JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
KAJIAN POLA PENGEMBANGAN UMKM DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN MELALUI MODAL SOSIAL DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS KAWASAN ASEAN Alief Rakhman Setyanto1, Bhimo Rizky Samudro2, Yogi Pasca Pratama3 1
Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan,Universitas Diponegoro 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstract In the development of the national economy in Indonesia, which were prioritized Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs). SMEs become the backbone of a democratic economic system to reduce the problems of poverty and development were able to expand the economic base and can make a significant contribution to improving the local economy and the resilience of the national economy Laweyan Batik SMEs in order to survive in the current free trade is needed pattern appropriate strategy to maintain the existence of Batik Laweyan SMEs in trade flows freely. In a study using qualitative methods of data collection method interviews, participant observation and documentation. Then the data analysis techniques in this study using data collection, data reduction, data display and conclusion Results from the study suggests that the pattern of development of SMEs Batik Laweyan by innovating, updating product and then applying social capital to expand business network network The conclusion of the study outlined that social capital relationship with Innovation and cooperation in creating SME development is closely it is evident that most employers have defined it in their business. Always innovating in production and implement social capital in developing the business and working with business partners so that businesses can thrive batik production Keywords: SMEs, Batik Laweyan, Innovation and Social Capital JEL Classification: F61, M29, D02
1.
kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. (Kurniawan,2011) dalam Duti dan Ayu (2013). UMKM merupakan penopang perekonomian bangsa. Menurut Nuhung (2012) Melalui kewirausahaan UMKM berperan sangat penting dalam menekan angka pengangguran, menyediakan lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan ke-
PENDAHULUAN
Latar Belakang Dalam pengembangan ekonomi nasional di Indonesia, yang menjadi prioritas yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM menjadi tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan dan pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi serta dapat memberikan 71
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
sejahteraan dan membangun karakter bangsa. Pada tahun 2008, kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap pendapatan devisa nasional melalui ekspor nonmigas mengalami peningkatan sebesar Rp 40,75 triliun atau 28,94 persen yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp 183,76 triliun atau 20,17 persen dari total nilai ekspor nonmigas nasional (Hamid dan Susilo, 2011). Selanjutnya pada tahun 2008, produk domestik bruto (PDB) nasional atas harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 1.997,73 triliun, kontribusi UMKM sebesar Rp 1.165,26 triliun atau 58,33 persen dari total PDB. Harga konstan tahun 2000 nasional mengalami perkembangan sebesar Rp 115,41 triliun atau 6,13 persen dari tahun 2007. Kemudian pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04 persen atau 2.156.526 orang dibandingkan (Hamid dan Susilo, 2011). Pemberdayaan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu menghadapi tantangan global, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM, utamanya agar dapat bersaing dengan produk produk asing yang kian membajiri sentra industri dan manufaktur di Indonesia, mengingat UMKM adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto 2011). Kuncoro, (2009) mengemukakan Tantangan yang dihadapi UMKM untuk memperkuat struktur perekonomian nasional cukup berat. Pembinaan UMKM lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah dan pengusaha mikro menjadi pengusaha
kecil. Bila disadari pengembangan usaha mikro kecil dan menengah menghadapi beberapa kendala seperti kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, informasi pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan baik itu pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya yang baik. Secara lebih spesifik, permasalahan dasar yang dihadapi UMKM yaitu, pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh sumber sumber permodalan yang memadai. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro, 2009). Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya Liberalisasi perdagangan. Menurut Sudaryanto, et.al (2012) seperti pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah berlaku tahun 2010. Di sisi lain, pemerintah menyepakati perjanjian kerja sama ACFTA ataupun perjanjian lainnya, namun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM agar mampu bersaing, sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga positioning persaingan lebih jelas. Kondisi tersebut akan lebih berat dihadapi UMKM Indonesia pada saat diberlakukannya ASEAN Community 72
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
di tahun 2015. Apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM yang disebut mampu bertahan hidup dan tahan banting pada akhirnya akan bangkrut. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat UMKM sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional. Kemampuan UMKM dalam menghadapi arus persaingan global memang perlu ditingkatkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan perekonomian Indonesia. Selain itu faktor sumber daya manusia di dalamnya juga memiliki andil tersendiri. Strategi pengembangan UMKM tetap bertahan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing dan pengembangan sumber daya manusianya agar memiliki nilai dan mampu bertahan menghadapi pasar ACFTA, diantaranya melalui penyaluran kredit usaha rakyat (KUR), penyediaan akses informasi pemasaran, pelatihan manajemen keuangan dan pengembangan teknologi informasi komunikasi. Tantangan berat dalam pengembangan UMKM dalam era perdagangan bebas dan persaingan global saat ini adalah persaingan bisnis yang semakin ketat. Ketatnya kompetisi di dunia usaha juga dirasakan oleh UMKM batik di tanah air. Beberapa tahun terakhir, tekstil bermotif batik (batik printing) dari sejumlah negara seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Afrika Selatan dan Polandia masuk ke Indonesia, dan menyebabkan UMKM batik tradisional yang memproduksi batik tulis dan batik cap menghadapi hambatan baik dari segi produksi maupun dari segi pemasaran. Hal ini terjadi karena, batik printing dengan teknologi yang canggih dapat diproduksi secara massak dan cepat, dengan harganya relatif lebih murah sehingga
lebih banyak diminati oleh konsumen, khususnya kelas menengah ke bawah Menurut Novandari (2013) intensitas kompetisi dalam industri ini, mewajibkan UMKM batik di tanah air untuk memiliki keunggulan produk dan kekhasan dari produk yang dihasilkan yang berkelanjutan agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Keunggulan bersaing berkelanjutan merupakan nilai (value) yang mampu diciptakan oleh UMKM batik untuk konsumennya secara terus menerus. Dengan keunggulan bersaing yang dimiliki. UMKM batik di Indonesia diharapkan dapat menghasilkan produk batik yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing pesaing yang berasal dari luar negeri Apabila UMKM Industri Batik tidak dapat mempertahankan keberadaanya dan melakukan pembenahan guna menghadapi pola pasar yang semakin terbuka di masa mendatang maka sangat mungkin banyak UMKM Industri Batik yang akan bangkrut. Para Pelaku UMKM Batik tidak boleh mengandalkan buruh murah dalam pengembangan bisnisnya, kreativitas dan inovasi melalui dukungan penelitian dan pengembangan menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu UMKM Industri Batik harus memanfaatkan peluang untuk meraih potensi pasar yang lebih luas dan menjaga eksistensi UMKM dengan baik Untuk memanfaatkan peluang tersebut, maka tantangan yang terbesar bagi UMKM Industri Batik dalam menghadapi MEA adalah bagaimana menentukan pola perilaku strategi guna memenangkan persaingan, salah satu pola perilaku strategi yang dapat dipergunakan adalah dengan menciptakan berbagai keunggulan produk dan kekhasan dari produk yang hasilkan Kota Solo salah satu kota di Jawa tengah yang masih lekat sekali dengan budaya Jawa. Dengan slogan SOLO the Spirit of Java. Solo berte73
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
kad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Kota Solo merupakan salah satu tempat wisata belanja kain batik terkenal di Indonesia. Di sini banyak sekali terdapat sentra kain batik, yang tersohor antara lain kawasan kampung Batik Laweyan dan kawasan Kampung Wisata Batik Kauman. Batik adalah salah satu produk kota dan telah menjadi icon kota Solo. Kekhasan batik Solo sudah dikenal di seluruh Indonesia dan menjadi produk andalan ekspor (Prasetyo, 2012) Dalam Sejarah Batik Solo menjabarkan batik solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal dari dahulu. Polanya tetap antara lain dengan “Sidomukti” dan “Sidoluhur” Kampung Batik Laweyan adalah sentra perkampungan pengusaha batik di Solo yang memiliki daya tarik yang sangat besar. Daya tarik ini meliputi kondisi Sosial Ekonomi, kondisi Peninggalan Budaya dan kondisi industri batiknya. Pada awalnya batik Laweyan didominasi oleh desain batik tradisional. Setelah adanya kampung Batik Laweyan, motif desain telah jauh berkembang. Karena tuntutan permintaan pasar dan adanya usaha untuk menampilkan karya unik dan khas di masing masing gerai (khususnya untuk menarik wiasatawan), maka dengan munculnya motif baru yaitu motif modern dan abstrak. Dalam kesehariannya motif modern dan abstrak biasanya merupakan motif yang disukai para remaja. Sebagian besar produksi batik di Laweyan masih menggunakan teknologi tradisional. Teknologi tradisional masih tetap dipertahankan untuk menjaga kekhasan dan keunikan batik Laweyan. Setelah munculnya kam-
pung Batik Laweyan, untuk menyiasati permintaan pasar yang semakin besar khususnya untuk batik cap dan tulis yang menggunakan zat pewarna yang membutuhkan panas matahari, maka dibuatlah inovasi alat yang dapat menggantikan panas matahari (lampu dengan roda berjalan). Alat ini digunakan sewaktu cuaca dalam keadaan mendung dan hujan. Menurut Binarsih et. al (2013) karakteristik produk sentra kampung Laweyan meliputi, 1). Batik tulis, Batik Tulis adalah suatu teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai peralatan seperti chanting (alat untuk mengoleskan malam pada kain), wajan (tempat untuk mencairkan malam), anglo (tempat pengapian arang), tepas (kipas), kain pelindung, saringan malam dan dingklik (tempat duduk). Pada waktu itu bahan pewarna yang digunakan berasal dari pohon tinggi, mengkudu, soga dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai soda abu dan bahan garam dari lumpur. Karena semua bahan tersebut berasal dari alam, maka tidak menimbulkan polusi pada lingkungannya. Proses pembuatannya batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti mola (membuat mola), ngiseni (mengisi bagian yang sudah di buat polanya), nerusi (membatik pada sisi sebaliknya), memboki (menutup kain yang tidak akan di warnai), mriki (proses penghalusan tembokan), pewarnaan, nglorot (merebus kain agar malamnya larut) dan mbabari. Karena proses ini panjang dan sangat membutuhkan keahlian dari pembatik, maka batik tulis di jual dengan harga yang mahal. Batik tulis tergolong sebagai batik halus. Batik tulis dari kain sutera merupakan batik termahal dan di produksi dalam jumlah terbatas. Batik ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar segmen ke atas dan untuk keperluan ekspor. 2) Batik cap, dengan bantuan cap, proses pembuatan batik 74
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
dapat dipersingkat dan tidak menuntut keahlian seperti pada pembatik batik tulis, sehingga bisa menekan biaya produksi serta sangat produktif. Untuk membuat sehelai kain batik tulis diperlukan waktu sekitar satu bulan tergantung tingkat kesulitannya. Sedangkan menggunakan cap, sehari dapat menghasilkan rata-rata dua puluh helai kain batik. Ini satu inovasi industri yang sangat menjanjikan harapan baru bagi para pengusaha untuk meraih kesuksesan. 3) Batik kombinasi, yakni pembuatan batik yang menggabungkan antara teknik batik tulis, bati cap, lukis batik dan teknik cabut warna.
nary Festival, Java Expo dan memberikan fasilitas berupa pembebasan pembayaran TDP dan SIUP bagi usaha kecil menengah yang memiliki modal usaha kurang dari Rp 5.000.000. Sesuai peraturan walikota Surakarta nomor 12 tahun 2005. Perumusan Masalah Pasar bebas ASEAN yang efektif pada tahun 2015 merupakan titik rawan perjuangan UMKM dan ekonomi kerakyatan. Berbagai kemudahan perdagangan antar negara seperti perdagangan antar negara seperti pembebasan bea cukai impor dan kemudahan birokrasi akan mendorong meningkatnya ekspor komoditas ke negara negara ASEAN Sesuai dengan pilar utama MEA ini, akan tercipta pasar tunggul di wilayah ASEAN. Pasar tunggal ini akan memunculkan aliran perdagangan barang, jasa, modal dan investasi secara bebas. Indonesia sebagai anggota ASEAN yang mempunyai jumlah penduduk paling banyak sangat berpotensi menjadi pasar yang kuat untuk perdagangan barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara- negara di ASEAN. Melihat dari pengalaman sebelumnya pada tahun 2001 telah diberlakukannya kerja sama China ASEAN Free trade Area (CAFTA), salah satu dampak yang muncul adalah membanjirinya produk produk Cina di pasar Indonesia. Produk produk tersebut menjadi pesaing dari produk produk yang dihasilkan oleh UMKM Indonesia seperti: produk keramik, pakaian jadi, produk alas kaki (sepatu/sandal), mebel, dan produk kerajinan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia khusunya untuk menghadapi pasar bebas ASEAN Agar UMKM Batik Laweyan dapat bertahan di arus perdagangan
Tabel 1 Jumlah Pengusaha UMKM Batik di Kampung Batik Laweyan Pengusaha Kecil 59 orang Pengusaha 37 orang Menengah Pengusaha Besar 6 orang Jumlah Pengusaha 102 orang UMKM Batik Sumber: Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan
Peranan pemerintah kota Surakarta dalam membantu memajukan UMKM Batik sudah sangat baik, baik itu batik berasal dari Laweyan atau Kauman. Sebagai contoh: pada pemerintahan walikota Joko Widodo pada tahun 2008 menyelenggarakan Solo Batik Carnival. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan citra kota Surakarta di tingkat nasional atau tingkat internasional, selain itu penggunaan batik sebagai pakaian dinas pada hari Jumat mulai disosialisasikan Selain menyelenggarakan Solo Batik Carnival dan penggunaan batik sebagai pakaian dinas, peranan pemerintah kota Surakarta dalam memperhatikan UMKM batik baik Laweyan atau Kauman sudah sangat baik. Hal tersebut dapat terlihat sering diadakannya pameran dan promosi dagang lokal seperti Haornas di Surakarta, Solo Creative Expo, Solo Culi75
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
bebas maka dibutuhkan pola strategi yang tepat guna untuk menjaga eksistensi UMKM Batik Laweyan di arus perdagangan bebas. Selain itu diperlukan dukungan pemerintah kota Surakarta dalam memajukan perkembangan UMKM Batik Laweyan di era perdagangan bebas Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mengkaji pola strategi UMKM kampung Batik Laweyan bersaing dan bertahan terhadap maraknya barang barang impor khusus batik impor masuk ke pasar domestik 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Modal Sosial Menurut Coleman (1988) modal sosial berdasarkan fungsinya. Menurutnya, modal sosial bukanlah entitas tunggal (single entity), tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen: a) modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial dan b) modal sosial memfasilitasi tindakan tertenu dari pelaku (aktor) baik individu maupun perusahaan di dalam struktur tersebut disebut (within the structure). Dari perspektif ini, sama halnya dengan modal lainnya, modal sosial juga bersifat produktif yakni membuat pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin diraih bila keberadaanya tidak eksis. Modal sosial bukan sekedar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Pengertian modal sosial semacam itulah yang membuat terjadinya beragam definisi dengan bentangan yang sangat luas. Bourdieu sebagai peletak pondasi konsep modal sosial, mendefinisikan modal sosial sebagai agregat sumber daya aktual maupun potensial yang diikat untuk mewujud-
kan jaringan yang awet (durable) sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan (acquaintance) yang saling menguntungkan (Yustika, 2012). Bourdieu (2011) berpendapat bahwa jaringan sosial (social network) tidaklah alami (natural given) namun dikonstruksi melalui strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan-hubungan kelompok (group relations) yang dapat dipakai sebagai sumber terpercaya untuk mendapatkan keuntungan (benefits). Selanjutnya, definisi tersebut juga mengandaikan bahwa modal sosial memisahkan dua elemen: (a) hubungan sosial itu sendiri yang mengizinkan individu untuk mengklaim akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh asosiasi mereka; dan (b) jumlah dan kualitas dari sumber daya tersebut. Menurut Portes (1998) dalam Yustika (2012) dengan melalui modal sosial, aktor dapat meraih akses langsung terhadap sumber daya ekonomi (pinjaman yang bersubsidi, saran-saran investasi, pasar yang terlindungi); mereka bisa meningkatkan modal budaya (cultural capital) lewat kontak dengan ahli ahli atau individu yang beradab (yang melekat dalam modal budaya); atau alternatifnya mereka dapat berafiliasi dengan institusi yang membahas nilai- nilai terpercaya/value credentials. Menurut Alfitri (2011) membagi unsur modal sosial menjadi 6 katagori yaitu: partisipasi dalam suatu jaringan, resiprocity, trust, norma sosial, nilai sosial, dan tindakan yang proaktif. Pertama, partisipasi dalam suatu jaringan. Modal sosial tidak hanya dibangun oleh satu individu, melainkan akan terletak pada kecenderungan yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai yang melekat. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun sejumlah 76
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
asosiasi berikut membangun jaringannya. Salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelompok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan, pengalaman sosial turun temurun dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan cenderung memiliki kohesifitas tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya, pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas. Pada tipologi kelompok yang disebut terakhir akan lebih banyak menghadirkan dampak positif bagi baik kemajuan kelompok maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas. Kedua, resiprocity. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti itu dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat utuk membantu dan memetingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika. Pada masyarakat dan pada kelompok sosial yang terbentuk, yang ada dalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan mela-
hirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini akan juga terefleksikan dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan. Pada masyarakat yang demikian, kemiskinan akan lebih memungkinkan dan kemungkinan lebih diatasi. Begitu juga berbagai problema sosial lainnya akan dapat diminimalkan. Keuntungan lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah membangun diri, kelompok dan lingkungan sosial dan fisik mereka secara mengagumkan. Ketiga, trust. Menurut Putnam (2002) Trust atau rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kemudian Fukuyama (1995) menjabarkan trust suatu sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Francois (2003) mengemukakan trust adalah suatu komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang akan membentuk kekayaan modal sosial. Sedangkan Fukuyama (1995) berpendapat bahwa dimensi trust merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan bangsa. Kemampuan berkompetisi akan tercipta dan dikondisikan oleh satu karakteristik yang tumbuh di masyarakat yaitu trust. Keempat, norma sosial. Norma sosial sangat berperan dalam mengontrol bentuk perilaku dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas so77
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
sial tertentu. Norma ini biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan kolektif biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola tingkah laku dalam konteks hubungan sosial. Kelima, nilai sosial. Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya merupakan contoh nilai yang sangat umum dikenal dalam kehidupan masyarakat. Nilai senantiasa memiliki kandungan konsekuensi yang ambiven. Nilai harmoni misalnya, yang oleh bayak pihak dianggap sebagi pemicu keindahan dan kerukunan hubungan sosial yang tercipta, tetapi di sisi lain dipercaya pula untuk senantiasa menghasilkan suatu kenyataan yang menghalangi kompetisi dan produktiffitas. Modal sosial yang kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi nilai yang tercipta pada suatu kelompok masyarakat. Jika suatu kelompok memberi bobot tinggi pada nilai kompetisi, pencapaian, keterusterangan dan kejujuran mana kelompok masyarakat tersebut cenderung jauh lebih cepat berkembang dan maju dibandingkan pada kelompok masyarakat yang senantiasa menghindari keterusterangan, kompetisi dan pencapaian. Keenam, tindakan yang proaktif. Salah satu unsur penting modal sosial adakah keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpatisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Ide dasar dari premise ini, bahwa seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan aktif. Mereka melibatkan diri dan mencari
kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tetapi juga kekayaan hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama – bersama. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif. Inovasi Produk Menurut Damapour (1991) Inovasi produk adalah suatu produk atau jasa baru yang diperkenalkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan pasar. Lukas dan Farel (2000) menjabarkan inovasi produk dibedakan menjadi tiga kategori dasar, yaitu “product line extensions, mee too product dan new to the world product”. Product line extensions merupakan produk yang relatif baru di pasar namun tidak baru bagi perusahaan, mee to product merupakan produk yang relatif baru bagi perusahaan namun sudah dikenal di pasar, new to the world product baru bagi perusahaan maupun bagi pasar (Hartini, 2012). Cooper (1998) mengemukakan inovasi proses menggambarkan perubahan dalam cara organisasi memproduksi produk dan jasa akhir dari suatu perusahaan. Inovasi proses merupakan saran untuk meningkatkan kualitas dan juga penghematan biaya. Hal ini mencerminkan bahwa adopsi proses inovasi diakui dapat meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Inovasi produk merupakan salah satu bagian terpenting dalam organisasi bisnis, Menurut Drucker (1954)“only marketing and innovation are impornt for business, the other are cost“. Dengan melakukan inovasi produk suatu perusahaan dapat membedakan diri maupun produk dari pesaingnya, dengan demikian inovasi produk dapat memberikan jalan bagi pe78
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
rusahaan untuk meciptakan keunggulan kompetitif. Disamping itu, budaya inovasi produk juga mendorong eksplorasi dan ekperimentasi untuk mengembangkan bisnis baru dalam bisnis yang sudah ada dan pembaharuan bisnis yang tengah berlangsung. (Indriani dan Prasetyowati, 2008) Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA adalah komunitas ASEAN (ASEAN Community) di bidang ekonomi atau ASEAN Economc Community (AEC) yang dicanangkan pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-9 di Bali Concord II. Pembentukan komunitas tersebut diprakarsai oleh para Kepala negara ASEAN pasca krisis ekonomi tahun 1997 di kawasan Asia tenggara MEA diharapkan dapat mewujudkan tercapainya suatu kawasan stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Bali Concord II tidak hanya menyepakati pembentukan MEA, namun juga menyepakati pembentukan komunitas ASEAN di bidang keamanan politik (Asean Political-Security Community) dan sosial Budaya (Asean Socio-Culture Community) (Tambunan, 2012). MEA sudah berlaku di tahun 2015, sebagaimana kesepakatan dalam Bali Concord II telah disusun ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint sebagai pedoman bagi negara negara anggota ASEAN. Empat pilar dalam AEC Blueprint yaitu: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas, (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan inteltual, pengembangan infrastuktur, perpajakan dan ecommerce, (3) ASEAN sebagai kawa-
san dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah serta pemrakarsa integrasi ASEAN untuk negara negara CMLV ( Cambodja, Myanmar, Laos dan Vietnam), (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global (Syukriah dan Hamdani, 2013). Sebagai kelanjutan dari penyusunan AEC blueprint telah ditandatangani Roadmap for an ASEAN Community (2009-2015) pada KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin – Thailand. Dengan penerapan MEA atau AEC di tahun 2015 yang sudah berjalan akan menciptakan konfigurasi baru distribusi hasil produksi dan faktor produksi pereknomian intra ASEAN. (Syukriah dan Hamdani, 2013) 3. METODE PENELITIAN Ruang lingkup penelitian Metodologi penelitian di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Hal ini didasarkan pada pola strategi yang muncul dalam penelitian ini yang menuntut peneliti untuk melakukan studi eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan pola strategi pengembangan UMKM Batik Laweyan yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini. Kemudian pengumpulan berbagai data dan informasi akan dilakukan melalui observasi partisipasi, wawancara, dan studi dokumentasi terhadap sumber da-ta yang diperlukan Menurut Denzin dan Lincoln (2011) menjabarkan penelitian kualitatif suatu aktifitas berlokasi yang menempatkan penelitiannya di dunia. Penelitian kualitatif terdiri dari serangkaian praktik penafsiran material yang membuat dunia menjadi terlihat. Praktik-praktik ini mentransformasi dunia. 79
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
Mereka mengubah dunia menjadi serangkaian representasi, yang mencakup berbagai catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto rekaman dan catatan pribadi. Dalam hal ini, penelitian kualitatif melibatkan suatu pendekatan penafsiran yang naturalistik terhadap dunia. Hal ini berarti para peneliti kualitatif mempelajari benda benda di lingkungan alamiahnya, berusaha untuk memaknai atau menafsirkan fenomena dalam sudut pandang makna-makna yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka Kemudian Creswell (2014) dalam Pratama (2014) mengemukakan bahwa ada beberapa karakteristik dari penelitian kualitatif di antaranya, a) diawali dengan asumsi dan penggunaan kerangka penafsiran atau teoritis yang membentuk studi tentang permasalahan riset yang terkait dengan makna yang dikenakan oleh individu atau kelompok pada suatu permasalahan sosial, b) Pengumpulan data terhadap jaringan alamiah yang peka terhadap masyarakat dan tempat penelitian, c) analisis data yang bersifat induktif maupun deduktif dan pembentukan berbagai pola atau tema, d) Laporan tertulis akhir mencakup berbagai suara dari para partisipan, refleksivitas peneliti, deskripsi dan intrepretasi tentang masalah penelitian, kontribusi pada literatur bagi perubahan. Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di kampung Batik Laweyan dan Kantor Dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta. Alasannya Kampung Batik Laweyan sebagai tempat produksi dan penjualan batik kemudian dinas UMKM dan Koperasi sebagai lembaga pemerintah yang dibentuk secara khusus untuk membantu memajukan UMKM Batik Laweyan. Dalam penelitian ini peneliti mendatangi informan terpilih 2 orang pengusaha batik berskala besar untuk mendapatkan hasil pene-
litian tentang pola strategi pengembangan dan informan, terpilih 2 orang terdiri pengusaha menengah dan pengusaha kecil untuk mendapatkan hasil penelitian tentang modal sosial. Informan Penelitian Peneliti menggunakan teknik Diskusi Kelompok Terfokus di antara para informan kunci (key informan) dalam menentukan informan pada penelitian ini. Focus Group Discussion adalah instrumen penggali data yang berorientasi sosial. Menurut Krueger (1994) bahwa manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain. Manusia memiliki kecenderungan membuat keputusan berdasarkan stimulasi sosial, baik berupa saran, masukan, bisikan, komentar dari orang-orang di sekitarnya. Keberadaan informan lain dalam sebuah Diskusi Terfokus memegang peranan yang sangat penting dalam respon yang diberikan oleh tiap informan. (Herdiansyah, 2013). Definisi lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif, dimana individual atau kelompok yang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang fasilitator mengenai suatu topik. Informan kunci dalam penelitian ini terdiri dari orang-orang yang memiliki informasi, kapabilitas, dan pengetahuan jaringan terhadap subyek penelitian yang pada akhirnya akan mengarahkan peneliti ke informan terpilih. Informan kunci dalam penelitian ini yaitu pejabat dinas terkait (dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta) dan Ketua Forum Pengembangan Batik Laweyan sedangkan informan subjek merupakan pengusaha UMKM di kampung Batik Laweyan di Kota Surakarta yang bergerak di bidang produksi batik kemudian memasarkannya. Informan diambil berdasarkan focus group discussion peneliti dengan pejabat dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta yang mengarahkan Pe80
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
nulis untuk menemui Ketua Forum Pengembangan Batik Laweyan. Focus Group Discussion lanjutan antara peneliti, Ketua Forum Pengembangan Batik Laweyan, dan asisten Ketua Forum Pengembangan Batik Laweyan memberikan masukan kepada penulis untuk menemui pengusaha batik di kampung Batik Laweyan dengan berbagai karakteristik. Karakteristik pengusaha dapat berupa: pengusaha yang memiliki show room batik, pengusaha yang dapat ditemui setiap hari, dan pengusaha yang memiliki industri (tempat pembuatan batik). Hasil Focus Group Discussion disepakati bahwa informan terpilih terdiri dari : 1) Pengusaha yang sudah lama bermukim di Kampung Batik Laweyan lebih dari 10 tahun 2) Pengusaha yang memiliki produk a. Batik Tulis b. Batik Stamp c. Batik printing d. Konveksi 3) Pengusaha yang aktifitas usaha memiliki a. Industri b. Show room c. Konveksi 4) Pengusaha yang kegiatan bisnisnya sering digunanakan penelitian baik dari universitas atau mahasiswa yang menyusun tugas akhir
Pengusaha Menengah
6 orang
Jumlah Informan
16 orang
Jenis dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Etta dan Sopiah (2013) Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer berasal dari wawancara langsung dengan pemilik Showroom di kampung Batik Laweyan, setelah cukup peneliti akan melakukan observasi di lokasi penelitian. Observasi bertujuan untuk pencatatan pola strategi UMKM, selanjutnya wawancara dilanjutkan ke kantor dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarata. Wawancara tersebut berguna untuk mengetahui kebijakan yang dikeluarkan dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta guna membantu memajukan UMKM Batik Laweyan Menurut Kuncoro (2009) Data Sekunder merupakan Data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kajian literatur, publickasi ilmiah yang berkaitan dengan UMKM kampung batik Laweyan serta dari instansi terkait seperti dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta. Tahap-tahap Penelitian Menurut Moleong (2013) untuk melakukan penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu: 1) Tahap Pra-lapangan Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan.
Tabel 2: Komposisi Informan Katagori Jumlah Informan 3 orang
7 orang
Sumber : hasil Focus Group Discussion
Tahapan- Tahapan dalam menentukan Informan
Pengusaha Besar
Pengusaha Kecil
81
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu a) Menyusun rancangan penelitian Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan oleh dosen pembimbing. Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus b) Memilih lapangan penelitian Peneliti memilih Kampung Batik Laweyan dan Dinas UMKM dan Koperasi Kota Surakarta c) Mengurus Perizinan Yakni mengurus perizinan ke Kantor Kesbangpol di Balai Kota Surakarta kemudian diteruskan ke Kantor Dinas UMKM dan Koperasi lalu ke Forum Pengembangan Batik Laweyan d) Menjajaki dan Menilai Lapangan Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan kampung Batik Laweyan dan Kantor Dinas UMKM dan Koperasi agar peneliti siap terjun ke lapangan untuk melihat keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti e) Memilih dan Memanfaatkan Informan Tahapan ini peneliti memilih informan yang merupakan orang benar benar tahu dalam kegiatan operasional toko di kampung Batik Laweyan dan Pejabat yang berwenang di Dinas UMKM dan Koperasi f) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam kebutuhan penelitian 2) Tahap Lapangan Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu : a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan data b) Memasuki Lapangan Pada saat masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yang akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan para responden dan tetap menjaga etika pergaulan serta norma norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut. c) Berperan serta sambil mengumpulan data Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperoleh ke dalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara, kuesioner dan observasi 3) Tahap Analisa Data Menurut Moleong (2013) Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan, diklarifikasikan dan analisa. 4) Tahap Penulisan Laporan Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, se82
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
hingga dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas yang baik terhadap hasil penelitian. Teknik Pengumpulan data Menurut Herdiansyah (2009) mendefinisikan data sebagai atribut yang melekat pada suatu objek tertentu, berfungsi sebagai informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan diperoleh melalui suatu metode /instrumen pengumpulan data. Dalam penelitian di batik Laweyan peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu : 1) Metode Wawancara Wawancara atau kusioner lisan diartikan sebagai wawancara antar orang, yaitu antara peneliti (pewawancara) dengan responden (informan) yang diarahkan oleh pewawancara untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan. Pewawancara biasanya telah menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Wawancara, sering tertulis yang berisi pertanyaanpertanyaan yang difokuskan untuk menjawab pertanyaan (Kuncoro, 2014) Teknik Wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden. Data yang dikumpulkan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks, sensitif, atau kontroversial, sehingga jika menggunakan teknik kuesioner akan kurang memperoleh tanggapan responden. Teknik wawancara dilakukan terutama untuk responden 2) Observasi
memungkinkan memahami realitas sosial dengan menyatu bersama obyek yang sedang dipelajari melalui observasi langsung, pembicaraan, interaksi tindakan, serta dokumen lain dalam waktu yang telah ditentukan agar dapat memahami realita secara utuh. Observasi akan dilaksanakan di lokasi penelitian di kampung Batik Laweyan observasi dilaksanakan selama 25 hari 3) Studi Dokumentasi Menurut Arikunto (2002) studi dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Nawawi (2005) mendefinisikan studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama arsip-arsip dan termasuk buku yang relevan Teknik Analisis Data Herdiansyah (2013) memaparkan proses analisis data dalam penelitian kualitatif sudah dimulai dan dilakukan sejak awal penelitian hingga penelitian selesai. Dalam hal ini setiap peneliti melakukan proses pengambilan data, peneliti langsung melakukan analisis dari data tersebut seperti pemilihan tema dan katagorinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis data interaktif menurut Miles dan huberman (1993) dalam Herdiansyah (2013). Model analisis data ini memiliki 4 tahapan, yaitu tahap pertama pengelompokkan data, tahap kedua reduksi data, tahap ketiga display data dan tahap keempat menarik kesimpulan serta verifikasi data. 1) Melakukan Pengelompokkan Data Pengelompokkan data adalah hal pertama yang harus dilakukan. Dimulai dengan menyatukan semua bentuk data mentah ke dalam
Menurut Pratama (2014) memaparkan partisipasi observasi sebagai sebuah perencanaan yang 83
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
bentuk transkip atau bahasa tertulis. Jika masih berbentuk rekaman audio, rekaman tersebut diubah bentuk menjadi transkip. Jika masih berupa catatan singkat, diubah menjadi transkip termasuk ingatan-ingatan (memory), harus dituangkan menjadi bentuk transkip. Jika masih ada catatan – catatan spesifik lainnya juga harus diubah ke dalam bentuk transkip. Setelah semua data diubah menjadi bentuk transkip, langkah berikutnya adalah mengelompokkan data mentah ke dalam kelompok tema– tema tertentu. Pada saat melakukan penelitian, observasi, catatan lapangan, bahkan ketika berinteraksi 2) Melakukan Reduksi Data Tahap berikutnya setelah pengelompokkan data dilakukan, adalah melakukan reduksi data atau pemilihan pemangkasan dan penyeleksian data yang terkait dengan tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian. Inti dari reduksi data adalah proses penyeragaman dan penggabungan semua bentuk data yang diporeleh menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Hasil wawancara akan diubah menjadi bentuk verbatim wawancara. 3) Melakukan Display data Tahap berikutnya setelah melakukan reduksi data, adalah melakukan display data atau memproses pengolahan semua data berbentuk tulisan menjadi beberapa kategori sesuai dengan tema atau kelompok masing–masing dan biasanya disajikan dalam bentuk tabel, diagram, matriks, ataupun grafik. Terdapat tiga tahapan dalam display data, yaitu kategori tema, subkategori tema, dan proses pengodean. Tahap kategori tema merupakan proses pengelompokkan tema-tema yang telah
disusun dalam tabel wawancara ke dalam suatu matriks kategorisasi. Tema dalam penelitian ini antara lain: a. Strategi pengembangan usaha b. Modal sosial Tahapan selanjutnya adalah subkategori tema. Inti dari tahap ini merupakan memilah tema – tema tersebut ke dalam subtema yang merupakan bagian dari tema yang lebih kecil dan sederhana. Tahapan terakhir yaitu proses pengkodean. Inti dari tahap ini adalah memasukkan atau mencantumkan pernyataan–pernyataan informan sesuai dengan kategori tema dan subkategori temanya ke dalam matriks serta memberikan kode tertentu pada setiap pernyataanpernyataan tersebut. 4) Melakukan Kesimpulan / Verifikasi Penarikan kesimpulan merupakan tahapan terakhir dari analisis data, yang di mana kesimpulan dalam model Miles dan Huberman (1993) berisi semua uraian dari subkategori tema yang tercantum pada tabel kategorisasi dan pengkodean yang sudah terselesaikan disertai dengan quote verbatim wawancaranya Uji Keabsahan Data Menurut Moleong (2014) yang dimaksud keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi: 1) Mendemonstrasikan nilai yang benar 2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan 3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusankeputusannya Isu dasar hubungan keabsahan data pada dasarnya adalah sederhana. Bagaimana peneliti memaparkan bah84
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
wa temuan-temuan penelitian dapat dipercaya atau dapat dipertimbangkan. Berikut Perbandingan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif dari segi konstruksinya.
rim dan penerima. Untuk melakukan transferabilitas seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi-asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut. Kriteria Dependabilitas disebut juga dengan istilah reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Prastowo (2011) memaparkan bahwa uji dependabilitas dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan melaksanakan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Semua hal yang dipaparkan oleh peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan informan, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus ditunjukkan oleh peneliti. Apabila hal tersebut tidak dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangannya, maka dependabilitasnya patut diragukan. Konfirmabilitas berasal dari konsep ‘objektivitas‘ menurut penelitian kuantitatif. Konfirmabilitas merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian kualitatif dapat dikonfirmasikan oleh orang lain, menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian yang dihubungkan dengan proses penelitian yang dilakukan. Sugiyono (2007) memaparkan apabila hasil penelitian tersebut merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas. Dalam studi penelitian ini peneliti menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan teknik pemeriksaan perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi. Perpanjangan keikutsertaan Menurut Moleong (2013) keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data per-
Kriteria Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibilitas), keteralihan (transferabilitas), kebergantungan (dependability), dan kepastian (Confirmabilitas). Emzir (2010) Memaparkan kepercayaan atau credibility mempunyai arti bahwa penetapan hasil penelitian kualitatif adalah credibility atau dapat dipercaya dari perspektif partipasan dalam penelitian tersebut, selain itu menurut Moleong (2014) kepercayaan atau credibility berfungsi sebagai: pertama, pelaksanaan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada Kenyataan ganda yang sedang diteliti. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk mendeskripkan atau memahami fenomena yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan. Strategi untuk mengoptimalkan kredibilitas data meliputi perpanjangan waktu penelitian, ketekunan penelitian, triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member checking. Menurut Herdiansyah (2013) triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan diteliti. Menurut Moleong (2014) keteralihan atau transferabilitas sebagai suatu persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengi85
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
panjangan keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Peneliti melakukan perpanjangan keikusertaan penelitian di kampung batik Laweyan disebabkan data yang didapatkan belum memuaskan oleh karena itu perpanjangan keikutseraan bertujuan untuk membatasi: 1) Membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks 2) Membatasi kekeliruan (biases) peneliti 3) Mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat Triangulasi Moleong (2013) memaparkan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Selain ke lapangan dalam penelitian di kampung Batik Laweyan ini peneliti menggunakan buku sejarah batik dan penelitian ilmiah dosen sebagai keperluan pengecekan atau pembanding data yang diproleh dari lapangan. 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada penelitian di kampung batik Laweyan hasil analisis data yang diperoleh bahwa strategi pengembangan yang dilakukan pengusaha atau pelaku UMKM di kampung batik selalu memperbarui produk-produknya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan (informan 1) terhadap pola strategi pengembangan UMKM.
Pernyataan informan 1 sama dengan pernyataan informan 2 “… kalau aku konsentrasi dan fokus ke salah satu produk saja mas, misal batik cap ; dari batik cap bisa tak bikin jadi apa kemudian aku juga memiliki jaringan jaringan dalam menjual produk aku mas Pernyataan informan 1 memiliki kesamaan dengan pernyataan informan 2 yang memiliki kesamaan bahwa dalam hasil penelitian tersebut pola strategi pengembangan harus berinovasi untuk menghasilkan yang baru. Pada informan 2 juga mementingkan jaringan atau rekanan bisnis dalam menjual produk dalam penelitian ini jaringan-jaringan bisnis disebut juga modal sosial, pada pernyataan informan ke 3 dalam mengembangkan UMKM-nya juga memerlukan modal sosial. “… ya saya terkadang mengambil hasil produksi batik rekan saya yang tidak memiliki showroom dengan tujuan bantu teman …” [ saya terkadang mengambil hasil produksi batik rekan saya yang tidak memiliki showroom dengan tujuan bantu teman ] Pernyataan informan 3 sedikit berbeda dengan pernyataan informan 4 yang menjabarkan “… kalau saya menjual langsung hasil produksi saya ke teman-teman yang ada di Jakarta dari mereka langsung menjual nya ke luar negeri baik itu di Malaysia atau Brunei..” [ kalau saya menjual hasil produksi saya ke rekan rekan yang ada di jakarta lalu mereka menjual lagi ke Malaysia atau Brunei ] Dari kesimpulan pernyataan informan 3 dan informan 4 walau agak sedikit berbeda tetapi keduanya menyatakan jika modal sosial ikut ber-
“ …setiap hari saya selalu berinovasi dalam mengembangkan produk-produksi batik saya bahkan setiap malam saya selalu membuat pola batik baru…”
86
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
peran dalam pola strategi pengembangan UMKM di Batik Laweyan. 5. KESIMPULAM, IMPLIKASI, SARAN, DAN BATASAN Modal Sosial
Pola strategi pengembangan UMKM
ditindaklanjuti dan menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Inovasi dan kerja sama
Alfitri. (2011). Community Development. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Dari hasil kesimpulan dalam penelitian tersebut menjabarkan bahwa hubungan modal sosial dengan Inovasi dan kerja sama dalam menciptakan pola strategi pengembangan UMKM sangatlah erat hal tersebut terbukti bahwa sebagian pengusaha telah merumuskannya dalam usaha bisnisnya. Selalu berinovasi dalam berproduksi dan menerapkan modal sosial dalam mengembangkan bisnis dan bekerja sama dengan para rekanan bisnis agar usaha bisnis produksi batik dapat berkembang kemudian Modal sosial ini menekankan agar pengusaha memiliki jaringan dan kemitraan yang luas agar usaha bisnis nya dapat berkembang dan tidak stagnan. Diharapkan pentingnya modal sosial, inovasi dan kerja sama diadopsi oleh para pengusaha UMKM yang lain guna UMKM tersebut siap menghadapi globalisasi di era sekarang terutama di pasar ASEAN. Secara objektif, penelitian ini masih perlu dikembangkan dan memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari keterangan para informan kunci ataupun para informan terpilih di lapangan. Penelitian ini bersifat lokal, terkini, dan unik sehingga tidak bisa di generalisasikan di tempat lain. Perbedaan waktu sangat berpengaruh karena apa yang terjadi di lapangan pada saat penelitian berlangsung tidak dapat dijadikan dasar bahwa yang akan terjadi di waktu yang berbeda akan sama. Dengan keterbatasan yang ada diharapkan penelitian ini dapat
Ariani, Duti., dan Suresmiathi, Ayu. AA., (2013), Jurnal ekonomi pembangunan volume 2 nomor 2, Februari 2013, PP 63-118. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Binarsih, R.S., Rahayu, S.E., Bisri, R., S., dan Wibowo, Muladi. (2013). Bisnis Internasional Bagi Pengusaha di Kampung Batik Laweyan., Prosiding Seminar Nasional 2013, Surakarta: Program Pascasarjana UNIBA Surakarta. Damapour, F. (1991). Organizational innovation A meta Analysis of Effect of Determinants and moderators. Academy of managament journal. 34 ( 3 ): 555 – 590. Coleman, James S. (1988). Social Capital in the Creation of Human Capital, American journal of Sociology. Vol. 95. Supplement: 95120. Cresswell. W. John. (2015). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Denzin ,N.K., & Lincoln,Y.S ( 2011) . Introduction: the dicipline and practice pf qualitative research. The Sage handbook of qualitative research ( edisi ke-4, hlm.1-19). Thousand Oaks, CA: sage _______, Emzir. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data.. Jakarta: Rajawali Pers. 87
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
Francois, P. (2003). Social capital and Economic Development. London: Routledge.
Pratama, Y. P., Manzilati, A. (2014). Suara Akar Rumput: Kebudayaan yang Mendasari Perilaku Ekonomi. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan Vol. 14 No. 1. https://jurnal.uns.ac.id/jiep/article/vie w/2110
Fukuyama, Francis. (1995). Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: Free Press. Hamid, S.E., dan Sri, S.Y, (2011), jurnal ekonomi volume 12, nomor Juni 2011 hlm 45-55.
Putnam, Robbert D. (2002). The Prosperous Community; Social capital and Public Life. Tap
Herdiansyah, Haris. (2013). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu ilmu sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Rahayu ,Kurniawan. (2011). Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Bantuan Modal Usaha Pengarunya Terhadap Usaha Mikro Kecil danMenengah Monel Di Kabupaten Jepar. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Indriani, F & Prasetyowati, E. (2008), Studi mengenai inovasi produk pada usaha kecil kerajinan ukuran Jepara, Jurnal sains pemasaran Indonesia 7, 2, 249 – 272
Rahmatia Nuhung. (2012). Bisnis Manajemen. http:// bisnismanajemen.co.id//2012/09/12
Kuncoro, Mudrajad. (2009). Dasar – dasar ekonomika pembangunan edisi 5. Yogyakarta: STIM YKPN.
Sangadji, M, Etta dan Sopiah. (2010). Metodologi penelitian Pendekatan praktis dalam penelitian. Yogyakarta: Andi.
-------. (2009). Ekonomika Indonesia: Dinamika lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Sudaryanto. (2011). The Need for ICT-Education for Manager or Agribusinessman to Increasing Farm Income : Study of Factor Influences on Computer Adoption in East Java Farm Agribusiness.International Journal of Education and Development, JEDICT, Vol 7 No 1 halm. 56-67.
------. (2014). Metode Riset untuk bisnis dan ekonomi,edisi 4. Jakarta: Erlangga. Miles, Mathew B. and Michael Huberman. (1993). Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. London: Sage Publication, Inc. Nawawi. (2003). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Sudaryanto, Ragimun dan Wijayanti, Rina, Rahma. (2014). Pusat Kebijakan ekonomi BKF. Jakarta: Kemenkeu
Novandari, Weni. (2013). Jurnal ekonomi dan bisnis vol 12 nomor 1
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif & RnD. Bandung: Alfabeta.
Prastowo, Andi. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif : dalam perpektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta : Arruzz Media.
Syukriah, Ana dan Hamdani Imam. (2013). Peningkatan Eksistensi UMKM Melalui Comparative Advantage Dalam Rangka 88
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
Menghadapi MEA 2015 di Temanggung. Economics Development Analysis Journal vol 2 no 2. Yustika, Ahmad Erani. (2012). Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta:Erlangga
89
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851
90