KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor)
Oleh DWI WINDIANA F34063505
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DWI WINDIANA. F34063505. Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor). Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti. 2010.
SUMMARY Occupational safety and health condition in an industry determines good or bad job performance in the industry. Work accident that occurred at the company resulted in a variety of losses such as the cessation of production, loss of skilled and experienced personnel, decrease the credibility of the company, loss of profits, loss of work time, medical expenses and maintenance expenses, and others. The high accident rate may decrease work productivity at company level. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. as one industry that can not be separated from activities involving labor, tools, methods, costs, and materials and a large enough time. This condition allow the occurrence of accidents in production and implementation of corporate activity. Therefore, the required health and safety management system in accordance with the regulation PERMENKER SMK3 05/MEN/1996 in running the company. But in implementation need to be revisited (audit) was applied periodically for evaluation of the efficacy in reducing the number of work accidents and take corrective action when a deviation occurs. Audit function to measure the performance and effectiveness of health and safety management system adopted by the company. This study aimed to audit health and safety management system application at PT. Goodyear Indonesia, Tbk. In addition, this study also aimed to calculate the estimated cost of treatment due to employee illness and to analyze the lack of implementation health and safety management system at PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Method audit in this study is to use a global document, health, and safety which is a document used by the entire audit Goodyear company in the world. Factors that were examined in this study include leadership, ergonomic, behaviors, physical inspection, control of hazardous energy, and industrial health. Research resulted using a global, health, and safety audit document show that the score (in percent) on each factor is leadership 100%, 100% ergonomics, behaviors 100%, 88.9% physical inspection, control of hazardous energy 100%, and industrial health 95%. The result of the audit scores in this study showed an increase from the company's audit results in prior period is leadership 84.6%, 76.9% ergonomics, behaviors 88%, 74.1% physical inspection, control of hazardous energy's 85.7%, and industrial health 95%. Although the results of the audit score in this study experienced an increase from the previous audit period, but there are still score of audit under the audit standard of both the percentage score is determined by PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Physical inspection still showed a score below 90% which is a good standard audit score by PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Overall audit score of this study was 95.5%, so that health and safety management system that has been and is being implemented by PT. Goodyear Indonesia, Tbk. is well in accordance with criteria based on the application of government regulation health and safety management system get the gold if the scoring criteria for the audit of more than 85%.
Inspection of physical is on of the factor that have the lowest score from the results of audit conducted in this study. This is because companies can not perform good housekeeping in work areas in the areas of components, mixing and preparation areas. In this work area the company can not meet the housekeeping guidelines established by the PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Another thing that is still not possible the company is to provide a special protective clothing for employees that working with electricity and personal protective gear and other equipment that can protect employees from the flow of electricity. But at this point companies are trying to buy clothing and protective equipment from the power plant. Estimated medical expenses incurred by the calculation of PT. Goodyear Indonesia, Tbk. calculated based on the 10 diseases with the highest number of patients, namely influenza, cough, back pain (LBP), fever, ISPA, skin diseases, eye diseases, digestive system diseases, headaches, and diarrhea. From the comparison of disease data in January 2010 and March 2010 found that the result is the estimated cost of treatment in the month of March 2010 more Rp.27.258.000 lower than the cost of treatment in January 2010 which Rp.29.209.000. Difference in total cost incurred by PT. Goodyear Indonesia, Tbk. in two different months ie Rp.1.951.000. So the results of the audit on the audit score a date until 31 April 2010 gives the best effect on medical expenses of employees of PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
DWI WINDIANA. F34063505. Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor). Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti. 2010.
RINGKASAN Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada suatu industri menentukan baik atau buruknya performasi kerja dalam industri tersebut. Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan mengakibatkan berbagai macam kerugian seperti terhentinya produksi, hilangnya tenaga terampil dan berpengalaman, menurunnya kredibilitas perusahaan, hilangnya keuntungan, hilangnya waktu kerja, pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan, dan lain-lain. Tingginya angka kecelakaan kerja dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja pada perusahaan. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. sebagai salah satu industri yang tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya, dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja dalam pelaksanaan produksi maupun aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang sesuai dengan undang-undang PERMENKER 05/MEN/1996 dalam menjalankan SMK3 di perusahaan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan peninjauan (audit) berkala terhadap SMK3yang sedang diterapkan senbagai evaluasi keefektifan SMK3 dalam menurunkan angka kecelakaan kerja dan mengambil tindakan korektif bila terjadi penyimpangan. Audit berfungsi mengukur kinerja dan efektifitas dari manajemen K3 yang diterapkan oleh perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengakji (audit) SMK3 yang diterapkan pada PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung estimasi biaya pengobatan akibat adanya penyakit kerja karyawan serta menganalisis kekurangan penerapan SMK3 pada PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Teknik pengkajian (audit) yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan dokumen Global, Health, and Safety yang merupakan dokumen audit yang digunakan oleh seluruh perusahaan Goodyear yang ada di seluruh dunia. Faktorfaktor yang dikaji pada penelitian ini meliputi leadership, ergonomic, behaviors, physical inspection, control of hazardous energy, dan industrial health. Hasil penelitian yang menggunakan metode audit global health and safety document menunjukkan bahwa skor audit (dalam persen) pada setiap faktor adalah leadership 100%, ergonomics 100%, behaviors 100%, physical inspection 88,9%, control of hazardous energy 100%, dan indiustrial health 95%. Hasil skor audit pada penelitian ini menunjukkan peningkatan dari hasil audit perusahaan pada periode sebelumnya, yaitu leadership 84,6%, ergonomics 76,9%, behaviors 88%, physical inspection 74,1%, control of hazardous energy 85,7%, dan industrial health 95%. Faktor Physical Inspection masih menunjukkan skor audit di bawah 90% yang merupakan standar skor audit yang baik menurut PT. Goodyear Indonesia, Tbk.. Skor audit keseluruhan dari penelitian ini adalah 95,5 %, sehingga manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dan sedang diterapkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk. adalah baik sesuai dengan kriteria penerapan SMK3
berdasarkan peraturan pemerintah yang mendapatkan kriteria emas jika skor audit lebih dari 85%. Faktor physical inspection merupakan faktor yang memiliki skor terendah dari hasil audit yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak dapat melakukan housekeeping yang baik pada beberapa area kerja, yaitu pada area mixing dan area component preparation. Pada area kerja ini perusahaan tidak dapat memenuhi guidelines housekeeping yang ditetapkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Hal lain yang masih tidak dapat dilakukan perusahaan adalah menyediakan pakaian pelindung khusus bagi karyawan yang bekerja dengan listrik dan alat pelindung diri serta alat lainnya yang dapat melindungi karyawan dari aliran listrik. Namun pada saat ini perusahaan sedang mengusahakan untuk membeli pakaian dan alat pelindung diri dari listrik tersebut. Estimasi perhitungan biaya pengobatan yang dikeluarkan PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dihitung berdasarkan 10 penyakit dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu influenza, batuk, sakit pinggang (LBP), demam, ISPA, penyakit kulit, penyakit mata, penyakit sistem pencernaan, sakit kepala, dan diare. Dari perbandingan data penyakit pada bulan Januari 2010 dan Maret 2010 didapatkan hasil yaitu estimasi biaya pengobatan pada bulan Maret 2010 lebih yaitu Rp.27.258.000 lebih rendah dari biaya pengobatan pada bulan Januari 2010 yaitu Rp.29.209.000. Selisih total biaya yang dikeluarkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk. pada dua bulan yang berbeda yaitu Rp.1.951.000. Maka hasil skor audit pada audit tanggal 1 sampai dengan 31 April 2010 memberikan dampak yang baik bagi pengeluaran biaya pengobatan karyawan PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
KAJIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh DWI WINDIANA F34063505
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
: KAJIAN
PENERAPAN
SISTEM
MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) (Studi Kasus :
Bagian
Produksi
PT.
Indonesia, Tbk. Bogor) Nama
: DWI WINDIANA
NRP
: F34063505
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP. 19621009 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
Goodyear
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Dwi Windiana
NRP
: F34063505
Departemen
: Teknologi Industri Pertanian
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Perguruan Tinggi
: Institut Pertanian Bogor
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Poduksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk., Bogor)” merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bogor, September 2010
Dwi Windiana F34063505
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah Dwi Windiana yang dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 19 Agustus 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang merupakan anak dari pasangan (Alm) Drh. Yoeswanto Idroes dan Drh. Ida Drajati. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 di SDN 39 Banda Aceh meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 di SLTPN 1 Banda Aceh. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 3 Banda Aceh. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kemudian terdaftar di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, pada tahun 2008 hingga 2010 penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN), dan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR). Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan praktek lapangan di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor dengan topik "Mempelajari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Goodyear Indonesia, Tbk.". Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul "Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Poduksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor)” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Studi Kasus : Bagian Produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Bogor)”. Tujuan penulis menyusun skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar pendidikan Strata-1 (S-1) pada Departemen Tekenologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak hambatan yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ayahanda tercinta (Alm) Drh. Yoeswanto Idroes dan Ibunda tercinta Drh. Ida Drajati, beserta kakak tercinta Ika Pratiwi yang telah memberikan semangat dan bimbingan serta do‟anya kepada penulis.
2.
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, selaku dosen pembimbing dan juga Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan terbaik dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng. dan Drs. Purwoko, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Sugiri Saloka, selaku pembimbing di lapangan dan seluruh karyawan PT. Goodyear Indonesia Tbk. yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan pada penulis saat melakukan praktek lapang.
5.
Yasar Fajril, Tya, Devina, Ratih, Ajias, Gabby, Amel, dan semua mahasiswa Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan dukungan dan do‟anya kepada penulis, serta khususnya Dian Kunti A. selaku teman sepembimbing yang bekerja keras bersama menyusun skripsi
6.
Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan masukan
yang bermanfaat bagi pihak perusahaan dan memperluas wawasan bagi pembaca.
Bogor, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................ i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v I.
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1 B. PERUMUSAN MASALAH ......................................................................... 1 C. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 2 D. RUANG LINGKUP PENELITIAN .............................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 A. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) ................................. 3 B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) .......................................................................................... 4 C. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI INDONESIA ................................................................ 6 D. STANDAR PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) .......................................................................... 8 E. KECELAKAAN KERJA .............................................................................. 9 F. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA ............................................ 11 III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 15 A. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 15 B. TAHAPAN PENELITIAN ......................................................................... 15 C. ANALISIS DATA ...................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 19 A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 19 B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) DI PT. GOODYEAR INDONESIA, TBK ....................... 20 C. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) ............................................................... 25 D. PERHITUNGAN ESTIMASI BIAYA AKIBAT PENYAKIT KERJA ...................................................................................................... 64 V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 66 A. KESIMPULAN .......................................................................................... 66 B. SARAN ...................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68 LAMPIRAN .................................................................................................... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Lima Prinsip SMK3 Berdasarkan PERMENKER 05/MEN/1996 ....................................................................................... 5 Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian ................................................................ 17 Gambar 3. Logo PT. Goodyear Indonesia, Tbk ..................................................... 19 Gambar 4. Logo Departemen EHS PT. Goodyear Indonesia, Tbk .................................................................................... 21 Gambar 5. Cara Pemakaian Back Support .............................................................. 37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Dokumen Audit Global, Health, and Safety....................................... 71 Lampiran 2. Hasil Audit SMK3 .......................................................................... 103 Lampiran 3. Plant Safety Orientation Program ................................................... 107 Lampiran 4. Safety Training Record PT. Goodyear Indonesia, Tbk ..................... 110 Lampiran 5. Form Analisis BRIEF ...................................................................... 119 Lampiran 6. Perhitungan Estimasi Biaya Penyakit Kerja ..................................... 120 Lampiran 7. Housekeeping Guideline PT. Goodyear Indonesia, Tbk ................... 121 Lampiran 8. Hasil Audit Kebisingan Maret 2010 ................................................ 123
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada suatu industri menentukan baik atau buruk performasi kerja dalam industri tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja
sangat berperan dalam menjamin adanya
perlindungan terhadap pekerja. Perlindungan terhadap pekerja meliputi aspekaspek yang cukup luas, yaitu perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan K3 dilakukan agar pekerja melakukan pekerjaan secara aman dengan kondisi kesehatan yang baik untuk meningkatkan produktifitas kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan mengakibatkan berbagai macam kerugian seperti terhentinya produksi, hilangnya tenaga terampil dan berpengalaman, menurunnya kredibilitas perusahaan, hilangnya keuntungan, hilangnya waktu kerja, pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan, dan lainlain. Tingginya angka kecelakaan kerja pada perusahaan dapat menurunkan tingkat produktifitas pada perusahaan tersebut. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. sebagai salah satu industri tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya, dan material serta waktu yang cukup besar yang selanjutnya disebut dengan perusahaan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja dalam pelaksanaan produksi maupun aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang sesuai dengan Undang-Undang PERMENKER 05/MEN/1996. Dalam pelaksanaan penerapan SMK3 perlu dilakukan peninjauan berkala, baik yang sedang diterapkan maupun yang akan diterapkan. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah penerapan SMK3 yang baik pada PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
dipengaruhi oleg tingkat kesadaran para karyawan dalam melaksanakan program K3 dengan baik dan efektif. C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji (audit) penerapan SMK3 pada PT. Goodyear Indonesia, Tbk. khusus pada bagian produksi. Tujuan khusus penelitian ini adalah menghitung skor atau nilai audit SMK3 pada PT. Goodyear Indonesia dan menganalisis kekurangan dari penerapan SMK3 yang sedang dijalankan serta menghitung biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat penyakit kerja. D. RUANG LINGKUP PENELTIAN Ruang lingkup pada penelitian harus dibatasi agar lebih mudah untuk dipahami dan fokus pada tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di bagian produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. yang difokuskan pada pengkajian penerapan SMK3 dengan menggunakan dokumen global, health, and safety dan fokus pada enam faktor audit yaitu kepemimpinan (leadership), ergonomi (ergonomics), perilaku (behaviors), inspeksi fisik (physical inspection), kontrol energi berbahaya (control of hazardous energy atau CHE), dan kesehatan industri (industrial health). Selain itu, penelitian ini juga menghitung estimasi biaya akibat penyakit kerja dengan menggunakan data penyakit kerja dari klinik PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Berdasarkan pendapat Megginson (1981) dalam Mangkunegara (2000) istilah keselamatan mencakup dua istilah, yaitu resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakkan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, terpotong anggota tubuh, luka memar, keseleo, patah tulang, penglihatan,
dan pendengaran.
Semua
itu sering
dihubungkan dengan
perlengkapam perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan, sedangkan kesehatan kerja menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, serta kondisi lingkungannya. Keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditunjukkan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja (Silalahi, 1995). Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi fisiologis, fisik, dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis dan fisik meliputi penyakitpenyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa, atau anggota badan. Kondisi psikologis diakibatkan oleh stress karena bekerja dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah (Heriyanto, 2008). Suardi (2005) menyatakan bahwa tujuan keselamatan kerja adalah : 1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi.
2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. 3. Sumber-sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Tujuan utama kesehatan kerja ada dua, yaitu sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk kesejahteraan tenaga kerja dan sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada tingginya efisiensi dan daya produktifitas faktor manusia dalam produksi. B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) Menurut PERMENAKER 05/MEN/1996, definisi dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, untuk terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Menurut Santoso (2004), pentingnya menerapkan SMK3 pada perusahaan, dikarenakan: - Kecelakaan yang terjadi selama ini sebagian besar disebabkan oleh adanya kesalahan faktor manajemen, manusia, dan teknis. - Tuntutan produk berkuaitas tidak terlepas dari permasalahan K3, dikaitkan dengan hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan. - Perlunya peningkatan penerapan K3. Dalam menerapkan SMK3 pada suatu perusahaan, terlebih dahulu harus menerapkan prinsip-prinsip yang ada pada SMK3 sesuai PERMENKER 05/MEN/1996. Prinsip tersebut menjadi dasar dalam menerapkan SMK3, sehingga setiap prinsipnya dapat digambarkan sebagai satu siklus yang saling berhubungan. Kaitan antara setiap prinsip dapat dilihat pada Gambar 1 dan lima prinsip penerapan SMK3 tersebut, yaitu : 1. Penetapan kebijakan K3.
2. Perencanaan penerapan K3. 3. Penerapan K3. 4. Pengukuran, pemantauan, dan evaluasi kinerja K3. 5. Peninjauan
secara
teratur
untuk
meningkatkan
kinerja
K3
secara
berkesinambungan. Gambar 1 dibawah ini menujukkan lima prinsip dasar dalam menerapkan program
K3 yang dapat digambarkan sebagai satu siklus yang berhubungan erat. Gambar 1. Lima Prinsip Dasar SMK3 berdasarkan Permenker No. 05/Men/1996 Sumber : Workshop SMK3 SUCOFINDO Menurut Suardi (2005) ada dua jenis SMK3, yaitu : a. Sistem manajemen K3 menurut ILCI International Loss Control Institute (ILCI) yang bertempat di Atlanta, Amerika Serikat dengan tokohnya Frank Bird mengembangkan pendekatan Loss Control Management. Pada pendekatan ini dijelaskan bahwa kecelakaan tidak saja mengakibatkan kerugian (loss). Bird juga mengungkapkan rasio antara kecelakaan yang menimbulkan cedera atau kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya mengakibatkan kerusakaan (damage accident).
b. Sistem Manajemen K3 British Safety Council Tokoh pada sistem manajemen ini yaitu James Tye yang mengeluarkan konsep K3 yang disebut Five Star Rating System. Unsur – unsur dalam pendekatan sistem ini adalah : 1) Kebijakan (policy) 2) Pengorganisasian (organizing) 3) Perencanaan dan penerapan (planning and implementation) 4) Pengukuran kinerja (measuring performance) 5) Peninjauan hasil (reviewing performance) 6) Audit (auditing) C. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI INDONESIA Menurut PERMENKER 05/MEN/1996 ada lima prinsip dan dua belas elemen yang menjadi pedoman untuk penerapan SMK3. Lima prinsip ini merupakan siklus yang berkesinambungan, sedangkan dua belas elemen SMK3 diterapkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 1. Komitmen dan kebijaksanaan Salah satu bentuk komitmen sebuah perusahaan menerapkan SMK3 adalah dengan menyediakan sumber daya yang memadai. 2. Perencanaan Perusahaan diharuskan merencanakan untuk memenuhi kibijakan, sasaran dan tujuan K3 yang telah ditetapkan. Perencanaan yang baik harus memiliki kedua hal yang penting diterapkan yaitu manajemen resiko yang baik dan pemenuhan peraturan standar yang ada. 3. Penerapan SMK3 - Kemampuan menyiapkan sumber daya yang andal dan professional. - Integrasi SMK3 ke dalam sistem manajemen perusahaan sehingga dapat berjalan secara selaras dan seimbang. - Kesadaran semua pihak untuk mendukung.
4. Pengukuran dan evaluasi Perusahaan perlu mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3. Adapun pelaksanaannya meliputi inspeksi dan pengujian peralatan, metode, dan temuan yang terdapat pada pekerjaan. 5. Peninjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen Tinjauan berkala berguna untuk meningkatkan SMK3 dengan tujuan meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan. 6. Evaluasi penerapan SMK3 - Melihat kembali tujuan, sasaran dan kinerja K3. - Memaparkan hasil temuan audit SMK3. - Evaluasi kebutuhan dan peningkatan SMK3. Menurut Suardi (2005) tahapan dan langkah-langkah penerapan SMK3 dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu : 1. Tahapan Persiapan a. Komitmen manajemen puncak b. Menentukan ruang lingkup c. Menetapkan cara penerapan d. Membentuk kelompok penerapan e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan 2. Tahapan Pengembangan dan Penerapan a. Menyatakan komitmen b. Menetapkan cara penerapan c. Membentuk kelompok kerja penerapan d. Menetapkan sumber daya yang diperlukan e. Kegiatan penyuluhan f. Peninjauan sistem g. Penyusunan jadwal kegiatan h. Pengembangan sistem manajemen K3 i. Penerapan sistem j. Sertifikasi k.
D. STANDAR KERJA
PERUNDANGAN
KESELAMATAN
DAN
KESEHATAN
Peraturan-peraturan dan Undang-Undang pemerintah dalam mengatur praktek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah keperluan mutlak yang harus ada khususnya untuk suatu perusahaan. Peraturan dan undang-undang pemerintah ini, dapat menjadi pedoman dan alat kontrol untuk menentukan sistem manajemen K3 pada suatu perusahaan serta kebijakan-kebjakan lain dalam ruang lingkup K3. Perundangan nasional tentang K3 dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Perundangan Keselamatan Kerja a. UU No. 1. tahun 1970 tentang keselamatan kerja b. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan Bab X (Pasal 86 dan 87 yang mengatur tentang K3) c. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1989 tentang besarnya jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian asuransi sosial tenaga kerja. d. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 234/MEN/2003 tentang waktu kerja dan waktu istirahat sektor usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu. e. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 235/MEN/2003 tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan keselamatan atau moral pekerja. f. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 186/MEN/2003 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja. g. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 75/MEN/2003 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL) di tempat kerja. h. Peraturan Menteri No.4 tahun 1993 tentang jaminan kecelakaan kerja. 2. Perundangan Kesehatan Kerja a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri. b. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1407/Menkes/SK XI/2002 tentang pedoman pengendalian dampak pencemaran udara.
Selain itu, peraturan tentang K3 di internasional antara lain : a. OSHAS 18001 : 1999 – Amandement 1 : 2002 (Ocupational Safety and Health Management System- specification British Standard Institusion). b. OSHAct (Ocupational Safety and Health Act) badan K3 AS membentuk standar : - Standar OSHA (Ocupational Safety and Health Administration) merupakan bagian dari Departement of Labor (tentang kesehatan kerja). - NIOSH (National Institute for Safety and Health) merupakan bagian dari Departement Health and Human Service (tentang keselamatan kerja).
E. KECELAKAAN KERJA Kecelakaan kerja merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau diduga sama sekali yang terjadi di tempat kerja. Secara umum dapat dikualifikasikan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (unsafe act) sebesar 78%, yang disebabkan kondisi berbahaya dari peralatan (unsafe condition) sebesar 20%, dan faktor lainnya sebesar 2%. Perilaku manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Padahal, kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya kualitas dan produktifitas, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Dalam skala besar, akibat kecelakaan kerja yang banyak terjadi dan besarnya jumlah kerugian yang diderita perusahaan, secara kumulatif akan pula merugikan perekonomian sosial. Hal ini menunjukkan bahwa masalah K3 adalah masalah yang strategis, yang tidak lepas dari kegiatan dalam suatu industri secara keseluruhan, sehingga pola yang harus diseimbangkan di dalam penanganan K3 dan pengendalian potensi bahaya memerlukan pendekatan kesisteman antara lain dilakukan dengan menerapkan SMK3. Untuk mengetahui efektivitas penerapan SMK3 dan
mengukur kinerja pelaksanaan SMK3, serta untuk membuat perbaikan-perbaikan, dalam pelaksanaannya, dilakukan dengan penilaian hasil kegiatan atau audit. Melalui audit SMK3 akan dapat diketahui sampai sejauh mana program K3 telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan K3 yang telah ditetapkan di dalam suatu perusahaan. Dalam pelaksanaannya audit dilakukan oleh auditor, sebagai Profesional Judgement. Untuk memelihara kompetensinya dan melakukan penyamanan persepsi tentang penilaian obyek yang diaudit, auditor menggunakan suatu standar untuk melakukan pengukuran melalui suatu proses sertifikasi terhadap kompetensinya (Syamsudin, 2004). Menurut Mangkunegara (2000), terjadinya masalah-masalah kecelakaan kerja pada suatu perusahaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti : 1. Kondisi dan Situasi Lapangan Bekerja pada tempat yang sama terus-menerus (monoton) dan heat stress dari waktu ke waktu yang dapat menyebabkan gangguan psikologis pada pekerja, mempengaruhi ketenangan kerja, keselamatan kerja, dan produktifitas. 2. Faktor Manusia (unsafe Act) Faktor manusia (pekerja) merupakan hal yang paling mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Dalam hal ini, seperti ketidaktahuan, kecerobohan, membuka alat pelindung mesin, bekerja sambil bersenda gurau, semua hal ini termasuk penyebab yang paling sering mendatangkan kecelakaan kerja. 3. Faktor Fisik Contoh dari faktor fisik adalah bunyi yang berasal dari mesin-mesin yang menimbulkan getaran dan bising. Hal ini dapat menimbulkan gangguan pendengaran, ketulian, serta efek psikologis yang dapat mengakibatkan pusing, stress, cepat lelah, dan susah tidur.
4. Faktor Peralatan dan Mesin-Mesin (unsafe condition) Mesin – mesin tanpa alat pelindung, alat kerja yang rusak dan instalasi yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pemeriksaan secara berkala untuk segala macam peralatan yang digunakan demi untuk menghindari kecelakaan kerja. 5. Faktor Biologis Ruang akomodasi yang terbatas dan dihuni oleh banyak orang, menyebabkan penyakit – penyakit seperti infeksi dengan mudah dapat menular, misalnya penyakit mata, penyakit kulit, penyakit saluran pernafasan, dan pencernaan. Dapat pula penyakit yang ditimbulkan oleh binatang tertentu seperti nyamuk. 6. Faktor Psikologi Lingkungan pekerjaan yang banyak mengandung bahaya, rasa jenuh, tidak serasi dengan perasaan tuntutan karier, dan gannguan pencernaan. F. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA Kondisi lingkungan kerja pada suatu perusahaan merupakan hal yang paling berpengaruh dalam produktifitas kerja para karyawan. Kondisi lingkungan yang aman dan nyaman dapat mencegah timbulnya penyakit serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Aman dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja atau dengan kata lain mengurangi potensi bahaya sehingga mengurangi resiko kecelakaan kerja. Nyaman dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan kesehatan perusahaan atau dengan kata lain mengurangi resiko timbulnya penyakit kerja. Kondisi lingkungan perusahaan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, dan faktor psikologis. Faktorfaktor ini dalam jumlah tertentu dapat mengganggu daya kerja seseorang ketika bekerja, misalnya suhu ruangan kerja yang sangat panas dapat mengganggu konsentrasi kerja karyawan sehingga berpotensi terjadinya kecelakaan kerja (Suardi, 2005). Faktor fisik hal paling utama yang mempengaruhi kondisi kerja. Faktor fisik meliputi kebisingan, penerangan, suhu, dan kelembaban.
1. Kebisingan Kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki, jika bunyibunyian tersebut dapat memberikan pengaruh yang buruk. Menurut Syamsudin (2004) secara umum tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : a. Intensitas dan frekuensi kebisingan. b. Jenis kebisingan (steady atau non steady noise). c. Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration). d. Umur pekerja. e. Penyakit-penyakit / ketidaksempurnaan sistem pendengaran bagi pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan). f. Kondisi lingkungan (kecepatan angin, suhu, kelembaban udara, dan sebaliknya) dimana bahaya kebisingan tersebut sudah berada. g. Jarak antara pekerja dengan sumber kebisingan. h. Posisi telinga dengan gelombang suara. Lingkungan kerja, khususnya di pabrik dengan berbagai macam kegiatan sangat mempengaruhi tingkat kebisingan yang ditimbulkan. Pada umumnya kebisingan sangat mengganggu dan mempengaruhi kinerja operator (pekerja), yang mengakibatkan kurangnya pendengaran, mengganggu tenaga kerja, dan menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi dan bahkan pada taraf yang sangat buruk dapat menimbulkan ketulian, atau dapat menimbulkan reaksi protes dari masyarakat sekitar pabrik. Kebisingan dari mesin dapat dikurangi dengan diberi penutup fiber glass atau ditempatkan di atas bahan yang lunak seperti karet, plastik, asbes dan lain-lain. Pada industri yang bersih, penggunaan karpet dapat mengurangi kebisingan. Namun jika kebisingan masih belum dapat diatasi, maka pekerja harus memakai pelindung telinga (ear protection). Macam-macam pelindung telinga antara lain cotton balls, swedish wool, earplugs, molded ear caps, earmuffs, helmets.
2. Penerangan Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa usaha yang keras, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Sebaliknya penerangan yang kurang baik akan menimbulkan kesalahan, kelelahan dan keterlambatan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pekerja harus bekerja keras untuk memastikan hal yang dikerjakannya benar dalam kondisi penerangan yang kurang baik. Bahkan mata yang bekerja keras terus-menerus dan kelelahan pada akhirnya akan menimbulkan kelelahan mental. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi, dan kecepatan. Penerangan yang baik akan sangat dipengaruhi ukuran obyek, derajat kontras, luminasi dan lamanya melihat. Pada prinsipnya semakin teliti suatu pekerjaan diperlukan tingkat penerangan yang lebih baik pula. Menurut Suma‟mur (1980), usaha yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman adalah : a. Mencegah cahaya yang berlebihan b. Warna yang tepat pada lingkungan kerja c. Panas yang tidak berlebihan pada tempat kerja d. Pembagian cahaya / luminasi yang tepat Satuan-satuan yang berhubungan dengan penerangan antara lain adalah lumen dan lux. Lumen adalah arus cahaya yang ditimbulkan oleh sumber cahaya ke semua arah dan lux adalah satuan penerangan dimana tiap m2 jatuh arus cahaya 1 lumen. Konversi lux ke lumen adalah 1 lux = 1 lumen/m2. 3. Suhu Pengaturan suhu yang tepat akan dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja. Suhu udara yang terlalu tinggi akan mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi, mengganggu kecermatan kerja otak, dan mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu udara yang terlalu dingin akan mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya
koordinasi otot. Menurut Suma‟mur (1980), suhu udara kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan : a. Heat Cramps, yaitu proses kehilangan garam tubuh akibat pengeluaran keringat yang berlebihan. Gejala-gejala yang ditimbulkan seperti kejangkejang otot tubuh dan perut. b. Heat Exhaustion, biasanya timbul akibat kurang adanya aklimitasi. Gejala yang ditimbulkan adalah keringat banyak keluar sedangkan suhu tubuh relatif normal. c. Heat Stroke, yaitu dengan gejala suhu badan naik sedangkan kulit kering dan panas. d. Millairia, yaitu kelainan kulit sebagai akibat keluarnya keringat yang berlebihan. 4. Kelembaban (Humidity) Kelembaban dalam hal ini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara sekitar. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktif peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN Menurut PERMENAKER 05/MEN/1996, definisi dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, untuk terciptanya tempat kerja yang aman, efesien, dan produktif. Prinsip dasar sistem manajemen K3 adalah Penetapan Kebijakan K3, Perencanaan Penerapan K3, Penerapan K3, Pengukuran, Pemantauan, dan Evaluasi Kinerja K3, dan Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan. Peninjauan sistem manajemen K3 berfungsi sebagai peningkatan kinerja K3, karena peninjauan yang dilakukan dicatat dan didokumentasikan, sehingga dapat dilihat dan dibandingkan perkembangan kinerja K3 secara berkala pada perusahaan. Peninjauan yang dilakukan berkala pada setiap perusahaan berguna untuk meningkatkan sistem manajemen K3 dengan tujuan meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan. Peninjauan meliputi evaluasi penerapan K3, melihat kembali tujuan, sasaran dan kinerja K3, memaparkan hasil temuan audit sistem manajemen K3, serta evaluasi kebutuhan dan peningkatan sistem manajemen K3. Setelah melakukan peninjauan beserta tahapan prosesnya, selanjutnya dapat melakukan perhitungan estimasi biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan akibat penyakit kerja. Perhitungan estimasi biaya dimaksudkan untuk melihat keberhasilan pencapaian penerapan SMK3 pada perusahaan melalui jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam menerapkan program K3. B. TAHAPAN PENELITIAN Secara umum penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1. Pengambilan data sekunder yang meliputi gambaran umum perusahaan dan data penyakit kerja.
2. Observasi mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam kegiatan produksi. 3. Penilaian terhadap keberhasilan penerapan SMK3 dalam kegiatan produksi merujuk pada dokumen „Global Health and safety audit‟ serta obervasi langsung di lapangan. 4. Perhitungan estimasi biaya akibat penyakit kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data yang digunakan pada penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan terhadap masing-masing kegiatan produksi yang terkait, dokumen atau arsip perusahaan, juga hasil wawancara dengan beberapa karyawan terkait yang berhubungan dengan SMK3 perusahaan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang didapatkan melaui observasi langsung, wawancara, dan hasil peninjauan langsung dengan menggunakan dokumen „Global Health and Safety Audit‟. Observasi langsung dilakukan untuk memperoleh data yang relevan di lapangan mengenai penerapan SMK3 di perusahaan dan juga wawancara. Hasilnya dapat mendukung hasil dari peninjauan SMK3 melalui buku manual „Global Health and Safety Audit‟ pada kegiatan produksi perusahaan. Diagram tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
PT. Goodyear Indonesia Tbk (bagian Produksi)
SMK3
Audit SMK3
Hasil Audit SMK3
Evaluasi Kekurangan Penerapan SMK3 dan perhitungan estimasi biaya baiaya penyakit kerja
Hasil evaluasi dan estimasi biaya
Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian
C. ANALISIS DATA 1. Analisis Tingkat Keberhasilan Penerapan SMK3 Analisis keberhasilan penerapan SMK3 menggunakan pertanyaanpertanyaan yang terdapat pada dokumen „Global Health and safety audit‟ yang dimiliki oleh PT. Goodyear Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Peninjauan terhadap sistem K3 pada perusahaan ini dilakukan pada 6 faktor, yaitu: a. Kepemimpinan (leadership) b. Ergonomi (ergonomics) c. Perilaku (behaviors) d. Inspeksi fisik (physical inspection) e. Kontrol energy berbahaya (control of hazardous energy atau CHE) f. Kesehatan industry (industrial health) Setiap pertanyaan yang ada dalam dokumen audit, apabila perusahaan memenuhi persyaratan minimum dari setiap pertanyaan maka diberi nilai 100 pada setiap pertanyaan dan beri tanda checklist (√) pada kolom „YES‟. Namun sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat memenuhi persyaratan minimum pada setiap pertanyaan maka tidak diberi nilai dan beritanda silang (x) pada kolom „NO‟. Pertanyaan yang diberi tanda peringatan (kolom tabel berwarna merah), wajib dipenuhi dan dilaksanakan perusahaan. Jika perusahaan tidak melaksanakan, maka perlu ada tindakan korektif yang efektif untuk menanggulangi masalah tersebut dengan segera. 2. Perhitungan Estimasi Biaya Pengobatan Akibat Penyakit Kerja Perhitungan estimasi biaya pengobatan akibat penyakit kerja pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan perusahaan sebelum audit dilakukan dan saat audit dilakukan. Sehingga, dapat dianalisis bagaimana pengaruh penerapan SMK3 yang baik terhadap perusahaan. Perhitungan biaya dilakukan terhadap 10 penyakit tertinggi yang dialami pekerja sebelum dan saat audit dilakukan. Estimasi biaya dihitung berdasarkan harga obat di apotik dan perkiraan dari klinik PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Pada awalnya perusahaan Goodyear didirikan di Amerika Serikat dengan nama The Goodyear Tire And Rubber Co. Limited. Lambang yang digunakan oleh perusahaan adalah sepatu bersayap (Wing Foot) dari dewa merkurius (mitos yunani kuno), yang berarti dewa pembawa berita. Lambang ini digunakan karena memiliki arti kecepatan dan pengangkutan, sesuai dengan kegiatan perusahaan.
Gambar 3. Logo PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Sumber : Departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Di Indonesia, PT.Goodyear Indonesia, Tbk. mulai dibuka pada tahun 1916 di atas perkebunan karet seluas 20.000 hektar yang terletak di Sumatra Utara dengan nama “Dolok Marangir Estate”. Pada tanggal 26 Januari 1917 dibuka sebuah cabang penjualan ban di Surabaya yang diberi nama N.V. The Goodyear Tire and Rubber Company Limited. Pada tahun 1927 dibuka perkebunan yang kedua seluas 10.000 hektar dan diberi nama “Wingfoot Estate”, perkebunan ini merupakan perkebunan termodern saat itu yang juga berlokasi di Sumatera Utara. Perluasan usaha dilakukan pada tahun 1935, dengan didirikannya perusahaan ban Goodyear di Bogor-Jawa Barat, pada bulan Mei. Luas pabrik yang dibangun ini adalah 72.000 m2 yang beralamat di Jalan Pemuda No. 27 dengan jumlah karyawannya 846 orang. Produksi ban pertahun hingga tahun 2009 adalah 2,9 juta ban, dengan kategori ban yang diproduksi adalah Passenger Radial, High Performance, Ultra Light, Light Truck, Medium Commercial Truck, dan Farm Tires.
Perusahaan memproduksi ban pertama kali yaitu pada tahun 1935 berjumlah 600 ban setiap hari. Dengan kemajuan teknologi dan sistem komputerisasi, kini perusahaan mampu memproduksi mencapai 8.500 buah ban setiap harinya. B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PT. GOODYEAR INDONESIA PT. Goodyear Indonesia, Tbk. merupakan salah satu industri yang tergolong dalam kategori industri kimia dasar. Kegiatan produksi di perusahaan banyak menggunakan bahan-bahan kimia dasar yang sangat mungkin melekat pada tubuh pekerja, selain itu digunakan pula bahan-bahan yang mudah terbakar seperti texine, bensin, isol, dan lain-lain. Unit laboratorium perusahaan juga masih sering menggunakan bahan-bahan yang termasuk dalam bahan beracun dan berbahaya (B3) yang digunakan untuk menguji mutu dari bahan baku serta untuk proses vulkanisasi. Didalam proses produksi, yaitu pada saat pencetakan ban di dalam cetakan (mold), proses pemanasan menggunakan dua sistem pemanasan platen yang menggunakan temperatur panas ± 185 dengan temperatur sistem ± 170
o
o
C dan pemanasan dome bertekanan
C. Kegiatan angkut barang dan kegiatan
produksi di perusahaan masih menggunakan sarana forklift. Dari beberapa hal di atas, dapat disimpulkan bahwa produksi di Perusahaan mengandung bahaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perusahaan membentuk Departemen Environment, Safety and Health (EHS) yang menjalankan dan mengembangkan
Sistem
Manajemen K3 (SMK3). Dalam menjalankan dan menerapkan SMK3 yang baik dan efektif, departemen EHS mempunyai visi dan misi sebagai berikut : 1. Visi a. Terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja yang handal dan professional. b. Terwujudnya produktivitas kerja bagi karyawan dan perusahaan. c. Peningkatan kesejahteraan kerja.
2. Misi a. Meningkatkan tenaga kerja keselamatan dan kesehatan kerja yang handal dan professional. b. Membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam masyarakat khususnya masyarakat perusahaan. c. Mensosialisasikan program-program keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja. d. Mendorong terciptanya nihil accident dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Target utama dari seluruh penerapan Sistem Manajemen K3 di PT. Goodyear Indonesia Tbk adalah „No One Get Hurt’, atau apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah „Tidak Boleh Ada yang Celaka”. Slogan ini dibangun oleh empat faktor yaitu : Leadership, Behavior, Compliance, dan Ergonomis sesuai dengan logo departemen EHS pada Gambar 4 dibawah ini. Keempat faktor ini akan dapat mencapai tujuan jika dapat dijalankan oleh semua pihak yang terkait dengan baik dan berkelanjutan.
Gambar 4. Logo Departemen EHS PT. Goodyear Indonesia, Tbk. Sumber : Departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
Tingkat kecelakaan di PT Goodyear Indonesia, Tbk. dikategorikan atas lima tingkatan, yaitu : 1. Fatallity merupakan jenis kecelakaan yang paling fatal yang dapat merenggut nyawa pekerja 2. Lose time accident merupakan jenis kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya waktu kerja karena pekerja harus mendapatkan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit seperti Opname. 3. Medical treatment merupakan jenis kecelakaan dimana pekerja hanya mendapatkan pengobatan kemudian kembali bekerja lagi. 4. Minor accident merupakan jenis kecelakaan ringan. 5. Near miss accident merupakan kejadian hampir celaka. Sampai saat ini kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan termasuk dalam tingkatan near miss accident, minor accident dan medical treatment seperti jari tangan tersayat. Perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan SMK3 dengan berbagai cara, seperti : 1. Membuat aturan baku tentang Environment, Health, and Safety. 2. Mengadakan pelatihan terhadap pekerja atau kontraktor baru. 3. Konsisten dalam mengadakan TDMS (Totally Daily Management System). TDMS ini merupakan briefing yang dilakukan setiap akan memulai pekerjaan oleh setiap grup kerja dan membahas mengenai safety, productivity, quality, dan disiplin dalam bekerja. Biasanya disebut juga dengan Safety Talk. 4. Membuat Safety and Environment Messages Safety and Environment Messages ini merupakan pesan harian yang memberi informasi bahaya-bahaya kerja dan berita kecelakaan kerja yang terjadi baik di perusahaan sendiri maupun dari luar, serta Key Point untuk menghindari bahaya tersebut. Pada Safety Messages juga dicantumkan perhitungan NLTA (No Lose Time Accident). Messages ini ditempelkan pada setiap departemen dan lokasi-lokasi strategis seperti kantin, papan informasi, toilet, dan mushola. Hal ini bertujuan agar setiap pekerja dapat berhati-hati dalam bekerja dan selalu mengingat SOP (Standard Operation Procedure) yang diberlakukan. 5. Melakukan audit di semua lingkungan kerja setiap hari, melakukan pengecekan terhadap alat-alat keselamatan seperti memeriksa kondisi alat pemadam api,
cek lokasi dan peralatan untuk pengelasan, cek dan mengisi tangki air untuk pemadam kebakaran, dan lain-lain. 6. Permit System (ijin dalam melakukan tugas) Merupakan sistem perijinan yang bertujuan agar sebelum pekerja melakukan suatu pekerjaan, terlebih dahulu atasannya melakukan pemeriksaan di daerah yang akan dikerjakan, apakah berbahaya atau tidak. Perijinan ini berlaku untuk pekerjaan seperti Hot work
(menggerinda, mengelas, dan lain-lain), ijin
bekerja di atas ketinggian, dan ijin masuk daerah terlarang. 7. Penerapan sistem LO/TO (Lock Out /Tag Out) Lock Out/Tag Out atau standar prosedur penguncian adalah suatu sistem pengaman yang diterapkan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau cidera terhadap pekerja sebagai akibat dari bekerjanya mesin atau peralatan secara tiba-tiba atau mendadak dan tak terduga saat pekerja tersebut menjalankan tugas merawat atau memperbaiki mesin dan peralatan. Perusahaan menyediakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menjalankan program LO/TO, yaitu berupa gembok dan tag yang berisikan identitas pekerja yang melakukan LO/TO. 8. Job Safety Analysis (JSA) JSA merupakan sistem keselamatan bagi pekerja yang memberikan pengertian atau penjelasan akan kemungkinan bahaya kecelakaan dari cara kerja, mesin, dan lingkungan kerja yang mungkin membahayakan pekerja. Langkah-langkah pembuatan JSA yaitu : a. Menentukan pekerjaan. b. Membagi pekerjaan tersebut secara bertahap. c. Mengidentifikasi bahaya pada setiap langkah kerja. d. Mengevaluasi risiko pada setiap langkah kerja. e. Menentukan tindakan pengaman yang tepat pada setiap langkah sampai pada batas yang dapat diterima. Penggunaan JSA ini terbatas pada tugas-tugas produksi, pekerjaan yang bersifat repetitif (berulang-ulang) dan pekerjaan pemeliharaan. 9. STOP Card
STOP (Safety Through Observatoin Process) merupakan pelaksanaan sistem keselamatan melalui proses observasi atau penelitian. Langkah-langkah pelaksanaan sistem STOP Card adalah sebagai berikut : a. Tentukan (decide). b. Berhenti (stop). c. Amati (observe). d. Berbuat (act). e. Laporkan (report). Penelitian atau observasi dilakukan dengan mengamati hal-hal sebagai berikut: a. Reaksi pekerja. b. Alat pelindung diri (APD): pemakaian alat pelindung diri seperti kacamata, masker, sarung tangan, dan lain-lain. c. Posisi pekerja yang dapat menimbulkan cidera (dapat terpukul, terbentur, terjepit, jatuh, tersengat arus listrik, dan lain-lain). d. Alat dan peralatan yang digunakan. e. Aturan dan sistem yang ada. Sasaran dari program ini adalah mengurangi cidera dan jika dimungkinkan dihilangkan. Namun saat ini STOP Card ini hampir tidak digunakan lagi karena dianggap kurang efektif. Sistem STOP Card digantikan dengan sistem pemberitahuan secara lisan kepada yang bertanggung jawab menangani hal tersebut dalam hal ini departemen EHS. 10. Material Safety Data Sheet ( MSDS ) MSDS merupakan data lembaran yang berisikan potensi bahaya bahan-bahan kimia berbahaya dan ditempelkan ditempat-tempat kerja yang menggunakan bahan kimia yang dimaksud pada MSDS. Tidak hanya berisikan bahaya bahan kimia tersebut terhadap pekerja dan lingkungan, juga berisikan bagaimana sikap dan tindakan pekerja jika terkena bahan kimia berbahaya tersebut. Evaluasi sistem K3 di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dilakukan melalui proses audit K3. Audit K3 dapat diartikan sebagai sustu sistem pengujian terhadap kegiatan yang dilakukan secara kritis atau sistematis, untuk menemukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana, lingkungan kerja, dan perangkat lunak) sehingga
dapat
dilakukan
tindakan perbaikan (Syamsudin,2004).
Audit
merupakan hal penting yang dapat digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana SMK3 pada suatu perusahaan dapat dilaksanakan. Pelaksanaan audit di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dilakukan baik oleh pihak luar (eksternal) maupun dari dalam perusahaan sendiri (internal). Audit eksternal dilakukan oleh SUCOFINDO, DEPNAKER-DEPKES-BAPEDAL, FM GLOBAL (untuk Fire dan safety) serta LRQA. Untuk pelaksanaan audit eksternal dilakukan setiap satu tahun sekali. Audit internal dilakukan setiap satu bulan sekali oleh departemen EHS. Departemen EHS akan memeriksa apakah pelaksanaan SMK3 sudah sesuai dengan prosedur atau belum. Audit dilakukan dengan mengisi dokumen global and safety yang telah tersedia. Audit internal juga dilakukan oleh Goodyear Cooperate Safety and Environmental (Regional Asia team), dan dilakukan setiap dua tahun sekali. C. KAJIAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) Hasil pengkajian SMK3 di bagian produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. yang menggunakan dokumen global health and safety document (terdapat pada Lampiran 2) menunjukkan bahwa skor audit (dalam persen) pada setiap faktor adalah kepemimpinan (leadership) 100%, ergonomi (ergonomics) 100%, perilaku (behaviors) 100%, inspeksi fisik (physical inspection) 88,9%, kontrol energi berbahaya (control of hazardous energy) 100%, dan kesehatan industri (indiustrial Health) 95%. Hasil skor audit pada penelitian ini menunjukkan peningkatan dari hasil audit perusahaan pada periode sebelumnyayang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2010, yaitu kepemimpinan (leadership) 84.6%, ergonomi (ergonomics) 76.9%, perilaku (behaviors) 88%, inspeksi fisik (physical inspection) 74.1%, kontrol energi berbahaya (control of hazardous energy) 85.7%, dan kesehatan industri (indiustrial Health) 95%. Meskipun mengalami peningkatan kinerja SMK3, namun masih terdapat skor audit yang berada dibawah standar baik persentase skor audit yang ditetapkan perusahaan yaitu diatas 90% setiap faktornya. Faktor inspeksi fisik masih menunjukkan skor audit dibawah 90% yaitu 88.9% yang merupakan standar skor audit yang baik. Skor audit keseluruhan dari penelitian ini adalah 95.5 %, sehingga manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dan sedang diterapkan oleh perusahaan adalah baik. Kategori baik yang dimaksud dalam penelitian ini melihat dari ketetapan pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan sertifikasi tingkat
pencapaian
kinerja
SMK3
pada
perusahaan
sesuai
dengan
PERMENKER/05/1996 yang berisikan tiga kategori SMK3 perusahaan. Tiga kategori penghargaan pencapaian kinerja SMK3, yaitu : 1. Kriteria Emas: Untuk tingkat pencapaian keberhasilan penerapan SMK3 85-100% dari kriteria audit yang digunakan. 2. Kriteria Perak: Untuk tingkat pencapaian keberhasilan penerapan SMK3 60-84% dari kriteria audit yang digunakan. 3. Tindakan Pembinaan: Untuk tingkat pencapaian kebrhasilan penerapan SMK3 0-59% dari kriteria audit yang digunakan. Mengacu pada peraturan diatas, maka hasil dari audit SMK3 pada perusahaan di penilitian ini termasuk kriteria emas dan tergolong penerapan SMK3 yang sudah baik. Jika membandingkan hasil audit sebelumnya dengan hasil audit pada penelitian ini, maka kekurangan yang pada penerapan SMK3 di perusahaan saat audit sebelumnya dan audit pada penelitian iniakan dibahas pada setiap faktor audit dibawah ini. 1. Kepemimpinan (leadership) Menurut Soekarno (2010), leadership atau kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di industri, pemimpin dalam industri tersebut harus memiliki komitmen dan kebijakan dalam menerapkan K3 pada industrinya. Hal ini berkaitan dengan lima prinsip dasar dari penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan PERMENKER 05/MEN/1996, yaitu penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, penerapan K3, pengukuran,
pemantauan, dan evaluasi kinerja K3, dan peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan. Adanya komitmen dan kebijakan dari pemimpin perusahaan merupakan prinsip utama dalam penerapan K3 di industri. Komitmen perusahaan dalam menerapkan program K3 dapat ditunjukkan dengan : - Membentuk organisasi (departemen) khusus mengurus masalah K3. - Menetapkan karyawan yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas dalam penanganan K3. - Menyediakan anggaran, sarana, dan tenaga kerja yang diperlukan dalam bidang K3. - Perencanaa SMK3 yang terkoordinasi. - Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3. Kebijakan yang diambil oleh pemimpin perusahaan ditetapkan oleh pemimpin perusahaan dengan persetujuan beberapa pihak lain yang terkait. Contoh dari kebijakan perusahaan adalah dengan menetapkan safety and health policy merupakan peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang wajib dipatuhi semua karyawan perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan perusahaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : - Tertulis (berupa dokumen) dan memiliki tanggal pengesahan serta tanggal berlakunya dokumen. - Ditandatangani oleh pemimpin yang terkait dalam perusahaan. - Memuat pernyataan komitmen dan tujuan K3 perusahaan. - Bersifat dinamik dan harus dilakukan peninjauan ulang secara berkala agar selalu efektif. Pengkajian kepemimpinan dalam penerapan SMK3 pada Perusahaan dengan menggunakan dokumen global, health, and safety audit menunjukkan hasil skor audit 100%. Hasil skor pengkajian kepemimpinan pada penelitian ini menunjukkan kemajuan dari penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2010 dengan skor audit 84.6 %. Pengkajian kepemimpinan terdiri dari 13 pertanyaan, apabila semua pertanyaan memenuhi syarat minimum yang ada pada dokumen tersebut maka nilai skor audit akhir faktor tesebut adalah 100%. Pada audit sebelumnya, ada dua pertanyaan yang tidak
dapat dipenuhi oleh perusahaan yaitu pencapaian target pelatihan dalam 12 bulan terakhir dan pengawasan terhadap pekerja kontraktor. Pada audit sebelumnya, pencapaian target pelatihan terhadap karyawan perusahaan dalam 12 terakhir tidak mencapai target. Target materi pelatihan yang direncanakan Perusahaan disesuaikan dengan plant safety orientation program yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa Perusahaan memiliki 23 program yang harus dijalankan dalam satu tahun atau 12 bulan. Sebelum dapat menjalankan program dengan baik, maka karyawan harus terlebih dahulu diberikan pelatihan mengenai materi program tersebut dalam pelatihan keselamatan. Dari 12 bulan terakhir saat audit pada tanggal 16 Februari 2010, auditor menggunakan rekapan pelatihan tahun 2009 yang terlampir pada Lampiran 2. Dari rekapan pelatihan tahun 2009, Goodyear Indonesia banyak tidak melakukan pelatihan sesuai dengan materi yang harus disampaikan, seperti housekeeping, MSDS, electrical safety, safety machine, hazardous material handling, MSR, mill safety, dan ISO 14001. Maka auditor tidak memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini. Tetapi bila dibandingkan dengan rekapan pelatihan tahun 2010 dalam empat bulan terakhir, pelatihan yang dilakukan oleh Perusahaan mengalami peningkatan dari pelatihan sebelumnya. Rekapan pelatihan tahun 2010 dalam empat bulan terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari lampiran ini dapat kita bandingkan ada beberapa materi yang tidak dilaksanakan pelatihan pada tahun 2009 dilakukan pada tahun 2010. Pelatihan tersebut seperti pelatihan housekeeping, electrical safety, MSDS, dan mill safety. Karena mengalami kemajuan pada audit sebelumnya, maka audit pada penelitian ini memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini. Pertanyaan lain yang tidak dapat dipenuhi oleh Perusahaan saat audit tanggal 16 Februari 2010 adalah mengenai pengawasan terhadap pekerja kontraktor. Perusahaan sangat berkomitmen memberikan pelatihan pada pekerja kontraktor sebelum pekerja bekerja di area kerja yang telah ditetapkan. Karena Perusahaan sangat mementingkan keselamatan para pekerjanya, sehingga tidak ada satu pekerja yang celaka. Namun, kurangnya pengawasan terhadap pekerja kontraktor membuat auditor tidak memberikan nilai 100 pada
pertanyaan ini saat audit sebelumnya. Pelatihan terhadap kontraktor selalu dilakukan oleh Goodyear baik pada tahun 2010 maupun 2009. Namun, kekurangan Goodyear adalah tidak menyeleksi secara lebih teliti perusahaan yang akan bekerjasama menjadi tenaga kontrak. Sehingga saat terjadi kecelakaan kerja menimpa pekerja kontrak, Perusahaan tidak dapat memastikan apakah biaya pengobatan diganti oleh perusahaan mereka dan juga tidak memasukkan kecelakaan pekerja kontraktor ke dalam kecelakaan OSHA. Namun saat audit dilakukan pada penelitian ini, perusahaan Goodyear di seluruh dunia sudah memasukkan pekerja kontraktor yang celaka dalam catatan kecelakaan OSHA. Oleh karena itu, auditor pada penelitian ini memberikan nilai 100 pada pertanyaan ini. Melihat hasil audit, dapat dikatakan kepemimpinan pada Perusahaan sudah baik. Selain memenuhi semua kriteria pada audit, salah satu keunggulan perusahaan ini adalah memiliki departemen khusus yang mengurus semua hal yang berhubungan dengan K3, yaitu Departemen environment, health, and safety (EHS). Departemen ini terdiri dari satu manajer dan satu auditor plan. Departemen EHS mempunyai visi dan misi yang merupakan tujan dan sasaran dari Perusahaan dalam program K3 yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. menempatkan karyawan yang sangat berpengalaman untuk mengatur program K3 pada perusahaannya. Manajer EHS merupakan karyawan yang telah bekerja selama kurang lebih lima tahun dan sebelumnya pernah menjabat manajer BTC pada perusahaan ini. Adapun auditor plan perusahaan telah bekerja di Perusahaan selama kurang lebih 50 tahun. Auditor plan departemen EHS merupakan karyawan terbaik dalam bidang K3, karena telah memiliki sertifikasi dari OSHA USA. Pada dasarnya Perusahaan memiliki strategi pengembangan sumberdaya manusia yang baik, karena memberi kesempatan pada karyawan muda untuk berkembang dan menjadi manajer di beberapa departemen yang ada. Namun dalam departemen tersebut masih terdapat karyawan yang berpengalaman baik dalam bidangnya maupun masa kerjanya, sehingga karyawan baru dan muda dapat belajar dari karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama.
Manajer dan auditor plan dalam departemen EHS sangat berperan dalam kesuksesan program K3 di perusahaan ini. Manajer dan auditor plan harus siap kapan saja saat diperlukan perusahaan, misalnya saat terjadi kecelakaan kerja atau kejadian darurat lainnya. Maka PT. Goodyear Indonesia memiliki kebijakan bahwa auditor plan dan manajer EHS tidak boleh cuti dalam waktu yang bersamaan. Auditor plan dan manajer EHS juga dibantu oleh manajer setiap business team (BC) dalam menangani masalah K3 yang ada di perusahaan. Secara rutin, manajer dan auditor plan EHS melakukan pertemuan dengan manajer BC yang ada. Pertemuan yang dilakukan oleh setiap bussinees team dalam perusahaan dilakukan setiap hari secara rutin. Pada pertemuan tersebut ada lima hal penting yang wajib dibahas, yaitu safety, production, quality, waste, dan improvement. Pertemuan yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi setiap actions plan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya, apakah sudah berjalan dengan efektif atau tidak. Keefektifan dari actions plan tersebut dapat dilihat dari apakah penyelesaian target tersebut sesuai dengan tanggal penyelesaian yang diharapkan, serta apakah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kemudian, actions plan dari hasil pertemuan yang baru akan diberitahukan kepada karyawan yang lain melalui mading atau papan-papan posting pada masing-masing BC. Karyawan setiap divisi juga melaksanakan pertemuan khusus membahas keselamatan kerja. Pertemuan ini dinamakan safety talk, yaitu pertemuan yang dilakukan setiap harinya selama lima menit sebelum kerja dimulai, saat pergantian shift kerja. Hal ini dimaksudkan agar karyawan yang akan selesai bekerja dapat memberikan informasi-informasi yang penting mengenai keadaan lingkungan kerja terutama mesin yang akan dioperasikan, maka kecelakaan kerja yang terjadi akan berkurang. Namun apabila ada hal penting mengenai keselamatan kerja yang harus disampaikan auditor plan kepada karyawan pada divisi tertentu, maka auditor plan wajib mengikuti safety talk dan memberi pengarahan keselamatan kerja kepada karyawan. Safety talk juga dapat disbebut sebagai pelatihan ulang (awarness training) yang singkat.
Penerapan program K3 harus didukung dengan jaminan kemampuan perusahaan dalam menyediakan, sumber daya yang fokus terhadap program K3, memiliki tanggung jawab, motivasi, dan tingkat kesadaran yang tinggi akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dapat diciptakan dengan mengadakan pelatihan mengenai materi-materi yang berkaitan dengan K3 (King, 1990). Perusahaan juga sangat menyadari akan pentingnya pelatihan bagi karyawan mereka. Oleh karena itu, departemen EHS memiliki jadwal pelatihan dan meteri-materi terkait K3 yang secara rutin dilaksanakan. Materi pelatihan dan jadwalnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pelatihan ulang (awarness training) juga sering dilakukan jika ditemukannya masalah baru atau menurunnya kesadaran karyawan sehingga mengakibatkan meningginya angka kecelakaan kerja. Selain memiliki sumber daya yang mengerti dan memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan bahaya kerja, dalam penerapan program K3 perusahaan juga harus membuat peraturan-peraturan yang terkait dengan pelaksanaan program K3. Dalam hal ini, Perusahaan memiliki beberapa peraturan absolut atau mutlak (absolute safety) yang harus dipatuhi oleh semua karyawannya. Peraturan absolut ini dikomunikasikan kepada karyawan baik secara lisan maupun tulisan. Cara lisan perusahaan dalam menyampaikan peraturan yang harus dipatuhi karyawan adalah melaui pelatihan keselamatan saat karyawan pertama kali masuk ke area kerja perusahaan. Pemberitahuan tertulis yaitu berupa selebaran yang ditempelkan pada setiap papan mading di setiap area kerja, serta spanduk-spanduk yang ditempelkan pada area kerja tertentu. Contoh dari peraturan mutlak yang diterapkan Perusahaan adalah : a. Peraturan memakai tanda pengenal dan safety pass setiap masuk kawasan goodyear. Safety pass merupakan kartu yang menunjukkan bahwa karyawan tersebut telah mendapatkan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Safety pass yang diberikan oleh perusahaan memiliki masa berlaku hingga satu tahun dan apabila masa berlakunya habis, karyawan wajib mengikuti pelatihan kesadaran yang diadakan oleh departemen EHS. b. Peraturan wajib memakai alat pelindung diri (APD) setiap memasuki area kerja.
Alat pelindung diri (APD) yang wajib dipakai setiap karyawan pada setiap area kerja adalah seragam karyawan, ear plug (pelindung telinga), safety googles (pelindung mata), dan safety shoes (sepatu pelindung). Pemeriksaan APD dilakukan pada setiap pintu masuk di setiap kawasan kerja perusahaan. Alat pelindung diri tambahan lain yang sesuai area kerja seperti masker, safety belt (untuk naik ketinggian), safety gloves (sarung tangan), vest (rompi) dan, anti radiasi. c. Pemit system Permit system merupakan perijinan yang harus dilaporkan jika karyawan ingin bekerja pada area kerja berbahaya. Perijinan ini harus disetujui (ditandatangani) oleh empat orang yang terkait, yaitu : manajer EHS, auditor plan EHS, supervisor (PGL), dan manajer BC. Pekerjaan yang wajib membuat perizinan terlebih dahulu seperti ijin bekerja diketinggian, ijin masuk confined space, dan ijin hot work (seperti mengelas dan menggerinda). Perijinan dilakukan dengan cara mengisi form perijinan yang kemudian ditandatangani oleh karyawan yang terkait. Menurut King (1990), sistem perizinan harus meliputi identifikasi pekerjaan yang akan dilakukan, dokumentasi potensial bahaya yang akan muncul, dan menyiapkan hal-hal khusus yang diperlukan sebagai pelindung keselamatan pekerja sebelum memulai kerja. Pelaksanaan program K3 dalam suatu perusahaan tentu saja menjadi pertimbangan yang matang bagi perusahaan tersebut. Semua perusahaan sebenarnya sangat sadar akan pentingnya melaksanakan progran K3 pada perusahaannya, namun kadang kala faktor dana menjadi kendala. Sebenarnya biaya pencegahan lebih kecil dibandingkan jika terjadinya kecelakaan. Menyadari hal ini Perusahaan menyediakan anggaran sebesar Rp.4.000.000 setiap bulannya untuk melaksanakan program K3. Penggunaan dana yang sangat minimum tersebut harus efektif dan efesien, sehingga EHS lebih mengutamakan
perbaikan
pada
mesin,
perlindungan
protection), compliance, kesehatan industri, dan ergonomi.
kebakaran
(fire
2. Ergonomi (ergonomics) Ergonomi merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, nyaman, dan efisien (Manuaba, 1998). Ergonomi juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan ergonomi dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena itu ergonomi dan K3 perlu diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan daan keselamatan kerja tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerjatenaga kerja. Menyadari pentingnya ergonomi dan K3 bagi semua orang, mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan. Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, akan menurunkan angka karyawan yang sakit dan biaya pengobatan dan perawatan, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat (Sutajaya, 1998). Pentingnya menerapkan ergonomi yang baik dalam setiap stasiun kerja di perusahaan, maka penelitian ini juga mangkaji penerapan ergonomi pada Perusahaan Audit yang dilakukan terhadap penerapan ergonomi di Perusahaan terdiri dar 13 pertanyaan. Pada audit penelitian ini, hasil audit ergonomi pada Perusahaan adalah 100%, skor audit ergonomi menunjukkan kemajuan dari hasil audit sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010 yaitu 76.9 %. Terdapat tiga pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh PT. Godyear Indonesia, Tbk. pada audit sebelumnya, yaitu mengenai pendefinisian pekerjaan dan tugas (define job and tasks), measure initial, dan measure post. Pendefinisian pekerjaan dan tugas merupakan salah satu dari tindakan penerapan ergonomi pada sebuah perusahaan. Dengan adanya kejelasan tugas-
tugas dalam setiap pekerjaan, perusahaan dapat menemukan resiko bahaya dari pekerjaan tersebut dan dapat dengan cepat menanggulanginya. Pendefinisian pekerjaan disebut juga dengan work simplification yang merupakan dokumen mengenai tugas-tugas lengkap dari suatu pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan sebenarnya telah membuat dokumen work simplification terhadap semua pekerjaan yang ada di bagian produksi. Namun, dalam pelaksanaannya dokumen ini tidak dipakai oleh para pekerja sebagai acuan mereka dalam melakukan pekerjaan. Maka auditor pada audit sebelumnya memberikan skor „NO‟ dalam bagian audit pendefinisian pekerjaaan dan tugas. Akan tetapi, auditor pada penelitian ini hanya mengikuti persyaratan dari dokumen audit yang digunakan, yaitu melihat sedikitnya dua dokumen work simplification yang ada. Departemen EHS menunjukkan dua dokumen work simplification pada pekerjaan di bagian band building dan radial building. Measure post dan measure intial
merupakan bagian dari analisis
BRIEF (Basedline Risk Identification of Ergonomi Factor), yaitu merupakan initial screening untuk mengidentifikasikan resiko ergonomi pada suatu pekerjaan. Analisis ini dapat digunakan untuk menyelidiki enam bagian tubuh untuk faktor resiko yang berhubungan dengan sistem musculoskeletal. Enam bagian tubuh tersebut yaitu leher, bahu, pergelangan tangan dan tangan, siku, punggung, dan kaki (Humantech, 1995). Ada empat faktor resiko ergonomi yang dianalisis pada BRIEF yaitu postur janggal, beban, durasi, dan frekuensi. Masing-masing resiko memiliki nilai 1 (satu), sehingga total analisis BRIEF adalah 4 (empat). Form dari analisis BRIEF dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam menerapkan analisis BRIEF pada setiap pekerjaan pada bagian produksi, Perusahaan telah melakukannya dengan baik. Namun pada saat audit sebelumnya dilakukan, pengukuran initial dan post terhadap ergonomi masih kurang, yaitu pada kalkulasi NIOSH untuk mengangkat. Kalkulasi NIOSH untuk mengangkat merupakan perhitungan rekomendasi batas berat objek (RWL atau Recommended Weight Limit) untuk aktivitas pekerjaan angkat untuk jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan resiko back pain. Masih banyaknya pekerja yang mengalami back pain pada bulan Januari 2010 (lihat Lampiran 6), menunjukkan kalkulasi NIOSH terhadap aktivitas mengangkat
pada Perusahaan tidak baik. Maka auditor memberikan skor „NO‟ pada pengukuran post dan initial. Meskipun nilai audit ergonomi pada penelitian ini menunjukkan nilai 100%, namun masih ada kekurangan dalam pelaksanaan ergonomi yang diterapkan oleh Perusahaan yaitu pada tingkat kesedaran pekerja terhadap pentingnya ergonomi dalam melakukan pekerjaan. Masih adanya pekerja yang mengalami sakit pinggang (LBP atau Low Back Pain) akibat bekerja menunjukkan kesadaran yang kurang dari pekerja walaupun perusahaan telah menerapkan ergonomi dengan baik. Pelatihan tentang ergonomi telah dilakukan PT. Goodyear Indonesia dan pelatihan kesadaran juga sudah sering dilakukan, namun masih saja ada karyawan yang mengalami penyakit kerja akibat penerapan ergonomi yang kurang baik dalam bekerja. Menurut Wahyu (2000), ada tiga faktor yang menjadi hambatan dalam penerapan ergonomi pada program K3 diperusahaan, yaitu : a. Kebijakan pemegang birokrasi unit kerja (industri dan perkantoran). b. Tenaga kesehatan yang bertugas. c. Kesadaran karyawan yang bekerja terhadap jaminan kesehatan yang sebenarnya. Untuk faktor pertama dan kedua, Perusahaan memiliki kebijakan yang sudah baik terhadap penerapan ergonomi di ruang produksinya. Adanya klinik yang berada di area perusahaan menunjukkan perusahaan sangat peduli dengan kesehatan para karyawan. Untuk berobat pada klinik ini, perusahaan memberikan pelayanan dan obat gratis bagi karyawan dan keluarganya. Jika karyawan harus dirujuk ke rumah sakit lain untuk pengobatan yang lebih intensif, Perusahaan akan mengganti semua biaya pengobatan karyawannya. Faktor yang ketiga, dapat dijadikan faktor penghambat yang dihadapi oleh Perusahaan dalam menerapkan ergonomi pada karyawannya, yaitu kesadaran karyawan itu sendiri. Karyawan seringkali merasa takut untuk mengakui keluhan sakit yang dialami akibat salah posisi kerja atau melakukan posisi kerja yang kurang baik setiap hari saat bekerja. Rasa takut ini dikarenakan apabila karyawan tersebut divonis sakit oleh dokter, maka akan dirumahkan oleh perusahaan. Padahal Perusahaan tidak akan merumahkan karyawan jika
penyakit yang diderita akibat bekerja dapat diobati. Selain takut dirumahkan, timbulnya penyakit kerja akibat tidak ergonomis saat bekerja juga dikarenakan karyawan merasa sudah aman jika menggunakan alat bantu untuk mencegah timbulnya rasa sakit seperti back support yang disediakan perusahaan jika karyawan memiliki keluhan sakit pinggang bagian belakang atau nyeri punggung (Low Back Pain). Menurut Yunus (2008), Low Back Pain adalah salah satu keluhan yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja, biasanya mulai dirasakan pada usia 25 tahun dan meningkat pada usia 50 tahun. Bekerja dengan posisi duduk yang tidak ergonomis dan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko keluhan LBP. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya low back pain, yaitu : - Kebiasaan bersikap buruk (bad posture) yang terakumulasi selama bertahuntahun. - Postur tubuh mekanik yang salah (faulty body mechanic). - Hidup yang penuh stres (stressfull living). - Kebiasaan bekerja (working habits). - Berkurangnya kelenturan tubuh (lost of flexibility). - Kemunduran kemampuan fisik (general lack of physical fitness). - Kecelakaan (accident, traumatic). Keluhan sakit pinggang di Perusahaan umumnya dialami oleh karyawan yang bekerja pada area mixing yaitu pada mesin bandburry yang merupakan alat pencampur (mixing) yang mencapur semua bahan baku pembuatan ban menjadi compound yang nanti akan digunakan untuk merakit ban. Pada area ini, compound yang dihasilkan dalam satu tahap pencampuran mencapai 350 kg, tentu saja bahan baku yang digunakan juga mencapai kurang lebih 50 kg. Untuk mengangkat bahan baku ke mesin bandburry menggunakan konveyor, namun untuk mengangkat bahan baku dari lantai produksi dibutuhkan tenaga karyawan. Salah postur tubuh saat mengangkat bahan baku ke konveyor mengakibatkan banyaknya karyawan pada area mixing mengeluhkan sakit pinggang. Selain itu, faktor usia juga mendukung timbulnya penyakit ini. Karena pada umumnya karyawan yang bekerja pada area ini berumur lebih dari 25 tahun.
Back support merupakan solusi dari Perusahaan untuk membantu karyawan yang bekerja dengan keluhan sakit pinggang. Back support menyerupai ikat pinggang besar yang dapat membantu karyawan saat mengangkat beban jika telah menderita low back pain. Namun yang kurang begitu dipahami karyawan adalah bahwa back support bukan merupakan alat yang dapat menyembuhkan sakit pinggang yang mereka derita. Karena alat ini hanya dapat membantu penderita untuk sedikit lebih nyaman dalam mengangkat beban saat memakainya, keluhan sakit pinggang tidak akan sembuh maupun berkurang setelah memakai alat ini. Oleh karena itu, Perusahaan memiliki kebijakan bahwa setiap pekerja yang menderita low back pain dan ingin memakai back support harus mendapatkan rekomendasi dari dokter di klinik Perusahaan. Biasanya sebelum memberikan back support kepada karyawan, petugas departemen EHS memberikan pengarahan mengenai fungsi serta cara pemakainnya. Gambar 4 dibawah ini merupakan Gambar back support dan cara penggunaannya.
.Gambar 5. Cara Pemakaian Back support Sumber : departemen EHS, PT. Goodyear Indonesia, Tbk
3. Perilaku (behaviors) Sejak awal tahun 1990, behavioural safety telah begitu pesat menjadi senjata dalam memerangi kecelakaan kerja. Behavior based safety telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi rasio kecelakaan
kerja. Behavior based safety adalah suatu aplikasi sistimatis dari riset psikologi terhadap perilaku manusia (human behavior) dalam masalah-masalah K3 di tempat kerja. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku (behavior) adalah apa yang dilakukan atau dikerjakan organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Perilaku aman (safety behavior) merupakan segala yang dikerjakan oleh manusia atau tenaga kerja, dalam rangka menciptakan keadaan selamat. Sistem manajemen K3 sebagai lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan perilaku selamat setiap pekerja. Menurut Heri (1998) perilaku aman merupakan suatu tindakan ketaatan kerja dalam penggunaan alat pelindung diri sebagai pencegahan kecelakaan kerja. Dalam konteks ini, tentu perilaku manusia dianalisis menurut pembagian klasik oleh Banyamin Bloom, yang mengembangkan perilaku ke dealam tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Dalam hal ini, maka peran perusahaan sangat penting dalam merubah perilaku karyawannya agar berperilaku aman ditempat kerja. Menyadari pentingnya menerapkan perilaku yang aman kepada pekerja, maka dalam audit yang dilakukan pada penelitian ini, juga mengkaji mengenai penerapan perilaku aman pekerja pada Perusahaan Dalam mengkaji penerapan perilaku aman pekerja terdapat delapan pertanyaan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Hasil skor audit perilaku aman pada penelitian ini menunjukkan angka 100%, namun pada penelitian sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010 adalah 87.5 %. Kemajuan penerapan perilaku yang aman pada PT. Goodyear dapat dilihat dari nilai persentase skor audit yang meningkat. Terdapat satu pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh Perusahaan pada audit perilaku aman, yaitu menjalankan proses keselamatan yang proaktif. Proses
keselamatan
yang
proaktif
merupakan
bentuk
proses
keselamatan yang aktif, memiliki infrastruktur dan fungsional yang baik. Menurut persyaratan dari dokumen audit yang digunakan dalam melakukan pengkajian pada penelitian ini, ada dua komponen kunci yang digunakan agar proses keselamatan proaktif pada perusahaan dapat dikatakan aktif, yaitu near
miss reporting dan at-risk critical action analysis. Near miss reporting merupakan pelaporan terhadap kejadian hampir celaka (near miss). Mekanisme pelaporan ini berfungsi agar pekerja dapat melaporkan kecelakaan near miss (hampir celaka) kepada perusahaan, dan kemudian oleh perusahaan akan dikumpulkan, dianalisis, dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut pelaporan yang dilakukan perusahaan termasuk menerapkan langkah-langkah perbaikan untuk menghilangkan faktor penyebab near miss. Pada saat audit sebelumnya dilakukan, masih banyak kecelakaan near miss yang tidak dilaporkan oleh pekerja, sehingga perusahaan hanya mengetahui sedikit sekali terjadinya near miss accident. Near miss accident yang tidak dilaporkan, menimbulkan terjadinya peningkatan minor accident. Oleh karena itu, saat audit penelitian ini dilakukan Perusahaan kembali memberikan pengarahan kepada karyawan untuk melaporkan semua kejadian kecelakaan termasuk kejadian hamper celaka. Pemberitahuan tersebut juga didukung dengan mengurangi faktorfaktor yang dapat menimbulkan kecelakaan, seperti memperbaiki mesin-mesin yang rusak, mengganti peralatan-peralatan yang sudah habis masanya, serta menerapkan housekeeping yang baik. Selain near miss reporting, keaktifan proses sistem keselamatan kerja yang proaktif juga ditentukan oleh berjalannya at-risk critical action analysis. At-risk critical action analysis merupakan analisis yang dilakukan terhadap perilaku
yang
dapat
menimbulkan
resiko
yang
serius.
Mekanisme
penerapannya yaitu dengan mengidentifikasi tindakan yang tidak aman, menganalisis akar penyebab perilaku, mengidentifikasi tindakan perbaikan untuk menghilangkan faktor penyebab, dan menindaklanjuti untuk memastikan apakah koreksi sudah efektif dan dilaksanakan. Perusahaan telah menerapkan analisis perilaku bahaya secara baik. Dalam penerapannya, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu measure-data mining, audit, penyelesaian masalah (problem solving), dan follow-up untuk melihat kesuksesan dari perbaikan yang dilakukan. a. Measure-data mining, merupakan analisis data keselamatan untuk mengidentifikasi semua tindakan atau perilaku tidak aman, di mana jika data perilaku tidak aman meningkat akan mengakibatkan hal yang fatal terhadap
keselamatan. Program yang dilaksanakan Perusahaan untuk menganalisis perilaku tidak aman ini adalah safety identification hazard (SIH), yaitu menganalisis resiko bahaya kerja pada setiap area kerja. Selain menjalankan SIH, data mining juga dapat menganalisis kecelakaan near miss lebih rinci, yaitu dengan menerapkan zero target yang merupakan target perusahaan untuk mengurangi kecelakaan yang terjadi sampai tidak terjadi kecelakaan sama sekali pada karyawannya, OSHA reporting yang merupakan dokumentasi kecelakaan yang terjadi berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh OSHA USA, informasi apotik dan klinik kesehatan, dan peta kecelakaan. Namun identifikasi perilaku tidak aman harus menjadi perioritas utama dalam mengurangi tingkat kecelakaan kerja. b. Audit atau observasi, merupakan audit atau pengamatan terhadap tindakan yang tidak aman kemudian dijajaki dan menetapkan baseline atau patokan yang dapat mengukur tingkat keberhasilan yang telah dijalankan oleh perusahaan. Penelitian ini juga termasuk audit untuk dapat mengurangi tindakan tidak aman yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan kerja. Audit internal yang dilakukan departemen EHS juga dilaksankan berkala dan akan sangat intensif pengamatannya jika tindakan yang tidak aman tersebut akan menimbulkan efek yang sangat fatal. Contoh dari identifikasi tindakan yang tidak aman yang dilakukan departemen EHS adalah mengenai penanganan tabung LPG yang digunakan sebagai bahan bakar forklift. Semakin maraknya ledakan yang diakibatkan oleh tabung LPG saat ini, juga menimbulkan kekhawatiran bagi Perusahaan karena banyak tabung LPG yang ada di area kerja tidak ditata sebagaimana mestinya. Maka departemen EHS berinisiatif untuk membuat rak tabung LPG yang dilengkapi dengan rantai yang digembok agar menjaga tabung tidak bergeser dan jatuh. Efek yang ditimbulkan dari perilaku yang tidak aman ini akan sangat fatal bagi seluruh karyawan Perusahaan Jika tabung LPG yang tidak tertata rapi jatuh atau bocor sdan dapat menimbulkan ledakan, tentu saja akan membakar seluruh pabrik. Departemen EHS tidak hanya menyediakan rak tabung beserta rantai dan gembok, EHS juga
menyediakan APAR (alat pemadam api ringan) pada setiap rak untuk berjaga jika terjadi ledakan tabung LPG. c. Problem solving, merupakan tindakan lanjutan dari identifikasi tindakan yang tidak aman. Dalam tahapan ini, Perusahaan menganalisis tindakan yang memicu atau menyebabkan terjadinya perilaku yang tidak aman. Hasil dari analisis ini adalah mendapatkan tindakan korektif yang dapat menghilangkan penyebab atau faktor dari tindakan yang tidak aman. Hasil dari analisis penyebab tindakan yang tidak aman disebut dengan corrective action. Contoh dari corrective action adalah tindakan pencegahan yang diambil departemen EHS untuk menanggulangi masalah penanganan tabung LPG. Hal pertama yang dilakukan adalah mencari penyebab dari masalah ini. Penyebab pertama adalah tidak adanya tempat khusus yang disediakan untuk meletakkan tabung LPG. Penyebab kedua adalah kurangnya kontrol dari setiap supervisor di area kerja terhadap para supir forklift yang meletakkan tabung LPG secara tidak benar. Penyebab ketiga adalah kurangnya kesadaran karyawan akan bahaya yang disebabkan oleh ledakan tabung LPG. Tindakan koreksi (corrective action) yang dilakukan oleh perusahaan khususnya departemen EHS adalah : - Menyediakan rak khusus untuk meletakkan tabung LPG lengkap beserta rantai dan gembok serta APAR. - Memberikan pelatihan kepada pengemudi forklift tentang bahaya ledakan tabung LPG dan penanganan tabung LPG yang baik. - Menegaskan kepada supervisor untuk terus mengawasi para pengemudi forklift saat meletakkan tabung LPG. d. Follow Up, berfungsi untuk melihat keefektifan dari tindakan koreksi yang telah dilakukan untuk menanggulangi tindakan yang tidak aman. Selain itu, juga untuk melihat apakah tindakan koreksi sudah diimplementasikan dengan benar dan berkelanjutan.
4. Inspeksi Fisik (physical inspection) Pemeriksaan fisik atau physical inspection merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang inspektor dengan menggunakan ukuran, aturan, atau standar (baku) tertentu. Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Perusahaan pada penelitian ini sesuai dengan dokumen global, health and safety yang terbagi atas beberapa bagian inspeksi, yaitu: human element (unsur sumberdaya manusia), walking-working surfaces (jalan/permukaan area kerja), means of egress (sarana jalan keluar), eye wash/safety showers (pencuci mata/tempat pemandian untuk keselamatan), powered industrial vehicles (alat transportasi industri), electrical safety (keselamatan peralatan listrik), dan guarding (pagar pengaman). Standar inspeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar dari dokumen global, health and safety. Dokumen ini mengikuti standar dari ketetapan Goodyear yang biasa disebut CTI dan standar OSHA yang merupakan standar K3 dari USA. Hasil audit pada inspeksi fisik pada penelitian ini adalah 88.9%, terdapat tiga pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan dan pada audit sebelumnya nilai skor audit adalah 74.1%. Namun, pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh PT. Goodyear Indonesia pada audit sebelumnya dengan audit pada penelitian ini adalah sama, yaitu penerapan housekeeping yang kurang baik pada setiap area kerja produksi. a. Human elements (unsur sumber daya manusia) Sumber daya manusia merupakan elemen kunci dari kesukesan penerapan program K3 pada suatu perusahaan. Sumberdaya manusia yang dimaksud tidak hanya karyawan rendahan (buruh),tetapi seluruh stakeholder yang terkait dengan perusahaan. Pemeriksaan fisik dari unsur sumberdaya manusia adalah pemeriksaan absolute safety atau peraturan yang wajib ditetapkan oleh perusahaan yang menjalankan program K3 dan sangat wajib dipatuhi. Dalam hal ini, Perusahaan memiliki beberapa peraturam wajib seperti peraturan wajib memakai APD (alat pelindung diri) seperti penutup telinga (ear plug), pelindung mata (safety gloves), dan sepatu pelindung (safety shoes). Peraturan absolut atau wajib lainnya seperti larangan pemakaian perhiasan, memakai baju seragam dengan rapi, pemakaian tanda
pengenal, dan pemakaian tanda safety pass yang merupakan kartu yang diberikan oleh EHS jika karyawan telah mengikuti pelatihan keselamatan kerja. Peraturan yang absolut yang diterapkan oleh Perusahaan merupakan peraturan yang wajib ditaati oleh semua karyawan dan tamu yang berada di area kerja. Apabila karyawan melanggar peraturan absolut ini maka karyawan akan langsung diberi peringatan hingga diberhentikan dari pekerjaannya. PT. Goodyear Indonesia mengkomunikasikan peraturan absolut ini melalui selebaran yang ditempel pada setiap area kerja, jadi tidak ada alasan bagi karyawan untuk tidak mengetahui peraturan absolut tersebut. Untuk inspeksi bagian sumberdaya manusia ini pada penelitian ini, Perusahaan memiliki nilai yang baik karena menjalankan semua persyaratan yang diajukan oleh dokumen global, health and safety, yaitu : - Melaksanakan program LO/TO (logout tagout) yaitu program yang dilaksanakan untuk mengontrol bahaya yang ditimbul oleh suatu energi (control of hazardous energy atau CHE). Audit CHE sendiri akan dibahas lebih lanjut pada penelitian ini. - Tidak pernah menonaktifkan program K3 yang dijalankan, karena sampai saat ini Perusahaan masih memiliki departemen khusus yang mengatur jalannya program K3 di perusahaan yaitu departemen EHS. - Tidak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh supir forklift atau towtruck selama audit dilakukan. Supir forklift maupun towtruck memakai perangkat keselamatan yang diatur oleh Perusahaan yaitu memakai rompi keselamatan (safety vest), pelindung kepala (helmet), dan sabuk pengaman. Kecepatan kendaraan pun dikontrol, menggunakan pengganjal khusus pada gas kendaraan. Pengganjal yang dipasang berfungsi menghambat kecepatan kendaraan saat melaju tetap kurang dari 8 mph atau 12.5 kph. Pembunyian klakson juga dilakukan jika kendaraan akan berbelok dipersimpangan dan disetiap persimpangan di area
produksi
dilengkapi
dengan
kaca
convex
yang
dapat
mengGambarkan keadaan simpang jalan pada pengemudi maupun pejalan kaki.
- Melarang karyawan merokok pada area kerja produksi. Perusahaan menyediakan tempat khusus untuk karywan merokok yaitu di kantin, di COE (Central Of Excellent), dan dibeberapa daerah lain yang khususnya terdapat pohon yang rindang. b. Walking-Working Surfaces (jalan/permukaan area kerja) Penerapan housekeeping yang baik merupakan kunci utama dalam menjalankan program K3 pada area lantai atau jalan di area produksi. Lantai produksi merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi lingkungan kerja karyawan. Banyak bahaya yang dapat ditimbulkan jika kebersihan dari lantai produksi tidak diperhatikan dengan baik. Bahaya yang ditimbulkan dapat berupa karyawan tergelincir hingga terjatuh. Menurut standar OSHA, persyaratan umum untuk housekeeping yang baik diatur dalam bagian Walking-Working Surfaces nomor 190.22(a), yaitu : - Semua tempat-tempat kerja, lorong-lorong, gudang, ruang pelayanan harus tetap bersih dan teratur dan dalam kondisi sanitasi yang baik. - Lantai setiap ruang kerja harus dipelihara dengan bersih dan diusahakan dalam kondisi kering. Pada proses produksi yang basah, drainase harus dipelihara. Karpet, platform, tikar, atau tempat pijakan kaki lainnya harus dalam keadaan kering. - Untuk memudahkan pembersihan, setiap lantai, tempat kerja, dan jalan harus bebas dari paku yang menonjol, serpihan, lubang, atau papan yang longgar. Pada pemeriksaan housekeeping ini, selain menggunakan standar OSHA auditor juga menggunakan standar housekeeping yang ditetapkan oleh Perusahaan yang terlampir pada Lampiran 6. Penelitian melakukan pemeriksaan housekeeping di Perusahaan pada beberapa area kerja, yaitu departemen mixing, component preparation, tire assembly, final finish and shipping WHSE, boiler house, maintenance, dan QC laboratorioum. Departemen mixing dan component preparation adalah area kerja yang tidak melaksanakan housekeeping dengan baik, sesuai dengan standar Perusahaan dan OSHA yang digunakan untuk audit. Hal ini dikarenakan
masih
banyak
sisa-sisa
compound
yang
diletakkan
sembarangan sehingga menutupi lorong-lorong jalan. Banyaknya sisa compound yang rusak (scrap) yang diletakkan sembarangan mengakibatkan pejalan kaki terganggu saat berjalan ataupun hingga tersandung dan jatuh. Sisa compound juga dapat menghalangi forklift dan towtruck yang melewati lorong-lorong tersebut. Sebenarnya, compound atau ban yang rusak (scrap) diambil secara berkala oleh perusahaan CV. Mekar Rubber yang secara khusus bekerja sama dengan Perusahaan untuk menangani sampah anorganik ini. Namun sebelum pengambilannya, para karyawan tidak meletakkan sisa compound secara baik. Meskipun pihak Perusahaan telah menyediakan bak sampah khusus serta rak khusus untuk meletakkan sisa compound, namun kurangnya kesadaran dari karyawan dan kurangnya kontrol dari supervisor membuat housekeeping di area kerja ini kurang baik. Untuk departemen yang lain, housekeeping yang baik telah diterapkan dengan benar. Pembersihan mesin selalu dilakukan pekerja setelah menggunakan mesin saat pergantian shift. Perusahaan sendiri juga menyediakan janitor yang bertugas membersihkan toilet dan mengumpulkan sampah setiap pergantian shift serta menyapu lantai produksi. Selain housekeeping yang baik, inspeksi terhadap jalan-permukaan area kerja juga dilakukan terhadap platform dan elevated working surfaces (permukaan area kerja yang tinggi). Menurut standar OSHA, definisi dari platform adalah sebuah ruang kerja untuk karyawan, berada beberapa meter di atas lantai atau tanah seperti balkon atau tempat untuk pengoperasian mesin dan peralatan. Standar yang ditetapkan Perusahaan adalah bahwa setiap platform yang berada di atas tanah sekitar 4 kaki (122 cm), harus dilengkapi dengan railings dan toe boards. Railings adalah Sebuah hambatan vertikal yang dibangun sepanjang tepi tangga, jalan, platform, atau landasan untuk mencegah orang jatuh. Standar railing yang ditetapkan Goodyear adalah 42 inchi (106.6 cm), namun standar ini dpat disesuaikan dengan fisiologis dari karyawan tempat perusahaan didirikan. Sedangkan toe boards adalah sebuah pembatas vertikal di tingkat lantai, yang dibangun di sepanjang tepi tangga, platform, landasan pacu, atau jalan untuk mencegah jatuh bahan atau manusia. Untuk standar platform, railings dan
toe boards Goodyear Indonesia telah memenuhi standar yang ditetapkan. Seluruh platform, tangga, dan jalan menurun harus dilengkapi dengan railing dan toe board. c. Means of Egress (Sarana Jalan Keluar) Di setiap bangunan atau pabrik, jalan keluar (exits) harus diatur dan dijaga dengan baik untuk memberikan kebebasan agar jalan keluar tidak terhalang ketika berjalan disaat darurat, seperti saat kebakaran atau terjadi gempa bumi. Sebaiknya, pintu keluar tidak dikunci atau dihambat sehingga mempermudah pengguna saat ingin keluar terutama saat keadaan darurat. Kecuali, dipasang penghambat atau dikunci ketika ada perbaikan, namun harus ada personil pengawasan yang terus bertugas menjaga pintu keluar. Adanya rambu atau marka yang bertuliskan exits, sebenarnya diperlukan untuk jalur evakuasi saat terjadi kebakaran atau bencana alam seperti gempa bumi atau kebakaran. Jalur evakuasi yang dilengkapi dengan marka exits dan tanda panah mempermudah pengguna atau karyawan saat terjadi keadaan darurat. Oleh karena itu, marka atau rambu ini perlu dipelihara dan dijaga oleh setiap perusahaan atau pabrik. Standar tanda atau marka exits yang benar diatur dalam OSHA nomor 1.92634 (b) mengenai means egress, yaitu setiap marka exits harus ditandai dengan tanda yang mudah terlihat. Akses ke pintu keluar harus mudah terlihat dalam semua keadaan dimana jalan keluar atau jalur evakuasi dapat langsung terlihat dengan jelas saat keadaan darurat dan mudah dijangkau. Dalam pemeliharaannya, jalur keluar juga harus selalu bebas dari penghambat apapun. Semua standar OSHA mengenai jalur keluar telah dilaksanakan dengan baik oleh Perusahaan. Tanda exits ditempatkian pada setiap pintu keluar dan jalur evakuasi saat darurat. Tanda exits di Perusahaan berwarna merah dan akan menyala saat terjadi kebakaran atau saat keadaan gelap. Hal ini memudahkan setiap karyawan menemukan jalur keluar saat terjadi hal darurat. Tanda ini juga diletakkan ditempat yang mudah terlihat yaitu pada bagian atas lorong-lorong area kerja.
d. Eye Wash / Safety Shower Eye wash merupakan pembilas mata yang berfungsi untuk membilas mata saat mata terpapar atau terkena debu maupun bahan kimia yang berbahaya. Penempatan eye wash di PT. Goodyear Indoneisa, Tbk. sudah baik, karena ditempatkan pada setiap area kerja, terutama area kerja yang menghasilkan banyak debu seperti power house yang merupakan tempat beroperasinya boiler, maupun area kerja lain yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti area kerja painting pada BTB. Pada saat audit dilakukan, Goodyear baru saja mengganti beberapa eye wash yang sudah rusak dengan yang baru. Pengggantian dikarenakan eye wash yang lama sudah rusak dan sebagian tidak berfungsi lagi atau sudah tidak dipakai. Eye wash lama yang dipasang bewarna merah dan eye wash yang baru bewarna hijau. Warna yang cerah pada eye wash memberikan kemudahan pada pekerja jika matanya terpapar bahan kimia atau debu. Safety shower merupakan tempat pemandian khusus jika pekerja mengalami paparan bahan kima pada anggota badan seperti tangan, kepala, atau kaki. Pada Perusahaan safety shower sudah tidak lagi dipasang pada area kerja produksi. Hal ini dikarenakan pada saat safety shower dipasang, penggunaannya oleh karyawan tidak tepat. Safety shower digunakan untuk mandi saat karyawan selesai bekerja, bukan disaat karyawan terpapar bahan kimia berbahaya. Oleh karena itu, kebijakan dari Perusahaan untuk mencabut safety shower yang ada. Namun masalah baru timbul jika terdapat karyawan yang terkena bahan kimia. Pihak PT. Goodyear Indonesia, Tbk sendiri menyadari hal itu, namun pelatihan dan kontrol dari para supervisor dapat memperkecil potensi bahaya terpaparnya bhan kimia ke anggota tubuh karyawan saat bekerja. Hal ini juga dibuktikan dengan tidak adanya catatan kecelakaan kerja berupa paparan bahan kimia ke anggota tubuh karyawan saat audit dilakukan. e. Powered Industrial Vehicles (Forks Trucks) Powered industrial vehicles merupakan alat transportasi truk bertenaga yang berfungsi untuk penanganan bahan di bagian produksi maupun pada penggudangan. Menurut OSHA, truk bertenaga yang
digunakan oleh industri pada umumnya terbagi atas beberapa jenis, yaitu (dengan Gambar terlampir) : - Electric Motor Rider Trucks. -
Electric Motor Narrow Aisle Trucks.
- Electric Motor Hand Trucks or Hand/Rider Trucks. - Internal Combustion Engine Trucks (Solid/Cushion Tires). - Internal Combustion Engine Trucks (Pneumatic Tires). - Electric and Internal Combustion Engine Tractors. -
Rough Terrain Forklift Trucks.
Berdasarkan jenis di atas, Perusahaan memakai Towtruck dan Forklift sebagai truk bertenaga yang dipakai sebagai alat transportasi penanganan bahan. Towtruck termasuk electric motor hands trucks sedangkan forklift yang digunakan termasuk jenis combustion engine trucks dengan ban pneumatic dan berbahan bakar LPG. Pelatihan pengoperasian truk bertenaga merupakan hal penting yang harus
dilaksanakan
oleh
perusahaan
sebelum
para
karyawan
mengoperasikan truk bertenaga tersebut. Oleh karena itu, hal ini menjadi standar dari OSHA yang mengharuskan adanya pelatihan pengoperasian truk sebelum digunakan oleh karyawan. Standar OSHA mengenai pengoperasian truk bertenaga diatur dalam nomor 1910.178 tentang Powered industrial trucks. Standar ini mengharuskan perusahaan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan berdasarkan prinsipprinsip umum pengoperasian truk yang aman, jenis kendaraan yang digunakan di tempat kerja, bahaya dari tempat kerja yang diciptakan oleh penggunaan kendaraan, dan persyaratan keselamatan umum standar OSHA. Operator terlatih harus mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan benar dan menjaga keselamatan. Oleh karena itu, pelatihan merupakan hal penting yang harus dilaksanakan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga harus menjamin bahwa setiap operator telah menerima pelatihan dan mengevaluasi operator minimal sekali setiap tiga tahun. Sebelum pengoperasian truk di tempat kerja, perusahaan harus mengevaluasi kinerja operator dan menentukan operator yang kompeten untuk mengoperasikan
truk dengan aman. Pelatihan penyegaran diperlukan setiap kali operator menunjukkan kekurangan dalam pengoperasian truk dengan aman. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. merupakan perusahaan yang sangat menyadari akan pentingnya pelatihan karyawan sebelum melakukan pekerjaan, tidak terkecuali pelatihan pengoperasian forklift dan towtruck. Dapat dilihat pada lampiran 1, bahwa dalam setiap tahunnya perusahaan melaksanakan pelatihan terhadap operator-operator baru maupun pelatihan penyegaran terhadap operator forklift dan towtruck yang sudah menunrun kinerjanya dalam pengoperasian truk secara aman. Pelatihan yang diberikan oleh Perusahaan kepada operator truk tersebut mengikuti standar yang telah ditetapkan OSHA, yaitu : Topik terkait truk - Petunjuk pengoperasian, peringatan, dan tindakan pencegahan untuk setiap jenis truk sebelum operator diijinkan untuk beroperasi. - Pengetahuan mengenai perbedaan pengoperasian antara truk dan mobil. - Pengetahuan bagian-bagian dari truk beserta fungsinya - Pengetahuan mengenai visibilitas truk (termasuk pembatasan beban). - Pengetahuan
pemeriksaan
kendaraan
sebelum
digunakan
dan
perawatannya. - Pengisian bahan bakar atau pengisian kembali baterai. Topik terkait tempat kerja - Pengetahuan mengenai keadaan atau kondisi dimana kendaraan akan dioperasikan. - Pengetahuan mengenai komposisi beban dan stabilitas beban. - Pengetahuan material handling menggunakan truk. - Pengetahuan bagaimana mengoperasikan kendaraan di daerah kerja yang terdapat pejalan kaki. - Pengetahuan bagaimana mengoperasikan kendaraan di gang-gang sempit dan tempat-tempat lain di mana kendaraan akan dioperasikan. - Pengetahuan mengenai potensi bahaya dari lokasi kerja dimana kendaraan akan dioperasikan.
Setelah melakukan pelatihan berupa materi kepada operator kendaraan, Perusahaan kemudian memberikan pelatihan pengoperasian truk secara langsung. Pelatihan pengoperasian truk berlangsung selama kurang lebih tiga hari, yang diawasi oleh operator truk yang sudah terlatih. Setelah para operator baru telah dapat mengoperasikan truk dengan aman, kemudian departemen EHS akan mengeluarkan SIM (surat izin mengemudi) forklift atau towtruck yang berlaku selama satu tahun. Setelah masa berlaku SIM habis, operator wajib mengikuti pelatihan penyegaran kembali dan kemudian mendapatkan SIM baru yang berlakuk untuk satu tahun kedepan. Pihak Perusahaan akan memberhentikan karyawan yang mengoperasikan truk tanpa memiliki SIM. Sebelum mengoperasikan truk, operator wajib mengisi form checklist truk untuk mengetahui apakah truk berfungsi dengan baik. f. Electrical Safety Listrik merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh setiap industri pada umumnya. Bekerja menggunakan sumber energi listrik merupakan hal yang biasa dilakukan oleh setiap orang, namun di industri listrik dapat sangat berbahaya. Pada umumnya listrik yang digunakan di industri memiliki daya voltase yang lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya yang serius. Standar mengenai keamanan penggunaan listrik telah ditetapkan OSHA dengan nomor standar 1910 mengenai electrical. Standar yang ditetapkan berfungsi untuk melindungi karyawan dari bahaya yang dapat ditimbulkan akibat listrik seperti kejutan listrik, ledakan, hingga kebakaran pabrik. Pengamanan terhadap bahaya listrik dapat dilakukan dengan menerapkan program lockout-tagout (LO/TO) yang merupakan program untuk mengontrol energi yang berbahaya (CHE). Untuk inspeksi CHE akan dibahas lebih lanjut pada bagian yang terpisah pada penelitian ini. Keamanan terhadap bahaya listrik juga telah diterapkan dengan baik oleh Perusahaan Setiap panel dan box listrik dilengkapi label yang berisikan
keterangan mengenai voltase listrik dan hal yang tidak boleh dilakukan terhadap panel maupun box listrik. Hal ini sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan oleh NEC (National Electrical Company). Setiap box dan panel listrik juga dilengkapi dengan gembok lockout yang berfungsi jika box atau panel berada dalam proses perbaikan. g. Guarding (pengaman) Mesin yang bergerak memiliki potensi untuk menyebabkan cedera parah di tempat kerja, seperti jari tangan atau tangan yang terpotong hingga terkadang harus diamputasi, luka bakar, atau kebutaan. Pengaman (guarding) di bagian-bagian tertentu pada mesin sangat diperlukan untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan. Bahaya yang ditimbulkan oleh mesin juga diatur dalam standar OSHA dengan nomor standar 1910.212 mengenai machinery and machine guarding. Standar OSHA mengatur persyaratan umum untuk pengaman (guarding) mesin, gerakan dan tindakan yang berkontribusi terhadap bahaya mesin yang berbeda, dan pertimbangan tambahan yang memerlukan mesin secara keseluruhan dan keamanan operator Semua mesin terdiri dari tiga bidang mendasar, yaitu titik operasi, perangkat transmisi listrik, dan kontrol operasi. Meskipun semua komputer memiliki komponen dasar yang sama, kebutuhan akan pengaman berbeda sesuai dengan karakteristik fisik mesin dan keterlibatan operator terhadap mesin. Tujuan dari pengaman yang dipasang pada mesin adalah untuk melindungi operator yang menjalankan mesin dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh mesin dan karyawan lain yang ada di area kerja tersebut. Selain untuk melindungi operator dan karyawan, pengaman pada mesin juga berfungsi untuk melindungi mesin dari forklift ataupun towtruck yang dapat merusak mesin seperti membentur mesin atau menabrak mesin. Perusahaan menempatkan guarding pada setiap mesin dengan baik. Setiap pengaman yang menyerupai pagar dipasang pada setiap bagian luar mesin dan di berikan warna kuning agar lebih menyolok. Saat pagar mesin rusak ditabrak oleh forklift atau towtruck pihak Perusahaan akan segera memperbaiki dan memberi sanksi tegas kepada supir kendaraan yang
menabrak pengaman luar mesin. Goodyear juga membuat garis-garis pembatas
untuk
menetapkan
jarak
aman
berdiri
operator
saat
mengoperasikan mesin dan juga berfungsi untuk memberikan jarak aman antara mesin dengan karyawan lain yang berada disekitar mesin. Perusahaan juga memiliki standar pengaman mesin khusus yang diterapkan oleh semua perusahaan Goodyear di dunia. Ada dua mesin yang memiliki guarding khusus yang diatur dalam CTI-055-11-00287, CTI-05511-00027, dan CTI-055-11-00045. Pada dasarnya standar ini mengatur dua mesin penting di bagian produksi ban, yaitu mesin mixer yang merupakan mesin pencampur semua bahan untuk pembuatan ban dan mesin extruder yang berfungsi untuk menggiling compound menjadi lembaran-lembaran yang siap untuk dirakit. Kedua mesin tersebut yang berada di Perusahaan dilengkapi dengan pengaman mesin seperti ketentuan tiga standar CTI tersebut. Mesin mixer dilengkapi dengan dua buah temperatur yang mengontrol suhu dari mesin, sehingga mencegah mesin terlalu panas dan dapat menimbulkan ledakan. Selain itu, pengontrolan mesin mixer juga dilakukan secara komputerisasi. Pemasangan guarding pada mesin yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh mesin, juga dapat dilengkapi dengan pemasangan safety devices pada mesin. Safety devices merupakan perangkat keselamatan yang dipasang pada mesin-mesin tertentu untuk membuat mesin berhenti bekerja atau bergerak jika terjadi kecelakaan kerja. Perusahaan memiliki beberapa safety devices yang dipasang pada mesinmesin di bagian produksi, contohnya safety kick atau safety plates yang dipasang pada mesin perakitan ban (band building), cara kerja perangkat ini adalah dengan menendang plates yang terpasang pada mesin, mesin akan berhenti bekerja dengan seketika. Pemeriksaan safety kick di Perusahaan dilakukan tiga bulan sekali. Selain safety kick, masih ada beberapa pernagkat keselamatan yang dipasang pada mesin seperti safety cable, tombol emergency stop, sinar laser, dan perangkat khusus lainnya sesuai karakteristik mesin tersebut.
5. Control Of Hazardous Energy (CHE) Program CHE berfungsi untuk membantu melindungi para pekerja dari risiko energi berbahaya yang berkaitan dengan pelayanan atau pemeliharaan pekerjaan yang dilakukan pada mesin dan sistem peralatan, termasuk yang melibatkan pembangkitan, transmisi, dan sistem distribusi. Sebuah sistem dinonaktifkan sehingga pekerjaan tertentu dapat dilakukan dengan aman dan dalam beberapa kasus, pekerja tidak perlu menggunakan alat pelindung jika semua bahaya telah dikendalikan secara efektif. Program dari CHE yang mengendalikan energy listrik dan hal yang berkaitan dengan ini disebut dengan lockout-tagout (LO/TO) yang telah diatur dalam standar OSHA 29 CFR 1910.269(d). Perusahaan mendapatkan skor audit CHE 100% pada penelitian ini dan 85.7% pada audit sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010. Terdapat satu pertanyaan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan pada audit sebelumnya dari tujuh pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan tersebut yaitu mengenai penggunaan alat pengisolasi yang tepat untuk mencegah transmisi atau keluarnya energi. Namun pada audit dipenelitian ini, perbaikan telah dilakukan oleh perusahaan dalam menangani transmisi atau keluarnya energi yang berbahaya, yaitu dengan mengganti beberapa bahan isolasi yang telah rusak dan kembali menjalankan pelatihan mengenai CHE. Perusahaan
memberikan
pelatihan
kepada
keryawan
dalam
melaksanakan program LO/TO pada mesin yang sedang diperbaiki maupun yang tidak berfungsi dengan baik. Setiap karyawan yang sedang menangani mesin tertentu wajib memasang tag yang berisikan keterangan siapa yang sedang menangani mesin tersebut. Setelah memasang tag, karyawan tersebut juga wajib memasang lock berupa gembok pada kontrol mesin agar tidak dapat dioperasikan oleh karyawan lain sehingga dapat menimbulkan bahaya. Perusahaan menegaskan pada karyawannya untuk tidak mengambil atau memindahkan tag yang sedang terpasang kecuali dipindahkan oleh karyawan yang memasang sebelumnya. Kesalahan saat menjalankan program LO/TO oleh karyawan, akan diberikan sanksi tegas oleh perusahaan. Saat inspeksi ini dilakukan, Perusahaan sedang menyiapkan 40 buah gembok untuk dibagikan
kepada para karyawan yang bertugas memperbaiki mesin agar menjalankan program LO/TO dengan benar. Jika LO/TO tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan kecelakaan yang fatal dan dapat menyebabkan kematian. Menurut standar OSHA, ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan dalam melaksanakan program LO/TO yang tentu saja juga telah dilaksanakan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk., yaitu : - Mengembangkan dan mendokumentasikan prosedur LO/TO sesuai standar OSHA. - Memberikan perangkat LO/TO kepada pekerja. - Membuat program pelatihan pekerja berdasarkan prosedur LO/TO sehingga pekerja
memperoleh
keterampilan
yang
diperlukan
untuk
secara
amanmelaksanakan program LO/TO. - Melakukan pemeriksaan berkala untuk memastikan bahwa prosedur pengendalian energi sesuai dengan standar OSHA dan prosedur dilaksanakan oleh pekerja. - Perusahaan yang telah melaksanakan program pelatihan LO/TO, harus menghasilkan karyawan yang memiliki syarat tertentu untuk dapat melaksanakan program LO/TO dengan benar, yaitu : Karyawan harus memahami dan memenuhi tanggung jawab mereka terhadap program LOTO yang akan dijalankan. Semua karyawan yang berwenang juga harus melakukan briefing penelaahan terhadap bahaya energi yang berkaitan dengan pekerjaan dan cara untuk mengendalikan energi. Pekerja harus dilatih ulang jika masih tidak dapat melakukan LOTO dengan baik dan benar. 6. Industrial Health (kesehatan industri) Kesehatan merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dengan keselamatan pekerja dalam sebuah industri, karena kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaannya sangat ditentukan dari kesehatan fisik dan psikologis dari pekerja tersebut. Jika pekerja memiliki kesehatan yang baik, maka dapat pula melakukan pekerjaan dengan baik pula. Kesehatan pekerja juga harus
menjadi sorotan penting dalam melaksanakan program K3 diperusahaan. Pada umumnya dalam melakukan produksi, suatu industri tidak jarang menggunakan lebih dari satu bahan kimia berbahaya maupun makhluk biologis yang dapat membahayakan kesehatan pekerja. Kesehatan pekerja tidak hanya dipengaruhi oleh bahan baku produksi, tetapi juga lingkungan kerja seperti kebisingan dari mesin yang beroperasi, bekerja pada area kerja berhaya seperti pada ketinggian, atau berinteraksi langsung dengan sinar radiasi. Perusahaan juga tidak terlepas dengan mengedepankan pentingnya kesehatan bagi para pekerjanya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap kesehatan industri perusahaan. Hasil skor audit pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2010 menunjukkan angka yang sama yaitu 95.5%. ada satu pertanyaan yang sama yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan yaitu menyediakan perlangkapan pelindung diri saat bekerja dengan listrik. Berikut ini pembahasan empat hal yang dikaji saat audit kesehatan industri, yaitu : a. Hazard Comunication (komunikasi bahaya) Bahan
kimia
yang
digunakan
pada
proses
produksi
dapat
menimbulkan berbagai bahaya bagi kesehatan pekerja (seperti iritasi, tuli, dan karsinogenik), serta bahaya fisik (seperti terbakar, korosi, dan reaktivitas). OSHA menetapkan standar komunikasi bahaya (29CFR 1010.1200) yang dirancang untuk memastikan bahwa informasi tentang bahaya dan upaya perlindungan yang terkait disebarkan dan diinformasikan dengan jelas kepada para pekerja dan pemilik perusahaan. Standar ini ditetapkan oleh OSHA agar para pemilik perusahaan dapat mengevaluasi bahaya bahan kimia yang mereka hasilkan dan untuk memberikan informasi bahaya tersebut melalui pelabelan pada container barang dan lembar informasi lebih rinci yang disebut lembar data keselamatan (Material Safety Data Sheet atau MSDS). Semua perusahaan yang menggunakan bahan kimia berbahaya di tempat kerja, harus mempersiapkan dan melaksanakan program komunikasi bahaya yang tertulis dan harus memastikan bahwa semua container diberi label, karyawan diberikan akses mempelajari MSDS, dan melaksanakan program pelatihan yang efektif untuk semua karyawan
yang berpotensi terkena bahan kimia berbahaya di tempat kerja. Semua tempat kerja di mana karyawan dapat terkena bahan kimia berbahaya harus memiliki perencanaan tertulis yang menjelaskan bagaimana standar yang akan dilaksanakan pada fasilitas tersebut. Perusahaan merupakan salah satu industri yang banyak menggunakan bahan kimia berbahaya pada proses produksinya, seperti : Adamax, Croydax, Sponbax, PIG 4, PIG 601, PIG 571, Surfax, dan Waxin. Oleh karena itu, Perusahaan wajib menjalankan program komunikasi bahaya bahan kimia yang dipakai pada proses produksi. MSDS merupakan salah satu program dari komunikasi bahaya. MSDS merupakan data lembaran yang berisikan potensi bahaya bahan-bahan kimia berbahaya. MSDS biasanya ditempelkan ditempat-tempat kerja yang menggunakan bahan kimia yang dimaksud pada MSDS. MSDS berisikan bahaya bahan kimia tersebut terhadap pekerja dan lingkungan juga, serta berisikan bagaimana sikap dan tindakan pekerja jika terkena bahan kimia berbahaya tersebut. Selain membuat MSDS untuk setiap bahan kimia yang digunakan pada proses produksi, Perusahaan juga melakukan pelabelan pada setiap container yang berisikan bahan kimia berbahaya. Pada label yang ditempelkan, berisikan informasi mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia tersebut, dan hal yang tidak boleh dilakukan terhadap bahan kimia tersebut. Pelabelan dan MSDS yang dilakukan mengikuti standar dari OSHA. Menurut OSHA, pengembangan program komunikasi bahaya yang efektif dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, menjelaskan, dan menggunakan empat unsur praktis aturan untuk tujuan menginformasikan karyawan dari bahaya, identitas, dan upaya perlindungan untuk mencegah cedera atau sakit. Empat unsur ini telah dijalankan dengan baik oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk., yaitu : - Membuat program komunikasi bahaya secara tertulis. - Material Safety Data Sheet (MSDS). - Melakukan pelabelan. - Menginformasikan bahaya kepada karyawan dengan mengadakan pelatihan komunikasi bahaya.
Pelatihan komunikasi bahaya juga dilakukan oleh Perusahaan kepada para karyawannya. Pelatihan komunikasi bahaya dilakukan terhadap semua karyawan baru dan pelatihan komunikasi bahaya khusus bagi karyawan yang bekerja area kerja yang berpotensi terkena paparan bahan kimia. Materi
yang
disampaikan
oleh
PT.
Goodyear
Indonesia
kepada
karyawannya pada pelatihan komunikasi bahaya juga sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh OSHA, yaitu : - Bagaimana menangani bahan kimia yang ada di area kerja. - Efek bahan kimia berbahaya bagi kesehatan dan fisik pekerja. - Metode dan teknik observasi yang digunakan untuk menentukan keberadaan atau pelepasan bahan kimia berbahaya dalam area kerja. - Cara untuk mengurangi atau mencegah paparan terhadap bahan kimia berbahaya melalui penggunaan kontrol praktek kerja dan peralatan pelindung diri. - Bagaimana membaca label dan mengerti MSDS untuk mendapatkan informasi bahaya yang tepat. b. Industrial Hygiene (kesehatan industri) Kesehatan industri merupakan komitmen setiap pengusaha untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja ditempat kerja serta masyarakat sekitar pabrik. Kebersihan Industri dianggap sebagai ilmu dan juga seni yang melibatkan penilaian, kreatifitas dan interaksi manusia. Tujuan dari kebersihan industri adalah untuk menjaga para pekerja, keluarga mereka, dan masyarakat yang sehat dan aman. Karena pekerja memiliki peranan penting dalam memastikan bahwa produksi berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang ditargetkan. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. memiliki peraturan sendiri mengenai kebersihan industri yang ditulis dalam sampling plan sesuai dengan CTI005-03-00014. Sampling plan berisikan tentang perencanaan kebersihan industri yang akan dilaksanakan dalam periode tertentu. Selanjutnya perencanaan tersebut akan dikontrol dalam pelaksanaannya apakah sesuai target atau tidak. Program kebersihan industri yang telah dijalankan Perusahaan, meliputi:
- Mengidentifikasi dan memeriksa tempat kerja yang memiliki potensi bahaya kerja. - Membuat rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan pekerja dan masyarakat pabrik. - Melakukan penelitian ilmiah untuk memberikan data tentang kondisi yang mungkin berbahaya di tempat kerja. - Mengembangkan teknik untuk mengantisipasi dan mengontrol situasi yang berbahaya di tempat kerja. - Melaksanakan peletihan mengenai resiko bahaya kerja kepada karyawan. - Memastikan bahwa para pekerja secara benar mengikuti prosedur kesehatan dan keselamatan yang telah ditetapkan. c. Hearing Conservation (konservasi pendengaran) Kebisingan pada umumnya didefinisikan sebagai suara yang mengganggu. Kebisingan dapat memberikan gangguan fisiologis dan psikologis terhadap manusia. Seseorang yang bekerja pada area kerja tertentu dapat mengalami gangguan fisiologis yang diakibatkan oleh bising, yang dapat mengurangi performa kerja dari pekerja tersebut. Menurut Broadbent (1979), pengaruh kebisingan pada performa kerja ditentukan oleh jenis pekerjaan, tingkat kebisingan dan jenis kebisingan yang dihasilkan. Seorang pekerja yang memerlukan konsentrasi akan terpengaruh oleh kebisingan yang ditimbulkan secara tiba-tiba, namun pekerja rutin dan otomatis dapat berlangsung tanpa terganggu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pekerja di lingkungan kebisingan yang tinggi biasanya kehilangan lebih banyak waktu kerja karena kecelakaan dan kurang produktif dibandingkan yang terpapar tingkat kebisingan yang lebih rendah. Tingkat kebisingan yang tinggi terus menerus menyebabkan pekerja stres, kelelahan, dan lekas marah pasca bekerja. Dalam beberapa penelitian, kebisingan bahkan telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah. Industri tertentu memiliki resiko tingkat kebisingan yang lebih besar, menurut Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) industri seperti pertambangan, pertanian, konstruksi, manufaktur dan utilitas, transportasi, dan militer menghadapi
resiko tertinggi dari penyakit kehilangan pendengaran. Cara terbaik untuk mencegah gangguan pendengaran adalah dengan menghindari paparan kebisingan yang berlebihan di tempat kerja, program yang dikembangkan untuk mengurangi paparan kebisingan yaitu dengan mengembangkan program konservasi pendengaran yang efektif. Menurut OSHA, tujuan dari konservasi pendengaran adalah untuk mengurangi suara keras pada sumbernya, seperti metode yang disebut dengan engineering control dan yang melibatkan ukuran seperti memasang peredam suara seperti muffler dan baffle pada peralatan. Hal terakhir yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebisingan adalah dengan menggunakan alat perlindungan pendengaran seperti ear plug atau ear muff. Pengkajian konservasi pendengaran yang dilakukan pada penelitian ini terhadap Perusahaan menunjukkan hasil yang baik. Hal ini karena Perusahaan memiliki program konservasi pendengaran yang dilaksanakan secara baik dan efektif. Setiap satu bulan sekali, departemen EHS mengukur tingkat kebisingan pada setiap area kerja produksi menggunakan sound level meter (SLM). Jika terjadi kenaikan tingkat kebisingan pada area kerja tertentu, maka EHS akan memberikan rekomendasi perbaikan pada mesin atau hal lain yang merupakan sumber suara. Ambang batas kebisingan yang dipakai oleh Perusahaan adalah sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga kerja, Transmigrasi, dan Toperasi No.SE.01/MEN/1078 yang menentukan ambang batas kebisingan sebesar 85 dBA untuk pekerja yang terpapar terus menerus selama 8 jam sehari. Hasil audit kebisingan yang dilakukan oleh EHS dapat dilihat pada Lampiran 8. Rataan tingkat kebisingan pada area kerja Perusahaan yaitu antara 84-88 dBA. Selain melakukan pemeriksaan tingkat kebisingan satu bulan sekali, Perusahaan juga melakukan pelatihan mengenai konservasi pendengaran. Pekerja diberikan pengertian tentang bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan yang tinggi dan pentingnya menggunakan alat pelindung telinga. Untuk penggunaan alat pelindung telinga Perusahaan menetapkan peraturan wajib penggunaan penutup telinga bagi semua karyawannya. Pemeriksaan telinga para pekerja yang dilakukan rutin satu tahun sekali, juga dilakukan
oleh Perusahaan Pemeriksaan telinga yang disebut dengan audiometri dilakukan di rumah sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor. Namun, kendala yang dihadapi Perusahaan sangat besar untuk menjalankan program konservasi pendengaran pada para karyawannya. Banyak karyawan yang merasa sudah terbiasa dengan kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin yang mereka operasikan karena telah bekerja lebih dari lima tahun di Perusahaan. Penggunaan ear plug yang merupakan peraturan wajib yang harus dipatuhi oleh para karyawan, juga tidak dipatuhi sepenuhnya. Karyawan hanya memakai ear plug jika ada pemeriksaan dari departemen EHS, jika tidak ada pemeriksaan ear plug hanya digantungkan pada baju seragam atau disimpan dalam saku. Pemeriksaan pendengaran yang dilakukan di RS PMI juga mengalami kendala. Kendala yang dihadapi oleh Perusahaan adalah para karyawan tidak mau melakukan tes pendengaran. Para karyawan beralasan bahwa mereka tidak mengalami gangguan pendengaran. Namun, jika ditelusuri lebih jauh sebenarnya para karyawan tidak ingin memeriksa pendengaran mereka karena takut diberhentikan dari pekerjaannya jika terdeteksi mengalami gangguan pendengaran. Tidak hanya melindungi pekerja dengan penggunaan ear plug, konstruksi bangunan Perusahaan juga dirancang untuk mengurangi tingkat kebisingan yang dihasilkan saat produksi. Pabrik dirancang memiliki langitlangit bangunan yang tinggi dan pada bagian atap dibuat ventilasi-ventilasi yang berfungsi untuk membuat suara bising keluar dari area kerja. Maka suara bising yang ditimbulkan keluar dari area dalam pabrik ke luar pabrik. d. Personal Protective Equipment (Alat Pelindung Diri) Pekerjaan yang berhubungan dengan cedera dan kematian terjadi setiap hari di tempat kerja. Cedera ini sering terjadi karena karyawan tidak dilatih dengan prosedur pekerjaan yang layak. Salah satu cara untuk mencegah cedera di tempat kerja adalah dengan menetapkan prosedur pekerjaan yang efektif dan melatih semua karyawan metode bekerja yang aman dan efesien. Menetapkan prosedur pekerjaan yang efektif merupakan salah satu manfaat melakukan analisis potensi bahaya dan merekam setiap langkah dari pekerjaan, mengidentifikasi bahaya pekerjaan yang ada atau
yang potensial (baik keselamatan dan kesehatan), dan menentukan cara terbaik untuk melakukan pekerjaan atau mengurangi atau menghilangkan bahaya tersebut. Perbaikan metode kerja dapat mengurangi biaya yang timbul dari ketidakhadiran karyawan dan kompensasi pekerja, dan sering dapat menyebabkan peningkatan produktivitas. Pada umumnya, semua standar keselamatan dan kesehatan kerja mengharuskan perusahaan menyediakan APD bagi para karyawannya saat bekerja. Alat pelindung diri berfungsi untuk melindungi pekerja dari bahaya yang diakibatkan oleh area kerja. Ketentuan dalam standar OSHA yang mengharuskan penggunaan APD, umumnya menyatakan bahwa perusahaan wajib untuk memberikan APD kepada para karyawannya. Penilaian resiko bahaya merupakan elemen penting dari pelaksanaan program APD karena menghasilkan informasi yang diperlukan untuk memilih APD yang sesuai untuk setiap bahaya saat ini atau mungkin yang akan terjadi ditempat kerja tertentu. Standar OSHA 29 CFR 1.910,132 (d) merupakan rincian persyaratan standar APD dari penilaian resiko bahaya. Standar OSHA tersebut merupakan ketentuan yang berorientasi pada kinerja yang hanya mengharuskan manajemen perusahaan untuk menggunakan kesadaran mereka dari bahaya tempat kerja yang memungkinkan mereka untuk memilih APD yang sesuai untuk pekerjaan yang sedang dilakukan. Alat – alat pelindung diri dari kecelakaan kerja dan penyakit kerja yang disediakan Perusahaan sudah termasuk baik. Alat pelindung diri di Perusahaan adalah safety glasses, safety shoes, ear plug, masker, safety helmet, safety gloves, dan pakaian kerja. Kacamata pelindung (safety glasses) pada bulan Juni 2009 sudah ditetapkan sebagai mandatory, yaitu wajib dipakai oleh semua karyawan di semua area kerja di perusahaan Kacamata yang disediakan oleh perusahaan ini terdiri dari dua jenis, jenis pertama adalah kacamata biasa yang dipakai oleh karyawan pada umumnya serta jenis kedua merupakan safety googles yang menutupi seluruh bagian samping mata. Kacamata jenis safety googles ini digunakan oleh pekerja yang biasa melakukan pekerjaan berbahaya terhadap percikan debu, cooling, dan logam. Khusus untuk kacamata mengelas atau welding,
dilengkapi dengan filter ultraviolet dan infra merah serta pelindung untuk muka. Namun walaupun sudah merupakan mandatory, masih banyak pekerja yang tidak menggunakan kacamata. Hal ini karena pekerja justru merasa tidak leluasa dan tidak nyaman jika bekerja memakai kacamata. Safety gloves (sarung tangan) yang disediakan Perusahaan terbagi atas dua jenis, yaitu yang berbahan jeans dan berbahan karet. Sarung tangan yang berbahan jeans biasanya dipakai operator untuk memegang part, mesin atau benda kerja yang masih dalam keadaan panas dan sarung tangan berbahan karet biasa digunakan untuk memegang bahan kimia seperti operator pada ruang pigmen. Masker juga disediakan oleh Perusahaan untuk melindungi para pekerjanya. Masker yang disediakan merupakan jenis disposible dust mask. Masker jenis ini dapat menyaring debu yang memiliki nilai ambang batas sampai dengan 0.05 mg/m3. Walaupun masker tidak di mandatory untuk semua pekerja, hanya beberapa area kerja yang rawan akan debu dan bau bahan kimia seperti pada ruang coal storage di power house, pada ruang pigmen di BTA, dan Bandbury di BTA. PT. Goodyear Indonesia, Tbk. juga menyediakan safety shoes untuk para pekerja. Sepatu ini di rancang khusus untuk melindungi pekerja, misalnya dari kejatuhan material. Di Perusahaan ini ada tiga jenis safety shoes yang disediakan sesuai dengan area kerja masing-masing pekerja. Seperti pada area kerja BTA dan BTC menggunakan tipe 2101H sepatu yang khusus untuk daerah pemaskan atau curring. Untuk area BTB para pekerja menggunakan sepatu tipe D104H yang khusus area rubber sold dan builder dan sepatu tipe D103 untuk staff Perusahaan Perusahaan
menggunakan
mesin-mesin
yang
menimbulkan
kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran para pekerja, maka pihak perusahaan menyediakan ear plug untuk melindungi telinga. Ear plug yang disediakan adalah ear plug tipe 1270 yang lembut, elastis , dan mudah di bersihkan, serta ear muff. Ear plug yang digunakan dapat meredam kebisingan hingga 30 dB.
PT. Goodyear Indonesia, Tbk. juga memberikan pakaian kerja pada setiap karyawannya. Pakaian kerja ini memiliki kriteria berlengan pendek, tidak longgar di dada atau punggung, tidak berdasi, dan tidak ada lipatanlipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Pakaian juga harus dilengkapi dengan safety belt (ikat pinggang). Pakaian kerja ini selain memberikan rasa nyaman juga menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap karyawannya. Pelidung kepala (safety helmet) yang digunakan karyawan PT. Goodyear Indonesia Tbk. berfungsi untukmelindungi kepala dari kejatuhan benda saat terjadinya kecelakaan. Walaupun tidak semua area pabrik wajib memakai helm, namun pekerja di beberapa area tertentu seperti pengemudi forklift dan pekerja di Power House wajib memakai helm karena area kerja yang berpotensi bahaya dari kejatuhan benda yang mengenai kepala. Selain menyediakan alat pelindung diri yang harus dipakai para karyawan, Perusahaan juga menyediakan alat-alat lain yang menunjang keselamatan dari para pekerjanya. Alat–alat ini seperti kotak P3K, tandu, alat pemadam api ringan (APAR), klinik dan dokter di area perusahaan, dan mobil ambulan. APAR ditempatkan pada tempat-tempat yang berpotensi terjadi kebakaran. Selain itu, Perusahaan juga menempatkan alat pemadam pada tiap forklift (alat angkut). Hal ini dikarenakan forklift di Perusahaan menggunakan bahan bakar LPG yang sangat mudah terbakar. Meskipun alat pelindung diri yang disediakan PT. Goodyear Indonesia, Tbk. sudah lengkap bagi karyawannya, namun pelaksanan dalam penggunaan APD tersebut masih kurang baik. Perusahaan sudah menetapkan APD yang wajib dipakai bagi semua karyawan yaitu pelindung telinga, safety shoes, dan kacamata yang diperiksa pada setiap pintu masuk pabrik apakah karyawan memakainya atau tidak. Sanksi tegas juga ditetapkan oleh Perusahaan jika tidak memakai APD saat bekerja. Namun di lapangan, masih ada karyawan yang tidak memakai APD wajib tersebut. Audit APD yang dilakukan tiga bulan sekali tidak cukup efektif untuk mengontrol penggunaan APD setiap karyawan pada setiap area kerja. Kesadaran karyawan sangat kurang untuk mengerti akan bahaya yang ditimbulkan area kerja jika tidak menggunakan APD. Kebiasaan area kerja
yang dirasakan karyawan merupakan alasan utama pekerja tidak mau memakai APD. Selain itu ketidaknyamanan karyawan memakai APD saat bekerja juga menjadi alasan pekerja tidak memakai APD. Pihak Goodyear sudah sering mengadakan pelatihan kembali mengenai APD, namun tidak membuat seluruh karyawan memakai APD saat bekerja. D. Estimasi Perhitungan Biaya Pengobatan akibat Penyakit Kerja Menurut Yanri (2006), biaya dari penerapan program K3 yang dikeluarkan oleh perusahaan antara lain : 1. Biaya tindakan pencegahan 2. Biaya akibat kecelakaan 3. Hilang dan rusaknya material produk 4. Terhentinya proses produksi 5. Hilangnya tenaga terampil dan berpengalaman 6. Menurunnya kredibilitas perusahaan 7. Hilangnya keuntungan 8. Hilangnya waktu kerja 9. Pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan Keuntungan yang didapatkan dari penerapan K3 yang baik terbagi atas dua, yaitu efek primer dan efek sekunder. Efek primer yaitu terhindar dari kecelakaan kerja dan efek sekunder yaitu peningkatan produktivitas, reputasi, dan citra perusahaan. Estimasi perhitungan biaya pengobatan penyakit kerja merupakan salah satu dari biaya yang harus dikeluarkan perusahaan jika menerapkan program K3 pada perusahaannya. Estimasi biaya pengobatan yang dikleuarkan Perusahaan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan biaya pengobatan yang dikeluarkan Perusahaan saat audit tanggal 16 Februari 2010 dengan audit tanggal 1 sampai dengan 31 April 2010. Jika hasil skor audit pada penelitian ini lebih baik dari hasil audit sebelumnya, maka seharusnya ada pengurangan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh Goodyear. Data penyakit yang dipakai pada perhitungan biaya merupakan 10 penyakit yang dialami pekerja dengan jumlah yang paling tinggi. Data penyakit tersebut didapatkan dari dokumen klinik Perusahaan Dari data yang didapatkan,
10 penyakit yang paling banyak diderita karyawan PT. Goodyear Indonesia, Tbk yaitu
influenza, batuk, sakit pinggang (LBP), demam, ISPA, penyakit Kulit,
penyakit mata, penyakit sistem pencernaan, sakit kepala, dan diare. Data penyakit yang dibandingkan adalah data pada bulan Januari 2010 dan Maret 2010. Jumlah karyawan yang terkena 10 penyakit tersebut terlampir. Tiga urutan teratas penyakit yang dialami para keryawan Goodyear yaitu influenza, batuk, dan sakit pinggang (LBP). Untuk penyakit batuk dan influenza, dapat dikatakan penyakit tersebut diakibatkan oleh banyak sebab. Tidak hanya lingkungan area kerja, namun cuaca dan lingkungan keluarga juga dapat menyebabkan penyakit ini. Penyakit batuk dan influenza merupakan penyakit menular, yang dapat menular pada karyawan lain yang berada pada area kerja yang sama. Penyakit umum ini tidak dapat dianggap remeh, karena jika karyawan menderita penyakit ini saat bekerja dapat mengganggu konsentrasi kerja hingga dapat mengakibatkan hilangnya waktu kerja. Selanjutnya, tiga penyakit teratas lainnya yaitu pinggang atau dalam bahasa ilmiah disebut low back pain. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dialami oleh karyawan yang bekerja dengan mesin-mesin yang dioperasikan manual serta mengangkat beban yang berat. Dapat dilihat pada perhitungan biaya pengobatan yang terlampir pada Lampiran5, bahwa biaya pengobatan paling besar yang dikeluarkan perusahaan adalah mengobati sakit pinggang (LBP). Perusahaan akan memberikan back support kepada karyawan yang sudah mengalami sakit pinggang yang parah dengan surat rujukan dari dokter di klinik. Estimasi biaya pengobatan yang dikeluarkan Perusahaan pada bulan Januari 2010 dan Maret 2010 terlampir. Biaya pengobatan setiap penyakit merupakan estimasi biaya yang dikeluarkan seorang pasien penderita jika membeli obat di apotik dengan kesepuluh penyakit yang ada. Harga obat yang dipakai pada penelitian ini merujuk pada harga di apotik-apotik pada umumnya. Dari estimasi biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat bahwa biaya pengobatan pada bulan Maret 2010 lebih yaitu Rp.27.258.00 lebih rendah dari biaya pengobatan pada bulan Januari 2010 yaitu Rp.29.209.00. Selisih total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan pada dua bulan yang berbeda yaitu Rp.1.951.00. oleh karena itu, hasil skor audit yang baik pada audit tanggal 1-31
April 2010 memberikan dampak yang baik bagi pengeluaran perusahaan untuk biaya pengobatan karyawan.
V. KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengkajian SMK3 di bagian produksi PT. Goodyear Indonesia, Tbk. yang menggunakan dokumen global health and safety document menunjukkan bahwa skor audit (dalam persen) pada setiap faktor adalah kepemimpinan (leadership) 100%, ergonomi (ergonomics) 100%, perilaku (behaviors) 100%, inspeksi fisik (physical inspection) 88,9%, control energi berbahaya (control of hazardous energy) 100%, dan kesehatan industri (indiustrial Health) 95%. Hasil skor audit pada penelitian ini menunjukkan peningkatan dari hasil audit perusahaan pada periode sebelumnya yang dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2010, yaitu kepemimpinan (leadership) 84.6%, ergonomi (ergonomics) 76.9%, perilaku (behaviors) 88%, inspeksi fisik (physical inspection) 74.1%, control energi berbahaya (control of hazardous energy) 85.7%, dan kesehatan industri (indiustrial Health) 95%. Meskipun mengalami peningkatan kinerja SMK3, namun masih terdapat skor audit yang berada dibawah standar baik persentase skor audit yang ditetapkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk yaitu diatas 90% setiap faktornya. Faktor inspeksi fisik masih menunjukkan skor audit dibawah 90% yaitu 88.9% yang merupakan standar skor audit yang baik. Skor audit keseluruhan dari penelitian ini adalah 95.5 %, sehingga manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dan sedang diterapkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk. adalah baik dan merupakan kriteria emas dalam pencapaian keberhasilan penerapan K3 menurut standar pemerintah pada PERMENKER/05/1996 yaitu dengan skor audit diatas 85%. Faktor inspeksi fisik merupakan faktor yang memiliki skor terendah dari hasil audit yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak dapat melakukan housekeeping yang baik pada beberapa area kerja, yaitu pada area mixing dan area component preparation. Tidak baiknya penerapan housekeeping pada beberapa area kerja di PT. Goodyear Indonesia, Tbk. juga merupakan masalah yang dihadapi pada audit sebelumnya. Beberapa area kerja seperti area mixing dan component preparation tidak dapat memenuhi guidelines housekeeping yang ditetapkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
Estimasi perhitungan biaya pengobatan yang dikeluarkan PT. Goodyear Indonesia, Tbk. dihitung berdasarkan 10 penyakit dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu influenza, batuk, sakit pinggang (LBP), demam, ISPA, penyakit kulit, penyakit mata, penyakit sistem pencernaan, sakit kepala, dan diare. Dari perbandingan data penyakit pada bulan Januari 2010 dan Maret 2010 didapatkan hasil yaitu estimasi biaya pengobatan pada bulan Maret 2010 lebih yaitu Rp.27.258.000 lebih rendah dari biaya pengobatan pada bulan Januari 2010 yaitu Rp.29.209.000. Selisih total biaya yang dikeluarkan oleh PT. Goodyear Indonesia, Tbk. pada dua bulan yang berbeda yaitu Rp.1.951.000, maka hasil skor audit pada audit tanggal 1 sampai dengan 31 April 2010 memberikan dampak yang baik bagi pengeluaran biaya pengobatan karyawan PT. Goodyear Indonesia, Tbk.
B. Saran PT. Goodyear Indonesia, Tbk. telah mendapatkan hasil skor audit pada penelitian ini dengan nilai skor 95.5 %, sehingga dapat diartikan bahwa perusahaan telah menerapkan SMK3 dengan tingkat keberhasilan 95.5%. Namun perusahaan perlu melakukan peninjauan ulang SMK3 dengan melengkapi beberapa kriteria yang diajukan pada dokumen global and safety yang telah dibahas pada pembahasan. Dengan demikian, perusahaan akan benar-benar memenuhi tujuan dari penerapan K3 pada perusahaannya yang bersemboyan “No One Get Hurts”. Tingginya angka pekerja yang menderita low back pain (LBP) sangat perlu mendapatkan perhatian yang serius. Perusahaan harus mengkaji ulang faktor ergonomi pekerja saat bekerja. Area kerja yang ergonomis akan mengurangi pekerja yang menderita LBP. Selain itu, pelatihan kesadaran mengenai pentingnya bekerja secara ergonomis juga dapat mengurangi penderita LBP pada pekerja, terutama pekerja yang mengangkat beban berat dan mengoperasikan mesin secara manual.
DAFTAR PUSTAKA
Broadbent, D. E. 1979. Human Performance and Noise, Handbook of Noise Control. Harris C. M. ed. , Mc Graw Hill Book Co. Heri, P. 1998. Pengantar Perilaku Manusia. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Heriyanto. 2008. Pemahaman Dasar K3 di Perusahaan. Makalah pada Pelatihan OSHAS 18001:2007 dan Sistem Manajemen K3, 19-20 Juli 2008, Universitas Indonesia, Depok. Humantech. 1995. Humantech Applied Ergonomics Trainning Manual 2 nd edition. Barkelery Vale, Australia. Online:
[20 Juli 2010]. King, R. 1990. Safety in The Process Industries. Butterworth-heinemann Ltd, London, England. Mangkunegara, A. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Manuaba, A. 1998. Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Bunga Rampai Ergonomi Vol.1. Notoatmodjo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Andi, Yogyakarta. OSHA Standar Nomor 1910. 2010. Electrical. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 29CFR 1010.1200. 2010. Hazard Communication. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 29 CFR 1910.269(d). 2010. Lockout-Tagout (LO-TO). Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 1910.212. 2010. Machinery and Machine Guarding. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 1.92634 (b). 2010. Means Egress. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 1910.178. 2010. Powered Industrial Trucks. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA.
OSHA Standar Nomor 29 CFR 1.910,132 (d). 2010. Protective Personal Equipment (PPE). Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. OSHA Standar Nomor 190.22(a). 2010. Walking-Working Surfaces. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) USA. Santoso, S. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Media Komputindo, Jakarta. Silalahi, B. N. B. dan R. B. Silalahi. 1955. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Soekarno, W. 2010. Kepemimpinan. Online : [20 Juli 2010]. Suardi , R. 2005. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PPM, Jakarta. Suma‟mur, P. K. 1980. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung, Jakarta. Syamsudin, M. S. 2004. Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Depnakertrans R.I, Jakarta. Sutajaya, M. 1998. Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal, Beban kerja dan Kelelahan Serta Meningkatkan Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud. Tesis. Program Magister Ergonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Bali. Wahyu, H. K. 2000. Peranan Ergonomi dalam Pelaksanaan Kesehatan Kerja di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Ergonomi 2000. 6-7 September 2000, Surabaya. Yanri, Z. 2006. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Mambangun Budaya K3 Implementasi dan Evaluasi. [20 Juli 2010]. Yunus, M. 2008. Hubungan Posisi Kerja Duduk dan Massa Kerja dengan Keluhan Low Back Pain pada Kerja Pemecah Batu Granit Tradisional di Kelurahan Tg. Batu Kota kab. Karimun. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Dipenogoro, Semarang.