KAJIAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK DALAM NOVEL KATAK HENDAK JADI LEMBU KARYA NUR ST. ISKANDAR Raifah Najiah, A. Totok Priyadi, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email :
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan watak tokoh utama dan perkembangan watak tokoh utama dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, bentuk kualitatif, dan pendekatan psikologi behavioristik. Hasil analisis data menunjukan bahwa (1) Watak tokoh utama yaitu sombong, kasar, pemarah, selalu ingin dihormati, tidak perduli, egois, pembohong, pemalas, pencuri, dan tidak bertanggung jawab. (2) Perkembangan watak yang dimiliki tokoh utama yang bersifat statis yaitu sombong yang terdapat di awal, di tengah, dan di akhir cerita. Sedangkan yang bersifat dinamis yang terdapat di awal cerita berupa kasar, gila hormat, dan egois, kemudian yang terdapat di tengah cerita berupa marah dan tidak perduli, selanjutnya yang terdapat di akhir cerita berupa pembohong, pemalas, dan pencuri. Kata kunci: psikologi, behavioristik, novel Abstract: This study aimed to describe the nature of the main character and the character development of the main character in the novel The Frog Wants To Be A Cow By Nur St. Iskandar. The method used is descriptive, qualitative terms, and behavioristic psychological approach. The result of data analysis showed that (1) The nature of the main character that is arrogant, rude, grumpy, always wanted to be respected, no matter, selfish, liar, idlers, thieves, and are not responsible. (2) The development of the main character owned static character is arrogant contained in the beginning, in the middle, and at the end of the story. While the dynamic beginning of the story contained in the form of rude, snobby and selfish, then located in the middle of the story in the form of angry and do not care, then at the end of the story contained a liar, lazy, and thieves. Keywords: psychological, behavioristic, novel
K
arya sastra merekam gejala kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini merupakan data yang harus dimunculkan oleh pembaca atau peneliti sastra dengan syarat harus menguasai teori-teori psikologi. Pembaca akan mampu menelusuri jejak psikologis tokoh jika mempelajari tokoh. Belajar dari tokoh, pembaca dapat memahami alur psikis pengarang. Kaitannya dengan psikologi perkembangan, tokoh utama cerita dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar akan dipahami perwatakannya melalui perkembangannya dari lahir sampai dewasa atau tua, serta 1
faktor-faktor apa saja yang telah membentuknya. Melalui psikologi kepribadian, tokoh cerita akan dikaji perwatakannya berdasarkan perwatakan sejak lahir, sedangkan melalui psikologi sosial tokoh cerita akan dikaji perwatakannya dalam hubungannya dengan interaksi sosial, bukan hanya sebagai individu. Melalui penelitian ini akan ditujukan kepada para penikmat sastra khususnya pembaca karya ini, bahwa keindahan sebuah karya sastra khususnya novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar dapat ditelaah dan dinikmati melalui pendekatan psikologi dengan teori-teori psikologi yang mendukung. Penelitian terhadap unsur perwatakan dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar ini dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih utuh terhadap novel ini. Pentingnya penelitian terhadap unsur ini didasarkan pada fakta bahwa unsur perwatakan tokoh utama merupakan salah satu unsur teks sastra yang menjadi pusat ide, cerita bermula dari tokoh dan akan berakhir pula pada nasib yang menimpanya. Penelitian ini menitikberatkan pada tokoh utama karena tokoh utama dalam suatu cerita menentukan jalan cerita sebagaimana yang terdapat pada novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar, watak yang dimiliki banyak terdapat pada tokoh utama yang bernama Suria. Alasan penulis meneliti novel yang berjudul Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar karena novel ini termasuk satu di antara novel terbaik yang dihasilakan Nur St. Iskandar. Novel ini memiliki jalan cerita yang menarik dan banyak nilai kehidupan yang dapat dipetik dari novel ini. Selain itu novel ini juga menampilkan watak tokoh yang beraneka ragam. Pada akhir cerita pengarang mengakhiri cerita tidak dengan kebahagiaan pada tokoh utamanya tetapi penuh dengan kehampaan dan penyesalan yang teramat dalam. Sejauh pengamatan yang dilakukan penulis, novel ini belum pernah diteliti dari segi unsur perwatakan tokoh utama. Penelitian tentang novel Katak Hendak Jadi Lembu sudah pernah dilakukan oleh Hany Sudrajat Ema pada tahun 2012 yang meneliti “Pesan Moral dalam Novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar”. Penelitian kedua dilakukan oleh Amaliyah pada tahun 2009 yang meneliti “Aspek Psikologi dalam Novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar”. Adapun tujuan penulis mencantumkan penelitian terdahulu dikarenakan untuk menyatakan adanya perbedaan terhadap objek penelitian yang dilakukan. Pada penelitian terdahulu, objek yang dianalisis oleh Hany Sudrajat Ema yaitu “Pesan Moral dalam Novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar”, kemudian penelitian kedua yang dilakukan oleh Amaliyah yaitu “Aspek Psikologi dalam Novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar”. Penelitian yang dilakukan saat ini yaitu menganalisis perwatakan dari satu tokoh saja yaitu tokoh utamanya yang terdapat di dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar yang diteliti penulis. Jadi, objek penelitian tersebutlah yang menjadi pembeda terhadap penelitian sebelumnya. Dihubungkan dengan tuntutan kurikulum KTSP untuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian ini berkaitan dengan pengajaran sastra di sekolah pada jenjang SMA kelas XI semester I dengan Standar Kompetensi Membaca, 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan, dengan Kompetensi Dasar 7.2 Menganalisis unsur-unsur instrinsik novel Indonesia/novel 2
terjemahan, dengan indikator yaitu mampu menganalisis unsur instrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel Indonesia. Diharapkan setelah peserta didik membaca novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar mendapat pengetahuan dari karya sastra sebagai bahan ajar dan bisa memahami serta menghayati sebuah karya sastra terutama tentang perwatakan. Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam setting cerita yang beragam pula (Sumardjo, 1986:29). Menurut Nurgiyantoro (1995:10) perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama (dan yang terutama) dapat dilihat dari formalitas bentuk, segi panjang cerita. Sebuah cerita yang panjang, berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut sebagai cerpen, melainkan lebih tepat sebagai novel. Dari pengertian novel di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra yang berbentuk fiksi. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Tema. Menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995:36) tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama. Tema merupakan aspek utama yang sejajar dengan makna dalam kehidupan manusia, sesuatu yang dijadikan pengalaman yang begitu diingat. Sumardjo (1980:27) mengemukakan bahwa tema merupakan ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan hanya mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentarnya terhadap kehidupan ini. Dari pengertian tema di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok pikiran dalam sebuah cerita yang hendak disampaikan pengarang melalui jalan cerita. Jadi, cerita tidak hanya berisi rentetan kejadian yang disusun dalam sebuah bagan, tetapi mempunyai maksud tertentu. Latar. Latar merupakan unsur karya sastra yang keberadaannya turut menentukan isi dan jalan cerita sebuah novel. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:175) latar yang disebut juga sebagai landasan tumpu, meyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat adalah latar yang berhubungan secara jelas yang menyangkut nama lokasi tempat terjadinya peristiwa secara konkret dan dapat menunjukan pada latar pedesaan, jalan, hutan, dan lainnya. Latar waktu adalah sesuatu yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial adalah latar yang menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995:227-233). 3
Perwatakan. Perwatakan atau penokohan adalah pelukiasan atau pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita (Zulfahnur, 1996:29). Perwatakan atau penokohan erat kaitannya dengan alur, sebab alur yang menyakinkan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil bagian di dalamnya, di samping perwatakan dicipta sesuai dengan alur tersebut. Berdasarkan fungsi tokohnya kajian perwatakan menampilkan adanya tokoh utama dan tokoh samping (tokoh sentral dan tokoh bawahan). Adapun yang dimaksud tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Sedangkan tokoh utama atau protagonis adalah tokoh yang memegang peranan utama dan menjadi pusat sorotan di dalam intensitas keterlibatannya di dalam cerita. Di dalam fiksi biasanya protagonis mendapat tantangan (oposisi) dari antagonis, yang termasuk juga tokoh sentral (Zulfahnur, 1996: 29-30). Psikologi dalam karya sastra. Menurut Edraswara (2008:96) psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Daya tarik psikologi sastra, terutama terletak pada aneka ungkapan kejiwaan. Jiwa tidak pernah tunggal. Jiwa dalam sastra selalu bergejolak. Keinginan-keinginan ini yang memikat peneliti spekulasi-spekulasi penafsiran. Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain (Minderop, 2011:59). Untuk menganalisis perwatakan tokoh utama dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar, penulis menggunakaan pendekatan tekstual. Alasan menggunakan pendekatan ini karena penulis ingin mengkaji tokoh utama dalam aspek psikologisnya. Dengan menggunakan pendekatan tekstual, penulis mengkaji tokoh utama dalam aspek psikologisnya dengan kajian psikologi behavioristik. Psikologi behavioristik berpijak pada anggapan bahwa tingkah laku manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya, tidak seperti anggapan psikologi kognitif yang menganggap sebaliknya, yakni tingkah laku dibentuk oleh faktor pembawaan manusia yang dibawa sejak lahir, seperti perasaan, insting, kecerdasan, bakat dan lain-lain. Dengan anggapan ini manusia dianggap sebagai produk lingkungan sehingga manusia menjadi jahat, beriman, penurut, berpandangan kolot, ekstrim, adalah dari bentukan lingkungan (Roekhan dalam Aminuddin, 1990:94). Berdasarkan anggapan di atas, tingkah laku manusia sebagai respon yang muncul kalau ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan, sehingga tingkah laku manusia dipandang dalam bentuk hubungan stimulus dan respon karena stimulus tertentu akan memunculkan tingkah laku tertentu pula pada manusia.
4
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, artinya data yang diperoleh dianalisis dan diuraikan menggunakan kata-kata ataupun kalimat dan bukan dalam bentuk angka-angka atau mengadakan perhitungan. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran secara objektif dan secermat mungkin mengenai analisis perwatakan menggunakan kajian psikologi behavioristik sehingga suatu karya fiksi memiliki kesan konkret, seakan riil dan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pada penelitian ini lebih mengutamakan bentuk proses atau prosedur yang dijalankan, sedangkan hasilnya tergantung pada proses penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi behavioristik. Behaviorisme menekankan studi ilmiah tentang respon perilaku yang dapat diamati dan determinan lingkungan (Desmita, 2007:57). Pendekatan ini bertolak dari asumsi dasar bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempatnya berada. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. Cetakan ketiga terbitan tahun 2008 oleh Balai Pustaka sebanyak 220 halaman. Dalam novel ini terdapat 15 episode yang terdiri atas “Tiada Was-was”, “Rumah Tangga”, “Di Kantor”, “Berjalan-Jalan ke Desa”, “Kewajiban”, “Perselisihan”, “Belum Beranak Sudah Ditimang”, “Bulan Madu”, “Di Rumah Bola”, “Lenyap Pengharapan Sebuah”, “Timbul Pengharapan Lain”, “Kosim Lagi”, “Hendak Bersenang-Senang dengan Anak?”, “Hidup Menumpang”, “Ke Mana?”. Data dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat atau kutipan-kutipan yang memuat perwatakan tokoh utama dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumenter. Teknik studi dokumenter dilakukan dengan cara menelaah karya sastra yang menjadi sumber data dalam penelitian. Hal ini direalisasikan penulis dengan cara menelaah novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai instrumen kunci. Dengan demikian penelitian ini disebut sebagai alat pengumpul data utama atau instrument kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci berkedudukan sebagai perencana, pelaksanaan pengumpul data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Dalam hal ini penulis juga menggunakan laptop untuk memudahkan pengumpulan data, dan laptop ini disebut sebagai alat bantu yang digunakan untuk mencatat data dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik menguji keabsahan data yaitu (1) Ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan membaca secara tekun, berulang-ulang, dan rinci terhadap berbagai fenomena yang berhubungan dengan masalah dan data penelitian. (2) Triangulasi. Menurut Moleong (1991:178) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Triangulasi penulis lakukan dengan dosen pembimbing pertama yaitu Dr. A. Totok Priyadi, M.Pd., 5
dan dosen pembimbing kedua yaitu Agus Wartiningsih, M.Pd. Triangulasi dilakukan selama proses bimbingan. (3) Kecukupan referensial. Kecukupan referensial dilakukan dengan cara membaca dan menelaah sumber-sumber data serta berbagai pustaka yang relevan dengan masalah penelitian secara berulangulang agar diperoleh pemahaman arti yang memadai dan mencukupi. Melalui cara itu diharapkan dapat diperoleh data yang absah. (4) Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi penulis lakukan dengan Yentri Endahrini dan Sumarni, dia adalah mahasiswi Program Studi Bahasa Indonesia Reguler B angkatan 2009 karena menggunakan kajian psikologi humanistik dan Sumarni menggunakan kajian psikologi kepribadian. Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data dan menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 2011:248). Teknik analisis data yang akan dilakukan oleh penulis terhadap data adalah sebagai berikut. 1) Membaca kembali data yang telah diklasifikasikan dan diuji keabsahannya secara intensif. 2) Mendeskripsikan dan menganalisis watak tokoh utama berdasarkan stimulus berkondisi dan perilaku (respon) berkondisi. 3) Mendeskripsikan dan menginterpretasikan perkembangan watak tokoh utama berdasarkan tokoh yang bersifat statis dan dinamis. 4) Mendiskusikan kembali hasil analisis data dengan dosen pembimbing yaitu Dr. A. Totok Priyadi, M.Pd. dan Agus Wartiningsih, M.Pd. 5) Menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi tentang perwatakan dan perkembangan watak tokoh utama pada novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan watak tokoh utama dan perkembangan watak tokoh utama dalam novel KHJL karya Nur St. Iskandar. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu, pendeskripsian watak tokoh utama dan perkembangan watak tokoh utama dalam novel KHJL karya Nur St. Iskandar. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil penelitian yaitu (1) Watak tokoh utama dalam novel KHJL karya Nur St. Iskandar berupa: 1) Sombong (watak sombong Suria yaitu, Suria merasa paling berkuasa dikantornya dan selalu merendahkan orang lain sehingga ia gengsi untuk meminta bantuan kepada orang lain). 2) Kasar (watak kasar Suria yaitu, Suria menyuruh pembantunya membersihkan meja makan dengan suara yang kasar, Suria mempersilahkan tamunya untuk duduk di atas kursi dengan nada yang kasar). 3) Marah (watak marah Suria yaitu, Suria marah kepada Kosim karena telah menentang perkataannya, Suria marah kepada pesuruh kantor yang pada saat itu sedang meletakkan kopi di atas meja Suria). 4) Gila hormat (watak gila hormat Suria yaitu, Suria selalu ingin dihormati dan selalu menyuruh istrin ya memelihara derajat dirinya dengan bertingkah seperti orang kaya agar selalu dihormati orang lain). 5) Tidak perduli (watak tidak perduli Suria yaitu, Suria lepas tangan 6
terhadap uang sekolah anak-anaknya dan tidak pernah memperdulikan mereka). 6) Egois (watak egois Suria yaitu, Suria hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri tanpa memikirkan bagaimana menafkahi keluarganya). 7) Pembohong (watak pembohong Suria yaitu, Suria meminjam uang kepada Raden Natanegara dengan alasan untuk keperluan kebutuhan rumah tangga anaknya). 8) Pemalas (watak pemalas Suria yaitu, Suria diperintahkan oleh Patih agar menyusun surat di atas rak-rak yang berantakan, akan tetapi Suria menyerahkan pekerjaannya kepada pesuruh kantor). 9) Pencuri (watak pencuri Suria yaitu, Suria mencuri uang kantor karena ia sudah kehabisan akal untuk membayar hutangnya yang sudah jatuh tempo). 10) Tidak bertanggung jawab (watak tidak bertanggung jawab Suria yaitu, Suria menyuruh istrinya untuk menyelesaikan masalah hutang yang padahal di buat oleh dirinya sendiri). (2) Perkembangan watak tokoh utama dalam novel KHJL karya Nur St. Iskandar secara umum digambarkan memiliki watak dinamis tidak baik. Akan tetapi, watak Suria juga ada yang bersifat statis yaitu sombong yang terdapat di awal, di tengah, dan di akhir cerita. Sedangkan bersifat dinamis yang terdapat di awal cerita berupa kasar, gila hormat, dan egois, kemudian yang terdapat di tengah cerita berupa marah dan tidak perduli, selanjutnya yang terdapat di akhir cerita berupa pembohong, pemalas, dan pencuri. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data di atas, maka diperlukan penjelasan tentang pemerolehan hasil dari penelitian ini. Berikut ini penjelasan secara singkat hasil analisis data di atas tentang watak tokoh utama. “anak emas! Dalam segala hal Juragan Patih menyerah saja kepada akang”. “akan tetapi” “dikantor boleh dikatakan akanglah yang berkuasa, Juragan Patih tahu beres saja.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 9). Perilaku yang menunjukan watak sombong terjadi dalam dialog sang tokoh yaitu, ia selalu bangga terhadap dirinya dengan menceritakan kesombongannya itu di depan istrinya. Suria merasa ia dianakemaskan oleh juragan Patih. Menurut Suria tidak akan terjadi apa-apa jika ia datang ke kantor terlambat karena Suria merasa paling berkuasa di kantornya karena juragan Patih sudah mempercayakan semua urusan kantor kepadanya. Hal tersebutlah menyebabkan Suria menjadi besar kepala. Berdasarkan pendekatan behavioristik, Suria mengalami stimulus berkondisi yaitu juragan Patih menganggap Suria anak emas karena kerja Suria yang dianggap baik. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa stimulus Suria yang dianakemaskan oleh juragan Patih mengakibatkan adanya respon yaitu Suria menjadi sombong karena merasa paling berkuasa dikantornya. Stimulus Respon Suria dianakemaskan oleh juragan Patih
Sombong (Suria merasa paling berkuasa dikantornya). 7
Dalam cerita Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar ini tokoh Suria memiliki watak kasar. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut ini. “ketika ia hendak duduk minum kopi yang tersedia di atas meja itu, ia pun berseru dengan suara yang agak nyaring, Babu !” “Saya, Juragan,” kedengaran dari beranda muka. Seketika itu juga kelihatanlah seorang perempuan yang sudah tua berdiri dihadapan Suria dengan hormatnya. “ini apa?” kata Suria dengan belalak mata kepada perempuan itu seraya menunjuk dengan telunjuk kiri ke meja makan (Katak Hendak Jadi Lembu: 10). Perilaku yang menunjukan watak kasar terjadi dalam perilaku sang tokoh yaitu Suria menyuruh pembantunya membersihkan meja makan dengan nada yang keras sambil membelalakan matanya dan menunjuk dengan telunjuk kiri. Padahal pembantunya itu sudah tua dan tidak seharusnya Suria berperilaku demikian. Berdasarkan pendekatan behavioristik, dapat diketahui bahwa Suria mengalami stimulus berkondisi yaitu Suria ingin meja makannya bersih mengakibatkan respon yaitu Suria berkata kasar dengan pembantunya dan menyuruhnya membersihkan meja makan dari kotoran beberapa butir nasi. Stimulus Respon Suria ingin meja makannya bersih
Kasar (Suria menyuruh pembantunya yang sudah tua membersihkan meja makan dari kotoran beberapa butir nasi dengan nada suara kasar).
Perkembangan watak tokoh utama yang terdapat pada bagian awal, tengah, dan akhir cerita yang bersifat statis adalah watak sombong yang tercermin dalam kutipan di bawah ini. “anak emas! Dalam segala hal Juragan Patih menyerah saja kepada akang”. “akan tetapi” “dikantor boleh dikatakan akanglah yang berkuasa, Juragan Patih tahu beres saja.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 9). Kutipan di atas menceritakan tentang pekembangan watak sombong Suria yang selalu bangga terhadap dirinya. Menurut Suria tidak akan terjadi apa-apa jika ia datang ke kantor terlambat karena Suria merasa paling berkuasa di kantornya karena juragan Patih sudah mempercayakan semua urusan kantor kepadanya. Hal tersebutlah menyebabkan Suria besar kepala. Perkembangan watak tokoh utama yang terdapat pada bagian awal cerita bersifat dinamis adalah watak kasar, gila hormat, dan egois. (Kasar) “mantri kabupaten bertanya pula dengan lebih keras sambil membelalakan mata, apa kerjamu Kosim? Apa yang kautik itu?” Tanpa menunggu jawaban pegawai magang itu Suria kembali ke kamarnya. Di pintu ia menoleh ke belakang sebentar sambil berkata, 8
“lekas selesaikan, akan dikirim hari ini”. Dan pintu itu pun dihempaskan keras-keras. (Katak Hendak Jadi Lembu: 36-37). Kutipan di atas menceritakan tentang perkataan kasar Suria terhadap Kosim sebagai pegawai magang di kantor Suria bekerja. Suria menanyakan kepada Kosim apa yang sedang Kosim kerjakan. (Gila hormat) “pikirnya, Suria hendak berleluasa saja kepadanya, mentang-mentang ia mantri kabupaten! Dan apalagi ia sudah mendengar bisik desas desus kawan-kawannya, bahwasanya Suria gila kekuasaan atau gila hormat kata orang.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 38). Kutipan di atas menceritakan tentang pikiran Kosim yang telah disakiti hatinya oleh Suria. Kosim merasa mentang-mentang Suria adalah atasannya di kantor, dengan seenak hatinya Suria memerintah Kosim untuk melakukan semua yang diperintahkan Suria. (Egois) “maaf, banyak surat utang akang sendiri yang diantarkan orang kepada saya tiap-tiap bulan. Utang yang saya kira tak perlu diperbuat! Dan kata akang, kadang-kadang akang dengan perut kosong dari rumah? Baik, sebab akang tak mau makan pagi bersama-sama dengan anak-anak. Tetapi bon kopi di kantor bulan yang lalu ini, saya lihat, sudah bertambah dengan bon roti keju dan sekaliannya itu harus saya bayar, sebab disodorkan orang kepada saya.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 81). Kutipan di atas menceritakan beban yang ditanggung oleh Zubaidah. Setiap awal bulan Zubaidah selalu di datangi oleh orang-orang yang menagih hutang kepadanya. Padahal hutang tersebut adalah hutang yang di buat oleh Suria. Perkembangan watak tokoh utama yang terdapat pada bagian awal cerita bersifat dinamis adalah watak marah, tidak perduli, dan tidak bertanggung jawab. (Marah) “tidak mau? Engkau tidak menurut perintahku?” tanya Suria dengan heran dan marah.“begitulah jadinya jika anak sampah semacam itu dimanjakan,” katanya dengan kasar dan keras. “bagai membesarkan anak macan! Berani ia membantah perkataanku, perintahku ini! Dari dahulu sudah ku ingatkan kepada juru tulis, apa gunanya dia ditaruh di sini. Kurang ajar, tak tahu diri sedikit jua.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 89-90). Kutipan di atas menceritakan tentang kemarahan Suria terhadap Kosim. Perintah Suria tidak dilaksanakan oleh Kosim dan membuat Suria kesal dan ia marah kepada Kosim. Ia merasa Kosim selalu dimanjakan dengan juragan Patih dan akibatnya membuat Kosim berani untuk menentang perkataan Suria. (Tidak perduli) “sekarang Aleh tahu, apa sebabnya uang sekolah kami selalu terlambat. Menantikan uang dari nenek dahulu. “jadi, bukan ayah yang menanggung unag sekolah kami, Ibu?”tanya Aminah pula dengan lancang. “pantas ayah kurang perduli kepada kami,” kata Saleh pula. “bukan dia yang menyekolahkan kami.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 126-127). 9
Kutipan di atas menceritakan tentang kekesalan Saleh terhadap Suria. Saleh berpikir pantas selama ini Suria sebagai ayah kandungnya tidak perduli dengan keadaan keluarganya karena ternyata yang membiyai hidup keluarganya bukan Suria melainakan kakeknya. (Tidak bertanggung jawab) “Hampir terlanjur mulutnya mengatakan bahwa uang sekolah anaknya bukan tanggungannya. Meskipun selama ini sungguh-sungguh bukan dia yang membayar uang sekolah anak-anak itu, tetapi rupanya tergigit jua lidahnya akan mengaku terus terang. Malu jua ia menentang muka Zubaidah, yang tiba-tiba amat pedih melihat lakunya sedemikian. Dengan cepat ia pun bangkit dari kedudukannya. “Selesaikan saja olehmu,” katanya, seraya berjalan turun ke halaman dan terus ke jalan raya.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 122) Kutipan di atas menceritakan tentang watak Suria yang tidak bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya. Percuma saja Zubaidah mengeluh kepada Suria, karena setiap mendengar keluhan istrinya itu, Suria selalu menghindar dan berusaha untuk tidak memikirkan hutang yang telah dibuat oleh dirinya dan selalu melimpahkan masalah itu kepada istrinya. Perkembangan watak tokoh utama yang terdapat pada bagian akhir cerita yang bersifat dinamis adalah watak pembohong, pemalas, dan pencuri. (Pembohong) “oleh karena hendak menyenangkan hati anak, saya tak ingat lagi akan keperluan diri sendiri, ya, lebih baik saya katakan keperluan rumah anak beranak di sini. Saya lupa selupa-lupanya bahwa saya ada berhutang lelang.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 158). Kutipan di atas menceritakan tentang kebohongan Suria terhadap Raden Natanegara. Padahal alasan yang dikatakan Suria itu adalah bohong. Sebenarnya ia meminjam uang itu untuk membayar hutang lelangnya yang sudah jatuh tempo. Akan tetapi demi menjaga nama baiknya, ia pun berbohong dengan alasan bahwa semua uangnya habis karena untuk memenuhi kebutuhan anaknya. (Pemalas) “pada suatu hari Patih menyuruh Suria menyusun surat-surat di atas rakrak sebab tidak teratut lagi letaknya. Perintah itu tidak dilakukan oleh Suria sendiri, melainkan diperintahkannya pula kepada orang suruhan yang tiada pandai membaca.” (Katak Hendak Jadi Lembu: 175). Kutipan di atas menceritakan tentang Suria yang pemalas. Ketika di kantor, Suria disuruh Patih untuk menyusun surat-surat di atas rak-rak yang sangat berantakan itu. Akan tetapi perintah itu tidak dilaksanakannya. Ia malah menyuruh pesuruh kantor untuk menyusun surat-surat itu. (Pencuri) “Uang itu sudah terpakai oleh saya.” “Terpakai! Berani benar Mantri memakai uang Gubernemen?” kata Patih dengan agak keras seraya melepaskan buku itu dari tangannya. (Katak Hendak Jadi Lembu: 187). Kutipan di atas menceritakan tentang Suria yang mencuri uang kantornya untuk membayar hutang-hutangnya. Suria sudah kehabisan akal untuk meminjam 10
uang dengan teman-temannya. Terlintas dipikiran Suria untuk mencuri uang kantor karena keadaannya yang sudah mendesak. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, watak tokoh utama dan perkembangan watak tokoh utama yang terdapat dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar disimpulkan sebagai berikut. 1) Watak tokoh utama, sombong, kasar, marah, gila hormat, tidak perduli, egois, pembohong, pemalas, pencuri, tidak bertanggung jawab. 2) Perkembangan watak tokoh utama secara umum digambarkan memiliki watak dinamis tidak baik. Akan tetapi, watak Suria juga ada yang bersifat statis yaitu sombong yang terdapat di awal, di tengah, dan di akhir cerita. Sedangkan bersifat dinamis yang terdapat di awal cerita berupa kasar, gila hormat, dan egois, kemudian yang terdapat di tengah cerita berupa marah dan tidak perduli, selanjutnya yang terdapat di akhir cerita berupa pembohong, pemalas, dan pencuri. Saran Berdasarkan hasil analisis, penulis memberikan saran sebagai berikut. 1) Bagi siswa, diharapkan dapat menambah wawasan budaya serta dapat menunjang pembentukan watak karena secara kreatif siswa akan mengenal watak-watak tokoh dalam novel ini. 2) Bagi guru, guru hendaknya dapat mengajarkan perwatakan yang terdapat dalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar. Perwatakan yang diajarkan haruslah yang bersifat baik, satu diantaranya ialah watak pengalah Zubaidah. 3) Bagi pembaca, pembaca karya sastra sebaiknya bisa mengambil nilai-nilai positif dalam karya sastra yang dibacanya dalam kehidupan sehari-hari. Novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar adalah novel yang bagus karena banyak pelajaran yang dapat di petik setelah membaca novel ini. 4) Bagi penulis lainnya, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya, juga disarankan bagi penulis selanjutnya dapat menganalisis unsur lain dari novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur St. Iskandar secara lebih mendalam dengan bentuk analisis yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru. Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Djaali, 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Jakarta: Buku Kita. 11
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Prawira, Purwa Atmaja. 2012. Psikologi Umum. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Sarwono, Sarlito W. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
12