Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara Oleh: Dr. Ir. Sabam Malau Ir. Parlindungan Lumbanraja, M.Si Ir. Rosnawita Simanjuntak, M.Si Ir. Susana Tabah Trina Panjaitan, M.Si Ir. Benika Naibaho, M.Si
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja Medan 2012 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kopi dunia terus meningkat dengan laju peningkatan 15% per tahun sementara laju penambahan produksi kopi dunia hanya meningkat 10% (ICO 2012). Harga biji kopi dipasar Internasional cenderung meningkat dan mengalami puncaknya pada tahun 2011, dan menurun pada tahun 2012. Negara-negara kopi nampaknya berbeda beda dalam menangani perkopian di negaranya yang diindikasikan dengan kuantitas ekspornya. Dari 54 negara penghasil kopi, 19 diantaranya mengalami peningkatan ekspor kopi pada tahun 2011, sedangkan 25 negara mengalami penurunan ekspor. Peningkatan ekspor tertinggi (24.09%) 1
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
dialami oleh Brasilia, sedangkan Indonesia mengalami penuruan ekspor sebesar 30% pada tahun 2011, sementara produksi juga menurun dari 683.000 ton pada tahun 2009 menjadi 570.000 ton pada tahun 2010 atau terjadi penurunan sebanyak 16,52% (ICO, 2011), dan menurun kembali pada tahun 2011 menjadi 369.540 ton (ICO 2012). Akibat penurunan ekspor tersebut, Indonesia tidak dapat memeroleh manfaat maksimal ketika harga kopi naik ke harga tertingi pada tahun 2011. Di Sumatera Utara, perkopian memiliki arti yang sangat besar dan strategis karena menciptakan banyak tenaga kerja dan sumber devisa yang besar. Kabupaten Dairi memeroduksi 13,3 ribu ton/tahun, Tapanui Utara 10,5 ribu ton/tahun, Simalungun 9,5 ribu ton/tahun, Kato 7,2 ribu ton/tahun, dan Humbang Hasundutan 5,7 ribu ton/tahun, dan berbagai kabupaten lainnya (BPS 2011). Total produksi Kopi Sumatera Utara 55 ribu ton/tahun.
Di Sumatera Utara, kopi secara langsung
menyangkut kehidupan sekitar 1.000.000 orang (petani produsen, pedagang pengumpul, tenaga kerja perusahaan pengolahan dan eksportir kopi, kedai kopi). Di Indonesia, Sumatera Utara adalah penghasil dan sekaligus pengekspor Kopi Arabica terbanyak. Sumatera Utara memroduksi kopi (Robusta dan Arabika) sebanyak 55,6 ribu ton pada tahun 2010 dengan luas lahan 78.709,56 Ha (BPS 2011). Sebahagian besar (sekitar 50.000 ton, 95%) diekspor terutama ke Amerika Serikat, Jepang dan Eropah.
Meskipun data statistik
yang dikeluarkan BPS menunjukkan kenaikan
produksi pada tahun 2010 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun banyak pihak - misalnya Ketua Assosiasi Eksportir Indonesia (AEKI) - meragukan kenaikan ini dan menyakini bahwa terjadi penurunan produksi. Nilai ekspor biji dan bubuk kopi Sumut diperkirakan US$ 192,5 juta pada tahun 2009, turun dari US$ 207,8 juta pada 2
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
tahun 2008. Nilai ekspor tahun 2011 naik menjadi US$ 205,2 juta semata-mata akibat dari kenikan harga, bukan karena kenaikan volume ekspor. Terlepas dari pro kontra tentang naik atau turunnya produksi kopi Sumatera Utara, fakta menunjukkan bahwa produktivitas kopi Sumatera Utara rendah diandingkan dengan produktivitas kopi di negara-negara lain.
Produktivitas Kopi
Arabica Sumatera Utara hanya 1.154 kg/ha/tahun sedangkan Costa Rica 1.610 kg/ha/tahun, sedangkan produktivits Robusta 649 kg/ha/tahun dibandingkan Laos 738 kg/ha/tahun. Produktivitas yang rendah tersebut bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani kopi tentang budidaya kopi, atau terjadinya salah satu atau gabungan dari faktor-faktor berikut : rendahnya input pupuk, kurangnya pemeliharaan tanaman (misalnya pemangkasan), tidak adanya tanaman penaung, tuanya umur tanaman, dan tingginya serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo). Serangan PBKO beberapa tahun terakhir ini sangat serius di berbagai kabupaten penghasil kopi di Sumatera Utara. Hama PBKo menggerek buah kopi, lalu hidup di dalamnya, dan memakan biji kopi. PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture Practice seperti penggunaan perangkap dengan Hypothan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik manual, dan replanting.
Tetapi belum cukup
berhasil sehingga masih terdapat serangan yang sangat tinggi. Hasil penelitian Malau (2010) menunjukkan serangan PBKo di Sumatera Utara dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 92% dengan modus 31-35% dan rata-rata 28,4% sehingga diperkirakan telah menimbulkan kerugian bagi Sumatera Utara sebanyak Rp. 837 milyar pada tahun 2010 (Malau 2010). 3
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah telah berupaya untuk membantu mengatasi tersebut dengan cara membagikan hypotan. Hypotan adalah campuran dari senyawa kimia methanol dan etanol. Bagi PBKo betina, hypotan ini berbau seperti bau-bau yang dikeluarkan pejantan sehingga PBKo betina akan mendekati hypotan tersebut. Dengan demikian hypotan dapat digunakan sebagai pemancing masuknya PBKo betina kedalam perangkap.
Akan tetapi, upaya melalui penggunaan hypotan tersebut nampaknya
belum berhasil diterapkan secara meluas dan berkesinambungan oleh petani kopi. Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah ketidaktersediaan hypotan secara terus menerus di lapang karena harus didatangkan dari dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa Timur.
Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana
memanfaatkan bahan alernatif yakni bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar petani sebagai pengganti hypotan tersebut, dan bagaiman pengetahuan petani kopi tentang pengendalian PBKo. Bahan-bahan alami tersebut mestilah mengandung alkohol yang berfungsi sebagai atraktan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, berikut ini adalah rumusan permasalah yang akan dijawab oleh penelitian ini: 1. Bagaimanakah pengaruh bahan alami lokal sebagai atraktan untuk pengendalian PBKo? 2. Bagaimanakah gambaran tentang pengetahuan budidaya dan proteksi tanaman kopi di tingkat petani?
4
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
3. Bagaimankah respons dan kesiapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan alami lokal proteksi tanaman kopi.
1.3. Hipotesis
Pada percobaan, ditetapkan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang nyata antaratraktan, dan pengaruh bahan nabati lokal sama dengan pengaruh bahan buatan.
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menetapkan jenis bahan alami lokal sebagai atraktan 2. Menetapkan gambaran tentang pengetahuan budidaya dan proteksi tanaman kopi di tingkat petani. 3. Menetapkan gambaran respons dan kesiapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan alami lokal proteksi tanaman kopi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi petani kopi, petani dapat menggunakan bahan alamiah lokal untuk pengendalian PBKo demi peningkatan produktivitas kopi. 2 . Bagi Gubernur dan DPRD, rekomendasi kebiijakan dari hasil penelitian ini menjadi bahan bagi Gubernur untuk menetapkan arah kebijakan dalam rangka meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi umumnya dan melalui proteksi tanaman khususnya. 5
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
3. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan, rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian ini menjadi bahan masuan bagi peenetapan progrmanya, dan menjadi saran kebijakan untuk disampaikan kepada Gubernur. 4. Bagi Dinas-dinas terkait, rekomendasi kebiijakan dari hasil penelitian ini menjadi bahan bagi penetapan program dan kegiatan dalam rangka meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi umumnya dan melalui proteksi tanaman khususnya.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kopi Harga kopi dunia cenderung terus meningkat meskipun kadang dibarengi dengan penurunan harga. Harga kopi Arabica telah memecahkan rekor dunia pada tahun 2011. Harga cenderung turun pada tahun 2012. Tabel 2.1. Perkembangan harga kopi Arabica dan Robusta dunia (ICO 2012)
6
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Fluktuasi harga di pasaran dunia nampaknya berpengauh terhadap harga di dalam negeri. Pada saat harga puncak di pasaran dunia pada tahun 2011, harga kopi di Sumatera Utara juga mengalami puncaknya yakni Rp. 65.000/kg biji hijau kering untuk Arabica dan Rp. 27.000/kg untuk Robusta. Pada bulan Oktober 2012, harga turun menjadi Rp. 45.000/kg untuk Arabica dan Rp. 15.000/kg untuk Robusta.
Para ahli
menyebut bahwa penurunan harga tersebut karena penuruan daya beli akibat pelemahan ekonomi dunia meskipun kebutuhan kopi tetap tinggi.
7
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Peningkatan produksi kopi dunia tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan dunia akan kopi. Konsumsi kopi per kapita terus meningkat. Kampanye untuk mengonsumsi kopi marak dilakukan oleh berbagai perusahaan besar di luar dan dalam negeri.
Finladia merupakan negara dengan konsumsi terbesar (12
kg/kapita/tahun), sedangkan Indonesia berada pada urutan 104 (0,5 kg/kapita/tahun) (ICO 2011). Tabel 3.2. Konsumsi kopi per kapita
Konsumsi kopi per kapita Rank Country Coffee Consumption (ICO 2011) 1
Finland
2
Norway 9.9 kg
3
Iceland 9.0 kg (2006 data)
4
Denmark
5
Netherlands
12
8
12.0 kg
8.7 kg 8.4 kg
Germany 6.4 kg
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Rank Country Coffee Consumption 17
Brazil 5.8 kg (2009 data)
26
United States 4.2 kg
58
Colombia 1.8 kg
69
Ethiopia 1.3 kg
92
Vietnam 0.7 kg
104
Indonesia 0.5 kg
146
Burkina Faso 0.1 kg (2006 data)
Produksi kopi Indonesia turun dari 683.000 ton pada tahun 2009 menjadi 570.000 ton pada tahun 2010 atau terjadi penurunan sebanyak 16,52% (ICO, 2011) dan menjadi 547.000 ton padan tahun 2011 dan 495.000 ton pada tahun 2012 (ICO 2012).
Nilai
ekspor biji dan bubuk kopi Sumatera Utara diperkirakan US$ 192,5 juta pada tahun 2009, turun dari US$ 207,8 juta pada tahun 2008 (AEKI 2010). Nilai ekspor tahun 2010-2011 diperkirakan naik akibat kenaikan harga, sedangkan tahun 2012 turun karena penunan harga dan produksi yang menurun. Nilai ekspor biji dan bubuk kopi Sumut diperkirakan US$ 192,5 juta pada tahun 2009, turun dari US$ 207,8 juta pada tahun 2008. Nilai ekspor tahun 2011 naik menjadi US$ 215,2 juta. Pemerintah Republik Indonesia, Pemprovsu dan Pemkab sudah banyak melakukan berbagai program peningkatan perkopian di Sumatera Utara. Akan tetapi, program tersebut perlu ditingkatkan di masa depan dengan mengatasi berbagai kendala yang ada. 9
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Perkopian Sumatra Utara mempunyai masalah yakni rendahnya produktivitas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti rendahnya input pupuk, tidak digunakannya tanaman penaung, tanaman sudah berumur tua, dan adanya serangan Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo).
Produktivitas Jenis Arabica
Robusta
Negara
Produktivitas (kg/ha)
Costa Rica (A)
1.610
Brazil (A/R)
1.259
Sumatera Utara (A)
1.130
El Salvador (A)
920
Columbia (A)
938
Guatemala (A/R)
690
Honduras (A)
690
Laos ('R) Vietnam (R)
Sumatera Utara (R)
738 1.970 (2734 di Prov Dak Lak, 2004)
670
Selain itu, belum adanya peta masalah perkopian yang aktual di Sumatera Utara menyebabkan sulitnya melakukan program yang terintegrasi dan spesifik sesuai dengan masalahnya. Data-data awal memang tersedia, tetapi perlu diperbaharui dan diperluas. Di Sumatera Utara, perkopian memiliki arti yang sangat besar dan strategis karena menyerap/menciptakan banyak tenaga kerja dan sumber devisa yang besar. Kabupaten Dairi memeroduksi 13,3 ribu ton/tahun, Tapauni Utara10,5 ribu ton/tahun, Simalungun 9,5 ribu ton/than, Kato 7,2 ribu ton/tahun, dan Humbang hasundutan 5,7 ribu ton/tahun. Di Sumatera Utara, kopi secara langsung menyangkut kehidupan lebih 10
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
dari 1 juta orang (petani produsen, pedagang pengumpul, tenaga kerja perusahaan pengolahan dan eksportir kopi, kedai kopi). Sekitar 95% kopi Sumatera Utara diekspor, 5% untuk kebutuhan dalam lokal dan dalam negeri.
2.2. Penggrek Buah Kopi PBKo berasal dari Afrika. Nama ilmiahnya Hypothenemus hampei. Bahasa Inggrisnya Coffee Berry Borer (CBB) atau Broca. Malau (2010) menamainya “Setan Hitam” (Black Devil). PBKo adalah Kumbang berukuran kecil; dewasa berwarna hitam; ukuran betina dewasa panjang 1.4–1.8 mm, jantan lebih kecil 1.2–1.6 mm. Betina dapat terbang dalam jarak dekat; Jantan tidak dapat terbang karena tidak punya sayap. PKBo membor (menggerek) buah kopi pada diktus. Tapi, bila populasi PBKo sangat tinggi dan musim kering dan panas, PBKo sering membor dari sisi lain dari buah. Dengan demikian, identifikasi serangan tidak boleh hanya melihat diktus saja, tapi juga sisi buah.
Biasanya, 1 buah dimasuki oleh 1 betina. Ini yang membuat penyebaran
PBKo luar biasa cepatnya. Setelah membor buah, hama tersebut hidup dalam buah, Induk dan anak-anaknya memakan semua biji sehingga tidak ada lagi biji dalam buah meskipun buah nampak sehat (hijau mulus, atau merah saat matang). Serangan pada buah yang sangat muda membuat buah membusuk, lalu buah gugur. PBKo sangat berbahaya karena berkembang biak sangat cepat dan jumlah banyak sekali. Dalam 1 tahun, keturunan dari 1 ekor betina sebanyak 100.000 (seratus ribu) ekor. Bayangkanlah jumlahnya dalam 2-3 tahun, semua buah bisa terserang sehingga tidak ada lagi biji yang dapat dipanen.
Siklus hidup (life cycle) PBKo (dari
telur ke dewasa) hanya 24-45 hari (tergantung cuaca). Dua hari seteleh memasuki 11
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
buah, betina sudah bertelur. Satu betina bertelur sebanyak 35-50 butir yang terdiri dari 33-46 (92%) betina. Harapan hidup (life expectation) betina maksimum 190 hari, sedangkan jantan maksimum 40 hari. Setelah kawin di dalam buah, kebanyakan betina keluar dari buah; hanya beberapa betina tetap di dalam buah. Betina yang keluar tersebut membor biji-biji lainnya, lalu siklus diulangi lagi. Jantan tidak pernah keluar dari dalam biji. Serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) sangat serius di berbagai kabupaten yang menjadi pusat produksi kopi di Sumatera Utara. Penggerek Buah Kopi (PBKo) merupakan masalah utama kopi saat ini di Sumatera Utara. Hama PBKo yang bersarang dalam buah kopi akan memakan biji kopi. PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture Practice seperti penggunaan perangkap dengan Hypothan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik manual, dan replanting. Tetapi belum cukup berhasil sehingga masih terdapat serangan yang sangat tinggi (Malau 2010).
Hama PBKo dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 92%
dengan modus 31-35% dan rata-rata 28,4% sehingga diperkirakan telah menimbukan kerugian bagi Sumatera Utara sebanyak Rp. 837 milyar pada tahun 2010 (Malau 2010). Dahsyatnya ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh kumbang PBKo ini dapat dibayangkan dengan mengingat daur hidupnya (dari telur ke dewasa), lama hidupnya dan jumlah telurnya yang betina. Berapa ratus ribukah turunan 1 kumbang betina dalam 1 tahun? Daur hidup (dari telur ke dewasa) berlangsung 24-45 hari tergantung cuaca. Dua hari setelah memasuki buah, kumbang betina mengeluarkan telur sebanyak 35-50 buah yang kemudian berkembang menjadi kumbang betina dan jantan dengan perbandingan 13 betina : 1 jantan atau 33-46 betina dari 35-50 telur. Lama hidup 12
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
betina maksimum 190 hari dan jantan 40 hari. Kumbang baru tersebut kawin di dalam buah.
Jantan tidak pernah meninggalkan buah.
Beberapa kumbang betina baru
tersebut kemudian meletakkan telurnya pada buah yang sama, sebahagian lainnya keluar untuk menginfeksi buah-buah lainnya. Pengendalian PBKo di berbagai belahan dunia dilakukan dengan menggunakan beragai cara seperti sanitasi, penggunaan atraktan dan jamur (Bioworks 2011, IPM 2009, Kucel, Kangire dan Egonyu 2011, Kumar 2010, Fürst dan Bergleiter 2010, Sate of Hawaii Dept Agriculture 2011). Secara khusus penggunaan bahan buatan berupa hypotan menjadi perhatian dalam penelitian ini. Hyppotan adalah larutan/campuran alkohol (etanol) dengan methanol. Hypotan berfungsi sebagai senyawa penarik atau atraktan bagi betina PBKo. Betina tersebut seperti mencium wangi janatan sehingga masuk dalam perangkap, dan kemudian terpeleset, dan masuk ked alam air yang ada dalam perangkap, dan akhirnya mati. Pengalaman empiris terhadap hypotan menunjukkan bahwa penggunaan hypotan mempunyai efektivitas hanya sekitar 5% padahal PBKo sangat cepat berkembang biak. Dalam 1 tahun sebagaimana telah direangkan di atas mempunyai keturunan (anak, cicit dan seterusnya) sebanyak 100.000 ekor. Selan itu, hypotan sangat sulit diperoleh di tingkat petani karena hypotan didatangkan dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember.
Mengingat daur hidup PBKo dan kelangkaan
hypotan di tingkat petani, maka perlu dicari alternatif berupa bahan-bahan alami yang ada disekitar petani. Bahan-bahan alamiah lokal tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai atraktan pada perangkap PBKo. Dengan cara tersebut petani terus menerus dapat memasang perangkap bagi PBKo. 13
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
BAB III. METODE PENELITAN 3.1. Survey Survei tentang intensitas serangan PBKo dan dilakukan di kabupaten Dairi, Simalungun, Samosir dan Tapanuli Utara. Pada masing-masing kabupaten tersebut dipilih satu kecamatan penghasil kopi Arabica sebagai tempat pengukuran tingkat serangan PBKo yakni Kecamatan Sumbul (Dairi), Kecamatan Purba (Simalungun), Kecamatan Ronggur Ni Huta (Samosir), dan Kecamatan Tarutung (Tapanuli Utara).
Kebun Arabica untuk pengamatan dipilih secara
acak sebanyak 3 kebun per kecamatan. Kebun memiliki setidak-tidaknya 90 tanaman.
Dari 90 tanaman tersebut dipilih 9 tanaman sampel secara acak
dengan metode zigzag sehingga keseluruhan 27 tanaman per kecamatan per Kabupaten. Dari survei ini ditetapkan satu tempat percobaan pada tanaman Arabica di mana terdapat kebun yang memiliki tingkat serangan tertinggi PBKo yakni kebun di Kecamatan Sumbul yang memiliki tingkat infeksi sebesar 85.8% (Tabel 4.1). Survey dilaksanakan 18 Hari Kerja untuk pengamatan serangan PBKo dan pengumpulan data sekunder serta bahan alami yang ada.
Pembahagian jadual
kerja disusun pada Tabel 3.1
14
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Tabel 3.1. Jadual Kerja Nr
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Survey Wawancara Percobaan Lapang Penyusunan Laporan I Presentasi Laporan I Penyusunan Laporan II Presentasi Hasil II Penyerahan Laporan Akhir
Bulan I x x
Bulan II
Bulan III
x x
x
Bulan IV
x x x
x x
x x
3.2. Wawancara Wawancara kepada petani kopi dilakukan untuk memerolah informasi tentang teknik budidaya yang terkait dengan pengendalian PBKo dan respons mereka terhadap rencana penggunaan bahan alami sebagai atraktan. Jumlah responden 40 orang yang tersebar pada 4 kabupaten (Dairi, Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara) masing-masing 1 kecamatan dan 10 orang dari setiap kecamatan. Wawancara dilakukan langsung berhadapan muka (in-depth interview) dengn menggunakan kuesioner. Dibutuhkan 20 Hari Kerja untuk melakukan wawancara.
Responden memiliki karakterisitik yang sangat
beragam (Tabel 3.2).
15
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Tabel 3.2. Karakteristik Responden (n = 40) No Karakteristik 1 2 3
4 5
6
Jenis Kelamin Umur Pendidikan
Jumlah Anak Klasifikasi sebagai pelaku utama
Lama Menjadi petani
Catatan :
% Laki-laki (orang)
21
52,5
Perempuan (orang)
19
47,5
Rataan (tahun)
35.9
Selang (tahun)
27-60
SD (orang)
7
19.7
SLTP (orang)
13
40.9
SLTA (orang)
17
37.9
PT (orang)
3
1.5
Rataan (orang)
3.3
Selang (orang)
1-6
Petani kopi penuh (orang)
8
20
Petani kopi dan komoditi lainnya (orang)
32
80
Rataan (tahun)
8.5
Selang (tahun)
4-35
Semua laki-laki berstatus suami dalam keluarga, dan semua perempuan berstatus istri dalam keluarga.
Data wawancara dianalisa dengan metode kualitatf.
3.3. Percobaan Percobaan dilakukan dilakukan di Dairi di Kecamatan Sumbul penghasil terbanyak kopi pada 1 (satu) kebun yang terbanyak serangan PBKo (Tabel 4.1). Mengingat siklus idup PBKo 24-45 hari (lihat penjelasan pada bahagian 2.2), maka percobaan berlangsung selama 40 Hari Kalender untuk memberikan selang waktu yang cukup bagi PBKo untuk berpindah dari buah ke buah yang lain. Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sebanyak 10 kali pengamatan. Selesai
16
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
pengamatan dilakukan penggantian air. Bahan atraktan (50 ml) diganti setiap 4 hari. Percobaan adalah percobaan nonfaktorial dengan 6 taraf perlakuan yakni campuran methanol dan etanol (2:1), methanol, etanol, cairan tape beras pulut, tuak dan air bersih (kontrol).
Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan 5 kelompok sehingga terdapat 30 unit percobaan (Gomez dan Gomez 1984, Malau 2006). Setiap unit tersiri dari 4 tanaman sehingga tanaman percobaan sebanyak 30 x 4 = 120 tanaman (Bagan 1). Bagan 1. Bagan percobaan. xx K-1 xx xx Xx K-2 xx xx Xx K-3 xx xx Xx K-4 xx xx Xx K-5 xx xx Xx
xx C4 xx xx xx P4 xx xx xx E4 xx xx xx T4 xx xx xx T4 xx xx xx
xx P4 xx xx xx M4 xx xx xx K4 xx xx xx E4 xx xx xx E4 xx xx xx
xx M4 xx xx xx E4 xx xx xx P4 xx xx xx M4 xx xx xx M4 xx xx xx
xx K4 xx xx xx K4 xx xx xx C4 xx xx xx K4 xx xx xx C4 xx xx xx
xx T4 xx xx xx C4 xx xx xx T4 xx xx xx C4 xx xx xx K4 xx xx xx
xx E4 xx xx Xx T4 xx xx Xx M4 xx xx Xx P4 xx xx Xx P4 xx xx Xx
xx xx xx Xx xx xx Xx xx xx Xx xx xx Xx xx xx Xx
Perangkap menggunakan botol aqua (Gambar 1) yang dilobangi, dan didalamnya diletakkan kantongan plastik berisi antraktan, dan di dasar botol terdapat air 17
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
yang dicampur dengan deterjen (Gambar 2, 3, 4, 5 6, 7). Kantongan plastik tersebut digantung di dalam botol.
====
Gambar 1. Metanol dan Etanol (kiri) botol perangkap
Gambar 2.
18
Botol perangkap perlakuan campuran Metanol dan Etanol (C). Wadah botol aqua yang didalamnya terdapat bungkus platik yang mengandung atraktan. Diisi dengan air sabun. Botol aqua dilobangi 2 (lebar) x 8 (tinggi) cm di sisi botol. Botoldigantung pada ketinggian 1.2 m di atas tanah pada ranting. Atraktan lepas ke udara sebagai uap/gas secara perlahan-lahan. Karena tertarik
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
dengan wangi atraktan, PBKo betina akan masuk ke dalam wadah atraktan tersebut. Benturan PBKo dengan didinding bahagian dalam akan membuat PBKo jatuh ke dalam larutan sabun di bahagian bahwa botol, sehingga PBKo tidak dapat terbang lagi atau terperangkap. Akhirnya PBKo tersebut mati.
Gambar 3. Botol perangkap perlakuan campuran Metanol (M)
19
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Gambar 4. Botol perangkap perlakuan campuran Etanol (E)
Gambar 5. Botol perangkap perlakuan cairan tempe beras pulut (P)
20
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Gambar 6. Botol perangkap perlakuan tuak (T)
Gambar 7. Botol perangkap perlakuan dengan air (kontrol, K)
Parameter adalah jumlah PBKo yang mati dalam botol perangkap. Pada saat pengamatan, air dikeluarkan dari wadah (Gambar 5)
21
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Gambar 5. Pengeluaran air dari wadah
= Untuk lebih memastikan, pengamatan menggunakan kaca pembesar (Gambar 6).
Gambar 5. Pengamatan menggunakan kaca pembesar
Data percobaan dianalisa dengan Uji-F. Bila Uji-F menunjukkan perbedaan yang nyata, maka perbedaan antarrataan perlakuan diuji dengan Uji Duncan.
Saran
kebijakan diformulasi berdasarkan hasil wawancara dan percobaan.
2. Peralatan dan bahan 4.1. Peralatan Kamera, Laptop, gelas ukur, cutter, tali rafia, kaca pembesar, botol, kantong plastk, dan lain-lain.
4.2. Bahan Bahan terdiri dari methanol, etanol, cairan tape beras pulut, tuak dan air. 22
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Intensitas Serangan PBKo Hasil pengamatan tentang intensitas serangan PBKo di Dairi (Tabel 4.1), Samosir (Tabel 4,2), Humbang Hasundutan (Tabel 4.3) dan Tapanuli Utara (4.4) menunjukkan tingkat infeksi buah bervariasi antara 21.8% hingga 31.5% dengan intensitas tertinggi terdapat di Dairi (85.8%). Tingkat serangan PBKo inisedikit lebih rendah dari tingkat serangan pada tahun 2010 (Malau 2010). Table 4.1. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Dairi Regency (n = 27 tanaman)
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi (%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi (%)
Nr
Buah terinfeksi (%)
1
Minimun
3
20.5
26.3
12.8
2
Maksimum
9
93.2
63.6
85.8
3
Rata-rata
5.2
54.3
48.9
31.5
4
Median
4
54.5
51.1
36.2
5
Modus
5
62.4
58.2
46.1
Tabel 4.2. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Samosir (n = 27) Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi (%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi
Buah terinfeksi
(%)
(%)
1
Minimun
4
13.4
24.3
6.5
2
Maksimum
12
77.1
85.2
69.9
3
Rata-rata
5.5
55.2
33.6
21.8
4
Median
5
55.9
46.1
20.2
5
Modus
6
54.5
42.2
28.8
23
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Tabel 4.3. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Humbang Hasundutan (n = 27) Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi (%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi
Buah terinfeksi
(%)
(%)
1
Minimun
3
45.5
21.8
5.1
2
Maksimum
10
69.8
69.3
45.2
3
Rata-rata
5.2
51.6
45.6
27.1
4
Median
4
43.8
36.9
20.1
5
Modus
5
48.5
38.4
19.5
Table 4.4. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Tapanuli Utara (n =27) Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi (%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi
Buah terinfeksi
(%)
(%)
1
Minimun
3
25.9
25.4
9.2
2
Maksimum
9
80.5
77.5
40.3
3
Rata-rata
5.2
45.3
50.3
23.2
4
Median
4
43.8
39.1
31.6
5
Modus
5
49,5
40.2
33.5
4.2. Hasil Percobaan Atraktan Pengaruh atraktan buatan methanol dan etanol berbeda nyata dengan air (kontrol) (Tabel 4.5) sebagaimana juga ditunjukkan dan dilaporkan oleh para peneliti dan lembaga-lembaga berwewenang (Bioworks 2011, IPM 2009, Kucel,
Kangire dan
Egonyu 2011, Kumar 2010, Fürst dan Bergleiter 2010, Sate of Hawaii Dept Agriculture 2011). 24
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
Hasil percobaan di Dairi menunjukkan bahwa pengaruh antraktan cairan tape beras pulut tidak berbeda dengan etanol (Tabel 4.5). Pengaruh antraktan cairan tape beras pulut lebih baik dari tuak. Pengaruh atraktan tuak lebih baik daripada air (kontrol).
Hasil penelitian ini yang menggunakan cairan tape beras dan tuak tidak
dapat dikonfrotir dengan hasil-hasil penelitian sejenis karena memang belum ada penelitian yang seperti ini dilaksanakan oleh orang lain.
Tabel 4.5. PBKo yang mati dalam perangkap Total PBKo yang Rataan PBKo mati dalam yang mati wadah dalam wadah (ekor) (ekor)
Atraktan Campuran Metanol dengan Etanol
3.512
878a
Metanol
2.732
683b
Etanol
2.208
552c
Cairan Tape Beras Pulut
1.888
472c
Tuak
908
227d
Kontrol
284
71e
11.532
2.883
Total
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada taraf Uji œ = 5% berdasarkan Uji Dunkan
4.3. Gambaran Pengetahuan Budidaya dan Proteksi Kopi di Level Petani Kopi Dalam
aspek
cara
atau
teknik
pembudidayaan
pengetahuan petani kopi sangat cukup beragam (Tabel 4.6).
tanaman
kopi,
Akan tepai masalah
tersebut terutama menyangkut teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman
25
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
(35.2%). Teknik menanam merupakan masalah bagi sebagian kecil bagi petani kopi (2.1%). Tabel 4.6. Gambaran petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi (n =40) No
aspek teknik pembudidayaan kopi
%
Ranking
1
Kurang mengetahui teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman
35.2
1
2
Kurang mengetahui teknik penanganan setelah panen (Pascapanen)
25.5
2
3
Kurang mengetahui kegunaan dan teknik pembuatan pupuk kandang/kompos/organik
14.2
4
Kurang mengetahui teknik pemupukan
12.1
4
5
Kurang mengetahui teknik pemanenan
10.9
5
6
Kurang mengetahui teknik menanam
2.1
6
3
Jumlah
100,0
Masalah petani kopi dalam aspek sarana cukup beragam, tetapi yang paling utama adalah ketersediaan pupuk kimia (anorganik) di pasar (45.1%), dan yang paling terakhir adalah ketersediaan peralatan pertanian (4.3%) (Tabel 4.7).
Tabel 4.7. Masalah utama dalam aspek sarana (n =40) No
Masalah Pelaku Utama dalam aspek sarana
%
Ranking
1
Kurang tersedia pupuk kimia (anorganik) di pasar
45.1
1
2
Kurang tersedia Pestisida dan herbisida
27.2
2
3
Kurang tersedia benih/bibit unggul
23.4
3
4
Kurang tersedia peralatan pertanian
4.3
4
Jumlah
100,0
Kebanyak petani kopi mengakui bahwa (67,5%) berpendapat bahwa penyuluhan sangat penting (Tabel 4.8).
26
Sedikit (5.1%) petani kopi yang
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
menganggap penyuluhan kurang penting, dan hanya sangat sedikit (2.3%) menganggap penyuluhan kurang penting. Tabel 4.8 Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40) No
Tanggapan Pelaku Utama terhadap penyuluhan
%
Ranking
1
Sangat penting
67.5
1
2
Penting
25.1
2
3
Kurang penting
5.1
3
4
Tidak penting
2.3
4
Jumlah
100,0
4.4. Gambaran respons dan kesiapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan alami lokal untuk proteksi tanaman kopi.
Hampir keseluruan (84.5%) petani berpendapat bahwa pemanfaatan bahan alami lokal untuk proteksi tanaman kopi sangat penting, hanya 2,8% menganggapnya tidak penting (Tabel 4.9). Tabel 4.9 Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40)
No
pemanfaatan bahan alami lokal untuk proteksi tanaman kopi
1
Sangat penting
84.5
1
2
Penting
10.7
2
3
Kurang penting
2.0
3
4
Tidak penting
2.8
4
Jumlah
27
Ranking %
100,0
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Dari hasil-hasil penelitian ini dapa disimpulkan sebagai berikut. 1. Bahan alami lokal cairan tape beras sama efektifnya dengan bahan buatan etanol sebagai atraktan. 2.
Pengetahun petani kopi tentang budidaya kopi tidak cukup baik,
Dua
masalah utama yang belum dikuasi oleh petani adalah teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman serta teknik penanganan setelah panen (Pascapanen). Dalam hal sarana, dua kesulitan utama yang dialami petani adalah kurangnya ketersediaan pupuk organik dan pestisida dan herbisida di pasar.
Petani kopi berpendapat bahwa penyuluhan sangat
penting buat mereka. 3. Petani kopi antusias terhadap rencana penggunaan bahan alami sebagai atraktan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil-halil penelitian ini disarankan sebagai berikut. 1.
Gubernur dan DPRD Sumatera utara perlu menetapkan bahwa arah kebijakan pengembangan kopi Sumatera Utara
adalah meningkatkan
produktivitas
melalui pemanfaatan bahan-bahan alami lokal sebagai pestisida.
28
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
2.
Untukmewujudkan kebijkan tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan perlu semakin mendorong dan memfasilitasi penelitian dan pengembangan bahan-bahan alami lokal sebagai pestisida.
3. Pada tataran operasional, Dinas Pertanian dan Perkebunan perlu meningkatkan jumlah penyuluh dan penyediaan bahan-bahan alami lokal untuk mengendalikan PBKo.
29
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.
DAFTAR PUSTAKA Ameä rico Ortiz, Aristoä feles ortiz,† fernando e. Vega, and Francisco posada. 2004. Volatile Composition of Coffee Berries at Different Stages of Ripeness and Their Possible Attraction to the Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei (Coleoptera: Curculionidae) Bioworks. 2011. Control Of The Coffee Berry Borer. BPS. 2011. Sumut Dalam Angka. Gomez and Gomez. 1984. Statistical Procedure for Agricultural Research. IPM. 2009. Specialists and Scientists in Puerto Rico Tackle the Coffee Berry Borer. Kucel, P., A. Kangire and J. P. Egonyu. 2011. Status and Current Research Strategies Status and Current Research Strategies for Management of the Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei Ferr) in Africa. Kumar, PKV. 2010. Managing The Coffee Berry Borer The Indian Experience. Malau, S. 2006. Perancangan Percobaan. UHN. Malau, S. 2010. Serangan Penggerek Buah Kopi dan Dampaknya di Samosir. Malau, S. 2010.
Infection of Coffee Berry Borer in North Sumatera Province of
Indonesia. Survey Report. USAID. Manfred Fürst, and Stefan Bergleiter. 2010. Biological Control of Coffee Berry Borer in Organic Coffee. Sate of Hawaii, Dept Agriculture. 2011. Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae).
30
Kajian Tentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara. Sabam Malau, Parlindungan Lumbanraja, Rosnawita Simanjuntak, Susana Tabah Trina Panjaitan dan Benika Naibaho. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja. Medan.2012.