Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KAJIAN SISTEM INTEGRASI PADI-SAPI DILAHAN SAWAH IRIGASI KABUPATEN LEBAK BANTEN (Assessment on The Crop Livestock (CLS) System in The Paddy Field of Lebak Districk, Banten) PRAMU SUNYOTO dan BENNY RACHMAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, Jl. Raya Ciptayasa KM. 01 Ciruas 42182, Serang
ABSTRACT The crop livestock system (CLS) is an effort to increase rice production that be integrated with livestock. The integrated system of cattle and rice is a dependent relationship, in which the animal dung after fermentation can be used as organic ferlilizer while the fresh or fermented rice straw can be fed to the animal, so that the production cost will be reduced, and income will increase. Based on such big potency, the government has and continues to facilitate the integration of livestock and crops through pilot project. A survey have been conducted in the egroecological zone of paddy fields in Lebak district of Banten province to decide a suitable site for the assessment location. One organized farmer group “Sri Mukti” in Panancangan village, Cibadak sub district, Lebak-Banten was decided as an assessment location. Ten cattles/PO (200-210 kg) were dropped for the grouped farmer. Five farmers of grouped member were selected to raise the cattles. The cattles were given fed with fermented straw and a concentrate diet. The cattle dung (faeces and urin) were fermented to an organic fertilizer. The technologies of the fermentation and cattle raising were trained for the farmers, extention workers, private companies and involved institutions. The economic analisys of crop livestock conducted by a grouped farmer showed that the monthly increament income was Rp. 325,443 per-farmer. This study indicated that Lebak district have a big potensial area for the development of integrated crop livestock. For this purpose it need be suggested to study the availability of material stuff in the local area. Key Words: Integration, Irigation, Paddy-Cattle ABSTRAK Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT) merupakan usaha meningkatkan produksi padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi. Pemilihan padi dan sapi dalam usaha tani didasarkan pada hubungan timbal balik di mana padi menyediakan jerami dan dedak untuk pakan sapi. Sebaliknya, sapi menghasilkan kotoran yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik pada tanaman padi. Mengingat besarnya peluang untuk mengembangkan SIPT maka pemerintah terus melakukan kegiatan percontohan. Dari hasil survey pada wilayah agroekosistem di Kabupaten Lebak, telah dipilih Kecamatan Cibadak desa Panancangan pada kelompok tani Sri Mukti dijadikan lokasi kegiatan pengkajian SIPT. Sebanyak 10 ekor sapi bakalan jenis PO (200-210 kg/ekor) telah diberikan kepada kelompok tani tersebut. Lima anggota petani dari kelompok tani tersebut dengan melalui seleksi, dipilih untuk diberitugas memelihara sapi tersebut. Pada pemeliharaannya, sapi diberi pakan jerami fermentasi dan pakan penguat berupa konsentrat. Kotoran sapi yang dihasilkan dikumpulkan dan diproses melalui fermentasi dijadikan pupuk organik. Teknologi fermentasi jerami dan pembuatan pupuk organik disebarkan melalui kegiatan pelatihan bagi petani, PPL dan lembaga terkait lainnya. Hasil analisa ekonomi usahatani yang dilakukan oleh petani yang memelihara sapi menunjukkan pendapatan tambahan dari usaha SIPT sebesar Rp. 325,443/bulan/petani. Dari hasil pengkajian ini disarankan untuk dilakukan studi mengenai ketersediiaan bahan baku konsentrat di wilayah Kabupaten Lebak untuk usaha pengembangan selanjutnya. Kata Kunci: Integrasi, Irigasi, Padi-Sapi
266
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENDAHULUAN Usaha peningkatan produksi pertanian akan menghadapi tantangan yang lebih besar dimasa datang, mengingat jumlah penduduk yang selalu bertambah, serta adanya perubahan fungsi lahan pertanian untuk menjadi lahan fungsi non pertanian. Dengan demikian usaha intesifikasi pada tanaman pangan khususunya padi harus terus digalakkan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat serta upaya peningkatkan kesejahteraan petani. Selain komoditas tanaman pangan, sapi sebagai komoditas peternakan strategis juga mempunyai arti ekonomis yang tinggi baik di pasar lokal maupun ekspor. Dalam perkembangan sejarah sapi, tahun 1975 Indonesia sempat melakukan ekspor sapi, namun akhiir-akhir ini malah mengimpor sapi, baik dalam bentuk daging maupun dalam bentuk sapi bakalan. Menurut MAKKA (2004) pada tahun 2003 Indonesia mengimpor sapi sebanyak 208.973 ekor dan daging sapi 10.671,4 ton. Pada tahun 2005 kebutuhan daging sapi diproyeksikan sekitar 465.000 ton. Bila bobot rataan sapi yang di potong di Tempat Pemotongan Hewan mencapai 400 kg akan setara dengan 1.625.500 ekor, dan diharapkan dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebanyak 1.200.000 ekor. Selanjutnya MAKKA (2004) mengatakan pada saat ini petani padi dan peternak sapi mengalami beberapa hambatan, diantaranya a) keterbatasan modal petani, b) penyediaan pakan secara berkesinambungan, c) keterbatasan lahan, d) kesulitan pembuangan hasil limbah usaha (kotoran ternak), dan e) masalah lingkungan. Di lain pihak para petani padi mengalami permasalahan, yaitu sawah yang sakit akibat penggunaan pupuk kimia dalam jangka waktu yang lama sehingga tanah mengalami kekurangan bahan organik dan produktivitas lahan sawah menjadi menurun. Untuk mendukung konsistensi peningkatan produksi komoditas peternakan tersebut, diperlukan upaya intensifikasi peningkatan mutu melalui penerapan teknologi spesifik lokasi. Badan Litbang pertanian berjasama dengan instansi teknis terkait lingkup Deptan melaksanakan kegiatan percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T), yang salah satu komponennya adalah Sistem Integrasi Padi-Ternak (SIPT).
SIPT adalah sistem peningkatan produktivitas padi yang dipadukan dengan usaha ternak (sapi). Pemilihan padi dan sapi dalam usaha tani didasarkan pada hubungan timbal balik di mana padi menyediakan jerami dan dedak untuk pakan sapi. Sebaliknya, sapi menghasilkan kotoran sebagai pupuk organik yang pada tanaman padi dapat memperbaiki struktur tanah, mendorong penyerapan kelembaban yang lebih baik, mengurangi daya serap air, dan mencegah crusting permukaaan tanah. Paket teknologi penggunaan jerami padi untuk pakan ternak serta penggunan kotoran sapi untuk pupuk organik dilakukan melalui proses fermentasi. Menurut HARYANTO et al. (2002) melalui proses fermentasi, jumlah jerami padi yang dihasilkan untuk pakan sapi sebesar 5−8 ton/ha/musim. Jerami tersebut akan dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi berjumlah 2−3 ekor/tahun. Sedangkan jumlah kotoran ternak yang dihasilkan dari usaha ternak sapi potong sejumlah 8−10 kg/ekor/hari yang dapat dijadikan pupuk organik sejumlah 4-5 kg/ekor/hari. Usaha ternak sapi potong dengan cara penggemukan akan menghasilkan 0,4-0,8 kg daging/hari atau 150-300 kg/ekor/tahun. Luas panen tanaman padi di Propinsi Banten pada tahun 2004 mencapai 364.721 ha dengan produksi 1.812.495 ton gabah kering atau produktivitas rataan 4,97 ton/ha (SETIAWAN, 2005). Hal ini terjadi peningkatan produktivitas sebesar 7,13% dibanding tahun 2003 yang mencapai 1.691.923 ton. Keadaan ini menjadikan Produksi Padi Banten termasuk sepuluh besar sebagai penghasil padi nasional, atau tepatnya menduduki urutan ke sembilan. Dari luas panen areal sawah tersebut, potensi untuk memelihara ternak sapi mencapai paling sedikit 700.000 ekor/tahun. Dengan demikian akan dapat menyumbang yang cukup besar kebutuhan sapi nasional yang diperkirakan pada tahun 2005 mencapai 100.000 ekor/bulan. Namun demikian kenyataan menunjukkan jerami yang dihasilkan dari padi sawah di wilayah Banten pada umumnya belum dimanfaatkan secara optimal. Jerami yang dihasilkan terkadang dibiarkan yang nantinya ditujukan untuk peyuburan tanahnya dan sering terlihat jerami tersebut dibakar. Menurut SRIADININGSIH (1984) dalam SYAM dan SARIUBANG (2004) mengatakan pengangkutan jerami keluar petakan setiap selesai panen
267
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
diperkirakan tanah akan mengalami kehilangan 0,4% C-Organik, 0,03% N-Tanah, 8,15 kg P/ha, 42,9 kg K/ha dan 25% kg Si/ha. Selanjutnya dikatakan pemberian jerami padi sebanyak 5 ton/ha/musim dapat meningkatkan C-Organik tanah dari 2,4 menjadi 4,0% setelah 4 musim tanah pemberian, disamping meningkatkan ketersediaan unsur K, Mg, Si dan N. Pada SIPT penggunaan jerami padi untuk pakan ternak akan menghasilkan pupuk organik dari kotoran sapi yang dapat digunakan untuk pemupukan sawah sebagai pengganti jerami yang diambil. Dalam paket teknologi SIPT kebutuhan pupuk organik untuk tanaman padi sekitar 2 ton/ha/musim. Sehubungan dengan belum tersebarnya aplikasi paket teknologi tersebut di propinsi Banten, melalui SIPT peluang pengembangan usaha ternak baik secara intensif maupun ekstensif yang berwawasan lingkungan sangat terbuka. Kabupaten Lebak merupakan wilayah kabupaten yang terluas di Propinsi Banten, namun tergolong kabupaten yang pembangunannya masih terbelakang. Luas areal panen Kabupaten Lebak 60.154 ha dengan produksi padi diwilayah ini sebesar 4,128 ton/ha dan berpeluang untuk memasok kebutuhan sapi paling sedikit 120.000 ekor/tahun, dengan potensi jerami 480.154 ton dan dedak 25.688,2 ton. Namun umumnya hasil sampingan panen padi yang berupa jerami tersebut belum dimanfaatkan bahkan sering dibakar. Pada tahun 2004, pengkajian Sistem Integrasi Padi-Sapi telah dilakukan di Desa Panancangan Kec. Cibadak Kab. Lebak. Lokasi kegiatan tersebut sebelumnya yaitu pada tahun 2003 telah dilaksanakan kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Sebagai kelompok sasaran percontohan adalah kelompok tani yang ada di desa tersebut dengan nama “Sri Mukti”. Adapun sebagai tujuan pengkajian adalah: 1. 2.
268
Menyebarluaskan dan Mengimplentasikan program SIPT. Melatih petani dalam menerapkan komponen SIPT seperti pengolahan jerami sebagai pakan, teknik pemeliharaan sapi dengan metode kandang kelompok.
METERI DAN METODE Managemen pemeliharaan ternak Pengakajian dilaksanakan pada lokasi yang sebelumnya dijadikan sebagai Lokasi pengkajian PTT tahun 2003, yaitu desa Panancangan, Kec. Cibadak, Kab. Lebak. Hamparan padi sawah yang menjadi sasaran seluas ±12 ha, dengan jumlah anggota kelompok ±65 orang. Hamparan padi tersebut dijadikan sebagai sumber pakan untuk mendukung sapi yang akan dipelihara. Pemeliharaan sapi diserahkan kepada kelompok tani Sri Mukti yang dipilih oleh para pengkaji dan tokoh masyrakat dengan kriteria antara lain; jujur, bertanggung jawab, pernah memelihara ternak ruminansia besar seperti kerbau atau kambing . BPTP dalam hal ini penanggung jawab pada kegiatan SIPT memasok kebutuhan sarana dan prasarana pengkajian beserta teknologinya sampai akhir tahun anggaran. Semua fasilitas kandang dan hewan pengkajian diserahkan kepada Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu KUAT yang merupakan rintisan dan binaan BPTP. Lima orang anggota KUAT dipilih sebagai petani kooperator untuk diberi tanggung jawab memelihara sapi. Persentase bagi hasil antara petani koopetaor dengan pengurus KUAT didasarkan atas mufakat kedua belah pihak dan saling menguntungkan. Teknologi pemeliharan sapi meliputi teknologi pembesaran/ penggemukan yang dilanjutkan dengan reproduksi. Pengadaan sapinya adalah sapi bakalan berkelamin betina yang berumur 1,5– 2,0 tahun dengan bobot 200–220 kg. Jenis sapi yang digunakan dalam pengkajian pemeliharaan sapi adalah sapi Peranakan Ongole (PO) sebanyak 10 ekor yang diperoleh dari Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 1 September 2004. Pembuatan sarana kandang dan proses fermentasi jerami Untuk mendukung pememeliharan sapi sebanyak 10 ekor dibangun sesuai dengan denah gambar yang terdiri dari:
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
1 unit kandang sapi ukuran 6 x 8 m 1 unit tempat fermentasi jerami berukuran 4 x9m 1 unit tempat fermentasi kotoran sapi dan gudang berukuran 3 x 8 m Alas kandang sapi ditaburi serbuk gergaji hingga merata. Setiap 3 bulan kotoran sapi yang bercampur dengan serbuk gergaji dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat fermentasi. Jerami padi (limbah padi) yang baru dipanen (kandungan air 65%) dikumpulkan pada tempat yang telah disediaakan. Jerami padi ditumpuk hingga setiap ketebalan 20 cm ditaburi dengan probiotik dengan takaran masing-masing 1 liter per 1 ton jerami hingga ketinggian 1−2 m. Bahan probiotik berupa ”starter” dibuat sendiri (Tabel 1) disesuaikan dengan bahan-bahan yang ada disekitar lokasi pengkajian. Jerami tersebut didiamkan selama 21 hari lalu dikeringkan dan disimpan untuk stok pakan sapi. Tabel 1. Komposisi bahan-bahan untuk pembuatan stater (volume 60 liter) Harga per satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
40 liter 2 kg
3.000
6.000
1,5 kg 1,5 kg 1,5 kg 1 kg 2 kg 2 kg 20
1.400 1.800 1.400 3.000 5.000 3.500 -
2.100 2.700 2.100 3.000 10.000 7.000 -
1 bulan
4.000
4.000
Bahan
Takaran
Air Tepung beras Urea TSP ZA KCl Mineral mix Gula aren Byang/bibit stater Biaya listrik
*Harga starter perliter setelah dikurangi alat = Rp. 1.282
diberi pakan jerami fermentasi. Pakan jerami fermentasi diberikan kepada sapi sebanyak 6-8 kg/ekor/hari. Pemberian pakan konsentrat sebesar 1−1,5 kg/ekor/hari. Konsentrat yang digunakan pada minggu pertama dan kedua berasal dari pakan komersial pabrik namun, setelah minggu berikutnya membuat ransum sendiri dilakukan bersama-sama petugas teknis/litkayasa dan petani kooperator. Ransum konsentrat dibuat sesuai dengan panduan paket teknologi yang disesuaikan dengan kondisi pasaran bahan baku lokal (Tabel 2). Dalam penyusunan ransum digunakan kriteria a.l rational, ekonomis, aplicable dan nilai gizi. Pencampuran pakan dilakukan secara manual yaitu menggunakan alat sederhana berupa skop, pacul yang dilakukan di atas lantai. Pencampuran dilakukan oleh tenaga kerja manusia (petani koperator) dengan cara bahan baku pakan disusun sesuai formula dari yang jumlahnya paling banyak. Air minum untuk sapi berupa air bersih diberikan secara ad libitum. Disamping pakan konsentrat diberikan juga mineral block yang dibuat sendirri. Bahan-bahan untuk pembuatan mineral block ini terdiri dari: semen 1,5 kg , mineral mix 1 kg, garam 3,5 kg dan gula aren cair 0,5 kg dicampur dengan air secukupnya sampai menjadi adonan dan dicetak lalu dikeringkan. Tabel 2. Komposisi ransum konsentrat digunakan untuk pakan sapi Bahan baku Komposisi (%) Dedak padi Dedak jagung Bungkil kelapa Bungkil sawit Mineral mix Garam Kalsium Jumlah
yang
Harga (Rp./kg)
Harga per kg ransum
60 11
500 300
300 33
10
1.100
110
15
800
120
1 1 2
500 500 2.000
5 5 40 708
Pakan dan cara pemberian pakan sapi
Pelatihan pemeliharaan sapi
Sapi yang baru datang diberi obat cacing dengan dosis 1 buah per ekor. Pemberian pakan berupa jerami untuk tujuan adaptasi sebelum
Pelatihan diadakan di sekitar lokasi kandang sapi pada tanggal 7−8 September 2004, dengan metode pelatihan, secara teori
269
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
maupun praktek. Peserta pelatihan sebanyak 25 orang yang terdiri dari 3 orang Petugas Penyuluh Lapangan, 5 orang Petani Kooperator, 3 orang Pengurus KUAT dan 7 orang Teknisi/ peneliti BPTP Banten, serta 7 orang undangan lainnya. Materi pelatihan berupa teori meliputi: Pengenalan ragam sapi dan biologinya, teknologi pemeliharaan sapi, teknologi pembuatan jerami fermentasi dan teknologi pengelohan pupuk organik. Sedangkan materi pelatihan yang berupa praktek adalah cara penanganan sapi, penentuan umur sapi dan teknologi fermentasi jerami termasuk pembuatan probiotik/sterter. Pengumpulan data dan analisa Data yang dikumpulkan meliputi semua aktivitas dalam kegiatan SIPT. Semua biaya untuk pengadaan kandang dan sarana pendukung, pembelian sapi, pakan dicatat dan dikumpulkan untuk dianalisa ekonominya. Dalam menghitung pertumbuhan sapi dilakukan dengan pengukuran dan formula rumus Schoorl (SUGENG, 1992 dalam SARIUBANG et al., 2004) sbb: (Lingkar dada + 22)2 Bobot hidup (kg)= -------------------------------100 Analisa usaha tani dihitung untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha penggemukan sapi selama 3 bulan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani koperator. HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan program kegiatan telah disosialisasikan kepada kelompok tani secara langsung melalui tatap muka atau rapat-rapat kecil. Kelompok tani desa Panancangan “Sri Mukti” pada sub kelompok dengan nama ”Mitracai” dijadikan sebagai kelompok sasaran untuk bertanggung jawab pada kegiatan SIPT ini. Dari hasil seleksi tersebut telah dipilih calon penanggung jawab sebanyak 5 orang anggota kelompok untuk memelihara sapi tersebut. Ke-lima anggota kelompok adalah: 1. Dulmukti; 2. Suadi; 3. Tarmudi; 4. Eman; serta 5. Endong. Mengingat kondisi petani di desa Panancangan, Kec. Cibadak yang menjadi
270
lokasi pengkajian tidak ada yang mempunyai hewan pemeliharaan sapi, maka pengetahuan mengenai hewan sapi baik biologinya mapun teknologi budidayanya masih kurang. Pada awal pemeliharaan , tingkat kepercayaan petani terhadap pakan jerami masih sangat rendah. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh petani tetapi juga oleh para petugas penyuluh. Mereka beranggapan sapi tidak akan mau diberi pakan jerami kering. Pemerintah daerah setempat sedang mengembangkan budidaya sapi, namun belum ada penerapan teknologi pembuatan fermentasi jerami. Setelah diadakan pelatihan bagi para petani kooperator dan petugas lapang, tingkat kepercayaannya meningkat. Pada proses pembuatan konsentrat, beberapa hal yang harus diketahui adalah bahan baku yang tersedia, komposisi kimia masing-masing bahan baku tersebut, sifat degradabilitas masing-masing komponen nutrien serta harga. Hijauan pakan ternak adalah komponen utama, sedangkan pakan konsentrat perlu diformulasikan dan disesuaikan dengan kecukupan nutrien yang disediakan oleh hijauan tersebut. Imbangan antara energi dan protein dalam pakan perlu diperhatikan. Pakan konsentrat dapat disusun sehingga kadar protein mencapai 13−26% dengan total digestible nutrien (TDN) sekitar 68%. Bahan konsentrat yang digunakan untuk pakan penguat sapi disajikan dalam Tabel 3. Dari hasil perhitungan harga konsentrat yang diramu sendiri mencapai Rp. 708 per kg. Di pasar lokal beberapa pabrik pakan konsentrat sapi mematok harga di atas Rp 1000. Pada pemeliharaan sapi jumlah pakan harian adalah 5–10 kg jerami fermentasi dan pakan penguat konsentrat sebanyak 1–1,5 kg. Hasil pemeliharaan selama 3 bulan menghasilkan penambahan bobot individu sapi sebesar 0,36–0,8 kg/hari/ekor. Pertumbuhan bobot sapi ini cukup tinggi. Namun beberapa petani di Garut, Jawa Barat pertumbuhan bobot pada pemeliharaan sapi potong dapat mencapai lebih dari 1 kg per hari dengan pemberian pakan konsentrat harian sebesar 3 kg (BACHREIN et al., 2002). Dengan mempertimbangkan bahwa pada pengkajian pemeliharaan sapi ini akan dilanjutkan untuk tujuan reproduksi maka diusahakan agar kondisi sapi tidak terlalu gemuk sehingga jumlah pakan konsentrat yang diberikan dibatasi. Bila sapi kegemukan akan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
menghambat perkembangan anakan dalam kandungan. Dari pengamatan setelah 3 bulan pemeliharaan, dua ekor sudah mulai menampakan birahi. Dalam rangka melengkapi kebutuhan nutrisi sapi telah diperkenalkan teknik pembuatan dan pemberian ”mineral blok”. Pemberian mineral blok ditujukan sebagai penambah kekuatan sapi. Mineral blok sebagai penambah nafsu makan sapi dan juga untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sapi. Di pasar lokal mineral block berharga cukup tinggi namun dapat dengan mudah dibuat sendiri. Dari hasil perhitungan, satu buah mineral block menghabiskan biaya Rp. 11.250. Satu buah mineral blok yang dibuat akan habis dijilati sapi dalam 1 minggu untuk 10 ekor sapi yang dipelihara. Pada proses pengolahan kotoran organik, kotoran sapi yang bercampur dengan serbuk gergaji dikumpulkan dan atau langsung dijual untuk pupuk. Selama tiga bulan dapat dikumpulkan pupuk organik sejumlah 100 karung dengan rataan bobot 20 kg/karung. Pupuk organik tersebut dikeringkan dan dijual ke petani dengan harga Rp. 2000−2500/karung. Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan usaha peternakan sapi adalah menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya dengan integrasi usahatani tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan serendah mungkin. Hasil penelitian SUTARDI et al. (2004) menunjukkan jumlah pupuk kimia yang tinggi tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, namun yang menentukan tingkat produksi meningkat adalah perimbangan pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan kurang dari 30% atau 105 kg/ha urea, 45 kg/ha SP-36 dan 30 kg KCl/ha dengan perimbangan pupuk organik 2,5 ton/ha. Sedangkan hasil pengkajian SYAM dan SARIUBANG (2004) menghasilkan pemakaian pupuk organik sebesar 2 ton/ha dengan penggunaan pupuk anorganik sebesar 105,6 kg urea + 100 kg ZA + 33,3 kg KCl/ha menghasilkan produksi padi yang sama besar dengan perlakuan tanpa pupuk organik dengan pemberian pupuk 150 kg urea + 100 kg ZA + 50 kg SP + 50 kg KCl/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN Usaha penggemukan sapi melalui SIPT di Kabupaten Lebak cukup menjanjikan mengingat besarnya potensi sumber daya alam yang ada. Di samping lokasi dekat dengan daerah ibu kota, juga besarnya potensi ketersediaan bahan baku pakan sapi dari hasil agroindustri seperti bungkil kelapa sawit, kulit kakao dan kopi yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu dalam rangka untuk mengembangkan budidaya sapi di Kabupaten Lebak perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui jumlah ketersediaan pakan, terutama bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai penyusun ransum konsentrat. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2002. Banten dalam Angka 2001. Bapeda Propinsi Banten, Badan Pusat Statistik Propinsi Banten, 321 hlm. BACHREIN, S., S. SURIAPERMANA dan T. SUBARNA. 2002 Pengkajian Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak pada Lahan Sawah Berpengairan di Jawa Barat. Loka Karya ”Pengembangan Usahatani Terpadu Berwawasan Agribisnis Mendukung Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian Jawa Barat, Lembang 16 April 2002, 25 hlm. DIPERTA BANTEN. 2001. Laporan Tahunan 2001. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Banten. HARYANTO, B., I. INOUNU, I-B. ARSANA dan K. DIWYANTO. 2002 Panduan Sistem Integrasi Padi Ternak. Departemen Pertanian,16p KARAMA, A.S., A.R. MARZUKi dan I. MANWAN. 1990. Penggunaan Pupuk Organik pada Tanaman Pangan. Pros. Seminar Nasional Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 395−425. PEMPROV BANTEN. 2001. Potensi dan Peluang Investasi Agribisnis Propinsi Banten, :40p PUSLITBANGTAN. 2000. Deskripsi varietas unggul padi dan palawija 1999−2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Badan Litbang Pertanian.
271
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
SARIUBANG, M., A. SYAM dan A. NURHAYU. 2004. Sistem usahatani tanaman-ternak pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20−22 Juli 2004, Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan CASREN. hlm. 126−132. SETIAWAN, E.D. 2005. Produksi Padi Banten Peringkat ke Sembilan Nasional. Pertemuan Koordinasi Proksi Mantap Pusat dan Daerah tahun 2005 Provinsi Banten. Cilegon, 28 Pebruari 2005. SOENTORO, M SYUKUR, SUGIARTO, HENDIARTO dan H. SUPRIADI. Paduan Teknis: Pengembangan Kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu. 22 hlm. SRI ADININGSIH, J., T. PRIHATINI, J. PURWANI and K. KENTJANASARI. 1997. Indonesia Agricultural Research and Development J. 19(4): 57−65.
272
SUPRIADI, H., R. HENDAYANA, N.S. DIMYATI dan D.K.S. SWASTIKA. 2002. Laporan kahir Survei Pendasaran Penelitian dan Pengkajian Paket Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi (Provinsi Banten). Proyek/Bagian Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Deptan. SUTARDI, A. MUSOFIE dan SOEHARSONO. 2004. Optimalisasi produksi padi dengan pemanfaatan pupuk organik dan sistem usahatani integrasi padi-ternak di agroekosistem lahan sawah. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20−22 Juli 2004, Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan CASREN. hlm. 224−233. SYAM, A. dan M. SARIUBANG. 2004. Pengaruh pupuk organik (kompos kotoran sapi) terhadap produktivitas padi di lahan sawah irigasi. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi TanamanTernak. Denpasar, 20−22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan, BPTP Bali dan CASREN. hlm. 93−103.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Lampiran. Analisis Usaha Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi yang dilakukan lima orang petani kooperator di Desa Panancangan, Kecamatan Cibadak, Kab. Lebak dalam satu tahun (tiga kali penggemukan) Volume
Unit
Unit cost (Rp.)
Cost (Rp.)
Sapi bakalan
10
ekor
3.000.000
30.000.000
Starter/probiotik
60
liter
151.000
151.000
Mineral blok
12
buah
11.250
135.000
Biaya variabel
Konsentrat
1.350
kg
708
955.800
Serbuk gergaji
100
karung
500
50.000
Obat-obatan (obat cacing)
10
butir
6.000
60.000
Jumlah 1
31.357.800
7.000.000
7.000.000
Jumlah 2
7.000.000
Biaya tetap Peralatan
1
paket
Total biaya Total biaya 1 kali penggemukan
38.357.800
Total biaya 3 kali penggemukan
101.073.400
Penerimaan Penerimaan 1 kali penggemukan Hasil penjualan
10
ekor
Hasil pembuatan pupuk kandang
100
karung
4.000.000
40.000.000
2.000
200.000
Jumlah 3
40.200.000
Penerimaan 3 kali penggemukan (1 tahun)
120.600.000
Laba operasional Keuntungan dalam 1 tahun
19.526.600
Keuntungan setiap petani 1 tahun
3.905.320
Penambahan pendapatan seorang petani per bulan Break even point (BEP) Ratio perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C)
325.443 Rp. 31.882.651 1,19*
*Layak usaha
273
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
DISKUSI Pertanyaan: Berapa banyak sapi yang dibutuhkan untuk membuat pupuk organik sehingga dapat digunakan untuk sawah? Perlu dipikirkan jumlah sapi yang layak untuk dapat menunjang kehidupan petani. Jawaban: Pada umumnya pupuk organik yang dihasilkan tidak dipergunakan oleh pemilik sapi tetapi dijual pada yang berkeinginan menggunakannya untuk sawah. Saran yang baik untuk dipertimbangkan.
274