KAJIAN PERSAMAAN MODEL INTENSITAS HUJAN UNTUK SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) AMPRONG KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG
JURNAL ILMIAH PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh : VITA AYU KUSUMA DEWI NIM. 115060400111001-64
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN MALANG 2015
KAJIAN PERSAMAAN MODEL INTENSITAS HUJAN UNTUK SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) AMPRONG KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG Vita Ayu Kusuma Dewi1, Donny Harisuseno2, Lily Montarcih Limantara2 1
2
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Universitas Brawijaya Teknik Pengairan Universitas Brawijaya – Malang, Jawa Timur, Indonesia Jln. MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Analisa terjadinya hujan dengan peluang tertentu menjadi sangat penting untuk pengendalian dampak negatif akibat hujan. Variabel hujan yang berperan penting dalam perencanaan teknis adalah intensitas hujan (I), dan probabilitas hujan atau periode ulang kejadian hujan (T). Metode yang umum untuk mencari intensitas hujan diantaranya Metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu model intensitas hujan yang dapat memprediksi intensitas hujan pada durasi lain dan probabilitas secara akurat. Penelitian intensitas hujan di Kecamatan Kedungkandang, variabel probabilitas diikutsertakan sehingga nantinya intensitas hujan dapat ditentukan secara langsung untuk setiap durasi hujan dan probabilitas kejadiannya. Persamaan intensitas hujan yang telah diperoleh dibandingkan dengan pola intensitas hujan berdasarkan metode yang telah ada. Hasil persamaan model intensitas hujan di lokasi penelitian tergolong baik jika dibandingkan dengan hasil pengamatan perdurasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi >0,94 dan koefisien Nash-Sutcliffe >99. Hasil pemodelan dilokasi penelitian menunjukkan hasil yang kurang baik untuk kala ulang tertentu dikarenakan pemilihan durasi hujan yang kurang rapat. Hasil penelitian lanjutan dilokasi lain menunjukkan durasi yang lebih pendek akan menghasilkan persamaan model intensitas hujan yang lebih baik, ditunjukkan dengan penurunan angka rata-rata Mean Absolute Error (MAE) dari 12,963 menjadi 8,26. Kata kunci: Pemodelan, Intensitas Hujan, Durasi, Probabilitas ABSTRACT Analysis of rainfall intensity with specific probability is very important to control negative impact of rainfall occurrence. Rainfall intensity (I), probability (p) and return period (T) are very important variable to discharge analysis. There are several methods to estimate rainfall intensity, such as Talbot, Sherman, and Ishiguro. The aim of this research is to develop equation model which can predict rainfall intensity with specific duration and probability. The equation model is compared with other methods. The result of rainfall intensity model with the value of correlation >0,94 and Nash-sutcliffe coefficient >99 is quite good if compared with the observation result. For specific return period, the modeling result is less accurate which is most likely caused by election of duration. Advanced research in other location indicate that short duration give better result for rainfall intensity modeling, which is shown by decreasing average value of Mean Absolute Error (MAE) from 12,963 to 8,26. Keywords: Forecasting, Rainfall Intensity, Duration, Probability
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan adalah salah satu anugerah Allah SWT yang memberikan banyak manfaat dan juga memiliki potensi bencana apabila jumlah dan sebarannya tidak terkendali. Disisi lain, hujan merupakan fenomena alam yang sulit dimodifikasi atau dikendalikan. Usaha maksimal yang dapat dilakukan oleh manusia adalah mengenali pola atas keberadaannya dalam ruang, waktu dan kuantitasnya. Dalam perencanaan suatu bangunan hidraulik, diperlukan dimensi yang tepat sesuai usia rencana. Untuk perencanaan dan perhitungan bangunan tersebut diperlukan analisa yang benar (Wardoyo, 2009). Jika dikaitkan dengan bangunan air, maka analisa terhadap terjadinya hujan atau debit atau volume dengan peluang tertentu menjadi amat penting untuk upaya pengendalian dampak-dampak negatif akibat hujan. Tiga variabel hujan yang umum digunakan dalam kebutuhan analisa, prediksi dan perencanaan diantaranya adalah ketebalan hujan (R), durasi hujan (t) dan distribusinya dalam ruang dan waktu. Berdasarkan variabel utama ini, dapat diturunkan variabel hujan yang lain diantaranya intensitas hujan (I), dan probabilitas hujan atau periode ulang kejadian hujan (T) (Soekarno et al., 2006). Variabel-variabel tersebut sangat penting dalam perencanaan teknis. Terkait dengan intensitas hujan, besarnya intensitas curah hujan berbedabeda disebabkan oleh lama curah hujan dan frekuensi terjadinya. Beberapa metode yang dihubungkan dengan lama curah hujan (durasi) dan frekuensi terjadinya antara lain metode Talbot (1881), metode Sherman (1905), dan metode Ishiguro (1953). 1.2. Identifikasi Masalah Menurut surat kabar online Malang Post pada tanggal 23 Mei 2013 disampaikan bahwa kawasan Sawojajar,
salah satu Desa di Kecamatan Kedungkandang kembali mengalami banjir setinggi 30 cm. Banjir tersebut disebabkan oleh hujan yang turun selama 2 jam dan saluran drainase tidak mampu menampung air hujan karena dimensinya kecil. Salah satu bentuk penanganan untuk mengendalikan banjir adalah membangun saluran drainase yang dapat menampung debit yang disebabkan oleh curah hujan. Dalam perencanaan bangunan air tersebut, pertama kali harus ditentukan debit banjir perencanaan. Besarnya debit banjir perencanaan tersebut ditentukan oleh intensitas hujan. Data intensitas hujan tersebut berbedabeda setiap daerah, tergantung dari lama curah hujan dan frekuensi terjadinya. Data intensitas hujan sangat penting karena akan mempengaruhi proses perhitungan analisa dimensi bangunan air, maka dari itu diperlukan ketelitian dan perhitungan yang tepat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti akan mencoba mengkaji persamaan model intensitas curah hujan. Hasil analisa persamaan model intensitas hujan tersebut akan sangat bermanfaat dalam upaya perencanaan dan pengelolaan sumber daya air di Sub DAS Amprong, khususnya di Kecamatan Kedungkandang. 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah memperoleh suatu model intensitas hujan dalam bentuk persamaan yang sederhana, yang digunakan untuk memprediksi intensitas hujan pada durasi lain dan probabilitas secara fleksibel dan akurat, dengan cara membandingkan hasil perhitungan intensitas hujan metode yang telah ada. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk memprediksi intensitas hujan yang sesuai dengan lokasi studi yaitu di Kecamatan Kedungkandang serta dapat dikembangkan untuk kawasankawasan lainnya.
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi Studi DAS Brantas Hulu terbagi menjadi beberapa Sub DAS yaitu Sub DAS Upper Brantas (Kota Batu), Sub DAS Amprong (Kota Malang dan Kabupaten Malang) dan Sub DAS Bango (Kota Malang dan Kabupaten Malang). Lokasi studi yang akan dikaji adalah Sub DAS Amprong yang difokuskan di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Menurut Data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, Kecamatan Kedungkandang memiliki wilayah seluas 39,715 km² yang dibagi dalam 12 Kelurahan. Batas administratif wilayah Kecamatan Kedungkandang adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Tumpang, Kabupaten Malang. Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Sebelah Barat : Kecamatan Sukun, Klojen dan Blimbing, Kota Malang. 2.2. Langkah Pemodelan Analisis dilakukan terhadap data yang telah dikelompokan berdasarkan durasinya. Rangkaian tahapan analisis untuk memperoleh persamaan model intensitas hujan adalah: 1. Data yang bersifat outliers dikeluarkan dari analisis. 2. Uji T ; dilakukan untuk mengetahui bahwa sampel berasal dari populasi yang sama 3. Uji normalitas data; dilakukan untuk melihat apakah data tersebar secara normal atau tidak. Jika tidak tersebar secara normal, maka dilakukan transformasi semi-log. Dalam hal ini dilakukan transformasi logaritma. 4. Pengurutan data. Pada setiap kelompok durasi hujan, intensitas hujan diurutkan dari intensitas tinggi ke intensitas rendah (descending)
5. Penghitungan probabilitas hujan dengan menggunakan persamaan Weibull. 6. Formulasi persamaan hubungan antara probabilitas hujan dengan intensitas hujan, untuk masing-masing kelompok durasi hujan, sehingga diperoleh persamaan It= f(p). 7. Menghitung nilai proyeksi intensitas hujan untuk nilai probabilitas tertentu. Dalam hal ini dihitung untuk p = 5 sampai dengan 95 % dengan interval 5 %, sehingga diperoleh nilai proyeksi intensitas hujan menurut nilai interval probabilitas hujan tersebut pada masing-masing kelompok t. 8. Formulasi persamaan linier antara intensitas hujan sebagai fungsi dari t pada setiap nilai interval probabilitas hujan. Guna memperoleh pola hubungan yang baik, durasi hujan t, ditransformasi menjadi (1/t). Diperoleh hubungan linier Ip=a+b.(1/t). 9. Nilai koefisien a dan b dari persamaan (hubungan) linier diatas dikelompokan berdasarkan nilai interval probabilitas. 10. Formulasi hubungan antara : (A) p dengan koefisien a; dan (B) p dengan koefisien b. Dalam hal ini bentuk hubungan bersifat hubungan eksponensial. 11. Menyusun persamaan akhir, mencakup substitusi persamaan (A) dan (B) ke dalam bentuk persamaan Ip = a + b.(1/t); dan menyederhanakannya, diperoleh It,p 12. Uji verifikasi data, dilakukan melalui dua cara, yaitu: membandingkan intensitas hujan hasil model dengan intensitas hujan empirik (Ie) sebagai data dasar; dan membandingkan intensitas hujan hasil model dengan hasil perhitungan metode lain yang sudah ada (Talbot, Sherman, dan Ishiguro). Prosedur formulasi intensitas hujan disajikan dalam bentuk bagan alir proses Gambar 1.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Formulasi Intensitas Hujan sebagai Fungsi Probabilitas Berdasarkan perhitungan data intensitas hujan dasar pada masing-masing durasi dapat dianalisis pola hubungan antara log I dengan probabilitas hujan pada masing-masing kelompok durasi hujan (t) yang selanjutnya dapat dicari persamaan linearnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan Intensitas dan Probabilitas dari Persamaan Linear untuk Tiap Durasi Tabel Intensitas dan Probabilitas A B -0.0204 1.4342 I0,25 -0.0172 1.4317 I0,5 -0.0159 1.4138 I1 -0.0166 1.4017 I2 -0.0158 1.3767 I4 Sumber: Hasil Perhitungan 3.2. Formulasi intensitas Hujan Fungsi dari Lama Hujan dan Probabilitas Dari perhitungan iontensitas tiap durasi didistribusikan nilai probabilitas hujan antara 5% sampai 95%. Rekapitulasi hasil perhitungan diperoleh nilai intensitas hujan sebagai fungsi probabilitas hujan dari semua durasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Proyeksi nilai intensitas hujan menurut p = 5% s.d. 95%, dengan interval 5%, pada kelompok durasi hujan (t; jam)
Gambar 1. Bagan analisa formulasi intensitas hujan (It,p) sebagai fungsi durasi dan probabilitas.
p (%) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0,25 21.488 16.990 13.434 10.622 8.398 6.640 5.250 4.151 3.282 2.595 2.052 1.623
Durasi hujan (t; jam) 0,5 1 2 22.167 21.592 20.831 18.184 17.980 17.207 14.918 14.973 14.213 12.238 12.468 11.741 10.039 10.382 9.698 8.236 8.646 8.011 6.756 7.199 6.618 5.542 5.995 5.466 4.547 4.992 4.515 3.730 4.157 3.730 3.060 3.462 3.081 2.510 2.883 2.545
4 19.847 16.546 13.794 11.500 9.587 7.993 6.663 5.555 4.631 3.861 3.219 2.683
p (%) 65 70 75 80 85 90 95,
0,25 1.283 1.014 0.802 0.634 0.501 0.396 0.313
Durasi hujan (t; jam) 0,5 1 2 2.059 2.400 2.102 1.689 1.999 1.737 1.386 1.665 1.434 1.137 1.386 1.185 0.933 1.154 0.979 0.765 0.961 0.809 0.628 0.800 0.668
4 2.237 1.865 1.555 1.296 1.081 0.901 0.751
Sumber: Hasil Perhitungan Nilai Ip pada probabilitas yang sama, diplot pada sumbu Y dan nilai 1/t diplot pada sumbu X. Sesuai dengan jumlah interval nilai p, maka terdapat 19 buah persamaan linear yang terbentuk. Persamaan-persamaan liner tersebut mempunyai bentuk persamaan dasar: I = A ± B1 . t
Dari Tabel 3 diperoleh persamaan garis yang terbentuk antara p dengan A dan B disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 tersebut diperoleh nilai A dan B seperti berikut: A = 25,555 e-0,035p dan B = 4,2707e-0,02p Sehingga di dapatkan Persamaan model intensitas hujan: It.p = 25,555 e-0,035p + 4,2707e-0,02p. (1/t) 10 9 8 y = 4.2707e-0.02x
7 6 5
Dari persamaan Hubungan dari Persamaan Linear Ip = f( diperoleh nilai koefisien A dan B dari probabilitas 5% sampai dengan probabilitas 95%. Nilai koefisien A dan B tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.
4 3 2 1
y = 25.555e-0.035x
0 30
50
A
B
1.363 20.563 0.003 17.383 0.901 14.678 1.460 12.380 1.776 10.432 1.921 8.783 1.949 7.388 1.899 6.209 1.799 5.215 1.670 4.377 1.526 3.672 1.378 3.078 1.232 2.579 1.092 2.160 0.962 1.808 0.843 1.513 0.735 1.263 0.638 1.058 0.551 0.884 Sumber: Hasil Perhitungan
90
110
Koefisien B
Tabel 3. Nilai Koefisien A dan B P 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
70 Koefisien A
Expon. (Koefisien A) Expon. (Koefisien B)
Gambar 2. Grafik Hubungan Probabilitas dengan Nilai Koefisien A dan Nilai Koefisien B 3.3. Perbandingan Persamaan Hasil Pemodelan dengan Metode Lain Hasil persamaan pemodelan yang didapat dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan metode lain, dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut (Sosrodarsono et al., 2006:32): 1. Metode Sherman Rumus yang digunakan : I
a tn
keterangan : I = intensitas curah hujan (mm/jam) t = lamanya curah hujan (jam) a,b = konstanta n = banyaknya pasangan data I dan t
2. Metode Talbot Rumus yang dipakai : I
a t b
dengan : I = intensitas curah hujan (mm/jam); t = lamanya curah hujan (jam) a,b = konstanta 3. Metode Ishiguro Rumus yang digunakan : a I t b
Gambar 5. Perbandingan Hasil Intensitas Hujan dengan Tr = 15 tahun
dimana : I = intensitas curah hujan (mm/jam) t = lamanya curah hujan (jam) a,b = konstanta Gambar 3 hingga Gambar 6 menunjukkan grafik perbandingan hasil pengamatan, persamaan pemodelan, metode Sherman, Ishiguro dan Talbot.
Gambar 6. Perbandingan Intensitas Hujan dengan Tr = 50 tahun
Gambar 3. Perbandingan Hasil Intensitas Hujan dengan Tr = 2 tahun
3.4. Analisa Korelasi Analisa korelasi adalah suatu analisis yang membahas tentang derajat asosiasi dalam analisis regresi (Soewarno, 1995:132). Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1,0 ≤ r ≤ 1. Sebagai aturan umum dapat ditentukan bahwa korelasi antara dua variabel adalah lemah apabila 0 ≤ [r] ≤ 0,6 dan mempunyai korelasi baik apabila 0,6 ≤ [r] ≤ 1. Rumus untuk mencari nilai korelasi: n xy x y r= ((n. x 2 ( x) 2 .(n. y 2 ( y ) 2 ) 0,5 Nilai korelasi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 4 dan ditampilkan dalam grafik pada Gambar 7. Tabel 4. Nilai Korelasi Masing-Masing Metode pada Tiap Periode Kala Ulang Periode Ulang (T = tahun)
Gambar 4. Perbandingan Hasil Intensitas Hujan dengan Tr = 5 tahun
Metode Talbot
Tr 2th
Tr 5th
Tr 10th
Tr 15th
Tr 20th
Tr 25th
Tr 50th
0.23
0.12
0.17
0.29
0.69
0.96
0.93
Periode Ulang (T = tahun) Metode
Tr 2th
Tr 5th
Tr 10th
Tr 15th
Tr 20th
Tr 25th
Tr 50th
Sherman
0.99
0.99
0.31
0.99
0.61
0.93
0.89
Ishiguro
0.70
0.34
0.29
0.23
0.67
0.94
0.89
Model
0.85
0.51
0.44
0.44
0.48
0.99
0.99
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 6. Nilai Mean Absolute Error (MAE) Periode Ulang Metode
Tr= 2th
Tr= 5th
Tr= 7th
Tr= 10th
Tr= 15th
Tr= 20th
Tr= 25th
Tr= 50th
Talbot
2.15
3.33
2.89
79.37
0.73
0.25
0.46
0.42
Sherman
1.43
6.53
8.43
10.63
13.64
15.86
16.77
20.15
Ishiguro
4.29
10.18
11.86
13.85
16.36
18.25
19.03
21.80
Model
2.08
0.57
2.55
5.73
5.44
5.11
4.68
3.29
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar
7. Perbandingan Koefisien Korelasi Antar Metode pada Tiap Kala Ulang
Pada penelitian yang telah dilakukan dengan pengerjaan sesuai dengan prosedur pada diagram alir, hasil pemodelan memiliki nilai yang mendekati dari intensitas pengamatan perdurasi di lapangan. Hal ini berdasarkan pada nilai koefisien Nash-Sutcliffe pada Tabel 5. Namun ketika diterapkan dengan kala ulang tertentu dan dibandingkan dengan metode Talbot, hasilnya tidak mendekati hasil pengamatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Mean Absolute Error (MAE) pada Tabel 6. Dugaan sementara adalah disebabkan pemilihan pengelompokan durasi yang kurang rapat atau bersifat ekstrapolasi. Tabel 5. Nilai Koefisien Nash-Sutcliffe ENS (Metode Linear) 99,737 I1jam 99,904 I2jam 99,924 I3jam 99,877 I4jam 99,890 I5jam Sumber: Hasil Perhitungan
Pada penelitian ini durasi yang dipilih adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam dikarenakan ketersediaan data yang ada di Stasiun Hujan Kedungkandang adalah jam-jaman. Untuk menguji kebenaran dugaan tersebut maka akan dilakukan perbandingan penelitian di Daerah lain dengan pemilihan durasi yang lebih rapat, misalnya 15 menit. Pada penelitian di Daerah lain, hasil pemodelan pada lokasi lain memiliki nilai yang hampir sama dengan intensitas pengamatan di lapangan. Dugaan mengenai penelitian di Kecamatan Kedungkandang kurang baik hasilnya ketika dibandingkan dengan metode lain karena disebabkan pemilihan pengelompokan durasi yang kurang rapat, dapat dijawab dengan hasil penelitian pada lokasi yang baru. Pada penelitian di Kecamatan Kedungkandang durasi yang dipilih adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam, dan pada lokasi baru diterapkan durasi yang sama serta durasi yang dirapatkan, diantaranya 0,25 jam, 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. Hasil penelitian dengan pengelompokan durasi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam baik di lokasi Kedungkandang maupun di Mojokerto memberikan hasil yang baik jika dibandingkan dengan hasil pengamatan yang ada dilapangan untuk masing-masing durasi. Hasil penelitian dengan pengelompokan durasi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam baik di lokasi
Kedungkandang maupun di Mojokerto memberikan hasil yang kurang baik jika hasil pemodelan dibandingkan dengan hasil metode lain pada kala ulang tertentu, namun ketika dilaksanakan sesuai prosedur penelitian dengan durasi 0,25 jam, 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam memberikan hasil yang lebih baik yang ditunjukkan penurunan nilai Mean Absolute Error (MAE). Hal ini menandakan bahwa durasi dengan interval lebih rapat akan menghasilkan persamaan yang lebih mendekati hasil pengamatan. Tabel 7 merupakan tabel rekomendasi pemakaian model intensitas hujan didasarkan pada perbandingan hasil antara pengamatan dan hasil model intensitas hujan Tabel 7. Rekomendasi Pemakaian Model Intensitas Hujan Durasi Probabilit as
1 > 75 %
2
3
4
5
>45 %
>30 %
>40 %
>40 %
Sumber: Hasil Perhitungan 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Persamaan akhir pola intensitas hujan hasil pemodelan di Kecamatan Kedungkandang adalah It.p = 25,555 e0,035p + 4,2707e-0,02p. (1/t), dengan It.p adalah intensitas hujan (mm/jam); t adalah durasi hujan (jam); dan p adalah probabilitas hujan (%). Prediksi intensitas hujan (It.p) pada sembarang durasi (t; jam) dan probabilitas hujan (p; %) dapat dilakukan dengan menggunakan satu persamaan ini. 2. Hasil perbandingan intensitas hujan antara hasil persamaan model dengan hasil pengamatan menunjukkan hasil yang baik, ditunjukkan dengan nilai koefisien nash-sutcliffe >75. Hasil perbandingan intensitas hujan dengan kala ulang 2, 5, 7, 10, 15, 20, 25 dan 50 tahun antara metode Talbot, Sherman, Ishiguro, persamaan model, dan hasil pengamatan di lokasi studi diperoleh
hasil yang kurang baik dikarenakan pemilihan pengelompokan durasi. Untuk menjawab dugaan tersebut, dilakukan penelitian di tempat lain, dalam hal ini Mojokerto, dengan metode yang sama dan perlakuan tambahan, yaitu dengan mempersempit pengelompokan durasi hujan yaitu 0,25 jam, 0,5 jam, 1 jam, 2 jam dan 4 jam. 4.2. Saran 1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan dalam pemilihan durasi hujan harus kurang dari 1 jam atau data yang digunakan adalah interval 5 menitan agar memperoleh persamaan yang baik. 2. Model intensitas hujan dalam penelitian ini memiliki kelebihan dengan adanya probabilitas, jadi dapat langsung ditentukan intensitas hujan pada durasi dan kala ulang tertentu. Namun, karena model dibangun dari data pengamatan di Kecamatan Kedungkandang, maka persamaan ini belum dapat berlaku general. Persamaan ini dapat digunakan di wilayah Kedungkandang dan juga DAS lain yang memiliki kondisi hidrologi yang sama. 3. Model intensitas hujan ini akan lebih baik jika digunakan pada probabilitas >40% untuk durasi diatas 2 jam. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. 2013. Hujan Dua Jam, Sawojajar Banjir. Malang: http://malang-post.com/kotamalang/67598-hujan-dua-jamsawojajarbanjir. (Diakses tanggal 24 September 2014) 2. Anonim. 2009. Cegah Banjir Warga Sawojajar Sudet Drainase. Malang: http://malangraya.web.id/2009/03/21/ce gah-banjir-warga-sawojajar-sudetdrainase/. (Diakses tanggal 24 September 2014) 3. Soekarno, Indratmo & Dede Rohmat. 2006. Persamaan Pola Intensitas Hujan Fungsi dari Durasi dan Probabilitas
Hujan untuk Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bagian Hulu (Kasus DAS Cimanuk - Jawa Barat). Jurnal Media Komunikasi BMPTTSSI. 2006:48-66 4. Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analiasa Data Jilid II, Bandung: Nova. 5. Sosrodarsono, Suyono. & Kensaku Takeda. 2006. Hidrologi untuk
Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramitha. 6. Wardoyo, Wasis. 2009. Pergeseran Besaran Hujan Rencana Berdasar pada Evaluasi Data Hujan Rentang Sepuluh Tahunan. Jurnal hasil Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 (A-299 – A-304). Surabaya: Teknik Sipil, ITS.