Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
KAJIAN PENGEMBANGAN KEMAMPUAN INOVASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KALIMANTAN TIMUR
Michael Hadjaat, Saida Zainurossalamia ZA, Sri Wahyuni Magister Ilmu Ekonomi, FE Universitas Mulawarman Samarinda
ABSTRAK: Secara ekonomi Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi dalam pengembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks. Keberadaan UKM di daerah diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut. Permasalahan ini mengakibatkan lemahnya jaringan usaha, keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar, skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya, margin keuntungan sangat kecil, dan lain-lainnya serta tidak memiliki keunggulan kompetitif. Pada saat ini, inovasi belum menjadi penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi di Indonesia khususnya UKM. Keberhasilan membangun kemampuan inovasi ditentukan oleh suatu eksistensi pasar yang dilayani dengan seksama, kemampuan menghimpun informasi berharga dan pembelajaran informasi pasar. Implementasi inovasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan harmonisasi berbagai kebijakan dan strategi dari banyak sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kata kunci: kemampuan inovasi, klaster UKM.
ABSTRACT: Economically Small and Medium Enterprises (SMEs) that contribute to economic growth, but in developed facing various complex problems. The existence of SMEs in the region is expected to provide a significant positive contribution to the alleviation efforts these problems. These problems lead to weak business networks, the limited ability of market penetration and market diversification, economies of scale is too small that it is difficult to reduce the cost, the profit margin is very small, and others, and do not have a competitive advantage. At this time, innovation has not been a major driver of economic growth and technological progress in Indonesia in particular SMEs. The success builds innovation capability is determined by existing markets served carefully, the ability to collect valuable information and learning market information. Implementation of innovation is a complex process that requires the 129
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
harmonization of policies and strategies from many sectors. If it is met, there will be continuous innovation and contribute significantly to economic growth. Key words: the abilty of innovation, SME’s cluster.
PENDAHULUAN Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi suatu hal yang krusial mengingat UKM mempunyai peranan yang demikian penting untuk pertumbuhan ekonomi sebuah negara termasuk di negara Indonesia (Tambunan, 2005). Di Indonesia UKM telah memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar ± 99% dan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar ± 57%. Hal ini, menunjukkan bahwa UKM mempunyai kemampuan untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Walaupun secara ekonomi UKM mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam pengembangnnya menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks diantaranya adalah: kurang permodalan, kesulitan dalam pemasaran, struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku, kualitas manajemen rendah, rendahnya kualitas SDM dan terbatas, kebanyakan tidak mempunyai
laporan
keuangan,
aspek
legalitas
lemah,
dan
rendahnya
kualitasproduk dan teknologi. Selama ini UKM di daerah sering dikaitkan dengan masalah ekonomi dan sosial di daerah itu sendiri, seperti tingkat kemiskinan yang tinggi; jumlah pengangguran
yang
besar,
terutama
bagi
golongan
masyarakat
yang
berpendidikan rendah; ketimpangan distribusi pendapatan; proses pembangunan yang tidak merata antara kota dengan desa serta masalah urbanisasi dengan segala aspek negatifnya. Artinya keberadaan UKMdi daerah diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut. Permasalahan ini mengakibatkan lemahnya jaringan usaha, keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar, skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya, margin keuntungan sangat kecil, dan lain-lainnya serta tidak memiliki keunggulan
130
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
kompetitif. Menurut Tambunan (2002) UKM yang memiliki keunggulan kompetitif adalah: memiliki kualitas SDM yang baik, pemanfaatan teknologi yang optimal, mampu melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, mampu meningkatkan kualitas produk, memiliki akses promosi yang luas, memiliki sistem manajemen kualitas yang terstruktur, sumber daya modal yang memadai, memiliki jaringan bisnis yang luas, dan memiliki jiwa kewirausahaandan memiliki kemampuan untuk dapat melakukan inovasi. Menurut Julien et al. (1995), banyak perusahaan kecil membeli peralatan yang digunakan danmemperbaikinya dengan menambah fungsi-fungsi. Inovasi dan
teknologi
baru
membutuhkan
informasi
eksternal
dalam
fasilitas
pengembangan ide baru Pada dasarnya, sistem inovasi daerah hanya mungkin dapat dikembangkan bila ada kehendak kuat, kepeloporan dan konsistensi dari Kepala Daerah untuk membangun kompetensi dan memperkuat kolaborasi sinergis berbagai pihak dalam pembangunan ekonomi daerahnya melalui kebijakan dan instrumen kebijakan yang ditetapkan. Dengan kata lain, kunci keberhasilan pengembangan sistem inovasi daerah adalah adanya kehendak kuat, kepeloporan dan konsistensi dari Kepala Daerah baik dalam penetapan agenda kebijakan pengembangan system inovasi daerah, penguatan kerangka elemen sistem inovasi daerah, maupun dalam penyediaan anggaran pengembangan sistem inovasi daerah dilakukan dengan; Daya dukung pihak penyedia; Daya serap pihak pengguna; Kelembagaan antarmuka dan keterkaitan para pihak yang saling menguntungkan;
Infrastruktur
yang
terspesialisasi;
Pendanaan/pembiayaan
inovasi dan/atau pendanaan/pembiayaan berisiko; serta
Kebijakan yang
mendukung.
INOVASI Inovasi sebagai sebuah manajemen proses membutuhkan sistem dan budaya yang tepat untuk mencapai keefektifan perusahaan. Dukungan asset intangible yang melekat dalam diri manusia seperti pengetahuan sangat diperlukan sebagai
131
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
sumber nilai bagi perusahaan. Asset intellectual perusahaan yang sangat tergantung pada
karakteristik
intangible seperti:
kemampuan inovasi,
kemampuan berubah, kesempatan terhadap pasar, pengembangan dan retensi terhadap karyawan, dan hubungan dengan pelanggan. Dua dimensi penting yang diperlukan untuk mendukung inovasi adalah dari sisi system yaitu teknologi, struktur, dan proses serta budaya baik meliputi komitmen karyawan, maupun akses karyawan yang berbakat. Drucker (1993), mengemukakan bahwa inovasi yang diimplementasikan merupakan hasil pencarian kesempatan inovasi. Inovasi tidak hanya suatu outcome tetapi merupakan suatu proses. Secara formal, menurut UU no. 18 tahun 2002, inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan
konteks ilmu
pengetahuan yang baru atau cara baru, untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi dapat dikatakan merupakan mobilisasi pengetahuan dan ketrampilan teknis (difusi iptek) serta pengalaman dalam menciptakan proses dan hasil yang baru. Inovasi merupakan salah satu pendorong utama keberhasilan jangka panjang suatu perusahaan di tengah pasar yang kompetitif saat ini (Baker dan Sinkula, 2002;. Balkin et al, 2000; Darroch dan McNaugton, 2002; Lyon dan Ferrier, 2002; Utterback, 2001; Vrakking, 1990; Wolfe, 1994). Hal ini, disebabkan karena perusahaan-perusahaan dengan kapasitas untuk berinovasi akan dapat menanggapi tantangan lingkungan lebih cepat dan lebih baik dari perusahaan yang tidak memiliki kapabilitas untuk itu (Brown dan Eisenhard, 1995; Miles dan Snow, 1978). Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa pengaruh inovasi terhadap kinerja telah menjadi bahan analisis klasik dalam literatur, dengan sejumlah studi empiris memberikan bukti efek positif (misalnya Damanpour dan Evan, 1984; Roberts, 1999; Schulz dan Jobe, 2001, dalam Jimenezet al, 2008). Mengingat pentingnya inovasi dalam kaitannya dengan kemampuan berkompetisi perusahaan, sejumlah studi telah mencoba mengidentifikasi faktorfaktor penentu utama dari kapasitas perusahaan untuk berinovasi (Damanpour,
132
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
1991; Ravichandran, 1999; Wolfe, 1994). Faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal sebagai anteseden inovasi. Dari faktor internal yang dipelajari meliputi strategi, desain organisasi, kepemimpinan atau budaya organisasi (Vrakking, 1990; Damanpour, 1991) dan, baru-baru ini, pembelajaran organisasi (Stata, 1989; Nonaka dan Takeuchi, 1995; Slater dan Narver, 1995; Coombs dan Hull, 1998; Hage, 1999; Darroch dan McNaugton, 2002) dan orientasi pasar (Agarwal et al, 2003;. Han et al, 1998;. Hultetal, 2004.; Sandvik dan Sandvik, 2003, dalam Jimenez et al, 2008). Inovasi organisasi diteliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti manajemen/strategi, kewirausahaan, ilmu politik, dan pemasaran. Ries dan Trout (1981) melihat inovasi sebagai bentuk pembelajaran. Gopalakrishnan dan Damanpour (1997) berpendapat bahwa inovasi berarti sesuatu yang baru. Peters dan Waterman (1982) menyarankan inovasi adalah sarana melalui mana organisasi merespon berbagai perubahan lingkungan. Rogers (2003) dan Tushman dan Nadler (1986) mengusulkan bahwa inovasi mengacu pada, produk metode ide baru, atau layanan yang diterapkan dalam organisasi. Beberapa peneliti mendefinisikan inovasi sebagai penerapan ide-ide baru, metode, atau jasa (Subramanian dan Nilakanta, 1996), peneliti lain menganggap inovasi berbeda. Misalnya, Vigoda-Gadot dkk. (2005) melihat inovasi sebagai sifat multi-dimensi organisasi. Mereka mendefinisikan inovasi organisasi sebagai termasuk lima dimensi: kreativitas, pengambilan risiko, keterbukaan terhadap perubahan, masa depan orientasi, dan pro-keaktifan. Demikian pula, Dundon (2005) membedakan inovasi dari kreativitas dan menunjukkan inovasi yang terdiri dari empat unsur, yaitu, kreativitas, strategi, aplikasi, dan profitabilitas (Ho, 2010). Pavitt (2005) berpendapat bahwa pada tingkat perusahaan, proses inovasi dapat dibagi menjadi tiga sub-proses meliputi: Kognitif, yaitu bagaimana perusahaan menghasilkan dan mempertahankan pengetahuan untuk melakukan tugas; Organisasi, yaitu bagaimana perusahaan beroperasi secara internal atau kolaborasi dengan perusahaan dan organisasi lainnya, dan Ekonomi, yaitu bagaimana perusahaan
133
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
menentukan insentif internal untuk memastikan hasil inovasi cepat dan berada pada arah yang diinginkan. Inovasi memiliki peran ganda sebagai penentu daya saing ekonomi dan sebagai sarana bagi pembebasan (liberation) dan keterbelakangan social budaya, kebodohan, dan kemiskinan (Bobb, 2005). Sukses bisnis pada saat ini ditentukan oleh inovasi (Hanumel, 1999). Inovasi diartikan sebagai proses dalam organisasi untuk memanfaatkan keterampilan dan sumber daya untuk mengembangkan produk dan atau jasa baru atau untuk membangun system produksi dan operasional baru sehingga mampu menjawab kebutuhan pelanggan (Jones, 2004). Teknologi, peluang bisnis, modal, kewirausahaan, regulasi dan budaya serta metodologi merupakan variabel yang mempengaruhi praktek inovasi di suatu organisasi (Abend, 2005). Inovasi di lain pihak juga merupakan dilema bagi manajemen, kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang memerlukan komitmen untuk selalu melakukan tranformasi melalui disruptive growth, namun demikian fakta membuktikan hanya sedikit perusahaan yang dapat sukses dengan strategi ini (Denning, 2005). Organisasi inovatif memiliki komitmen untuk mengendalikan lingkungan; struktur organisasi yang memberikan kebebasan untuk berkreasi; kepemimpinan yang mendorong organisasi untuk berinovasi, dan system manajemen yang melayani alamiah yang seringkali
misi organisasi (Ligth, 1998). Hambatan
dihadapi dalam upaya inovasi antara lain; struktur
organisasi yang padat (dense), keterbatan sumber daya, keengganan untuk mendelegasikan kewenangan, dan tingkat pemeriksaan
internal yang tinggi
(Alken danHage, 1971; Pierce dan Delberq, 1977). Agar inovasi dapat berkelanjutan dan mendukung kinerja perusahaan diperlukan strategi inovasi (Terziovski, 2002), yang menggolongkan strategi inovasi ke dalam tiga kelompok radical, incremental, dan integrated. Radical merupakan strategi yang merujuk pada aktivitas inovasi yang tidak
pernah ada sebelumnya; mengubah secara
drastis kemapanan, menghasilkan produk atau proses baru yang berbeda dari sebelumnya. Incremental merupakan strategi berkembang secara bertahap; memperbaiki produk atau proses bisnis yang sudah ada dengan langkah inovatif.
134
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
Integrated menggabungkan radical dan incremental selain menemukan hal-hal baru (invention) strategi integrated juga menganjurkan inovasi dengan cara mengembangkan dari yang sudah ada. Secara umum inovasi memiliki makna mengadopsi sesuatu yang baru oleh siapapun yang mengadopsinya, dan sebagai proses menciptakan produk baru (Woodman, et.al, 1993; Gilbert, 2003). Inovasi merupakan suatu konsep multidimensional yang terdiri dari empat dimensi: orientasi kepemimpinan perusahaan terhadap inovasi (Maldique dan Patch, 1988), tipe inovasi (Betz, 1987), sumber inovasi (Manstield, 1988) dan investasi yang dibutuhkan dalam inovasi (Thomson dan Ewer, 1989).
KLASTER EKONOMI Klaster pada hakekatnya adalah upaya untuk mengelompokkan industry inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung (supporting industries), industry
terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi,
penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, infrastruktur teknologi, sumber daya alam, serta lembaga-lembaga-lembaga terkait. Cluster juga merupakan cara untuk mengatur beberapa aktivitas pengembangan ekonomi. Porter (1990) mendefinisikan Clusters sebagai ”Clusters are geographic concentrations of firms, suppliers, related industries, and specialized institutions that occure in a particular field in a nation, state, or city.”Definisi lain mengenai industri Clusters adalah geographical concentration of industries that gain performance advantages through co-location” Doeringer & Terkla 1995). Sementara Rosenfeld (1995) menambahkan definisi Clusters dengan “hubungan antara perusahaan yang juga menyediakan berbagai compelementary services, termasuk jasa konsultan, penyedia jasa pendidikan dan training, lembaga-embaga keuangan, professional associations dan institusi-institusi pemerintah. Niven dan Droge (2000) berpendapat sekurang-kurangnya ada tiga framework bentuk- bentuk Cluster: Diamond model, flexible specialization dan collective efficiency. Model flexible dan specialization banyak diterapkan oleh
135
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
negara-negara berkembang. Model diamond Porter banyak diterapkan pada negara-negara maju. Model diamond dianggap lebih superior dibandingkan model- model lainnya dalam menerangkan Clusters yang dinamis dan mempunyai peranan
yang
besar dalam
meningkatkan
produktivitas
melalui
proses
industrialisasi. Pendekatan Cluster model Porter merupakan pengembangan dari industrial district atau kawasan industri yang dikembangkan oleh Alfred Marshall pada 1920 (Desrochers dan Sautet, 2004). Berbeda dengan Marshall yang hanya fokus pada perusahaan-perusahaan sejenis, Cluster model Porter tidak membatasi hanya pada satu industri, tetapi lebih luas lagi. Diamond Cluster Model, meliputi industri-industri terkait, serta perusahaanperusahaan yang lain yang mempunyai keterkaitan dalam teknologi, input yang sama. Dengan bekerja sama dalam satu cluster, maka perusahaan-perusahaan atau industri-industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan mereka bekerja sendiri-sendiri. Menurut Porter (2000) Cluster dapat terbentuk pada kota, kawasan regional, bahkan dalam suatu negara. Klaster (cluster) pada hakekatnya adalah upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri
pendukung (supporting
industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, infrastruktur teknologi, sumber daya alam, serta lembaga-lembaga-lembaga terkait. Cluster juga merupakan cara untuk mengatur beberapa aktivitas pengembangan ekonomi. Diantara beberapa hal yang sebenarnya sangat mendasar dalam konsep klaster industri dan membedakan satu
konsep dengan konsep lainnya adalah
dimensi/aspek rantai nilai (value chain). Dengan pertimbangan dimensi rantai nilai, secara umum terdapat dua pendekatan klaster industri dalam literatur, yaitu: 1.
Beberapa literatur, terutama yang berkembang terlebih dahulu dan lebih menyoroti aspek aglomerasi, merupakan pendekatan berdasarkan pada aspek similarity sehimpunan aktivitas bisnis. Dalam hal ini misalnya, sentra industri/bisnis, industrial district, dan sejenisnya
yang mempunyai
“keserupaan” aktivitas bisnis dianggap sebagai suatu klaster industri.
136
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
2.
No. 1 Juni 2015
Beberapa literatur yang berkembang dewasa ini, termasuk yang ditekankan oleh Porter, merupakan pendekatan yang lebih menyoroti interdependency atau rantai nilai sehimpunan aktivitas bisnis. Dalam pandangan ini, sentra industri/ bisnis dan/atau industrial district pada dasarnya merupakan bagian integral dari jalinan rantai nilai sebagai suatu klaster industri. Pendekatan rantai nilai dinilai “lebih sesuai” terutama dalam konteks peningkatan daya saing,
pengembangan
pengembangan
ekonomi
sistem
inovasi
berbasis
(nasional/daerah),
pengetahuan/teknologi
prakarsa atau
tema
sejenisnya, dan bukan “sekedar” upaya memperoleh “ekonomi aglomerasi” karena terkonsentrasinya aktivitas bisnis yang serupa. Secara rinci, ada beberapa definisi tentang cluster. Porter (1990) mendefinisikan Clusters sebagai ”Clusters are geographic concentrations of firms, suppliers, related industries, and specialized institutions that occure in a particular field in a nation, state, or city.” Definisi lain mengenai industri Clusters adalah “geographical
concentration
of
industries
that
gain
performance
advantages through co-location” (Doeringer & Terkla 1995). Sementara Rosenfeld (1995) menambahkan definisi Clusters dengan “hubungan antara perusahaan yang juga menyediakan berbagai compelementary services, termasuk jasa konsultan, penyedia jasa pendidikan dan training, lembagalembaga
keuangan,
professional
associations
dan
institusi-institusi
pemerintah. Industri Penargetan program pengembangan industri dengan Cluster diyakini Porter akan memberikan manfaat yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun manfaat- manfaat cluster tersebut adalah sebagai berikut (Porter, 1990, 2000; Barkley and Henry, 2001; Singh, 2003): 1.
Cluster Mampu Memperkuat Perekonomian Lokal
2.
Cluster Mampu Memfasilitasi Reorganisasi
3.
Cluster Meningkatkan Networking Antar Perusahaan
4.
Cluster Memungkinkan Penitikberatan pada Sumber Daya Publik
5.
Cluster Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi
137
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
6.
No. 1 Juni 2015
Cluster Mendorong dan Mempermudah Inovasi Porter menyatakan bahwa yang penting bukanlah apa yang diproduksi suatu
negara atau
daerah, melainkan seberapa produktif produksi tersebut dalam
meningkatkan pertumbuhan dan
daya saing. Secara teoritis, daerah atau negara
manapun dapat mengembangkan Cluster yang memiliki daya saing jika mereka fokus untuk meningkatkan produktivitas.
Porter menambahkan, “all Clusters
matter” (semua Clusters penting), pendapat ini
mungkin sangat mengejutkan
bagi para pembuat kebijakan yang hanya mencari industri unggulan (pick the winners). Selanjutnya, Porter juga menekankan bahwa “tidak adaindustri berteknologi rendah, yang ada hanya perusahaan berteknologi rendah.” Dengan kata lain, kita tidak harus melakukan industrial targeting. Dalam hal ini, teori Cluster Porter merupakan suatu perluasan dari teori ekonomi regional yang telah dianut oleh kebanyakan pengambil kebijakan lokal, dimana “traded Clusters” berperan sebagai penggerak utama
pertumbuhan
ekonomi dan diperluas melalui forward and backward linkages. Identifikasi Cluster pada umumnya berdasarkan pada analisis input-output, walaupun pendekatan ini lebih berorientasi melihat
hubungan backward and forward
linkages di lingkungan industri. Porter tidak menyukai analisis input-output. Dia melihat hubungan antar perusahaan, forward
bukan sebagai hubungan backward and
linkages, melainkan keterkaitan teknologi,
keahlian, informasi,
pemasaran dan keinginan konsumen, dimana Porter menganggapnya sebagai komponen utama untuk menciptakan daya saing serta inovasi. Tetapi Porter juga mengetahui bahwa sektor “traded”, yakni sektor komoditi yang diperdagangkan, mempunyai peran utama dalam pembangunan. Menurut Linde (2004) ada beberapa faktor yang sangat
menentukan
terhadap keberhasilan suatu Cluster. Faktor-faktor tersebut adalah adanya venture capital; tersedianya technical infrastructure, adanya higher education dan lembaga-lembaga penelitian, wiraswasta, networking and quality of linkages, social capital dan diversity. Berbagai studi tentang cluster juga
menemukan
bahwa Cluster yang mempunyai lingkungan yang kompetitif dan adanya rivalry
138
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
akan lebih berkembang dibandingkan dengan Cluster yang sangat tergantung dari sumber daya alam, cuaca dan letak geografi. Sementara itu
Chen (2005) mengemukakan faktor-faktor penting yang
menyebabkan Taiwan berhasil dalam mengembangkan industri Clusters sejak tahun 1980an. Pertama, peranan pemerintah sangat penting dalam tahap awal pendirian Clusters dengan mendorong inovasi-inovasi melalui lembaga-lembaga penelitian seperti ITRI dan Institute for Information Industry (III). Dengan adanya inovasi, Clusters tumbuh dengan cepat. Pemerintah pada tahap awal juga memberikan insentif fiskal berupa bebas pajak pendapatan selama 5 tahun bagi perusahaan yang melakukan investasi di kawasan Cluster menyebabkan terjadinya backward dan forward linkages dari
industri secara vertikal, juga secara
horizontal differentiation. Horizontal differentiation menimbulkan persaingan yang sehat dan mendorong inovasi. Scale economies dari industri elektronik di Taiwan mendapat penyaluran yang
positif di pasar Amerika Serikat.
Ketersediaannya tenaga kerjayanghandal jugamenjadi faktor keberhasilan Clusters industri di Taiwan.
METODE Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut: Desk study; dilaksanakan untuk mereview berbagai regulasi dan kebijakan, tinjauan litertur yang terkait, dan pengumpulan data sekunder terkait dengan potensi UKM, Survey dan Observasi Lapangan; Survey dengan kuesioner dilakukan untuk menginventarisir/mengidentifikasi berbagai potensi, letak wilayah/lokasi, jenis industri, jenis klaster, dan menjaring masukkan kualitatif terhadap penentuan klaster. Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan sifat pertanyaan tertutup dan terbuka, terhadap stakeholders yang menjadi tujuan dalam kajian ini. Sementara itu, observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual dari gambaran kondisi ekonomi lokal, Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang berbagai
139
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
permasalahan yang ada terkait dengan jenis klaster ekonomi yang potensial dikembangkan. Diskusi dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang berbagai permasalahan terkait dalam rangka pengembangan kemampuan inovasi UKM. Diamond Cluster Model Porter (1990) mengemukakan bahwa cluster diartikan sebagai "geographic concentrations of firms, suppliers, related industries, and specialized institutions that occure in a particular field in a nation, state or city." Definisi yang lain mengenai clusters adalah "geographical concentration of industries that gain performance advantages through colocation". Clusters menunjukkan hubungan antara perusahaan yang juga menyediakan complementary service, termasuk jasa konsultan, penyedia jasa pendidikan dan training, lembaga-lembaga keuangan, professional associations dan institusi-institusi pemerintah yang dapat diidentifikasi terdapat 4 (empat) komponen, yaitu: pertama, faktor input (input factor) yang merupakan variabelvariabel yang sudah ada dalam cluster industri seperti sumber daya manusia (human resource), sumber daya modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technology infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure),dan sumber daya alam (natural resource). Kedua, kondisi permintaan (demand condition) yang berkaitan dengan sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Ketiga, industri pendukung dan terkait (related and supporting industries) untuk efisiensi dan sinergitas dalam clusters, terutama dalam hal transaction cost, sharing teknologi, informasi, dan keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnnya, yaitu untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
140
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Industri di Provinsi Kalimantan Timur mengalami kenaikan dari 15.398 unit pada tahun 2009 menjadi 16.574 unit pada tahun 2013, naik sebanyak 1.176 unit, dengan tingkat pertumbuhan 1,86% per tahun. Sejalan dengan pertumbuhan ini pada sisi lain jumlah tenaga kerja yang terserap, untuk kurun waktu yang sama meningkat dari 125.386 orang menjadi 153.286 orang atau penyerapan tenaga kerja tumbuh rata rata 5,28 % per tahun, demikian pula untuk investasi yang mengalami pertumbuhan rata–rata 4,91% pertahun dari nominal Rp. 9,09 triliun menjadi Rp. 10,91 triliun. Pertumbuhan Industri sebagaimana diatas, secara rinci dapat dijelaskan, bahwa unit usaha Industri Kecil Menengah (IKM) mengalami kenaikan dari 15.268 unit pada tahun 2009 menjadi 16.437 unit pada tahun 2013 atau mengalami pertumbuhan rata rata sebesar 1,87% pertahun. Tenaga kerja yang terserap 73.326 orang pada tahun 2009 naik menjadi 89.862 orang di tahun 2013, dengan tingkat pertumbuhan rata–rata pertahun sebesar 5,31%, sedangkan investasi dari Rp. 2,95 trilyun di tahun 2009 menjadi Rp. 5,53 trilyun di tahun 2013 atau dengan tingkat pertumbuhan rata–rata sebesar 19,98 % pertahun. Sementara Industri Besar di tahun 2009 berjumlah 130 unit usaha dan meningkat menjadi 137 unit usaha tahun 2013, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 1,32 %, sedangkan tenagakerja meningkat dari 52.060 orang tahun 2009 menjadi 63.424 orang tahun 2013 atau mengalami kenaikan pertumbuhan rata–rata pertahun 5,26% selanjutnya untuk investasi menurun dari Rp. 6,14 triyun di tahun 2009 menjadi Rp. 5,38 trilyun di tahun 2013, pertumbuhan rata-rata - 1,67% pertahun untuk jelasnya data dapat dilihat dalam Tabel 1. Dalam rangka pengembangan industri di Kalimantan Timur, dilakukan melalui pendekatan pengembangan komoditas, dan memperhatikan ragam komoditas
yang
dikembangkan,
serta
keterbatasan-keterbatasan
dalam
pengembangannya, maka komoditas– komoditas lebih lanjut diklasifikasi dalam 2
141
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
(dua) kategori, yaitu komoditas unggulan dan komoditas Fokus (potensial dan prospektif). 1.
Komoditas Unggulan Komoditas Unggulan yang mendominasi di 10 Kabupaten/ Kota adalah Komoditas Kelapa Sawit dengan ditunjukkan pada tabel 2.
2.
Komoditas Fokus Komoditas fokus merupakan komoditas yang dijadikan sebagai kandidat pengembangan berdasarkan penilaian yang dilakukan pada sub kriteria dengan mempertimbangkan aspek keunggulan, perbandingan tingkat kepentingan,
penggabungan
nilai
keunggulan
dan
perbandingan
berpasangan. Pada komoditas fokus ini ditentukan 5 komoditas utama yang dapat dikembangkan secara prospektif dan pontensial, yaitu Kayu, Batubara, Kelapa Sawit, Kakao dan Karet. Potensi produk komoditas industri menengah besar di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel berikut: Sentra Industri Kecil Menengah di Kalimantan Timur yang tercatat hingga tahun 2013 sebanyak 206 sentra yang terdiri dari 2.653 unit usaha, penyerapan tenaga kerja mencapai 8.352 orang, dengan investasi sebesar Rp. 73,686 Milyar. Keadaan sentra industri kecil menengah ini masih didominasi oleh industri pangan sebanyak 91 sentra industri, sebagaimana tabel 4. Kalimantan Timur Pemusatan Industri umumnya dilakukan dengan membentuk kawasan industri. Dalam Pemusatan Kawasan Industri dikenal dengan istilah industrial estate. Industrial estate yaitu suatu kawasan tempat pemusatan industri yang dilengkapi dengan sarana prasarana yang meliputi lahan dan lokasi yang strategis serta fasilitas lainnya seperti listrik, air, telepon, jalan dan tempat pembuangan limbah. Pemusatan Kawasan industri bertujuan memberikan dampak positif bagi perkembangan industri itu sendiri. Adanya kawasan industri mempermudah kegiatan industriyang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan industri. Secara umum konsep pembentuk kawasan pemusatan industri bertujuan;
142
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
1.
No. 1 Juni 2015
Untuk menciptakan konsentrasi infrastuktur khusus di daerah yang terbatas sehingga dapat mengurangi biaya.
2.
Untuk dapat menarik bisnis baru dengan menyediakan infrastuktur yang terintegrasi dalam satu lokasi.
3.
Untuk menjauhkan industri-industri dari daerah perkotaan serta mencoba untuk mengurangi dampak lingkungan dan sosial dari penggunaan industri.
4.
Untuk menyediakan control lingkungan lokal yang khusus untuk kebutuhan kawasan industri. Kawasan yang direncanakan untuk Kawasan Industri Kariangau (KIK)
berlokasi di daerah pesisir kota Balikpapan, karakteristik tersebut menjadi dasar prima perencanaan kawasan tersebut yaitu mengembangkan kawasan perkotaan yang kondusif terhadap keseimbangan lingkungan hidup pesisir dan sebagai pusat pertumbuhan baru dengan basis kegiatan industri.Saat ini, pada area tersebut sudah masuk beberapa perusahaan, namun sebagian besar areanya masih berupa hutan belantara, alang-alang, rumput liar dan sejenisnya sehingga masyarakat sekitar tidak
mendapatkan manfaatnya
secara
ekonomi karena
mereka
memanfaatkan lahan tersebut sebagai perladangan berpindah .Dengan lokasi yang bagus dan strategis dan setelah pemberlakuan Undang Undang No. 32 dan 34 tahun 2004, pemerintah daerah bermaksud untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Kariangau (KIK) untuk kesejahtraan rakyat. Kawasan industri Kariangau direncanakan seluas 5.000 hektar yang berlokasi di Kelurahan Kariangau kecamatan Balikpapan Barat. Tahap pengembangan pertama seluas 1.989,54 hektar sementara sisanya akan dikembangkan kemudian. Dalam pengembangan daerah ini, pemerintah daerah membagi dengan fungsi yang berbeda-beda seperti pelabuhan dengan luas 56,5 hektar, kawasan industri dengan luas 399.288 hektar dan sarana pendukung (perumahan, pendidikan, pusat hiburan, dan sarana olah raga) seluas 339.267
143
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
hektar. Pada saat ini telah dikeluarkan ijin usaha untuk beberapa perusahaan antara lain : 1.
PT. Dermaga Kencana Indonesia.
2.
PT. Mekar Bumi Andalas.
3.
Pelabuhan Peti Kemas.
4.
PT. Kutai Chip Mill.
5.
PT. Forestra Hijau Lestari.
6.
PT. Paradigma Sejahtera.
7.
PT. Kaltim Kariangau Industry.
8.
PT. Kariangau Power.
9.
PT. Dermaga Perkasa Pratama.
10.
PT. Petrosea. Kawasan industri Kariangau terletak di tepi jalan arteri regional Balikpapan
menuju jembatan penyeberangan teluk Balikpapan, akses untuk mencapainya dapat dilakukan melalui beberapa cara, dengan waktu tempuh yang bervariasi. Waktu tempuh dari Bandara Sepinggan hanya 60 menit. Perlu waktu 45 menit dar pusat kota Balikpapan dengan jalan arteri regional Balikpapan-Samarinda di kilometer 12,9. Hanya 15 menit dengan speedboat dari Pelabuhan Kampung Baru, Balikpapan. Investasi di Kawasan Industri tersebut akan sangat menguntungkan sekali karena lokasi Balikpapan yang sangat strategis dan juga didukung oleh infrastruktur yang memadai serta komitmen dari seluruh jajaran pemerintah kota untuk menjadikan kota Balikpapan kota terbaik untuk berinvestasi. Kalimantan Timur, negeri kaya akan sumber daya alam, berupaya menggeser kedigdayaan batu bara yang saat ini mendominasi angka ekspor di daerah itu. Pengembangan industri berbasis pertanian melalui Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy yang diperkuat dengan Inpres No 1/2012 menjadi asa untuk menggeser kerajaan batu bara. Target 1 juta hektare lahan sawit pada 2013 yang telah ditetapkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sudah terealisasi dan rencananya akan ditambah menjadi 2,4 juta hektare.
144
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
Luasan lahan ini tentunya akan menjadikan Kaltim sebagai provinsi penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di Indonesia. Karena itu, keberadaan KIPI Maloy seolah menjadi jalan untuk menggantikan sumber daya alam yang diperbarui sebagai sumber pertumbuhan ekonomi regional. KIPI Maloy memiliki dua konsep pembangunan membangun klaster industri oleokimia dan pengolahan hasil perkebunan berskala internasional. Hal ini dalam rangka meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bisnis serta menyediakan kawasan industri yang berdaya saing tinggi dengan dukungan insentif dan berbagai kemudahan. Rencananya, total investasi yang dibutuhkan di kawasan industri tersebut mencapai Rp 4,77 triliun dengan luas kawasan 5.305 hektar. Namun, untuk pengembangan tahap pertama 1.000 hektar terlebih dahulu dengan status lahan yang benar- benar siap seluas 577 hektar. Lahan seluas 577 hektare tersebut merupakan lahan yang berada pada kondisi yang sesuai. Sisanya, merupakan areal lahan mangrove yang tidak akan diganggu karena pembangunan tersebut nantinya tidak akan mengganggu ekosistem yang sudah ada di sekitar kawasan yang berada dekat dengan teluk tersebut. Nantinya, di dalam kawasan itu akan dibangun industri olein, industri peleburan aluminium, stearin dan PFAD (palm fatty acid distillate), industri asam lemak, industri biodiesel dan minyak goreng. Selain itu kawasan penunjang seperti pelabuhan, power plant 2×100 MW, jalur rel kereta api dan terminal batu bara. Dalam area industri okeokimia dibangun pelabuhan CPO dengan kemampuan diatas100.000 DWT. Pada sisi darat dibangun diatas areal seluas 115,38 hektare dengan fasilitas kantor, workshop, fire house dan tangki penyimpanan sebanyak 19 unit dengan kapasitas masing- masing 3.000 ton per unit. Tercatat telah ada 19 investor potensial yang sudah berminat untuk berinvestasi di lokasi tersebut. Namun, pihak Badan Pengelola KIPI Maloy belum bisa menawarkan dan mengarahkan lokasi yang potensial kepada para investor.
145
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
SIMPULAN Perusahaan kecil dan menengah (UKM) menempati tempat yang penting dan strategis dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di semua negara, baik negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. UKM sebagai motor penggerak ekonomi telah mengambil tempat dengan memiliki prosentasi 90% dari total perusahaan di sebagian besar negara di seluruh dunia. UKM adalah kekuatan pendorong di belakang sejumlah besar inovasi dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui penciptaan lapangan kerja, investasi dan ekspor. Potensi UKM sering tidak disadari karena masalah umum yang berkaitan dengan ukuran, isolasi, peluang pasar, standar/kualitas, rantai pasokan, logistik dan inovasi teknologi. Untuk memperoleh margin keuntungan kecil, pengusaha kecil di negara berkembang tidak memilih untuk melakukan inovasi produk dan proses sebagai strategi peningkatan dan pertumbuhan mereka dalam jangka panjang. Adapun strategi yang digunakan untuk peningkatan UMKM pada penelitian ini adalah: 1.
Mengembangkan komoditi unggulan Industri berbasis sumber daya lokal dalam kontek membangun daya saing industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan melalui pendekatan klaster industri
2.
Peningkatan daya saing industri daerah melalui komoditi utama, kompetensi inti industri daerah dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
3.
Mengembangkan industri yang bertumpu pada potensi daerah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan terutama agro industri dengan memprioritaskan pembinaan pada industri kecil, dan Micro.
4.
Mengembangkan Komoditas dengan pendekatan pengembangan klaster industri berbasis komoditi unggulan dan prospektif
5.
Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai pada klaster indutri yang bersangkutan
146
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
6.
No. 1 Juni 2015
Meningkatkan nilai tambah produk/hasil industri dan sumberdaya yang digunakan industri
7.
Meningkatan pengawasan produk industri dalam rangka pengawasan SNI
8.
Peningkatan industri kecil dan menengah berbasis ekonomi kerakyatan.
9.
Peningkatan sarana dan prasarana industri
10.
Menumbuh kembangkan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif Pemusatan Kawasan industri bertujuan memberikan dampak positif bagi
perkembangan industri itu sendiri. Adanya kawasan industri mempermudah kegiatan industriyang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan industri. Secara umum konsep pembentuk kawasan pemusatan industri bertujuan; 1.
Untuk menciptakan konsentrasi infrastuktur khusus di daerah yang terbatas sehingga dapat mengurangi biaya.
2.
Untuk dapat menarik bisnis baru dengan menyediakan infrastuktur yang terintegrasi dalam satu lokasi.
3.
Untuk menjauhkan industri-industri dari daerah perkotaan serta mencoba untuk mengurangi dampak lingkungan dan sosial dari penggunaan industri.
4.
Untuk menyediakan control lingkungan lokal yang khusus untuk kebutuhan kawasan industri.
DAFTAR PUSTAKA Abend, C.J, (2005), In Search of Innovation Synthesis, Ideas for a Unified Innovation Theory, Technology Transfer Society. Allan O'Connor, Göran Roos, Tony Vickers-Willis, (2007), Evaluating an Australian public policy organization's innovation capacity; European Journal of Innovation Management,Vol.10,4:532–558. Anahita Baregheh, Jennifer Rowley, Sally Sambrook, (2009), Towards a multidisciplinary definition of innovation; Management Decision,Vol. 47,8:1323–1339.
147
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan, Edisi Kelima. UPP STIE YKPN, Yogyakarta. Barney, J,
(1991),
Firm Resources and Sustained Competitive Advantage;
Journal of Management, 17, 1:
99-120. Betz, F,
(1993),
Strategic
Technology Management, McGraw Hill, Series Intoduction. Bobb,
K.I,
(2005), Duality
of Innovation:
Liberation and
Economic
Compentitiveness, Georgia Institute Of Technology. Camarero Carmen., Garrido María José, (2008),The role of technological and organizational innovation in the relation between market orientation and performance in cultural organizations; European Journal of Innovation Management, Vol. 11, 3: 413–434. César Camisón, Ana Villar López, (2010), An examination of the relationship between manufacturing flexibility and firm performance: The mediating role of innovation: International Journal of Operations & Production Management, Vol. 30, 8: 853–878. Damanpour, F, (1991), Organizational innovation: a meta-analysis of effects of determinants and moderators.Acad. Mgmt. J.34: 555.90. Ellitan, L, & Anatan, L, (2009), Innovation Management; Tranformation to Word Class, Alfabeta. Gilbert, C, (2003), The Disruption opportunity, MIT Sloan Management Review, 44: 27-32. Jimenez-Jimenez, D,Valle, R. S. & Hernandez-Espallardo, M, (2008), Fostering innovation:the role of market orientation and organizational learning; European Journal of Innovation Management,Vol.11, (3): 389-412. Jones G. B, (2004), Organizational Theory, Design, and Change, Prentice Hall. Li-An Ho, (2011), Meditation, learning, organizational innovation and performance; Industrial Management & DataSystems, Vol.111, 1: 113–131. Light, P, (1998), Sustaining Innovation : Creating nonprofit and 148
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
Government Organizations
That
No. 1 Juni 2015
Innovation Naturally, Jossey-Bass
Publishing. Miriam Delgado-Verde, Gregorio Martín-de Castro, José Emilio Navas-López, (2011), Organizational knowledge assets and innovation capability: Evidence from Spanish manufacturing firms; Journal of Intellectual Capital.Vol.12,1: 5–19. Pavitt, K, (2005), Innovation processes, in Fagerberg, J., Mowery, D.C. and Nelson, R.R. (Eds),The Oxford Handbook of Innovation,Oxford University Press,Oxford, 86-114. Per-Erik Ellström, (2010), Practice-based innovation: a learning perspective; Journal of WorkplaceLearning,Vol.22 1/2 : 27–40. Pett, T.L., & Wolff, J.A, (2011), Examining SME performance: The role of innovation, R&D, and internationalization. International Journal of Entrepreneurial Venturing, 3, 3: 301-314. http://dx.doi.org/10.1504/IJEV.2011.041277. Porter, M.E, (1990),The Competitive Advantage of Nations, The Free Press, New York Robey, Daniel, Maria C. B, Gregory M. Rose, (2000), Information Technology and Organizational Learning: A Review and Assesement of Research; Accounting, Management and Information Technology, 10, 2 : 125-156. Terziovski, Mile, Gloet, Marianne, (2004), Exploring the relationship between knowledge management practices and innovation performance; Journal of Manufacturing Technology Management, Volume 15, Number 5, 402-409. Víctor J. García-Morales, Fernando Matías-Reche, Nuria Hurtado-Torres, (2008), Influence of transformational leadership on organizational innovation and performance depending on the level of organizational learning in the pharmaceutical
sector;
Journal
of
Organizational
Change
Management,Vol.21, 2; 188–212.
149
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
Vigoda Gadot, A. Shoham, Nitza Schwabsky & A Ruvio, (2005), Public Sector Innovation For Europe; A Multinational Eight Country Exploration of Citizens Perspectives; Journal Compilations, Public Administration, Vol 86, 2: 307-329.
LAMPIRAN Tabel 1. Perkembangan Industri di Kalimantan Timur
Industri Kecil Menengah
Industri Besar
Total Industri
Tahu Unit Tenaga Investasi Unit Tenaga Investasi Unit n Usaha Kerja (Juta Rp) Usaha Kerja (Juta Rp) Usaha
Tenaga Investasi Kerja
(Juta Rp)
125.3
2009
15.2 68
73.3 26
2.949.9 66
130
52.0 60
6.136.4 03
15.39 8
2010
15.5 05
75.4 84
2.953.5 16
131
52.8 14
6.643.6 63
15.63 6
128.2 98
9.597.179
2011
16.0 56
85.3 26
4.989.0 49
133
61.7 36
4.699.3 97
16.18 9
147.0 62
9.688.447
2012
16.2 18
87.9 95
5.529.8 20
135
62.5 67
4.774.5 06
16.35 3
150.5 62
10.303.72 6
2013
16.4 37
89.8 62
5.532.4 66
137
63.4 24
5.382.1 85
16.57 4
153.2 86
10.914.65 1
9.086.369 8 6
Sumber: Disperindagkop & UMKM Provinsi Kalimantan Timur
150
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
Tabel 2. Komoditas Produk Unggulan Industri Menengah Besar Kalimantan Timur
1
Kota Samarinda
:
Perikanan, Pariwisata, Lada dan Batubara
2
Kota Balikpapan
:
Perikanan, Pariwisata, dan Pengilangan Minyak Bumi.
3
Kota Bontang
:
Perikanan, Pupuk dan LNG
4
Kota Tarakan
:
Udang, Ayam Ras, dan Minyak Bumi.
5
Kabupaten
:
Kelapa Sawit, Karet, Padi, Lada, Pisang, Nanas,
Kutai
Kartanegara
Perikanan Pariwisata, Batubara, HTI dan Gas.
6
Kabupaten Kutai Timur
:
Kelapa Sawit, Pisang, Jagung, Karet, Batubara dan HTI.
7
Kabuapten Kutai Barat
:
Kelapa Sawit, Karet, Durian,Rambutan, Perikanan air tawar, Batubara dan Emas.
8
Kabupaten Pasir
:
Kelapa Sawit, Karet, Padi, Pisang, Perikanan, Batubara dan HTI. Rumput laut.
9
Kabupaten
Penajam
:
Paser Utara
10
Kabupaten Berau
Perikanan, Lada, Kelapa Sawit, Durian, Karet dan HTI
:
Kelapa Sawit, Karet, Padi, Kedelai, Perikanan, Kelapa, Pariwisata, dan Batubara.
151
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
11
Kabupaten Bulungan
:
Kelapa
Sawit,
No. 1 Juni 2015
Durian,
Kakao,
Perikanan,
Cempedak, Metanol, dan HTI.
12
Kabupaten Malinau
:
Kakao, Kelapa Sawit, Nenas, Cempedak, HTI, dan Batubara
13
Kabupaten Nunukan
:
Kakao, Kelapa Sawit, Perikanan, Padi Adan (Bario), Jagung, Ayam Nunukan, Minyak Bumi, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Garam Gunung.
14
Kabupaten
Tanah
:
Tidung
Kelapa
Sawit,
Durian,
Kakao,
Perikanan,
Cempedak, Metanol, dan HTI.
Sumber: Disperindagkop Prov. Kaltim
Tabel 3. Komoditas Produk Unggulan Industri Menengah Besar Kalimantan Timur 1.
Kayu Lapis ( plywood ), Mdf
Samarinda, Balikpapan, PPU, Tarakan, Kukar
2.
Udang Beku
Balikpapan, Tarakan, Nunukan, Kukar
3.
Ind.
Pengolahan
Samarinda,
Balikpapan,
Tarakan,
Nunukan,
Kayu/sawmill
Kukar, Berau, Bulungan, Pasir, Kutim
4.
Crude Palm Oil
Samarinda, Kutai, Pasir, Kutim
5.
Galangan Kapal
Kukar, Pasir, Samarinda, Balikpapan
6.
Pupuk urea & Amoniak
Bontang
7.
Moulding
Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Nunukan, Kukar
8.
Gas Methanol
Bulungan
152
Jurnal EKSEKUTIF Volume 12
No. 1 Juni 2015
9.
Methanol
Bontang
10.
Hexamethylene Tetramine
Bontang
11.
Melamine
Bontang
12.
Ind. Lem
Samarinda, Bontang
13.
Ind. Minyak Kelapa
Nunukan
14.
Pulp
Berau
15.
Bengkel Service
Samarinda, Balikpapan, Kubar, Kukar
16.
Ind. Pengolahan Rotan
Pasir, Balikpapan
17.
Kulit Buaya
Samarinda
18.
Kain Tenun Ulap Doyo
Kutai Kartanegara
19.
Garmen
Balikpapan
Sumber: Disperindagkop Prov. Kaltim
Tabel 4. Keadaan Sentra Industri Kecil Kalimantan Timur (Menurut Cabang Industri) No. 1. 2. 3.
4. 5. 6.
Cabang Industri Pangan Sandang dan Kulit Kimia dan Bahan Bangunan Kerajinan Logam Hasil Hutan TOTAL
Sentra
UU
TK 2,797 201
Investasi Rp. 000 9,663,255 1.643,925
Produksi Rp. 000 13,728,648 1,432,196
BB/BP Rp.000 12,699,431 1,196,111
91 8
1,033 117
23
301
1,432
6,068,164
5,592,199
2,687,562
47 21 16 206
500 440 262 2,653
1,144 1,307 1,471 8,352
8,904,436 39,240,574 8,165,787 73,686,141
7,646,781 7.432.741 3,524,082 37,329,020
1,852,148 4,694,115 1,839,762 24.969.129
Sumber: Disperindagkop & UMKM Provinsi Kalimantan Timur
153