KAJIAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH MULTI-TEMPORAL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BODRI
SKRIPSI Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Oleh. Adnan Yollanda NIM. 3250406003
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011
I
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi yang berjudul “Kajian Perubahan Penutup Lahan dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Multi-Temporal di Daerah Aliran Sungai Bodri”, ini telah mendapat persetujuan untuk dilanjutkan dalam ujian skripsi.
Semarang, 07 September 2011
Menyetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Tjaturahono BS, M.Si NIP. 19621019 1988031 002
Drs. Moch. Arifien, M.Si NIP. 19550826 1983031 003
Mengetahui Ketua Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang
Drs. Apik Budi S, M.Si NIP. 19620904 1989011 001
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitian Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada. Hari
: Kamis
Tanggal
: 12 September 2011 Penguji Utama
Drs, Satyanta Parman. M.T. NIP. 19611202 1990021
Penguji I
Penguji II
Drs. Tjaturahono BS, M.Si. NIP. 19621019 1988031 002
Drs. Moch. Arifien, M.Si. NIP. 19550826 1983031 003
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd. NIP. 19510808 1980031 003
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 12 September 2011
Adnan Yollanda NIM.3250406003
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO a) Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah. (Lao Tze) b) Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan anda tak akan mengetahui masa depan jika anda menunggu-nunggu. (William Feather) c) Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri. (Martin Vanbee) PERSEMBAHAN Skripsi saya persembahkan untuk Bapak dan ibu tercinta yang telah membimbingku sejak kecil, membesarkan dengan penuh cinta dan doa. Terima kasih atas segalanya.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Perubahan Penutup Lahan dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Multi-Temporal Tahun 1992-2009 di Daerah Aliran Sungai Bodri” yang merupakan salah satu syarat untuk melengkapi persyaratan gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang ini dapat terselesaikan. Keberhasilan serta penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan pihak dengan rendah hati disampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Soedijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2.
Drs. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
3.
Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Bapak Drs. Apik Budi S, M.Si., atas ijin penelitian.
4.
Pembimbing I, Bapak Drs. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., terima kasih atas arahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Pembimbing II, Bapak Drs. Moch. Arifin, M.Si., atas arahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Penguji utama, Bapak Drs. Satyanta Parman, M.T., atas arahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Kepala Laboratorium Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Drs. Haryanto, M.Si., beserta staf gedung C-5 lantai 2 Halim dan bapak Surono, atas bantuanya dalam peminjaman alat.
vi
8.
Staf perpustakaan Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang gedung C-5 lantai 2 Ibu Kun, atas bantuanya dalam studi pustaka.
9.
Staf tata usaha Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang gedung C-1 lantai 2 Ibu Kus, atas bantuanya pengurusan administrasi.
10. Almamater SDN 3 Ledok, SMPN 3 Cepu, SMAN 2 Cepu dan GeografiUnnes, atas bekal ilmu. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bantuan dan dukungan dari semua pihak yang disebutkan di atas mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semarang, 12 September 2011
Adnan Yollanda
vii
SARI Adnan Yollanda. 2011. Kajian Perubahan Penutup Lahan dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Multi-Temporal Tahun 1992-2009 di Daerah Aliran Sungai Bodri. Skripsi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Drs. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si. dan Drs. Moch. Arifien, M.Si. Kata Kunci: Kajian, Perubahaan, Penutup Lahan, Penginderaan Jauh, Multi-Temporal, Daerah Aliran Sungai. Pertumbuhan penduduk akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan lahan, namun karena ketersediaan lahan terbatas menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan atau perubahan penutup lahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana perubahan kelas penutup lahan dan apakah perubahan tersebut masih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Kendal ?. Penelitian ini bertujuan, mengetahui perubahan kelas penutup lahan di DAS Bodri serta mengetahui kesesuaian perubahan penutup lahan terhadap kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah DAS Bodri, sedangkan sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua belas jenis penutup lahan hasil modifikasi dari sistem klasifikasi standar kehutanan skala 1:250.000. Variabel dalam penelitian ini ada 3 yaitu, kondisi penutup lahan DAS Bodri tahun 1992, 2002 dan tahun 2009. Penelitian ini menggunakan analisis data penginderaan jauh spasial multi-temporal, data yang digunakan adalah citra landsat 5 tahun perekaman 1992 dan 2002, landsat 7 tahun 2009, dan RTRW Kabupaten Kendal tahun 2006. Hasil penelitian, daerah aliran sungai Bodri merupakan DAS yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Secara morfologi DAS Bodri terbagi menjadi dua wilayah yaitu kawasan pegunungan atau bergelombang pada hulu dan kawasan dataran rendah atau landai di bagian hilir. Perubahan penutup lahan di DAS Bodri secara garis besar dipengaruhi oleh. (1) Berkurangnya luasan hutan menjadi tegalan, kebun campuran dan perkebunan. (2) Perubahan penutup lahan hutan produksi menjadi tegalan dan kebun campur. (3) Peningkatan luasan perkebunan yang dipengaruhi oleh alih fungsi lahan hutan dan semak belukar menjadi perkebunan dengan jenis vegetasi buah-buahan dan tanaman industri. (4) Alih fungsi sawah menjadi permukiman. (5) Peningkatan luasan tegalan yang dipengaruhi oleh sistem rotasi penanaman, dan (6) Perkembangan luasan tambak yang dipengaruhi oleh sedimentasi sungai Bodri. Hasil uji keakuratan citra dihasilkan tingkat kesesuaian sebesar 88% dimana dari 110 lokasi uji kesesuaian terdapat 13 lokasi yang tidak sesuai. Sedangkan tingkat kesesuaian antara perubahan penutup lahan dengan kawasan budidayaRTRW Kabupaten Kendal tahun 2006 hanya tambak dengan tingkat kesesuaian 100%, sedangkan pada perkebunan, permukiman, tegalan, dan sawah memiliki tingkat kesesuaian >60 %. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perubahan penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri akibat pengaruh dari aktifitas manusia secara langsung maupun tidak. Dan pengaruh perubahan land cover secara keseluruhan tidak sesuai dengan kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun 2006. Saran, selalu dilaksanakan monitoring agar tidak terjadi penyalahgunaan ruang yang tidak berorientasi pada masa depan yang dapat merugikan masyarakat banyak.
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN...................................................................... iii PERNYATAAN ............................................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi SARI ............................................................................................................. viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 E. Penegasan Istilah ................................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................................ 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penutup Lahan ...................................................................................... 9
ix
B. Perubahan Penutup Lahan ...................................................................... 11 C. Penginderaan Jauh.................................................................................. 13 D. Citra Landsat .......................................................................................... 15 E. DEM/SRTM .......................................................................................... 20 F. Interpretasi Citra Secara Dijital ............................................................. 21 1. Import/Load Data ................................................................................. 21 2. Koreksi Radiometrik Citra .................................................................... 22 3. Koreksi Geometrik Citra....................................................................... 23 G. Klasifikasi Terbimbing ........................................................................... 25 H. Daerah Aliran Sungai (DAS) .................................................................. 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 29 B. Populasi dan Sampel ............................................................................... 29 C. Uji Kesesuaian Citra................................................................................ 30 D.Variabel Penelitian .................................................................................. 31 E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 32 1. Pengumpulan Data Citra Penginderaan Jauh ........................................ 32 2. Obsrvasi ............................................................................................... 32 F. Alat dan Bahan........................................................................................ 33 G.Teknik Analisis Data ............................................................................... 33 H.Diagram Alir ........................................................................................... 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 37
x
1. Gambaran Umum DAS Bodri............................................................. 37 2. Pengolahan Citra ................................................................................ 48 3. Supervised Classification ................................................................... 61 4. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009 .......... 76 5. Uji Kesesuaian Citra........................................................................... 111 6. Kesesuaian Perubahan Kelas Penutup Lahan terhadap Kawasan Budidaya RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2006.............................................. 114 B. PEMBAHASAN .................................................................................... 128 1. Prosedur Pengolahan Citra ................................................................. 128 2.Supervised Classification .................................................................... 130 3. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009 .......... 131 4. Pengaruh Perubahan Penutup Lahan Terhadap Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal ............................................................................. 134 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAM .......................................................................................... 136 B. SARAN.................................................................................................. 138 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 139 LAMPIRAN …………………………………………………...… .................. 141
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Karakteristik Saluran pada Landsat TM ................................................ 18 2. Nama dan Panjang Gelombang pada Landsat ETM+ ............................ 19 3. Klasifikasi Kelas Penutup Lahan .......................................................... 30 4. Jenis Tanah Mayoritas DAS Bodri ........................................................ 42 5. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson ............................... 45 6. Tipe Iklim Pesisir DAS Bodri ............................................................... 45 7. Tipe Iklim Pegunungan DAS Bodri ...................................................... 46 8. Penutup Lahan Tahun 1992 .................................................................. 66 9. Penutup Lahan Tahun 2002 .................................................................. 70 10.Penutup Lahan Tahun 2009 .................................................................. 74 11.Perubahan Kelas Penutup Lahan Tahun 1992-2009 .............................. 77 12.Jumlah Penduduk Kabupaten Kendal.................................................... 94 13.Uji Keakuratan Citra............................................................................. 111 14.Persebaran Penutup Lahan pada Kawasan Budidaya ............................. 116 15.Overlay Kawasan Budidaya dan Hasil Klasifikasi Land Cover 2009..... 117
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.Citra Landsat ........................................................................................... 16 2.Hidrologi dan Pengelolaan DAS ............................................................. 28 3.Diagram alir prosedur penilaian perubahan penutup lahan ....................... 36 4.Peta DAS Bodri....................................................................................... 38 5.Peta Geologi DAS Bodri ......................................................................... 40 6.Peta Jenis Tanah DAS Bodri ................................................................... 43 7.Peta Curah Hujan DAS Bodri .................................................................. 47 8.Ekstrak dan Impor Data Citra Satelit ....................................................... 50 9.Hasil Crooping Citra Landsat Tahun 1992, 2002, dan 2009 ..................... 60 10.Proses Otomatisasi Pengenalan Obyek Supervised Classification .......... 61 11.Perbandingan Hasil Klasifikasi 8 dan 13 sampel .................................... 63 12.Peta Penutup Lahan Tahun 1992............................................................ 67 13.Peta Penutup Lahan Tahun 2002............................................................ 71 14.Peta Penutup Lahan Tahun 2009............................................................ 75 15.Dokumentasi Dua belas Penutup Lahan ................................................. 76 16.Grafik Penutup Lahan Hutan ................................................................. 79 17.Peta Penutup Lahan Hutan..................................................................... 78 18.Alih Fungsi Lahan Hutan Kecamatan Singorojo .................................... 80 19.Grafik Penutup Lahan Hutan Produksi................................................... 81 20.Alih Fungsi Hutan Produksi Kecamatan Pagendon ................................ 82 21.Peta Penutup Lahan Hutan Produksi ...................................................... 83 22.Grafik Penutup Lahan Lahan Terbuka ................................................... 84 23.Peta Penutup Lahan Terbuka ................................................................. 85 24.Alih Fungsi Perkebunan di Kecamatan Singorojo .................................. 86 25.Grafik Penutup Lahan Mangrove ........................................................... 87 26.Peta Penutup Lahan Mangrove .............................................................. 26 . 27.Grafik Penutup Lahan Perkebunan ........................................................ 89
xiii
28.Analisis Proses Perubahan Land Cover Pada Citra................................. 90 29.Dokumentasi Kebun Sengon tahun 2009 ............................................... 91 30.Alih Fungsi Lahan menjadi Perkebunan Kecamatan Jumo ..................... 91 31.Peta Penutup Lahan Perkebunan ............................................................ 96 32.Grafik Penutup Lahan Permukiman ....................................................... 92 33.Peta Penutup Lahan Permukiman .......................................................... 95 34.Grafik Tegalan (Pertanian Lahan Kering) .............................................. 96 35.Alih Fungsi Sawah menjadi Tegalan di Kecamatan Patebon .................. 97 36.Peta Penutup Lahan Tegalan.................................................................. 98 37.Grafik Penutup Lahan Kebun Campur ................................................... 99 38.Alih Fungsi Semak Belukar Pengamatan di Kecamatan Kandangan....... 100 39.Peta Penutup Lahan Kebun Campuran ................................................... 101 40.Grafik Penutup Lahan Sawah ................................................................ 102 41.Peta Penutup Lahan Sawah .................................................................... 103 42.Grafik Semak Belukar ........................................................................... 103 43.Alih Fungsi Semak Belukar di Kecamatan Kandangan .......................... 104 44.Peta Penutup Lahan Semak Belukar ...................................................... 106 45.Grafik Penutup Lahan Tambak .............................................................. 107 46.Peta Penutup Lahan Tambak ................................................................. 108 47.Grafik Penutup Lahan Tubuh Air .......................................................... 109 48.Peta Penutup Lahan Tubuh Air .............................................................. 110 49.Penutup Lahan Tahun 2009 dan Dokumentasi Uji Kesesuaian ............... 112 50.Peta Rencana Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal Tahun 2006 ......... 115 51.Peta Kesesuaian Budidaya Perkebunan .................................................. 119 52.Peta Kesesuaian Kawasan Budidaya Permukiman ................................. 121 53.Peta Kesesuaian Kawasan Budidaya Tegalan......................................... 123 54.Peta Kesesuaian Budidaya Sawah .......................................................... 125 55.Peta Kesesuaian Budidaya Tambak ....................................................... 127
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Langkah Kerja ...................................................................................... 141 2. Uji Kesesuaian Citra ............................................................................. 150 3. Deliniasi Batas DAS ............................................................................. 155 4. Identifikasi Penutup Lahan dan Awan................................................... 157
xv
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dan penggunaan ruang untuk memadahi kegiatan manusia, salah satunya adalah kebutuhan akan lahan. Di atas lahan inilah masyarakat melakukan berbagai kegiatan, baik secara indifidual maupun kelompok. Keterbatasan sumber daya lahan akan mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi penutup lahan, hal tersebut disebabkan kebutuhan lahan yang berbanding terbalik dengan ketersediaan akan lahan. Penutup lahan merupakan suatu kenampakan fisikal yang sulit ditinjau pada daerah yang luas, karena proses perubahan penutup lahan terjadi pada jangka waktu yang lama. Kondisi penutup lahan pada suatu daerah memiliki keragaman yang berbeda dengan kondisi penutup lahan pada daerah lainya, selain itu penutup lahan berpengaruh pula terhadap ekosistem serta kehidupan manusia secara langsung maupun tidak. Penutup lahan sangat menarik untuk dipelajari, dengan memperhatikan kondisi dan pola penutup lahan kita dapat mengetahui kondisi fisikal dan sosial pada suatu wilayah. Penutup lahan lebih cenderung memberikan penjelasan mengenai sumber daya pada suatu tempat, berbeda dengan penggunaan lahan yang lebih menjelaskan mengenai pemanfaatanya oleh manusia. Menurut Lindgren, (dalam Purwadhi dan Sanjoto, 2008) penutup lahan adalah vegetasi dan
2 konstruksi artifisial yang menutup permukaan lahan. Penutup/tutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan di permukaan bumi, seperti bangunan, danau, vegetasi. Sedangkan penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan atas lahan manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olahraga, rumah mukim, rumah makan, rumah sakit hingga kuburan. Dalam penelitian ini penutup lahan di artikan secara alami (natural) dan secara artifisial. Penutup lahan pada penelitian ini menggambarkan kontruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley dalam Lo, 1996). Konstruksi
tersebut
seluruhnya
tampak
secara
langsung
dari
citra
penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan adalah struktur fisik yang dibangun oleh manusia, fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang, dan tipe pembangunan. Lokasi pada penelitian ini adalah daerah aliran sungai Bodri, lokasi tersebut dipilih karena DAS Bodri merupakan DAS yang memiliki wilayah dengan dua kondisi morfologi yang berbeda, memiliki empat sub DAS hulu, masuk dalam tiga administrasi yang berbeda, dan orgiensi dari DAS Bodri bagi kehidupan. DAS Bodri berada di Propinsi Jawa Tengah yang secara administrasi masuk ke dalam 3 Kabupaten yaitu, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung di kawasan hulu, serta Kabupaten Kendal di bagian hulu dan hilir. DAS Bodri terbagi menjadi 4 sub DAS yaitu, sub DAS Lutut, sub DAS Logung, sub DAS Putih dan sub DAS Bodri. DAS secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pembatas
3 topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkanya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama menuju laut (
[email protected]). Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi maupun kegiatan lain, akan menyebabkan perubahan penutup lahan. Perubahan penutup lahan pada DAS akan berpengaruh pula terhadap rencana tata ruang wilayah pemerintahan kota maupun
kabupaten,
sehingga
monitoring
permasalahan
DAS
harus
ditanggulangi oleh seluruh pemerintah yang masuk dalam suatu unit pengelolaan DAS. Dalam mendeteksi perubahan penutup lahan pada DAS dapat menggunakan teknik penginderaan jauh, metode penginderaan jauh memiliki kemampuan mencakup wilayah studi yang sangat bervariasi mulai dari kecil hingga luas (koprenhensif), dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang berkoprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif (dan hubungan ketetanggaan) yang benar, periode pengukuran (pengamatan) relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten (presisi), skala (akurasi data spasial) yang didapat bervariasi dari yang kecil hingga besar, kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling terbaru, biaya keseluruhanya, waktu dan sebagainya yang terhitung murah (Prahasta, 2008). Penggunaan metode penginderaan jauh diharapkan dalam menganalisa perubahan tutupan lahan pada DAS Bodri didapatkan hasil yang maksimal, mengetahui
kecenderungan
perkembangan
wilayah,
dan
memberikan
4 gambaran kondisi fisikal maupun sosial pada daerah penelitian berdasarkan kondisi dan pola perkembangan penutup lahan. Citra (image) dijital merupakan data yang digunakan dalam teknik penginderaan jauh, citra dijital bersifat representatif dua dimensi dari suatu obyek di dunia nyata, pada bidang penginderaan jauh citra merupakan gambaran sebagian permukaan bumi sebagaimana terlihat dari ruang angkasa (satelit). Citra dijital pada dasarnya merupakan data rekaman sensor dalam bentuk raster, matriks dan grid, setiap elemennya disebut sebagai pixsel (picture element) yang nilai koordinatnya diketahui dan intensitasnya (nilai) rata-rata pada seluruh kawasan permukaan bumi yang diwakili oleh piksel (Prahasta, 2008). Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat multi-temporal tahun perekaman 1992, 2002 dan 2009, karena dengan alasan kemudahan data yang didapatkan secara gratis dan kualitas citra landsat yang cukup baik. Landsat sendiri merupakan satelit sumber daya milik Amerika Serikat yang diluncurkan sejak tahun 1972. Landsat yang sudah mengorbit saat ini adalah Landsat generasi ke-tujuh (Landsat 7). Landsat 7 dengan sensor ETM+ (Edvanced Thematic Mapper Plus), yang diluncurkan bulan April 1999 (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Berdasarkan
uraian
yang
dikemukakan
diatas,
maka
penulis
bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Kajian Perubahan Penutup Lahan dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh MultiTemporal di Daerah Aliran Sungai Bodri”.
5 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah: 1. Bagaimana perubahan kelas penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri tahun 1992-2009 berdasarkan teknik penginderaan jauh? 2. Apakah perubahan tersebut masih sesuai dengan kawasan budidaya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kendal tahun 2006? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok masalah yang diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui perubahan kelas penutup lahan di DAS Bodri tahun 19922009 berdasarkan teknik penginderaan jauh. 2. Mengetahui kesesuaian perubahan penutup lahan terhadap kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun 2006. D. Manfaat Penelitian 1. Peneliti Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan dan pengalaman bagi peneliti dalam mempraktikan teori yang telah didapat dan mampu mewujudkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan diwaktu yang akan mendatang. 2.
Akademis Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi dan referensi
serta bahan kepustakaan bagi para insan akademis untuk mencapai kesempurnaan.
6 3. Untuk Pembangunan Dari penelitian ini diharapkan akan menambah atau memberikan masukan untuk pembangunan daerah, karena dengan penelitian ini diharapkan dapat: a) Menyajikan informasi kondisi kelas penutup lahan di DAS Bodri pada tahun 1992, 2002, dan 2009 b) Mengetahui pengaruh perubahan penutup lahan terhadap kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun 2006. E. Penegasan Istilah Penegasan istilah dari penelitian yang berjudul ”Kajian Perubahan Penutup Lahan dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh MultiTemporal di Daerah Aliran Sungai Bodri”, dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam menangkap isi dan memperoleh gambaran dari obyek yang dikaji. Beberapa istilah yang perlu diberi batasan adalah: 1. Kajian Hasil mengkaji (KBBI, 2006). 2. Perubahan Hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran, perbaikan aktivitas tetap yang tidak menambah jumlah jasadnya (KBBI, 2006). 3.
Penutup Lahan Penutup Lahan adalah vegetasi dan konstruksi artifisial yang menutup
permukaan lahan (Lindgren dalam Purwadi dan Sanjoto, 2008).
7 4. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkunganya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik (Lo, 1996). 5. Multi-Temporal Daerah yang sama pada waktu berbeda (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 6.
DAS Daerah Aliran Sungai merupakan ekosistem alam yang dibatasi oleh
punggung bukit/igir (Kumaat, 2009). F. Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Bagian Awal (prawacana), Bagian Pokok, dan Bagian Akhir. 1. Bagian Awal Halaman
judul,
sari,
halaman pengesahan,
halaman
motto
dan
persembahan, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan lampiran– lampiran. 2. Bagian Pokok Bagian Pokok terdiri dari lima bab yaitu : Bab I Pendahuluan, berisi halaman judul, sari, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan lampiran–lampiran. Bab II Kajian Pustaka, terdiri dari kajian pustaka yang menjelaskan mengenai penutup lahan, perubahan penutup lahan, penginderaan jauh,
8 data DEM (Digital Elevation Model)/SRTM (Shutle Radar Topography Mission), citra Landsat, interpretasi citra dijital, klasifikasi terbimbing (supervised classification), dan DAS (Daerah Aliran Sungai). Bab III Metodologi Penelitian, berisi tentang lokasi penelitian, populasi dan sampel, uji kesesuaian citra, variabel penelitian, alat dan bahan, analisis data serta diagram alir penelitian. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan,. mengupas hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi kondisi umum daerah penelitian, hasil penelitian dan pembahasan penelitian. Bab V kesimpulan dan saran, berisikan kesimpulan tentang hasil penelitian dan saran yang berisikan masukan-masukan bagi peneliti dan pihak-pihak yang terkait. 3. Bagian Akhir Bagian akhir berisikan daftar pustaka yang digunakan sebagai dasar dalam skripsi dan lampiran-lampiran dari hasil penelitian
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penutup Lahan Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topograpi, hidrologi, dan biologi (Aldrich dalam Lo,1996). Penggunaan lahan merupakan aktifitas manusia pada dan kaitanya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitanya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda (Campbell dalam Lo, 1996). Hal ini memungkinkan, misalnya melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan lahan dengan jalan mengevaluasi
lahan
dalam
hubunganya
dengan
bermacam-macam
karakteristik alami. Sedangkan penutup lahan menggambarkan kontruksi vegetasi dan buatan yang yang menutup permukaan lahan (Burley dalam Lo, 1996). Konstruksi
tersebut
seluruhnya
tampak
secara
langsung
dari
citra
penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia; (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang; (3) tipe pembangunan. Jadi, berdasar pada pengamatan penutup lahan, diharapkan
10 untuk dapat menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktifitas manusia yang tidak dihubungkan secara langsung dengan tipe penutup lahan, seperti aktivitas rekreasi (Anderson et al dalam Lo, 1996). Masalah-masalah lainya termasuk penggunaan ganda yang dapat terjadi secara simultan atau terjadi secara alternatif; penyusunan penggunaan vertikal dan struktur dan ukuran areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan membutuhkan beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa derajat digeneralisasi menurut skala dan tujuan aplikasi (Lo, 1996). Batasan mengenai penggunaan lahan yang berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (permukiman, perkotaan, persawahan). Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian istilah penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present of current land use). Oleh karena aktifitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian seringkali ditujukan baik kepada perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan bumi, kegunaan penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi penggunaan lahan berbeda dengan informasi penutup lahan yang dapat dikenali secara langsung dari citra penginderaan jauh (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Klasifikasi penutup lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan digunakan sebagai pedoman atau
11 acuan dalam proses interprestasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu. B. Perubahan Penutup Lahan Alih fungsi atau perubahan penutup/penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda. Lama waktu perubahan disesuaikan dengan tujuan pengamatan/penelitian. Penutup/penggunaan lahan bersifat tidak tetap namun lebih bersifat dinamis, setiap saat akan berubah sesuai dengan kemauan atau keinginan pemilik lahan. Pengambilan keputusan seorang dalam penggunaan lahan semakin meningkat, sedangkan lahan baik dari segi kuantitas maupun kualitas lahan terbatas. Pemerintah Indonesia berusaha mendorong penggunaan atau pemanfaatan lahan secara intensif. Namun pengambilan keputusan seseorang untuk memanfaatkan lahan, bergantung pada pengetahuan mereka tentang informasi berbagai aspek lingkungan, dimana pengetahuan tersebut akan mempengaruhi persepsi dan kesadaran dalam memilih alternatif penggunaan atau pemanfaatan lahan yang sesuai dan tidak merusak lingkungan. Penilaian
perubahan
penutup/penggunaan
lahan
dari
citra
penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan informasi yamg
12 diperoleh dari citra multi-temporal (daerah yang sama pada waktu yang berbeda). Informasi perubahan penutup lahan atau penggunaan lahan di wilayah pedesaan dan di wilayah perkotaan terus berlangsung, seperti perubahan lahan kering (tegalan) menjadi area usaha atau menjadi perumahan, atau lahan hutan menjadi permukiman, dan lain-lain. Interprestasi citra satelit secara temporal dapat memberikan gambaran dan informasi tentang perubahan penutup lahan/penggunaan lahan daerah kajian Prosedur penilaian perubahan penutup lahan dari citra penginderaan jauh multi temporal juga dapat dilakukan menggunakan jenis citra yang berbeda, namun peta masing-masing yang dibuat harus skala dan sistem proyeksi yang sama. Peta yang mempunyai skala dan sistem proyeksi yang sama baru dapat dibandingkan. Tahapan pelaksanakan analisis penilaian perubahan penutup lahan dari citra temporal sebagai berikut. (1) Pra-pengolahan data merupakan restorasi citra, yaitu mengkoreksi kesalahan secara sistematik yang disebabkan oleh distorsi radiometrik dan atmosferik, (2) Pemotongan (crooping) citra daerah penelitian. (3) Proses registrasi dan penajaman citra. Registrasi untuk koreksi geometrik dengan proses resampling berdasarkan sistem koordinat spasial atau titik kontrol tanah atau GCP (Ground Control Point). Konversi lintang dan bujur pada citra menggunakan referensi peta atau citra yang telah terkoreksi, dengan menempatkan titik kontrol tanah yang letaknya sesuai titik-titik pada peta referensi.
13 1. Penajaman
citra
(enchamment)
dengan
proses
interpolasi
untuk
menentukan harga suatu fungsi pada titik posisi antar sampel. 2. Membuat citra komposit. Klasifikasi citra dilakukan secara terbimbing (supervised). Metode klasifikasi dengan kemungkinan maksimum (maximum likelihood) dengan pemilihan sampel (contoh kelas) secara sengaja berdasarkan pengalaman dalam menginterprestasikan citra satelit, tampilan citra komposit pada layar monitor, pengetahuan medan (kondisi kenyataan di lapangan), dan data bantu. Pengambilan sampel dilakukan dengan poligon-poligon, yang setiap sampel harus benar-benar homogen. 3. Proses ulang butir 1 hingga butir 6 data temporal untuk deteksi perubahan. 4. Proses overlay hasil klasifikasi citra multi-temporal untuk informasi perubahan penutup/penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan setiap jenis penutup lahan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
C. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainya (Lo, 1996).
14 Penginderaan jauh adalah identifikasi dan pengkajian obyek-obyek pada jarak jauh dengan menggunakan energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarakan. Penginderaan jauh meliputi penggunaan sejumlah sistem sensor yang berbeda termasuk kamera yang terkenal untuk mengenali dan mengukur obyek-obyek, masing-masing menggunakan suatu bagian yang berbeda dari spektrum elektromagnetik. Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar yaitu indera berarti melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal katanya, penginderaan jauh berarti melihat obyek dari jarak jauh. Obyek, daerah, atau gejala yang dikaji dalam definisi tersebut dapat berada di permukaan bumi, di atmosfer, atau planet di luar angkasa. Obyek di permukaan bumi akan di sadap informasinya menggunakan alat yang disebut sensor. Sensor tersebut dipasang pada sebuah wahana yang berada di angkasa. Sensor yang digunakan bisa berupa kamera, scanner, magnetometer, maupun radiometer. Sensor tersebut menerima/merekam sinyal dari tenaga pantulan obyek yang diukuranya, berupa tenaga gelombang elektromagnetik, yakni tenaga elektrisitas dan magnetisme yang bergerak dengan kecepatan sinar (3 x 100.000.000 m/det), pada frekuensi dan panjang gelombang yang sangat bervariasi. Semakin tinggi frekuensi gelombang sinar tersebut maka semakin tinggi pula tenaganya. Hasil pemotretanya disebut sebagai data inderaja yang dapat berujud foto udara, citra satelit, citra radar, dan lainya (Kusumowigado, dkk., 2007).
15 Sistem elektronik pada penginderaan jauh mempunyai kelebihan dalam hal penggunaan spektrum elektromagnetik yang lebih luas, kemampuan yang lebih besar dan lebih pasti dalam membedakan karakteristik spektral obyek, dan proses analisis yang lebih cepat karena digunakanya komputer. Kejelasan dalam membedakan karakteristik spektral obyek sangat penting karena dalam pengenalan obyek sangat penting artinya dalam penginderaan jauh karena pengenalan obyek pada dasarnya dilakukan dengan mengenali dan membedakan karakteristik spektral obyek yang bersangkutan. Berbeda dengan interprestasi
secara
visual
yang
keterbatasanya
terletak
pada
kekurangmampuan untuk mengevaluasi pola spasial. Oleh karena itu kedua cara ini sebaiknya dipilih atau mungkin cara paduanya, kesemuanya harus disesuaikan terhadap tujuan aplikasinya penginderaan jauhnya (Sutanto, 1994). D. Citra Landsat Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang dikembangkan
oleh
NASA
(the
National
Aeronautical
and
Space
Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Landsat diluncurkan pada tanggal 22 juli 1972 sebagai ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) yang kemudian diganti namanya menjadi landsat 1. Sejak saat itu, tiga landsat berikutnya diluncurkan dengan berhasil (Lo, 1996). Berikut merupakan gambar satelit landsat:
16
Gambar 1. Satelit Landsat (Satelit-inderajablogspot.com) Sistem Landsat milik Amerika Serikat ini mempunyai 5 (lima) instrumen pencitraan (imaging instrument) atau sensor, yaitu Return Beam Vidicon (RBV);
Sistem Return Beam Vidicon (RBV) adalah instrumen
semacam televisi yang mengambil citra “snapshot” dari permukaan bumi di sepanjang track lapangan satelit yang berukuran 185 km x 185 km pada setiap interval waktu tertentu. Pada Landsat-1 dan 2, multispektral RBV mempunyai resolusi 80 m, sementara pada Landsat-3, RBV menggunakan band Pankromatik dan resolusi 40 meter. Sistem RBV ini menggunakan tiga kamera televisi, dengan kepekaan spektral masing-masing kamera sama dengan satu lapis film inframerah berwarna dengan komposisi sebagai berikut : Saluran 1 peka terhadap gelombang hijau (0,475 – 0,575 ), Saluran 2 peka terhadap gelombang merah (0,580 – 0,680 µm) dan Saluran 3 peka terhadap gelombang inframerah (0,690 – 0,890 µm). Multispectral Scanner (MSS); MSS merupakan sensor utama yang dipergunakan pada Landsat-1 ~ 5. Pada Landsat-3 ada penambahan saluran termal (seluruhnya menjadi 5 saluran, sebelumnya berjumlah 4 saluran).
17 MSS merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara menyiami (scanning) permukaan bumi dalam jalur-jalur (baris). Sensor MSS ini menyiami 6 baris secara simultan (six-line scan). Oleh karena lebar setiap baris adalah 79 m, maka 6 baris setara dengan 474 m. Untuk satu scene ada sekitar 360 six-line scans yang meliputi areal seluas 185 km x 185 km. Dalam satu baris, terdapat overlap sekitar 23 meter (10%) antar pixelnya, sehingga pixel yang berukuran 79 m x 79 m (pixel aktual) disampel kembali dengan jarak titik pusat pixel 56 m. Saluran MSS memiliki tujuh saluran, namun yang digunakan hanya saluran 4 (0,5 – 0,6 µm) sampai dengan saluran 7 (0,8 – 1,1 µm). Saluran 1 ~ 3 digunakan oleh sensor RBV. Panjang gelombang yang digunakan pada setiap saluran Landsat MSS adalah : Saluran 4 gelombang hijau (0, 5 – 0,6 µm), saluran 5 gelombang merah (0,6 – 0,7 µm), saluran 6 gelombang inframerah dekat (0,7 – 0,8 µm), dan saluran 7 gelombang inframerah dekat (0,8 – 1,1 µm). Thematic Mapper (TM) sensor TM merupakan sensor yang dipasang pada satelit Landsat-4 dan Landsat-5. Sistem sensor TM pertama dioperasikan pada tanggal 16 Juli 1982 dan yang kedua pada tanggal 1 Maret 1984. Lebar sapuan (scanning) dari sistem Landsat TM sebesar 185 km, yang direkam pada tujuh saluran panjang gelombang dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak, 3 saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan 1 saluran panjang gelombang termal (panas). Sensor TM memiliki kemampuan untuk menghasilkan citra multispektral dengan resolusi spasial, spektral dan radiometrik yang lebih tinggi daripada sensor MSS. Karakteristik sensot TM dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
18 Tabel 1. Karakteristik Saluran pada Landsat TM Nama Panjang Resolusi Saluran Gelombang Gelombang Spasial (µm) (meter)
Aplikasi
Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan 1 0,45 – 0,52 30 x 30 Biru vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau Hijau yang terletak di antara dua saluran penyerapan. 2 0,52 – 0,60 30 x 30 Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat. Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan 3 0,63 – 0,69 30 x 30 Merah klorofil dan memudahkan pembedaan antara lahan terbuka terhadap lahan bervegetasi. Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk Inframerah identifikasi jenis tanaman, 4 0,76 – 0,90 30 x 30 Dekat memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, 5 1,55 – 1,75 30 x 30 Inframerah kandungan air pada tanaman, Tengah kondisi kelembaban tanah. Untuk membedakan formasi 6 Inframerah 2,08 – 2,35 120 x 120 batuan dan untuk pemetaan Termal hidrotermal. Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pembedaan kelembaban 7 10,40 – 12,50 30 x 30 Inframerah tanah, dan keperluan lain Tengah yang berhubungan deengan gejala termal. Sumber : Lillesand dan Kiefer (1979) dalam Sutanto (1994).
19 Enhanced Thematic Mapper (ETM). Berikut merupakan tabel karakteristik saluran TM (Satelit-inderajablogspot.com).. Sensor ETM (Enhanced Thematic Mapper) merupakan pengembangan dari sensor TM (Thematic Mapper). Pengembangan tersebut antara lain berupa: Penambahan saluran pankromatik dengan panjang gelombang 0,50 – 0,90 µm, saluran pankromatik ini mempunyai resolusi spasial sebesar 15 x 15 meter. Dan perbaikan resolusi saluran termal menjadi 60 meter. Sedangkan desain untuk 6 saluran yang lain sama seperti pada sensor TM. Citra ETM seharusnya diperoleh dari Landsat-6, namun satelit tersebut gagal mencapai orbit. Nama dan panjang gelombang pada Landsat ETM+ dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Nama dan Panjang Gelombang pada Landsat ETM+ Saluran
Nama Gelombang
Panjang Gelombang (µm)
1
Biru
0,45 – 0,52
2
Hijau
0,52 – 0,60
3
Merah
0,63 – 0,69
4
Inframerah Dekat
0,76 – 0,90
5
Inframerah Pendek
1,55 – 1,75
6
Inframerah Termal
10,40 – 12,50
7
Inframerah Pendek
2,09 – 2,35
8
Pankromatik
0,50 – 0,90
Sumber : Satelit-inderajablogspot.com Sensor Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) Desain dan operasi Landsat 7 direncanakan akan membawa dua sensor, yaitu Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) dan High Resolution Multispectral Stereo Imager
20 (HRMSI). ETM+ didesain untuk keberlanjutan dari program Landsat-4 dan 5, dimana sampai saat ini datanya masih dapat diakses atau direkam. Pola orbitnya juga dibuat sama dengan Landsat-4, 5 dan 6, yaitu dengan lebar sapuan/liputan sebesar 185 km. Desain daripada ETM+ sama seperti ETM pada Landsat-6 namun ditambah dengan dua sistem model kalibrasi untuk mengeliminasi gangguan radiasi matahari (dual mode solar callibrator systems) dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi radiometrik (Satelit-inderajablogspot.com) E. DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) merupakan pesawat ulangalik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai DEM (digital elevation model). Pesawat ulang alik ini bekerja selama 11 hari (februari
2000)
untuk
menyiam
seluruh
permukaan
bumi
dengan
menggunakan sistem radar (band C:5,6 cm), data yang dihasilkan memiliki resolusi spasial sebesar 3 detik (setara 90 meter), yang perlu diperhatikan dalam penggunaan data DEM dari SRTM ini adalah bahwa data ketinggianya merupakan ketinggian permkaan bumi termasuk tutupan lahanya. Dalam hal ini termasuk pula ketinggian tajuk (pohon) dan juga gedung-gedung, dikarenakan daya tembus radar dengan gelombang 5,6 cm sangat terbatas tidak mampu menembus batang/ranting. SRTM memiliki struktur data yang sama seperti format GRID lainnya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai ketinggian. Nilai
21 ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS1984, bukan dari permukaan laut. Tapi karena datum WGS1984 hampir berimpit dengan permukaan laut maka untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya (www.raharjo.org). F. Interprestasi Citra Secara Dijital Pra-pengolahan data penginderaan jauh dijital mencakup rektifikasi (pembetulan) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan) citra. Citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data yang sesuai dengan aslinya. Citra sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor saat perekaman data, faktor media antara, dan faktor obyeknya sendiri, sehingga perlu dibetulkan atau dipulihkan kembali. Pengolahan data dijital adalah suatu subyek ilmu dan teknik yang sangat luas dan tidak jarang menggunakan prosedur matematik yang komplek (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Tahapan pengolahanya adalah: 1. Import/Open/Load Data Langkah pertama dalam pemgolahan data citra adalah membuka data atau mengimport data satelit yang akan digunakan ke dalam format yang sesuai dengan format perangkat lunak yang digunakan (Er-Mapper atau Ilwis atau yang lain). Data citra pada umumnya disimpan ke dalam media CD ROM atau media penyimpanan lainya. Jenis data yang bisa dibuka.di-load ke dalam perangkat lunak adalah data raster dan data vektor. Data raster adalah citra dijital yang terbentuk dari elemen-elemen gambar (pixel=picture element) da dinyatakan dalam tingkat keabuan. Secara
22 definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran obyek, yang direkam oleh sistem perekaman data dapat bersifat optik, analog dan dijital. Data vektor adalah data yang tersimpan dalam bentuk titik, garis, dan polygon/area. Contoh data vektor adalah data dari hasil digitasi sistem informasi geografis seperti lokasi pengambilan sampel, jalan/penggunaan lahan. Er-Mapper maupun Ilwis juga akan membuat dua file hasil dari mengimport data vektor (Pusat Data Penginderaan Jauh, 2005). 2. Koreksi Radiometrik Citra Koreksi radiometrik citra terkadang dirujuk pula dengan memakai istilah-istilah
pre-processing atau restoration (bersama dengan koreksi
geometrik) adalah suatu koreksi yang perlu diberikan akibat kesalahan atau distorsi yang bersifat radiometrik pada citra produk perekaman sensor. Fenomena kesalahan radiometrik ini akan nampak ketika sensor yang terpasang baik pada satelit maupun pesawat terbang tengah mengamati energi gelombang elektromagnetik yang terpantulkan oleh unsur-unsur spasial yang terletak di permukaan bumi. Berdasarkan pengamatan tersebut, ternyata energi yang terukur oleh sensor di atas tidak sama betul dengan yang terpancar atau terpantulkan dari obyek-obyek yang sama (walaupun dalam jarak-jarak yang relatif dekat). Hal ini kemudian diketahui karena disebabkan
karena
perbedaan sudut azimuth dan ketinggian matahari, kondisi atmosfir, respons sensor sendiri, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, agar didapatkan data rekaman pantulan energi dari obyek yang sangat mendekati realitasnya, distorsi radiometrik ini perlu dikoreksi. Dengan mengamati faktor-faktor
23 penyebab di atas, maka koreksi radiometrik secara umu dapat dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe berikut ini: a. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh kondisi atmosfir. Koreksi ini diberlakukan
sebagai
akibat
berbagai
kondisi
atmosfir
yang
menyebabkan penyerapan dan hamburan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu obyek path-radiance (hamburan atmosfir) perlu dikoreksi. b. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sudut azimuth atau ketinggian matahari dan topografi. Radiasi sinar matahari direfleksikan dan disebarkan ke permukaan bumi dengan adanya perbedaan sudut ini, terdapat area-area
nampak lebih terang. Sementara relief topografi
dapat dikoreksi dengan menggunakan parameter sudut antara arah radiasi sinar matahari dan vektor normal permukaan tanah. c. Koreksi radiometrik yang disebabkan oleh sensitivitas sensornya. Jika sensor yang digunakan dari jenis optik, maka area-area yang terletak dipinggiran citra cenderung bernuansa agak gelap jika dibandingkan dengan area-area yang terletak di tengah citra. Koreksi pada kondisi dapat dilakukan dengan menerapkan rumus matematis (prahasta, 2008). 3. Koreksi Geometrik Citra Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan distribusi keruangan (spatial distribution). Geometrik memuat nformasi data yang mengacu bumi (geo-referenced data), baik secara posisi (sistem koordinat lintang dan bujur) maupun imformasi yang terkandung di
24 dalamnya. Geometrik citrapenginderaan jauh mengalami pergeseran, karena orbit satelit sangat tinggi dan medan pandangan yang kecil, maka terjadi distorsi geometrik. Kesalahan geometri citra dapat terjadi karena posisi dan maupun sikap sensor pada saat satelit mengindera bumi, kelengkungan dan putaran bumi serta adanya relief atau ketinggian yang berbeda dari permukaan bumi yang diindera. Akibat dari kesalahan geometrik ini maka posisi piksel dari data inderaja satelit tersebut tidak sesuai dengan posisi (lintang dan bujur) yang sebenarnya (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Pada umumnya paling tidak, pada setiap kelas atau level yang paling rendahnya, citra dijital (hasil perekaman) sensor-sensor satelit penginderaan jauh hadir dengan bentuk-bentuk relatif yang sudah benar tetapi dengan aspek geometri yang belum akurat (memiliki kesalahan geometri). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, arah lintasan, gerakan lokal satelit dan kelengkungan bumi itu sendiri. Koreksi geometrik yang dimaksud tidak jarang dirujuk dengan beberapa istilah yang masing-masing sangat mungkin untuk tidak mudah dibedakan satu sam lainya. Istilah-istilah tersebut adalah geocoding, registrasi, rektifikasi, reprojection dan lain sejenisnya. Rektifikasi adalah suatu proses yang menstransformasikan geometri (unsur-unsur spasial) citra dijitalnya sedemikian rupa sehingga setiap pikselnya memiliki posisi di dalam sistem koordinat dunia nyata. Ortho-rektifikasi merujuk pada suatu proses tipe rektifikasi yang lebih akurat dari pada rektifikasi biasa karena prosesnya juga mempertimbangkan beberapa karakteristik sensor (kamera) dan platform (satelit atau pesawat terbang) yang digunakan. Proses ortho-rektifikasi sangat disarnkan untuk
25 dilakukan terhadap (citra dijital) foto udara. Sementara registrasi adalah proses yang dilakukan untuk menyesuaikan atau menyamakan bentuk (aligning) dua citra dijital hingga satu sama lainya dapat di-overlay-kan untuk kemudian dibandingkan. Sedangkan rotasi adalah proses memutar orientasi sebuah citra. Dan, reprojection adalah proses yang dilakukan untuk mentransformasikan citra dari suatu datum dan sistem proyeksi peta ke datum dalam sistem proyeksi peta yang lain (Prahasta, 2008). G. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diingninkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interprestasi merupakan klasifikasi terbimbing (supervised
classification).
Klasifikasi
terbimbing
digunakan
data
penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer. Konsep penyajian data dalam bentuk numeris/grafik atau diagram klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral (spectral pattern recognition) yang terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Tahap training sample : analisis menyusun “kunci interprestasi” dan mengembangkan seara numerik spektral untuk setiap kenampakan menggunakan training areas 2. Tahap klasifikasi : setiap pixel pada serangkaian data citra dibandingkan setiap kategori pada kunci interprestasi numerik, yaitu mnentukan nilai pixel yang tak dikenal dan paling mirip dengan kategori pada kunci interprestasi dikerjakan secara numerik dengan menggunakan berbagai
26 strategi klasifiksi. Setiap pixel kemudian diberi nama sehingga diperloeh matrik multidimensi untuk menentukan jenis kategori penutup lahan yang diinterprestasikan. 3. Tahap keluaran : hasil matrik dideliniasi sehingga terbentuk peta penutup lahan, dan dibuat tabel matrik luas berbagai jenis tutupan lahan pada citra (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). H. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkanya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) dalam Direktorat dan Konservasi Sumberdaya Air (2005) menyebut DAS sebagai” A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem dimana jasad hidup dan lingkunganya berinteraksi secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan
(interpendensi)
komponen-komponen
penyusunnya.
Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumberdaya alam dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan,
27 peternakan, perikanan, industri dan masyarakat. Keberhasilan pengelolaan DAS diindikasikan dengan memperkecil fluktuasi debit, beban sedimen sungai, serta terjaganya kelestarian sumber-sumber air. Oleh karena itu, usaha-usaha konservasi tanah dan air perlu dilkukan secara terintegrasikan dengan usaha pengembangan sumber-sumber air dan kedua upaya tersebut harus dilaksanakan secara simultan. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang cukup pesat menyebabkan
peningkatan
kebutuhan
manusia
akan
sumberdaya.
Pemenuhan kebutuhan penduduk akan menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu, sehingga diharapkan sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara lestari dan berkelanjutan. Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan
ke
penggunaan
lainnya
seperti, pertanian, perumahan ataupun industri. Apabila kegiatan tersebut tidak segera dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musi hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal disebabkan karena perubahan
28 penutup lahan yang tidak bijaksana (tidak disertai penanganan tindakan konservasi), sehingga hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (Run-off).
Gambar 2. Hidrologi dan Pengelolaan DAS Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran alirnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, baigian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (
[email protected]).
29 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Daerah yang menjadi obyek penelitian ini adalah wilayah DAS Bodri. Penentuan batas DAS dilakukan dengan pemanfaatan metode penginderaan jauh dan sistem informasi geografis menggunakan data DEM/SRTM 90 meter tahun 2000. Data yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah citra satelit Landsat tahun perekaman 1992, 2002, dan 2009. B. Populasi dan Sampel Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang memanfaatkan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penentuan populasi dan sampel disesuaikan dengan teknik penginderaan jauh memanfaatkan metode Supervised Classification (klasifikasi terbimbing). Populasi dan sampel penelitian ini dijelaskan pada uraian berikut: 1. Populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyakanya terbatas atau tidak terbatas adalah himpunan individu atau obyek yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya (Tika, 2005). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah wilayah DAS Bodri. 2. Sampel adalah sebagian dari obyek atau individu-individu yang mewakili populasi (Tika, 2005). Sehingga ditentukan sampel berdasarkan sistem klasifikasi yang mewakili populasi, yaitu dua belas kelas penutup lahan seperti pada tabel 3 berikut ini.
30 Tabel 3. Klasifikasi Kelas Penutup Lahan No Kelas Penutup Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hutan Hutan Produksi Lahan Terbuka Mangrove Perkebunan Permukiman Tegalan (Pertanian lahan kering) Kebun Campur (Pertanian Lahan Kering Campur Semak) Sawah/Persawahan Semak Belukar Tambak Tubuh Air
Sumber: Modifikasi Rekalkulasi Kelas Penutup Lahan Indonesia Klasifikasi penutup lahan pada tabel tersebut dimodifikasi berdasarkan dua puluh tiga rekalkulasi kelas penutup lahan Indonesia skala 1:250.000 Departemen Kehutanan, yang bertujuan agar sesuai dengan kajian lokasi penelitian. C. Uji Kesesuaian Citra Metode ini diperoleh dari survei lapangan dengan menggunakan tabel kesesuaian. Bertujuan untuk mengetahui keakuratan hasil pengolahan citra dengan nilai ambang akurasi citra 85%, nilai tersebut di gunakan sebagai nilai minimum untuk diterimanya suatu pemetaan penutup atau penggunaan lahan berbaris citra penginderaan jauh. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampel daerah (area sampling) karena populasi merupakan DAS dengan daerah yang luas dan memiliki kondisi morfologi yang heterogen, alat
31 yang dipakai untuk pengambilan sampel adalah hasil klasifikasi terbimbing tahun 2009. Metode menggunakan teknik metode acak sederhana (Simple Random Sampling) karena lokasi DAS yang luas dan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pengambilan metode sampel titik sistematis.
∑ Titik benar Tingkat Kebenaran Interpretasi = ∑ Titik yang di survei
X 100%
Nilai keakuratan dapat diketahui dengan menggunakan rumus di atas, yaitu dengan membandingkan jumlah titik survei yang benar dengan jumlah titik keseluruhan survei (Danoedoro, 2005) dalam (Mufarika, 2008). D. Variabel Penelitian Penelitian ini memanfaatkan informasi citra Landsat multi-temporal yang artinya daerah yang sama pada waktu berbeda (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Penutup lahan DAS Bodri tahun 1992 Hasil luasan penutup lahan DAS Bodri menggunakan citra satelit Landsat 5 tahun 1992, melalui tahapan supervised classification (klasifikasi terbimbing). 2. Penutup lahan DAS Bodri tahun 2002 Hasil luasan penutup lahan DAS Bodri menggunakan citra satelit Landsat 5 tahun 2002, melalui tahapan supervised classification (klasifikasi terbimbing).
32 3. Penutup lahan DAS Bodri tahun 2009 Hasil luasan penutup lahan DAS Bodri menggunakan citra satelit Landsat 7 tahun 2009, melalui tahapan supervised classification (klasifikasi terbimbing). E. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Citra Penginderaan jauh Data penginderaan jauh adalah data hasil perekaman obyek dengan menggunakan sensor buatan. Data ini dapat berupa citra foto dan non-foto atau data numerik. Data numerik umumnya direkam pada Computer Compatible Tape (CCT). Data ini bisa dipesan melalui instansi-instansi tertentu, baik dalam maupun luar negeri (Tika , 2005). Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti men-download langsung citra satelit Landsat multi-temporal tahun perekaman 1992, 2002 dan 2009. Landsat (Land Satelite) sendiri merupakan citra satelit sumberdaya milik Amerika serikat yang diluncurkan sejak tahun 1972 yang sekarang dapat didapatkan secara mudah dan gratis melalui situs www.glovis.usgs.gov. 2. Observasi Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika, 2005). Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui, mencatat dan mendokumentasikan gejala-gejala perubahan penutup lahan yang ada di lapangan (DAS Bodri).
33 F. Alat dan Bahan 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Citra Landsat Multi-temporal tahun perekaman 1992, 2002 dan 2009. b) Data DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) 90 meter tahun 2000. c) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kendal tahun anggaran 2006. 2. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Perangkat keras (Hardware) yang digunakan berupa seperangkat personal
computer (PC).
b) Perangkat lunak (Software) ArcView 3.3, ERMapper 7.0 dan free/open source GIS:ILWIS 3.0. c) GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik lokasi (cek lapangan). d) Kamera dijital untuk mendokumentasikan penutup lahan dilapangan. e) Alat tulis menulis untuk mencatat data dan informasi yang didapat.
G. Analisis Data dengan Teknik Penginderaan Jauh Multi-Temporal Penginderaan
jauh
mengacu
pada
berbagai
teknik
yang
dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi
tersebut
khusus
berbentuk
radiasi
elektromagnetik
yang
dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Penginderaan jauh mengacu pada berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk
34 radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Metode penginderaan jauh dan SIG dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu. 1. Perumusan masalah dan tujuan 2. Evaluasi kemampuan/landasan teori 3. Pemilihan prosedur 4. Persiapan 5. Interpretasi data 6. Penyajian laporan (Moh. Pabundu Tika, 2005). Dalam penelitian ini ada 3 tahapan garis besar skema analisis dan pengolahan data dengan penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis. 1. Tahapan pertama Tahapan ini dilakukan deliniasi Batas DAS secara dijital dengan menggunakan sumber data DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) 90 meter tahun 2000 dengan memanfaatkan free/open portable ILWIS 3.0. 2. Tahapan kedua Analisis dan pengolahan data menggunakan teknik penginderaan jauh (remote sensing) menggunakan software ER-Mapper. Dalam tahapan ini dilakukan prosedur pengolahan data citra satelit Landsat tahun 1992, 2002 dan 2009, berupa. (1). Import citra
35 (2). Koreksi atmosferik (3). Koreksi geometrik (4). Penajaman citra (5). Cropping citra 3. Tahapan ketiga Analisis dan pengolahan data yang terakhir kembali menggunakan ERMapper, dengan menerapkan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification), yaitu proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interprestasi, yang terdiri dalam 3 tahapan. (1). Tahap training sampel : analisis menyusun “kunci interpretasi” dan mengembangkan secara numerik spektral untuk setiap kenampakan menggunakan training areas (2). Tahap klasifikasi : setiap pixel pada serangkaian data citra dibandingkan setiap kategori pada kunci interpretasi numerik, yaitu menentukan nilai pixel yang tak kenal dan paling mirip dengan kategori yang sama. Setiap pixel kemudian diberi nama sehingga diperoleh matrik multidimensi untuk menentukan jenis kategori penutup lahan yang diinterprestasi. (3). Tahap keluaran : hasil matrik dideliniasi sehingga terbentuk peta penutup lahan, dan dibuat tabel matrik luas berbagai jenis tutupan lahan pada citra.
36 H. Diagram Alir Data DEM (Digital Elevation Model) 90 meter Tahun 2000
Landsat Tahun 1992, 2002 dan 2009
Export data DEM dari ER Mapper 7.0
Import Data
Import Data ke IlWIS 30 format txt
Deliniasi Batas DAS (Daerah Aliran Sungai)
Landsat Tahun 1992, 2002, dan 2009 format ers erformat ers Landsat tahun 1992 ers
Landsat tahun 2002 ers
Landsat tahun 2009 ers
Pra-pengolahan – Koreksi Radiometrik/Koreksi Atsmoferik + Geometrik
Batas DAS (Daerah Aliran Sungai) Bodri
Landsat 1992 ers tekoreksi
Landsat 2002 ers tekoreksi
Landsat 2009 ers tekoreksi
Pemotongan (croping) Batas Daerah Aliran Sungai Bodri Landsat Tahun 1992, 2002, dan 2009 ers
Citra Landsat DAS Bodri Tahun 1992, 2002, dan 2009 ers
Registrasi dan Penajaman Citra Landsat Tahun 1992, 2002 dan 2009 ers
Citra Komposit Landsat Tahun 1992, 2002 dan 2009 ers
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Landsat Tahun 1992, 2002 dan 2009 ers
Landsat tahun 1992 ers Terklasifikasi
Landsat tahun 2002 ers Terklasifikasi
Landsat tahun 2009 ers Terklasifikasi
Data Luasan Penutup Lahan Landsat 1992
Data Luasan Penutup Lahan Landsat 1992
Data Luasan Penutup Lahan Landsat 2009
Analisis Perubahan
Cek Lapangan
Perubahan Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992 -2009
Gambar 3. Diagram alir prosedur penilaian perubahan penutup lahan
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum DAS Bodri a. Lokasi Penelitian DAS Bodri merupakan DAS yang terletak di propinsi Jawa Tengah yang masuk pada tiga wilayah administrasi Kabupaten, yaitu Kabupaten Temanggung, Kendal dan Kabupaten Semarang. Sebagian besar DAS Bodri berada di wilayah Kabupaten Kendal dengan luasan sebesar 33.873,68 ha atau dengan presentase hampir 50,58% dari luasan DAS. Lokasi Das Bodri terletak pada posisi 382625 mT-427748 mT dan 9197518 mU-9244257 mU, terbagi menjadi 4 sub DAS utama yaitu Sub DAS lutut dan Logung berada di wilayah Kecamatan Tretep, Jumo, Candiroto dan sebagian Kecamatan Patean, Sub DAS Putih berada di Kecamatan Singorojo, Kandangan, sebagian Limbangan dan Sumowono dan Sub DAS Bodri Hulu berada di Kecamatan Sumowono, sebagian Limbangan dan Kecamatan Singorojo. Ketiga hulu tersebut menuju atau melewati Sub DAS Bodri Hilir yang masuk pada wilayah Kecamatan Singorojo, sebagian Patean, Gemuh, Pegandon, Kota Kendal, Cepiring dan Kecamatan Kangkung yang kemudian bermura di Kecamatan Patebon tepatnya antara Desa Pidodo Kulon dan Pidodo Wetan Kabupaten Kendal. Wilayah DAS Bodri dapat dilihat pada gambar peta 4 berikut.
38
Gambar 4. Peta DAS Bodri
39
b. Kondisi Geologi DAS Bodri Stratigrafi regional pada kawasan ini menurut peta geologi lembah Magelang-Semarang yang diterbitkan direktorat geologi bandung (1975) dalam Laporan Departemen PU (Pekerjaan Umum) SDA (2006), tatanan stratigrafi Kabupaten Kendal dan sekitarnya dapat dikelompokan menjadi beberapa formasi sebagai berikut. (1) Formasi Kalibiuk (Tm), formasi ini terletak secara tidak selaras di atas formasi cipluk dengan litologi terdiri dari napal pejal di bagian atas dan setempat mengandung karbon, napal sisipan batu pasir tufan dan batu gamping. (2) Formasi Damar (qtd), formasi ini terletak tidak selaras di atas formasi kalibening dan terdiri dari batu pasir tufan, konglomerat, breksi, vulkanik dan tufa. (3) Breksi Volkanik (Qb), formasi ini terdiri dari breksi volkanik, aliran lava, tufa batu pasir tufaan dan batu lempung, Kev. Breksi aliran dan lahar dengan sisipan 2 aliran kecil lava dan tufa halus sampai kasar. Satun ini secara setempat mencakup batu pasir tufaan dan batu lempung dengan moluska. (4) Endapan Aluvium (Qa), terdiri dari kerikil pasir kerakal dan lanau dengan tebal 1-3 meter yang merupakan endapan sungai. (Departemen PU SDA, 2006). Sedangkan untuk wilayah selatan DAS menggunakan lembar geologi Kabupaten Temanggung, sebagian besar kondisi susunan geologi terdiri dari. (1) Undifferent Volcanic Facies (2) Young Quatenary Volcanic Product (3) Miocene Sedimentary (3) Pleistocene Volcanic Facies dan (4) Pleistocene Sedimentary Facies. Kondisi geologi DAS Bodri dapat diamati pada gambar peta 5 berikut ini.
40
Gambar 5. Peta Geologi DAS Bodri
41 c. Jenis Tanah DAS Bodri Jenis tanah di DAS Bodri sebagian besar terbagi menjadi dua wilayah yaitu bagian bawah di Kabupaten Kendal merupakan wilayah yang mempunyai wilayah pesisir, yang memiliki jenis tanah sebagian besar berupa aluvial. Aluvial merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk lempung dan pasir yang berselang seling. Material lempung merupakan materil yang sangat halus dan mudah tersuspensi dalam air. Karenanya material lempung yang paling akhir terendap dan dapat tersebar hingga jauh perairan. Jenis tanah ini cukup subur dan tersebar pada sebagian daratan aluvial, dataran banjir dan rataan pasang surut. Tanah jenis ini mempunyai kemampuan yang cukup tinggi, sehingga bentuk penggunaan lahannya berupa persawahan dengan pengairan teratur dan sebagian berupa tambak.
Sedangkan untuk bagian atas di Kabupaten
Temanggung jenis tanah sebagian besar adalah latosol tanah ini berwarna netral sampai asam berwarna coklat, coklat kemerahan sampai merah. Produktifitasnya sedang sampai tinggi dan digunakan untuk lahan pertanian padi, tembakau dan perkebunan. Dan regosol, jenis tanah ini bersifat netral sampai asam dengan warna putih, coklat kekuningkuningan, coklat atau kelabu serta hitam. Produktifitas tanah ini sedang sampai tinggi dan cocok untuk pertanian dan perkebunan Secara keseluruhan Jenis tanah yang terdapat di DAS Bodri dibedakan atas tanah Aluvial, Latosol, Andosol dan Regosol, tanah
42 Mediteran serta tanah Podzolik dan Regosol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Jenis Tanah Mayoritas DAS Bodri Jenis No Kecamatan Keterangan Tanah 1 Aluvial Kecamatan Cepiring, Jenis tanah ini bersifat hidromorf dan Patebon, Kendal, berwarna kelabu, coklat dan hitam. sebagian Kecamatan Produktifitas tanah ini dari rendah Gemuh dan sampai tinggi dan digunakan untuk Pegandon. pertambakan, pertanian padi dan palawija, serta permukiman. 2
Latosol
3
Andosol dan Regosol
Kecamatan Limbangan, Singorojo, Pegandon, Patean, Tretep, Jumo, Kandangan, Candiroto, dan sebagian Sumowono. Sebagian Kecamatan Sumowono.
Tanah ini berwarna netral sampai asam berwarna coklat, coklat kemerahan sampai merah. Produktifitasnya sedang sampai tinggi dan digunakan untuk lahan pertanian padi, tembakau dan perkebunan.
Jenis tanah ini bersifat netral sampai asam dengan warna putih, coklat kekuning-kuningan, coklat atau kelabu serta hitam. Produktifitas tanah ini sedang sampai tinggi dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. 4 Mediter Sebagian Kecamatan bersifat agak netral dengan warna an Pegandon. merah sampai coklat. Produktifitasnya Coklat sedang sampai tinggi dan biasa Kemera digunakan untuk sawah, tegal, kebun han buah-buahan, padang rumput dan permukiman. 5 Podzolik Sebagian Kecamatan Jenis tanah ini mengandung kapur dan dan Singorojo, Patean tras bersifat netral sampai basa. Regosol dan Limbangan. Produktifitasnya rendah sampai sedang, biasanya digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan berpotensi sebagai lahan galian golongan C. Sumber: BAPPEDA Kabupaten Kendal dan Peta jenis Tanah Kabupaten Temanggung Kondisi jenis tanah pada DAS Bodri dapat pula di amati pada gambar peta 6 jenis tanah berikut ini.
43
Gambar 6. Peta Jenis Tanah DAS Bodri
44
d. Kondisi Iklim DAS Bodri Iklim sangat dipengaruhi oleh suhu udara, kelembapan udara, tekanan udara, curah hujan dan durasi sinar matahari. Penentuan tipe iklim suatu daerah dapat ditentuka dengan berbagai metode. Salah satu metode yang sering digunakan adalah klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson. Penentuan tipe curah hujan menurut klaisifikasi ini hanya memperhatikan unsur hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun. Kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah. Bulan basah adalah bulan dimana rata-rata curah hujannya lebih dari 100 mm. Bulan kering adalah bulan dimana rata-rata curah hujannya kurang dari 60 mm. Bulan lembab adalah bulan dimana rata-rata curah hujannya antara 60-100 mm. Penentuan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson tersebut dinyatakan dengan nilai “Quotient” (Q), dimana Q adalah perbandingan rerata jumlah bulan kering dan rerata jumlah bulan basah yang dinyatakan dalam persen, rumus penentuan nilai Q adalah:
Jumlah bulan kering Q=
x 100% Jumlah bulan basah
Berdasarkan nilai Q, maka Schmidt dan Ferguson membagi iklim di Indonesia menjadi delapan golongan sebagai berikut.
45
Tabel 5. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson Tipe Curah Nilai Q Hujan (%) A 0≤Q<0,143 B 0,143≤Q<0,333 C 0,333≤Q<0,600 D 0,600≤Q<1,000 E 1,000≤Q<1,670 F 1,670≤Q<3,000 G 3,000≤Q<6,000 H 7000≤Q Sumber: www.wikipedia.org
Sifat Sangat basah Basah Agak basah Sedang Agak kering Kering Sangat kering Luar biasa kering
Secara morfologi DAS Bodri terbagi menjadi dua, yaitu wilayah yang masuk pada kawasan pesisir dengan kondisi wilayah landai (dataran rendah) dan wilayah yang masuk dalam wilayah pegunungan (dataran tinggi) dengan sifat gelombang. Kondisi tersebut menyebabkan perbedaan curah hujan yang diterima masing-masing, sehingga akan berpengaruh terhadap sifat iklim. Berdasarkan perhitungan curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson didapatkan perbedaan kondisi iklim pada kawasan DAS Bodri seperti pada tabel 6 dan 7. Tabel6. Tipe Iklim Pesisir DAS Bodri No
Tahun
Curah Hujan Bulan Bulan Tipe Iklim (mm) Basah Kering Tahunan 1 2000 183,5000 20 10 C 2 2001 205,9615 24 10 C 3 2002 212,8462 21 14 D 4 2003 250,6923 20 10 C 5 2004 207,6923 18 14 D 6 2005 185,5769 18 12 D 7 2006 181,4615 16 17 E 8 2007 169,7308 17 15 D 9 2008 251,6923 20 14 D 10 2009 184,0000 21 13 E Jumlah 2033,1000 195 129 Rata-rata 203,3 19,5 12,9 12,9÷19,5=0,66% Sifat Rata-rata 10 Tahun = D (Sedang) Sumber: Hasil analisis data curah hujan tahun 2011
46
Tabel 7. Tipe Iklim Pegunungan DAS Bodri No
Tahun
Curah Hujan Bulan Bulan Tipe Iklim (mm) Basah Kering Tahunan 1 2001 3095 10 1 A 2 2002 2674 7 4 C 3 2003 2873 7 3 C 4 2004 3549 9 1 A 5 2005 2024 10 1 A 6 2006 3091 5 6 E 7 2007 3684 8 4 C 8 2008 2972 8 3 C 9 2009 4037 9 2 B 10 2010 2033 9 3 C Jumlah 2033 82 28 Rata-rata 203,3 8,2 2,8 2,8÷8,2=0,34% Sifat Rata-rata 10 Tahun = C (Agak Basah) Sumber: Hasil analisis data curah hujan tahun 2011 Pada wilayah pesisir/dataran perbandingan bulan basah dan bulan kering pada tipe iklim tahunan dalam kurun waktu 10 tahun kawasan pesisir DAS iklim terbasah adalah sifat iklim C sebanyak 3 tahun yaitu 2000, 2001 dan 2003 dan iklim terkering dengan sifat E hanya pada tahun 2009, rata-rata sifat iklim adalah D (Sedang) nilai Q=0,66% dengan perbandingan bulan kering dan basah 12,9/19,5. Pada wilayah pegunungan perbandingan bulan basah dan bulan kering pada tipe iklim tahunan dalam kurun waktu 10 tahun kawasan pegunungan DAS iklim terbasah adalah sifat iklim A terjadi pada tahun 2000. 2001 dan 2005 sedangkan iklim terkering dengan sifat C terjadi sebanyak 5 tahun yaitu tahun 2002, 2003, 2007, 2008 dan tahun 2010, rata-rata sifat iklim adalah C (Agak Basah) nilai Q=0,34% dengan perbandingan bulan kering dan basah adalah 2,8/8,2. Berikut gambar peta 7 curah hujan DAS Bodri.
47
Gambar 7. Peta Curah Hujan DAS Bodri
48
2. Pengolahan Citra Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan 3 program RS-GIS, yang pertama adalah ArcView 3.3 yang digunakan dalam pembuatan layout data raster maupun vektor. Kedua adalah ILWIS 3.0, dalam penelitian ini digunakan untuk membantu pendeliniasian batas DAS secara otomatis atau dijital. Program Ketiga adalah ER-Mapper, perangkat lunak ini digunakan hampir
pada seluruh olah data penelitian.
Salah satunya adalah proses
pengolahan citra yang terdiri dari tahapan: import data, koreksi citra, croping, hingga penerapan metode Supervised Clasification. Pengolahan citra dijelaskan pada uraian berikut ini. a. Sumber Data : Citra Satelit Landsat Tahun 1992, 2002 dan 2009 Citra yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat tanggal perekaman bulan Juni tahun 1992, bulan Agustus tahun 2002 dengan 7 band pada kondisi Cloud Cover 12% quality 9. Pada citra tahun 2009 dilakukan perbaikan, dimana sejak tahun 2003 satelit Landsat 7 mengalami kerusakan pada kanal SLC (Scan Line Corecctor). Sebagai akibat daripada kerusakan yang terjadi, maka pada setiap data Landsat SLC-Off terdapat Gap atau bagian yang terlewatkan oleh sapuan sensor sebesar 22%. Artinya bahwa pada setiap scene data yang dihasilkan satelit tersebut kehilangan informasi sebesar 7.529,5 km2 dari luas liputan Landsat-7 yang seharusnya sebelum kerusakan SLC yakni 34.225 km2 (185 km x 185 km). Untuk memperbaiki Gap tersebut dapat dilakukan dengan cara memosaik data Landsat SLC-Off dengan satu atau
49
lebih data SLC-Off atau SLC-On sehingga menghasilkan satu data mosaik yang memuat informasi dari beberapa tanggal perolehan. Keadaan ini juga banyak menimbulkan masalah dari sisi keakuratan data yang diinginkan. Perbaikan
dalam
pengolahan
citra
tahun
2009
dengan
menggunakan software frame and fill yang direkomendasikan oleh NASA. Citra yang digunakan adalah landsat 7 perekaman bulan juni tahun 2009 sebagai frame, dengan kondisi citra cloud cover 12% quality 9. Sebagai filler (pengisi) digunakan landsat 7 tanggal perekaman bulan mei tahun 2009 dengan kondisi cloud cover 8% quality 9. Secara garis besar proses perbaikan hanya menutup garis {-} pada citra yang digunakan sebagai frame, dengan menggunakan citra yang digunakan sebagai filler . Sebaiknya citra yang digunakan pada tahun yang sama untuk memberikan gambaran atau kondisi pada tahun tersebut. Contoh perbaikan pada tahun 2009 menggunakan pengisi tahun 2003, hasil citra tersebut tidak bisa dikatakan
sebagai
kondisi
tahun
2009.
Tetapi
apabila
pengisi
menggunakan tahun 2009 bulan yang berbeda, maka dapat dipastikan citra tersebut memberikan gambaran kondisi tahun 2009. b. Impor Data Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah membuka data atau meng-import data satelit yang akan digunakan ke dalam format yang sesuai dengan format perangkat lunak yang akan digunakan agar dapat diolah lebih jauh lagi. Setelah data didapatkan dalam bentuk WinRar archive (.gz) dilakukan ekstrak data agar dapat dilakukan proses impor.
50
Ekstrak data menghasilkan 7 file data berdasarkan saluran band dalam format TIFF, kemudian dilakukan import data dan dirubah dalam format ers, agar dapat dilaksakan prosedur kerja berikutnya seperti pada gambar 8 berikut.
Ekstrak Data rar. Menjadi tiff
B1
B2
B3
B4
B5
Citra ter-impor komposit 321
B6
B7 Impor Dara (ER-Mapper)
Gambar 8. Ekstrak dan Impor Citra Satelit Langkah kerja prosedur impor pada gambar 11 memanfaatkan software ER-Mapper, yaitu dengan memasukan jumlah band 1 hingga 7 pada masing-masing citra. Pada prosedur impor tahun 1992 kode 7 band yang dimasukan adalah p120r65_5t19920716_nn1-nn7.tiff dengan hasil keluaran p120r65_5t19920716.ers. Pada citra tahun 2002 dihasilkan sebanyak 7 band dengan kode L72120065_06520020805_B10- B70.tiff dengan hasil data keluaran L72120065_06520020805.ers, sedangkan pada citra tahun 2009 dengan penggabungan dua citra band 1-7 adalah
51
L71120065_06520090605_B10- B70_reg.tiff dengan data hasil keluaran L71120065_0652009060_reg.ers. c. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik yang diterapkan pada citra landsat tahun 1992, 2002 dan 2009 dilakukan koreksi geometrik triangulation bertujuan umtuk mempresisikan posisi di wilayah yang memiliki relief kasar pada DAS Bodri. Kemudian dilanjutkan dengan koreksi polynomial dengan membandingkan data citra yang dianggap telah terkoreksi atau akurat yaitu citra Landsat tahun 1989. Pengolahan geometrik setiap tahunya berbeda, berikut pengolahanya. 1) Koreksi Geometrik Tahun 1992 Koreksi pada citra tahun 1992 pertama menggunakan koreksi triangulation sebanyak 58
dan dilanjutkan dengan polynomial
sebanyak 54 GCP (Ground Control Point) berikut ini. Triangulation # RMS error report: # Warp Type - Triangulation # -----ACTUAL----# Point Cell-X Cell-Y # "1" 2337.734 1303.278 # "2" 6738.684 400.015 # "3" 1924.818 5190.409 # "4" 5936.077 6437.940 # "5" 6929.938 3560.210 # "6" 3728.806 5447.372 # "7" 2965.315 706.962 # "8" 4558.224 931.417 # "9" 6319.188 1244.538 # "10" 4384.478 1980.435 # "11" 4004.414 2674.420 # "12" 3230.610 3689.916 # "13" 4348.958 3544.262 # "14" 5482.593 3412.245 # "15" 5007.700 914.544 ................. ................. # "50" 4932.346 2920.789
---PREDICTED--Cell-X Cell-Y 2337.844 1303.199 6738.712 399.992 1924.844 5190.462 5936.162 6437.916 6929.964 3560.361 3728.760 5447.494 2965.340 706.937 4558.262 931.411 6319.198 1244.516 4384.507 1980.447 4004.360 2674.432 3230.633 3689.871 4348.966 3544.361 5482.610 3412.201 5007.732 914.533
RMS 0.1360 0.0370 0.0589 0.0885 0.1533 0.1306 0.0354 0.0385 0.0240 0.0316 0.0557 0.0502 0.0995 0.0470 0.0342
4932.285
0.1049
2920.704
52
# "51" 4756.861 2892.656 # "52" 5170.911 2903.207 # "53" 5079.707 2668.131 # "54" 4837.549 2552.384 # "55" 4897.115 2303.103 # "56" 4963.884 2790.995 # "57" 4514.756 2875.120 # "58" 4935.774 2643.568 # # Average RMS error : 0.094 # Total RMS error : 5.462 # End of GCP details Polynomial RMS error report: # Warp Type - Polynomial # -----ACTUAL----# Point Cell-X Cell-Y # "1" 4676.000 1712.724 # "2" 4857.119 1575.111 # "3" 4986.688 1850.536 # "4" 4795.459 2157.549 # "5" 5020.012 2382.122 # "6" 5411.208 3157.546 # "7" 3948.257 2947.177 # "8" 4727.014 2325.972 # "9" 4644.582 1803.202 # "10" 4104.366 2293.744 # "11" 1667.066 1781.197 # "12" 1924.864 5190.318 # "13" 5232.785 6073.564 # "14" 6957.237 5243.177 # "15" 7604.459 1660.456 ................. ................. # "48" 4634.029 2534.723 # "49" 4577.919 1754.003 # "50" 4963.915 2959.308 # "51" 4749.823 2071.627 # "52" 4981.418 2878.592 # "53" 4395.358 2675.101 # "54" 4932.289 2640.060 # # Average RMS error : 0.043 # Total RMS error : 2.335 # End of GCP details
4756.851 5170.929 5079.673 4837.433 4897.215 4963.897 4514.712 4935.759
2892.637 2903.223 2668.067 2552.385 2303.309 2790.940 2875.083 2643.559
0.0210 0.0247 0.0724 0.1162 0.2286 0.0568 0.0575 0.0171
---PREDICTED--Cell-X Cell-Y 4676.019 1712.725 4857.125 1575.162 4986.659 1850.525 4795.453 2157.549 5019.998 2382.116 5411.434 3157.502 3948.163 2946.837 4727.015 2325.984 4644.573 1803.148 4104.360 2293.738 1667.060 1781.208 1924.834 5190.345 5232.751 6073.578 6957.211 5243.180 7604.456 1660.453
RMS 0.0191 0.0514 0.0312 0.0062 0.0154 0.2299 0.3529 0.0122 0.0550 0.0085 0.0124 0.0407 0.0371 0.0265 0.0040
4634.009 4577.914 4963.883 4749.820 4981.405 4395.506 4932.298
0.0353 0.0234 0.0548 0.0257 0.0262 0.1595 0.0109
2534.752 1754.026 2959.353 2071.653 2878.615 2675.159 2640.055
2) Koreksi Geometrik Tahun 2002 Koreksi pada citra tahun 1992 pertama menggunakan koreksi triangulation
sebanyak42,
sebanyak 66 GCP berikut ini.
dan dilanjutkan
dengan polynomial
53
Triangulation # RMS error report: # Warp Type - Polynomial # -----ACTUAL----# Point Cell-X Cell-Y # "1" 1515.996 2155.429 # "2" 5122.922 2422.307 # "3" 5967.918 1614.926 # "4" 2502.359 5534.864 # "5" 5331.961 6602.275 # "6" 2572.701 5543.287 # "7" 447.371 5548.242 # "8" 4114.991 2476.840 # "9" 3714.383 3387.489 # "10" 4152.169 3435.988 # "11" 5138.515 3579.099 # "12" 5227.729 2952.371 # "13" 4572.131 2102.007 # "14" 4645.282 2101.312 # "15" 4655.318 2772.393 ................. ................. # "33" 4941.310 2572.085 # "34" 4478.180 2948.840 # "35" 4640.281 3287.922 # "36" 4695.149 2368.963 # "37" 4851.612 3341.199 # "38" 4431.916 2585.622 # "39" 3857.625 2953.177 # "40" 3460.418 2839.524 # "41" 3998.553 3200.674 # "42" 3931.880 3275.587 # # Average RMS error : 0.189 # Total RMS error : 7.945 # End of GCP details Polynomial # RMS error report: # Warp Type - Polynomial # -----ACTUAL----# Point Cell-X Cell-Y # "1" 4366.861 2236.585 # "2" 4591.720 2084.142 # "3" 4821.288 2257.963 # "4" 5104.127 2423.147 # "5" 5225.678 3046.543 # "6" 4104.419 2611.508 # "7" 4281.100 2512.388 # "8" 4524.649 2527.822 # "9" 4657.121 2450.915 # "10" 4642.731 2305.462 # "11" 4906.121 2324.225 # "12" 4048.180 2326.719 # "13" 3865.379 2898.876 # "14" 3720.682 3244.634 # "15" 3939.736 3644.291 ................. ................. # "60" 4786.648 2221.011 # "61" 4610.343 2094.889 # "62" 5145.095 3305.775 # "63" 4485.127 2822.407
---PREDICTED--Cell-X Cell-Y 1516.270 2155.476 5123.034 2422.552 5967.792 1615.076 2502.500 5534.903 5332.174 6602.268 2572.726 5543.301 447.364 5548.275 4114.743 2476.886 3713.181 3387.130 4152.006 3436.374 5138.497 3579.027 5227.676 2952.353 4572.279 2101.839 4645.662 2100.938 4655.208 2772.325
RMS 0.2778 0.2694 0.1958 0.1458 0.2134 0.0282 0.0342 0.2519 1.2544 0.4184 0.0740 0.0561 0.2234 0.5335 0.1294
4941.286 4478.331 4640.303 4695.011 4851.530 4431.772 3857.695 3460.408 3998.572 3931.978
2572.098 2949.105 3287.958 2369.068 3341.124 2585.574 2952.979 2839.521 3200.671 3275.718
0.0273 0.3049 0.0420 0.1734 0.1115 0.1518 0.2100 0.0107 0.0198 0.1636
---PREDICTED--Cell-X Cell-Y 4366.805 2236.550 4591.533 2084.318 4821.235 2258.454 5103.803 2423.202 5225.859 3047.667 4104.347 2611.310 4281.122 2512.279 4524.828 2527.784 4657.175 2450.799 4642.666 2305.384 4906.011 2324.060 4048.105 2326.828 3865.353 2898.882 3720.625 3244.597 3939.728 3644.304
RMS 0.0666 0.2568 0.4934 0.3291 1.1383 0.2109 0.1107 0.1829 0.1286 0.1016 0.1983 0.1319 0.0266 0.0681 0.0153
4786.568 4610.364 5144.990 4485.071
0.1379 0.0315 0.1899 0.0948
2220.898 2094.865 3305.617 2822.330
54
# "64" 4716.815 2802.508 # "65" 5036.750 3265.882 # "66" 4745.063 2870.828 # # Average RMS error : 0.239 # Total RMS error : 15.773 # End of GCP details
4716.676 5036.781 4744.961
2802.317 3265.786 2870.696
0.2361 0.1009 0.1668
3) Koreksi Geometrik Tahun 2009 Koreksi geometrik pada landsat tahun 2009 bertujuan untuk menyamakan atau mereposisi citra satelit agar sesuai dan sama dengan kondisi riil spasial. Berikut 42 titik triangulation dan 53 polynomial titik ikat yang digunakan dalam format txt. Triangulaton # RMS error report: # Warp Type - Triangulation # -----ACTUAL----# Point Cell-X Cell-Y # "1" 4531.155 2258.143 # "2" 4665.983 2208.921 # "3" 4820.088 2112.924 # "4" 4812.291 2084.700 # "5" 4912.517 2122.091 # "6" 5323.985 2424.209 # "7" 5041.932 2258.982 # "8" 4899.135 2450.919 # "9" 5023.933 2334.328 # "10" 4935.731 2286.237 # "11" 4830.594 2306.358 # "12" 4668.568 2341.511 # "13" 4572.383 2326.329 # "14" 4695.640 2524.757 # "15" 4501.847 2512.873 ................. ................. # "33" 2450.094 1373.229 # "34" 5805.886 1526.258 # "35" 2178.533 5484.674 # "36" 5781.977 6685.145 # "37" 6315.262 2687.441 # "38" 4466.144 2989.616 # "39" 4907.960 3186.767 # "40" 5019.186 3459.685 # "41" 5030.713 2966.196 # "42" 4269.177 2327.611 # # Average RMS error : 0.382 # Total RMS error : 16.049 # End of GCP details Polynomial # RMS error report: # Warp Type - Polynomial # -----ACTUAL-----
---PREDICTED--Cell-X Cell-Y 4530.831 2258.047 4666.149 2209.031 4820.107 2112.919 4812.320 2084.712 4912.370 2122.063 5323.967 2423.676 5041.610 2258.785 4899.196 2451.129 5023.841 2334.045 4935.645 2286.239 4830.007 2306.217 4668.672 2341.543 4572.496 2326.264 4695.779 2524.813 4501.890 2512.799
RMS 0.3379 0.1985 0.0195 0.0312 0.1494 0.5331 0.3773 0.2191 0.2977 0.0864 0.6037 0.1089 0.1301 0.1498 0.0856
2449.789 5805.928 2178.675 5781.686 6315.143 4466.134 4907.973 5018.970 5030.607 4269.211
0.3570 0.1293 0.1783 0.3788 0.1376 0.0172 0.0134 0.2180 0.1391 0.3911
1373.414 1526.380 5484.565 6685.388 2687.371 2989.602 3186.765 3459.657 2966.286 2328.001
---PREDICTED---
55
# Point Cell-X Cell-Y # "1" 4273.636 2327.341 # "2" 4824.684 2113.082 # "3" 5010.336 2245.028 # "4" 4301.223 2408.375 # "5" 4489.287 2383.631 # "6" 4673.404 2341.920 # "7" 4932.335 2316.360 # "8" 5278.154 2433.925 # "9" 4347.839 2519.982 # "10" 4506.289 2513.195 # "11" 4704.039 2518.170 # "12" 4948.704 2540.461 # "13" 5217.597 2606.846 # "14" 4330.137 2611.715 # "15" 4464.423 2605.338 ................. ................. "40" 4605.743 3005.884 4605.551 # "41" 5024.450 3052.471 # "42" 4013.717 3069.632 # "43" 4558.334 3021.287 # "44" 4425.612 3292.523 # "45" 4735.924 3125.569 # "46" 4959.552 3339.106 # "47" 4793.404 3014.733 # "48" 4350.180 3119.973 # "49" 4309.081 2993.969 # "50" 4904.071 2462.956 # "51" 4705.458 3162.787 # "52" 4825.308 2530.610 # # Average RMS error : 0.330 # Total RMS error : 17.176 # End of GCP details
Cell-X 4273.181 4824.792 5010.320 4301.232 4489.369 4673.534 4932.216 5278.334 4347.762 4506.376 4704.066 4948.879 5217.900 4329.878 4463.909
Cell-Y 2327.475 2112.825 2245.109 2408.133 2383.552 2341.752 2316.507 2433.968 2519.926 2512.902 2518.682 2540.735 2607.058 2611.839 2605.205
RMS 0.4737 0.2786 0.0822 0.2412 0.1136 0.2119 0.1897 0.1845 0.0957 0.3059 0.5126 0.3243 0.3689 0.2865 0.5305
3005.748 5024.584 4013.695 4558.213 4425.480 4736.151 4959.504 4793.577 4350.132 4308.804 4904.070 4705.304 4825.351
0.2355 3051.408 3069.584 3021.093 3292.304 3125.949 3339.384 3014.463 3120.016 2993.806 2462.908 3162.556 2530.834
1.0712 0.0527 0.2286 0.2553 0.4424 0.2813 0.3210 0.0646 0.3213 0.0485 0.2780 0.2281
4) Koreksi Radiometrik/Atsmosferik Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan pengaruh yang disebabkan oleh kondisi atmosfer. Koreksi ini diberlakukan sebagai akibat berbagai kondisi atmosfer yang menyebabkan penyerapan dan hamburan radiasi sinar matahari. Oleh karena itu, radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu obyek hamburan atmosfer perlu dikoreksi. Proses koreksi radiometrik dalam penelitian ini dengan cara menguarangi semua bilangan dijital pada band dengan bilangan yang berada pada pada nilai statistik minimal. Nilai minimal statistik citra dapat di didapatkan dari calculate statistics
56
yang kemudian dilanjutkan dengan show statistics pada program pengolahan ER-Mapper 7.0. Pada masing-masing citra tahun 1992, 2002, dan 2009 memiliki kondisi gangguan dari atmosferik yang berbeda. Kondisi tersebut dapat di amati pada nilai statistik citra pada band 1-7, berikut ini. Tahun 1992 STATISTICS FOR DATASET: p120r65_5t19920716_cors.ers REGION: Region_0 Band1 Band2 Band3 Band6 Band7 ---------------------
Band4
Band5
-----
-----
Non-Null Cells 824768 824768 824768 824768 824768 824768 824768 Area In Hectares 66991.781 66991.781 66991.781 66991.781 66991.781 66991.781 66991.781 Area In Acres 165540.308 165540.308 165540.308 165540.308 165540.308 165540.308 165540.308 Minimum 1.000 1.000 Maximum 49.000 211.000 Mean 27.633 20.675 Median 28.000 16.586 Std. Dev. 6.116 18.742 Std. Dev. (n-1) 6.116 18.742 Corr. Eigenval. 0.012 0.004 Cov. Eigenval. 5.597 1.891
55.000
18.000
16.000
10.000
6.000
254.000
254.000
254.000
254.000
254.000
76.591
31.829
33.076
67.519
57.852
69.770
27.219
26.227
65.281
54.438
28.311
19.661
26.454
21.386
28.297
28.311
19.661
26.454
21.386
28.297
5.811
0.588
0.452
0.095
0.038
3166.275
248.232
67.899
27.381
17.338
Tahun 2002 STATISTICS FOR DATASET: L71120065_06520020805_statistik.ers REGION: All Band1 Band2 Band3 Band4 Band6 Band7 ------------------------Null Cells 17715264 17716352 17717232 17717680 17764064 17719008
Band5 ----17719344
Non-Null Cells 39066752 39065664 39064784 39064336 39062672 39017952 39063008 Area In Hectares 3516007.680 3515909.760 3515830.560 3515790.240 3515640.480 3511615.680 3515670.720 Area In Acres 8688244.842 8688002.876 8687807.169 8687707.536 8687337.471 8677391.973 8687412.195 Minimum 9.000 Maximum 188.000 Mean 136.494
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
255.000
255.000
255.000
255.000
255.000
83.829
63.754
57.487
50.907
61.093
1.000 255.000 41.155
57
Median 137.000 34.000 Std. Dev. 7.792 38.662 Std. Dev. (n-1) 7.792 38.662 Corr. Eigenval. 0.008 0.004 Cov. Eigenval. 15.195 7.057
73.000
53.000
43.000
55.000
63.000
39.744
42.345
47.349
37.989
49.915
39.744
42.345
47.349
37.989
49.915
5.557
0.977
0.372
0.069
0.015
9880.404
965.694
182.200
34.453
19.655
Band4
Band5
-----
-----
0
16
Tahun 2009 STATISTICS FOR DATASET: L71120065_06520090605_rec.ers REGION: Region_0 Band1 Band2 Band3 Band6 Band7 --------------------Null Cells 0 32 48 0 32
Non-Null Cells 747168 747136 747120 747168 747152 747168 747136 Area In Hectares 67245.120 67242.240 67240.800 67245.120 67243.680 67245.120 67242.240 Area In Acres 166166.323 166159.206 166155.648 166166.323 166162.764 166166.323 166159.206 Minimum 101.000 6.000 Maximum 144.000 255.000 Mean 129.033 34.226 Median 129.000 28.000 Std. Dev. 4.225 24.136 Std. Dev. (n-1) 4.225 24.137 Corr. Eigenval. 0.006 0.004 Cov. Eigenval. 5.587 3.927
12.000
14.000
6.000
10.000
10.000
255.000
255.000
255.000
255.000
255.000
72.973
57.345
48.092
68.378
63.711
64.000
50.000
38.000
67.000
61.000
30.723
31.320
35.022
23.062
29.380
30.723
31.320
35.022
23.062
29.380
5.542
0.809
0.521
0.103
0.015
4578.244
449.634
87.573
13.242
8.604
d. Pemotongan Citra/Crooping Setelah
data
terkoreksi
tahapan
berikutnya
dilaksanakan
pemotongan citra berdasarkan wilayah kajian penelitian yaitu batas DAS Bodri. Penentuan batas DAS melalui proses secara dijital dengan memanfaatkan data DEM 90 meter tahun 2000, dengan menggunakan software Er-Mapper dan ILWIS 3.0. Dalam proses ini peneliti memanfaatkan tools exsport ERMapper 7.0 ASCII grid xyz, kemudian diolah melalui word pad untuk dirubah formatnya menjadi txt. Hal ini bertujuan agar dapat terbaca oleh ILWIS 3.0. Selanjutnya peneliti
58
menggunakan fungsi lanjut dari ILWIS yaitu pendeliniasian batas DAS secara otomatis dari data DEM yang ada. Secara prinsip, urut-urutan kerjanya sebagai berikut. 1) DEM Visualitation Fungsi
DEM
visualitation
memungkinkan
pengguna
untuk
memperoleh gambaran yang lebih gamblang mengenai kondisi topografi di lokasi dimaksud. Fungsi ini menggambarkan kembali DEM dengan hillshade (tampilan dengan bayangan topografi) dan pewarnaan yang sesuai dengan keinginan pengguna. 2) Fill Sinks Fungsi fill sinks menghilangkan depression atau sinks, yaitu kondisi dimana terdapat perbedaan elevasi yang mencolok dengan cakupan yang sangat kecil. Untuk pengolahan data dalam lingkup kajian hidrologi, hal ini dapat mengganggu perhitungan maka perlu dihilangkan terlebih dahulu. 3) Flow Direction Fungsi ini membuat analisis mengenai jumlah akumulasi aliran dari suatu lereng. Sebagai hasil akhir akan terdapat informasi arah aliran pada setiap piksel. 4) Flow Accumulation Fungsi ini membuat analisis mengenai jumlah akumulasi aliran air yang terjadi pada suatu liputan wilayah tertentu. Sebagai hasil akhir akan terdapat nilai akumulasi air yang biasanya juga identik dengan jaringan sungai yang sebenarnya di lapangan.
59
5) Drainage Network Extraction Fungsi ini membuat analisis mengenai jaringan sungai yang terdapat pada suatu liputan wilayah tertentu. Dasar informasi yang digunakan adalah Flow Accumulation, namun pada beberapa kasus beberapa data tambahan dapat digunakan sebagai pendukung. 6) Drainage Network Ordering Fungsi ini membuat analisis mengenai ordo-ordo (tingkatan) dalam jaringan sungai. Informasi yang dibutuhkan dalam membuat ordering ini adalah Drainage Networking. 7) Catchment Extraction Fungsi ini adalah yang terpenting dalam pendeliniasikan batas-batas DAS. Informasi yang dibutuhkan adalah Drainage Network Ordering dan Dijital Elevation Model yang telah dibersihkan lewat proses Fill Sinks. 8) Catchment Merge Fungsi ini menyatukan sub DAS yang dibuat dalam proses Catchment Extraction kedalam suatu kesatuan outlet yang ditentukan. Setelah batas DAS dihasilkan dari pengolahan tersebut, segera dilaksanakan pemotongan citra tahun 1992, 2002, dan 2009 menggunakan inside region polygon test. Merupakan tools dari program ER-Mapper yang menghasilkan citra DAS Bodri seperti pada gambar peta 9 berikut.
60
Gambar 9. Hasil Crooping Citra Landsat Tahun 1992, 2002, dan 2009
61
3. Supervised Classificaton Metode pengamatan perubahan penutup lahan menggunakan teknik klasifikasi terbimbing, data yang digunakan adalah citra multispektral yang berbasis numerik yaitu citra landsat tahun 1992, 2002 dan 2009. Pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer, konsep penyajian data dalam bentuk numeris/grafik atau diagram yang didasarkan pada pengenalan pola spektral (spectral pattern recognition) (Purwadhi dan Sanjoto 2008). Penjelasan pengenalan obyek dan proses klasifikasi tersebut digambarkan pada gambar 10. 2 4 4 4 1 3 3 3 Band 1
4 4 1 3 3 3 3 2
Band 2
4 5 3 3 3 3 3 3
4 5 3 3 3 3 3 1
Band 3
4 2 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 7 7 1
2 2 2 7 7 7 7 7
2 7 7 7 7 2 2 2
Identifikasi Penutup Lahan - Hutan - Sawah - Tegalan - Permukiman - Semak dsb
Band 4
Tahapan Klasifikasi Terbimbing
Band 5
H
H
H
H
H
H
H
S
S
S
H H H
H H H
S P P
P P P
P P P
S S S
S S S
S S S
S S S
T T T
P P P
P P S
P P S
P P S
P P P
S S S
S S S
T T T
T T T
T T S
P
P
P
P
P
P
P
T
T
S
P
P
P
P
P
P
P
T
T
S
Tahap Keluaran Berupa: - Peta - Tabel dan Luas - File data SIG
Gambar 10. Proses Otomatisasi Pengenalan Obyek Supervised Classification Klasifikasi citra secara dijital pada umunya merupakan proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokan semua piksel yang terdapat
62
pada band atau saluran yang digunakan ke dalam beberapa kelas atau kelompok berdasarkan suatu kriteria (kategori) obyek. Hasil dalam proses ini berupa peta tematik dengan bentuk raster, setiap piksel yang terdapat di dalam kelas ini (hasil klasifikasi) diasumsikan memiliki karakteristik yang homogen. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengekstrak pola-pola respon spektral (terutama yang dominan) yang terdapat di dalam citra itu sendiri, berupa kelas-kelas penutup lahan. Penentuan sampel pada penelitian ini telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa analisis didasarkan pada kunci interpretasi, data pembanding berupa RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kabupaten Temanggung dan Kendal tahun 2001, dan data pendukung berupa hasil cek lapangan sebagai penyempurnaan pemilihan dua belas sampel berdasarkan rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2005. Alasan pemilihannya adalah pada penentuan sampel sebelumnya hanya ditentukan delapan belas kenampakan, tetapi setelah dilaksanakan observasi berupa cek lapangan untuk mengetahui gejala dan kondisi di lapangan
maka ditentukan dua belas kenampakan
penutup lahan dengan penambahan awan, hutan produksi (tanaman), perkebunan, mengubah lahan pertanian menjadi sawah, pertanian lahan kering (tegalan), dan semak belukar. Hal itu bertujuan selain mendapatkan hasil yang maksimal mendekati kondisi di lapangan, bertujuan untuk mengheterogenkan kondisi penutup lahan terutama di wilayah hulu atau pegunungan. Secara visual terdapat perbedaan antara delapan dan dua belas sampel yang dapat dilihat pada gambar 11.
63
Hasil klasifikasi 8 sampel
Hasil klasifikasi 12+awan sampel
Gambar 11. Perbandingan Hasil Klasifikasi 8 dan 13 sampel Pada hasil klasifikasi 8 sampel secara visual pada kawasan hulu DAS cenderung terlihat homogen, tetapi pada hasil klasifikasi 12 sampel pada kawasan hulu DAS lebih heterogen dengan kenampakan-kenampakan penutup lahan yang lebih kompleks. Klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini menggunakan 5 kanal band
yaitu : band 1 (0,45-0,52 µm) dengan
kemampuamya dalam penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Band 2 (0,52-0,69 µm) kemampuanya dalam pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak di antara dua saluran penyerapan. Band 3 (0,63-0,69 µm) saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil dan memudahkan pembedaan antara lahan terbuka terhadap lahan bervegetasi. Band 4 (0,76-0,90 µm) saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman, memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Dan yang terakhir adalah band 5(1,55-1,75 µm) saluran penting untuk membedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembaban tanah.
64
Klasifikasi terbimbing ini merupakan klasifikasi dengan sistem maximum likelihood atau kemiripan maksimum, tahapan proses pengolahanya pada tahun 1992, 2002 dan 2009 pada penelitian adalah: a. Supervised Classification Tahun 1992 Klasifikasi terbimbing tahun 1992 memanfaatkan software ERMapper 7.0, pemilihan training area memanfaatkan
tools pada Edit/
Create Region dengan jumlah training area sebanyak 35 lokasi pemilihan. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil yang merata, jumlah training area yang paling banyak pada jenis penutup lahan permukiman dan tubuh air. Penutup lahan tersebut memiliki tingkat kemeratan yang cukup tinggi dengan kondisi yang berbeda, contoh adalah pada penutup lahan permukiman. Dalam pemilihan training area terbagi menjadi dua yaitu wiliyah hilir DAS yang sifat morfologinya memusat dan mudah untuk dikenali, serta wilayah DAS hulu yang sifat morfologinya kasar dengan sifat permukiman menyebar diantara bukit dan pegunungan. Eksekusi supervised classfification dengan memilih tipe maximum likelihood standard neighbour pada maximum likelihood enhanced. Dari langkah tersebut maka akan dihasilkan hasil statistik supervised classification berikut. STATISTICS FOR DATASET: class_1992.ers classes/regions) REGION: All Band1 ----Null Cells 2736954 Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum
p120r65_5t19920716_cors_DAS.ers
Band2 ----2736954
Band3 ----2736954
Band4 ----2736954
(using
Band5 ----2736954
821503 821503 821503 821503 821503 66726.581 66726.581 66726.581 66726.581 66726.581 164884.985 164884.985 164884.985 164884.985 164884.985 54.000 254.000
1.000 254.000
15.000 254.000
10.000 254.000
4.000 254.000
65
Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
76.554 69.625 28.168 28.168 4.422 2783.644
31.807 27.684 19.538 19.538 0.453 246.984
33.040 26.203 26.300 26.300 0.082 53.862
67.546 65.281 21.303 21.303 0.039 26.179
57.865 54.781 28.141 28.141 0.004 1.917
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
................. ................. REGION: Pertanian Lahan Kering Campur Semak Band1 Band2 --------Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres
21184 1720.670 4251.869
21184 1720.670 4251.869
21184 1720.670 4251.869
21184 1720.670 4251.869
21184 1720.670 4251.869
70.000 81.000 74.280 73.996 1.866 1.866 2.805 44.257
27.000 35.000 30.678 31.000 1.318 1.318 1.167 25.054
22.000 46.000 32.885 31.938 2.949 2.949 0.489 4.102
47.000 78.000 63.606 63.953 4.877 4.877 0.343 1.845
52.000 88.000 66.888 65.922 6.178 6.178 0.196 0.613
REGION: Permukiman/Daerah Terbangun Band1 Band2 ---------
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
................. .................
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
57462 4667.351 11533.276
57462 4667.351 11533.276
57462 4667.351 11533.276
57462 4667.351 11533.276
57462 4667.351 11533.276
65.000 85.000 75.733 75.938 2.711 2.711 2.257 101.700
24.000 34.000 29.500 29.977 1.299 1.299 1.430 57.190
22.000 41.000 29.814 29.941 2.525 2.525 0.875 9.458
25.000 92.000 61.536 60.855 9.771 9.771 0.265 1.834
34.000 104.000 55.951 54.781 7.738 7.738 0.173 0.580
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
24587 1997.079 4934.890
24587 1997.079 4934.890
24587 1997.079 4934.890
24587 1997.079 4934.890
24587 1997.079 4934.890
57.000 104.000 75.271 73.891 5.687 5.687 3.042 362.084
22.000 51.000 31.577 30.949 3.801 3.801 1.702 107.666
20.000 64.000 32.939 31.859 5.462 5.462 0.165 20.670
16.000 110.000 53.881 52.719 12.422 12.423 0.064 2.058
5.000 116.000 46.985 43.590 16.187 16.188 0.028 0.513
REGION: Tubuh Air
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
66
Dari statistik hasil supervised classification landsat tahun 1992, maka dapat disimpulkan hasil pengolahan citra pada tabel 8 berikut. Tabel 8. Penutup Lahan Tahun 1992 N Jenis Land Nilai Pantulan o Cover Rata-rata B1 B2 B3 B4
Jumlah Piksel
Luas (Ha)
Persentase (%)
B5
1
Awan
200,954
112,486
142,340
134,318
165,009
32.315
2.624,79
2,6
2
Hutan
66,730
25,629
24,097
63,753
46,267
221.534
17.994,10
21,53
3
70,765
28,187
26,633
63,127
59,621
53.543
4.349,03
2,2
83,314
37,002
46,912
63,638
95,908
2.798
227,27
1,3
5
Hutan Produksi Lahan Terbuka Mangrove
82,200
33,400
33,133
54,492
27,917
120
9,75
0,013
6
Perkebunan
67,336
25,098
23,683
70,270
51,274
106.384
8.641,04
20,85
7
Permukiman
75,733
29,500
29,814
61,536
55,951
57.462
4.667,35
7,7
8
Tegalan
76,738
32,439
34,512
74,745
62,930
89.386
7.260,38
19,1
9
Kebun Campuran Sawah
74,280
30,678
32,885
63,606
66,888
21.184
1.720,67
10,95
80,432
32,703
34,149
56,999
49,215
83.972
6.820,63
9,4
Semak/Belukar
68,687
28,362
29,039
71,421
64,408
Tambak
85,205
35,608
37,468
27,408
20,943
108.817 19.401
8.838,66 1.575,85
13,24 2,39
Tubuh Air
75,271
31,577
32,939
53,881
46,985
24.587
1.997,08
2,09
66.726,60
100
4
10 11 12 13
Jumlah
Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan penjelasan tabel di atas, kondisi penutup lahan pada tahun 1992 didominasi oleh jenis penutup lahan hutan dengan jumlah piksel 221.534 ,luas 17.994,10 ha atau 21,53% dari seluruh luasan DAS dan kemudian perkebunan yang mendominasi 20,85% dari seluruh luasan DAS dengan jumlah piksel 106.384, luas 8.641,04 ha. Kondisi penutup lahan juga dapat diamati pada peta penutup lahan hasil klasifikasi terbimbing tahun 1992 berikut.
67
Gambar 12. Peta Penutup Lahan Tahun 1992
68
b. Supervised Classification Tahun 2002 Prosedur pengolahan klasifikasi terbimbing tahun 2002 hampir sama dengan pengolahan pada tahun1992, pengolahan citra tahun ini menggunakan training area sebanyak 38 lokasi pemilihan yang berbeda. Pemilihan lokasi terdiri dari tambak terdiri dari 3 lokasi, tubuh air 6 lokasi, sawah 5 lokasi, permukiman 6 lokasi, lahan terbuka 3
lokasi, hutan
produksi, awan, kebun campuran 1 lokasi, tegalan 2 lokasi, semak/belukar 1 lokasi, hutan 4 lokasi, sawah 6 lokasi, perkebunan 3 lokasi dan mangrove 1 lokasi. Berdasarkan penentuan training area tersebut maka dihasilkan data luasan pada statistik supervised classification berikut ini. STATISTICS
FOR DATASET: L71120065_06520020805_cors_radio_DAS.ers (using 2002_class.ersb.ers classes/regions) REGION: All Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 --------------------Null Cells 2286499 2286494 2286491 2286491 2286491 Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
742019 742024 742027 742027 742027 66781.710 66782.160 66782.430 66782.430 66782.430 165021.212 165022.324 165022.991 165022.991 165022.991 1.000 209.000 18.175 16.000 7.328 7.328 3.140 475.049
1.000 203.000 24.173 22.000 8.261 8.261 1.383 247.613
1.000 237.000 27.499 25.000 13.016 13.016 0.375 60.081
1.000 141.000 56.921 58.000 13.188 13.188 0.081 8.625
2.000 254.000 70.006 70.000 18.102 18.102 0.021 1.584
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
36 3.240 8.006
36 3.240 8.006
36 3.240 8.006
36 3.240 8.006
36 3.240 8.006
24.000 32.000 25.694 25.000 1.997
25.000 35.000 27.972 26.000 2.882
20.000 38.000 24.278 22.000 4.919
40.000 93.000 76.333 80.000 12.351
35.000 61.000 53.583 57.000 6.639
................. ................. REGION: Mangrove
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev.
69
Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
2.026 4.696 234.134
2.923 0.221 4.467
4.989 0.059 0.864
12.527 0.022 0.250
6.733 0.002 0.074
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
118403 10656.270 26332.219
118403 10656.270 26332.219
118403 10656.270 26332.219
118403 10656.270 26332.219
118403 10656.270 26332.219
9.000 27.000 14.787 15.000 1.828 1.828 3.629 188.060
10.000 36.000 19.759 20.000 3.034 3.034 0.922 34.585
6.000 59.000 21.041 21.000 4.739 4.739 0.251 5.318
18.000 82.000 55.306 56.000 6.796 6.796 0.132 1.213
23.000 164.000 69.442 69.000 12.199 12.199 0.067 0.836
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
109126 9821.340 24269.061
109126 9821.340 24269.061
109126 9821.340 24269.061
109126 9821.340 24269.061
109126 9821.340 24269.061
6.000 28.000 13.657 13.000 2.802 2.802 3.666 216.925
9.000 44.000 20.129 19.000 4.590 4.590 1.106 64.187
7.000 65.000 22.690 20.000 8.281 8.281 0.132 6.808
29.000 91.000 62.911 63.000 7.255 7.255 0.067 1.109
34.000 135.000 73.664 72.000 11.820 11.820 0.028 0.806
................. ................. REGION: Perkebunan
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
REGION: Semak/Belukar
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
Dari statistik hasil supervised classification landsat tahun 2002, maka dapat disimpulkan hasil pengolahan citra pada tabel 9 di bawah ini.
70
Tabel 9. Penutup Lahan Tahun 2002 N Jenis Land Nilai Pantulan o Cover Rata-rata B1 B2 B3 B4
B5
Awan Hutan Hutan Produksi Lahan Terbuka Mangrove Perkebunan Permukiman Tegalan Kebun Campuran Sawah
87,995
91,801
108,572
87,184
135,471
11,165
15,999
14,270
59,681
57,534
20,091
26,960
29,491
58,310
88,071
21,965
25,699
30,302
52,606
74,831
25,694
27,972
24,278
76,333
53,583
14,787
19,759
21,041
55,306
69,442
21,965
25,699
30,302
52,606
74,831
21,459
30,967
39,761
60,332
81,898
21,358
27,962
38,747
46,453
24,660
29,478
30,508
Semak/Belukar
13,657
20,129
Tambak Tubuh Air
30,395 33,243
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jumlah Piksel
Luas (Ha)
Persentase (%)
925 142.703 34.987
83,25 12.843,27 3.148,83
0,12 19,23 4,71
75,733
15.419 36 118.403 53.384 111.356 33.258
1.387,71 3,24 10.656,27 4.804,56 10.022,04 2.993,22
2,08 0,004 15,96 7,19 15 4,48
63,382
65,703
93.735
91.735,00
12,36
22,690
62,911
73,664
109.126,00
36,490
45,086
33,914
55,693
36,580
39,026
15,839
23,772
109.126 16.696 13.986
14,71 2,25 1,88
Jumlah
13.986,00 16.696,00 66.781,25
Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan data tabel 9 bahwa penutup lahan terbesar didominasi oleh jenis penutup lahan hutan dengan jumlah piksel 142.703 dengan luas 12.843,27 ha dan perkebunan dengan jumlah piksel 118.403dengan luas 10.656,27 ha. Sedangkan jenis penutup lahan paling sedikit yaitu mangrove dengan jumlah piksel 36, luas 3,24 ha atau hanya 0,004% dari seluruh luasan DAS. Selebihnya didominasi jenis penutup lahan hutan produksi sebesar 4,71%, lahan terbuka 2,08%,
permukiman
7,19%,
tegalan
15%,
sawah
12,36%,
semak/belukar 14,71% dan tubuh air 1,88% dari seluruh luasan DAS. Hasil klasifikasi terbimbing selain berupa hasil statistik dan luasan kelas penutup lahan, didapatkan pula gambaran kondisi penutup lahan DAS Bodri pada gambar 13 berikut ini.
100
71
Gambar 13. Peta Penutup Lahan Tahun 2002
72
c. Supervised Classification Tahun 2009 Tahapan klasifikasi terbimbing untuk mendapatkan data penutup lahan tahun 2009 sama dengan prosedur yang dikerjakan pada tahun 1992 dan 2002, yaitu dengan menggunakan dua belas jenis kelas penutup lahan yang ditetapkan sebelumnya. Pada tahapan supervised classification tahun 2009 ditentukan training area sebanyak 34 lokasi yang berbeda, menghasilkan nilai statsitik berupa hasil luasan kelas penutup lahan, pantulan masing-masing band, corelation matrix, covariance Matrix dan sebagainya. Nilai ststistik dari hasil pengolahan supervised classification tahun 2009 sebagai berikut. STATISTICS FOR DATASET: L71120065_06520090605_rec_dass - Copy.ers (using testerr.ers classes/regions) Stats not calculated for All REGION: Kebun sengon Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 --------------------Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
71622 6445.980 15928.365
71622 6445.980 15928.365
71622 6445.980 15928.365
71622 6445.980 15928.365
71622 6445.980 15928.365
55.000 66.000 60.685 61.000 1.368 1.368 3.262 69.320
40.000 53.000 45.645 46.000 1.739 1.739 0.764 6.117
28.000 42.000 33.201 33.000 1.670 1.670 0.568 2.614
67.000 117.000 82.985 82.000 6.197 6.197 0.266 1.154
44.000 94.000 63.695 63.000 5.828 5.828 0.140 0.850
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
142153 12793.770 31614.097
142153 12793.770 31614.097
142153 12793.770 31614.097
142153 12793.770 31614.097
142153 12793.770 31614.097
30.000 255.000 79.413 69.000 27.153 27.153 4.542
14.000 248.000 63.909 54.000 25.766 25.766 0.383
2.000 255.000 56.171 44.000 30.742 30.742 0.065
12.000 208.000 71.920 69.000 15.607 15.607 0.007
12.000 255.000 70.535 63.000 26.206 26.206 0.003
................. ................. REGION: Pertanian Lahan Kering Band1 ----Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval.
73
Cov. Eigenval.
3097.301
135.249
36.052
5.762
2.238
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres
2368 213.120 526.631
2368 213.120 526.631
2368 213.120 526.631
2368 213.120 526.631
2368 213.120 526.631
Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
62.000 70.000 66.356 66.000 1.331 1.331 2.901 168.482
50.000 64.000 56.652 57.000 2.155 2.155 1.275 12.113
39.000 61.000 45.933 46.000 2.802 2.802 0.520 2.011
45.000 134.000 84.239 84.000 11.567 11.570 0.270 1.380
62.000 105.000 82.329 82.000 6.070 6.072 0.034 1.007
Band1 -----
Band2 -----
Band3 -----
Band4 -----
Band5 -----
Non-Null Cells Area In Hectares Area In Acres
98 8.820 21.795
98 8.820 21.795
98 8.820 21.795
98 8.820 21.795
98 8.820 21.795
Minimum Maximum Mean Median Std. Dev. Std. Dev. (n-1) Corr. Eigenval. Cov. Eigenval.
67.000 74.000 71.327 71.000 1.167 1.173 1.566 38.790
55.000 59.000 57.102 57.000 1.093 1.098 1.178 4.090
38.000 46.000 41.041 41.000 1.784 1.793 1.066 2.553
67.000 91.000 80.898 81.000 6.099 6.130 0.865 1.269
41.000 50.000 45.082 45.000 2.049 2.059 0.324 0.913
................. ................. REGION: Semak/Belukar
REGION: Mangrove
Dari statistik hasil supervised classification landsat tahun 2009, maka dapat disimpulkan hasil pengolahan citra pada tabel 10 di bawah ini.
74
Tabel 10. Penutup Lahan Tahun 2009 No Jenis Land Nilai Pantulan Cover Rata-rata B1 B2 B3 B4
B5
237,693
225,527
232,880
153,523
197,306
61,651
46,936
35,069
72,669
60,673
68,119
53,494
43,394
71,195
74,797
72,133
58,928
57,740
51,734
64,258
71,327
57,102
41,041
80,898
45,082
62,291
45,130
33,651
65,963
57,076
69,954
52,588
45,217
57,733
68,008
79,413
63,909
56,171
71,920
70,535
66,080
49,941
39,106
72,129
63,601
75,675
59,026
51,953
41,561
40,012
66,356
56,652
45,933
84,239
82,329
77,245
61,847
50,849
24,570
20,171
79,981
66,223
63,147
54,570
46,349
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Awan Hutan Hutan Produksi Lahan Terbuka Mangrove Perkebunan Permukiman Tegalan Kebun Campuran Sawah Semak/Belukar Tambak Tubuh Air
Jumlah Piksel
Luas (Ha)
Persentase (%)
19.133 160.240 16.308
1.721,97 14.421,60 1.467,72
2,6 21,53 2,2
9.526 98 152.221 57.287 142.153 51.516
857,34 8,82 13.699,89 5.155,83 12.793,77 7.336,44
1,3 0,013 20,85 7,7 19,1 10,95
160.068 2.368 17.777 15.572
6.306,12 213,12 1.599,93 1.401,48 66.970,08
9,4 0,32 2,39 2,09 100
Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan pengolahan dihasilkan dua belas kelas penutup lahan, nilai pantulan band 1-5, jumlah piksel, dan jumlah luasan masing-masing jenis penutup lahan yang dapat diamati pada tabel di atas. Kondisi penutup lahan pada tahun 2009 didominasi oleh hutan dengan jumlah piksel 160.240 dengan luas 14.421,60 ha, perkebunan dengan jumlah piksel sebanyak 152.221dengan luas 13.699,89 ha. Sedangkan di kawasan hilir DAS, penutup lahan didominasi oleh penutup lahan sawah jumlah piksel 160.068 dengan luas 6.306,12 ha dan permukiman dengan jumlah piksel 57.287 dengan luas 5.155,83 ha. Kondisi tersebut dapat pula diamati pada gambaran penutup lahan tahun 2009 hasil dari pengolahan berikut ini.
75
Gambar 14. Peta Penutup Lahan Tahun 2009
76
4. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009 Berdasarkan pengolahan data citra dan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang disajikan di atas, maka akan diketahui proses perubahan penutup lahan di DAS Bodri dalam kurun waktu 1992-2002 dan 2002-2009 yang terdiri dari dua belas klasifikasi sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Berikut dokumentasi contoh kondisi lapangan ke-dua belas sampel klasifikasi di DAS Bodri: Hutan
Hutan Produksi
Lahan Terbuka
Lokasi: Desa Pangertoyo, Linbangan Kendal
Lokasi: Desa Puguh, Pegandon Kendal
Lokasi: Desa Ngareanak, Singorojo Kendal
Mangrove
Perkebunan
Permukiman
Lokasi: Desa Wonosari, Patebon Kendal
Lokasi: Desa Bebengan, Singorojo Kendal
Lokasi: Desa Gemuhblanten, Gemuh Kendal
Tegalan
Kebun Campuran
Sawah
Lokasi: Desa Kartika Jaya, Patebon Lendal
Lokasi: Desa Kaliputih, Singorojo Kendal
Lokasi: Desa Kedungboto, Limbangan Kendal
Semak Belukar
Tambak
Tubuh Air
Lokasi: Desa Cacaban, Singorojo Kendal
Lokasi: Desa Kartika Jaya, Patebon Kendal
Lokasi: Desa Triharjo, Gemuh Kendal
Gambar 15. Dokumentasi Dua belas Penutup Lahan
77
Tabel 11. Perubahan Kelas Penutup Lahan Tahun 1992-2009
Penutup Lahan
Periode Tahun Perubahan 1992-2002 Tahun Tahun Selisih Presentase 1992 (ha) 2002 (ha) (ha) Perubahan
Periode Tahun 2002-2009 Tahun Tahun 2002 (ha) 2009 (ha
1
Awan
2.624,79
2.541,54 -96,8%
83,25
1.721,97
2
Hutan
17.994,10 12.843,2
5.150,9
-28,6%
12.843,2
14.421,60
3
Hutan Produksi
4.349,03
3.148,83
1.200,2
-27,6%
3.148,83
1.467,72
4
Lahan Terbuka
227,27
1.387,71
1.160,44 +510,6%
1.387,71
857,34
5
Mangrove
9,75
3,24
6,51
3,24
8,82
6
Perkebunan
8.641,04
10.656,27 2.015,23 +23,3%
10.656,27 13.699,89
7
Permukiman
4.667,35
4.804,56
4.804,56
8
Tegalan
7.260,38
10.022,04 2.761,66 +38%
10.022,04 12.793,77
9
Kebun Campur
1.720,67
2.993,22
1.272,55 +74%
2.993,22
7.336,44
10
Sawah
6.820,63
8.256,14
1.435,51 +21%
8.256,14
6.306,12
11
Semak Belukar
8.838,66
9.821,34
982,68
+11,1%
9.821,34
213,12
12
Tambak
1.575,85
1.502,64
73,21
-4,6%
1.502,64
1.599,93
13
Tubuh Air
1.997,08
1.258,74
738,34
-37%
1.258,74
1.401,48
+0,08%
66.781,25 66.970,08
No
Total Luasan
83,25
137,21
66.726,60 66.781,25 54,65
Sumber: Hasil Pengolahan Data
-66,8% +2,9%
5.155,83
Perubahan
Keterangan
Perkembangan penutup lahan pada DAS Bodri 1.638,72 +1.968,43% cenderung 1.578,4 +12.28% mengalami peningkatan 1.681,11 -53,38% luasan, dari 530,37 -38,21% tahun 1992 5,58 +172,2% hingga 2009 luasan DAS 3.043,62 +28,56% meningkat 351,27 +7,3% sebesar 243,48 ha dengan 2.771,73 +27,67% intensitas 4.343,22 +145,10 peningkatan 1.950,02 -23,62% 14,3 ha/tahun yang merupakan 9.608,22 -97,83% pengaruh dari 97,29 +6,47% perkembangan 142,74 +11,34% sedimentasi sungai Bodri 188,83 0,3%
Selisih (ha)
Presentase Perubahan
78
Berdasarkan tabel perubahan penutup lahan tersebut, dapat diketahui rincian perubahan penutup lahan DAS Bodri berdasarkan dua belas kenampakan penutup lahan sebagai berikut. a. Hutan Hutan pada penelitian ini merupakan penutup lahan dengan jenis vegetasi campur dengan sifat atau ciri alami. Perubahan penutup lahan hutan disinyalir banyak dipengaruhi oleh aktifitas perkebunan dan sebagian dipengaruhi oleh pertanian lahan kering atau tegalan.
Gambar 16. Grafik Penutup Lahan Hutan Pada gambar grafik 16, periode waktu tahun 1992-2002 kondisi cenderung berkurang seluas 5.150,9 ha dari tahun 1992 menjadi 12.843,2 ha. Pada periode tahun 2002-2009 cenderung terjadi peningkatan luasan menjadi 14.421,60 ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan penutup lahan hutan berkurang sebesar 210 ha/tahun. Meningkatnya luasan perkebunan dari tahun 1992 sebesar 8.641,04 ha menjadi 13.699,89 di tahun 2009 dan tegalan atau pertanian lahan kering dari tahun 1992 sebesar 7.260,38 ha menjadi 12.793,77 ha di tahun 2009 disinyalir merupakan akibat dari semakin berkurangnya luasan hutan. Kondisi tersebut dapat di amati pada gambar 17 di bawah ini.
79
Gambar 17. Peta Penutup Lahan Hutan
80
Berdasarkan peta penutup lahan hutan tersebut pada tahun 1992, 2002 dan 2009 secara umum persebaran berada di Kabupaten Kendal (Kecamatan Singorojo, Candiroto ,Gemuh, Pegandon, Limbangan, Patean) Kabupaten Temanggung (Kecamatan Tretep, Jumo dan Kandangan) serta di
Kabupaten
Semarang
(Kecamatan
Sumowono).
Analisis
titik
pengamatan perkembangan penutup lahan hutan mengambil contoh di sekitar Kecamatan Singorojo tahun 1992-2009. Berdasarkan pengamatan tersebut perubahan penutup lahan hutan di Kecamatan Singorojo banyak yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, kebun campuran, dan sebagian besar adalah perkebunan, hal tersebut dapat di amati pada gambar 18 berikut ini.
Hutan Tahun 1992 : Batas Kecamatan Hutan Tegalan Hutan Kebun Campuran Hutan Perkebunan
Land Cover 2009
Gambar 18. Alih Fungsi Lahan Hutan Kecamatan Singorojo
81
Pada gambar 22, area yang dilingkari merupakan wilayah yang menjadi titik fokus pengamatan. Fokus pengamatannya adalah analisis perubahan pada penutup lahan hutan (hijau tua) menjadi tegalan (kuning), kebun campuran (biru muda) dan perkebunan (abu-abu) selama kurun waktu 1992-2009. Dari analisis tersebut alih fungsi lahan hutan banyak dipengaruhi oleh berbagai macam aktifitas baik secara langsung maupun tidak. b. Hutan Produksi/HTI (Hutan Tanaman Industri) Hutan produksi merupakan seluruh kenampakan hamparan hutan tanaman yang sudah ditanami termasuk hutan tanaman dengan jenis vegetasi hutan jati. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pada tahun 1992 hutan produksi memiliki luas sebesar 4.349,10 ha pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 berkurang sebesar 27,6% seluas 1.200,2 ha dan pada kurun waktu 2002 hingga 2009 kembali berkurang sebesar 53,38% seluas 1.681,11ha dengan intesitas perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 169 ha/tahun yang dapat diamati pada gambar 19 berikut.
Gambar 19. Grafik Penutup Lahan Hutan Produksi
82
Wilayah pengamatan penutup lahan hutan produksi mengambil contoh di Kecamatan Pagendon, dengan menbandingkan peta penutup lahan tahun 1992 dan 2009. Terjadi alih fungsi hutan produksi menjadi kebun campuran, perkebunan dan permukiman yang dapat di amati pada gambar 20.
Hutan Produksi Tahun 1992 : Batas Kecamatan Hutan Produksi Hutan Produksi
Land Cover 2009 Kebun Campur Permukiman
Gambar 20. Alih Fungsi Hutan Produksi Kecamatan Pagendon Area yang dilingkari pada gambar 25 adalah lokasi yang menjadi titik pengamatan. Dari gambar tersebut terjadi perubahan dari hutan produksi (hijau muda) menjadi kebun campuran (biru muda) dan permukiman (merah). Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, persebaran penutup lahan dapat diamati pada gambar peta 21 berikut.
83
Gambar 21. Peta Penutup Lahan Hutan Produksi
84
c. Lahan Terbuka Lahan Terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan, permukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus, yang merupakan pengaruh dari adanya pembukaan lahan. Kondisi lahan terbuka tahun 1992 memiliki luas sebesar 227,27 ha, kemudian pada kurun waktu 10 tahun di tahun 2002 mengalami peningkatan luasan hingga 1.387,71 ha atau sebesar 510,6%. Pada kurun waktu antara tahun 2002-2009 penutup lahan terbuka berkurang 38,21% sebesar
530,37 ha menjadi 857,34 ha dengan
keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 176,83ha/tahun dapat diamati pada gambar 22 berikut.
Gambar 22. Grafik Penutup Lahan Lahan Terbuka Hasil penelitian berupa data luasan kondisi persebaran lahan terbuka tidak terfokuskan pada satu wilayah saja, tetapi menyebar merata hampir diseluruh kawasan DAS. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar persebaran lahan terbuka tahun 1992, 2002 dan 2009 pada gambar 23 berikut.
85
Gambar 23. Peta Penutup Lahan Terbuka
86
Analisis
pengamatan
lahan
terbuka
mengambil
contoh
perkembangan antara tahun 2002-2009 yang berada di Kecamatan Singorojo. Karena pada perkembangan tahun 2002-2009 di Singorojo terjadi perubahan yang signifikan antara lahan terbuka di satu area kemudian menjadi perkebunan di tahun 2009 seperti pada gambar 24 berikut.
Lahan Terbuka Tahun 1992 Land Cover 2009 : Batas Kecamatan : Lahan Terbuka-Perkebunan Gambar 24. Alih Fungsi Perkebunan di Kecamatan Singorojo Gambar yang dilingkari merupakan titik fokus dari pengamatan perubahan lahan terbuka, dari gambar tersebut alih fungsi lahan terbuka (coklat) beralih fungsi menjadi kebun campuran (abu-abu). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan lokasi (Kecamatan Singorojo) banyak ditemui perkebunan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan lahan terbuka dalam skala besar di kawasan hulu tersebut bisa diartikan sebagai pembukaan lahan baru yang akan diperuntukan untuk perkebunan.
87
d. Mangrove Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan mangrove banyak terdapat di Kecamatan Patebon yang hidup di sepanjang garis pantai dan di antara penutup lahan tambak, yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami.
Gambar 25. Grafik Penutup Lahan Mangrove Pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 berkurang luasan mangrove sebesar 66,8% seluas 6,51 ha dari tahun 1992 seluas 9,75 ha menjadi 3,24 ha pada tahun 2002. Pada kurun waktu 7 tahun hingga tahun 2009 kondisi mangrove kembali mengalami penigkatan sebesar 172% seluas 5,58 ha menjadi 8,82 ha. Keteraturan perubahan sebesar 0,05ha/tahun, perkembangan mangrove dalam kurun waktu 1992-20022009. Berkurangnya luasan mangrove disinyalir terjadi akibat dari pengaruh aktifitas tambak seperti pembukaan tambak baru. Sedangkan peningkatan
luasan
mangrove
merupakan
pengaruh
positif
dari
penanaman/reboisasi mangrove disekitar garis pantai dan tambak. Persebaran piksel mangrove sebagian besar berada di Kecamatan Patebon seperti pada gambar 26.
88
Gambar 26. Peta Penutup Lahan Mangrove
89
e. Perkebunan Perkebunan/Kebun, merupakan seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami, merupakan penampakan berupa vegetasi atau tanaman hutan yang sifatnya budidaya. Perkebunan pada penelitian ini merupakan perkebunan yang mencakup skala kecil maupun besar.
Gambar 27. Grafik Penutup Lahan Perkebunan Berdasarakan gambar 27, grafik perkembangan penutup lahan tahun 1992-2002 terjadi peningkatan luasan sebesar 23,2% seluas 2.015,23 ha dari 8.641,04 menjadi 10.656,27 ha pada tahun 2002. Dalam kurun waktu hingga tahun 2009 berkurang luasan sebesar 28,56 % seluas 3043,62 ha menjadi 13.699,89 ha, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 297 ha/tahun.. Peningkatan luasan perkebunan dipengaruhi oleh adanya perkembangan kawasan perkebunan tahun 2009 yang sebelumnya adalah semak belukar, alih fungsi tersebut ditunjukan pada kondisi citra tahun 1992, 2002 dan 2009 berikut.
90
Citra tahun 1992 dan 2002 teridentifikasi sebagai semak belukar mengacu pada peta RBI dan kunci interpretasi citra.
A
B
Citra tahun 2009, pada semak belukar terjadi perubahan land cover menjadi perkebunan dan kebun campuran.
C
Gambar 28. Analisis Proses Perubahan Land Cover Pada Citra Gambar 28, kondisi citra A dan B masing-masing adalah kondisi tahun 1992 dan 2002, pada area yang dilingkari (A dan B) berdasarkan kunci interpretasi citra yaitu tekstur yang kasar, dengan diselingi oleh vegetasi dan singkapan tanah menunjukan wilayah tersebut adalah semak/belukar. Pengenalan semak belukar juga didukung oleh peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kabupaten Temanggunh tahun 2002. Kemudian pada citra tahun 2009 (C), lokasi tersebut tidak lagi bercirikan sebagai semak belukar, dengan tekstur agak halus dan tidak lagi ditemui singkapan-singkapan tanah. Setelah dilaksanakan uji kesesuaian citra, lokasi tersebut telah berubah alih fungsi menjadi perkebunan seperti pada gambar 29 dokumentasi berikut.
91
Gambar 29. Dokumentasi Kebun Sengon tahun 2009, lokasi: Desa Gemawang, Kecamatan Jumo Temanggung Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan alih fungsi penutup lahan menjadi perkebunan pada hasil klasifikasi terbimbing tahun 1992-2009 fokus pengamatan Bodri atas sekitar Kecamatan Jumo.
Land Cover 1992 : Batas Kecamatan Hutan Perkebunan Semak Belukar Perkebunan
Perkebunan Tahun 2009
Gambar 30. Alih Fungsi Lahan menjadi Perkebunan Kecamatan Jumo Pengamatan gambar 30, area yang dilingkari perkembangan luasan perkebunan dipengaruhi oleh 2 jenis penutup lahan yaitu perubahan hutan dan semak belukar menjadi perkebunan. Berikut merupakan persebaran kondisi perkebunan tahun 1992, 2002 dan 2009 pada gambar 31.
92
Gambar 31. Peta Penutup Lahan Perkebunan
93
f. Permukiman Permukiman dalam penelitian ini diartikan sebagai kawasan yang dihuni manusia dan terbangun, yang sebagian besar berada di kawasan hilir DAS Bodri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan periode tahun 1992 hingga 2009 kawasan permukiman mengalami peningkatan sebesar 2,9% seluas 137,21 ha dari 4.667,35 ha menjadi 4.804,56 ha. Pada periode waktu 2002-2009 permukiman kembali mengalami peningkatan sebesar 7,3% seluas 351,27 ha, dari sebelumnya 4.804,56 ha menjadi 5.155,83 ha di tahun 2009 hal tersebut diamati pada gambar 32.
Gambar 32. Grafik Penutup Lahan Permukiman Keteraturan perubahan selang waktu 17 tahun sebesar 28,73 ha/tahun. Hal tersebut apabila dibandingkan data jumlah penduduk Kabupaten Kendal memiliki persamaan yaitu tren peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu 1992, 2002 dan 2009 yang dapat dilihat dalam tabel 12.
94
Tabel 12. Jumlah Penduduk Kabupaten Kendal Tahun Jumlah Penduduk 1992 476.159 2002 887.286 2009 964.568 Sumber: BPS Jawa Tengah Peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap kawasan permukiman secara langsung, karena manusia membutuhkan lahan untuk tempat tinggalnya. Selain itu kawasan permukiman dapat pula dijadikan sebagai acuan mengenai benar atau tidaknya data yang disajikan. Parameter yang digunakan adalah dengan memperhatikan jumlah penduduk setiap tahunnya. Apabila dalam jangka waktu lama kawasan permukiman
mengalami
peningkatan
berarti
data tersebut
dapat
dibenarkan, sebaliknya apabila dalam jangka waktu yang lama kawasan permukiman dan jumlah penduduk berkurang atau fluktuatif maka data tersebut tidak dapat diterima dengan catatan dalam kawasan penelitian tidak terjadi bencana dan perpindahan penduduk dalam skala yang besar atau transmigrasi. Titik pengamatan perubahan penutup lahan mengambil contoh di Kecamatan Cepiring berikut. Persebaran piksel permukiman hampir merata di seluruh bagian DAS hilir maupun hulu yang dapat dilihat pada peta persebaran permukiman pada halaman 95.
95
Gambar 33. Peta Penutup Lahan Permukiman
96
g. Tegalan atau Pertanian Lahan Kering Tegalan dalam penelitian ini terdapat 2 jenis tanaman, yaitu pertanian lahan kering dengan tanaman palawija yang terdapat di pesisir/hilir DAS Bodri dan sebagian hulu serta pertanian lahan kering dengan tanaman sayur-sayuran yang berada di hulu Kecamatan Tretep. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 terjadi peningkatan luasan dari 7.260,38 ha menjadi 10.022,04 ha sebesar 38% seluas 2.761,66 ha. Pada kurun waktu berikutnya yaitu 2002-2009 terjadi peningkatan sebesar 27,67 % atau 2.771,73ha menjadi 12.793,77ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan dalam kurun waktu 17 tahun anatara tahun 1992-2009 sebesar 325,5 ha/tahun dapat di amati pada gambar 34.
Gambar 34. Grafik Tegalan (Pertanian Lahan Kering) Perkembangan luasan pertanian lahan kering selain pengaruh dari alih fungis lahan, sedikit banyak juga dipengaruh oleh tanggal perekaman citra satelit. Tanggal perekaman citra banyak yang diambil antara bulan maret-september, hal ini dikarenakan bulan-bulan tersebut masuk pada musim kemarau yang artinya kondisi citra yang dihasilkan bagus sedikit awan dan bayangan. Data yang digunakan dalam pengolahan ini adalah
97
data citra perekaman tanggal 02 juli 1992, 05 agustus 2002, dan 05 juni 2009. Sehingga pada kondisi sawah tadah hujan yang sifat penanamanya mengikuti kondisi musim, pada musim kemarau akan berubah menjadi sistem pertanian lahan kering dengan jenis vegetasi palawija yang nantinya apabila masuk pada musim penghujan akan kembali ditanami padi. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi terhadap data yang dihasilkan. Analisis perubahan tegalan tersebut mengambil contoh di Kecamatan Patebon tahun 2002-2009.
Land Cover Tahun 2002 Tegalan Tahun 2009 : Batas Kecamatan Sawah Tegalan Gambar 35. Alih Fungsi Sawah menjadi Tegalan di Kecamatan Patebon Pengaruh perbedaan interpretasi tersebut dapat diamati pada area yang dilingkari pada gambar 36. Pada kondisi penutup lahan tahun 2002 seluruhnya adalah sawah, tetapi di tahun 2009 lokasi tersebut diselingi dengan warna kuning yang dalam penelitian ini merupakan tegalan. Persebaran pertanian lahan kering atau tegalan di DAS Bodri dapat di amati pada gambar 36 berikut.
98
Gambar 36. Peta Penutup Lahan Tegalan
99
h. Kebun campuran atau Pertanian lahan kering campur semak Kebun campura
apabila hanya menganalisa berdasarkan kunci
interpretasi sulit terdeteksi, sehingga dibutuhkan data pendukung berupa peta penggunaan lahan atau hasil cek lapangan untuk memastikan kondisi real di lapangan. Luasan kebun campuran mengalami perluasan, dimulai pada periode tahun 1992-2002 luasan kebun campur berkembang sebesar 74% seluas 1.272,55 ha menjadi 2.993,22 ha pada tahun 2002 yang sebelumnya tahun 1992 seluas 1.720,67 ha. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 luasan kebun campur kembali mengalami perluasan sebesar 145,1% menjadi 4.343,22 ha dengan keteraturan perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 330,34 ha/tahun, kondisi tersebut ditampilkan pada gambar grafik 37 berikut.
Gambar 37. Grafik Penutup Lahan Kebun Campur Berdasarkan grafik tersebut terjadi kecenderungan peningkatan penutup lahan kebun campuran yang banyak dipengaruhi alih fungsi lahan seperti hutan dan semak belukar. Pada penjelasan penutup lahan perkebunan di atas telah dijelaskan terdapat indikasi terjadi alih fungsi dari semak belukar menjadi perkebunan dan kebun campur. Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan luasan kebun campuran. Perubahan
100
semak belukar menjadi kebun campuran di Kecamatan Kandangan tahun 1992-2009.
Land Cover Tahun 1992 Kebun Campuran Tahun 2009 : Batas Kecamatan Semak Belukar Kebun Campuran Gambar 38. Alih Fungsi Semak Belukar Pengamatan di Kecamatan Kandangan Lokasi yang dilingkari pada gambar 38 merupakan wilayah yang menjadi titik fokus pengamatan perkembangan kebun campuran, dari pengamatan tersebut terjadi alih fungsi lahan semak belukar menjadi kebun campuran pada periode tahun 2002 hingga 2009. Perkembangan luasan kebun campuran tidak hanya dipengaruhi oleh berubahnya semak belukar yang berkembang menjadi kebun campur, tetapi juga pengaruh dari alih fungsi hutan menjadi kebun campuran. Persebaran piksel kebun campuran sebagian besar berada di Kecamatan Pagendon, Singorojo, Patean, Jumo, Kandangan, Tretep, Candiroto, Sumowono dan Limbangan. Persebaran penutup lahan kebun campuran tahun 1992, 2002 dan 2009 dapat diamati pada gambar 39 berikut.
101
Gambar 39. Peta Penutup Lahan Kebun Campuran
102
i.
Sawah atau Persawahan Sawah dapat dikenali dengan
memperhatikan pola pematang,
tetapi pada kondisi sawah yang berada di hulu DAS yang menggunakan sistem terasering yang dapat dikenali dengan menambahkan data pendukung atau survei lapangan apabila diperlukan. Pada penelitian ini berdasarkan hasil cek lapangan, sawah terbagi menjadi 2 yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada periode tahun 1992 hingga 2002 terjadi peningkatan luasan sebesar 21% seluas 1.435,51 ha menjadi 8.256,14 ha pada tahun 2002. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 berkurang sebesar 23,62%% seluas 1.950,02ha menjadi 6.306,12 pada tahun 2009. Intesitas perubahan tahun 1992 hingga 2009 sebesar 30,26 ha/tahun, perkembangan sawah dapat di amati pada gambar grafik 40 berikut.
Gambar 40. Grafik Penutup Lahan Sawah Persebaran piksel sawah atau persawahan dalam penelitian ini berada hampir di seluruh kawasan DAS dari ujung hilir hingga di bagian hulu DAS, seperti pada gambar 41 berikut.
103
Gambar 41. Peta Penutup Lahan Sawah
104
j.
Semak Belukar Seluruh kenampakan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum/ tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Pada penelitian ini pengenalan obyek semak belukar menggunakan kunci interpretasi yang didukung dengan peta penggunaan lahan Kabupaten Temanggung. Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan, pada periode tahun 1992 hingga tahun 2002 semak belukar mengalami peningkatan sebesar 11,1% seluas 982,68 ha menjadi 9.821,34 ha pada tahun 2002 yang sebelumnya memiliki luasan sebesar 8.838,66 ha tahun 1992. Pada periode tahun 2002-2009 semak belukar berkurang sebesar 97,83% seluas 9.608,22 ha menjadi 213,12 ha pada tahun 2009, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 507 ha/tahun. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar grafik 42 berikut.
Gambar 42.Grafik Semak Belukar Berdasarkan gambar grafik 42, luasan pada semak belukar cenderung berkurang. Pada analisa perubahan semak belukar yang
105
mengambil contoh di Kecamatan Kandangan antara tahun 1992-2009 terjadi perubahan yang cukup komplek dari semak belukar menjadi kebun campur, perkebunan dan tegalan seperti pada gambar 44 di bawah ini.
Semak Belukar Tahun 1992 Land Cover Tahun 2009 : Batas Kecamatan Semak Belukar Kebun Campuran Semak Belukar Perkebunan Semak Belukar Tegalan Gambar 43. Alih Fungsi Semak Belukar di Kecamatan Kandangan Berdasarkan gambar 43, lokasi yang dilingkari merupakan titik pengamatan perubahan semak belukar yang terjadi. Dari titik pengamatan tersebut dalam kurun waktu 1992-2009 terjadi perubahan alih fungsi semak belukar menjadi kebun campuran, perkebunan dan tegalan. Sedangkan persebaran piksel semak belukar secara umum berada di kawasan hulu DAS di Kecamatan Pegandon, Singorojo, Patean, Candiroto, Tretep, Jumo, Kandangan, Limbangan dan Kecamatan Sumowono seperti pada gambar 44.
106
Gambar 44. Peta Penutup Lahan Semak Belukar
107
k. Tambak Tambak merupakan kawasan budidaya ikan berupa pematangpematang berpola yang berada di sekitar garis pantai. Pada hasil luasan yang didapat periode tahun 1992 hingga 2002 penutup lahan tambak berkurang sebesar 4,60% seluas 73,21 ha dari tahun 1992 sebesar 1.575,85 ha menjadi 1.502,64 ha yang disebabkan lebih pada aktifitas pembukaan tambak. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 tambak mengalami peningkatan luasan sebesar 6,47% atau 97,29 ha menjadi 1.599.93 ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 1,42 ha/tahun, Kondisi tersebut digambarkan pada gambar grafik 45.
Gambar 45. Grafik Penutup Lahan Tambak Peningkatan luasan tambak sedikit banyak dipengaruhi oleh perluasan daratan akibat pengaruh dari sedimentasi dari Sungai Bodri. Perkembangan tambak di sepanjang garis pantai terhadap eksistensi dari mangrove,
akan berpengaruh
karena akan terjadi pembukaan
mangrove untuk tambak. Persebaran piksel tambak berada di sepanjang garis panti Kecamatan Patebon dan Kecamatan Weleri seperti pada gambar 46.
108
Gambar 46. Peta Penutup Lahan Tambak
109
l.
Tubuh Air Tubuh air dalam penelitian ini lebih pada kenampakan dari sungai dan sebagian kecil genangan-genangan air. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kondisi tubuh air pada tahun 1992-2002 turun sebesar 37% sebesar 738,34 ha dari 1.997,08 ha menjadi 1.258,74 ha pada tahun 2002 dan pada tahun 2002-2009 mengalami peningkatan sebesar 11,34% sebesar 142,74 ha menjadi 1.401,48 ha pada tahun 2009. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar grafik 47.
Gambar 47. Grafik Penutup Lahan Tubuh Air Peningkatan dan berkurangnya kawasan tubuh air dipengaruhi oleh kondisi musim pada citra yang digunakan setiap tahunya, kondisi berbeda menyebabkan luasan tubuh air yang sebagian besar adalah sungai akan memiliki luasan yang berbeda pula. Persebaran piksel tubuh air pada DAS di tunjukan pada gambar 48 di bawah ini.
110
Gambar 48. Peta Penutup Lahan Tubuh Air
111
5. Uji Kesesuaian/Keakuratan Citra Uji kesesuaian interpretasi citra digunakan untuk menguji ketepatan citra yang digunakan sebagai dasar kepercayaan data pada suatu penelitian yang berbasis penginderaan jauh. Dalam penelitian ini uji akuratsi citra yang digunakan adalah citra tahun 2009 hasil klasifikasi terbimbing di DAS Bodri, yang dapat dilihat pada tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Akuratsi Citra No
Koordinat (Y) 9203505
Hasil Klasifikasi Permukiman
Kondisi Lapangan Permukiman
Akuratsi
Lokasi
1
Koordinat (X) 392171
Akurat
2
395951
9203431
Perkebunan
Hutan
3
405866
9234252
Permukiman
Sawah
Tidak Sesuai Tidak Sesuai
Ds. Kebonsari, Tretep Candiroto
4
403423
9225832
Permukiman
Permukiman
Akurat
5
413790
9216826
Permukiman
Akurat
6
408947
9237932
Permukiman
Sawah
Tidak Sesuai
7
407070
9236125
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
8
407929
9214307
Permukiman
Permukiman
Akurat
9
405267
9229454
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
10
406039
4214748
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
Ds. Karangsuno, Cepiring Ds. Triharjo, Gemuh Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Pidodowetan, Patebon Ds. Damarsari, Patebon Ds. Ngaliyan, Candiroto Ds. Gemuhblanten, Gemuh Ds. Duren, Candiroto
...... .............. ...... .............. 102
400650
9212001
Hutan
Hutan
103
399887
9210477
Perkebunan
Perkebunan
Akurat Akurat
Ds. Kemuning, Candiroto Ds.
112
105
397324
9206562
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
106
397463
9207740
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
107
400580
9209022
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
108
405776
9203999
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
109
420672
9201505
Hutan
Hutan
Akurat
110
424898
9200881
Tegalan
Tegalan
Akurat
Kebondalem, Candiroto Ds. Muneng, Candiroto Ds. Gunungpayung, Candiroto Ds. Sidoharjo, Candiroto Ds. Gemawang, Jumo Ds. Kemitir, Sumowono Ds. Lanjah, Sumowono
Sumber: Hasil Pengolahan Data Tabel kesesuaian citra terdiri dari 110 titik survei yang tersebar di seluruh kawasan DAS Bodri sebagai daerah kajian penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dan membandingkan dengan tabel kesesuain menggunakan rumus: ∑ Titik benar Tingkat Kebenaran Interpretasi = ∑ Titik yang di survei
X 100%
Hasil uji tingkat keakuratan citra yang digunakan sebesar 88%, yang artinya dari 110 titik uji yang dilaksanakan terdapat kesalahan sebesar 13 titik uji. Nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan yang berbasis penginderaan jauh adalah sebesar 85%, sehingga data hasil klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini dapat diterima atau digunakkan. Persebaran uji kesesuaian citra ditunjukan pada gambar peta 49 di bawah ini.
113
Titik 12
X
Ds. Triharjo, 404636 Gemuh
12 Titik 97
X
Triharjo, 406850 404636 Ds. Ds.Sidodadi, PateanGemuh
Titik 95
X
Ds. Cababan, 411423 Singorojo
Titik 107 Ds. Sidoharjo, Candiroto
Titik 104 Ds. Tening, Tretep
Titik 108
Y 9224936
Y 9224936 9216712
Y 9220869
X
Y
400580
9209022
X
Y
393964
X
Ds. Gemawang, 405776 Jumo
9207151
Y 9203999
Hasil Klasifikasi Sawah
Kondisi Lapangan Sawah
Hasil Klasifikasi Sawah Hutan
Kondisi Lapangan Sawah Perkebunan
Hasil Klasifikasi Tegalan
Kondisi Lapangan Tegalan
Hasil Klasifikasi Perkebunan
Kondisi Lapangan Perkebunan
Hasil Klasifikasi Perkebunan
Kondisi Lapangan Perkebunan
Hasil Klasifikasi Perkebunan
Kondisi Lapangan Perkebunan
Titik 54 Akurat
Ds. Kartika jaya, Patebon
Titik 67 Akurat Tidak Sesuai
Ds. Cepiring, Cepiring
Titik 56
X
Y
12020
9341089
X
Y
406305
X
Ds. Pakuncen, 405352 Pegandon
Akurat
Titik 80 Ds. Singorojo, Getas
Akurat
Titik 17
X 413600
X
Ds. Lempuyang, 424631 Candiroto
Akurat
Titik 110 Ds. Lanjah, Sumowono
Akurat
Gambar 49. Penutup Lahan Tahun 2009 dan Dokumentasi Uji Kesesuaian
X 424898
9233665
Y 9225668
Y 9212398
Y 9203696
Y 9200881
Hasil Klasifikasi Tambak
Kondisi Lapangan Tambak
Akurat
Hasil Klasifikasi Permukiman
Kondisi Lapangan Permukiman
Akurat
Hasil Klasifikasi Tegalan
Kondisi Lapangan Tegalan
Akurat
Hasil Klasifikasi Perkebunan
Kondisi Lapangan Perkebunan
Akurat
Hasil Klasifikasi Hutan
Kondisi Lapangan Hutan
Akurat
Hasil Klasifikasi Tegalan
Kondisi Lapangan Tegalan
Akurat
114
6. Kesesuaian Perubahan Kelas Penutup Lahan terhadap Kawasan Budidaya RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2006 Berdasarkan RTRW
kawasan
budidaya Kabupaten Kendal tahun
anggaran 2006, kawasan budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang kondisi dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kegiatan permukiman. Kawasan budidaya terbagi dalam 2 aspek utama yang pertama, yaitu kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari kawasan tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan atau perkebunan dan kawasan hutan produksi. Aspek yang kedua yaitu kawasan budidaya non-pertanian yang terdiri dari kawasan perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan permukiman. Pada penelitian ini dalam mengetahui kesesuaian pengaruh perubahan penutup lahan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, digunakan data berupa peta arahan kawasan budidaya yang terdiri dari 5 kawasan budidaya yaitu Perkebunan, Permukiman, Tegalan, Sawah dan Tambak seperti pada gambar 50 berikut.
115
Gambar 50. Peta Rencana Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal Tahun 2006
116
Berdasarkan peta arahan kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006 tersebut, langkah selanjutnya untuk mengetahui kesesuaianya adalah dengan menampalkan atau meng-overlay-kan dengan peta persebaran penutup lahan tahun 2009. Dari proses langkah tersebut maka akan diketahui persebaran jenis penutup lahan ke dalam area kawasan budidaya yang dijelaskan pada tabel 14 berikut. Tabel 14. Persebaran Penutup Lahan Tahun 2009 di Kawasan Budidaya No Klasifikasi Kawasan Budidaya RTRW Pada DAS Penutup PerkebuPermukimTegalan Sawah Tambak Lahan 1 2 3 4
Awan Hutan Hutan Produksi
nan (Ha)
man (Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
223,07 523,05 518,13
0 0 14,98
207,83 134,19 0
0 0 0
0 0 0
236,82
0
0
0
0 422,18 3.096,01
0 203,20 0
0 0 1.216,93
0 0 0
108,11 151,33
2.952,35 586,92
476,25 0
0 0
560,95 0
212,95 0
3.989,47 0
0 0
0 10,26 4.600,64
130,83 11,20 4.439,47
0 49,60 5.732,25
334,00 0 334,0
Lahan 0 Terbuka 5 Mangrove 0 6 Perkebunan 2.535,51 7 Permukima 174,57 n 8 Tegalan 1.529,53 9 Kebun 1.125,22 Campur 10 Sawah 482,78 11 Semak 0 Belukar 12 Tambak 41,86 13 Tubuh Air 127,98 Jumlah 7.281,70 Sumber: Pengolahan Data
Dari tabel persebaran penutup lahan tersebut, maka dapat diketahui persebaran penutup lahan apa saja yang masuk pada lokasi wilayah kawasan
117
budidaya yang diperuntukan. Sehingga dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat kesesuaian antara pengaruh perubahan penutup lahan dengan kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006 yang dijelaskan pada tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Kesesuaian Kawasan Budidaya dengan Hasil Klasifikasi Land Cover Tahun 2009 NO Kawasan Luas Kawasan Budidaya Kesesuaian Presentase Budidaya Kawasan Kesesuaian Luas Total Masuk Budidaya (Ha) DAS (Ha) (Ha) 1 Perkebunan 25.159,3 7.281.7 2535,51 34,82% 2
Permukiman
13.112,86
4.600,64
3.096,01
67,29%
3
Tegalan
9.211,22
4.439,47
2.952,35
66,50%
4
Sawah
17.073,30
5.732,25
3.971,39
69,28%
5
Tambak
2.272,26
334
334
100%
Sumber: Pengolahan Data Berdasarkan pada hasil pengolahan data yang terdiri dari tabel persebaran penutup lahan dan hasil kesesuaian antara penutup lahan dengan peta kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, maka dapat di uraikan penjelasan berikut ini. a. Kawasan Tanaman Tahunan atau Perkebunan Berdasarkan pada uraian RTRW, kawasan ini adalah kawasan yang dperuntukan bagi perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku industri. Kawasan budidaya perkebunan RTRW Kabupaten Kendal yang masuk pada wilayah DAS adalah Kecamatan
118
Patean, Singorojo dan Kecamatan Limbangan, dan apabila dilihat berdasarkan lokasi, wilayah tersebut adalah sesuai secara peruntukan kawasan budidaya perkebunan. Tetapi apabila dilakukan overlay dengan peta penutup lahan perkebunan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2009, persebaran perkebunan tidak sesuai dengan peta arahan budidaya tanaman tahunan/perkebunan. Pada tabel kesesuaian antara penutup lahan dengan peta kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal dihasilkan; luas kawasan budidaya adalah 25.159,30 ha, yang masuk pada wilayah DAS sebesar 7.281,70 ha dengan presentase kesesuaian 34,82% dengan membandingkan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan land cover 2009 dan secara umum tidak sesuai. Berdasarkan pada tabel persebaran penutup lahan yang masuk pada kawasan perkebunan antara lain. Awan 223,07 ha, Hutan 523,05 ha, Hutan Produksi 518,13, Permukiman 174,57, Perkebunan 2.535,51 ha, Tegalan 1.529,53, Kebun Campuran 1.125,22 ha, Sawah 482,78, Tambak 41,86 ha dan Tubuh air 127,98 ha. Peta kesesuaian perkebunan dapat dilihat pada gambar 51 berikut.
119
Gambar 51. Peta Kesesuaian Budidaya Perkebunan
120
b. Kawasan Permukiman Adalah kawasan yang diperuntukan bagi permukiman dengan kata lain untuk menampung penduduk yang ada di Kabupaten Kendal sebagai tempat hunian dengan fasilitas sosialnya. Kawasan ini mencakup perkampungan yang ada dan arahan bagi perluasanya. Kebijaksanaan pemanfaatan ruangnya didasarkan pada tujuan untuk mengembangkan kawasan permukiman yang terkait dengan kegiatan budidaya pertanian yang meliputi pengembangan desa-desa pusat. Berdasarkan peta arahan rencana kawasan budidaya permukiman sebagian besar berada di wilayah bagian hilir DAS yaitu Kecamatan Patebon, Kangkung, Cepiring, Kota Kendal, Patebon, Gemuh, dan Pegandon. Berdasarkan hasil overlay antara kawasan budidaya dan peta hasil klasifikasi permukiman, terdapat kesesuaian baik pada lokasi arahan penggunaan wilayah maupun berdasarkan ketepatannya. Perbedaan atau kesalahan antara kawasan budidaya dan hasil klasifikasi lebih pada wilayah yang dipersiapkan (direncanakan) sebagai luapan dan perluasan kawasan permukiman. Berdasarkan hasil overlay dihasilkan. Luas kawasan budidaya adalah 13.112,86 ha, masuk DAS seluas 4.600,64 ha, dengan presentase kesesuaian 67,29% berdasarkan perbandingan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan budidaya masuk DAS dan secara umum tidak sesuai. Persebaran Land Cover pada permukiman antara lain. Hutan produksi, 14,98, Lahan Terbuka 236,82 ha, Perkebunan 422,18 ha, Permukiman 3.096,01 ha, Tegalan 108,11 ha, Kebun Campur 151,33 ha Sawah 560,95 ha dan Tubuh air 10,26 ha. Peta kesesuaian pada gambar 52 berikut ini.
121
Gambar 52. Peta Kesesuaian Kawasan Budidaya Permukiman
122
c. Kawasan Budidaya Tegalan/Ladang (Tanaman Pangan Lahan Kering) Adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura atau tanaman pangan. Lokasi yang masuk pada wilayah DAS yaitu di Kecamatan, Patean, Gemuh, Kangkung, Cepiring, Patebon, Kendal dan Kecamatan Pegandon. Mengacu pada arahan lokasi kawasan budidaya, wilayah tegalan pada kawasan hilir terpusat di Kecamatan Pegandon. Tetapi pada hasil klasifikasi yang dilakukan, disekitar Kecamatan Kangkung, Cepiring, Kota Kendal dan Patean tersebar area tegalan yang tidak sesuai dengan peta arahan budidaya. Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari otomatisasi metode klasifikasi yang pada kawasan lain mempunyai ciri yang sama atau mendekati dengan obyek tegalan akan teridentifikasi sebagai tegalan. Berdasarkan pada hasil penelitian luas kawasan budidaya adalah 9.211,22 ha, masuk DAS sebesar 4.4439,47 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 66,50% dengan membandingkan kesesuaian kawasan dengan luasan budidaya masuk DAS dan secara umum tidak sesuai. Berdasarkan persebaran land Cover 2009 yang masuk kawasan budidaya antara lain: Awan 207,83 ha, Hutan 134,19 ha, Perkebunan 203,20 ha, Tegalan 2.952,35 ha, Kebun Campur 586,92 ha, Sawah 212,95 ha, Tambak 130,83 ha dan Tubuh air 11,20 ha. Peta kesesuaian tegalan dapat diamati pada gambar 53 berikut.
123
Gambar 53. Peta Kesesuaian Kawasan Budidaya Tegalan
124
d. Kawasan Budidaya Sawah (Tanaman Pangan Lahan Basah) Adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan basah, dimana pengairanya dapat diperoleh secara alamiah maupun secara teknis. Kawasan budidaya sawah yang masuk pada wilayah DAS adalah Kecamatan Kota Kendal sebagian, Kangkung, Cepiring, Patebon, Gemuh, dam Kecamatan Pegandon. Berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara kawasan budidaya dan hasil klasifikasi penutup lahan sawah/persawahan didapatkan nilai kesesuaian sebesar 69% atau seluas 3.971,39 ha dari total luasan budidaya yang masuk DAS sebesar 5.751,54 ha. Sisanya diprediksikan terjadi alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman atau daerah terbangun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan. Berdasarkan hasil overlay dihasilkan luas kawasan budidaya 17.073,30 ha, masuk DAS 5.732,25 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 69,28% dan secara umum tidak sesuai. Dihasilkan dari perbandingan kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan arahan masuk DAS. Berdasarkan tebel persebaran land cover 2009 yang masuk kawasan arahan selain sawah terdiri dari, Permukiman 1.216,93 ha, Tegalan 476,25 ha dan Tubuh Air sebesar 49,60 ha. Peta kesesuaian arahan kawasan budidaya dapat diamati pada gambar 54 berikut ini.
125
Gambar 54. Peta Kesesuaian Budidaya Sawah
126
e. Kawasan Budidaya Rawa/Empang (Tambak/Perikanan) Kawasan perikanan adalah kawasan yang diperuntukan bagi usaha pengembangan perikanan. Berdasarkan tempat pembudidayaan dibedakan menjadi kawasan pengembangan budidaya laut, pengembangan budidaya tambak, kolam dan mina padi. Pada penelitian ini mengenai gejala perubahan penutup lahan hanya pengembangan wilayah tambak yang dijadikan tolak ukur kesesuaian. Lokasi berdasarkan kawasan budidaya berada di sepanjang garis pantai Kabupaten Kendal dan yang masuk ke dalam wilayah DAS adalah Kecamatan Patebon, Cepiring dan Kecamatan Kendal. Pada peta arahan rencana kawasan budidaya tambak, lokasi sebagian besar berada di Kecamatan Kaliwungu dan Kota Kendal. Pada tabel kesesuaian dihasilkan luas kawasan budidaya 2.272,26 ha, masuk dan yang sesuai DAS sebesar 334 ha. Berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara hasil klasifikasi penutup lahan dan kawasan budidaya memiliki nilai sebesar 100% yang artinya pada kawasan peta arahan tata ruang yang masuk dan sesuai pada DAS. Hal tersebut disebabkan karena penutup lahan tambak yang memiliki luasan lebih besar dari pada peta arahan kawasan budidaya tambak. Berikut merupakan gambar peta 55 kesesuaian budidaya tambak.
127
Gambar 55. Peta Kesesuaian Budidaya Tambak
128
B.
PEMBAHASAN 1. Prosedur Pengolahan Citra Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik penginderaan jauh multi-temporal, karena metode teknik tersebut memiliki banyak kelebihan. Menurut Prahasta (2008) metode penginderaan jauh memiliki kemampuan mencakup wilayah studi yang sangat bervariasi mulai dari kecil hingga luas (koprenhensif), dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang berkoprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif (dan hubungan ketetanggaan) yang benar, periode pengukuran (pengamatan) relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten (presisi), skala (akurasi data spasial) yang didapat bervariasi dari yang kecil hingga besar, kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling terbaru, biaya keseluruhanya, waktu dan sebagainya yang terhitung murah . Prosedur kerja pengolahan data yang dilaksanakan pertama kali adalah pengolahan citra, yaitu dengan memanfaatkan data multispektral berupa citra landsat 5 tahun 1992, 2002 dan citra landsat 7 tahun 2009 yang didapatkan peneliti dengan menguduh langsung di www.glovis.usgs.gov. Prosedur pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini sama dengan pengolahan citra pada umunya, yaitu dengan bantuan program ER-Mapper. Prosedur pengolahan citra tersebut antara lain: (a) Impor data, impor data yang diterapkan pada penelitian ini merupakan langkah awal prosedur agar citra dapat dilanjutkan pada fungsi lanjut berikutnya. Impor data pada ketiga citra landsat tersebut secara prosedur sama yaitu dengan mengimpor 7 band pada
129
masing-masing citra. (b) Koreksi geometrik, koreksi geometrik pada pengolahan terdiri dari beberapa tahapan, dimana prosedur pengolahanya pada masing-masing citra berbeda. Koreksi geometrik pada pengolahan citra ini dengan membandingkan citra yang dianggap telah terkoreksi yaitu citra satelit Landsat tahun 1987. Pada citra Landsat 5 tahun 1992 dilaksanakan prosedur koreksi geometrik dengan menggunakan triangulation sebanyak 54 GCP (Ground Control Point) polynomial sebanyak 58 GCP, sedangkan pada tahun 2002 digunakan koreksi triangulation sebanyak 42 GCP dan polynomial sebanyak 66 GCP. Dan tahun 2009 digunakan koreksi triangulation sebanyak 42 GCP dan polynominal sebanyak 53 GCP. Perbedaan penerapan pengolahan tersebut dikarenakan kondisi citra masing-masing tahun berbeda. (c) Koreksi Radiometrik, koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan gangguan atmosferik bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi dan didapatkan hasil pengolahan yang maksimal. Tahapan koreksi radiometrik pada penelitian ini berbeda penerapanya, karena kondisi citra setiap tahunya yang digunakan juga berbeda. Untuk mengetahui perbedaan kondisi gangguan tersebut, dapat diketahui dengan menggali informasi nilai minimum pada hasil statistik masing-masing citra. (d) Crooping (Pemotongan Citra), prosedur pemotongan citra diterapakan untuk memfokuskan pada wilayah yang dijadikan kajian penelitian. Penerapan pemotongan citra pada penelitian ini sama dengan penerapan pada umumnya, yang berbeda adalah penentuan batas DAS
130
(Daerah Aliran Sungai)
Bodri yang merupakan wilayah kajian penelitian
diproses secara dijital. DAS menurut Linsley (1980) dalam Direktorat dan Konservasi Sumberdaya Air (2005) menyebut DAS sebagai”
A river of
drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Secara
umum
DAS
didefinisikan
sebagai
suatu
hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkanya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Dari pengertian “kawasan yang dibatasi igir bukit” maka dalam penentuan batas DAS secara dijital digunakan data satelit DEM (Digital Elevation Model) 90 meter tahun 2000, DEM 90 meter menurut Raharjo (2009) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) merupakan pesawat ulangalik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai digital elevation model. Dari data ketinggian tersebut dihasilkan batas DAS Bodri dengan bantuan program ILWIS 3.0. 2. Supervised Classification Pada proses penerapan metode ini ditentukan terlebih dahulu dua belas kelas penutup lahan yang merupakan hasil dari modifikasi rekalkulasi penutup lahan Departemen Kehutanan yang dijadikan training area. Dua belas kelas penutup lahan tersebut adalah Hutan, Hutan Produksi, Lahan Terbuka,
131
Mangrove, Perkebunan, Permukiman, Tegalan, Kebun Campuran, Sawah, Semak Belukar, Tambak, dan Tubuh Air, dimana dalam pengenalan obyek penutup lahan didasarkan pada kunci interpretasi citra, hasil survei dan pengumpulan informasi di lapangan. Dari proses supervised classification tersebut, secara otomatis akan dihasilkan data berupa peta raster dan luasan masing-masing kelas penutup lahan beserta nilai statistik yang dihasilkan. Proses dan hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Purwadhi dan Sanjoto (2008) klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan
bantuan
komputer.
Konsep
penyajian
data
dalam
bentuk
numeris/grafik atau diagram klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral (spectral pattern recognition). 3. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009 Berdasarkan pengolahan data tersebut maka akan diketahui hasil luasan masing-masing kondisi penutup lahan yang dapat di amati pada tabel 8 pada untuk tahun 1992, tabel 9 untuk tahun 2002, dan tabel 10 untuk tahun 2009. Kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan penutup lahan yang terjadi yang dapat diamati pada tabel 11. Dari kondisi tersebut maka diketahui perubahan penutup lahan sebagai berikut (a) Hutan selama kurun waktu 1992-2009 keteraturan perubahan penutup lahan hutan berkurang sebesar 210 ha/tahun. Berdasarkan intensitas berkurangnya tersebut dan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi hutan banyak di pengaruhi oleh aktifitas perkebunan dan perkembangan lahan pertanian.
132
Pada titik fokus pengamatan proses perubahan yang terjadi adalah alih fungsi hutan menjadi tegalan, kebun campuran, dan perkebunan. (b) Hutan produksi, selama selang waktu tahun 1992-2009 intesitas perubahan penutup lahan sebesar 169 ha/tahun, perubahan tersebut banyak dipengaruhi oleh alih fungsi hutan produksi menjadi kebun campuran, lahan pertanian maupun permukiman. (c) Lahan terbuka keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 176,83ha/tahun. (d) Mangrove dalam kurun waktu tahun 1992-2009 keteraturan perubahan sebesar 0,05ha/tahun, kondisi tersebut dipengaruhi oleh aktifitas pembukaan tambak. (e) Perkebunan, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 297 ha/tahun, kondisi tersebut dipengaruhi oleh alih fungsi semak belukar yang begitu besar. (f) Permukiman, keteraturan perubahan selang waktu 17 tahun sebesar 28,73 ha/tahun. Perluasan permukiman banyak disebakan oleh adanya perubahan alih fungsi sawah menjadi permukiman yang sejalan dengan perkembangan permukiman di Kabupaten Kendal seperti pada tabel 12. (g) Tegalan, keteraturan perubahan dalam kurun waktu 17 tahun antara tahun 1992-2009 sebesar 325,5 ha/tahun. (h) Kebun campuran, keteraturan perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 330,34 ha/tahun, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh akibat perubahan semak belukar yang terjadi secara besarbesaran. (i) Sawah, keteraturan perubahan tahun 1992 hingga 2009 sebesar 30,26 ha/tahun yang sebagian besar beralih fungsi menjadi permukiman. Pada perkembangan luasan antara sawah dan tegalan pada penelitian ini saling mempengaruhi, hal tersebut berkaitan dengan tanggal perekaman
133
citra yang digunakan yang berpengaruh terhadapa sistem penanaman. Pada musim kemarau lahan sawah sebagian besar beralih fungsi menjadi tegalan, hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Wahyunto, dkk (2007) bahwa lahan sawah di Indonesia pada umunya digunakan untuk bertanam padi. Tetapi selain untuk bertanam padi, lahan sawah juga ditanami palawija, sayur-sayuran, tebu, tembakau dan lain-lain baik secara rotasai maupun tumpang sari. (j) Semak belukar, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 507 ha/tahun. Alih fungsi semak belukar banyak yang berubah menjadi kebun campuran dan perkebunan. (k) Tambak dengan keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 1,42 ha/tahun, perluasan kawasan tambak dipengaruhi oleh perkembangan garis pantai akibat dari sedimentasi. Dan yang terakhir adalah (l) tubuh air tahun 1992-2002 turun sebesar 37% sebesar 738,34 ha dari 1.997,08 ha menjadi 1.258,74 ha pada tahun 2002 dan pada tahun 2002-2009 mengalami peningkatan sebesar 11,34% sebesar 142,74 ha menjadi 1.401,48 ha pada tahun 2009. Perubahan penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri sebagian besar adalah berkurangnya suatu jenis penutup lahan tetapi pada jenis penutup lahan lainya mengalami kenaikan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Purwadhi dan Sanjoto (2008) alih fungsi atau perubahan penutup/penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan yang lainya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan yang lainya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang
134
berbeda. Lama waktu perubahan disesuaikan dengan tujuan pengamatan atau penelitian. Hasil uji keakuratan interpretasi citra supervised classification yang dilaksanakan dapat diamati pada tabel 13 dan gambar 43. Berdasarkan hasil uji keakuratan citra dihasilkan tingkat kesesuaian sebesar 88%, yang artinya dari 110 titik uji yang dilaksanakan terdapat kesalahan sebesar 13 titik uji. Nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan yang berbasis penginderaan jauh adalah sebesar 85%, sehingga data hasil klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini dapat diterima atau digunakan. Metode uji kesesuaian tersebut sama yang dilaksanakan oleh Mufarika (2008) yaitu dengan membandingkan jumlah titik uji kesesuaian yang akurat dengan jumlah titik keseluruhan yang di survei/uji. 4. Pengaruh Perubahan Penutup Lahan Terhadap Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal Berdasarkan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, kawasan budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang kondisi dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kegiatan permukiman. Kawasan budidaya terbagi dalam 2 aspek utama yang pertama, yaitu kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari kawasan tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan atau perkebunan dan kawasan hutan produksi. Aspek yang kedua yaitu kawasan budidaya non-
135
pertanian yang terdiri dari kawasan perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan permukiman. Uji kesesuaian dalam penelitian ini adalah meng-overlay-kan peta kawasan budidaya pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Kendal tahun 2006 dengan hasil perubahan penutup lahan akhir yaitu penutup lahan tahun 2009. Hasil overlay antara data tersebut dapat diamati pada tabel 14 dan tabel 15, secara umum pengolahan ini adalah membandingkan persebaran penuutp lahan dengan kawasan budidaya yang masuk DAS. Dari pengolahan tersebut maka dihasilkan: (a) Kawasan budidaya perkebunan tidak sesuai karena tingkat presentase kesesuaian hanya 34,82% dari luas kawasan budidaya adalah 25.159,30 ha, yang masuk pada wilayah DAS sebesar 7.281,70 ha, (b) Kawasan budidaya permukiman tidak sesuai karena
tingkat
presentase
kesesuaian
hanya
67,29%,
berdasarkan
perbandingan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan budidaya masuk DAS. (c) Tegalan, berdasarkan pada hasil penelitian luas kawasan budidaya adalah 9.211,22 ha, masuk DAS sebesar 4.4439,47 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 66,50% dan dapat dikatakan tidak sesuai. (d) Sawah, berdasarkan hasil overlay dihasilkan luas kawasan budidaya 17.073,30 ha, masuk DAS 5.732,25 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 69,28% dan dapat dikatakan tidak sesuai, dan (e) Tambak, berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara hasil klasifikasi penutup lahan dan kawasan budidaya memiliki nilai sebesar 100%.
136
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain. 1. Perubahan kelas penutup lahan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1992-2009 di DAS Bodri secara umum adalah. (a) Perubahan alih fungsi atau berkurangnya luasan hutan menjadi Tegalan, Kebun Campur, dan Perkebunan. (b) Perubahan penutup lahan hutan produksi menjadi tegalan, dan kebun campur yang sifatnya sementara karena diprediksi akan dimanfaatkan
kembali.
(c)
Peningkatan
luasan
perkebunan
yang
dipengaruhi oleh alih fungsi hutan dan semak belukar menjadi perkebunan dengan jensi vegetasi buah-buahan, karet, sengon, merbuh dan sebagainya. (d) Alih fungsi sawah menjadi permukiman. (e) Peningakatan luasan tegalan banyak dipengaruhi oleh sistem rotasi penanaman pada sawah. (f) Berkurangnya luasan semak belukar diprediksikan akibat alih fungsi menjadi kebun sengon dan kebun campuran. (g) Perkembangan luasan tambak banyak dipengaruhi oleh sedimentasi sungai Bodri. 2. Berdasarkan pada peta arahan kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun anggaran 2006, terdapat 5 aspek kawasan yang menjadi titik berat pengamatan yaitu kawasan tanaman tahunan/perkebunan, permukiman, budidaya tanaman lahan kering atau tegalan, sawah atau budidaya tanaman lahan basah dan budidaya empang/rawa. Berdasarkan hasil overlay dapat disimpulkan bahwa kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal tahun
137
2006 sebagian besar dapat dikatakan tidak sesuai, hanya tambak yang dapat dikatakan sesuai dengan tingkat keakuratan 100%. 3. Hasil uji kesesuaian/keakuratan interpretasi citra supervised classification tahun 2009, terdiri dari 110 titik lokasi pengamatan. Dihasilkan 88% nilai kebenaran dengan 13 titik kesalahan. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan beberapa kesimpulan, maka dapat dikemukakan beberapa saran antara lain. 1. Perubahan penutup lahan di DAS Bodri sebagian besar adalah perubahan penutup lahan menjadi perkebunan, pengawasan atau monitoring perlu selalu dilaksanakan agar tidak terjadi perluasan perkebunan yang tidak sesuai dengan peta arahan kawasan budidaya. Penurunan luasan hutan yang terjadi agar menjadi bahan evaluasi pemerintah daerah yang terkait dengan kebijakan-kebijakan pengembangan di wilayah hulu. 2. Perubahan penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri sebagian besar tidak sesuai dengan kawasan budidaya RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2006. Sehingga kondisi tersebut sebaiknya dijadikan bahan evaluasi dan pertimbangan dalam mengambil kebijakan. 3. Keakuratan hasil interpretasi citra dengan menggunakan supervised classification tahun 2009 dihasilkan nilai kebenaran sebesar 88%. Disarankan peneliti agar menggunakan hasil interpretsai dan data pada satu waktu yang sama agar didapatkan hasil yang maksimal mendekati nilai kebenaran 100%.
138
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanudin Z 2006. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Prandnya Paramita. Arsyad, Sitanala 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bandung:IPB Press Asdak, Chay 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bapeda Kabupaten Kendal, 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kendal Tahun Anggaran 2006. BPDAS Pemali Jratun 2010. Identifikasi Permasalahan Banjir DAS Bodri 2010. http://www.bpdaspemalijratun.net/index. (Akses 26 Marer 2010) Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah, 2006. Laporan Akhir Pekerjaan Detail Desain Penanganan Muara Kali Bodri. Semarang: BP DAS Pemali Juana. Dimyati, Ratih Dewanti dan Muhammad Dimyati 1998. Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis untuk Perencanaan. Jakarta: CV. RESOTA. Effendhi, Edi 2009. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. http://
[email protected]. (Akses 08 Maret 2010). Jatnika, Holil Jajat, dan Samsu Wardana, Sudarto. 2007. Keadaan dan Permasalahan DAS Bodri di Propinsi Jawa Tengah. http://www.bpdaspemalijeratun.go.id. (Akses 4 Maret 2010). Kumaat, J Christian 2009. Evaluasi Perubahan Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Tondano dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta:Fakultas Geografi UGM. Kusumowidagdo, Mulyadi dan Tjaturahono BS, Eva B. Dewi Liesnoor S., 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi. Semarang: LAPAN-UNNES. Lo, C.P 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan Bambang Purbowaseso. Jakarta: UI-PRESS. Loppies, Rony 2010. Karakteristik dan Spesifikasi Satelit Landsat (Bagian 1). http://www.satelitinderaja.blogspot.com/2010/10/.....danspesifikasi.html . (Akses 26 Januari 2011).
139
Mufarika, Y. 2008. Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat Tahun 2006-2008. Skripsi . Semarang:Fakultas Ilmu Sosial Unnes. Prahasta, Edy 2003. Sistem Informasi Geografis Lanjut. Bandung: Informatika. ---------, 2007. Tutorial ArcView. Bandung: Informatika. ---------, 2008a. Model Permukaan Dijital. Bandung: Informatika. ---------, 2008b. Remote Sensing. Bandung: Informatika. Purwadhi, F Sri Hardiyanti dan Tjaturahono BS, 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Semarang: LAPAN-UNNES. Pusat Data Penginderaan Jauh 2005. Modul Pembuatan Peta Citra Satelit dan Peta Tematik. Jakarta: LAPAN. Raharjo,
Budi 2009. Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). http://www.raharjo.org/id/.....mission-srtm.html. (Akses 08 Maret 2010).
Sutanto, 1994. Penginderaan Jauh. Yogyakarta: UGM Press. Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Wahyunto, Abidin dan Adi priyono, Sunaryo, 2007. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Citarik Jawa Barat dan DAS Kaligarang Jawa Tengah, Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Semarang. Widiatmaka, S Hardjowigeno 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada Press. http://www.wikipedia.org.com. (Akses Februari 2011). http://www.BPSKabupatenKendal.go.id. (Akses Desember 2010). http://www.dephut.go.id/Halaman....Rekalkulasi_2005.html
140
Lampiran 1 Langkah Kerja : Download Citra dan Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) 1.
Download Data Citra Landsat (Landsat 7 Tahun 2009) Citra Satelit Landsat dapat didapatkan secara gratis dengan mengunjungi situs http://glovis.usgs.gov/. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Setelah memasukan alamat situs http://glovis.usgs.gov/ akan secara otomatis muncul tampilan di bawah ini.
Tampilan pertama USGS Global Visualization Viewer Kemudian pada Select Collection pilih Landsat Archive dan pilih tahun Landsat yang kita inginkan, dalam langkah ini adalah Landsat 7 SLC-OFF (2003>), kemudian View Image. Secara otomatis akan muncul sebuah tampilan baru pada mozila firefox atau internet eksplore java script telah ter-up-date. Apabila belum maka akan muncul perintah mengharuskan meng-up-date layanan java pada aplikasi internet. Kemudian akan muncul tampilan baru yang berdiri sendiri, lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Proses download Landsat
141
Pilih lokasi benua, negara atau pulau yang akan di download, dengan mengarahkan Inset map yang telah tersedia. Pilih lokasi per-sheet yang diinginkan dengan meng-klik layar downloadable, pada scene information kita pilih bulan dan tahun yang diinginkan. Klik GO. Setelah tampilan layer berubah pilih “add” akan keluar LE71200652009156EDC00. Pilih Download. Setelah muncul Confirm Download At No Charger pilih Yes. Pada Mozila firefox/Internet Eksplore akan muncul layanan register to download, masukan Enter User Name dan Enter Password (sebelumnya harus mendaftar terlebih dahulu). Setelah terisi, pilih sign in” kemudian start download.
Sejak tahun 2003, citra landsat mengalami kerusakan pada kanal SLC, sehingga citra mengalami strip/garis [–] garis pada hasil pemotretannya. Garis [–] garis tersebut merupakan area yang tidak terpotret oleh satelit. hal ini dapat diperbaiki menggunakan software frame_and_fill yang direkomendasikan oleh nasa.
Landsat 7 2009 SLC-OFF Garis stripping tersebut akan semakin melebar ke kanan dan ke kiri. Pada bagian tengahnya tidak mengalami stripping. Kondisi citra yang demikian, akan menyulitkan kita dalam melakukan interpretasi dan membuat kajian spasial lainnya. Oleh karena itu citra tersebut perlu diperbaiki, beberapa point penting sebelum kita memulainya adalah : Download citra dari : http://glovis.usgs.gov/ http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/handbook/software/gap_filling_software.html. Alamat untuk mendownload software frame and fill. Siapkan citra master. Citra master adalah citra utama yang akan kita gunakan.pilihlah dalam range 1 tahun citra dengan kondisi awan paling sedikit. Stripping yang terjadi pada citra landsat untuk setiap pemotretan tidaklah selalu sama, oleh karena itu, kita dapat mengisinya dengan citra pada waktu pengambilan berbeda, dengan path dan row yang sama. Usahakan dalam tahun yang sama pula.4. Siapkan citra pengisiCitra pengisi adalah citra dengan path dan row yang sama dengan citra master namun memiliki waktu pengambilan yang berbeda dan strippingnya tidak beririsan dengan citra master. Usahakan dalam tahun yang sama. Jika citranya tahun 2007, lalu pengisinya 2003, maka tidak bisa dikatakan bahwa itu kondisi tahun 2007. Maka sebaiknya adalah dengan mendownload citra dengan kondisi awan paling sedikit di tahun 2007 misal pada bulan maret, maka pengisinya adalah citra pada tahun 2007 juga dengan bulan yang berbeda yaitu februari, april, dst. Citra pengisi boleh lebih dari 1 waktu pemotretan.
142
Buat folder/directory untuk penyimpanan citra. Dalam penelitian ini membuat directory JATENG_BODRI di drive C, menjadi C:\JATENG_BODRI. Dalam directory tersebut, buatlah folder : anchor : menjadi C:\JATENG_BODRI\anchor\ sebagai tempat penyimpanan citra master fill_scene_1 :menjadi C:\ JATENG_BODRI \fill_scene_1\ sebagai tempat penyimpanan citra untuk pengisi gap fill_scene_2 :menjadi C:\ JATENG_BODRI \fill_scene_2\ sebagai tempat penyimpanan citra untuk pengisi gap (dilakukan jika pengisinya lebih dari satu waktu). Kemudian double klik file frame_and_fill_win32.exe untuk membuka program. Jika sudah, akan terdapat 3 pilihan yang harus dilakukan berurutan, yaitu RE-FRAME, GAP FILL SLC-OFF DAN DONE
Proses RE-FRAME dan GAP FILL SLC-OFF
Proses ini akan berlangsung lama, sekitar 8 menit untuk 1 kali pengisian. Jika yang akan diisi untuk band 2 tertentu saja, misalnya band 3, 2, dan 1. Cukup dengan cara klik band 3, band 2, dan band 1 kemudian submit. Jika ingin semua langsung saja klik All Bands. DONE, Jika proses telah selesai semua. secara otomatis, setelah proses berlangsung, penamaan citra akan berubah. Jika kita merubah penamaannya, maka tidak akan berfungsi. Pola penamaannya adalah sebagai berikut. Penamaan sebelum di lakukan re-frame (citra awal) sebagai berikut: L71120065_06520090605_B10 Setelah di reframe nama file akan menjadi: L71120065_06520090605_B10_reg Setelah dilakukan pengisian gap maka penamaannya akan menjadi: L71120065_06520090605_B10_reg_filled Semua perubahan dan penambahan file tersebut akan terjadi di folder anchor
143
Perubahan citra Landsat 7 2009 setelah melalui frame and fill (kiri) dan Landsat 7 2009 SLC-OFF (kanan) 2.
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Sebelum dilakukan klasifikasi terbimbing pertama dilakukan pengolahan data penginderaan jauh. Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan pengolahan dengan menggunakan software ER-Mapper 7.0. Tahapan-tahapan pengolahan citra tersebut secara garis besar dapat dilihat pada uraian bagan dibawah ini:
ER-Mapper 7.0
a. Load Data b. Pra-pengolahan citra (Koreksi Atmosferik dan Geometrik) c. Croping d. Eksport data DEM
(Pembuatan Batas
DAS)Citra Penginderaan Jauh dengan ER-Mapper Pengolahan Klasifikasi terbimbing (beracuan) digunakan bila kita mempunyai pengetahuan yang cukup dari citra dan pada posisi atau area mana suatu wilayah atau kelas-kelas tersebut berada di lapangan. Klasifikasi supervised memerlukan daerah sampel/contoh (training area) yang akan digunakan untuk mengklasifikasi seluruh citra ke dalam kelas-kelas yang diinginkan. Pada prosesnya algoritma pengklasifikasi (classier algorithm) yang digunakan kemudian akan mencari semua piksel dengan karakteristik-karakteristik spektral yang sama berdasarkan ukuran-ukuran statistik tertentu, sesuai dengan yang telah didefinsikan dalam sampling. Tahap pelakasanaanya sebagai berikut : 2.1 Membuat Region Sampel
Klik
Open Algorithm Into Image Window
144
Pilih direktori yang ingin dibuka, C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG Dari menu bar pilih Edit, klik Edit/Create Region, menu New Map Composition ditampilkan.
Tampilan “New Map Composition”
Dari menu New Map Composition pilih pilih Raster Region, lalu pilih pada load From file arahkan kel alamat C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG. Klik OK. Menu Tools akan tampil.
Tampilan “Menu Tools”
Pada Window ER-Mapper klik View algoritma for image window. Akan muncul Window algoritma.
Untuk menentukan warna garis area samlping pada window algoritma klik , pilih warna yang diinginkan. Untuk membantu melokalisir obyek tampilan fasilitas Geoposition dari menu View. Perbesarlah dahulu (Zoom In) kenampakan citra pada bagian yang akan dibuat poligon.
145
Dari menu Tools, klik Annotation Map Pindahkan penunjuk mouse ke dalam citra, klik mouse untuk menggambar poligon. Klik satu kali untuk menggabar dan double klik untuk menutup poligon.
Tampilan “Annotation Polygon”
Setelah poligon sample ditutup klik display/edit object atributes pada window Tool. Akan muncul window/sebagai berikut
Tampilan “Map Compossition Atribute”
Tulis nama obyek yang di-sample tadi Daerah terbangun/Urban, lalu tekan Apply lalu klik Close. Lakukan langkah 10-12 untuk obyek-obyek yang lain. Setelah semua obyek terwakili sample-nya dari menu Tools, klik Save As. Akan muncul dialog sebagai berikut.
146
Tampilan “Map Compostion Save As”
Pilih raster region, pada dialog Save To File arahkan pada C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROP -PING.ers, Yaitu file citra yang telah terkoreksi atmosfer dan gepmetrik yang juga telah dipakai untu training area tadi. Kemudian klik Ok. Akam muncul dialog apakah akan menyimpan obyek hasil training area tadi pada file L7_DAS_CROPPING.ers. Pilih Ok. Pada tahap ini proses training area telah selesai. Langkah selanjutnya adalah mengekstrak nilai-nilai satatistik dari obyek training area tadi dan melakukan eksekusi proses klaifikasi. 2.2 Mengekstrak Nilai Statistik Sampel Proses klasifikasi sebenarnya adalah pengelompokan obyek berdasarkan kesamaan nilai piksel. Kesamaan nilai piksel ini dihitung berdsarkan ukuran-ukuran statistik. Karena itu sebelum mengeksekusi prosese klasifikasi nilai-nilai statistik yang diperlukan oleh algoritma classifier yang akan digunakan perlu dikalkulasi lebih dulu.
Dari menu bar pilih Procces, lalu klik Calculate Statistics. Isi data C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROPING.ers Isi Subsampling Interval dengan 1 (satu) Klik Ok Tutup menu Calculate Statistics. Dari menu bar pilih View pilih Statistics, Akan muncul dialog seperti berikut ini.
Tampilan “Statistics Report”
Dari menu Statistics Report isikan parameter yang diperlukan seperti Input Dataset, Region/Class dan Band List. Setelah lengkap lalu klik Ok. 2.3 Eksekusi Klasifikasi
Dari menu bar klik Process, pilih Classification, lalu klik Supervised Classification.
147
Tampilan “Supervised Classification”
Pada Input Dataset pilih C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROPING.ers, pada Input Band diisi all Pada Output Dataset diisi C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROPING_class.ers. Pada Classification Type pilih Maximum Likelihood Standard Neighbor. Klik Ok. Kotak dialog Supervised Classification Status ditampilkan. Setelah proses klaisifikasi selesai pilih Ok lalu close. 2.4 Menghitung Luasan Area Hasil Klasifikasi
Dari menu bar pilih Proces, lalu klik Calculate Statistics. Isi data set C:\digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROPING_class.ers. Isi Subsampling Interval dengan 1 (satu). Klik Ok. Proses perhitungan nilai-nilai statistik akan dieksekusi. Jika telah selesai klik Ok. Tutup semua window yang berhubungan dengan menu Calculate Stattistic Untuk mengetahui luasanya, dari menu View, pilih Statistics, lalu Area Summary Report. Akan muncul window seperti di bawah ini :
Tampilan “Report Setup”
Input Dataset dengan citra hasil klasifikasi tadi, yaitu C:\ digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROP-ING.ers. Akan muncul window yang merupakan hasil perhitungan luasan hasil perhitungan luasan hasil klasifikasi.
148
Tampilan “Report Display” 2.5 Mengedit Nama dan Warna Kelas Hasil Klasifikasi Supervised
Klik View Algorithm for Image Window pada toolbar. Klik Load Dataset pada menu Algorithm, arahkan pada alamat C:\ digitalmap\landsat skripsi 2009 anchor\MATANG\L7_DAS_CROP-ING.ers. klik dua kali nama file L7_DAS_CROP-ING.ers. untuk membukanya. Gantilah Pseudocolor dengan Class Display pada Color Mode-nya dengan klik kanan. Klik Go. Muncul citra hasil klasifikasi yaitu L7_DAS_CROP-ING_class.ers dengan tampilan warna Greyscale Dari menu bar klik Edit, lalu klik Edit Class Region/Color and name. Menu Edit Class and Region Details ditampilkan. Editlah warna dan nama sesuai dengan yang diinginkan. Klik Save pada menu Edit Class Region Details bila proses mengedit telah dianggap cukup. Tampilan lagi file L7_DAS_CROP-ING_class.ers yang telah diedit warna kelasnya pada window ER-Mapper lalu klik Go. Hasil klasifikasi akan ditampilkan dalam warna.
Tampilan “Edit Class Region Details”
Jika belum puas dengan ditampilkan warna atau nama kelas yang masih salah lakukan langkah 5-8 di atas.
149
Lampiran 2. Uji Kesesuaian Citra No 1
Koordinat (X) 392171
Koordinat (Y) 9203505
Hasil Klasifikasi Permukiman
Kondisi Lapangan Permukiman
2
395951
9203431
Perkebunan
Hutan
3
405866
9234252
Permukiman
Sawah
4
403423
9225832
Permukiman
Permukiman
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Akurat
5
413790
9216826
Permukiman
Akurat
6
408947
9237932
Permukiman
Sawah
7
407070
9236125
Perkebunan
Perkebunan
Tidak Sesuai Akurat
8
407929
9214307
Permukiman
Permukiman
Akurat
9
405267
9229454
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
10
406039
4214748
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
11
403383
9214838
Tubuh Air
Tubuh Air
Akurat
12
404636
9224936
Sawah
Sawah
Akurat
13
405630
9227296
Sawah
Sawah
Akurat
14
405381
9226122
Sawah
Sawah
Akurat
15
407938
9229705
Permukiman
Akurat
16
395835
9206163
Hutan
Hutan
Akurat
17
424631
9203696
Hutan
Hutan
Akurat
18
398396
9205825
Perkebunan
19 20 21
394133 394133 396808
9205825 9204354 9209954
Perkebunan Permukiman Hutan
Perkebunan Permukiman Kebun
Akurat Akurat Tidak Sesuai
22
410641
9214214
Tubuh Air
Tubuh Air
Akurat
23 24
394542 416094
9205394 9214462
Akurat Akurat
25
420977
9207718
Perkebunan Kebun Campuran Hutan
Permukiman
Perkebunan Kebun Campuran Hutan
Perkebunan
Akuratsi Akurat
Akurat
Akurat
Lokasi Ds. Kebonsari, Tretep Candiroto Ds. Karangsuno, Cepiring Ds. Triharjo, Gemuh Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Pidodowetan, Patebon Ds. Damarsari, Patebon Ds. Ngaliyan, Candiroto Ds. Gemuhblanten, Gemuh Ds. Duren, Candiroto Ds. Petung, Candiroto Ds. Triharjo, Gemuh Ds. Margomulyo, Pegandon Ds. Puguh, Pegandon Ds. Gubuksari, Pegandon Ds. Lempuyang, Candiroto Ds. Lempuyang, Candiroto Ds. Plosogaden, Candiroto Ds. Semen, Tretep Ds. Semen, Tretep Ds. Laranganluwok, Candiroto Ds. Banyuringin, Singorojo Ds. Semen, Tretep Ds. Kedungsari, Singorojo Ds. Limbangan, Limbangan
150
26
422668
9207409
Hutan
Hutan
Akurat
27
425638
9203842
Hutan
Hutan
Akurat
28
396566
9208190
Hutan
Hutan
Akurat
29
412798
9214754
410601
9216525
Kebun Campuran Permukiman
Akurat
30
Kebun Campuran Permukiman
31
410375
9234384
Permukiman
Permukiman
Akurat
32
402982
9236726
Permukiman
Permukiman
Akurat
33
408874
9241715
Tambak
Tambak
Akurat
34
410019
9234735
Permukiman
Permukiman
Akurat
35
408298
9241021
Sawah
Sawah
Akurat
36
408149
9239090
Permukiman
Permukiman
Akurat
37
408298
9241022
Hutan
Perkebunan
38
396813
9206063
Sawah
Sawah
Tidak Sesuai Akurat
39
394018
9204764
Tegalan
Permukiman
40
402680
9236474
Tegalan
Tegalan
Tidak Sesuai Akurat
41
404923
9235040
Permukiman
Permukiman
Akurat
42
406336
9235712
Sawah
Sawah
Akurat
43
406734
9235172
Permukiman
Permukiman
Akurat
44
408385
9237971
Sawah
Sawah
Akurat
45
410464
9235934
Sawah
Sawah
Akurat
46
407152
9230506
Sawah
Sawah
Akurat
47
408104
9230336
Permukiman
Permukiman
Akurat
48
406029
9228521
Permukiman
Permukiman
Akurat
49
402769
9224816
Sawah
Sawah
Akurat
50
410257
9240534
Pertanian Lahan Kering
Sawah
51
403293
9224338
Hutan Produksi
Hutan Produksi
Tidak Sesuai Akurat
52
404842
9226004
Permukiman
Permukiman
Akurat
Akurat
Ds. Sumberrahayu, Limbangan Ds. Bumen, Sumowono Ds. Larangluwok, Candiroto Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Jetis, Kota Kendal Ds. Jungsemi, Kangkung Ds. Pidodokulon, Patebon Ds. Bugangin, Kota Kendal Ds. Pidodokulon, Patebon Ds. Pidodokulon, Patebon Ds. Larangluwok, Candiroto Ds. Larangluwok, Candiroto Ds. Semen, Tretep Ds. Jungsemi, Kangkung Ds. Lebosari, Kangkung Ds. Sidomulyo, Cepiring Ds. Damarsari, Cepiring Ds. Korowelang Wetan, Cepiring Ds. Langenharjo, Kota Kendal Ds. Gubuksari, Pegandon Ds. Gubuksari, Pegandon Ds. Tegorejo, Pegandon Ds.Triharjo, Gemuh Ds. Pidodo Wetan, Patebon Ds. Triharjo, Gemuh Ds. Pakuncen,
151
53 54
406874 412020
9231564 9341089
Sawah Tambak
55
403996
9225392
56
405352
57
Sawah Tambak
Akurat Akurat
Permukiman
Permukiman
Akurat
9225668
Tegalan
Tegalan
Akurat
409833
9230804
Sawah
Tegalan
58
410045
9231187
Permukiman
Permukiman
Tidak Sesuai Akurat
59
409873
9231556
Sawah
Sawah
Akurat
60
398934
9213083
Permukiman
Permukiman
Akurat
61
398276
9211190
Perkebunan
Hutan
62
408018
9217149
Hutan
Hutan
Tidak Sesuai Akurat
63
410182
9217759
Permukiman
Permukiman
Akurat
64
404932
9225176
Hutan Produksi
65
407479
9232990
Permukiman
Kebun Campuran Permukiman
Tidak Sesuai Akurat
66
409177
9234279
Sawah
Sawah
Akurat
67
406305
9233665
Permukiman
Permukiman
Akurat
68
406025
9232710
Sawah
Sawah
Akurat
69
406025
9231296
Permukiman
Permukiman
Akurat
70
404933
9229132
Permukiman
Permukiman
Akurat
71
404545
9228567
Sawah
Sawah
Akurat
72
407394
9228826
Permukiman
Permukiman
Akurat
73
413514
9216106
Tegalan
Perkebunan
74
413711
9216156
Hutan Produksi
Hutan Produksi
Tidak Sesuai Akurat
75
412652
9215283
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
76
412467
9214665
Tegalan
Tegalan
Akurat
77
412849
9214431
Tegalan
Akurat
78
413070
9214307
Permukiman
Kebun Campuran Permukiman
Akurat
Pegandon Ds. Lanji, Patebon Ds. Kartika jaya, Patebon Ds. Triharjo, Gemuh Ds. Pakuncen, Pegandon Ds. Bojonggede, Pegandon Ds. Bojonggede, Pegandon Ds. Bojonggede, Pegandon Ds. Bejen, Candiroto Ds. Bejen, Candiroto Ds. Sidodadi, Patean Ds. Singorojo, Singorojo Ds. Pakuncen, Pegandon Ds. Kebonharjo, Patean Ds. Purwokerto, Patebon Ds. Cepiring, Cepiring Ds. Botomulyo, Cepiring Ds. Tamangede, Gumuh Ds. Sedayu, Gemuh Ds. Pamriyan, Gemuh Ds. Persawahan, Pegandon Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Banyuringin, Singorojo Ds. Banyuringin, Singorojo Ds. Banyuringin, Singorojo
152
Kebun Campuran Perkebunan
Akurat
Permukiman
Permukiman
Akurat
Permukiman
Permukiman
Akurat
Kebun Campuran Permukiman
Akurat
9212282
Kebun Campuran Permukiman
411456
9211319
Sawah
Sawah
Akurat
86
411632
9211568
Kebun Campu
Kebun Campur
Akurat
87
421702
9205153
Permukiman
Permukiman
Akurat
88
413608
9241177
Tambak
Tambak
Akurat
89
405451
9225384
406592
9217499
Kebun Campuran Permukiman
Akurat
90
Kebun Campuran Permukiman
90
406592
9217499
Permukiman
Permukiman
Akurat
90
406592
9217499
Permukiman
Permukiman
Akurat
91
412462
9245499
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
92
412427
9216677
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
93
412185
9219345
Sawah
Semak Belukar
94
412427
9219518
Tegalan
Tegalan
Tidak Sesuai Akurat
95
411423
9220869
Tegalan
Tegalan
Akurat
96
406019
9216158
Kebun Campur
Kebun Campur
Akurat
97
406850
9216712
Hutan
Perkebunan
98
409725
9214945
Hutan
Hutan
99
404703
9214772
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
100
402832
9214599
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
101
401204
9215014
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
102
400650
9212001
Hutan
Hutan
79
413551
9213371
80
413600
9212398
81
411321
9210957
82
410964
9210094
83
412628
9212249
84
412088
85
Kebun Campuran Perkebunan
Akurat
Akurat
Akurat
Tidak Sesuai Akurat
Akurat
Ds. Banyuringin, Singorojo Ds. Singorojo, Getas Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Kaliputih, Singorojo Ds. Gondang, Singorojo Ds. Wonosari, Patebon Ds. Pakuncen, Pegandon Ds. Sidodadi, Patebon Ds. Sidodadi, Patebon Ds. Sidodadi, Singorojo Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Ngareanak, Singorojo Ds. Cacaban, Singorojo Ds. Cacaban, Singorojo Ds. Cababan, Singorojo Ds. Sidokumpul, Patean Ds. Sidodadi, Patean Ds. Ngaliyan, Candiroto Ds. Petung, Candiroto Ds. Petung, Candiroto Ds. Selosabrang, Candiroto Ds. Kemuning, Candiroto
153
103
399887
9210477
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
104 105
393964 397324
9207151 9206562
Perkebunan Perkebunan
Perkebunan Perkebunan
Akurat Akurat
106
397463
9207740
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
107
400580
9209022
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
108
405776
9203999
Perkebunan
Perkebunan
Akurat
109
420672
9201505
Hutan
Hutan
Akurat
110
424898
9200881
Tegalan
Tegalan
Akurat
∑ Titik benar Tingkat Kebenaran Interpretasi =
X 100% ∑ Titik yang di survei 97
Tingkat Kebenaran Interpretasi =
X 100% 110 Tingkat Kebenaran Interpretasi = 88%
Ds. Kebondalem, Candiroto Ds. Tening, Tretep Ds. Muneng, Candiroto Ds. Gunungpayung, Candiroto Ds. Sidoharjo, Candiroto Ds. Gemawang, Jumo Ds. Kemitir, Sumowono Ds. Lanjah, Sumowono
154
Lampiran 3. Deliniasi Batas DAS Pada tahapan ini dilakukan deliniasi batas DAS secara dijital dengan menggunakan sumber data DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shutle Radar Thopography Mission) 90 meter tahun 2000 dengan memanfaatkan free/open portable ILWIS 3.0. Hal ini bertujuan untuk membuat area of interest DAS Bodri, ILWIS singkatan dari Integrated Land and Water Information System, merupakan perangkat lunak Sistim Informasi Geografis (SIG) yang memiliki kemampuan untuk pengolahan citra (Image Processing). Pada hakekatnya perangkat lunak ini tidak jauh berbeda dengan perangkat lunak lainya yang dirancang sebagai alat bantu (tolls) dalam aplikasi SIG atau penginderaan jauh (remote sensing). Hal ini penting yang membuat ILWIS menarik untuk dipelajari adalah kategorinya sebagai perangkat lunak yang bersifat open source dab freeware atau bebas digunakan. Dalam proses ini peneliti menggunakan data vektor point yang pengolahanyaberasal dari data DEM 90 meter tahun 2000 dengan memanfaatkan (toll) eksport ERMapper 7.0 ASCII grid xyz, kemudian diolah melalui Word Pad untuk dirubah formatnya menjadi txt, hal ini bertujuan agar dapat terbaca oleh ILWIS. Selanjutnya peneliti menggunakan fungsi lanjut dari ILWIS yaitu pendeliniasian batas DAS secara otomatis dari data DEM yang ada. Secara prinsip, urut-urutan kerjanya sebagai berikut: 9) DEM Visualitation Fungsi DEM visualitation memungkinkan pengguna untuk memperoleh gambaran yang lebih gamblang mengenai kondisi topografi di lokasi dimaksud. Fungsi ini menggambarkan kembali DEM dengan hillshade (tampilan dengan bayangan topografi) dan pewarnaan yang sesuai dengan keinginan pengguna. 10) Fill Sinks Fungsi fill sinks menghilangkan depression atau sinks, yaitu kondisi diman terdapat perbedaan elevasi yang mencolok dengan cakupan yang sangat kecil. Untuk pengolahan data dalam lingkup kajian hidrologi, hal ini dapat mengganggu perhitungan maka perlu dihilangkan terlebih dahulu. 11) Flow Direction Fungsi ini membuat analisis mengenai jumlah akumulasi aliran dari suatu lereng. Sebagai hasil akhir akan terdapat informasi arah aliran pada setiap piksel. 12) Flow Accumulation Fungsi ini membuat analisis mengenai jumlah akumulasi aliran air yang terjadi pada suatu liputan wilayah tertentu. Sebagai hasil akhir akan terdapat nilai akumulasi air yang biasanya juga identik dengan jaringan sungai yang sebenarnya di lapangan. 13) Drainage Network Extraction Fungsi ini membuat analisis mengenai jaringan sungai yang terdapat pada suatu liputan wilayah tertentu. Dasar informasi yang digunakan adalah Flow Accumulation, namun pada beberapa kasus beberapa data tambahan dapat digunakan sebagai pendukung. 14) Drainage Network Ordering Fungsi ini membuat analisis mengenai ordo-ordo (tingkatan) dalam jaringan sungai. Informasi yang dibutuhkan dalam membuat ordering ini adalah Drainage Networking. 15) Catchment Extraction
155
Fungsi ini adalah yang terpenting dalam pendeliniasikan batas-batas DAS. Informasi yang dibutuhkan adalah Drainage Network Ordering dan Dijital Elevation Model yang telah dibersihkan lewat proses Fill Sinks. 16) Catchment Merge Fungsi ini menyatukan sub DAS yang dibuat dalam proses Catchment Extraction kedalam suatu kesatuan outlet yang ditentukan.
Gambar Tahapan Deliniasi Batas DAS
156
Lampiran 4. Identifikasi Penutup Lahan dan Awan Berikut dua belas sampel dalam tahapan identifikasi penutup lahan dan awan dalam proses supervised classification: 1. Awan Kombinasi 321 Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Seluruh kenampakan awan dan bayangan awan yang menutupi lahan suatu kawasan dengan ukuran lebih dari 4 cm2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis atau adanya haze (kabut) masih memperlihatkan kenampakan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir, maka tetap didelineasi. Kondisi awan pada penelitian tidak mungkin untuk ditiadakan atau dihilangkan, sehingga kenampakan awan secara spektral tetap memiliki nilai dan harus dinamai. Awan pada citra landsat kombinasi 543 berwarna putih dengan tekstur halus. 2.
Hutan
Kombinasi 321
Kombinasi 543
157
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi :Vegetasi campuran dengan sifat masih alami dan jenis tanaman batang keras. Obyek : Umunya mudah dibedakan walaupun tanpa menggunakan data pendukung, yaitu dengan memperhatikan pola, tekstur, warna yang berbeda dengan kenampakan disekitarnya. Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan yang belum menampakkan bekas penebangan. Pada citra landsat kombinasi band 543, kenampakan hutan berwarna hijau hingga hijau tua dengan tekstur halus hingga agak kasar.
158
3. Hutan Produksi (Tanaman) Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi : Pohon Jati Obyek : Secara umum sulit untuk dibedakan/diidentifikasi, karena untuk mengetahui jenis vegetasi secara benar perlu dilakukan cek lapangan yang akan digunakan sebagai data pendukung. Seluruh kenampakan hamparan hutan tanaman yang sudah ditanami, termasuk hutan tanaman untuk reboisasi dan hutan tanaman industri. Identifikasi lokasi dapat diperoleh
159
dengan peta persebaran hutan atau dengan hasil cek lapangan. Berdasarkan kombinasi citra landsat 543, hutan jati berwarna hijau dengan tekstur agak kasar. 4. Lahan Terbuka Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi : Singkapan dengan diselingi rumput Obyek : Secara umum mudah dikenali, karena kondisinya kontras/ berbeda dengan daerah disekitarnya Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan
160
terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan-land clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah / tambak tetap dikelaskan sawah / tambak. Kombinasi citra landsat 543 lahan terbuka berwarna merah muda dengan halus hingga agak kasar. 5. Mangrove Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi : Mangrove alami/budidaya Obyek : Identifikasi mangrove dapat diketahui dengan memperhatikan asosiasi dan lokasi yang pada umnya berada di sepanjang garis pantai Kombinasi citra landsat 543 mangrove berwarna hijau dengan tekstur halus, secara umum kenampakan mangrove pada citra landsat berada di sekitar pantai dan tidak menampakan bekas tebangan.
161
6. Perkebunan/Kebun Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Pohon karet Obyek : Sulit untuk diidentifikasi karena kenampakan citra hampir sama dengan hutan, maka dibutuhkan data pendukung cek lapangan untuk mengetahui kenampakan sebenarnya. Seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami. Identifikasi lokasi kebun atau perkebunan dapat diperoleh dengan peta persebaran perkebunan. Kombinasi citra landsat 543 perkebunan berwana hijau hingga hijau tua dengan tekstur halus hingga agak kasar.
162
7. Permukiman Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Pohon, buah-buahan, tanaman hias Obyek: Secara umum kawasan permukiman mudah untuk dikenali tanpa harus menggunakan data pendukung.
163
Seluruh kenampakan permukiman, baik perkotaan, perdesaan, industri, fasilitas umum, dengan memperlihatkan bentukbentuk yang jelas dan pola alur yang rapat. Berdasarkan kombinasi citra landsat 543 permukiman berwarna ungu bercampur hijau, dengan tekstur agak kasar. 8. Tegalan/Pertanian Lahan Kering Kombinasi 321 Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Tanaman palawija
164
Obyek: Dengan memperhatikan singkapan tanah yang bercampur dengan vegetasi dan tidak berpola. Seluruh kenampakan aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan ladang. Pada kelas ini kenampakan aktivitas pertanian di lahan kering (tanaman semusim) lebih mendominasi daripada kebun atau semak. Pada kombinasi citra landsat 543 tegalan berwarna merah muda bercampur hijau yang merupakan tanaman budidaya/palawija. 9. Kebun Campuran/Pertanian Lahan Kering Campur Semak Kombinasi 321 Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Tanaman palawija, buah-buahan tanaman batang keras. Obyek: Kebun campuran secara umum agak sulit diidentifikasi, lebih jelas apabila dilakukan uji/cek lapangan terlebih dahulu.
165
10. Sawah Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Tanaman Padi Obyek. Mudah untuk diidentifikasi dengan memperhatikan pola pematang Seluruh kenampakan aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang. Yang perlu diperhatikan adalah fase rotasi tanam yang terdiri atas fase penggenangan, fase tanaman muda, fase tanaman tua dan fase bera. Kelas ini juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan, dan sawah irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa dibutuhkaninformasi tambahan dari lapangan. Berdsarkan kombinasai citra landsat 543, sawah dicirikan berwarna hijau hingga agak tua dengan tekstur halus. 11. Semak Belukar Kombinasi 321
Kombinasi 543
166
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Vegetasi rendah diselingi pohon alami (jarang) Obyek: Identifikasi semak belukar berdasarkan kunci interpretasi dan data pendukung Seluruh kenampakan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas / bercak tebangan. Berdasarkan kombinasi citra landsat 543, semak belukar berwarna hijau dengan diselingi warna ungu dengan tekstur kasar.
167
12. Tambak Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Mangrove Obyek: Dapat dikenali dengan memperhatikan pola pematang dan lokasinya yang berada di sepanjang pantai Seluruh kenampakan aktivitas perikanan darat (ikan/udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai Berdasarkan kombinasi citra landsat 543 kawasan tambak berwarna biru hingga agak gelap dengan sedikit pola pematang yang terlihat.
168
13. Tubuh Air Kombinasi 321
Kombinasi 543
Nilai Pantulan Band 1
Dokumentasi
Vegetasi: Rumput, semak di sepanjang aliran Obyek: Dapat diidentifikasi dengan memperhatikan pola aliran Seluruh kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa-rawa telah digolongkan tersendiri. Berdsarkan kombinasi citra landsat 543, tubuh air berwarna biru, pada sungai memiliki pola dan bertekstur halus.