KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRACT DEWI NOVIA TARWYATI. Study on Packaging Impact to Physical Damage on Cabbage during Transportation. Supervised by Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota).
Cabbage is one of subtropical vegetables that can grow in up land Indonesia. In groups of vegetables, production yield of cabbage is highest and mainly supply for domestic market. Cabbage is one of major vegetables export commodity in several years ago. Unfortunately since 2005, the amount and value of export of cabbage decrease and become very small. Postharvest handling concerns to nature of cabbage are its bulky, perishables, harvest time and duration to designated market. Improper of postharvest handling causes losses in term of technical and economical aspect. The introduction good handling practices and packaging technique will increase the value added that can increase economic value of product, even though it may add to cost production. The study assessed impact of packaging technique, and stacking depth to physical damage on cabbages during transportation it’s also evaluate economic feasibility of packing system. The physical damage measures weight losses, percentage of bruising area (physical damage level), and firmness level. It applied statistical analysis with 3 factorials are packaging technique (plastic crate + plastic film, plastic crate + cabbages leafs, plastic crate, corrugated box + plastic film, corrugated box + cabbages leafs, corrugated box and control), duration of simulation transportation (1, 2 and 5 hours), and also stacking place (top, middle, bottom). Economic aspect calculates the feasibility of packaging technique in cabbage agribusiness. The result of study showed that packaging combination of cabbages in corrugated box and wraps plastic film caused the lowest average weight losses during transport simulation duration are 10.26 % (1 hour), 11.41% (2 hours), and 21.24% (5 hours). It is also supported by percentage bruising area evaluation are 0.17(1 hour), 0.65(2 hours) and 1.36(5 hours). Based on Duncan test, plastic crate + plastic film shows insignificant value of weight losses and percentage bruising area compare to corrugated box except for value of weight losses during 2 hours simulation transportation. The firmness evaluation results only packaging technique impact to cabbages firmness and its value very low (R-square 0.59). Based on technical aspect, the result on usage of plastic crate and corrugated box tend to insignificant different on weight losses. Than on economic aspect, plastic crate has the higher economic value (B/C or R/C) because of packaging cost is lower than corrugated box. Packaging technique (plastic crate) for cabbages can be applied by farmer with addition of packaging cost Rp 154.29/kg (with plastic film) and Rp 35.71/kg (without plastic film). The production of cabbage with plastic crate packaging will be feasible (B/C ≥1) on the price level Rp 1,950/kg to Rp 2,100/kg for the producers who have distance 1 and 2 hour of simulation transportation or equivalent with 107.59 km and 215.18 km. Key words
: cabbage, postharvest losses, physical damage, mechanical damage, transportation, distribution, economic analysis, financial analysis.
ABSTRAK DEWI NOVIA TARWYATI. Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L.Var. Capitata) Selama Transportasi. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUROSO, M.Agr (Ketua) dan Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, M.Agr (Anggota). Kubis adalah salah satu sayuran subtropik yang banyak ditanam di Indonesia khususnya di dataran tinggi. Kubis merupakan sayuran dengan produksi tertinggi dan kebanyakan dipasarkan di dalam negeri. Kubis pernah menjadi salah satu komoditi utama untuk ekspor. Tetapi sejak 2005, volume dan nilai ekspor kubis sangat kecil. Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat kubis yang mudah rusak, berbentuk bulat besar (voluminous), waktu panen, dan waktu tempuh untuk mencapai pasar yang dituju. Penanganan yang sembarangan menyebabkan susut jumlah, mutu dan nilai ekonomi kubis. Praktek penanganan pasca panen dan cara pengemasan yang baik dapat meningkatkan nilai tambah yang akan meningkatkan nilai ekonomis kubis, walaupun akan meningkatkan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis kemasan dan tumpukan terhadap kerusakan kubis selama transportasi dan untuk mengevaluasi kelayakan ekonomi dari kemasan. Sifat fisik kubis yang dievaluasi adalah susut berat, persentase luas memar dan kekerasan. Rancangan percobaan menggunakan acak lengkap dengan 3 faktorial untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang terdiri dari kombinasi kemasan (keranjang+plastik film, keranjang+daun, keranjang, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol), lama simulasi transportasi (1, 2, 5 jam) dan posisi tumpukan (atas, tengah dan bawah). Aspek ekonomis dilakukan dengan menghitung kelayakan penggunaan kemasan dalam usahatani kubis segar. Hasil kajian menunjukkan bahwa kombinasi kemasan kubis yang menggunakan plastik film dan kardus menghasilkan susut berat yang paling rendah pada setiap lama simulasi transportasi yaitu 10.26 % (1 jam), 11.41% (2 jam), dan 21.24% (5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dengan persentase luas memar terendah sebesar 0.17 (1 jam), 0.65 (2 jam) dan 1.36 (5 jam). Berdasarkan Uji Duncan, keranjang menunjukkan nilai susut berat dan persentase luas memar yang tidak berbeda nyata dengan kardus kecuali pada susut berat pada 2 jam simulasi transportasi. Pada pengujian tingkat kekerasan kubis, hanya faktor kombinasi kemasan yang memberikan pengaruh walaupun tingkat pengaruh tersebut sangat rendah (R-square 0.59). Berdasarkan pendekatan teknis, penggunaan kardus menunjukkan kehilangan susut lebih rendah daripada keranjang tetapi cenderung tidak berbeda nyata. Sedangkan pendekatan ekonomi menunjukkan bahwa keranjang menghasilkan nilai kelayakan ekonomi lebih tinggi (B/C dan R/C) karena biaya kemasan yang lebih rendah daripada kardus. Penggunaan kombinasi kemasan dengan keranjang diterapkan ditingkat petani dengan tambahan biaya untuk pengemasan sebesar Rp 154.29/kg (dengan plastik film) dan Rp 35.71/kg (dengan atau tanpa daun kubis). Tingkat kelayakan usahatani kubis segar (B/C >1) dengan teknik pengemasan dengan keranjang ini, akan layak dilakukan pada tingkat Rp 1,950/kg sampai Rp 2,100/kg bagi produsen berjarak 1 dan 2 jam simulasi transportasi atau setara 107.59 km dan 215.18 km. Kata kunci
: kubis, kehilangan pascapanen, kerusakan fisik, kerusakan mekanis, transportasi, distribusi, analisa ekonomi, analisa finansial.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L VAR CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007 Dewi Novia Tarwyati
KAJIAN PENGARUH KEMASAN TERHADAP KERUSAKAN FISIK KUBIS SEGAR (BRASSICA OLERACEA L. VAR. CAPITATA) SELAMA TRANSPORTASI
DEWI NOVIA TARWYATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
:
Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi
Nama
:
Dewi Novia Tarwyati
NRP
:
F 051020121
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. SUROSO, M.Agr Ketua
Dr. Ir. I WAYAN BUDIASTRA, MAgr Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 8 Agustus 2007
Tanggal Lulus :
Bukanlah Kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu; yang memberatkan punggungmu;Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu; Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain; dan hanya Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam Nasyroh : 1-8)
PRAKATA
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT dan kasih sayang yang selalu dilimpahkan dimana kadang ada keprihatinan yang harus penulis lalui dan rasakan namun akhirnya atas ijinNya penulisan tesis dengan judul “Kajian Pengaruh Kemasan Terhadap Kerusakan Fisik Kubis Segar (Brassica Oleracea L Var Capitata) Selama Transportasi “ akhirnya dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya dan tulus kepada Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran yang selalu penulis dapatkan selama dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga pada Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati M.Si sebagai Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan wawasan dan pengetahuannya serta semua pihak yang telah memberikan semangat terutama teman-teman satu angkatan di Program Studi Teknologi Pascapanen terutama Wiwik, Munawar dan Slamet Bejo Santoso yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan semangat pada penulis. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan pada Ibu tercinta Wahyuti, Suamiku Cahyo Prabowo dan ketiga putriku tersayang Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani, yang telah menjadi sumber semangat dalam hidupku. Dengan do’a serta dukungan mereka selama ini sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperkaya dan memperbaikinya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1968, dari Ayah H.R. Tarmidi Sukirman (almarhum) dan Ibu Wahyuti Ngisom. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari tahun 1987 sampai dengan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, Jakarta. Seiring dengan perjalanan waktu saat ini penulis bertugas di Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Ir. Cahyo Prabowo dan sekarang telah dikaruniai tiga putri yaitu Fidecya Asharani, Destiana Isyarani dan Oktivia Andarani. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan mengambil Program Studi Teknologi Pascapanen secara mandiri disela-sela tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pertanian.
DAFTAR ISI Hal Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran
ii iii iv
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Persyaratan Mutu Kubis Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat Penanganan Pascapanen pada Kubis Faktor Pengangkutan atau Transportasi Analisa Usahatani Kubis
5 6 7 9 12
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Pengujian
14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kerusakan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Getaran Terhadap Tingkat Kekerasan Analisa Kelayakan Finansial Unit Usahatani Kubis Segar
24 31 39 41
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
46 47
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
i
DAFTAR TABEL Hal 1
Tabel 1.
Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2005 (ton/ha)
Tabel 2.
Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia
2
Tabel 3.
Cara Pengambilan Contoh
14
Tabel 4.
Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan
18
pengupasan Tabel 5.
Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg)
19
Tabel 6.
Hasil Uji Tingkat Kerusakan
19
Tabel 7
Perhitungan Manfaat dari Introduksi Kemasan pada kubis Segar
21
Tabel 8
Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi
26
terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi (%) Tabel 9
Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi
30
terhadap Susut Berat akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan Tabel 10
Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Lama
34
Simulasi Transportasi Terhadap Persentase Luas Memar Tabel 11
Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Letak
37
Tumpukan Terhadap Persentase Luas Memar Tabel 12
Hasil Uji Duncan Pada Pengaruh Kemasan Terhadap Tingkat
40
Kekerasan Tabel 13
Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar
42
Tabel 14
Hasil Perhitungan Analisa Finansial pada Usahatani Kubis Segar pada
45
Tingkat Harga Rp 2,100/kg.
ii
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1.
Unsur-Unsur Rantai Sayuran di Jawa Barat
6
Gambar 2.
Lankah-langkah Penelitian
15
Gambar 3.
Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer
16
Gambar 4.
Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang
16
Gambar 5.
Simulasi Transportasi dengan Meja Getar
17
Gambar 6.
Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Di Atas Meja Getar
17
Gambar 7.
Cara penyusunan Kubis Segar
18
Gambar 8.
Ilustrasi Luas Memar Kubis
19
Gambar 9.
Pengukuran Susut Berat setelah Simulasi Transportasi
24
Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan setelah Simulasi
25
Transportasi Gambar 11. Susut Berat Kubis setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan
29
Gambar 12. Memar Pada Sisi dan Atas Kubis yang Berupa Garis-Garis
32
Gambar 13. Persentase Luas Memar pada Setiap Kombinasi Kemasan dan
33
Lama Simulasi Transportasi Gambar 14. Persentase Luas Memar pada Setiap Tumpukan Pada Berbagai
35
Kemasan Gambar 15. Kemiringan Tumpukan Kemasan Sekunder (kardus) Setelah
36
Simulasi Transportasi Gambar 16. Penyusunan Kubis pada Perlakuan Kontrol
39
Gambar 17. Tingkat Kekerasan pada Daun dan Tulang Daun Kubis Pada
39
Berbagai Kemasan
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil Pengukuran Gerakan Bak Truk Angkutan Setara 30 Km
Hal 48
pada Beberapa Kondisi Jalan Lampiran 2.
Perhitungan Amplitudo dan Frekuensi Rataan dari Meja Getar
49
Selama 60 menit atau 1 jam Lampiran 3.
Perhitungan Setara Panjang Jalan Simulasi Pengangkutan
50
selama 60 menit pada Jalan Luar Kota Lampiran 4.
Hasil Analisis Ragam Penurunan Berat Kubis Segar
51
Lampiran 5.
Hasil Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Kubis Segar
52
Lampiran 6.
Hasil Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Kubis Segar
53
Lampiran 7.
Struktur Biaya Usahatani Kubis Segar
54
Lampiran 8.
Perhitungan Biaya Operasional dan Penerimaan pada Tingkat
55
Harga Kubis Rp. 1500/kg Lampiran 9.
Perhitungan Rasio Manfaat-Biaya pada Tingkat Harga Kubis
56
Rp. 1500/kg Lampiran 10.
Perhitungan Rasio Penerimaan-Biaya pada Tingkat Harga
57
Kubis Rp. 1500/kg Lampiran 11.
Perhitungan Analisa Finansial Usahatani Kubis pada Beberapa
58
Tingkat Harga
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kubis atau dikenal dengan nama “kol atau engkol” merupakan salah satu jenis sayuran yang berasal dari daerah subtropik. Tanaman ini telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, khususnya di wilayah pegunungan. Produksi kubis Indonesia saat ini, sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan menduduki peringkat pertama dalam volume produksi sayuran di Indonesia (Tabel 1). Sentra produksi kubis terdapat di propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang produktivitas rataan pada tahun 2005 masing-masing adalah 25.9 ton/ha dan 20.3 ton/ha (Statistik Indonesia, 2006). Kubis juga menjadi salah satu dari kelompok sayuran yang diekspor. Hal ini dinyatakan oleh Rukmana (1994) bahwa sayuran kubis merupakan salah satu dari 6 (enam) kelompok sayuran segar yang diekspor selain brokoli, kentang, tomat, cabe dan bawang merah.
Tabel 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2005 (Ton/Ha) Tahun Kubis Kentang Bawang Wortel Cabai Merah 1997 1,338,504 813,368 294,423 227,321 156,715 1998 1,459,232 998,032 287,506 332,846 164,944 1999 1,447,910 942,058 323,855 266,536 183,347 2000 1,336,410 977,349 772,818 326,693 174,708 2001 1,238,079 831,140 861,150 300,548 142,556 2002 1,232,834 893,824 766,572 282,248 150,589 2003 1,348,433 1,009,979 762,795 355, 802 176,264 2004 1,432,814 1,027,040 757,399 423,722 194,588 2005 1,292,984 1,009,619 732,609 440,002 187.236 Sumber : Statistik Indonesia 2006
Menurut Statistik Pertanian tahun 2003 (Departemen Pertanian, 2003), kubis masih merupakan produk sayuran terbesar kedua yang diekspor dengan kenaikan nilai ekspor sebesar 30.19 % dan volume ekspor kubis ini turun sebesar 20.02 % yang dihitung berdasarkan nilai ekspor tahun 2002 dari 2001. Kemudian, dua tahun berikutnya kubis bukan lagi menjadi produk andalan ekspor Indonesia. Hal ini terlihat dalam Statistik
1
Pertanian tahun 2005 dimana kubis hanya masuk dalam kelompok sayuran lainnya yang volume dan nilai ekspornya menurun sejak tahun 2003 (Tabel. 2)
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Segar di Indonesia. Volume Ekspor (ton) Nilai Ekspor (000US$) Komoditi Δ Δ 2003 2004 2003 2004 Bawang Merah Kentang Cabe Sayuran lainnya Lain-lain
5,402.05 18,839.70 88.29 49,271.70
4,637.26 16,487.52 854.32 41,069.93
-14.16 -12.49 867.60 -16.65
36,050.87 25,495.77 -29.28 109,652.06 88,544.81 -19.25 Sumber : Statistik Pertanian 2005, Departemen Pertanian
TOTAL
2,421.13 4,241.12 18.44 17,327.86
1,888.93 3,556.13 453.44 7,562.25
-21.98 -16.15 2,358.58 -56.36
11,009.97 35,018
18,843.29 32,304
71.15 -7.75
Fenomena atau kondisi tersebut banyak terjadi karena mutu produk pertanian Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Keberhasilan pemasaran produk sayuran segar dimulai dengan budidaya yang baik untuk menghasilkan produk bermutu dan membutuhkan penanganan pascapanen yang dapat menjaga mutu (fisik), nutrisi dan keamanan pangan (kimiawi) agar dapat mempertahankan nilai ekonomis dari suatu produk. Kubis merupakan komoditi yang bersifat mudah rusak (perishable) dan memenuhi tempat (bulky) sehingga memerlukan penanganan pascapanen yang tepat untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang masa simpan namun dengan tetap mempertahankan skala ekonomis dalam perdagangan.
Permasalahan pada pascapanen dapat disebabkan karena penanganan sebelum panen dan sesudah panen. Secara umum, penanganan pascapanen kubis meliputi cara panen, pengangkutan dari lahan ke tempat pengemasan, sortasi, pengkelasan (grading) dan pendistribusian ke pasar. Praktek penyimpanan kubis jarang dilakukan oleh petani kubis segar di pedesaan. Alat pengangkutan kubis di pedesaan dapat berupa sepeda, motor, mobil pick-up terbuka dan truk. Hal-hal tersebut memberikan kontribusi pada kehilangan pascapanen karena sebagian besar petani kubis berada jauh dari lokasi pasar, dan skala usaha masih kecil serta praktek penanganan sejak panen sampai ke konsumen masih belum memadai.
2
Pada umumnya kubis segar diupayakan secepat mungkin untuk dapat diterima konsumen akhir sejak panen, agar dapat menghindari penurunan mutu ataupun kehilangan nilai ekonomi yang lebih besar. Jangka waktu untuk mencapai konsumen tersebut, transportasi atau distribusi relatif membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan praktek penanganan lainnya. Hal ini disebabkan jarak antara produsen dan konsumen akhir relatif jauh.
Upaya petani atau pedagang untuk dapat mengurangi kehilangan atau penurunan nilai ekonomi kubis selama transportasi antara lain : secepatnya mencapai konsumen akhir, dan melakukan pengiriman pada saat dini hari. Hal lain yang dapat menyebabkan kehilangan pascapanen selama waktu transportasi dan belum mendapat perhatian khusus, seperti penggunaan kemasan atau wadah masih sederhana yang dikenal dengan “waring” atau keranjang bambu serta penyusunan produk dalam alat transportasi yang tidak memadai. Selain itu pengangkutan dengan bercampur dengan produk hortikultura lainnya dapat menurunkan nilai ekonomis kubis.
Ada kecenderungan petani atau pedagang di pedesaan khawatir untuk memperbaiki penanganan pascapanennya karena hanya akan menambah biaya sehingga mengurangi keuntungan dari hasil penjualannya. Hal ini logis karena sebagian konsumen lokal belum dapat menghargai mutu produk yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi. Akan tetapi, banyak petani sayuran yang bersifat inovatif dan memiliki kemampuan berwirausaha melakukan terobosan-terobosan untuk dapat mengurangi kehilangan pascapanen dan dapat merasakan manfaat yang dari penanganan pascapanen yang tepat tersebut.
Di Indonesia, kubis bukan lagi merupakan komoditi eksotik yang memiliki harga jual tinggi sehingga sebagian keuntungan dapat digunakan untuk mengadopsi teknologi pascapanen yang baru untuk tujuan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang. Teknologi pascapanen yang sederhana, mudah dilakukan dan dapat memberikan manfaat atau keuntungan merupakan salah satu pertimbangan petani untuk menerima teknologi penanganan pascapanen.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan fisik pada kubis segar selama distribusi mulai dari panen sampai diterima oleh konsumen, dan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari pengaruh kemasan kubis terhadap susut pascapanen kubis selama transportasi 2. Mengetahui manfaat dari introduksi kemasan baru yang dapat diterima atau diadopsi oleh petani secara ekonomis. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa kelompok masyarakat dibawah ini : 1. Petani : dapat menentukan cara penanganan pascapanen yang paling sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan keuntungan dari pemilihan tersebut. 2. Peneliti : dapat memberikan alternatif cara penanganan pascapanen kepada petani teknologi pascapanen yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi aktual. 3. Pemerintah : dapat mendukung peningkatan pendapatan petani dengan memberikan arahan penanganan pascapanen secara tepat guna.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tingkat kehilangan pada produk hortikultura, dalam hal kualitas maupun kuantitas antara panen sampai ke konsumen berkisar 20-50 % di negara berkembang dan 5-25% di negara maju, tergantung dari jenis komoditi, varietas dan kondisi penanganannya (Kader, 2002). Di Indonesia kehilangan pascapanen pada produk sayuran berkisar 25-40% (Muchtadi, 1995). Kader (2002) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk mengurangi kehilanganan tersebut produsen dan pedagang harus : 1) mengetahui faktor biologi dan lingkungan yang mengakibatkan deteorisasi (penurunan mutu), dan 2) menggunakan teknik pascapanen yang menunda penuaan dan menjaga mutu.
Persyaratan Mutu Kubis
Kubis segar yang didefinisikan dalam Standar Nasional Indonesia (1998) adalah kumpulan daun-daun yang masih menempel pada batang dan membentuk telur/krop berasal dari tanaman kubis (Brassica Oleracea, var.capitata,LINN) dalam keadaan segar dan bersih. Kubis digolongkan dalam 3 (tiga) ukuran 1) Kecil : 500 gram, 2) Sedang : 500 – 1250 gram, dan 3) Besar : > 1250 gram.
Standar Nasional Indonesia untuk Kubis Segar adalah SNI 01-3174-1998 yang berisikan syarat mutu kubis adalah sebagai berikut : No
Jenis Uji
Satuan
1. 2. 3. 4.
Keseragaman varietas Keseragaman ukuran berat Kepadatan Warna daun luar
% -
5.
Kadar kotoran (bobot/bobot) Kubis cacat (jumlah/jumlah) Panjang Batang Kubis
%
6. 7
Persyaratan Mutu I Mutu II seragam Seragam Min. 100 Min. 90 padat kurang padat putih kehijauan putih kehijauan dan segar dan segar Maks. 0 Maks. 0
%
Maks. 0
Maks. 0
cm
Maks.1
Maks.1
5
Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat
Adiyoga (2003) menyatakan bahwa rantai suplai sayuran di Jawa Barat adalah pelayanan kelembagaan untuk menghantarkan pergerakan sayuran dari produsen kepada konsumen. Intervensi pemerintah sangat terbatas untuk mendukung ketersediaan sarana fisik seperti jalan dan pasar. Rantai suplai sayuran di Jawa Barat yang teridentifikasi, dijelaskan seperti Gambar 1 berikut : Produsen/Petani
Pengangkutan
Pengumpul Desa
Pengumpul Kota
Unit Pengemasan
Unit Pengangkutan
Pasar Induk Di Bandung
Pasar Induk Di Jakarta Pasar Swalayan, Hotel, Restauran
Pedagang Eceran Di Bandung
Pedagang Eceran Di Jakarta
Konsumen Akhir/Pengguna
Gambar 1. Unsur-unsur Rantai Suplai Sayuran di Jawa Barat
6
Penanganan Pascapanen pada Kubis
Menurut Syarief (1990), sebagian besar buah dan sayuran lebih disukai dalam keadaan segar. Oleh karena itu berbagai cara diupayakan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah dan sayuran agar bisa bertahan lebih lama dan bisa dikonsumsi dalam keadaan segar. Winarno dan Betty (1983) menyatakan suatu bahan dianggap rusak jika menunjukkan penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indra atau parameter lainnya.
Berdasarkan penelitian Anastasia (1983) sistem penanganan kubis meliputi pemanenan, pengemasan, pengangkutan, pengkelasan mutu dan pemasaran dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Pemanenan Penanganan kubis harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak lecet, luka atau memar, karena keadaan ini dapat menurunkan mutu dan harga jual (Muchtadi dan Anjarsari, 1996). Menurut Rukmana (1996), pemanenan diharapkan jangan sampai terlambat, karena menyebabkan kropnya pecah (retak-retak) dan kadangkadang diikuti dengan pembusukan. Cara pemanenan, baik secara mekanik ataupun secara manual akan mempengaruhi derajat (tingkat) dan tipe pelukaan, kememaran dan sayatan yang terjadi. Bagian yang rusak demikian merupakan titik-titik masuk bagi jasad renik yang akan menurunkan kualitas (Ronoprawiro, 1993).
Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan jaringan hidup dan masih berlangsung proses respirasi. Kader (2002), mengklasifikasikan komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasinya dan kubis termasuk dalam kelas tinggi dengan laju respirasi pada 5 0C atau 41 0F berkisar 20 – 40 mg CO2/kg-jam. Subekti (1998) menyatakan bahwa laju respirasi kubis pada suhu kamar atau suhu 30 0C adalah sebesar 7.3926 ml CO2/kg-jam dan 4.3767 ml O2/kg-jam, serta pada suhu 5 0C sebesar 1.2922 ml CO2/kg-jam dan 0.8081 mlO2/kg-jam.
7
2. Pengemasan Pengemasan
merupakan
salah
satu
cara
untuk
melindungi
atau
mempertahankan mutu produk pangan. Selain itu pengemasan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi, dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran (Rahardi et al., 1998.). Setyowati et al.,(1992) menyatakan fungsi pengemasan dilakukan untuk mempermudah pengangkutan ditingkat petani dan untuk melindungi mutu sayuran bagi pedagang serta dapat menarik minat konsumen. Komoditi kubis dari Cipanas umumnya di kemas dengan 3 cara yaitu ikatan, keranjang dan kantong plastik berlubang (Anastasia, 1983). Asgar (1989) menjelaskan bahwa pengepakan yang baik adalah dengan dikemas dalam keranjang plastik ukuran 75 x 50 x 50 cm3 karena mengalami kerusakan mekanis yang lebih kecil (12,27%) dibandingkan dengan pengepakan dalam peti kayu ukuran 54 x 50 x 32 cm3 (15,92%), keranjang bambu ukuran 42 x 32 x 43 cm3 (18,88%), karung plastik ukuran 93,5 x 54 cm2 (25,27%) dan tanpa pengemasan (33%).
3. Pengangkutan Pengangkutan
merupakan
mata
rantai
penting
dalam
penanganan,
penyimpanan, dan distribusi buah-buahan atau sayur-sayuran. Pengangkutan dimulai dari kebun ke tempat-tempat pengumpulan. Dari tempat-tempat ini dilakukan pengangkutan hasil sebagai barang curahan oleh pengecor, tengkulak, pedagang besar, pemroses, pengeskpor dan pengimpor di stasiun-stasiun pengemasan, tempat-tempat penyimpangan, tempat-tempat pengiriman dan pelabuhan pemuatan dan pembongkaran (Kamariyani dan Gembong T.,1993). Kendaraan pengangkut kubis di pedesaan adalah truk, dan mobil pick-up.
a. Pengkelasan mutu Setyowati et. al (1992) menyatakan sebenarnya agak susah menyeragamkan sayuran dari beragam petani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan budidaya, areal penanaman dan penganganan pascapanen.
8
b. Pemasaran. Secara umum pemasaran dapat diartikan pelaksanaan semua aktivitas yang berguna untuk menciptakan, memajukan dan mendistribusikan barang yang dihasilkan (Dalimartha,1978)
Faktor Pengangkutan atau Transportasi
Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen, pada dasarnya masih merupakan jaringan hidup dan masih berlangsung respirasi. Proses ini ditandai dengan perubahan warna produk, tekstur dan rasanya demikian pula kandungan nutrisinya (Ashari,1995). Susut bobot dapat dicegah dengan pengemasan yang baik, pengangkutan yang baik dan pemilihan varietas yang tahan angkut jarak jauh (Sunarjono,1976). Selama pengangkutan sayuran, pertimbangan terhadap faktor-faktor seperti pengaturan suhu dan kelembaban dan kehati-hatian penanganan selalu penting (Ronopriwo,1993).
Menurut Ronopriwo (1993) pemilihan angkutan akan dipengaruhi oleh jarak, kemudahan busuknya hasil dan ketersediaan dan biaya angkutan. Jarak pasar yang sangat jauh mungkin memerlukan penggunaan pesawat terbang, sedang truk dan mobil van mungkin cocok untuk jarak-jarak lebih dekat. Di daerah yang dekat dengan sungai atau pantai angkutan air adalah umum digunakan. Pada umumnya, pengakutan kubis menggunakan kendaraan pengangkut seperti truk, mobil pick-up untuk jarak menengah dan jauh (Anastasia, 1983). Menurut Kitinoja dan Kader (2003) pada pengangkutan dengan kendaraan terbuka, tumpukan produk harus hati-hati disusun agar tidak menyebabkan kerusakan mekanis. Kendaraan dapat dilindungi dengan lapisan jerami atau karung sebagai penahan getaran pada kendaraan kecil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada kendaraan terbuka sedapat mungkin udara dapat melewati produk dengan baik.
Menurut Frazier dan Westhoff (1978), beberapa jenis kebusukan yang biasa terjadi selama pemasaran adalah busuk lunak bakteri yang disebabkan Erwinia carotovora, yang menyebabkan degradasi pektin pada sayuran sehingga menjadi lunak dan berbau busuk. Organisme lain penyebab kebusukan adalah Sclerotinia sclerotiorum,Fusarium roseum,
9
Phytothora sp Rhizoctonia, dan Alternaria sp yang tumbuh selama pengangkutan dan penyimpanan. Organisme ini menyebabkan cacat yang tidak kelihatan (Adair, 1971).
Pengemasan yang buruk (tanpa bungkus) adalah salah satu sebab turunnya kualitas selama pengangkutan. Pembungkusan berfungsi sebagai pelindung terhadap bahaya (resiko) selama perjalanan. Jika tidak cukup, kerusakan mekanis akan terjadi (Ronoprawiro, 1993). Levi, 1964 dalam Pantastico (1989) dalam surveynya mengenai persoalan pengangkutan dinegara berkembang, menyatakan bahwa usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi pengangkutan dapat dimulai dengan pembuatan wadah-wadah yang diisolasi dengan baik.
Ukuran kemasan untuk distribusi buah dan sayuran segar agar penanganan lebih mudah, yang direkomendasi oleh The Organization for Economic Cooperation and Development adalah yang berukuran 60 x 40, 50 x 40, 50 x 30, 40 x 30 (cm). Tinggi kemasan bervariasi berdasarkan ukuran produk yang dikemas (Ryall dan Pentzer, 1982). Lebih lanjut, Soedibyo (1985) mengemukakan berat bersih isi kemasan yang ideal berkisar antara 10 -20 kg. Sementara itu Mc. Gregor (1989) menyatakan kemasan yang lebih dari 23 kg (50 lb) mendorong penanganan kasar, kerusakan pada produk dan kesalahan pada penyusunan.
Pantastico
(1989),
memberikan
pertimbangan-pertimbangan
dasar
untuk
pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut : 1. Pada pengangkutan dalam jangka waktu pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan mekanik dan kemungkinan terkena suhu ekstrem. 2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme pembusukan,
kerusakan
akibat
pendinginan,
pelunakan
komoditi
yang
mengandung banyak air atau pematangan buah. Lebih lanjut Pantastico (1989) menyatakan kerusakan lain adalah, bahwa dalam pengangkutan yang menggunakan jasa pengangkutan umum, para penanganan dan penumpang tidak memperhatikan keamanan dan mutu barang.
10
Kitinoja dan Gorny (1999) menyatakan cara penanganan pada pengangkutan atau transportasi yang mengakibatkan kehilangan pascapanen, mutu dan keamanan pangan yaitu : 1. Pengiriman yang melebihi kapasitas 2. Menempatkan produk yang berat diatas produk yang lebih lunak 3. Pengiriman dengan kendaraan berpendingin tanpa ‘pre-cooling’ baik kendaraan maupun produk 4. Menggunakan kemasan dengan mutu rendah atau tanpa kemasan dapat mengakibatkan kerusakan karena penekanan. 5. Kurangnya ventilasi yang cukup selama transportasi 6. Kurangnya tekanan udara pada kendaraan 7. Penanganan yang kasar atau tidak baik selama bongkar-muat pada kendaraan 8. Alat pendingin yang mati atau membiarkan produk terkena panas matahari. 9. Kerusakan karena etilen, odor dan atau ‘chiling injury’ karena pengiriman yang dicampur dengan produk lain.
Mc. Gregor (1987) menyatakan bahwa kubis merupakan salah satu produk yang sensitive dengan etilen dan tingkat kepekaan terhadap ‘freezing injury termasuk golongan sedang atau moderat artinya kubis cukup baik disimpan pada suhu rendah.
Cara penanganan dalam penyusunan tumpukan dalam kendaraan sangat berpengaruh pada ketahanan kemasan dalam melindungi produk. Kitinoja dan Gorny (1999) menyatakan bahwa penataan tumpukan harus secara tepat karena kekuatan pada wadah bertumpu pada sudutnya dan 1 inchi kesalahan letak pada tumpukan akan menurunkan kekuatan wadah berkisar 15 – 34 % sebagai penahan getaran. Mc Gregor (1989) menyatakan bahwa penataan secara menyilang dari kardus dapat menyebabkan kekuatan kardus hilang 50% di semua letak tumpukan dari atas sampai bawah.
Pantastico (1989) menyebutkan bahwa sayuran daun paling baik disimpan pada suhu 32 0F, RH 90-95%. Untuk Kubis suhu 32-41 0F dapat mempertahankan umur simpannya 3-5 minggu dan pada suhu 50 0F hanya dapat bertahan 10 hari. Sedangkan Sarimadona
11
A.L (1988) menemukan adanya umur ekonomis yang lebih lama pada kubis yang disimpan pada suhu 5-10 0C dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar baik untuk kubis bulat maupun kubis gepeng. Kitinoja dan Gorny (1999) juga menyatakan pengiriman saat-saat lebih dingin (malam atau dini hari) dapat mengurangi panas pada produk sehingga dapat meminimalkan kerusakan.
Analisa Usahatani Kubis
Syarief, AM (terjemahan Henderson dan Penny, 1989) menyatakan keberhasilan atau kegagalan dagang dari suatu usaha tergantung pada perbedaan antara biaya produksi dan pendapatan. Jenis biaya dibagi menjadi biaya tetap dan biaya operasional. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan pada masalah pembiayaan karena masalah ini merupakan salah satu dari faktor-faktor yang penting dalam setiap masalah teknik.
Kadariah (1988) menyatakan kalau biaya dan manfaat telah diukur dalam satuan/ukuran uang dengan sebaik-baiknya, maka hasilnya dapat disusun atau dinyatakan dalam empat bentuk, ialah a) internal rate of return (IRR) bagi investasi, b) benefit-cost ratio (gross dan net), c) net present worth, dan d) payback period atau break even point (BEP). Lebih lanjut, dikatakan bahwa masing-masing kriteria tersebut mempunyai keunggulan maupun kelemahannya dibandingkan dengan kriteria lainnya.
Usahatani kubis masih merupakan salah satu usaha pertanian yang cukup memberikan keuntungan bagi petani sayuran hortikultura dengan rasio pendapatan dan biaya diatas 1. Dinas Pertanian propinsi Jawa Barat dalam situs resminya www.diperta.jabarprov.go.id menunjukkan bahwa usahatani kubis diwilayah propinsi Jawa Barat memiliki nilai rasio pendapatan dan biaya produksi (R/C rasio) mencapai 1.21 dengan biaya produksi Rp. 17,328,000 dan nilai produksi Rp. 21,000,000.
Departemen Pertanian melalui bulletin Pusdatin (2005) mengkaji struktur ongkos usahatani Kubis dalam areal 1 ha di Kabupaten Magelang, Malang, dan Probolinggo
12
dengan R/C rasio masing-masing 1.5, 1.39 dan 1.32. Dinyatakan juga bahwa, jika ditinjau dari pendapatan petani per bulan, dengan rata-rata pendapatan petani Indonesia sekitar Rp. 1,000,000 per bulan, maka Kabupaten Magelang mempunyai pendapatan rata-rata di atas rata-rata pendapatan petani Indonesia sedangkan pendapatan petani kubis di Malang dan Probolinggo masih rendah.
Hasil penerapan teknologi ‘Organic farming’ tahun 2000 di kecamatan Lembah Gumanti Sumatera Barat (Departemen Pertanian), analisa usahatani kubis organik memberikan nilai R/C rasio sebesar 2.30 dengan nilai harga jual yang sama dengan kubis tanpa teknologi organik dan hasil produksi sebesar 38,250 kg. Adapun tingkat biaya produksi per-kg mencapai Rp 457.
13
METODE PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kubis segar (Brassica oleracea L var capitata atau kubis hijau) yang didapat langsung dari petani (produsen), kardus dan keranjang plastik sebagai wadah dan juga wrapping plastic sebagai kemasan individual kubis. Alat yang digunakan untuk penelitian berupa timbangan digital dengan kapasitas 2 kg dan ketelitian 0.02 kg, kaca pembesar dan pengaris sebagai alat pengukur (20 cm) untuk memudahkan pengamatan kerusakan kubis dan Rheometer untuk melihat tingkat kekerasan krop, serta alat Simulasi Transportasi Meja Getar. Rheometer diatur pada mode 20, maksimum 10 kg, R/h hold 10 mm dan Press 30 mm/m dengan penggunaan jarum Rheometer berdiameter 5 mm.
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan di lapangan dimana perhitungan biaya penanganan kubis mulai dari petani (produsen) sampai ke konsumen akhir yang menggunakan kubis sebagai bahan pangan, termasuk harga jualnya. Pengamatan lapangan dilakukan di sentra produksi kubis di Jawa Barat (Kabupaten Bandung) untuk dapat memotret situasi dan kondisi distribusi kubis sehingga aplikasi kemasan dan simulasi transportasi di laboratorium dapat mendekati dengan kondisi rantai suplai kubis yang ada. Kemudian penelitian berikutnya di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian pada bulan November 2006 s/d Januari 2007. Langkah-langkah penelitian di laboratorium ada pada Gambar 2. Pada tahap persiapan, teknik pengambilan contoh (sampling) kubis segar yang akan diuji disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Cara Pengambilan Contoh Jumlah Kemasan dalam partai/lot sampai 100 101 sampai 300 301 sampai 900 301 sampai 1000
Jumlah kemasan yang diambil 5 7 9 10
Sumber : Standar Nasional Indonesia Kubis, 1998 14
Persiapan Contoh
Uji Fisik awal • Pengukuran berat
Uji Transportasi • Kombinasi kemasan • Lama simulasi transportasi • Posisi tumpukan
Uji Fisik akhir • Pengukuran susut • Tingkat Kerusakan • Tingkat kekerasan
Uji Statistik
Analisa Manfaat Biaya
Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian Metode Pengujian 1. Uji Transportasi Simulasi transportasi dilakukan berdasarkan lama perjalanan dari produsen sampai rantai terakhir sebelum konsumen. Simulasi dilakukan menggunakan meja getar dengan frekuensi sesuai kondisi jalan yang dilalui.
Uji ini bertujuan
menganalisis pengaruh transportasi terhadap tingkat kerusakan fisik pada kubis. Uji dilakukan sebanyak 2 (dua) ulangan untuk tiap perlakuan kombinasi kemasan dan kontrol. Perlakuan yang diaplikasi dalam simulasi transportasi adalah : a. Perlakuan dengan kombinasi kemasan sekunder dan primer. Kemasan sekunder sebagai wadah diaplikasikan kardus (corrugated box), dan keranjang plastik (plastic crate), sedangkan sebagai kemasan primer adalah plastik film, daun kubis 3-5 lembar dan tanpa kemasan primer serta perlakuan kontrol yang tidak
15
menggunakan kemasan primer dan juga wadah sebagai kemasan sekunder (Gambar 3 dan 4). Plastik Film
Daun Kubis
Tanpa Kemasan primer
Gambar 3. Kubis Dengan dan Tanpa Kemasan Primer
Gambar 4. Kubis Dengan Kemasan Sekunder Kardus dan Keranjang b. Lama perjalanan sebagai acuan waktu tempuh dari sentra produksi kubis di Jawa Barat dan Jawa Tengah ke Jakarta dalam lama simulasi transportasi adalah 1 jam, 2 jam dan 5 jam yang merupakan hasil perhitungan dengan rataan frekuensi getar dan amplitudo selama simulasi. Adapun dasar perhitungan 1 jam adalah jarak antara Cianjur ke Jakarta, sedangkan 2 jam adalah jarak antara Pengalengan ke Jakarta, dan 5 jam adalah jarak dari wilayah Jawa Tengah (Temanggung atau Wonosobo) ke Jakarta. Rumusan untuk perhitungan simulasi 1 jam setara panjang jalan adalah : Jumlah luas getaran simulasi (1Jam) Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit ~ 30 km
X 30 km….(1)
16
Dimana jumlah luas getaran simulasi (1 jam) dan jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km berturut-turut dengan rumusan dibawah ini : T
Jumlah luas getaran simulasi (1 jam) = [ ∫ Am sin ωmT dT ] x 1 jam x f m................... (2) 0
Jumlah luas seluruh getaran truk di jalan luar kota selama 30 menit atau setara 30 km = T
[ ∫ At sin ωtT dT ] x 30 x 60 x ft .................................................................................. (3) 0
Gambar 5. Simulasi Transportasi Pada Meja Getar c. Tumpukan kemasan sekunder atau wadah juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan dalam uji transportasi (Gambar 6)
ATAS
TENGAH
BAWAH Gambar 6. Tumpukan Wadah (Kemasan Sekunder) Diatas Meja Getar 17
d. Metode penyusunan kubis segar pada kontrol mengikuti kebiasaan petani dalam meletakkan kubis dalam alat angkut seperti truk atau pick-up terbuka (Gambar 7)
Pangkal Tulang daun
Krop kubis
Gambar 7. Cara Penyusunan Kubis Segar
2. Uji Sifat Fisik Kubis Pengujian diawali dengan penimbangan berat kubis untuk membandingkan berat kubis sebelum dan sesudah ada pengaruh simulasi transportasi. Selain itu, berat kubis juga diukur setelah dilakukan trimming atau pengupasan sampai tanda kerusakan tidak terlihat untuk mendapatkan berat akhir yang merupakan nilai jual yang sebenarnya (Tabel 4). Tabel 4. Hasil Uji Penurunan Berat Kubis Akibat Simulasi Transportasi dan Pengupasan Perlakuan
Ulangan
Berat Awal
Berat Stl simulasi tranportasi
Berat Stl pengupasan
Penurunan Berat stl simulasi transportasi (%)
Penurunan Berat stl Pengupasan (%)
Pengujian dilanjutkan dengan uji kekerasan dengan Rheometer dimana posisi kubis saat pengujian adalah posisi horisontal dan diukur pada 2 bagian yaitu daun dan batang daun dengan masing-masing 2 (dua) ulangan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat firmness (kekerasan) pada kubis segar setelah simulasi transportasi (Tabel 5).
18
Tabel 5. Hasil Uji Kekerasan Kubis (kg) Perlakuan
Ulangan
Daun 1
Daun 2
Batang 1
Batang 2
Uji Fisik lainnya setelah simulasi transportasi adalah uji kerusakan. Parameter kerusakan adalah persentase luas memar. Pengamatan parameter kerusakan dilakukan pada lapisan atas, tengah, dan bawah dari tiap kemasan perlakuan. Memar merupakan salah satu bentuk kerusakan fisik kubis yang dapat dikaji secara visual dimana permukaan kubis terlihat bewarna lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya khususnya pada tulang daun (Gambar 8). Benturan atau gesekan pada kubis meninggalkan bentuk memar yang mengikuti pola tulang daun sehingga berbentuk persegi panjang. Apabila ditemukan sobek pada daun, juga akan dikategorikan sebagai memar. memar
kubis
Gambar 8. Ilustrasi Luas Memar Kubis Adapun perhitungan persentase luas memar dihitung berdasarkan jumlah kumulatif luas memar pada kubis, kemudian dibagi dengan luas permukaan kubis yang berbentuk bola (Tabel 6).
Perlakuan
Tabel 6. Hasil Uji Tingkat Kerusakan Ulangan Kerusakan Luas Memar Luas kubis Presentase Luas Memar (%)
19
Luas
bagian yang memar pada buah diasumsikan sebagai luas bola dan luas
permukaan krop kubis diasumsikan sebagai luas segi empat yang memanjang sesuai tulang daun. Rumusannya sebagai berikut :
Persentase memar =
luas memar kumulatif x 100 %......... .......... .......... .......... ......( 4) luas permukaan kubis
Luas memar = panjang .x.lebar .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......( 5) Luas permukaan = πd 2 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... (6)
3. Uji Statistik Hasil pengukuran kerusakan dilanjutkan dengan uji statistik untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap parameter – parameter kerusakan fisik pada kubis segar. Untuk menganalisis digunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model sistematik sebagai berikut :
Yijkl = μ + α i + β j + γ k + αβ ij + αγ ik + βγ Dengan i = 1,2,...,7
jk
+ αβγ ijk + ε ijkl ...........................(7)
j = 1,2,3 k = 1,2,3 l = 1,2
Keterangan : Yijkl : nilai pengamatan pada kubis dengan kemasan ke-i lama perjalanan ke-
μ αi βj γk αβ ij αγ ik βγ jk αβγ ijk
: : :
j pada tumpukan ke-k ulangan ke-l rataan umum pengaruh aditif dari kemasan ke-i pengaruh aditif dari lama simulasi transportasi ke-j
: :
pengaruh aditif dari tumpukan ke-k pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama perjalanan ke-j
: :
pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan tumpukan ke-k pengaruh interaksi antara lama perjalanan ke-j dengan tumpukan ke-k
:
pengaruh interaksi antara kemasan ke-i dengan lama simulasi
ε ijkl
:
transportasi ke-j dan tumpukan ke-k pengaruh galat dari kemasan ke-i, lama simulasi transportasi ke-j dan diberi tumpukan ke-k ulangan ke-l
20
Uji Statistik diawali dengan analisis ragam untuk melihat interaksi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan sebagai penentu beda nyata dari hasil perhitungan. Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji Duncan apabila : •
jika P-value ≥ 5% maka tidak signifikan / tidak berpengaruh
•
jika P-value < 5% maka signifikan /berpengaruh
4. Analisa Kelayakan Finansial Analisa finansial adalah menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan ‘revenue earning’ proyek; apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan; apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut; dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah, 1988). Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya dengan harapan akan memperoleh hasil (Gittinger, 1986). Lebih lanjut kadariah (1988) menyatakan, jika dipakai rasio Manfaat - Biaya (B/C) maka sebagai kriterium untuk menerima proyek adalah : B ≥ 1 C
………………………………….. (8)
Manfaat tersebut diatas adalah nilai jual kubis segar yang telah dikurangi dengan biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan. Nilai jual kubis segar dihitung dari nilai produksi yang sudah dikurangi penurunan berat akibat transportasi dan pengupasan (hasil Tabel 4), setelah itu didapat berat bersih yang dapat dinilai dengan dikalikan harga jual kubis segar. Sedangkan biaya adalah pengeluaran atau biaya operasional untuk sarana produksi seperti alat, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya sewa lahan dan transportasi. Tabel 7. Perhitungan Manfaat Dari Introduksi Kemasan Pada Kubis Segar Kemasan Hasil Susut Berat Nilai Jual Biaya Produksi berat Bersih (Rp) Produksi (kg) (%) (kg) (Rp)
21
Pada unit usaha pertanian, sering juga digunakan perhitungan lebih sederhana untuk membandingkan penerimaan atau nilai jual kubis segar dengan biaya selama produksi rasio penerimaan – biaya (R/C), sebagai berikut : R C
=
Σ kubis X harga kubis per kg Σ biaya operasional
> 1
…………………….. (9)
Perhitungan biaya operasional ditingkat petani hanya untuk mengetahui tingkat keuntungan dari suatu unit usaha pada satu musim tanam untuk tanaman semusim (Tabel 7). Perhitungan Biaya ini tidak memperhitungkan biaya investasi seperti pembangunan tempat pengemasan dan biaya suku bunga pinjaman karena memang tidak dilakukan untuk usahatani kubis segar baik dengan cara tradisional maupun dengan introduksi kemasan pada penelitian ini. Oleh karena itu, pengukuran dengan nilai bersih saat ini (Net Present Value) atau tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return) tidak perlu
dilakukan. Mengacu pada struktur biaya pada kelompok tani di kabupaten Bandung Jawa Barat diketahui biaya operasional untuk produksi kubis segar adalah : -
Sarana produksi untuk dilahan produksi sampai dengan pasca panen termasuk sewa lahan produksi. Sewa lahan menjadi salah satu unsur biaya mengingat jarang petani memiliki luas lahan sebesar 1 Ha atau 10,000 m2
-
Tenaga kerja merupakan unsur biaya yang penting karena pada umumnya penggunaan tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan.
-
Transportasi adalah salah satu sarana yang sangat jarang dimiliki, khususnya untuk pengangkutan ke luar desa atau kota atau tujuan penjualan.
Gittinger (1986) semua proyek yang sedang dipersiapkan dan sedang dianalisa harus menggunakan suatu set asumsi yang konsisten mengenai hal-hal seperti kelangkaan danadana investasi, devisa dan tenaga kerja. Perhitungan analisa usahatani kubis yang dilakukan dengan pendekatan perhitungan tehnik, dalam hal ini mengintroduksi tehnik pengemasan atau metode kemasan, dalam skala laboratorium memerlukan beberapa
22
asumsi yang digunakan dalam perhitungan struktur biaya dan manfaat dari usahatani kubis segar, yaitu : -
Nilai biaya setiap unsur biaya adalah sama pada setiap tempat produksi yang berdasarkan lama simulasi transportasi meliputi sarana produksi, tenaga kerja, sewa lahan per musim, dan sewa transportasi.
-
Hasil produksi kotor penanaman kubis seluas 1 Ha adalah 35,000 kg atau 35 ton. Nilai ini sesuai rata-rata produksi di kabupaten Bandung Jawa Barat.
-
Harga jual kubis per kg adalah sama karena produsen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar.
-
Praktek penanganan sejak produksi sampai pasca panen, termasuk penanganan bongkar muat kubis kedalam alat transportasi adalah sama pada setiap tempat yang sesuai dengan lama simulasi transportasi.
-
Jarak antara produsen dan konsumen sesuai dengan lama simulasi transportasi serta konsumen atau pembeli berada di Kota Jakarta.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Penurunan berat atau susut berat yang dianalisa adalah susut berat akibat lama simulasi transportasi, dan penurunan susut berat akibat lama simulasi transportasi dan trimming atau pengupasan. Perhitungan ini didasarkan bahwa kubis segar langsung didistribusi ke tempat tujuan dan setelah sampai masih memerlukan penanganan atau pengupasan kubis untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan mempertahankan mutu agar memenuhi persyaratan konsumen. Hasil perhitungan kesetaraan jarak antara produsen dan konsumen dengan lama simulasi transportasi, sebagai berikut : -
1 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 107.588 km
-
2 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 215.176 km
-
5 jam simulasi transportasi setara dengan jarak 537.940 km
1. Susut Berat setelah Simulasi Transportasi. Susut berat setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran berat kubis sebelum dilakukan penilaian kerusakan, penilaian kekerasan dan pengupasan krop kubis yang rusak (Gambar 9). Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan faktor metabolisme kubis yaitu respirasi. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat respirasi kubis dalam simulasi transportasi adalah getaran mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Bahan dasar dari wadah atau kemasan sekunder yang digunakan dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada tingkat respirasi kubis.
Gambar 9. Pengukuran Susut Berat Setelah Simulasi Transportasi 24
Secara umum, semakin lama waktu simulasi transportasi akan menghasilkan susut berat yang semakin besar pada setiap kombinasi kemasan termasuk kontrol (Gambar 10). Pada kontrol, susut berat terjadi paling besar yaitu 1.39 % untuk lama simulasi 1 jam, 1.48 % untuk lama simulasi 2 jam dan 3.28 % untuk lama simulasi 5 jam. Pengaruh lama simulasi terhadap susut berat tidak berbeda nyata untuk simulasi transportasi 1 dan 2 jam, sedangkan untuk lama simulasi transportasi 5 jam pengaruhnya berbeda nyata (Tabel 8).
Penurunan Berat Akibat Simulasi Transportasi 3.5 Susut Berat (%)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1
2
5
Lama Simulasi Transportasi (jam)
Keranjang+Plastik
Keranjang+Daun
Keranjang
Kardus+Daun
Kardus
Kontrol
Kardus+Plastik
Gambar 10. Susut Berat Kubis Pada Berbagai Kemasan Setelah Simulasi Transportasi Gambar 10 juga menunjukkan bahwa susut berat setelah simulasi paling rendah terjadi pada kemasan dimana kubis dikemas secara individu dengan plastik film, baik yang menggunakan wadah keranjang maupun kardus. Pada keranjang dengan plastik film, susut berat yang terjadi akibat simulasi transportasi adalah 0.19 % (1 jam), 1.23 % (2 jam), dan 0.51 % (5 jam). Sedangkan pada kardus dengan plastik film, susut berat yang terjadi adalah 0.18 % (1 jam), 0.22 % (2 jam) dan 0.22 % (5 jam). Winarno (1987) menyatakan bahwa sifat permeabilitas plastik film terhadap uap air dan udara menyebabkan mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan primer (plastik film, daun kubis) dapat melindungi kubis dari gesekan antar kubis dan gesekan dengan
wadah
sehingga
dapat
menekan
kerusakan
yang
mengakibatkan
meningkatnya laju respirasi. Penggunaan wadah atau kemasan sekunder mampu melindungi kehilangan berat kubis, terlihat bahwa susut berat kubis masih lebih rendah dibandingkan dengan 25
kontrol (Gambar 10). Penggunaan keranjang menghasilkan susut berat lebih besar dibandingkan dengan kardus. Hal ini disebabkan peningkatan respirasi kubis akibat gesekan kubis dengan wadah keranjang yang relatif keras dibandingkan dengan permukaan kardus. Selain itu, keranjang lebih terbuka sehingga kurang menahan kehilangan kadar air akibat transpirasi, dibandingkan dengan kardus yang hanya memiliki celah sebanyak 5% dari permukaannya sebagai ventilasi. Tabel 8. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat Akibat Simulasi Transportasi (%) Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
Lama Simulasi Transportasi 1 jam 2 jam 5 jam 0.19 ± 0.12 h 0.23 ± 0.04 gh 0.51 ± 0.17 fg 0.53 ± 0.13 fg 1.52 ± 0.40 d 2.50 ± 0.25 b 0.68 ± 0.17 f 1.45 ± 0.19 d 2.41 ± 0.16 b 0.18 ± 0.10 h 0.22 ± 0.09 gh 0.22 ± 0.05 gh 0.62 ± 0.37 f 0.80 ± 0.31 f 1.99 ± 0.68 c 0.56 ± 0.23 f 1.12 ± 0.12 e 2.31 ± 0.33 b 1.39 ± 0.13 d 1.48 ± 0.23 d 3.28 ± 0.06 a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil dari analisis ragam terhadap susut berat akibat lamanya simulasi transportasi, menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi pada tiga faktor (lama simulasi transportasi, kemasan dan tumpukan) tetapi terjadi interaksi dua faktor yaitu kemasan dan lama simulasi transportasi dengan P value <.0001. Pada 1 jam simulasi transportasi terlihat bahwa kombinasi kemasan dengan berwadah keranjang maupun kardus menghasilkan pola yang sama. Nilai susut berat pada wadah dengan kubis dikemas dengan daun dan tanpa dikemas secara individu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata baik dengan wadah keranjang maupun kardus. Artinya untuk transportasi sepanjang 107.588 km (setara 1 jam simulasi transportasi) kubis yang menggunakan kemasan sekunder (keranjang dan kardus) tidak memerlukan kemasan primer daun kubis karena susut beratnya tidak berbeda nyata.
26
Pada 2 jam simulasi transportasi, wadah keranjang baik dengan kubis dikemas daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan susut berat yang lebih besar daripada wadah kardus. Hal ini menunjukkan bahwa kardus dapat menekan susut berat lebih baik dari pada keranjang karena kelebihan kardus adalah terbuat dari bahan yang lebih lunak, permukaannya halus sehingga kerusakan karena gesekan antar kubis dengan permukaan kemasan sekunder (wadah) dapat ditekan. Pada 5 jam simulasi transportasi, susut berat setelah transportasi pada wadah keranjang dengan kubis dikemas daun ataupun tanpa dikemas menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penggunaan wadah kardus, kubis dikemas dengan daun lebih kecil dibandingkan dengan kubis tanpa dikemas secara individu, terlihat susut berat kubis berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan primer dengan daun kubis mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat susut berat kubis segar selama transportasi yang setara dengan lama simulasi transportasi 5 jam (537.940 km) Kombinasi kemasan kardus+plastik film ataupun keranjang+plastik film dapat menekan susut berat, pada setiap lama transportasi simulasi. Pengaruh penggunaan plastik film pada kedua wadah (keranjang dan kardus) tidak berbeda nyata. Susut berat kubis dengan kombinasi keranjang+plastik film untuk 1 dan 2 jam, dan untuk 2 dan 5 jam simulasi transportasi tidak berbeda nyata, tetapi pada 1 dan 5 jam simulasi transportasi susut beratnya berbeda nyata. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa pengemasan dengan plastik film pada produk segar memberikan keleluasaan bagi oksigen untuk masuk dari luar kemasan dan melepas karbondioksida dari dalam kemasan primer ruang terbatas disebut passively modified atmosphere. Penggunaan daun kubis pada wadah keranjang akibat simulasi transportasi tidak memberikan nilai susut berat yang berbeda nyata dengan kubis tanpa kemasan primer. Perlindungan daun kubis terhadap susut berat akan berdampak nyata dengan kombinasi kardus sebagai wadah. Pengaruh kardus yang relatif tertutup mampu menahan transpirasi dan peningkatan respirasi karena kerusakan kubis. Perbedaan
27
nyata terlihat pada simulasi transportasi selama 2 dan 5 jam. Hal ini menunjukkan penggunaan daun kubis akan efektif menekan susut berat dengan kombinasi kardus untuk jarak transportasi yang setara dengan 2 dan 5 jam simulasi transportasi. 2. Susut berat setelah dilakukan Simulasi Transportasi dan Pengupasan. Perhitungan susut berat ini ditujukan untuk mendapatkan berat bersih yang menjadi nilai jual kubis segar sesuai dengan persyaratan konsumen. Kriteria mutu yang dipersyaratkan adalah kubis tanpa cacat fisik. Oleh sebab itu, produsen atau pedagang melakukan pengupasan pada kubis untuk memenuhi kriteria mutu tersebut. Secara umum, semakin lama waktu simulasi transportasi akan menghasilkan susut berat yang semakin besar pada setiap kombinasi kemasan termasuk kontrol (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh letak produksi dengan pasar akan mempengaruhi nilai ekonomis kubis. Pengaruh lama simulasi transportasi terhadap susut berat kubis disebabkan terjadinya kerusakan fisik pada kubis sehingga diperlukan pengupasan. Hal ini juga dapat dibuktikan dari Tabel 9, bahwa susut berat akibat simulasi transportasi dan pengupasan tidak berbeda nyata pada 1 dan 2 jam simulasi transportasi tetapi akan berbeda nyata pada 5 jam simulasi transportasi. Dari Gambar 11, terlihat susut berat akibat simulasi transportasi dan pengupasan yang paling besar terjadi pada kontrol sedangkan susut paling rendah pada kubis yang dikemas dengan plastik film dengan wadah keranjang dan kardus. Hasil ini menunjukkan bahwa kemasan baik primer maupun sekunder dapat menghambat susut berat kubis sehingga dapat menghindari kehilangan nilai ekonomis dari kubis segar. Mc. Gregor (1989) menyatakan selama transportasi produk dapat terkena dampak getaran mesin, penanganan kasar selama bongkar muat dan kehilangan kadar air. Faktor-faktor tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya susut atau kehilangan berat pada produk.
28
Penurunan Berat Kubis Setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan 35
Susut Berat (%)
30 25 20 15 10 5 0 1
2
5
Lama Simulasi Transportasi (jam)
Keranjang+Plastik
Keranjang+Daun
Keranjang
Kardus+Daun
Kardus
Kontrol
Kardus+Plastik
Gambar 11. Susut berat Kubis Pada Berbagai Kemasan Setelah Simulasi Transportasi dan Pengupasan Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi pada tiga faktor (lama simulasi transportasi, kemasan dan tumpukan). Hanya terjadi 1 (satu) interaksi dua faktor yaitu kemasan dan lama simulasi transportasi. Hasil analisis ragam ini serupa dengan hasil analisis ragam pada susut berat yang disebabkan lama simulasi transportasi. Pada kontrol, terjadi susut berat paling besar pada setiap lamanya waktu simulasi transportasi yaitu 27.05% pada simulasi transportasi setara 1 jam, 27.05% pada simulasi transportasi setara 2 jam dan 32.65% pada simulasi transportasi setara 5 jam. Meskipun demikian, nilai susut berat pada lama simulasi transportasi 1 jam dan 2 jam, tidak berbeda nyata dan nilai susut berat paling besar terjadi pada 5 jam simulasi transportasi terlihat berbeda nyata (Tabel 9). Kontrol atau kubis tanpa kemasan tidak memiliki perlindungan baik dari getaran mesin maupun gesekan antar kubis sehingga terjadi kerusakan fisik kubis paling besar. Kerusakan fisik tersebut memerlukan pengupasan krop kubis 5-7 lembar sehingga susut berat yang terjadi paling besar. Susut berat setelah simulasi transportasi dan pengupasan (trimming) paling rendah terjadi pada kemasan dimana kubis dikemas secara individu dengan plastik film dan menggunakan wadah kardus dengan nilai 10.26% (1 jam), 11.41% (2 jam) dan 21.24% (5 jam). Pada setiap lama simulasi transportasi dimana nilai susut berat kubis yang dikemas dengan plastik film baik pada wadah kardus maupun wadah keranjang
29
tidak berbeda nyata kecuali pada simulasi transportasi selama 2 jam (Tabel 9). Kardus yang lebih lunak dapat menekan susut berat secara signifikan pada simulasi transportasi selama 2 jam sedangkan keranjang dapat mendekati kemampuan kardus dengan ditambahkan lapisan koran didalamnya. Penggunaan lapisan alas pada wadah yang keras dapat mengurangi kehilangan pasca panen (Kitinoya dan Gorny, 1999). Tabel 9. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Susut Berat (%) Akibat Simulasi Transportasi Dan Pengupasan Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
Lama Simulasi Transportasi 1 jam 2 jam 5 jam 10.40 ± 1.59 l 13.21 ± 1.58 jk 21.75 ± 0.91 defg 16.85 ± 2.30 i 20.98 ± 1.92 fg 25.51 ± 1.74 bc 18.55 ± 1.20 hi 20.46 ± 0.71 gh 23.83 ± 1.57 cd 10.26 ± 0.79 l 11.41 ± 1.80 l 21.24 ± 0.58 efg 14.30 ± 2.04 j 14.77 ± 2.15 j 22.96 ± 1.48 def 14.45 ± 1.88 j 17.57 ± 1.57 i 23.32 ± 1.50 de 27.05 ± 1.27 b 26.87 ± 2.04 b 32.65 ± 1.08 a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Simulasi transportasi selama 1 jam menunjukkan bahwa kemasan dengan berwadah keranjang maupun kardus menghasilkan pola yang sama. Nilai susut berat kubis pada wadah (keranjang dan kardus) dikombinasi dengan daun dan wadah tanpa tambahan kemasan primer menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Susut berat pada wadah keranjang lebih besar daripada wadah kardus dan berbeda nyata. Hal ini disebabkan permukaan kardus yang lebih halus dan bahan baku kardus mampu meredam getaran dengan baik (Grace, 1998) Pada 2 jam simulasi transportasi, susut berat kubis pada wadah keranjang menunjukkan susut berat yang lebih besar dan berbeda nyata daripada wadah kardus. Khusus pada kubis dengan wadah keranjang, nilai susut berat pada kubis yang dikemas dengan daun, tidak berbeda nyata dengan kubis yang tanpa dikemas secara individu. Oleh sebab itu, penggunaan kardus lebih baik dari pada keranjang dalam menekan kehilangan susut berat. Penggunaan wadah keranjang, dapat dikombinasi kemasan primer plastik film untuk menekan susut berat tetapi tidak memerlukan daun kubis dalam distribusi kubis oleh produsen berjarak 215.176 km.
30
Pada 5 jam simulasi transportasi, susut berat setelah simulasi transportasi pada wadah keranjang dan kardus baik dengan kemasan primer maupun tanpa kemasan primer menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata kecuali yang dikombinasi dengan kemasan primer daun kubis. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan primer daun kubis dapat menjaga kehilangan susut berat secara nyata dengan dikombinasi kemasan sekunder kardus. Penggunaan wadah dapat mengurangi susut berat kubis secara nyata, terbukti pada adanya perbedaan susut berat dalam kombinasi kemasan dengan kontrol. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan salah satu hal yang mempengaruhi kehilangan pasca panen adalah cara pengemasan dan bahan baku atau materi bahan kemasan. Penggunaan wadah yang dikombinasi dengan plastik film berpengaruh nyata sedangkan dengan daun kubis tidak berpengaruh nyata terhadap susut berat kubis segar. Susut berat atau kehilangan selama transportasi disebabkan kerusakan produk baik yang disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai maupun karena kondisi jalan selama transportasi. Hal ini tidak hanya menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk tetapi juga kehilangan pembeli karena memperlambat ketersediaan barang sehingga berdampak langsung terhadap nilai ekonomis produk (Departemen Keuangan, 2006). Oleh sebab itu, aplikasi teknologi pasca panen ditujukan untuk mempertahankan mutu produk, melindungi keamanan pangan dan mengurangi kehilangan secara ekonomis (Kitinoya dan Kader, 2003).
Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Tingkat Kerusakan Pantastico (1989), ketahanan kerusakan mekanik ditentukan oleh bentuk susunan sel epidermal, tipe dan luas jaringan dasarnya dan susunan sistem berkas pengangkutannya. Memar terjadi sebagai reaksi terhadap beban tekanan dari getaran mesin, gesekan antar kubis dan gesekan dengan wadah. Tekanan tersebut menyebabkan penyempitan dinding sel menyebabkan air yang berada dalam sel terdesak keluar sehingga jaringan menjadi
31
memar (rusak). Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa beberapa penyebab kehilangan pasca panen dalam transportasi adalah tekanan udara pada kendaraan atau alat angkut dan kemasan yang kurang baik akan menyebabkan kerusakan karena tekanan. Lama simulasi transportasi akan memberikan dampak kerusakan fisik kubis sebagai akibat tekanan yang ekivalen dengan jarak perjalanan dari lahan (produsen) sampai kepada pembeli pertama (konsumen). Lama simulasi transportasi sebesar 1 jam dengan amplitudo 2.67 cm akan memberikan dampak kerusakan fisik pada kubis yang ekivalen dengan jarak perjalanan 107.588 km. Hal ini didasarkan perhitungan kondisi jalan luar kota yang amplitudonya 1.74 cm (lembaga Uji Konstruksi, 1986). Sedangkan perhitungan persentase luas memar merupakan perbandingan luas memar pada kubis yang berbentuk persegi panjang karena mengikuti bentuk tulang daun dengan luas permukaan kubis yang berbentuk bulat seperti bola (Gambar 12).
Gambar 12. Memar Pada Sisi dan Atas Kubis Yang Berupa Garis-Garis (lihat panah) Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa persentase luas memar dipengaruhi oleh kemasan yang berinteraksi dengan faktor lain, yaitu : 1) Lama simulasi transportasi (P value <.0001) dan 2) Letak tumpukan wadah (P value 0.0102). Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa faktor kemasan memberikan pengaruh yang sangat besar pada luas memar yang terjadi. Pengaruh kemasan tergantung dengan bahan atau materi bahan baku kemasan. Penggunaan kardus, jenis double wall dan tipe regular slotted container (Peleg, 1985), dan keranjang memiliki dimensi ukuran yang sama (60 x 40 x 25 cm3) dan sesuai dengan rekomendasi penggunaan kemasan di Amerika (Mc. 32
Gregor, 1989). Hal yang membedakan adalah bahan baku keranjang yang terbuat dari plastik (keras dan kuat) dan kardus dari kertas sehingga benturan atau tekanan pada produk akan memberikan dampak yang berbeda.
1. Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Memar Gambar 13, menunjukkan bahwa bertambah lama simulasi transportasi akan menghasilkan persentase luas memar yang semakin besar secara signifikan. Kombinasi kemasan primer dan wadah dapat menekan kerusakan dengan persentase luas memar yang rendah pada setiap simulasi transportasi. Sedangkan pada kontrol persentase luas memar terjadi paling besar pada setiap simulasi transportasi. Interaksi antara kombinasi kemasan dengan lama simulasi transportasi dalam memberikan pengaruh terhadap luas memar yang terjadi pada kubis segar dapat dijelaskan bahwa persentasi luas memar semakin besar selaras dengan semakin lamanya simulasi transportasi. Disetiap lama simulasi transportasi, pada kontrol dimana kubis tidak menggunakan wadah baik keranjang ataupun kardus serta tidak dikemas secara individu akan menunjukkan persentase luas memar yang cukup besar dibandingkan pada kubis yang menggunakan kemasan (Gambar 13) yaitu 5.16 (1 jam), 9.33 (2 jam) dan 17.93 (5 jam).
Luas Memar (%)
Perbedaan Luas Memar Pada Tiap kemasan dan Lama Simulasi Transportasi 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
2 Lama Simulasi Transportasi (jam)
Keranjang+Plastik
Keranjang+Daun
Keranjang
Kardus+Daun
Kardus
Kontrol
5
Kardus+Plastik
Gambar 13. Persentase Luas Memar Pada Setiap Kombinasi Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi
33
Pada setiap lama simulasi transportasi (1,2 dan 5 jam), kombinasi kemasan dengan wadah keranjang dan kardus dengan ditambah kemasan individu baik plastik film maupun daun menunjukkan persentase luas memar yang paling rendah yaitu 0.17 + 0.01 (1 jam), 0.62 + 0.01 (2 jam) dan 1.33 + 0.01 (5 jam). Penggunaan plastik film dan daun dalam wadah memberikan perlindungan dari kerusakan dengan sangat nyata (Tabel 10). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan kemasan individu pada kubis dapat berfungsi efektif dalam mengurangi persentasi luas memar yang terjadi. Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat nilai persentase luas memar pada kubis yang dikemas secara individu baik yang menggunakan plastik film maupun daun kubis, tidak berbeda nyata (Tabel 10). Pada wadah keranjang dan kardus dimana kubis tidak dikemas secara individu memberikan nilai luas memar yang tidak berbeda nyata pada setiap lama simulasi transportasi (Tabel 10). Hal ini dapat disebabkan karena pada wadah keranjang tetap diberikan alas berupa koran 2 lembar untuk melindungi kubis dari gesekan pada permukaan keranjang yang cukup keras. Tabel 10. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Persentase Luas Memar Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
1 jam 0.17 ± 0.01 i 0.17 ± 0.01 i 1.54 ± 0.14 fg 0.17 ± 0.01 i 0.17 ± 0.01 i 1.58 ± 0.12 f 5.16 ± 0.53 c
Lama Simulasi Gataran 2 jam 5 jam 0.62 ± 0.08 h 1.33 ± 0.05 g 0.61 ± 0.06 h 1.34 ± 0.03 g 2.63 ± 0.21 e 4.78 ± 0.18 d 0.65 ± 0.10 h 1.36 ± 0.07 g 0.63 ± 0.06 h 1.32 ± 0.08 g 2.74 ± 0.26 e 4.77 ± 0.09 d 9.33 ± 0.13 b 17.93 ± 0.60 a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Penggunaan kardus dan keranjang menunjukkan persentase luas memar yang berbeda nyata dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan peranan wadah atau kemasan sekunder juga dapat menekan terjadinya kerusakan fisik pada kubis segar. Pantastico (1989) menyatakan kemasan dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
34
Pradnyawati (2006) menyatakan bahwa jenis kemasan (wadah) berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis pada jambu biji. Grace (1998) menunjukkan bahwa kemasan dapat memperkecil penurunan mutu tomat selama pengangkutan dalam hal menekan kerusakan fisik dan perubahan kimiawi dan Mc. Gregor (1989) mengemukakan bahwa pembungkusan pada produk juga mengurangi memar. Hal ini menjelaskan tingkat kerusakan kubis yang paling rendah persentase luas memarnya adalah dengan kombinasi kemasan primer dan sekunder. Wadah keranjang yang lebih keras dibandingkan dengan kardus tetapi menunjukkan nilai persentase luas memar yang tidak berbeda nyata, dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu kondisi udara yang lembab sehingga mengurangi kekuatan kardus dalam melindungi produk (Peleg, 1985), kurang tahannya kardus dengan perlakuan kasar (Purnomo, 1979), dan tumpukan kardus cenderung bergeser selama simulasi transpotasi sehingga mengurangi kekuatannya (Mc.Gregor 1989).
2. Pengaruh Kemasan dan Letak Tumpukan Terhadap Memar Getaran pada meja getar selama simulasi transportasi menyebabkan kemasan sekunder atau wadah dapat bergeser sehingga menyebabkan terjadi tumpukan yang miring. Kemiringan ini sebagai akibat getaran dan goncangan yang merupakan representasi dari sarana pengangkutan dan kondisi jalan selama transportasi.
Perbedaan Luas Memar Berdasarkan Kemasan dan Tumpukan 12
Luas Memar (%)
10 8 6 4 2 0 Atas
Tengah
Keranjang+Plastik
Tumpukan Keranjang+Daun Keranjang
Kardus+Daun
Kardus
Bawah
Kardus+Plastik
Kontrol
Gambar 14. Persentase Luas Memar Pada Setiap Tumpukan Pada Berbagai Kemasan
35
Secara umum, pada Gambar 14 dapat menjelaskan persentase luas memar pada kubis yang tidak menggunakan kemasan primer dan luar (kontrol) terjadi persentase luas memar tertinggi pada setiap letak tumpukan yaitu sebesar 10.45 % (atas), 11.01% (tengah), dan 10.97% (bawah). Sedangkan penggunaan kemasan primer baik plastik film ataupun daun kubis dapat menekan persentase luas memar yang terjadi pada setiap letak tumpukan sehingga kerusakan yang terjadi sangat rendah yaitu dibawah 1%. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 11), kubis yang dikemas secara individu baik dengan plastik film maupun dengan daun kubis menunjukkan persentase luas memar yang paling rendah dengan kisaran nilai 0.68 ± 0.53 sampai dengan 0.72 ± 0.54 dengan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi baik dengan wadah keranjang maupun wadah kardus dan pada setiap letak tumpukan.
Gambar 15. Kemiringan Tumpukan Kemasan Sekunder (Kardus) Setelah Simulasi Transpotasi Letak tumpukan diposisi atas cenderung menunjukkan terjadi persentase luas memar yang lebih kecil dibandingkan pada letak tumpukan ditengah dan dibawah. Walaupun demikian perbedaan nilai persentase luas memar tersebut tidak berbeda nyata kecuali pada kemasan keranjang, kardus dan kontrol (Tabel 11). Pada kemasan keranjang, kardus dan kontrol, persentase luas memar paling besar terjadi pada tumpukan bawah dan tengah dan berbeda nyata dengan tumpukan atas. Ditinjau dari ukuran wadah (keranjang atau 36
kardus) maka peluang terjadinya kerusakan fisik pada kubis dalam setiap wadah adalah sama besar karena setiap wadah memuat kubis sekitar 18 – 23 kg/wadah dan setiap wadah hanya berisi 1 lapisan/tumpukan kubis. Tabel 11. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kombinasi Kemasan Dan Letak Tumpukan Terhadap Persentase Luas Memar Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
Atas 0.69 ± 0.50 f 0.68 ± 0.53 f 2.80 ± 1.45 e 0.70 ± 0.51 f 0.70 ± 0.54 f 2.88 ± 1.49 de 10.45 ± 5.69 b
Tumpukan Tengah 0.71 ± 0.53 f 0.72 ± 0.54 f 3.04 ± 1.41 cd 0.73 ± 0.54 f 0.72 ± 0.52 f 3.07 ± 1.38 cd 11.01 ± 5.92 a
Bawah 0.71 ± 0.55 f 0.71 ± 0.54 f 3.11 ± 1.56 cd 0.75 ± 0.57 f 0.70 ± 0.50 f 3.13 ± 1.48 c 10.97 ± 5.89 a
Keterangan : huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Penggunaan kombinasi wadah (kemasan sekunder) dengan kemasan individu (kemasan primer) menghasilkan luas memar yang tidak berbeda nyata antara tumpukan atas, tengah dan bawah. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan kemasan perimer mampu melindungi kubis dari kerusakan. Perbedaan nyata yang terjadi pada keranjang, kardus dan kontrol pada letak tumpukan atas dengan tengah atau bawah lebih disebabkan faktor penanganan selama bongkar muat. Hal ini terjadi akibat penyusunan tumpukan secara manual sehingga dapat mempengaruhi kerusakan fisik karena memar terjadi yang disebabkan perpindahan produk didalam wadah selama penanganan dan transportasi (Mc. Gregor, 1989). Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa kehilangan pasca panen dapat disebabkan karena penanganan yang kasar saat bongkar muat. Faktor penumpukan yang tinggi dapat mengakibatkan penggeseran dari wadah selama getaran atau simulasi transportasi. Pada Gambar 15 menunjukkan, pergeseran wadah tersebut dapat mengurangi kekuatan wadah (Mc. Gregor, 1989). Kekuatan kardus untuk melindungi kubis didalamnya menurun karena adanya getaran, sedangkan kekuatan keranjang dapat bertahan karena cenderung tidak terjadi pergeseran disebabkan bentuk
37
permukaan atas dari setiap sisi keranjang yang dapat menopang keranjang lain diatasnya. Hal ini menyebabkan luas memar pada keranjang dan kardus tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisa dari kedua interaksi diatas, menunjukkan bahwa tingkat kerusakan kubis segar dengan lama simulasi transportasi 1 jam, 2 jam, dan 5 jam sangat dipengaruhi oleh faktor kemasan yang berinteraksi dengan lama simulasi transportasi dan juga letak posisi tumpukan wadah. Akan tetapi, persentase luas memar lebih nyata pengaruhnya dari faktor kemasan dan lama simulasi transportasi karena adanya peningkatan persentase luas memar sesuai semakin lamanya simulasi transportasi. Dengan kata lain tingkat kerusakan fisik kubis semakin meningkat nyata dengan semakin lamanya transportasi. Kombinasi kemasan yang dapat menghasilkan persentase luas memar yang rendah adalah kubis yang diwadahi oleh keranjang ataupun kardus dan dikemas secara individu baik dengan plastik film maupun dengan daun. Kombinasi kemasan tersebut terbukti dapat menahan tingkat kerusakan kubis pada setiap lamanya waktu simulasi transportasi (1, 2 dan 5 jam). Hal ini juga ditunjukkan dari kerusakan pada kontrol dengan persentase luas memar yang paling besar dan berbeda nyata dengan kubis yang menggunakan kemasan baik dengan wadah (kemasan sekunder) saja maupun yang dikombinasi dengan kemasan primer (plastik film atau daun kubis). Ditingkat petani yang pengangkutan kubis tidak dilakukan dengan pengemasan dapat dilakukan suatu cara penyusunan untuk mengurangi kerusakan. Meskipun demikian, hasil perhitungan menunjukkan bahwa penataan tersebut masih menghasilkan persentase luas memar yang terbesar pada kontrol dibandingkan pada kubis dengan kemasan (Gambar 16). Beban tekanan yang terjadi pada kubis tanpa kemasan lebih besar terutama karena gesekan antar kubis dan getaran mesin. Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan bahwa transportasi secara curah akan mengakibatkan kerusakan karena tekanan dan hal ini menjadi penyebab kehilangan pasca panen selama transportasi. Subekti (1998) menyatakan penggunaan terpal untuk penutup kendaraan pengangkut kubis ke pasar
38
berpotensi meningkatkan kehilangan atau susut pada kubis selama distribusi atau transportasi dalam bentuk curah.
Gambar 16. Penyusunan Kubis Pada Perlakuan Kontrol
Pengaruh Kemasan dan Lama Simulasi Transportasi Terhadap Tingkat Kekerasan Tingkat kekerasan adalah salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menguji terjadikan perubahan mutu pada buah dan sayuran. Tingkat kekerasan yang berubah disebabkan karena komposisi dinding sel berubah (Winarno, 2002). Pengujian dengan analisis ragam didapat bahwa hanya faktor kemasan yang mempengaruhi tingkat kekerasan baik pada bagian daun maupun pada tulang daun kubis segar. Gambar 15, menunjukkan hasil uji kekerasan pada daun dan tulang daun pada kubis segar dimana pola tingkat kekerasan tersebut tidak beraturan. Tingkat Kekerasan Pada Daun dan Tulang Daun Kubis
Tingkat Kekerasan (kg)
1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Daun
Keranjang+Plastik Kardus+Plastik Kontrol
Tulang Daun
Keranjang+Daun Kardus+Daun
Keranjang Kardus
Gambar 17. Tingkat Kekerasan Pada Daun Dan Tulang Daun Kubis Pada Berbagai Kemasan
39
Hasil analisis ragam didapat bahwa kemasan memberikan pengaruh pada tingkat kekerasan dengan P value <.0001. Lama waktu simulasi transportasi sebesar 1, 2, dan 5 jam tidak memberikan pengaruh pada tingkat kekerasan kubis segar padahal faktor ini sangat memberikan pengaruh pada susut berat dan tingkat kerusakan pada kubis. Hasil uji Duncan sebagai uji lanjut hasil analisis ragam tersebut (Tabel 12) menunjukkan secara umum, tingkat kekerasan kubis segar baik didaun maupun ditulang daun memperlihatkan pola yang tidak beraturan dengan nilai yang tidak berbeda untuk beberapa perlakuan kombinasi kemasan (Gambar 17). Pada tingkat kekerasan daun, 5 (keranjang+plastik film, kardus+plastik film, kardus+daun, kardus, kontrol) dari 7 kombinasi kemasan memiliki tingkat kekerasan yang tidak berbeda nyata termasuk kontrol dan 2 lainnya (keranjang+daun, keranjang) juga tidak berbeda nyata satu dengan yang lain. Sedangkan pada tingkat kekerasan ditulang daun, memberikan pola yang hampir serupa bahkan dari 2 kombinasi kemasan (keranjang+daun, keranjang). Salah satunya yaitu keranjang-daun menunjukkan nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata dengan kardus+plastik film, kardus+daun dan kontrol. Tabel 12. Hasil Uji Duncan Pengaruh Kemasan Terhadap Tingkat Kekerasan Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
Tingkat Kekerasan Tulang Daun Daun 1.62 ± 0.24 a 1.57 ± 0.29 a 1.40 ± 0.25 b 1.34 ± 0.25 bc 1.35 ± 0.22 b 1.19 ± 0.21 c 1.61 ± 0.27 a 1.49 ± 0.24 ab 1.63 ± 0.23 a 1.47 ± 0.23 ab 1.61 ± 0.18 a 1.59 ± 0.16 a 1.75 ± 0.16 a 1.45 ± 0.12 ab
Keterangan : huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Nilai R-square dari masing-masing tingkat kekerasan dari daun dan tulang daun adalah 0.59. Nilai tersebut sangat rendah (normal = 0.75) untuk suatu hasil uji statistik yang menunjukkan pengaruh faktor kemasan pada tingkat kekerasan. Hal ini dapat diartikan juga bahwa pengaruh kemasan pada tingkat kekerasan kubis sangat rendah.
40
Tingkat kekerasan biasanya digunakan sebagai salah satu parameter untuk pengujian mutu produk pertanian khususnya sayuran dan buah karena akan sangat berpengaruh nyata dengan lamanya penyimpanan produk. Pada penelitian ini, dengan lama simulasi transportasi sampai dengan 5 jam menunjukkan bahwa belum terjadi perubahan tingkat kekerasan yang berpengaruh nyata pada mutu kubis segar. Perhitungan dengan parameter kekerasan yang bersifat dekstruktif belum tepat digunakan untuk pengujian simulasi transportasi sampai dengan 5 jam. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan untuk pengujian tingkat kekerasan produk dengan metode non-dekstruktif.
Analisa Kelayakan Finansial Unit Usahatani Kubis Segar Perhitungan nilai ekonomis kubis segar pada penelitian ini adalah berupa ”direct selling” dimana produsen (petani) langsung dapat menjual kubis segar kepada konsumen (pembeli). Rantai suplai dari produsen langsung kepada konsumen ini tidak melalui tahap penyimpanan pada kegiatan produksi. Porter, et al (2004) menyatakan bahwa tidak ada keuntungan apabila dilakukan pengupasan selama penyimpanan setelah dihitung nilai ekonomi dan biaya buruh untuk pengupasan. Pengkajian kelayakan suatu proyek (usahatani kubis segar) akan ditinjau dari nilai B/C ≥ 1 dan pendekatan nilai untuk menunjukkan keuntungan dari unit usahatani kubis segar ditunjukkan nilai R/C yang berada diatas 1. Usahatani kubis ini berlokasi sesuai kelipatan lama simulasi transportasi sebagai kesetaraan jarak antara produsen dan konsumen yaitu 1 jam simulasi transportasi setara dengan 107.588 km. Pada Tabel 13, ditunjukkan hasil perhitungan rasio manfaat-biaya dan penerimaanbiaya pada introduksi kemasan untuk kubis segar yang dapat diketahui bahwa nilai B/C dan R/C usahatani kubis segar ini akan semakin kecil dengan bertambah lamanya simulasi transportasi. Hal ini terkait dengan semakin besarnya susut berat bersih kubis segar yang dapat dijual dipasaran akibat kerusakan yang disebabkan transportasi sehingga memerlukan pengupasan krop kubis untuk memenuhi kriteria mutu yang dipersyaratkan oleh konsumen atau pembeli.
41
Tabel 13. Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar* Kombinasi Kemasan Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
Lama Simulasi Transportasi 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C
0.4545 1.455 0.4089 1.409 0.5486 1.549 0.4716 1.472 0.5169 1.517 0.4813 1.481 0.2337 1.234 0.2179 1.218 0.3721 1.372 0.3646 1.365 0.3697 1.370 0.3198 1.320 0.4216 1.422 0.4251 1.425 Keterangan : *modus harga jual kubis ditingkat petani Rp 1500 per kg
0.2703 0.3873 0.4186 0.0827 0.2335 0.2277 0.3125
1.270 1.387 1.419 1.083 1.233 1.228 1.313
Simulasi transportasi selama 1 dan 2 jam adalah mewakili produsen di Jawa Barat sedangkan 5 jam adalah untuk produsen Jawa Tengah (lihat bab Metode). Oleh sebab itu, ditinjau dari R/C maka tingkat keuntungan produsen di Jawa Barat lebih besar daripada di Jawa Tengah. Hal ini dapat disebabkan 2 hal yaitu biaya transportasi yang lebih besar dan tingkat kerusakan fisik kubis yang lebih besar sehingga nilai ekonomis kubis segar semakin turun. Penggunaan kemasan atau wadah kardus menghasilkan nilai terendah. Kombinasi kemasan kardus+plastik film memberikan nilai paling rendah baik untuk nilai B/C maupun R/C pada setiap lama simulasi transportasi walaupun dari tingkat kerusakan fisik dan susut berat kubis memberikan nilai paling rendah (Tabel 13). Hal ini disebabkan harga kardus dan plastik film yang cukup mahal sehingga meningkatkan jumlah biaya operasional. Menurut Poernomo (1979) pemakaian kemasan kotak karton gelombang atau kardus masih kurang tepat atau belum sesuai untuk pengiriman lokal oleh karena harganya masih mahal dan kurang tahan terhadap perlakuan kasar yang biasa dijumpai. Penggunaan keranjang dengan daun menunjukkan nilai R/C terbesar pada simulasi transportasi 1 jam sebesar 1.549 dan pada 2 serta 5 jam simulasi transportasi terlihat penggunaan keranjang merupakan nilai R/C terbesar berturut-turut adalah 1.481 dan 1.419. Walaupun hasil Uji Duncan untuk susut berat akibat simulasi dan pengupasan
42
(Tabel 9) memperlihatkan bahwa susut berat kubis dengan keranjang+daun dan keranjang saja menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Kontrol merupakan kubis tanpa kemasan sehingga struktur biaya operasional tidak memerlukan biaya untuk material pengemasan akan tetapi biaya penanganan pasca panen tetap dilakukan dan tetap menggunakan wadah keranjang bambu untuk pengumpulan kubis dari lahan. Perlakuan pengemasan tanpa kemasan sekunder (wadah) dan kemasan primer (kontrol) menunjukkan tingkat nilai B/C dan R/C bukan yang paling tinggi, karena tingkat susut berat kubis akibat transportasi dan pengupasan paling tinggi (Tabel 9) sehingga menurunkan nilai ekonomis kubis. Perhitungan lebih lanjut didapatkan bahwa untuk usahatani kubis segar ditingkat petani dan dengan introduksi tehnik pengemasan, membutuhkan tambahan biaya. Adapun tambahan biaya untuk pengemasan keranjang+plastik film adalah Rp 154.29/kg dan pengemasan menggunakan keranjang+daun atau keranjang saja adalah Rp 35.71/kg. Sedangkan tambahan biaya untuk kemasan kardus+plastik film adalah Rp 321.43/kg dan penggunaan kardus+daun atau kardus saja adalah Rp 167.14/kg. Berdasarkan pengamatan rantai suplai sayuran di Jawa Barat, terdapat variasi harga pada segmen pasar tertentu seperti pasar swalayan, restoran/hotel internasional, dan rumah sakit yang memberikan harga jual kubis lebih besar 20 – 40 % dari Rp 1,500/kg atau Rp 1,800 – 2,100 per kg. Perhitungan lebih lanjut (Lampiran 11) untuk introduksi tehnik pengemasan yang dapat layak dilakukan oleh petani mendapatkan B/C ≥1 sebagai parameter kelayakan usahatani kubis segar, dengan interval kenaikan harga sebesar Rp 50/kg sebagai nilai terkecil dalam perdagangan. Dari perhitungan tersebut dihasilkan bahwa : 1. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + daun akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 1,950/kg untuk simulasi selama 1 jam (R/C 2.013). Pengaruh adanya daun kubis sebagai kemasan primer dapat mengurangi tingkat kehilangan atau susut berat kubis sehingga nilai kelayakannya pada tingkat harga yang naik hanya 8.3 %.
43
2. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,000/kg untuk simulasi selama 1 jam (R/C 2.023). Penggunaan wadah keranjang tanpa adanya kemasan primer mengakibatkan susut yang lebih besar dibandingkan dengan adanya daun kubis sebagai kemasan. Walaupun secara teknis tidak berbeda nyata susut yang terjadi tetapi secara ekonomis tingkat kelayakan investasi ini pada tingkat harga yang lebih tinggi dari kombinasi kemasan keranjang+daun. 3. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + daun dan keranjang akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,050/kg untuk simulasi selama 2 jam dengan R/C masing-masing 2.116 dan 2.073. Tingkat harga ini menjadikan jarak yang lebih jauh (setara 2 jam simulasi transportasi) dapat layak berinvestasi usahatani kubis segar dengan kemasan keranjang baik dengan kombinasi kemasan primer (daun kubis) maupun hanya keranjang. Hal ini dijelaskan juga pada Tabel 9 bahwa susut berat keranjang+daun dengan keranjang tidak berbeda nyata. 4. Untuk introduksi kombinasi kemasan keranjang + plastik film akan layak pada tingkat harga jual kubis Rp 2,100/kg untuk simulasi selama 1 jam dengan R/C 2.011. (Tabel 14). Penggunaan plastik film menunjukkan susut yang paling rendah pada perlakuan yang menggunakan keranjang akan tetapi karena biaya operasionalnya paling tinggi maka untuk kelayakan investasi kubis segar dengan kemasan keranjang+plastik film memerlukan tingkat harga yang paling tinggi. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kelayakan investasi kubis segar dengan wadah keranjang lebih tepat dilakukan oleh petani Jawa Barat (setara dengan 1 dan 2 jam simulasi transportasi) dibandingkan oleh petani Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh 2 hal yaitu 1) pada tingkat harga tertinggi yang mungkin dicapai yaitu Rp 2,100/kg, nilai B/C untuk 5 jam simulasi transportasi masih < 1, 2) tingkat kerusakan kubis yang besar sehingga susut berat kubis tidak menghasilkan nilai ekonomis untuk kelayakan investasi. Pada tingkat harga Rp 2,100/kg (Tabel 16) menjelaskan bahwa penggunaan kardus dan kontrol masih belum layak dilakukan karena B/C dibawah 1, walaupun sudah cukup
44
menguntungkan petani dengan R/C diatas 1 pada setiap lama simulasi transportasi. Sedangkan penggunaan keranjang cukup menguntungkan (R/C > 1) bagi petani pada setiap lama simulasi transportasi, akan tetapi baru akan layak (B/C ≥ 1) dilaksanakan pada 1 jam simulasi transportasi untuk semua kombinasi dengan keranjang dan pada 2 jam simulasi transportasi untuk kombinasi keranjang + daun atau keranjang saja. Tabel 14. Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar Pada Tingkat Harga Rp 2,100/Kg Kombinasi Lama Simulasi Transportasi Kemasan 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C Keranjang+Plastik film Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik film Kardus+Daun Kardus Kontrol
1.0364 1.1680 1.1236 0.7271 0.9210 0.9176 0.9903
2.0364 2.1680 2.1236 1.7271 1.9210 1.9176 1.9903
0.9725 1.0603 1.0738 0.7050 0.9105 0.8477 0.9952
1.9725 2.0603 2.0738 1.7050 1.9105 1.8477 1.9952
0.7784 0.9422 0.9856 0.5158 0.7269 0.7188 0.8375
1.7784 1.9422 1.9860 1.5158 1.7269 1.7188 1.8375
Berdasarkan perhitungan ekonomis kubis terlihat bahwa nilai keuntungan dan kelayakan penggunaan daun kubis pada wadah keranjang memberikan keuntungan yang lebih tinggi dari pada penggunaan keranjang saja. Hal ini disebabkan susut berat pada keranjang tanpa kemasan primer lebih besar daripada kubis dengan kemasan keranjang+daun kubis, walaupun secara teknis, susut tersebut tidak berbeda nyata. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa saat ini orientasi usahatani kubis masih berdasarkan keuntungan saja sehingga tidak dapat mengembangkan usahatani tersebut. Apabila didasarkan perhitungan rasio Manfaat-Biaya (B/C ≥ 1) maka suatu investasi usahatani kubis berada pada dapat tingkat kelayakan yang dapat menumbuhkembangkan investasi agribisnis kubis segar ini sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
45
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Kemasan dan lama transportasi berpengaruh terhadap susut berat dan luas memar, tetapi tidak berpengaruh terhadap kekerasan kubis. 2. Penggunaan kemasan primer (plastik film) dapat menekan susut berat dan luas memar pada kubis segar sehingga susut atau kehilangannya paling rendah. 3. Pengunaan daun kubis (3-5 lembar) sebagai kemasan primer kurang dapat mengurangi susut berat karena tidak berbeda nyata dengan kubis tanpa kemasan primer atau menggunakan kemasan sekunder saja, tetapi tingkat kerusakan atau luas memar yang terjadi berbeda nyata. 4. Penggunaan wadah (kemasan sekunder) baik kardus maupun keranjang dapat melindungi kubis segar dari susut berat terutama bila dikombinasi dengan kemasan primer (plastik film). Susut berat setelah simulasi transportasi dan pengupasan pada kardus lebih rendah dibandingkan dengan keranjang dan nilainya berbeda nyata pada simulasi transportasi selama 2 dan 5 jam. Meskipun demikian tingkat kerusakan atau luas memar yang terjadi tidak berbeda nyata pada setiap lama simulasi transportasi. 5. Penggunaan kemasan primer atau wadah kardus dapat mempertahankan berat bersih kubis segar dibandingkan dengan penggunaan keranjang karena kardus dapat lebih menekan transpirasi dan getaran. Hal ini berarti kardus lebih dapat melindungi kubis segar dari kehilangan susut berat, meskipun tingkat kerusakan atau luas memar yang terjadi tidak berbeda nyata dengan keranjang. 6. Dari aspek finansial, teknologi kemasan dengan keranjang layak diterapkan pada harga jual kubis segar sebesar Rp 1,950 – Rp 2,100 per kg. Introduksi teknik
46
pengemasan ini dapat mengurangi kerusakan fisik sehingga dapat memberikan keuntungan petani sampai 200% (R/C ≥ 2) pada 1 dan 2 jam simulasi transportasi atau setara dengan jarak antara produsen di wilayah Jawa Barat dan konsumen di Jakarta. Hal ini keranjang lebih kuat dan dapat dipakai kembali karena mudah dibersihkan sehingga dapat menekan biaya operasional usahatani kubis segar. 7. Tambahan biaya operasional dalam menggunakan kemasan sekunder (keranjang) dan kemasan primer (plastik film) adalah Rp 154.29/kg sedangkan penggunaan keranjang yang dikombinasi dengan daun kubis atau keranjang saja adalah Rp 35.71/kg. 8. Tingkat kerusakan dan penurunan berat yang paling besar terjadi pada kontrol, sehingga kubis tanpa kemasan primer dan sekunder menghasilkan nilai ekonomis (B/C dan R/C) paling rendah. Berdasarkan kelayakan investasi pada kubis segar tanpa kemasan (kontrol) tidak layak dilakukan.
Saran -
Berdasarkan penelitian ini, dapat direkomendasikan penggunaan keranjang sebagai kemasan sekunder untuk produsen di wilayah Jawa Barat untuk pendistribusian kubis segar ke Jakarta. Selain itu, keranjang dapat dikombinasi dengan kemasan primer (plastik film) untuk tingkat harga minimal Rp 2,100/kg.
-
Disarankan adanya pengkajian pengaruh transportasi pada kubis segar dapat diperkaya dengan penghitungan berdasarkan kondisi lapangan untuk dapat memvalidasi pengujian dalam skala laboratorium.
-
Diperlukan pengujian tingkat kekerasan dengan metode non-dektruktif untuk dapat lebih menggambarkan pengaruh lama simulasi transportasi pada tingkat kekerasan kubis segar.
47
DAFTAR PUSTAKA Ali Asgar 1989. Percobaan Pengepakan dan Pengangkutan Kubis Putih. Dalam Buletin penelitian hortikultura. Vol.XVII. No. 4, 1989. balai penelitian hortikltura. Lembang. Bandung. Indonesia. Anastasia E.T. 1983. Pengkajian Morfologi Kubis Segar dan Sistem Penanganannya Selama Pengangkutan dari Cipanas ke Bogor [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anwar, RS. 2005. Dampak kemasan dan suhu Penyimpanan terhadap Perubahan Sifat Fisik dan Masa Simpan Brokoli setelah Transportasi(skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ashari. S 1995. Hortikultura aspek budidaya. Penerbit UI-Press. Jakarta. Indonesia. Badan Standardisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia : Kubis Segar. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia 2006. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Chen, P. and R. Yadzani. 1991. Prediction of apple bruising due to impact on different surfaces. Transaction of ASAE 34 (3): 956 – 965. Dalimartha, N. E. 1978. Bagaimana Menciptakan Pasar. Terjemahan creating of market-ILO. Penerbit bhatara karya aksara. Jakarta. Departemen Pertanian. 2003. Statistik Pertanian 2002. Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian. 2005. Bulletin Pusdatin vol 2 no.18 Bulan Desember 2005. hal 11. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian. 2006. Statistik Pertanian 2005. Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Frazier and Westhoff, 1979. Food microbiology. New delhi. Tata Mc. Graw-hill Book Company Limited. Gittinger, JP. 1986. Analisa ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta. Grace, JNCGS. 1998. Mempelajari Pengaruh Jenis Kemasan dan Cara Pengemasan Terhadap Mutu Tomat Segar selama Pengangkutan didaerah Sumatera Utara (skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hadiyanto, S. 1994. Studi Mutu Kotak Karton Gelombang sebagai Kemasan Transportasi Produk Pangan Rapuh (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasan, M. I. 2003. Pokok – Pokok Materi Statistik: Statistik Deskriptif. Ed. ke – 2. Bumi Aksara, Jakarta. Hilton, D. J. 1993. Impact and Vibration Damage to Fruit during Handling and Transportation. In: Champ, B. R., E. Highley and G. I. Jhonson, editor. Postharvest Handling of Tropical Fruits. Proceedings of An International Conference, Chiang Mai, Thailand, 19 – 23 July 1993. http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/2005/table.3.shtml. http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/klip.asp/detailklip.asp?klipID=N102003341. http://www.deptan.go.id/teknogi/derah/kubis-5.htm. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=460 &idM... http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table7.shtml Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kader, A.A. 2002. Postharvest Technology of Hortikultural Crops (3rd edition). USA. University of California, Davis. Kamariyani dan T. Gembong. 1993. Fisiologi pasca panen, penangaran dan pemanfaatan buah-buahan dan sayur-sayuran. Tropika dan Subtropika cetakan ke-3. terjemahan pantaatico, Er.B Postharvest physiology, handling and utilization of tropical and subtropical and vegetables.gadjah mada univercitypress, yogyakarta. Khairil, A.S. 2000. Sistem Penanganan Pasca Panen Kubis (Brassica oleracea L. Var capitata L) di Sub terminal Agribisnis Sukabumi [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Kitinoja, L dan Kader, AA. 2003. Small-Scale Postharvest Handling Practices : A Manual for Horticultural Crops. USA. University of California, Davis.. Kitinoja, L dan Gorny,J.R. 1999. Postharvest Technology for Small Scale Produce Marketer: Economic Opportunities, Quality and Food Safety. USA. University of California, Davis.. Koopmens, L.H. 1997. Pengantar ke Statistik Kontemporer (terjemahan oleh Bambang Sumantri). Bogor. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.
McGregor, B.M. 1989. Tropical Products Transport Handbook. USA. United States Department of Agriculture. Muchtadi, D dan B Anjarsari, 1996. Penanganan pasca panen dalam meningkatkan nilai tambah komoditas sayuran. Prosiding seminar ilmiah nasional komoditas sayuran, 24 Oktober 1995, Lembang. Pantastico, ER.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Peleg.K.1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. AVI Publishing Co, Inc., Connecticut. Porter. K, Colin.G and Kleber, A. 2004. Effect of Mechanical Damage on The Postharvest Life of Chinese Cabbage. In : Access to Asian Foods. RIRDC Publication no. 75, October 2004. Australia Purwanto, M. H. 1986. Mempelajari Sifat Reologi Jambu Biji untuk Penanganan selama Pengangkutan (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pradnyawati, PI. 2006. Pengaruh Kemasan dan Goncangan terhadap mutu fisik Jambu Biji(tesis). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahardi, F, R Palungkun dan A. Budiarti, 1998. Agribisnis tanaman sayuran. Cetakan ke-7. penerbit swadaya, Jakarta Rukmana,R.1994. bertanam kubis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sarimadona A.L. 1988. Pengamatan sifat-sifat fisik, susut berat berat selama pengangkutan dan penyimpanan serta pengaruh pencelupan tangkai dalam larutan kimia pada penyimpanan kubis (Brassica oleraceace. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sri Subekti. 1998. Mempelajari Karakteristik Respirasi dan Perubahan Mutu Kubis (Brassica oleracea) pada penyimpanan Segar[skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Singh, S.P., and M. Xu. 1993. Bruising in apples as a function of truck vibration and packaging. J Applied Engineering in Agriculture 9(5): 455 – 460. Slaughter, D. C, J. F. Thompson, and R. T. Hinsch. 1998. Packaging Bartlett pears in polyethylene film bags to reduce vibration injury during transit. Transcation of ASAE 41(1): 107 – 114.
Studman, C.J. 1999. Reducing bruising in apple cartons. Di dalam: Jhonson, G.I.,V. T. Le, D. D. Nguyen, and Mc Webb. Editors. Quality Assurance in Agricultural Produce. Proceedings of the 19th ASEAN/ 1st APEC Seminar on Postharvest Technology, Post - Harvest Technology Institute, Ho Chi Minh City, Vietnam, 9 – 12 November 1999. Suhardjo, Sjaifullah, S. Prabawati, S. Sahutu, dan Murtiningsih. 1995. Penanganan Segar dan Olahan. Di dalam: Kusumo, S., F. A. Bahar, S. Sulihati, Y. Krisnawati, Suhardjo, dan T. Sudaryono. Editor. Teknologi Produksi Salak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi ke – 6.Penerbit Erlangga, Jakarta. Syarief, AM. 1989. Tehnik Pengolahan Hasil Pertanian (terjemahan Agricultural Process Engineering by Henderson and Perry). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Waluyo, S. B. 1990. Pengkajian Dampak Getaran Mekanik Pengangkutan Truk terhadap Jeruk dalam Kemasan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno. F. G dan Betty S.L. 1982. Kerusakan bahan pangan dan cara pencegahannya. Ghalia indonesia. Jakarta. Winarno, 1986. Mutu, Daya Simpan, Transportasi dan Penanganan Buah-buahan dan Sayuran. Makalah pada Konferensi Pengolahan Bahan Pangan “Swasembada dan Ekspor”, 22-23 Oktober 1986, Jakarta. Winarno, FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio press. Bogor. Witono, A, et. Al. 2006.Development of a Good Agricultural Practices to Improve Food Safety and Product Quality in Indonesia Vegetable Production. Lelystad. Applied Plant Reasearch.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Gerakan Bak Truk Angkutan Setara 30 Km pada Beberapa Kondisi jalan (Lembaga Uji Konstruksi, 1986) Jumlah Amplitudo 1 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Amplitudo rataan
Jalan Dalam Kota 3.5 3.2 2.9 2.5 2.2 1.8 1.6 1.5 1.1 0.9 0.0 1.30
Amplitudo Gerakan Vertikal (cm) Jalan Luar Kota Jalan Buruk (aspal) 3.9 4.8 3.6 4.2 3.3 3.9 3.0 3.5 2.8 3.1 2.5 2.8 2.1 2.8 2.0 2.0 1.7 1.2 1.3 0.8 0.1 0.2 1.74
1.85
Jalan Buruk (Berbatu) 5.2 4.1 3.8 3.6 3.2 2.6 2.6 2.0 1.1 0.7 0.1 1.71
Asumsi : • Kecepatan truk dijalan Dalam Kota dan Luar Kota 60 km/jam, sedangkan dijalan Buruk (aspal) dan Buruk (Berbatu) 30 km/jam. • Frekuensi Getaran Bak Truk 1,4 Hz • Beban truk sebanyak 80% beban nominal
48
Lampiran 2. Perhitungan Amplitudo dan Frekuensi Rataan dai Meja Getar Selama 60 menit atau 1 jam. Menit ke10 20 30 40 50 60
Jumlah Gelombang
Waktu (detik)
25 17.5 21 20 21 18.5 Rataan
5.8 4 4.8 4.8 5 4
Frekuensi (Hz)
4.3103 4.375 4.375 4.1667 4.19 4.625 4.34
Amplitudo (cm)
2.68 2.79 2.59 2.64 2.58 2.74 2.67
Keterangan : • Rataan Frekuensi = Σ frekuensi : ulangan •
Rataan Amplitudo = Σ amplitudo : ulangan
Pengukuran amplitudo pada setiap ulangan adalah rataan dari jumlah 2 atau 3 amplitudo terbesar yang diakumulasi dengan amplitudo terkecil.
49
•
Lampiran 3. Perhitungan setara panjang jalan simulasi pengangkutan selama 60 menit pada jalan Luar Kota
Diketahui data Meja Getar : A = 2.67 cm f = 4.34 Hz T = 0.23 s ω = 27.318 T
Luas siklus getaran meja getar = ∫ A sin ωT dT 0 0.23
= ∫ 2.67 sin (27.318T) dT 0
= - 2.67/27.318{cos(27.318*0.23) – cos (27.318*0)} = 0.00059 Jumlah getaran meja selama simulasi (1 jam) = 1*3600*4.34 = 15.624 Jumlah luas getaran simulasi (1 jam) = 15.624*0.00059 = 9.21816
Diketahui data Jalan Luar Kota : A = 1.74 cm f = 1.4 Hz T = 0.714 s ω = 8.796 T
Luas siklus getaran truk di Jalan Luar Kota = ∫ A sin ωT dT 0 0.714
= ∫ 1.74 sin (8.796T) dT 0
= - 1.74/8.796{cos(8.796*0.714) – cos (8.796*0)} = 0.00119 Jumlah luas seluruh getaran truk di Jalan luar kota selama 30 menit (setara 30 km) = 30*60*1.4*0.00119 = 2.5704 ∴ Simulasi 1 jam setara panjang jalan = 9.21816/2.5704 * 30 km = 107.588 km
50
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Susut Berat Kubis Segar. Tabel Analisis Ragam Susut Berat Setelah Simulasi Transportasi (%) Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Kemasan Perjalanan Tumpukan Kemasan*Perjalanan Kemasan*Tumpukan Perjalanan*Tumpukan Kemasan*Perjalanan*Tumpukan Galat Total
6 2 2 12 12 4 24 63 125
48.662 37.297 0.310 13.678 0.649 0.293 1.844 3.581 106.314
8.110 18.648 0.155 1.140 0.054 0.073 0.077 0.057
F-Hitung
P-Value
142.67 328.04 2.72 20.05 0.95 1.29 1.35
<.0001* <.0001* 0.0733 <.0001* 0.5038 0.2834 0.1706
Keterangan = (*) : nyata pada taraf 5%
Tabel Analisis Ragam Susut Berat Setelah Pengupasan (%) Sumber Keragaman Kemasan Perjalanan Tumpukan Kemasan*Perjalanan Kemasan*Tumpukan Perjalanan*Tumpukan Kemasan*Perjalanan*Tumpukan Galat Total
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
6 2595.225 2 1664.001 2 1.856 12 160.707 12 18.464 4 9.748 24 50.843 63 181.612 125 4682.455
432.537 832.001 0.928 13.392 1.539 2.437 2.118 2.883
db
F-Hitung
P-Value
150.04 288.61 0.32 4.65 0.53 0.85 0.73
<.0001* <.0001* 0.726 <.0001* 0.8846 0.5018 0.7967
Keterangan = (*) : nyata pada taraf 5%
51
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Kubis Segar Tabel Analisis Ragam Tingkat Kerusakan Berdasarkan Luas Memar Sumber Keragaman Kemasan Perjalanan Tumpukan Kemasan*Perjalanan Kemasan*Tumpukan Perjalanan*Tumpukan Kemasan*Perjalanan*Tumpukan Galat Total
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
6 1470.034 2 252.214 2 0.747 12 337.421 12 0.961 4 0.050 24 0.602 63 2.039 125 2064.067
245.006 126.107 0.373 28.118 0.080 0.012 0.025 0.032
db
F-Hitung
P-Value
7569.84 3896.27 11.53 868.76 2.47 0.39 0.77
<.0001* <.0001* <.0001* <.0001* 0.0102* 0.8178 0.7522
Keterangan = (*) : nyata pada taraf 5%
52
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Kubis Segar Tabel Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Pada Daun Sumber Keragaman
db
Kemasan Perjalanan Tumpukan Kemasan*Perjalanan Kemasan*Tumpukan Perjalanan*Tumpukan Kemasan*Perjalanan*Tumpukan Galat Total
6 2 2 12 12 4 24 63 125
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
2.128 0.036 0.163 0.307 0.629 0.416 1.797 3.727 9.203
0.355 0.018 0.082 0.026 0.052 0.104 0.075 0.059
F-Hitung
P-Value
5.99 0.3 1.38 0.43 0.89 1.76 1.27
<.0001* 0.7393 0.2594 0.9443 0.5653 0.1482 0.2257
Keterangan = (*) : nyata pada taraf 5%
Tabel Analisis Ragam Tingkat Kekerasan Pada Batang Sumber Keragaman
db
Kemasan Perjalanan Tumpukan Kemasan*Perjalanan Kemasan*Tumpukan Perjalanan*Tumpukan Kemasan*Perjalanan*Tumpukan Galat Total
6 2 2 12 12 4 24 63 125
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
2.052 0.016 0.022 1.058 0.692 0.278 0.619 3.183 7.920
0.342 0.008 0.011 0.088 0.058 0.069 0.026 0.051
F-Hitung
P-Value
6.77 0.16 0.21 1.74 1.14 1.38 0.51
<.0001* 0.8511 0.8076 0.0783 0.3447 0.2526 0.9651
Keterangan = (*) : nyata pada taraf 5%
53
Lampiran 7. Struktur Biaya Usahatani Kubis Segar Uraian A
SARANA PRODUKSI
1
Benih
2
Pupuk Kandang
3
Pupuk Buatan
4
Volume 2
Satuan ons
Harga/satuan
Jumlah
170,000
340,000
28,000
kg
300
8,400,000
NPK
200
kg
4,000
800,000
ZA-SP36
700
kg
2,000
1,400,000
Captan
300
kg
500
150,000
Pupuk Cair Organik
7
lt
20,000
140,000
Pupuk Cair Kompos
300
lt
1,000
300,000
5
Peralatan
50,000
6
Insektisida
6
lt
145,000
870,000
Fungisida
12
kg
60,000
720,000
Bio-pestisida
60
kg
5,000
300,000
250
kg
18,000
4,500,000
2
unit
350,000
700,000
7
Mulsa
8
Sprayer
9
Keranjang Bambu
150
unit
4,000
600,000
10
Keranjang plastik*
200
unit
10,000
2,000,000
11
Kardus**
2,000
unit
3,000
6,000,000
12
Plastik film
75
unit
70,000
5,250,000
Sub Total A
32,520,000
B
TENAGA KERJA
1
Pengolahan Tanah
20
HKO
10,000
200,000
Pemupukan
15
HKO
10,000
150,000
Pemasangan Mulsa
20
HKO
10,000
200,000
Penyemprotan
15
HKO
10,000
150,000
Penyiangan
20
HKO
10,000
200,000
Panen
20
HKO
10,000
200,000
Pasca Panen
15
HKO
10,000
150,000
SubTotal B C
TRANSPORTASI
D
SEWA LAHAN TOTAL A+B+C+D
1,250,000 35,000
kg 1
ha/musim
150
5,250,000
1,170,000
1,170,000 40,190,000
Keterangan : *) merupakan barang investasi selama 3 tahun dan dapat digunakan 6 kali **) dapat digunakan 2 kali
54
Lampiran 8. Perhitungan Biaya Operasional dan Penerimaan Pada Tingkat Harga Rp 1500/Kg *
Kemasan
Susut Berat (%) 1 jam
2 jam
Keranjang+Plastik
10.4
Keranjang+Daun
5 jam
Berat Besih (kg)** 5 jam
Nilai Jual (Rp) 1 jam
2 jam
5 jam
Biaya (Rp)
1 jam
2 jam
13.21
21.75 31,360
30,377
27,388 47,040,000
45,564,750 41,081,250
32,340,000
16.85
20.98
25.51 29,103
27,657
26,072 43,653,750
41,485,500 39,107,250
28,190,000
Keranjang
18.55
20.46
23.83 28,508
27,839
26,660 42,761,250
41,758,500 39,989,250
28,190,000
Kardus+Plastik
10.26
11.41
21.24 31,409
31,007
27,566 47,113,500
46,509,750 41,349,000
38,190,000
Kardus+Daun
14.3
14.77
22.96 29,995
29,831
26,964 44,992,500
44,745,750 40,446,000
32,790,000
Kardus
14.45
17.57
23.32 29,943
28,851
26,838 44,913,750
43,275,750 40,257,000
32,790,000
Kontrol
27.05
26.87
32.65 25,533
25,596
23,573 38,298,750
38,393,250 35,358,750
26,940,000
Keterangan : *) asumsi hasil produksi dalam 1 ha adalah 35 ton **) berat bersih adalah berat setelah dikurangi dengan susut berat
55
Lampiran 9. Perhitungan Rasio Manfaat-Biaya pada tingkat harga jual kubis Rp 1500/kg Nilai Jual (Rp)
Kemasan
Manfaat
Biaya (Rp)
1 jam
2 jam
5 jam
Keranjang+Plastik
47,040,000
45,564,750
41,081,250
Keranjang+Daun
43,653,750
41,485,500
Keranjang
42,761,250
Kardus+Plastik
Rasio BC
1 jam
2 jam
5 jam
1 jam
2 jam
5 jam
32,340,000
14,700,000
13,224,750
8,741,250
0.4545
0.4089
0.2703
39,107,250
28,190,000
15,463,750
13,295,500
10,917,250
0.5486
0.4716
0.3873
41,758,500
39,989,250
28,190,000
14,571,250
13,568,500
11,799,250
0.5169
0.4813
0.4186
47,113,500
46,509,750
41,349,000
38,190,000
8,923,500
8,319,750
3,159,000
0.2337
0.2179
0.0827
Kardus+Daun
44,992,500
44,745,750
40,446,000
32,790,000
12,202,500
11,955,750
7,656,000
0.3721
0.3646
0.2335
Kardus
44,913,750
43,275,750
40,257,000
32,790,000
12,123,750
10,485,750
7,467,000
0.3697
0.3198
0.2277
Kontrol
38,298,750
38,393,250
35,358,750
26,940,000
11,358,750
11,453,250
8,418,750
0.4216
0.4251
0.3125
56
Lampiran 10. Perhitungan Rasio Penerimaan-Biaya pada tingkat harga jual kubis Rp 1500/kg Biaya (Rp)
Nilai Jual (Rp) Kemasan 1 jam
2 jam
5 jam
Rasio RC 1 jam
2 jam
5 jam
Keranjang+Plastik 47,040,000 45,564,750 41,081,250 32,340,000
1.455
1.409
1.270
Keranjang+Daun
43,653,750 41,485,500 39,107,250 28,190,000
1.549
1.472
1.387
Keranjang
42,761,250 41,758,500 39,989,250 28,190,000
1.517
1.481
1.419
Kardus+Plastik
47,113,500 46,509,750 41,349,000 38,190,000
1.234
1.218
1.083
Kardus+Daun
44,992,500 44,745,750 40,446,000 32,790,000
1.372
1.365
1.233
Kardus
44,913,750 43,275,750 40,257,000 32,790,000
1.370
1.320
1.228
Kontrol
38,298,750 38,393,250 35,358,750 26,940,000
1.422
1.425
1.313
57
Lampiran 11. Perhitungan Analisa Finansial Usahatani Kubis Pada Beberapa Tingkat Harga Jual
Tabel.
Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar Pada Tingkat Harga Rp 1950/Kg Kombinasi Lama Simulasi Transportasi Kemasan 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C
Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol
0.890909 1.013121 0.971963 0.603759 0.783783 0.780661 0.848121
1.890909 2.013121 1.971963 1.603759 1.783783 1.780661 1.848121
0.831607 0.913131 0.92572 0.583207 0.774 0.71572 0.852681
1.831607 1.913131 1.92572 1.583207 1.774 1.71572 1.852681
0.65138 0.803456 0.84413 0.407533 0.603532 0.596038 0.70625
1.65138 1.803456 1.84413 1.407533 1.603532 1.596038 1.70625
Tabel.
Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar Pada Tingkat Harga Rp 2000/Kg Lama Simulasi Transportasi Kombinasi Kemasan 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C
Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol
0.939394 1.064739 1.022526 0.644881 0.829521 0.826319 0.895509
1.939394 2.064739 2.022526 1.644881 1.829521 1.826319 1.895509
0.878571 0.962185 0.975098 0.623802 0.819488 0.759713 0.900186
1.878571 1.962185 1.975098 1.623802 1.819488 1.759713 1.900186
0.693723 0.849698 0.891415 0.443624 0.644648 0.636962 0.75
1.693723 1.849698 1.891415 1.443624 1.644648 1.636962 1.75
Tabel.
Hasil Perhitungan Analisa Finansial Pada Usahatani Kubis Segar Pada Tingkat Harga Rp 2050/Kg Lama Simulasi Transportasi Kombinasi Kemasan 1 Jam 2 jam 5 jam B/C R/C B/C R/C B/C R/C
Keranjang+Plastik Keranjang+Daun Keranjang Kardus+Plastik Kardus+Daun Kardus Kontrol
0.987879 1.116358 1.073089 0.686003 0.875259 0.871977 0.942896
1.987879 2.116358 2.073089 1.686003 1.875259 1.871977 1.942896
0.925536 1.01124 1.024475 0.664397 0.864975 0.803706 0.94769
1.925536 2.01124 2.024475 1.664397 1.864975 1.803706 1.94769
0.736066 0.895941 0.938701 0.479715 0.685764 0.677887 0.79375
1.736066 1.895941 1.938701 1.479715 1.685764 1.677887 1.79375
58