KAJIAN SINKRONISASI PERENCANAAN BLOK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KPHP MODEL SINTUWU MAROSO KABUPATEN POSO Nadine Sandra Agustina
[email protected] (Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu-Ilmu Pertanian Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract The aim of the research was to synchronize the planning of community empowerment block using at PFMU of Sintuwu Maroso Model with factual condition in field and to analyze community responses on the planning of community empowerment block at PFMU of Sintuwu Maroso Model management. Community population were those who settle around the community empowerment block. Community forest at Kilo and Buyumpondoli villages were also sampled. The respondent number was 50 people who lived around the area of HKm and village forest. Data were analyzed using comparison analysis, land cover analysis, and the likert scale of 1, 3, and 5. The research results showed that the community forests at both Kilo and Buyumpondoli villages are suitable for Hkm and village forest. The land of Kilo village Hkm and Buyumpondoli village forest were dominantly covered by dry land such as plantation and bushes. Based on the likert scale, the criteria for the community empowerment block were that RKTN/RKTP and RKTK should be directed toward forest management at small scale 198 (79%); forest with low product 228 (91%); non forest area 236 (94%); HKm, village forest, and HTR permit 142 (56%), area close to community 250 (100%); possibility of RKTN/RKTP/RKTK to be included in either rehabilitation region or big/small scale forest region 144 (57%); and the community responses 220 (88%). It can be concluded that the criteria and the community responses are classified high. Keywords: Community empowerment block, PFMU, planning, and Synchronization Deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia sudah menjadi isu internasional dengan penyebab rusaknya hutan akibat open access karena tidak disertai perencanaan yang baik. Berbagai pengelolaan hutan yang ada di Indonesia yang tidak sesuai dengan kondisi biofisik wilayah mengakibatkan rusaknya hutan karena perencanaan yang tidak tertata dan terakomodir dengan baik (Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2008). Kelestarian hutan hanya akan tercapai apabila pengurusan hutan dilakukan sesuai konsep dan disertai dengan keadaan wilayah berdasarkan fungsi peruntukannya (Kementerian Kehutanan, 2011). Kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP) Model Sintuwu Maroso merupakan titik awal upaya pelestarian hutan yang ada di Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten Poso yang memiliki perencanaan sebagai pedoman pelaksanaan. Rencana kelola yang ada haruslah sesuai dengan kondisi faktual yang ada di
lapangan, agar perencanaan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Penataan hutan KPHP Model Sintuwu Maroso terdiri dari beberapa blok salah satunya adalah blok pemberdayaan masyarakat yang memiliki kriteria-kriteria antara lain: Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai pengusahaan hutan yang berskala kecil, mempunyai hasil hutan kayu rendah, daerahnya merupakan areal yang tidak berhutan, kemudiaan terdapat pula pemanfaatan izin HKm, Hutan Desa, HTR, arealnya dekat dengan masyarakat di dalam & sekitar hutan serta dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk ke dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan berskala besar atau kecil (Renstra KPHP, 2012). Keberhasilan rencana kelola yang sinkron dengan kondisi faktual yang ada di lapangan memerlukan beberapa faktor pendukung diantaranya adalah perencanaan yang
8
9 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
matang, dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat (Rizal, dkk, 2011). Sinkronnya rencana kelola dengan kondisi faktual di lapangan yang berazaskan kelestarian, keserasian serta azas pemanfaatan yang optimal dapat memberikan manfaat secara ekonomi, ekologi serta sosial dan berimbang (Rizal, dkk, 2011). METODE Penelitian Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat Pada KPHP Model Sintuwu Maroso Kabupaten Poso melalui pendekatan analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis perbandingan, analisis tutupan lahan dan analisis skala likert penskalaan 1,3,5. Penelitian ini bersifat eksploratif deskriptif yang bertujuan untuk mengungkap fakta-fakta yang akurat dan sesuai dengan keadaan di areal blok pemberdayaan masyarakat. Penelitian dilaksanakan pada areal kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Sintuwu Maroso khususnya di wilayah areal Hutan Kemasyarakatan Desa Kilo dan Hutan Desa Buyumpondoli. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, dari bulan April 2013 sampai dengan bulan Juni 2013. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat di dalam dan sekitar Kawasan KPHP Model Sintuwu Maroso, dan stakekholder yang terkait langsung pengelolaan HKm dan Hutan Desa. Penentuan atau pengambilan sampel responden dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa responden paling mengetahui (expert) areal HKm dan Hutan Desa di Wilayah Blok Pemberdayaan Masyarakat. Populasi masyarakat sekitar kawasan hutan 243 KK (jumlah sampel 20% dari populasi sehingga diperoleh jumlah responden sebanyak 50 orang responden). Jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tentang jumlah responden, pekerjaan, luas lahan, dan
respon masyarakat sekitar hutan terhadap penetapan blok pemberdayaan masyarakat. Sedangkan data sekunder meliputi rencana strategis (perencanaan) KPHP Model Sintuwu Maroso. Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (quessioner) yang diperkuat dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) terhadap responden. Adapun data sekunder diperoleh dari BPKH Wilayah IX Palu, BPDAS Palu-Poso, KPHP Model Sintuwu Maroso, Kantor Desa Kilo dan Buyumpondoli, dan beberapa literatur instansi terkait yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Teknik Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini nadalah analisis perbandingan (Bungin, 2007), tutupan lahan (Departemen Kehutanan, 2001), dan analisis skala likert penskalaan 1,3,5 (Riduwan dan Kuncoro, 2007). Berdasarkan analisis perbandingan, dapat ditemukan hubungan antara sesuatu yang dibandingkan yaitu kondisi ideal (peraturan/kebijakan) dengan kondisi faktual yang ada di lapangan kemudian akan terlihat jelas pula pada analisis tutupan lahan yang akan melihat secara biofisik keadaan faktual. Sehingga untuk menentukan tingkat sinkronisasi suatu perencanaan (kriteria blok pemberdayaan masyarakat) dan respon masyarakat terhadap penetapan blok pemberdayaan masyarakat digunakan skala likert. Selanjutnya tahapan analisis skala likert dalam penyusunan perencanaan sebagai berikut: 1. Tahapan untuk menentukan indikator dari kriteria yang sudah dijabarkan yang nantinya dijadikan titik tolak responden untuk menjawab pertanyaan. 2. Setiap jawaban akan dihubungkan dalam bentuk pertanyaan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut:
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
3.
4.
5.
6.
7.
Tidak Sesuai =1 Kurang Sesuai = 3 Sesuai =5 Dalam teknik pengumpulan dan pengolahan data angket, pernyataan dalam bentuk pilhan ganda disebarkan kepada n responden, kemudian direkapitulasi berdasarkan kriteria yang telah dijabarkan menjadi indikator, misalnya: Menjawab 1 = x orang Menjawab 3 = x orang Menjawab 5 = x orang Kemudian dihitung untuk menentukan jumlah skor yaitu mengalikan antara x orang yang sudah menjawab dengan masing-masing skala yang sudah ditentukan (1,3,5) dan setelah itu menentukan skor ideal tertinggi dan terendah. Menentukan total skor dengan cara menjumlahkan jumlah skor per item kriteria, kemudian dibagi dengan skor ideal tertinggi dikalikan 100% untuk mendapatkan berapa persen total skornya. Menentukan interval dengan cara: interval = skor tertinggi – skor terendah 3 Membuat interprestasi skor.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Komparasi (Perbandingan) Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir Utara Kab.Poso
..................... 10
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. HKm diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat sehingga mereka mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. HKm dapat dilakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Dalam Pelaksanaan HKm Desa Kilo berdasarkan azas penyelenggaraan dengan prinsip yaitu: 1) tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan, 2) pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman, 3) mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya, 4) menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa, 5) meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, 6) memerankan masyarakat sebagai pelaku utama, 7) adanya kepastian hukum, 8) transparansi dan akuntabilitas publik, dan 9) partisipatif dalam pengambilan keputusan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999). Secara teoritis konsep ini sudah mengarah kepada pola yang konstruktif, yakni menempatkan rakyat sebagai pelaku secara intrasistemik dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hutan kemasyarakatan memiliki kriteria yang dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Sinkronisasi Kriteria Hutan Kemasyarakatan dengan Kondisi faktual di lapangan No Kriteria Hutan Sesuai Tidak Sesuai Kemasyarakatan (HKm) 1 Hutannya tidak dibebani hak Sesuai atau ijin dalam pemanfaatan hasil hutan 2 Merupakan sumber mata Sesuai pencaharian masyarakat
11 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
Tabel 1 menunjukkan bahwa kriteriakriteria hutan kemasyarakatan yang pertama yakni 1) hutannya tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan 2) merupakan sumber mata pencaharian masyarakat, hal ini sudah sangat sesuai dengan kondisi di lapangan walau sampai saat ini surat keputusan menteri belum ada dalam hal perijinan pemanfaatan HKm khususnya HKm Desa Kilo, disebabkan karena KPHP Sintuwu Maroso baru terbentuk sehingga dari segi perencanaan, pendanaan sampai pengelolaan masih dalam tahap awal namun dari kondisi di lapangan dan wawancara dengan responden, rencana kelola dan ktiteria-kriteria HKm sudah sesuai dengan kondisi faktual di lapangan. Hutan Desa (HD) Buyumpondoli Kecamatan Pamona Posulembah Kabupaten Poso Hutan desa adalah kawasan hutan negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola serta digunakan untuk
kesejateraan masyarakat desa. Hutan desa sebagai alternatif model pengelolaan hutan kolaboratif yang berbasis masyarakat adalah sebuah tawaran solusi untuk menjawab persoalan kerusakan hutan di Indonesia (Andri, 2008). Dalam pelaksanaannya, program hutan desa pun diarahkan sesuai prinsip-prinsipnya bahwa 1) tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan; dan 2) ada keterkaitan masyarakat terhadap sumber daya hutan karena hutan mempunyai fungsi sosial, ekonomi, budaya dan ekologis. Jadi pengelolaan hutan desa berorientasi ekonomi perlu juga mempertimbangkan aspek lainnya yang merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga adat desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Hutan desa memiliki beberapa kriteria yang dijelaskan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sinkronisasi Kriteria Hutan Desa dengan Kondisi faktual di lapangan No
1
2
3
Kriteria Hutan Desa (HD)
Kawasan hutan desa berada dalam kawasan hutan negara seperti hutan lindung dan hutan produksi Belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfataan untuk bentuk pengelolaan lain Kawasan hutan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan
Dalam Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kriteria-kriteria hutan desa yang pertama yakni 1) Kawasan hutan desa berada dalam kawasan hutan negara seperti hutan lindung dan hutan produksi sudah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan; kriteria 2) Belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfataan untuk bentuk pengelolaan lain,
Sesuai
Tidak Sesuai
Sesuai
-
Sesuai
-
Sesuai
-
kriteria ini juga sudah sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan; dan kriteria 3) Kawasan hutan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan, hal ini sudah sangat sesuai dengan kondisi di lapangan.
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
Hasil Analisis Tutupan Lahan/Vegetasi Berdasarkan hasil analisis tutupan lahan yang dilakukan pada areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Sintuwu Maroso khususnya pada blok pemberdayaan masyarakat yakni di wilayah hutan Kemasyarakatan (HD) Kilo menunjukkan bahwa hutan kemasyarakatan (HKm) Desa Kilo didominasi oleh pertanian lahan kering 800 ha (80%) dan pertanian lahan kering bercampur semak 150 ha (15%) dan 50 ha semak belukar (5%). Pada hutan kemasyarakatan (HKm) Kilo tidak ada jenis penutupan lahan lainnya yang ditemukan dan dapat pula dilihat dari peta tutupan lahan 1 bahwa sudah sesuai dengan kriteria-kriteria pada blok pemberdayaan masyarakat dan pada indikator permenhut nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) (Kementerian Kehutanan, 2011). Pada gambar peta tutupan lahan 2 menunjukkan bahwa hutan desa (HD) Desa
..................... 12
Buyumpondoli didominasi oleh pertanian lahan kering 776 ha (93%) dan pertanian lahan kering bercampur semak 26 ha (7%). Pada Hutan Desa (HD) Desa Buyumpondoli tidak ada jenis penutupan lahan lainnya yang ditemukan yang mengacu pada indikator Permenhut nomor P.6/MenhutII/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bahwa penutupan lahan untuk wilayah-wilayah tersebut berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering bercampur semak (Kementerian Kehutanan, 2011). Hasil Analisis Skala Likert Hasil analisis skala likert untuk menilai seberapa besar tingkat sinkronisasi perencanaan KPHP Model Sintuwu Maroso dilihat dari kriteria-kriteria blok pemberdayaan masyarakat dengan diikuti indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 1 Kriteria Blok Pemberdayaan Masyarakat Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai pengusahaan hutan yang berskala kecil a) Fasilitas tidak mendukung untuk pemanfaatan/pengelolaa n dalam jumlah besar b) Pengelolaannya oleh masyarakat sekitar hutan c) Pemanfaatan hasil hutan untuk kepentingan masyarakat sekitar hutan
Sesuai (%)
27 (54%)
Jumlah
Kurang Sesuai (%)
Tidak Sesuai(%)
20 (40%)
3 (6%)-
198/79%
-
Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Berdasarkan Tabel 3 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 1 blok
pemberdayaan masyarakat yaitu tergolong tinggi dengan nilai skoring yaitu 198 yang dapat dilihat pada Gambar 1.
13 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
0
50
100
150
200
RS R CT Gambar 1. Nilai Skoring Kriteria 1
198T
Gambar 1 maka dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di 0%
33%
R Gambar 2. Interprestasi Skor Kriteria 1 Dari presentase menunjukkan adanya sinkronisasi kondisi ideal dengan kondisi di lapangan sebesar 79% yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil dari wawacara dengan responden, masyarakat sekitar areal dapat beraktivitas nantinya pada lahan HKm dan Hutan Desa mereka dengan mengelola
250
ST
lapangan yaitu 198/250 x 100% = 79% tergolong tinggi yang dapat dilihat pada Gambar 2. 66%
S
100%
91%
T
lahan dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan dari penjelasan di atas mengenai kriteria 1 yang tergolong tinggi, maka untuk mengukur sinkronnya pengetahuan masyarakat mengenai kriteria 2 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 2 Blok Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Kriteria Blok Pemberdayaan Kurang Sesuai (%) (%) Masyarakat Mempunyai hasil hutan kayu rendah a) Jenis kayu-kayuan sedikit 33 15 b) Produksi hasil hutan (66%) (30%) kayu dengan frekuensi rendah c) Di dominasi oleh hasil hutan kayu Jumlah 228/91% Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Berdasarkan Tabel 10 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 2 blok
Tidak Sesuai(%)
2 (4%)
-
pemberdayaan masyarakat tergolong tinggi dengan jumlah nilai skoring yaitu 228 yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
0
50
100
150
RS R CT Gambar 3. Nilai Skoring Kriteria 2 Gambar 3 maka dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di 0%
33%
R Gambar 4. Interprestasi Skor Kriteria 2 Tabel 10 menjelaskan bahwa tingkat sinkronisasi kriteria kedua pada blok pemberdayaan masyarakat berada pada titik 91% dan nilai ini hampir mencapai titik tertinggi yaitu 100%. Dengan demikian, jelas bahwa kriteria yang kedua sinkron dengan kondisi di lapangan. Hal ini juga dapat terbukti melalui pengamatan langsung di lapangan bahwa
200
T
..................... 14
250
228
ST
lapangan yaitu 228/250 x 100% = 91% tergolong tinggi dapat dilihat pada Gambar 4.
66%
S
100%
91% T
jenis tumbuhan yang ada didominasi oleh tanaman semusim. Berdasarkan dari penjelasan di atas mengenai kriteria 2 yang tergolong tinggi, maka mengukur untuk sinkronnya pengetahuan masyarakat mengenai kriteria 3 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 3 Blok Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Kriteria Blok Pemberdayaan Kurang Sesuai (%) (%) Masyarakat Areal tidak berhutan a) Luas Areal tidak bervegetasi b) Berupa tegalan 43 7 c) Jenis tutupan lahan (86%) (15%) lainnya berupa pertanian lahan kering dan semak belukar Jumlah 236/94% Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Berdasarkan Tabel 5 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 3 yaitu
Tidak Sesuai(%)
0 (0%)
-
tergolong tinggi dengan nilai skoring yaitu 236 yang dapat dilihat pada Gambar 5.
15 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
0
50
100
150
RS R CT Gambar 5. Nilai Skoring Kriteria 3 Gambar 5 menunjukkan jumlah nilai skoring pada kriteria ketiga hampir mencapai nilai skoring tertinggi yaitu 250. Dari beberapa indikator di atas dan dengan dukungan peta tutupan lahan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa jelas terlihat bahwa kondisi areal didominasi oleh pertanian lahan kering dengan jenis tanaman tahunan seperti kakao yang diselingi dengan tanaman semusim. Selain itu, dari hasil pengamatan dan wawancara dengan responden bahwa 0%
33%
R Gambar 6. Interprestasi Skor Kriteria 3 Berdasarkan dari penjelasan di atas mengenai kriteria 3 yang tergolong tinggi, maka mengukur untuk sinkronnya penge-
200
T
250
236 ST
masih terdapat tutupan lahan berupa semak belukar. Hal ini disebabkan karena pemilik lahan belum menggarap karena terkendala waktu dan materi. Gambar 5 maka dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di lapangan yaitu 236/250 x 100% = 94% tergolong tinggi. Presentasenya dapat dilihat pada Gambar 6.
66%
S
100%
94%T
tahuan masyarakat mengenai kriteria 4 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 4 Blok Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Kriteria Blok Pemberdayaan Kurang Sesuai (%) (%) Masyarakat Terdapat pemanfaatan izin HKm, HD, dan HTR a) Terdapat SK penetapan kawasan 11 29 b) Terdapat areal HKm, (22%) (58%) HD, dan HTR c) Terdapat lembaga yang akan mengelola HKm, HD, dan HTR Jumlah 142/56% Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Berdasarkan Tabel 6 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 4 blok
Tidak Sesuai(%)
10 (20%)
-
pemberdayaan masyarakat yaitu tergolong sedang(cukup tinggi) dengan nilai skoring yaitu 142 yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
0
50
100
150
RS R 142CT Gambar 7. Nilai Skoring Kriteria 4 Gambar 7 menunjukkan jumlah nilai skoring pada kriteria keempat terletak pada interval cukup tinggi. Dari hasil wawancara dengan responden, nilai skoring terendah terdapat pada indikator pertama yaitu adanya SK penetapan kawasan. Sampai dengan saat ini, SK penetapan kawasan HKm dan Hutan Desa, dan HTR belum diterima oleh pihak KPHP Model Sintuwu Maroso, dengan alasan bahwa masih dalam tahap pemeriksaan data 0%
33%
R 56% Gambar 8. Interprestasi Skor Kriteria 4 Berdasarkan dari penjelasan di atas mengenai kriteria 4 yang tergolong sedang (cukup tinggi), maka untuk mengukur sin-
200
T
..................... 16
250
ST
oleh Kementerian Kehutanan mengenai areal antara lain tata batas dan kesiapan lahan sehingga kriteria ini dianggap belum rampung. Gambar 7 dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di lapangan yaitu 142/250 x 100% = 56% tergolong cukup tinggi dengan presentase pada Gambar 8. 66%
S
100%
T
kronnya pengetahuan masyarakat mengenai kriteria 5 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 5 Blok Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Kriteria Blok Pemberdayaan Kurang Sesuai (%) (%) Masyarakat Arealnya dekat dengan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan a) Terdapat pemukiman di sekitar areal HKm, HD, 100 0 dan HTR (100%) (0%) b) Ada aksesibilitas ke dalam kawasan c) Berada di sekitar 0-10 km dari pemukiman Jumlah 250/100% Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Berdasarkan Tabel 7 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 5 blok
Tidak Sesuai(%)
0 (0%)
-
pemberdayaan masyarakat yaitu tergolong tinggi dengan nilai skoring tertinggi yaitu 250 yang dapat dilihat pada Gambar 9.
17 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
0
50
100
150
RS R CT Gambar 9. Nilai Skoring Kriteria 5 Gambar 9 menunjukkan jumlah nilai skoring pada kriteria kelima terletak pada interval sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pada blok pemberdayaan masyarakat pada kriteria kelima dinyatakan sinkron dengan kondisi di lapangan. Dari beberapa indikator yang disebutkan di atas, bagi sebagian besar masyarakat yang berada 0%
33%
R Gambar 10. Interprestasi Skor Kriteria 5 Berdasarkan dari penjelasan di atas mengenai kriteria 5 yang tergolong tinggi, maka mengukur untuk sinkronnya penge-
200
T
250
ST
di sekitar areal, menyatakan lokasi penetapan HKm dan Hutan Desa terakses dengan baik. Dengan demikian dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di lapangan yaitu 250/250 x 100% = 100% tergolong tinggi. Presentase dilihat pada Gambar 10. 66%
S
100%
T
tahuan masyarakat mengenai kriteria 6 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Sinkronisasi Pengetahuan Masyarakat tentang Kriteria 6 Blok Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Kriteria Blok Pemberdayaan Kurang Sesuai (%) (%) Masyarakat Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk ke dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan berskala kecil atau besar a) Terdapat kawasan tertentu dalam areal HKm, HD, dan HTR 9 29 b) Terdapat pula di dalam (18%) (58%) kawasan/areal pertambangan, hutan lindung atau hutan produksi c) Areal bisa masuk dalam kawasan yang sudah terehabilitasi Jumlah 144/57% Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250)
Tidak Sesuai(%)
12 (24%)
-
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
Berdasarkan Tabel 8 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan kriteria 6 blok 0
50
100
150
RS R 144CT Gambar 11. Nilai Skoring Kriteria 6 Gambar 11 menunjukkan jumlah nilai skoring pada kriteria keenam terletak pada interval cukup tinggi. Dari hasil wawancara, sebagian besar responden menyatakan kurang sepakat dengan indikator ketiga karena baik areal HKm dan Hutan Desa yang ada merupakan lahan yang dahulunya merupakan eks pertanian/perkebunan masyarakat. Selain itu dari hasil pengamatan di lapangan bahwa pada areal Hutan Desa Buyumpondoli 0%
33%
R 57% Gambar 12. Interprestasi Skor Kriteria 6 Dari hasil nilai skoring pada masingmasing kriteria dengan beberapa indikator yang sudah disebutkan, dinyatakan bahwa perencanaan yang diharapkan oleh pemerintah baik pihak KPHP Model Sintuwu Maroso sendiri tergolong sudah baik dengan hasil rata-rata skor dinilai tinggi. Selain itu, perencanaan yang sudah ada diharapkan akan terimplementasi dari segi pengelolaan dan tahap evaluasi sehingga dapat tercapainya 3 aspek yakni nilai ekonomi, nilai ekologi dan fungsi lestari.
..................... 18
pemberdayaan masyarakat yaitu tergolong sedang(cukup tinggi) dengan nilai skoring yaitu 144 yang dapat dilihat pada Gambar 11. 200
T
250
ST
bersentuhan dengan areal tertentu yaitu hutan pinus yang masih dikelola oleh masyarakat sekitar areal. Gambar 11 maka dapat ditentukan nilai presentase pengetahuan masyarakat tentang sinkronnya perencanaan dengan kondisi di lapangan yaitu 144/250 x 100% = 57% tergolong sedang. Presentase dilihat pada Gambar 12.
66%
S
100%
T
Respon Masyarakat terhadap Penetapan Blok Pemberdayaan KPHP Sintuwu Maroso Dalam rangka menjaga eksistensi kawasan hutan dan memposisikan masyarakat sebagai bagian dari sistem pengamanan hutan untuk meraih harapan “hutan lestari untuk kesejahteraan rakyat”, maka lahan-lahan HKm dan hutan desa diberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan dimanfaatkan sumber mata pencaharian mereka (Renstra KPHP, 2012).
19 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
Untuk mengukur tingkat antusias masyarakat sekitar areal HKm dan Hutan
Desa, dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Skoring Respon Masyarakat terhadap Blok Pemberdayaan Masyarakat Jumlah Informan 1 1 2 2 3 11 3 5 37 50 Keterangan : Rendah (50-117) ; Sedang (117-184) ; Tinggi ( 184-250) No
Kategori Respon Masyarakat Tidak Mendukung Cukup Mendukung Sangat Mendukung
Skor
Berdasarkan Tabel 9 bahwa dari 50 responden masyarakat sekitar areal Hkm dan Hutan Desa dalam penentuan respon masyarakat terhadap penetapan blok pemberdayaan 0
50
100
150
masyarakat yaitu tergolong tinggi dengan nilai skoring yaitu 220 yang dapat dilihat pada Gambar 13.
200
RS R CT T 220 Gambar 13. Nilai Skoring Respon Masyarakat Gambar 9, maka dapat ditentukan nilai presentase respon masyarakat terhadap penetapan blok pemberdayaan masyarakat yaitu 0%
Nilai Skor Akhir (Skor x Jumlah Informan 2 33 185 220/88%
250
ST
220/250 x 100% = 88% tergolong tinggi. Presentasenya dapat dilihat pada Gambar 14.
33%
66%
R
S
100%
88%
T
Gambar 14. Interprestasi Skor Respon Masyarakat Gambar 14 menunjukkan jumlah nilai skoring respon masyarakat terletak pada interval tinggi. Dari hasil wawancara dengan responden, sebagian besar masyarakat sangat mendukung dan antusias terhadap penetapan blok pemberdayaan masyarakat. Sinkronisasi Perencanaan Perencanaan merupakan proses aktif yang memerlukan pemikiran yang serius mengenai apa yang dapat atau sebaiknya ada dan terjadi di masa yang akan datang. Perencanaan hutan menyangkut kegiatan koordinatif dari semua elemen yang ada di
internal manajemen KPH maupun interelasinya dengan situasi external dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan hutan. Proses perencanaan hutan harus dirancang dan dilakukan untuk menjamin keseimbangan antara kenyataan di lapangan dengan kapasitas manajemen, dan antara prioritas ekonomi, ekologi, dan sosial serta prioritas-prioritas pembangunan kehutanan regional dan nasional (Rizal, dkk, 2011) Keberhasilan sebuah perencanaan sangat ditentukan oleh peran aktif pihak yang terlibat di dalamnya terkait perencanaan dari
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
pemerintah KPHP Model Sintuwu Maroso tentang Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan dibandingkan dengan keadaan wilayah di lapangan, telah sinkron dan tergolong baik. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian biofisik dan peta tutupan lahan yang mengacu pada Rencana Strategis KPHP Model Sintuwu Maroso. Secara teoritis konsep ini sudah mengarah kepada pola yang konstruktif, yakni menempatkan rakyat sebagai pelaku secara intrasistemik dalam kegiatan pengelolaan hutan (Renstra KPHP Model Sintuwu Maroso, 2012). Studi di KPH Kabupaten Banjar yang menguji tentang implementasi kebijakan KPH Banjar menunjukkan hasil bahwa pengimplementasiaan kebijakan KPH Banjar telah efektif dari sudut pandang sebagai ketepatan kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan kehutanan di Kabupaten Banjar dan ketepatan lingkungan dalam menerima kebijakan. Sedangkan dilihat dari sudut pandang ketepatan pelaksana kebijakan, dan ketepatan target dari kebijakan maka implementasi kebijakan KPH di Kabupaten Banjar dinilai belum efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang secara dominan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan KPH di Kabupaten Banjar diantaranya: komunikasi antar stakeholder, sumber daya manusia, dan partisipasi stakeholder (Ruhimat, 2010). Dwidjowijoto (2006) dalam Ruhimat (2010) menjelaskan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan sebagai sebuah kebijakan publik memerlukan sebuah dukungan penuh dari semua pihak dalam mengimplementasikannya. Hal ini disebabkan 60% keberhasilan sebuah kebijakan publik sangat ditentukan oleh peran aktif masyarakat sekitar hutan serta stakeholder terkait. Dari uraian di atas, sama halnya dengan KPHP Model Sintuwu Maroso dalam mensinkronkan antara suatu perencanaan atau kebijakan untuk mencapai suatu titik maksimal yaitu kelestarian hutan, diperlukan
..................... 20
bentuk kerjasama antara sang pelaku kebijakan (masyarakat sekitar hutan) dan pemegang kebijakan (Pemerintah KPHP Model Sintuwu Maroso) tersebut antara lain dengan tetap mengedepankan asas keadilan, koordinasi yang baik antara masyarakat dengan pemegang kebijakan, serta peran aktif stakeholder sehingga rencana kelola dapat berjalan dengan baik (Ruhimat, 2010). Beberapa rencana kelola yang terdapat pada blok pemberdayaan masyarakat terdapat kriteria-keriteria blok pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh kriteria tergolong baik dan tingkat sinkronisasinya tergolong tinggi. Namun ada 1 kriteria yang belum rampung yaitu pemanfaatan izin HKm, HD dan HTR yang sampai saat ini belum terbit karena masih dalam proses pengurusan izin. Hal ini disebabkan oleh panjangnya birokrasi untuk proses penetapan areal dan perijinan, masih lemahnya koordinasi antara Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, dan terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelaksanaannya. Begitu pula yang terjadi pada KPH Model di Kabupaten Tana Toraja, perencanaan yang ada terhambat dengan izin pemanfaatan yang memerlukan durasi cukup lama ± 2 tahun. Namun hal ini bukan hambatan yang umum, karena pelaksanaan dan perluasan pengelolaan hutan berbasis masyarakat menjadi agenda prioritas dalam proses perencanaan program pembangunan menuju masyarakat yang adil dan sejahtera (Suhirman dkk, 2012). Menurut Rizal dkk (2011), perencanaan dalam sebuah KPH harus melibatkan para pihak yang aktif. Pihak yang aktif tersebut antara lain masyarakat sekitar areal HKm dan Hutan Desa, Lembaga adat atau kelompok masyarakat dan lembaga KPHP Model Sintuwu Maroso. Hal ini ditujukan agar perencanaan yang sudah ada dapat terealisasi dengan baik sehingga tercapainya sinkronisasi dengan kondisi di lapangan serta ma-
21 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 3 Nomor 1, Januari 2014 hlm 8-22
syarakat dapat merasakan dampak yang baik untuk kelangsungan hidup mereka. Dari segi sinkronisasi, perencanaan KPHP Model Sintuwu Maroso sudah dapat diterapkan di lapangan dan pihak-pihak yang terkait menunjukkan suatu kerjasama yang baik dengan tetap mengedepankan azas adil dan sejahtera untuk masyarakat sekitar hutan serta prinsip hutan lestari. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1. Perencanaan KPHP Model Sintuwu Maroso pada blok pemberdayaan masyarakat telah sinkron dengan kondisi faktual di lapangan dinilai berdasarkan kriteriakriteria penetapan blok pemberdayaan masyarakat. 2. Masyarakat di dalam dan di sekitar lokasi pembangunan HKm maupun Hutan Desa sangat mendukung terhadap rencana kelola pada KPHP Model Sintuwu Maroso, sebab KPH dinilai dapat memberi nilai tambah terutama dari sisi ekonomi masyarakat. DAFTAR RUJUKAN Andri. 2008. Pengolahan Hutan Bersama Masyarakat, antara relita dan Kebijakan. Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM). Bogor. Balai Pemantapan Kawasan Hutan. 2010. Rencana Pengelolaan KPHP Model Sintuwu Maroso Tahun 2010-2014. Palu Bungin. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Departemen Kehutanan. 2001. “Kriteria (Kelas) Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan”. www.dephut.go.id. Diakses Juni 2012 _____________________. 2010. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun
2010-2029. Jakarta: Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Dinamika Lahirnya UndangUndang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2008. “Profil KPH Dampelas Tinombo”. www.WordPress.com . Diakses Juli 2012 Dwidjowijotu, R.N., 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Kementerian Kehutanan, 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Konsep, Peraturan Perundangan, dan Implementasi. Jakarta: Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. ____________________, 2011. Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan. Jakarta Riduwan dan Kuncoro. 2007. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path analysis). Bandung: Alfabeta. Rizal, A.HB, Dewi, I.N, dan Kusumedi, P. 2011. “Kajian Strategi Implementasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Studi Kasus di Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan”. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 8 (2) :167-188. Ruhimat. 2010. “Implementasi Kebijakan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten Banjar”. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 7 (3) : 169-178. Suhirman, Zulkifl.A, Zaini.A, Sulaiman, Nikoyan. A. 2012. Studi Perencanaan dan Penganggaran bagi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Indonesia (Studi Kasus Provinsi Jambi,
Nadine Sandra Agustina, Kajian Sinkronisasi Perencanaan Blok Pemberdayaan Masyarakat pada
Kalimantan Barat, NTB, Sulawesi Tenggara). Laporan Hasil Studi Lapangan Kemitraan. Jakarta.
..................... 22