dan rekreasi (wisata bahari) berdasarkan kajian pada penelitian ini merupakan pennasalahan yang penting untuk ditangani mengingat wilayah pesisir Kota Cilegon merupakan wilayah yang mempunyai nilai ekonomis maupun mempunyai peran ekologis yang penting. Dengan demikian maka perlu adanya upaya pengendalian pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon. Nilai ekonomis yang dimaksud adalah dalam kaitannya terhadap kegiatan yang dipengaruhi oleh adanya materi pencemaran perairan berdasarkan pengelompokkan menurut Tabel IV.4, yaitu kegiatan pariwisata dan rekreasi atau wisata bahari. Sedangkan peran ekologis yang dimaksud adalah bahwa apabila pencemaran tidak dikendalikan maka akan berdampak pada lingkungan pesisir, di mana terdapat adanya ekosistem pesisir yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sektor lain seperti perikanan. Berdasarkan identifikasi terhadap status pencemaran perairan pesisir yang telah dikemukakan sebelumnya dan diindikasikan bahwa materi pencemar yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pertanian dan laban terbuka lainnya maupun pada kegiatan industri berada di atas baku mutu air laut bagi peruntukkan biota, yang pada penelitian ini diasumsikan sebagai ancaman terhadap keberlangsungan ekosistem pada perairan pesisir di Kota Cilegon. Menurut Rahayu (2009), pencemaran berakibat terhadap pertumbuhan biota yang berada dalam jangkauan pencemaran dan tanda-tanda pencemaran dapat terlihat pada jangka waktu tertentu yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Tandatanda pencemaran yang terjadi dalam waktu singkat dapat diatasi dengan melihat sumber pencemaran dan kemudian mengendalikannya. Namun tidak demikian halnya dengan pencemaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama, di mana bahan pencemar sedikit demi sedikit terakumulasi dan barn terlihat pada masa
74
yang akan datang dengan berbagai akibat yang ditimbulkan dan berpengaruh terhadap kehidupan habitat. Dengan kata lain bahwa bahan pencemar terutama yang terdapat dalam limbah industri, memberikan dampak serius dan mengancam satu atau lebih unsur lingkungan. Sedangkan menurut Nybakken (1992), walaupun keberadaan limbah, khususnya logam berat tersebut masih dalam batas baku mutu yang ditetapkan, namun keberadaannya di lingkungan perairan dapat mempengaruhi kehidupan biota dan manusia yang berinteraksi di wilayah tersebut. Logam berat merupakan salah satu bahan kimia beracun yang dapat memasuki ekosistem pesisir termasuk memasuki rantai makanan di laut dan berpengaruh pada biota. Keadaan tersebut menyebabkan sulit sekali untuk dapat memperkecil pengaruh limbah tersebut, terutama apabila pengaruhnya terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya. Beberapa biota laut tertentu juga dapat mempertinggi pengaruh toksik berbagai unsur kimia tersebut karena memiliki kemampuan untuk mangakumulasi zat tersebut di tubuhnya jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya. Faktor-faktor lainnya yang cenderung membantu meningkatkan pengaruh unsur kimia terhadap sistem kehidupan adalah magnifikasi biologis yaitu konsentrasi bahan kimia di tubuh jasad hidup meningkat dengan adanya perubahan tingkat rantai makanan. Dan akhimya ketika telah sampai pada rantai makanan tertinggi yang kemudian biota pada rantai makanan tertinggi tersebut dikonsumsi oleh manusta. lndikasi terhadap keberlangsungan ekosistem pesisir yang dipengaruhi oleh adanya pencemaran perairan telah nampak di wilayah pesisir Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Bapedal Provinsi Banten (2004), bahwa pada ekosistem terumbu karang yang dijumpai di Pulau Merak Besar dan Merak Kecil yang berada di perairan pesisir Kota Cilegon, prosentase penutupan karang di Merak Besar sebesar 23,57% x 56,63% dan Merak Kecil sebesar 6,48% x 59,20% dan termasuk kategori buruk. Tingginya penutupan karang mati disebabkan adanya aktivitas manusia yang mempengaruhi kerusakan karang seperti tumpahan minyak, buangan limbah industri dan kenaikan suhu.
75
Selain ekosistem terumbu karang, pencemaran pada wilayah pesisir membawa dampak pada ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove yang berada pada kawasan sekitar PT. KDL dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Kondisi ini disebabkan karena pada area hutan mangrove tersebut telah dipengaruhi oleh limbah yang mengendap (Bapedal Provinsi Banten, 2004). Selain itu, keberadaan hutan mangrove di wilayah pesisir Kota Cilegon mengalami perubahan luasan. Menurut Faikoh (2008), keberadaan hutan mangrove di Kota Cilegon pada tahun 1992 mengalami kenaikan sebesar 1,06% dibanding tahun 1983, namun kemudian keberadaannya terns menurun yaitu 0,64% pada tahun 2003 dan 0,63% pada tahun 2006. Menurut Berwick ( 1993) dalam Dahuri dkk.(200 1), beberapa dampak pencemaran terhadap ekosistem di wilayah pesisir antara lain kerusakan ekosistem pesisir yang disebabkan antara lain dari pembuangan limbah permukiman (sewage) maupun pencemaran yang berasal dari limbah industri terutama logam berat dalam bentuk senyawa-senyawa organometalic dan senyawa-senyawa organochlorid. Dalam kaitannya dengan kegiatan pariwisata dan rekreasi atau wisata bahari di Kota Cilegon, berdasarkan identifikasi terhadap status pencemaran perairan pesisir yang telah dikemukakan sebelumnya dan diindikasikan bahwa materi pencemar yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan pemukiman berada di atas baku mutu air laut bagi kegiatan pariwisata/rekreasi. Di wilayah pesisir Kota Cilegon terdapat adanya kawasan pariwisata.
Pada bagian gambaran
wilayah studi
(wilayah peststr
Kota
Cilegon),
dideskripsikan kondisi geografis pesisir Kota Cilegon yang berhadapan dengan Selat Sunda merupakan potensi wisata yang potensial untuk dikembangkan sebagai upaya dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah. Kegiatan pariwisata di Kota Cilegon umumnya didorninasi oleh kegiatan wisata bahari yang banyak tersebar di sepanjang pesisir pantai. Obyek - obyek wisata bahari terdapat di Kecamatan Pulomerak, yaitu kawasan Pantai Pulorida dan Pantai Kelapa Tujuh. Dan berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pada dua kawasan wisata tersebut, justru diindikasikan materi pencemar pada perairannya berada di
76
atas baku mutu air laut. Hal ini dapat mengancam bagi keberlangsungan kegiatan wisata bahari di wilayah Kota Cilegon.
Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon telah dialokasikan rencana pola pemanfaatan ruang bagi kegiatan pariwisata seluas 43,04 ha (0, 73% dari wilayah studi) dan kedua kawasan wisata bahari yaitu kawasan Pantai Pulorida dan Pantai Kelapa Tujuh termasuk di dalamnya. Apabila penanganan terhadap pencemaran perairan tidak ditanggulangi, maka kawasan pariwisata baik yang telah ada maupun yan akan direncanaan akan kehilangan daya tariknya (estetika). Menurut Ross (1998), kawasan pariwisata adalah kawasan yang mempunyai fungsi kegiatan utama pariwisata sehubungan dengan adanya objek yang menarik di kawasan tersebut. Objek wisata ini dapat berupa antara lain objek alam dan kriteria kawasan wisata meliputi antara lain adanya objek wisata yang menarik.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir yaitu bagi kegiatan pariwisata dan rekreasi, salah satu yang harus diperhatikan adalah pengendalian pencemaran, di mana dalam rancangan kawasan seperti wisata bahari harus juga meliputi fasilitas untuk penanganan yang baik terhadap sampah, kotoran dan limbah (Dahuri dkk, 2001 ).
IV.3.2.
Pengendalian
pencemaran
Perairan
Pesisir
pada
Tahapan
Pelaksanaan dan lndikasi Program Pembangunan dalam RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Permukiman Selain adanya indikasi tingkat pencemaran perairan pestsrr yang dapat mempengaruhi keberlangsungan ekosistem pesisir maupun keberlangsungan terhadap kegiatan pariwisata dan rekreasi (wisata bahari) yang penting untuk ditangani, ada indikasi lain yang terkait dengan adanya pemanfaatan ruang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon, di mana terdapat adanya perbedaan dalam luasan lahan antara pemanfaatan ruang terakhir yang pada penelitian ini adalah pemanfaatan ruang sampai tahun 2006, dengan pemanfaatan ruang menurut RTRW Kota Cilegon tahun 2006 sampai dengan 2025. Walaupun memerlukan kajian lebih lanjut, namun apabila melihat Gambar
77
IV.3. maupun Gambar IV.5. dimana adanya kesamaan pola graftk yang menunjukkan bahwa perubahan luasan pemanfaatan ruang diikuti oleh adanya perubahan nilai dari materi pencemaran perairan pesisir, maka adanya perubahan luasan lahan dapat menjadi pertimbangan dalam upaya penanganan tingkat pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon. Tabel IV.9.
Perbandingan Antara Luas Laban pada Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir menurut RTRW dan Kondisi Terakhir (2006)
Kegiatan Pemanfaatan Ruang Permukiman I Perkotaan
Luas Laban (Ha) Terakbir Rencana I RTRW (Tabun 2006) (Tabun 2025) 550,21 Ha 916,84
Perbandingan Luas Laban
(%) 166,63
- Perkotaan I Perumahan - Perdagangan I Jasa Perindustrian
2265,8 Ha
976,84 Ha
231,95
Kawasan Lindung
2191.44 Ha
531,01 Ha
412,69
- Hutan Lindung - Sekitar Waduk - RTH Sumber: RTRW Kota Cilegon, 2006 Dengan
semakin
meluasnya
kawasan
pemukiman
penduduk,
semakin
meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya kawasan industri di kota besar, akan memicu terjadinya peningkatan pencemaran pada perairan pantai dan laut. Hal ini disebabkan karena semua lirnbah dari daratan, baik yang berasal dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, yang pada akhimya bermuara ke pantai (Simajuntak, 2005). Contoh kasus pencemaran perairan pesisir terjadi di Kota Makassar. Menurut Harian Fajar (2007), kasus pencemaran yang terjadi di perairan pesisir Kota Makassar disebabkan oleh adanya limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit dan industri rumah tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan terbuang ke saluran drainase dan masuk ke kanal dan selanjutnya terbawa ke pantai. Limbah yang dibuang pada tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan terbawa masuk ke kanal atau sungai dan selanjutnya juga bermuara ke pantai. Limbah yang berasal dari kawasan industri
78
baik yang sudah diolah maupun yang belum, juga pada akhimya akan terbuang ke perairan pantai.
Perluasan lahan pemukiman (Tabel IV.9.) membawa konsekuensi terhadap kegiatan pemanfaatan ruang, termasuk pengaruh atau dampak pada pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon. Adanya kesamaan pola grafik yang menunjukkan bahwa perubahan luasan pemanfaatan ruang pemukiman yang diikuti oleh adanya perubahan nilai dari materi pencemaran perairan pesisir yaitu deterjen (MBAS) sebagaimana menurut Gambar IV.3, maka perlu adanya kebijakan atau rencana tindak pada rencana pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW, khususnya kebijakan prasarana air limbah. Pada RTRW Kota Cilegon, kebijakan prasarana limbah lebih difokuskan pada kebijakan prasarana air limbah yang berasal dari kegiatan industri, meliputi upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan prasarana air limbah dan meningkatkan kualitas pengelolaan air limbah berbahaya, serta pengelolaan limbah 83 terkait dengan kegiatan industri hams diolah dengan mempertirnbangkan kaidah-kaidah keberlanjutan pembangunan. Sedangkan program pengembangan prasarana air lirnbah yaitu pengembangan saluran air limbah pemukiman, sambungan rumah, interseptor, serta pipa utama dikembangkan di kota bagian timur dan bukan pada wilayah pesisir (RTRW Kota Cilegon, 2006). Apabila berdasarkan asumsi pertambahan luas lahan pemukiman tersebut, maka pengendalian pencemaran perairan pesisir harus segera ditangani dan kaitannya dengan pemanfaatan ruang, maka perlu adanya kebijakan prasarana pengelolaan limbah pada kawasan pemukiman seperti keberadaan IP AL pada pemukiman khususnya pada pemukiman padat.
IV.3.3.
Pengendalian
pencemaran
Perairan Pesisir
pada
Tahapan
Pelaksanaan dan lndikasi Program Pembangunan dalam RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya Walaupun kegiatan pemanfaatan ruang pertanian tidak termasuk dalam rencana pemanfaatan ruang pada RTRW Kota Cilegon, namun apabila kegiatan pemanfaatan ruang pertanian masih tetap dilakukan atau belum adanya perubahan
79
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai rencana dalam RTRW, maka perlu adanya araban dalam pemanfaatan ruang pertanian tersebut dalam bubungannya sebagai sumber pencemar perairan pesisir di Kota Cilegon. Menurut Dahuri dkk.(200 1), beberapa komponen penting dalam usaha pengendalian kegiatan pertanian untuk melindungi ekosistem perairan pesisir antara lain pengendalian penggunaan pupuk dan perubahan sistem aliran air alami. Namun berdasarkan kondisi perairan pesisir Kota Cilegon yang terbuka karena terletak di Selat Sunda yang mempunyai arus yang kuat, maka masukan air tawar akan dengan cepat terbawa oleb arus laut sebingga proses penurunan salinitas perairan pesisir Kota Cilegon berdampak kecil.
Menurut Clark ( 1996), di daerab pengembangan daerah pertanian di wilayah pesisir, perlu disisakan lahan kosong sepanjang aliran sungai dan perairan pesisir sebagai zona penyangga. Fungsi dari zona penyangga adalah untuk menahan bahan-baban pencemar dan memperlambat aliran air permukaan. Zona tersebut dapat berupa vegetasi alami atau tanaman rumput yang padat. Lebih lanjut dikemukakan oleb Clark (1996), Iebar zona penyangga ini bergantung pada beberapa faktor seperti sifat-sifat tanab, kemiringan, iklim, waktu panen, luas lahan yang diolab, jenis tanaman pertanian, serta tingkat erosi lahan. Secara umum tingkat erodibilitas tanah di wilayab pesisir Kota Cilegon adalah rendah atau sangat rendab (Widyanti, 2009) Tabel IV.lO.
Kriteria Laban Kritis pada Laban Pertanian dan Laban Terbuka Lainnya di Wilayab Pesisir Kota Cilegon
Kriteria Lahan Kritis Laban Agak Kritis Laban Potensial Kritis Laban Tidak Kritis Sumber : Widyanti, 2009
Luas (Ha) 815,44 357,86 593,98 1.430,52
/o dari Laban
0
Terbuka di Wilayab Pesisir 13,81 6,06 10,06 24,22
Tingkat Erodibilitas rendah rendah sangat rendab Sangatrendah
80
Berdasarkan arahan zona penyangga menurut Clark ( 1996) yang disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah pesisir, maka arahan zona penyangga pada kegiatan pemanfaatan ruang pertanian di wilayah pesisir Kota Cilegon tersaji pada Tabel. IV.ll.
. .
. . TabeliV 11 L e b ar M.IDimum Pe rtanian zona p enyangga pada K eg1atan
Tingkat Kemiringan (%)
1)
Lebar Zona Penyangga (%)
2)
0-25
25-40
~40
17
24
32
Ket : Lebar Minimwn Zona Penyangga yang Harus Distsakan di Sepanjang Sungai I) Berdasarkan tingkat kemiringan lahan menurut RTRW Kota Cilegon (2006) 2) Clark (1996)
Pada pemanfaatan ruang berupa kawasan lindung, terdapat adanya upaya untuk memperluas fungsi lindung di wilayah pesisir Kota Cilegon yaitu sebesar 412,69% (Tabel IV.9), di mana pertambahan tersebut meliputi kawasan lindung berupa hutan lindung, kawasan perlindungan setempat (sekitar waduk yaitu Situ Rawaarum) dan ruang terbuka hijau (RTH). Menurut RTRW Kota Cilegon, secara umum
arahan
pengembangan
kawasan
lindung
dilakukan
dengan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas kawasan lindung yang sudah ditetapkan, mempersiapkan kawasan ruang terbuka hijau, memanfaatkan kawasan budidaya yang dapat berfungsi lindung, dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan buatan pada kawasan lindung.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang terutama pada lahan terbuka seperti hutan lindung, menurut Dahuri dkk. (200 1) hutan berperan sebagai penutup permukaan tanah yang melindunginya dari proses erosi dan stabilisasi aliran air permukaan. Kegiatan pemanfaatan hutan harus dapat dikendalikan sedemikian rupa agar pengaruhnya terhadap kualitas air, volume dan debit aliran air pada daerah tangkapan air di wilayah pesisir dapat ditekan sekecil mungkin. Lebih lanjut dikemukakan oleh Dahuri dkk.(200 l ), adanya tanah terbuka akibat pemanfaatan hutan merupakan sumber erosi permukaan tanah. Walaupun berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa tingkat erodibilitas tanah di wilayah pesisir Kota Cilegon itu rendah dan sangat rendah (Tabel IV.lO), namun pada wilayah pesisir berupa pemanfaatan ruang berupa lahan terbuka justru dijumpai adanya tanah terbuka.
Menurut
FAO (1997) dalam
Dwiyanti (2009),
81
berkurangnya penutupan vegetasi serta adanya gejala erosi tanah merupakan salah satu ciri dari lahan kritis. Dengan kata lain, lahan kritis menjadi salah satu indikasi wilayah yang dapat terjadi erosi, tanah longsor dan sebagainya (Dephut, 2003 dalam Dwiyanti, 2009). Dari hasil delineasi wilayah studi terhadap identifikasi lahan kritis di Kota Cilegon, diindikasikan adanya penampakan erosi yang terlihat pada lereng-lereng yang curam (kategori lahan agak kritis) dan pada kawasan Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak dan Grogol) serta perbukitan di Kecamatan Ciwandan dengan penggunaan lahan hutan lindung (kategori lahan kritis ). Dalam kaitannya dengan RTRW Kota Cilegon, maka perlu adanya upaya untuk dapat mengurangi lahan kritis seluas 815,44 Ha (13,81 % dari wilayah studi) dan lahan agak kritis seluas 357,86 Ha (6,06 % dari wilayah studi) yang menjadi potensi erosi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas air, volume dan debit aliran air pada daerah tangkapan air di wilayah pesisir. Untuk itu upaya seperti restorasi hutan berupa reboisasi sangat diperlukan terutama pada lahan kritis dan lahan agak kritis.
IV.3.4.
Pengendalian
pencemaran
Perairan
Pesisir
pada
Tahapan
Pelaksanaan dan lndikasi Program Pembangunan dalam RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Iodustri Berbeda dengan pemanfaatan ruang pada pemukiman di mana terdapat adanya pertambahan lahan yang dapat mempengaruhi nilai materi pencemar perairan, maka upaya pengendalian pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang pada kegiatan industri lebih berdasarkan pada kualitas dan kuantitas limbah. Menurut Rahayu (2009), kualitas materi pencemar perairan pesisir yang berasal dari kegiatan industri tergantung pada volume limbah, di mana umumnya semakin besar volume limbah maka bahan pencemarnya semakin banyak dan berhubungan secara linier. Kemudian tergantung pula pada frekuensi pembuangan limbah, di mana suatu industri yang secara terns menerus membuang limbah berbeda dengan industri yang membuang limbah secara periodik walau konsentrasi pencemar sama, dan jumlah buangannya pun sama. Hal ini membawa pengaruh yang berbeda terhadap lingkungan perairan pesisir.
82
Dengan demikian, adanya pertambahan lahan pada kegiatan industri yang dimungkinkan terdapat adanya pertambahan industri maka perlu adanya upaya yang lebih ditekankan pada aspek pengendalian dan pengawasan. Menurut RTRW Kota Cilegon tahun 2006, lingkup pengendalian pemanfaatan ruang Kota Cilegon meliputi : peraturan zonasi, insentif dan disinsentif, perizinan, pengawasan dan penertiban, kelembagaan serta prosedur dan administrasi. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan Kota Cilegon berdasarkan RTRW Kota Cilegon tahun 2006 yang berhubungan dengan kegiatan industri adalah adanya pengendalian perluasan kawasan/zona industri di mana industri hanya berada pada kawasan yang telah ditetapkan serta adanya pengendalian pembuangan limbah secara langsung, termasuk ke perairan pesisir.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa materi pencemar perairan pesisir dengan terutarna bahan berbahaya dan beracun (83) sebagian besar berada pada lokasi industri kimia sebagaimana tersaji pada
Gambar IV.6. dan Tabel IV.2. Adapun lokasi industri kimia di pesisir Kota Cilegon di Kecamatan Grogol dan Pulomerak berada dekat dengan keberadaan ekosistem terumbu karang dan mangrove, sedangkan industri kimia di Kecamatan Ciwandan berdekatan dengan kawasan wisata bahari Anyer di Kabupaten Serang, sehingga pengendalian dan pengawasan terhadap pencemaran industri haruslah dilakukan secara intensif dan terus menerus.
Secara ekologi terdapat persyaratan agar pembangunan suatu wilayah peststr berlangsung secara berkelanjutan, dimana pada aktivitas pembuangan limbah ke lingkungan pesisir, jenis limbah yang dibuang bukan yang bersifat 83 (Bahan Berbahaya Beracun), tetapi jenis limbah yang dapat diuraikan di alam (biodegradable) termasuk limbah organik dan unsur hara danjumlah limbah non83 yang dibuang ke laut tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan laut. Sedangkan untuk limbah 83 tidak diperkenankan dibuang ke lingkungan alam (termasuk pesisir dan lautan), tetapi harus diolah di fasilitas Pengolahan Limbah 83 (Hudaidah, 2009). Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999, beberapa kewajiban
83
penghasil limbah 83 adalah dilarang membuang limbah 83 secara langsung ke lingkungan (tennasuk perairan pesisir), termasuk pelarangan adanya upaya pengenceran limbah 83 serta wajib untuk melakukan reduksi, pengolahan dan penimbunan limbah 83 sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Penanganan masalah lingkungan terutama pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon harus dilakukan secara terpadu I terintegrasi dengan melibatkan berbagai instansi terkait, karena permasalahan lingkungan hidup yang ditimbulkan satu sama lain sating terkait. Misalnya kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan di wilayah hulu (upland) yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai (dengan peningkatan erosi I sedimentasi dan banjir), tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada wilayah hilir yakni pada perairan pesisir (Bapedal Provinsi 8anten, 2004).
84
Bab V. Kcsimpulan dan Saran
V.l. Tcmuan Studi Pada penelitian ini, terdapat beberapa hal yang menjadi temuan studi yang dapat menjadikan masukan/arahan yang ingin dicapai tidak mengenai sasaran yang diinginkan. Hasil temuan pada penelitian ini adalah : ldentifikasi indikator pencemaran pada perairan pes1s1r Kota Cilegon merupakan identifikasi tingkat pencemaran perairan berdasarkan lokasi pengukuran pencemaran air laut. Pada penelitian ini digunakan parameter pencemaran air laut yang diukur dan dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar yang berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang, padahal terdapat beberapa parameter yang dapat menggambarkan indikator pencemaran pada perairan secara ideal namun parameter tersebut tidak terdapat pada pengukuran pencemar air laut yang dilakukan. Selain itu terdapat beberapa beberapa parameter yang merupakan indikator umum, sehingga sulit untuk menggambarkan
indikator pencemaran
berdasarkan
sumber
pencemar
(kegiatan pemanfaatan ruang). Dalam identifikasi tingkat pencemaran perairan pes1s1r Kota Cilegon, didasarkan pada kriteria baku mutu lingkungan sebagai salah satu instrumen pencegahan pencemaran. Sedangkan instrumen lainnya berdasarkan UU No. 32/2009 yaitu seperti KLHS, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Amdal I UKL- UPL dan sebagainya tidak dilakukan kajian analisisnya. -
Dalam mengidentifikasikan penanganan pengendalian pencemaran perairan di wilayah pesisir pada RTRW Kota Cilegon didasarkan pada hasil kajian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTR W) Kota Cilegon dalam hal penanganan pengendalian pencemaran pada perairan pesisir.
-
Pada RTRW Kota Cilegon, penanganan pengendalian pencemaran masih bersifat umum sehingga kajian penanganan yang harus dilakukan merupakan kajian yang bersifat umum.
85
V.2. Kesimpulan Studi Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: -
Hasil identifikasi indikator pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon yang bersumber dari pemanfaatan ruang permukiman menunjukkan bahwa pemukiman yang berdekatan dengan pantai berdampak terhadap tingginya nilai pencemar berupa limbah deterjen. Diidentifikasikan pula bahwa adanya perubahan lahan permukiman ternyata diikuti oleh perubahan nilai materi pencemar deterjen dengan pola perubahan yang sama.
-
Hasil identifikasi indikator pencemaran pada pertanian dan lahan terbuka lainnya (kebun, rumput/tanah kosong, tegalan/ladang dan hutan lindung) menunjukkan bahwa luasan lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya berpengaruh terhadap tingginya materi pencemar berupa materi padat tersuspensi. Diidentifikasikan pula bahwa adanya perubahan lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya ternyata diikuti oleh perubahan nilai materi pencemar materi padat tersuspensi dengan pola perubahan yang sama.
-
Hasil identifikasi indikator pencemaran pada kegiatan industri berupa materi pencemar amoniak bebas, nitrit dan seng menunjukkan bahwa industri kimia yang berlokasi di selatan menghasilkan limbah industri yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang sejenis di wilayah lain serta industri jenis lain
pada
umumnya.
Identifikasi juga
menunjukkan
bahwa
adanya
kecenderungan terjadinya penurunan tingkat pencemaran yang bersumber dari industri. Hasil identifikasi status pencemaran peratran pesisir Kota Cilegon yang bersumber dari pemanfaatan ruang permukiman menunjukkan bahwa pada beberapa lokasi nilai pencemar deterjen berada di ambang batas baku mutu air taut bagi kegiatan pariwisata dan rekreasi. Padahal lokasi tersebut terdapat objek wisata bahari. Hasil identifikasi indikator pencemaran pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya maupun kegiatan industri menunjukkan bahwa pada seluruh lokasi pengukuran, nilai indikator pencemar berada di ambang batas baku mutu air taut bagi kehidupan biota taut. Padahal di wilayah pesisir Kota
86
Cilegon terdapat keragaman ekosistem yang dapat menunJang sektor perikanan tangkap. -
Pada tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan dalam pengendalian pencemaran perairan pesisir pada RTR W Kota Cilegon menunjukkan bahwa kebijakan prasarana limbah lebih difokuskan pada kebijakan prasarana air limbah yang berasal dari kegiatan industri serta program pengembangan prasarana air limbah pemukiman lebih difokuskan pada wilayah di kota bagian timur (bukan pada wilayah pesisir), padahal pengendalian pencemaran perairan pesisir pada pemukiman harus segera ditangani seperti keberadaan IPAL pada pemukiman. Juga perlu adanya upaya seperti restorasi hutan pada lahan kritis serta pengawasan dan pengendalian yang lebih intensif terhadap pengelolaan lim bah industri. Selain itu terdapat beberapa alternatif dalam mengelola lim bah industri.
V.3. Rekomendasi Studi Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon merupakan informasi atau landasan penelitian untuk dapat memberi masukan terhadap RTR W Kota Cilegon berupa masukan terhadap tahapan pelaksanaan dan indikasi program pembangunan Kota Cilegon dalam penanganan pencemaran perairan pesisir. Dan berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka beberapa hal yang menjadi rekomendasi adalah sebagai berikut : Perlu adanya rencana tindak dalam hal penanganan pencemaran pera1ran pesisir Kota Cilegon, baik penanganan secara langsung berupa penyediaan IPAL terutama pada pemukiman khususnya pada pemukiman padat maupun pada produk-produk yang merupakan turunan dari RTRW seperti RDTR, RTBL dan sebagainya, walaupun belum direkomendasi menurut RTRW Kota Cilegon Perlu adanya upaya pengendalian pencemaran
pera1ran pesisir yang
bersumber dari pemanfaatan ruang pada lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya berupa zona penyangga sepanjang aliran sungai dan perairan pesisir
87
-
Perlu adanya upaya perlindungan lahan pada kawasan hutan seperti adanya restorasi hutan berupa reboisasi sangat diperlukan terutama pada lahan kritis dan lahan agak kritis
-
Perlu adanya ketegasan atau penekanan pada aspek pengendalian dan pengawasan dalam pengendalian pencemaran yang berasal dari kegiatan industri yang meliputi peraturan zonasi, insentif dan disinsentif, perizinan, pengawasan dan penertiban, kelembagaan serta prosedur dan administrasi. Upaya lainnya adalah adanya pengendalian perluasan kawasan/zona industri di mana industri hanya berada pada kawasan yang telah ditetapkan serta adanya pengendalian pembuangan limbah secara langsung, termasuk ke perairan pesisir
-
Strategi pengendalian pencemaran perairan yang dapat dilakukan di wilayah pesisir Kota Cilegon meliputi pengendalian kualitas lingkungan pesisir berdasarkan batasan kualitas air maupun sedimentasi yang harus dijaga untuk suatu tingkat pemanfaatan tertentu serta pengendalian sumber pencemaran yang didasarkan pada kemampuan atau ketersediaan teknologi yang dapat di gunanakan untuk mengurangi pencemaran
-
Strategi pengelolaan pencemaran perairan yang dapat dilakukan di wilayah pesisir Kota Cilegon meliputi sistem pengolahan limbah cair domestik walaupun belum banyak diterapkan di Indonesia, penanganan limbah industri dengan berbagai teknologi dan metoda penanganan limbah yang ada serta penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang saat ini tengah diupayakan keberadaannya di Kota Cilegon Perlu adanya penyadaran pada semua pihak mengenm arti pentingnya menjaga lingkungan pesisir dari pencemaran Perlu adanya pertimbangan lingkungan terutama adanya ekosistem pesisir maupun aspek keberlangsungan usaha perikanan secara berkelanjutan. Ini disebabkan pada RTRW Kota Cilegon lebih menitikberatkan pada aspek pembangunan di wilayah daratan (upland) dari pesisir Kota Cilegon
-
Mengingat wilayah pesisir tidak dapat dibatasi secara administrasi, maka perlu adanya sinkronisasi program penanganan pencemaran perairan pesisir dengan Pemerintah Kabupaten Serang maupun Provinsi Banten, mengingat
88
dampak pencemaran perairan pesisir yang berasal dari kegiatan pemanfaatan ruang di Kota Cilegon dapat berimbas pada perairan pesisir yang berdekatan, yaitu pesisir Kabupaten Serang, maupun perairan pesisir yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku merupakan kewenangan dari Pemerintah Provinsi Banten
V.4. Kendala dan Saran Studi Selanjutnya Adanya keterbatasan waktu, biaya serta terbatasnya data dan literatur mengenai pencemaran perairan di pesisir Kota Cilegon, yang menjadi kendala dalam penelitian ini. Beberapa kendala lainnya sehingga penelitian ini belum dikatakan ideal, antara lain : -
Data pengukuran pencemar air taut merupakan data sekunder, sehingga kajian tingkat pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon ini belum menggambarkan pencemaran yang dipengaruhi oleh faktor - faktor oseanografi seperti arus laut, kuat arus, pasang surut dan sebagainya Waktu pengukuran parameter pencemar perairan belum menggambarkan kondisi pencemaran yang sesungguhnya. Padahal dengan waktu pengukuran berdasarkan musim yaitu penghujan dan kemarau dapat diketahui tingkat pencemaran perairan pesisir berdasarkan musim. Hal ini karena pada musim penghujan, tingkat pengenceran materi pencemar mengakibatkan parameter pencemaran menjadi bias. Pada tahun 2003, 2005 dan 2006; pengambilan sampel hanya dilaksanakan 1 (satu) kali, itupun pada bulan yang berbeda
-
Pada penelitian ini, tingkat pencemaran perairan belum menggambarkan menyebaran materi pencemar. Hal ini disebabkan pada saat pengukuran hanya dilakukan pada titik- titik tertentu saja Penelitian ini hanya megkaji tingkat pencemaran perairan pesJsJr yang bersumber dari pemanfaatan ruang (darat) saja. Padahal berdasarkan kajian literatur disebutkan bahwa selain dari (wilayah) darat, pencemaran perairan pesisir dapat bersumber dari aktivitas jasa lingkungan perairan maupun adanya dinamika dari pesisir itu sendiri
-
Parameter pencemaran perairan pesisir yang bersumber dari kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya adalah kandungan padat tersuspensi,
89
dengan asumsi bahwa kandungan padat tersuspensi merupakan salah satu unsur dari sedimentasi yang masuk ke perairan pesisir. Ketiadaan data mengenai sedimentasi di Kota Cilegon, sehingga indikator pencemar perairan pesisir yaitu sedimentasi tidak dianalisis -
Keterbatasan data mengenai profit berupa tingkat kerusakan ekosistem pesisir yang hanya didasarkan pada data - data yang lalu. Padahal dengan mengetahui profit ekosistem pesisir yang mutakhir maka dapat digambarkan adanya pengaruh pencemaran perairan terhadap perubahan dari profit ekosistem tersebut
-
Kurangnya literatur atau pustaka mengenai penanganan I pengendalian terhadap pencemaran pesisir yang mengakibatkan kajian pada penelitian ini didasarkan pada literatur- literatur yang ada dan lebih bersifat umum (kurang detail)
-
Mengingat Kota Cilegon merupakan daerah otonom yang baru dibentuk pada tahun 1999, maka ketersediaan data terutama menyangkut wilayah pesisir masih sangat terbatas
Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat hal yang berkaitan dengan terpenuhinya beberapa hal yang mejadi kendala pada penelitian ini. Beberapa hal yang menjadi masukan atau saran bagi penelitian selanjutnya adalah : -
Perlu adanya kajian oseanografis terutama yang berkaitan dengan dinamika material sehingga dapat digambarkan jangkauan materi pencemar
-
Perlu adanya kajian mengenai profit ekosistem pesisir di Kota Cilegon
-
Perlu adanya kajian mengenai pembuangan limbah industri pada inlet dan outlet saluran pembuangan
90
DAFT AR PUST AKA
A. Kelompok Buku
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Cicin-Sain, B dan Knecht, RK. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press. Washington DC. Clark, JR. 1996. Coastal Zone Management. Lewis Publisher. Boca Raton Florida. Dahuri, R; Jacub Rais; Ointing, S.P; Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Kedua. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Nybakken, W. J. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta Rais, J; Sulistiyo, B; Diamar, S; Gunawan, T; Sumampouw, M; Soeprapto, TA; Suhardi, I; Karsidi, A; Widodo, MS. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Ross, GF. 1998. Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Wardhana W.A., 1995. Yogyakarta.
Dampak Pencemaran Lingkungan.
Andi Offset
Zarsky, Lyuba dan Hunter, Jason. 1999. Masyarakat, Pasar, dan Pemerintahan Kota : Peran Inovatif Kota Pesisir dalam Mengurangi Polusi Laut di Wilayah Asia-Pasifik. dalam buku Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. United Nations University Press LP3ES. Jakarta.
B. Kelompok JurnaVMakalah/ModuVArtikel
Bapeda Kota Cilegon. 2007. Buku Saku Badan Perencana Daerah Kota Cilegon. Bapedal Provinsi Banten. 2004. Penyusunan Rencana Induk (Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup Pesisir dan Laut Provinsi Banten. BKTRN. 200 l. Panduan Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Jakarta.
91
Dirjen Penataan Ruang. 2007. Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang - Departemen Pekerjaan Umum RI. DPLHE, 2003. Analisa Potensi dan Kondisi Air Bawah Tanah Kota Cilegon 2003. Hantoro, WS. 2008. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai. Prosiding : Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota- Kota Pantai di Indonesia. Program Studi Teknik Kelautan- lnstitut Teknologi Bandung. KP3K-DKP. 2009. 720 hari Membangun Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil - Departemen Kelautan dan Perikanan RI Lestari dan Edward. 2004. Dampak Pencemaran Logam Berat terhadap Kualitas Air Laut dan Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus Kematian Massa! Ikanikan di Teluk Jakarta. Makara, Sanins, Vol. 8 No. 2, Agustus 2004 : 5258. Pelindo II. 2007 Informasi 25 Pelabuhan Strategis Indonesia. Rencana Tata Ruang Daerah Kota Cilegon. 2000 Winarso, Haryo. 2007. Definisi dan Struktur Metropolitan. Prosiding Metropolitan di Indonesia. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
C. Kelompok Perundang-uodangan Undang - Undang Republik Indonesia No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang- Undang Republik Indonesia No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang - Undang Republik Indonesia No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil Undang - Undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
92
SK Meneg LH Nomor : KEP-02/MENKLH/1/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
D. Kelompok Websites Ali. 2006. Survei Pesisir dan Laut (http://www.ppk.itb.ac.idl~hafish/materi/Survei Pesisir dan Laut.pdf). Diunduh Tanggal 15 Juni 2009. AMPL (Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). 2008. Limbah Deterjen (http://digilibampl.net/detaiVdetail.php?row=O&tp=artikel&ktg=airlimbah&kd link=& kode=2112). Diunduh Tanggal4 Desember 2009 Edukasinet. 2009. Pencemaran air. (http://www.edukasi.net/pengpop/pp full.php?ppid=258&fname=all.htm). Diunduh Tanggal 12 Oktober 2009. Harian Fajar. 2007. Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Man usia (http://www.fajar.eo.id/news.php?newsid=4 7749 ). Diunduh Tangga14 Desember 2009. Hudaidah, Siti. 2009. Pengelolan Pesisir dan Lautan : Suatu Pengantar. (http://www.scribd.com/doc/5484493/Pengelolan-Pesisir-dan-LautanSuatu-Pengantar-Oleh-Ir-Siti-Hudaidah-MSc). Diunduh Tanggal 20 Desember 2009 KLH (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup). 1995. Dampak Limbah (http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/top/dampak.htm). Diunduh Tanggal 4 Desember 2009 Lutfi, Ahmad. 2009a. Sumber dan Bahan Pencemar Air. (http://www.chem-istry.org/materi kimia/kimia-lingkunganlpencemaran-air/sumber-danbahan-pencemar-air). Diunduh Tanggal4 Desember 2009 . . . . . . . . . .. 2009b. Pengaruh Pencemaran Air terhadap Kehidup~n Akuatik (http://www.chem-is-try. org/materi kimia/kimia-1 ingkunganlpencemaranair/pengaruh-pencemaran-air-terhadap-kehidupan-akuatik). Diunduh Tanggal 4 Desember 2009 Rahayu, S.S. 2009. lndustri sebagai Sumber Pencemaran (http://www.chem-istry.org/materi kimia/kimia-industri/limbah-industri/industri-sebagaisumber-pencemaran). Diunduh Tanggal 4 Desember 2009 Rizal, Syamsul. 2009. Pemberian ijin lokasi pemukiman dan industri dalam kaitannya dengan penataan ruang : Suatu penelitian tentang keterpaduan dalam pemberian ijin Pembangunan Permukiman dan Industri di Wilayah
93
Kotamamadya daerah Tingkat II Tangerang. Abstrak. (http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=81772&lokasi =lokal). Diunduh Tanggal 21 Desember 2009 Supriyadi, 2005. Penelitian Kualitatif, Penelitian Tindakan, dan Penelitian Tindakan Kelas serta Implementasinya di Kelas. (http://www.scribd.com/doc/16781216/-Penelitian-Kualitatif-PenelitianTindakan-Dan-Penelitian- Tindakan-Kelas-Serta-Implement-as-in-Ya- DiKelas). Diunduh Tanggal 15 Juni 2009. The
Walker School of Environmental Science. 2009. Water Polution (http://s3 .amazonaws.corn/ppt-download/water-po II ution-and-treatment12348878882401841.pdf?Signature=KyHbszcT4RU67gMwFyLDnPRLsK8%3D&Expires=12 61017588&A WSAccessKeyld=AKIAJLJT267DEGKZDHEQ). Diunduh Tanggal4 Desember 2009
The Woodrow Wilson National Fellowship Foundation (WWNFF). 2009. Coastal Erosion (http://www.woodrow.org/teachers/esi/1997 /53/ovrview.htm). Diunduh Tanggal 12 Oktober 2009. Yudha, I.G. 2009. Kajian Pencemaran Logam Berat di Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung. (http://www.scribd.com/doc/13344 772/KajianPencemaran-Logam-Berat-Di-Wilayah-Pesisir-Kota-Bandar-LampungOleh-lndra-Gumay-Yudha). Diunduh Tanggal 27 Desember 2009
E. Kelompok Penelitian Mahasiswa
Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon. Departemen Arsitektur Lansekap - Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Dwiyanti, E. 2009. Analisis Data Landsat ETM+ untuk Kajian Geomorfologi dan Penutupan I Penggunaan Lahan dan Pemanfaatannya untuk Pemetaan Lahan Kritis di Kota Cilegon. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan- Fakultas Pertanian- lnstitut Pertanian Bogor. Skripsi. Savitri, R.D. 2007. Pengaruh Arang Aktif dan Sagittaria Montevidensis terhadap Penurunan Polutan Limbah Deterjen dengan Menggunakan Lahan Basah Buatan. Program Studi Biologi - Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Skripsi. Simajuntak. Herbita. 2005. Kajian Tingkat Pencemaran di Perairan Pantai Losari Makassar. Magister Perencanaan Wilayah dan Kota - Institut Teknologi Bandung. Tesis.
94
Lampiran A
Parameter Hasil Pengukuran Pencemaran Air Laut
Parameter yang Diukur
No
Materi
Klasifikasi Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Satuan
Klasifikasi
1 Zat Padat Tersuspensi
mg/1
Pertanian
Edukasinet (2009)
2 Kekeruhan
NTU
Pertanian
Edukasinet (2009)
3 Warna
Pt-Co
Indikator Umum
-
Indikator Umum
Meter
Indikator Umum
-
Indikator Umum
Somber Pustaka (Literatur)
I
Keterangan
Parameter Fisika
4 Bau 5
Kecerahan
6 Benda Terapung
7 Lapisan Minyak
Indikator Umum
uc
Indikator Umum
mg/1
Permukiman
-
Indikator Umum
3 Salinitas
%o
Indikator Umum
4 Oksigen Terlarut ( DO )
mg/1
Indikator Umum
5 BOD
mg/1
Indikator Umum
6 COD
mg/1
Indikator Umum
8 Suhu
Parameter Kimia 1
Surfactan Anion (MBAS)
2 pH
-:>
VI
Connel dan Miller ( 1995) dalam Savitri (2007)
Pengamatan secara visual
I
Lampiran A
(lanjutan)
Parameter yang Diukur
No
Materi Amoniak bebas
7
Klasifikasi Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Keterangan
Somber Pustaka (Literatur)
Satuan
Klasifikasi
mg/1
Industri
Lutfi (2009)
(NH3-N) 8
Nitrit (N02-N)
mg/1
Industri
Lutfi (2009)
9
Seng (Zn)
mg/1
lndustri
Lutfi (2009)
10
Sianida (CN)
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,005
11
Sulfida (H 2S)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,002
12
Fenol
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,002
13
Raksa (Hg)
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,001
14
Khromium VI (Cr 6+)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,005
15
Arsen (As)
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,002
16
Selenium (Se)
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,002
17
Kadmium(Cd)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,0005
18
Tembaga (Cu)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,0005
19
Timba1 (Pb)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,005
20
Nikel (Ni)
mg/1
Industri
Semua Nilai < 0,002
21
Perak (Ag)
mg/1
lndustri
Semua Nilai < 0,002
-----
----
---
----
---
--
----
I I
-- ____ ___j
Sumber: Hasil pengukuran yang dilakukan oleh DLPHE Kota Cilegon (sekarang BLH Kota Cilegon) pada tahun 2002 s/d 2006
Lampiran B
Lokasi Sampling
Parameter Hasil Pengukuran Pencemar Surfactan anion (MBAS) (dalam mgll)
2002 Triwulan I Triwulan III
2003 06Mei
2004 Triwulan I Triwulan III
2005 13 Oktober
2006 18 Juli
1
0,18
0,12
0,45
0,24
0,61
0,24
0,22
2
0,33
0,29
0,5
0,31
0,64
0,56
0,4
3
0,19
0,36
0,5
0,34
0,58
0,43
0,33
4
0,14
0,12
0,48
0,22
0,57
0,26
0,3
5
0,21
0,44
0,52
0,32
0,58
0,23
0,24
6
0,16
0,12
0,51
0,26
0,62
0,23
0,3
7
0,17
0,14
0,52
0,3
0,59
0,25
0,25
8
0,14
0,16
0,52
0,59
0,26
0,23
0,25
9
0,37
0,33
0,32
0,24
0,24
0,24
0,24
0,12
0,48
0,64
0,25
0,26
0,23
0,14
10 --------
----
--------
-
Sumber : Hasil pengukuran yang dilakukan o1eh DLPHE Kota Cilegon (sekarang BLH Kota Cilegon) pada tahun 2002 s/d 2006
"'
-...J
Lampiran C
Lokasi Sampling 1
Parameter Hasil Pengukuran Pencemar Zat Padat Tersuspensi (dalam mg/1)
2002 Triwulan I Triwulan III 2 5
2003 06Mei
5
2004 Triwulan I Triwulan III 1 11
2005 13 Oktober 6
2006 18 Juli 6
2
6
4
2
I
8
I2
7
3
7
5
3
I
10
II
7
4
14
3
3
I
9
7
5
5
27
3
2
6
10
I2
9
I
I
6
8
I
3
I
12
5
3
7
8
I
4
3
II
5
3
8
4
2
2
II
6
4
2
9
2
2
2
12
7
4
3
10
10
I
3
12
4
3
7 - - L___________________
•
- - - - - - L__
Sumber: Hasil pengukuran yang dilakukan oleh DLPHE Kota Cilegon (sekarang BLH Kota Cilegon) pada tahun 2002 s/d 2006
\0 00
Lampiran D
2004 Triwulan Triwulan I III
2005 13 Oktober
Amoniak (NH3-N)
2002 2003 SATUAN Triwulan Triwulan 06 Mei I III mg/1 0,01 0,11 0,06
0,36
0,01
0,08
0,01
Nitrit (NOz-N)
mg/1
0,006
0,005
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0253
0,0277
0,0005
0,0391
0,0346
0,0336
0,0286
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,01
0,02
0,39
0,09
0,11
0,12
0,06
Nitrit (NOz-N)
mg/1
0,007
0,007
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0437
0,0439
0,0337
0,0348
0,0327
0,0322
0,0255
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,02
0,06
0,01
0,74
0,01
0,06
0,02
Nitrit (NOz-N)
mg/1
0,008
0,002
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0368
0,0393
0,0384
0,0304
0,0346
0,0329
0,0328
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,01
0,02
0,04
0,31
0,04
0,02
0,01
Nitrit (NOz-N)
mg/1
0,007
0,002
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0437
0,0439
0,0337
0,0304
0,0327
0,032
0,0282
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,01
0,01
0,71
0,06
0,01
0,01
0,01
Nitrit (NOz-N)
mg/1
0,009
0,002
0,005
0,002
0,005
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0368
0,0416
0,0336
0,0327
0,0348
0,0272
0,0283
Lokasi Sampling
PARAMETER
1
2
3
4
5
-a -a
Parameter Hasil Pengukuran Pencemar Amoniak, Nitrit dan Seng
2006 18 Juli
Lampiran D. Lokasi Sampling 6
7
8
9
10
(lanjutan)
2002 PARAMETER
SATUAN
Triwulan
Triwulan
I
III
2003 06
2004 Triwulan
Triwulan
I
III
2005 13
2006 18 Juli
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,01
0,03
Mei 0,09
Nitrit (N02-N)
mg/l
0,007
0,002
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0483
0,0393
0,0336
0,0348
0,0327
0,029
0,0284
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,03
O,OI
0,48
0,23
O,I4
0,08
0,08
Nitrit (N02-N)
mg/l
0,034
0,002
0,012
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0368
0,0462
0,0336
0,0322
0,0346
0,0332
0,0284
Amoniak (NH3-N)
mg/l
0,49
0,48
0,02
0,19
0,01
0,08
0,07
Nitrit (N02-N)
mg/1
O,I6
0,262
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/l
0,046
0,0439
0,0385
0,0365
0,039I
0,0286
0,0284
Amoniak (NH3-N)
mg/1
0,16
0,34
0,12
0,28
0,02
0,02
0,02
Nitrit (N02-N)
mg/1
0,051
0,217
0,005
0,002
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,0391
0,0462
0,0408
0,0261
0,0346
0,0333
0,0288
Amoniak (NH 3-N)
mg/1
O,OI
0, II
0,74
I. I
0,07
0,08
0,09
Nitrit (N02-N)
mg/1
O,OII
0,095
0,015
0,079
0,002
tad
tad
Seng (Zn)
mg/1
0,046
0,0277
0,0408
0,0308
0,0478
0,0329
0,0284
0,01
------
0,1
Oktober 0,02
0,01
-
-
----
Ket : tad = tidak ada data Sumber : Hasil pengukuran yang dilakukan oleh DLPHE Kota Cilegon (sekarang BLH Kota Cilegon) pada tahun 2002 s/d 2006 0 0
I